Anda di halaman 1dari 20

PENUNDAAN KEWAJIBAN

PEMBAYARAN UTANG ( PKPu )

DISUSUN OLEH : KELOMPOK II


Nama :
1 Aditya Siahaan ( 17600 078 )
2 Edi Bawamenewi ( 17600 102 )
3 Natasya Butar-butar ( 17600 108 )
4 Maissi Sianipar ( 17600 079 )
5 Marolop Zega ( 17600 114 )
6 Recy Sihombing ( 17600 080 )
7 Ricky Cordias Gulo ( 17600 071 )

Dosen pengasuh : Lenny V Siregar S.H., M.kn


Fakultas Hukum UHN
TA 2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) atau suspension of payment atau
surseance van betaling, Adalah suatu masa yang diberikan Undang-undang melalui putusan
hakim pengadilan niaga, dimana dalam masa tersebut kepada pihak kreditor dan debitor
diberikan kesempatan untuk musyawarah cara-cara pembayaran utangnya dengan
memberikan rencana pembayaran seluruh atau sebagian utangnya , termasuk apabila perlu
untuk merestrukturisasi utang itu.
Pada hakikatnya PKPU bertujuan untuk melakukan perdamaian antara debitor dengan
para kreditornya dan menghindarkan debitor yang telah atau akan mengalami insolven dari
pernyataan pailit. Akan tetapi apabila kesepakatan perdamaian dalam rangka perdamaian
PKPU tidak tercapai, maka debitor pada hari berikutnya dinyatakan pailit oleh Pengadilan
Niaga
Selama PKPU, debitor tanpa persetujuan pengurus PKPU tidak dapat melakukan
tindakan kepengurusan atau kepemilikan atas seluruh atau sebagian hartanya. Berdasarkan
Pasal 240 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, apabila debitor melakukan
tindakan kepengurusan atau kepemilikan atas seluruh atau sebagian hartanya tanpa
persetujuan pengurus PKPU
Dengan tercapainya kesepakatan mengenai rencana perdamaian dalam rangka PKPU
diharapkan oleh para kreditor agar usaha debitor tetap berjalan demi meningkatkan nilai harta
kekayaan debitor, yaitu dengan cara mengadakan pinjaman seperti memperoleh kredit dari
bank. Untuk ituUndang-undang Nomor 37 Tahun 2004 memberikan kemungkinan untuk itu
melalui Pasal 240 ayat (4) yang menyatakan: “bahwa atas dasar persetujuan yang diberikan
oleh pengurus, debitor dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga sepanjang perolehan
pinjaman tersebut bertujuan untuk meningkatkan harta kekayaan debitor”. Selanjutnya,
pengurus juga dapat melakukan pinjaman, dan bila memerlukan pemberian agunan, maka
debitor dapat membebani hartanya dengan gadai, fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak
kebendaan lainnya tetapi hanya terhadap bagian harta debitor yang belum dijadikan jaminan
utang sebelum PKPU berlangsung. Namun demikian pembebanan harta kekayaan debitor
dengan hak-hak jaminan itu bukan hanya disetujui oleh pengurus saja tetapi juga disetujui
oleh hakim pengawas.

BAB II
RUMUSAN MASALAH

A. Pengertian Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)


B. Maksud dan tujuan PKPU
C. Jenis-jenis PKPU
D. Para pihak dalam PKPU
E. Prosedur PKPU
F. Akibat hukum dari PKPU
G. Berakhirnya PKPU

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Daftar pustaka
BAB II
Pembahasan
A. Pengertian PKPU

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) diatur dalam pasal 222 sampai dengan
pasal 294 UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang. Adapun PKPU ini sangat berkaitan erat dengan ketidakmampuan membayar (insolvensi)
debitur terhadap hutang-hutangnya kepada pihak kreditor.
Munir Fuady dalam bukunya yang berjudul “Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek”
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan tundaan pembayaran hutang (suspensionofpayment
atau SurseancevanBetaling) adalah suatu masa yang diberikan oleh undang-undang melalui
putusan hakim Pengadilan Niaga dimana dalam masa tersebut kepada pihak kreditur dan debitur
diberikan kesempatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran hutangnya dengan
memberikan rencana pembayaran seluruh atau sebagian dari hutangnya, termasuk apabila perlu
untuk merestrukturisasi hutangnya tersebut. Jadi penundaan kewajiban pembayaran utang
(PKPU) ini pada dasarnya merupakan sejenis legal moratorium (rencana perdamaian).

