Kegiatan Belajar 1
Pendekatan Pembelajaran Holistik dan konstruktivisme Ada dua istilah yang berkaitan erat
dengan pembelajaran, yaitu pendidikan dan pelatihan. Pendidikan lebih menitikberatkan
pada pembentukan dan pengembangan kepribadian, sehingga memiliki pengertian yang
lebih luas. Sedangkan pelatihan lebih menekankan pada pembentukan keterampilan.
Pendidikan dilaksanakan dalam lingkungan sekolah, sedangkan pelatihan pada umumnya
dilaksanakan dalam lingkungan industri. Akan tetapi, pendidikan kepribadian saja belum
cukup. Para siswa perlu juga memiliki keterampilan agar dapat bekerja, bereproduksi, dan
menghasilkan berbagai hal yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhannya. suatu sistem
pengajaran selalu mengalami dan mengikuti tiga tahapan, yakni: a.
b. Tahap sintesis yaitu tahap perencanaan proses yang akan ditempuh; c. Tahap evaluasi
untuk menilai tahap pertama dan kedua. (Oemar Hamalik, 1999) Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran pada hakikatnya merupakan kerangka acuan
yang dianut seorang guru dalam praktek pembelajaran yang dilakukan melalui
pengorganisasian siswa dan pengolahan pesan untuk mencapai sasaran belajar berupa
peningkatan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor serta kepribadian siswa secara
keseluruhan. A. Pendekatan Holistik Pendekatan Holistik atau terpadu dalam pembelajaran,
diilhami oleh Psikologi Gelstalt yang dipelopori oleh Wertheimer, Koffka, dan Kohler.
Menurut mereka, objek atau peristiwa tertentu akan dipandang oleh individu sebagai suatu
keseluruhan yang terorganisasikan. Suatu objek atau peristiwa akan dapat dilihat maknanya
jika diamati dari segi keseluruhannya dan keseluruhan itu bukan jumlah bagian-bagian.
Aplikasi, teori Gestalt dalam pendekatan pembelajaran antara lain adalah dalam hal-hal
sebagai berikut (Moh.Surya, 1999): 1. Pengalaman memahami (insight) 2. Pembelajaran
yang bermakna (meaningful learning) 3. Perilaku bertujuan (purposive behavior) 4. Prinsip
ruang hidup (file space) 5. Transfer dalam pembelajaran
Dengan demikian, mengandung arti bahwa ciri experiential learning adalah sebagai berikut:
1. Keterlibatan siswa di mana mereka aktif melakukan sesuatu, 2. Terjadi relevansi terhadap
topik pada experiential learning, 3. Tanggung jawab siswa dalam experiential learning
ditingkatkan, 4. Penggunaan experiential learning bersifat luwes, baik setting-nya, siswanya,
maupun tipe pengalaman belajarnya (termasuk tujuannya).
Ada beberapa teknik pembelajaran yang dianggap tepat untuk digunakan merangsang
perubahan tingkah laku selama experiential learning yaitu: Simulasi, Latihan terstruktur, dan
Interaksi Kelompok.
Ada tujuh langkah yang harus ditempuh dalam mengembangkan kurikulum yang berbasis
teori multiple intelligence, yaitu: 1. Fokuskan topik atau tujuan khusus, tetapkan apakah
tujuan berskala besar (untuk jangka panjang), atau bertujuan khusus (mendorong rencana
pendidikan siswa secara individual). Tujuan harus dinyatakan secara jelas dan singkat. 2.
Munculkan pertanyaan multiple intelligence. 3. Pertimbangkan segala kemungkinan,
pikirkanlah metode dan materi yang tepat bahkan tidak tepat. 4. Curah pendapat,
kemukakan segala gagasan yang ada dalam pikiran dan usahakan satu ide untuksatu
intelligensi kemudian konsultasikan dengan kolega untuk membantu menstimulasi pikiran. 5.
Pilihlah aktivitas yang cocok, setelah semua gagasan lengkap maka tentukan pendekatan
yang benar-benar operasional dalam adegan pendidikan. 6. Kembangkan urutan tindakan
dengan menggunakan pendekatan yang telah dipilih rancanglah rencana pelajaran dan
tetapkan alokasi waktu untuk setiap hari pelajaran. 7. Implementasikan rencana, kumpulkan
materi yang dibutuhkan, pilihlah waktu yang tepat dan kemudian laksanakan rencana
belajar. Modifikasi dapat dilakukan selama proses implementasi strategi.