B. Maksud dan Tujuan PKP


Adapun yang menjadi maksud dan tujuan PKPU adalah sesuai dengan yang tercantum pada
ketentuan pasal 222 ayat (2) dan (3) UU No. 37 Tahun 2004 :
1. Debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat
Melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat
memohon penundaan kewajiban pembayaran utang dengan maksud untuk mengajukan rencana
perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditor.

2 Kreditor yang memperkirakan bahwa debitor tidak dapat melanjutkan membayar utangnya
yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon agar kepada debitor diberi penundaan
kewajiban pembayaran utang, untuk memungkinkan debitor mengajukan rencana perdamaian
yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditornya.”
Dimana dari pasal tersebut dapat diartikan bahwa secara umum, maksud dari PKPU adalah untuk
mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang
kepada kreditur konkuren, sedangkan tujuannya adalah untuk kreditur konkuren, sedangkan
tujuannya adalah untuk memungkinkan seseorang debitor meneruskan usahanya meskipun ada
kesukaran pembayaran dan untuk menghindari kepailitan.

C. Jenis-jenis PKPU

Berdasarkan sifatnya, PKPU dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :


1. PKPU Sementara
Merupakan PKPU yang penetapannya dilakukan sebelum sidang dimulai, dan harus
dikabulkan oleh pengadilan setelah pendaftaran dilakukan.
2. PKPU Tetap
Merupakan PKPU yang ditetapkan setelah sidang berdasarkan persetujuan dari para
kreditor.

D. Para Pihak dalam PKPU

Para pihak yang terkait dalam PKPU antara lain adalah sebagai berikut :

1. Debitor
Berdasarkan pada ketentuan pasal 1 angka 1 UU No. 37 Tahun 2004, yang dimaksud dengan
debitor adalah orang yang mempunyai hutang karena perjanjian atau Undang-undang yang
pelunasannya dapat ditagih dimuka pengadilan.
Sesuai dengan pasal 222 UU No. 37 tahun 2004, debitor yang mempunyai lebih dari satu
kreditor dapat mengajukan PKPU bila ia tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat
melanjutkan membayar utang-utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Maksud
pengajuan oleh debitor ini ialah untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran
pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditor. Debitor yang mengajukan ini dapat
berupa debitor perorangan ataupun debitor badan hukum

2. Kreditor
Berdasarkan pada ketentuan pasal 1 angka (2) UU No. 37 Tahun 2004, yang dimaksud dengan
kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-undang yang
dapat ditagih di muka pengadilan.Kreditor dalam PKPU adalah :
a. Kreditor separatis

Diatur dalam pasal 56 UU No. 37 Tahun 2004. Yang dimaksud dengan kreditor separatis adalah
kreditur yang memiliki jaminan hutang kebendaan (hak jaminan), seperti pemegang hak
tanggungan, hipotik, gadai, fidusia, dll.
b. Kreditor preferen

Berdasarkan pada pasal 1139 dan pasal 1149 KUHPer, yang dimaksud dengan kreditor preferen
adalah kreditor yang memiliki hak istimewa atau hak prioritas sesuai dengan yang diatur oleh
Undang-undang yang bersangkutan.
c. Kreditor konkuren

Berdasarkan pada Pasal 1131 jo. Pasal 1132 KUH Perdata. Kreditor golongan ini adalah semua
Kreditor yang tidak masuk Kreditur separatis dan tidak termasuk Kreditur preferen. Berdasarkan
pada pasal 222 ayat (3) UU No. 37 Tahun 2004, kreditor yang memperkirakan bahwa debitor
tidak dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih,
dapat memohon agar kepada debitor diberi penundaan kewajiban pembayaran utang, untuk
memungkinkan debitor mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran
sebagian atau seluruh utang kepada kreditornya.
3 . Bank Indonesia
Apabila debitor adalah sebuah bank, maka bank Indonesia yang berwenang mengajukan
PKPU. (Pasal 223 UU No. 37 Tahun 2004)
4 . Badan pengawas pasar modal
Apabila yang menjadi pihak debitor adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring
dan Penjamin, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (Pasal 223 UU No. 37 Tahun 2004)
5 . Menteri Keuangan
Apabila yang menjadi debitor adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana
pensiun, dan BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik. (Pasal 223 UU No. 37 Tahun
2004)
6 . Hakim pengawas
Selain mengangkat pengurus, setelah putusan PKPU sementara dikabulkan oleh pengadilan
maka pada saat itu juga diangkat Hakim Pengawas. Tugas Hakim Pengawas ini pada dasarnya
juga sama dengan tugas Hakim Pengawas dalam kepailitan, yaitu mengawasi jalannya proses
PKPU. Apabila diminta oleh pengurus, Hakim pengawas dapat mendengar saksi atau
memerintahkan pemerinsaan oleh ahli untuk menjelaskan keadaan yang menyangkut PKPU, dan
saksi tersebut dipanggil sesuai dengan ketentuan dalam Hukum Acara Perdata. Hakim Pengawas
setiap waktu dapat memasukkan ketentuan yang dianggap perlu untuk kepentingan Kreditor
berlangsungnya penundaan kewajiban pembayaran utang tetap, berdasarkan:
a. prakarsa Hakim Pengawas
b. permintaan pengurus; atau
c. permintaan satu atau lebih Kreditor.
7 . Pengurus
Adapun dengan mengacu pada ketentuan yang terkandung dalam pasal 234 ayat (3) UU No.
37 Tahun 2004, yang dapat menjadi pengurus adalah :
Perorangan yang berdomisili di Indonesia yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan
dalam rangka mengurus harta debitur. Telah terdaftar pada departemen yang bersangkutan
Pengurus harus independen dan tidak memiliki benturan kepentingan dengan debitor atau
kurator. (Pasal 234 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004)
8 . Panitia kreditor
Menurut Pasal 231, Pengadilan harus mengangkat panitia kreditor apabila :
a. Permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang meliputi utang yang bersifat rumit atau
banyak kreditor; atau
b. Pengangkatan tersebut dikehendaki oleh kreditor yang mewakili paling sedikit ½ (satu per
dua) bagian dari seluruh tagihan yang diakui.
Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, pengurus harus meminta dan
Mempertimbangkan saran dari panitia kreditor ini.
9 . Ahli
Setelah PKPU dikabulkan Hakim Pengawas dapat mengangkat satu atau lebih ahli untuk
melakukan pemeriksaan dan menyusun laporan tentang keadaan harta Debitor dalam jangka
waktu tertentu berikut perpanjangannya yang ditetapkan oleh Hakim Pengawas. Laporan ahli
harus memuat pendapat yang disertai dengan alasan lengkap tentang keadaan harta Debitor dan
dokumen yang telah diserahkan oleh Debitor serta tingkat kesanggupan atau kemampuan Debitor
untuk memenuhi kewajibannya kepada Kreditor, dan laporan tersebut harus sedapat mungkin
menunjukkan tindakan yang harus diambil untuk dapat memenuhi tuntutan Kreditor. Laporan
ahli harus disediakan oleh ahli tersebut di Kepaniteraan Pengadilan agar dapat dilihat oleh setiap
orang dengan Cuma-Cuma dan penyediaan laporan tersebut tanpa dipungut biaya.

E. Prosedur PKPU
1. Permohonan
Permohonan PKPU harus diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga di daerah tempat kedudukan
hukum debitur dengan ketentuan :
a. Apabila debitur telah meninggalkan wilayah Negara Indonesia, pengadilan yang
berwenang untuk menjatuhkan permohonan putusan atas PKPU adalah pengadilan yang daerah
hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum terakhir debitur.
b. Apabila debitur adalah persero suatu firma, pengadilan yang daerah hukumnya meliputi
tempat kedudukan hukum firma tersebut juga berwenang untuk memutuskan.
c. Apabila debitur tidak berkedudukan di wilayah Negara Indonesia akan tetapi menjalankan
profesi atau usahanya di wilayah Indonesia, maka pengadilan yang berwenang memutuskannya
adalah Pengadilan Niaga yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan atau kantor pusat
debitur.
d. Apabila debitur merupakan badan hukum, tempat kedudukannya hukumnya adalah
sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasarnya.Perlu diketahui juga bahwa permohonan ini
juga harus dilampiri dengan rencana perdamaian.

Dalam hal pemohon adalah Debitor, permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang harus
disertai daftar yang memuat :
- Sifat
- Jumlah piutang
- Jumlah hutang debitor beserta surat bukti secukupnya,
- Dan apabila yang mengajukan permohonan adalah kreditor, Pengadilan wajib memanggil
Debitor melalui juru sita dengan surat kilat tercatat paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum sidang.
2 , Surat permohonan
Surat permohonan berikut lampirannya (bila ada) harus disediakan di Kepaniteraan Pengadilan
agar dapat dilihat oleh setiap orang secara Cuma-Cuma.
Sistematika dari surat permohonan PKPU itu sendiri paling tidak memuat hal-hal sebagai berikut
a. Tempat dan tanggal permohonan
b. Alamat pengadilan Niaga yang berwenang
c. Identitas Pemohon dan advokatnya
d. Uraian tentang alasan permohonan PKPU
e. Permohonan Berisikan antara lain :
f. Mengabulkan permohonan pemohon
g. Menunjuk Hakim Pengawas dan Pengurus
h. Tanda tangan debitor dan advokatnya

Sementara kelengkapan berkas yang harus disiapkan sebagai syarat permohonan PKPU pada
Pengadilan Niaga, meliputi :
a. Surat permohonan bermeterai yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Niaga
b. Identitas diri debitur
c. Permohonan harus ditandatangani oleh Debitur dan Penasehat Hukumnya
d. Surat kuasa khusus yang asli (penunjukkan kuasa pada orangnya bukan kepada Law
Firmnya)
e. Ijin Penasehat Hukum/Kartu Penasehat Hukum
f. Nama dan tempat tinggal/kedudukan para kreditur konkuren disertai jumlah
tagihannya masing-masing pada debitur
g. Neraca pembukuan terakhir
h. Rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang
kepada Kreditur Konkuren (Jika ada).

3. Pemeriksaan

Apabila permohonan PKPU dan kepailitan diperiksa pada saat yang bersamaan, maka
permohonan PKPU haruslah diputus terlebih dahulu.
4. PKPU (S) SEMENTARA

Sesuai dengan apa yang diatur dalam Pasal 225 UU No. 37 Tahun 2004. Beberapa hal yang
harus diperhatikan dalam PKPU sementara adalah sebagai berikut :
a. Dalam hal permohonan diajukan oleh debitor, pengadilan dalam waktu paling
lambat 3 hari sejak tanggal didaftarkannya surat permohonan, harus mengabulkan
PKPU sementara dan harus menunjuk seorang HAKIM PENGAWAS dari hakim
pengadilan serta mengangkat 1 atau lebih PENGURUS yang bersama dengan
debitor mengurus harta debitor.
b. Dalam hal permohonan diajukan oleh kreditor, pengadilan dalam waktu paling
lambat 20 hari sejak tanggal didaftarkannya surat permohonan, harus
mengabulkan permohonan PKPU utang sementara dan harus menunjuk hakim
pengawas dari hakim pengadilan serta mengangkat 1 atau lebih pengurus yang
bersama dengan debitor mengurus harta debitor.
c. Segera setelah putusan PKPU sementara diucapkan, pengadilan melalui pengurus
wajib memanggil debitor dan kreditor yang dikenal dengan surat tercatat atau
melalui kurir, untuk menghadap dalam sidang yang diselenggarakan paling lama
pada hari ke-45 terhitung sejak putusan PKPU sementara diucapkan. Dalam hal
Debitor tidak hadir dalam sidang penundaan kewajiban pembayaran utang
sementara berakhir dan Pengadilan wajib menyatakan Debitor Pailit dalam sidang
yang sama.
d. Pengurus wajib segera mengumumkan putusan PKPU sementara dalam Berita
Negara Republik Indonesia dan paling sedikit dalam 2 surat kabar harian yang
ditunjuk oleh hakim pengawas dan pengumuman tersebut juga harus memuat
undangan untuk hadir pada persidangan yang merupakan rapat permusyawaratan
hakim berikut tanggal, tempat, dan waktu sidang tersebut, nama hakim pengawas
dan nama serta alamat pengurus. Apabila pada waktu PKPU sementara diucapkan
sudah diajukan rencana perdamaian oleh debitor, hal ini harus disebutkan dalam
pengumuman tersebut, dan pengumuman tersebut harus dilakukan dalam jangka
waktu paling lama 21 hari sebelum tanggal sidang yang direncanakan. PKPU
sementara berlaku sejak tanggal putusan PKPU tersebut diucapkan dan
berlangsung sampai dengan tanggal sidang.
e. Pada hari sidang Pengadilan harus mendengar Debitor, Hakim Pengawas,
pengurus dan Kreditor yang hadir, wakilnya, atau kuasanya yang ditunjuk
berdasarkan surat kuasa. Dalam sidang itu setiap Kreditor berhak untuk hadir
walaupun yang bersangkutan tidak menerima panggilan untuk itu.
f. Apabila rencana perdamaian dilampirkan pada PKPU sementara atau telah
disampaikan oleh debitor sebelum sidang dilangsungkan, maka pemungutan suara
tentang rencana perdamaian dilakukan, sepanjang belum ada putuan pengadilan
yang menyatakan bahwa PKPU tersebut berakhir. Jika kreditor belum dapat
memberikan suara mereka mengenai rencana perdamaian, atas permintaan
debitor, kreditor harus menentukan pemberian atau penolakan PKPU tetap dengan
maksud untuk memungkinkan Debitor, pengurus, dan Kreditor untuk
mempertimbangkan dan menyetujui rencana perdamaian pada rapat atau sidang
yang diadakan selanjutnya.

5. PKPU (T) TETAP

Adapun beberapa hal yang berkaitan dengan prosedur PKPU tetap adalah sebagai berikut :
a. Bila PKPU tetap tetap tidak dapat ditetapkan oleh Pengadilan Niaga, maka dalam
jangka waktu 45 hari terhitung sejak putusan PKPU sementara diucapkan, maka
debitor demi hukum dinyatakan pailit.
b. Setelah dilakukan pemeriksaan, Majelis Hakim dapat mengabulkan PKPU
sementara menjadi PKPU tetap dengan syarat sebagai berikut :
c. Disetujui lebih dari ½ jumlah kreditor konkuren yang haknya diakui atau
sementara diakui yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 bagian dari seluruh
tagihan yang diakui atau yang sementara diakui dari kreditor konkuren atau
kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut.
d. Disetujui lebih dari ½ jumlah kreditor yang piutangnya dijamin dengan gadai,
jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik, atau hak agunan atas kebendaan lainnya
yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 bagian dari seluruh tagihan kreditor
atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut

F .Akibat Hukum dari Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang


Sejak diterimanya pemohonan penundaan kewajiban pembayaran hutang oleh debitur, maka
terjadilah beberapa akibat hukum terhadap debitur yang bersangkutan. Akibat hukum
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Debitor Kehilangan Independensinya

Berbeda dengan kepailitan dimanadebitor menyerahkan kewenangan pengurusan harta kekayaan


kepada kurator. Dalam PKPU, kewenangan dalam kepengurusan harta tersebut masih berada di
tangan debitor itu sendiri. Hanya saja kebebasan debitor memang dibatasi dengan keberadaan
pengurus selaku pengawas (Pasal 240 UU No. 37 Tahun 2004).
2. Jika Debitur Telah Minta Dirinya Pailit, Dia Tidak Dapat Lagi Minta Penundaan
Pembayaran Hutang

Apabila dalam persidangan debitur sudah langsung meminta dirinya untuk dipailitkan, maka ia
tidak bisa lagi meminta PKPU untuk dilaksanakan.
3. Jika Penundaan Pembayaran Hutang Berakhir, Debitur Langsung Pailit

Berdasarkan pada Pasal 230 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004, Pengadilan Niaga harus
menyatakan debitur pailit selambat-lambatnya hari berikutnya (tanpa hak untuk mengajukan
kasasi atau peninjauan kembali) apabila : Jangka waktu PKPU sementara berakhir karena
kreditur konkuren tidak menyetujui pemberian PKPU secara tetap. Perpanjangan PKPU telah
diberikan, akan tetapi sampai dengan tanggal batas terakhir penundaan pembayaran hutang
(maksimum 270 hari) belum juga tercapai persetujuan terhadap rencana perdamaian.
4. Debitur Tidak Dapat Dipaksa Membayar Hutang dan Pelaksanaan Eksekusi
Ditangguhkan Sesuai dengan ketentuan Pasal 242 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 bahwa
selama berlangsungnya PKPU, maka debitur tidak dapat dipaksa untuk membayar
hutang-hutangnya serta semua tindakan eksekusi yang telah dimulai guna mendapatkan
pelunasan hutang tersebut juga harus ditangguhkan.

5. Perkara yang Sedang Berjalan Ditangguhkan

Berdasarkan pada Pasal 243 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 37 Tahun 2004, sebenarnya
secara prinsip PKPU tidak menghentikan perkara yang sudah mulai diperiksa ataupun
menghalangi pengajuan perkara yang baru. Akan tetapi, terhadap perkara yang semata-
mata mengenai tuntutan pembayaran suatu piutang yang telah diakui oleh debitur,
sementara kreditur tidak mempunyai kepentingan untuk mendapatkan suatu putusan guna
melaksanakannya kepada pihak ketiga setelah dicatatnya pengakuan tersebut, maka
hakim dapat menangguhkan pengambilan keputusan mengenai hal tersebut hingga
berakhirnya PKPU.

6. Debitur Tidak Boleh Menjadi Penggugat atau Tergugat

Berdasarkan pada Pasal 243 ayat (3) UU No. 37 Tahun 2004, Debitur yang telah ditunda
kewajibannya pembayaran hutangnya tidak boleh beracara di peradilan baik sebagai
penggugat ataupun sebagai tergugat dalam perkara yang berhubungan dengan harta
kekayaannya, kecuali dengan bantuan dari pihak pengurus.

7. Penundaan Pembayaran Hutang Tidak Berlaku Bagi Kreditur Preferens

Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 244 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 bahwa PKPU tidak
berlaku bagi tagihan dari kreditur separatis, atau terhadap tagihan yang diistimewakan terhadap
barang-barang tertentu milik debitur. Maka jelas bahwa terhadap debitur dengan hak istimewa,
debitur juga harus membayar hutangnya secara penuh. Apabila pembayaran hutang tidak
mencukupi dari jaminan tersebut, kreditur preferen masih mendapatkan haknya sebagai kreditur
konkuren, termasuk di dalamnya hak untuk mengeluarkan suara selama PKPU.

8. Penundaan Pembayaran Hutang Tidak Berlaku terhadap Beberapa Jenis Biaya Penting

Dalam Pasal 244 dikatakan bahwa PKPU tidak berlaku terhadap beberapa jenis biaya tertentu
(misal : tagihan yang dijamin dengan gadai)

9. Hak Retensi yang Dipunyai oleh Kreditur Tetap Berlaku

Bahwa terhadap barang-barang yang ditahan oleh pihak kreditur wajib dikembalikan ke dalam
harta pailit dengan membayar terhadap hutang yang bersangkutan jika hal tersebut
menguntungkan harta pailit. (Pasal 245 UU No. 37 tahun 2004)
10. Berlaku Masa Penangguhan Eksekusi Hak Jaminan

Seperti halnya kepailitan, PKPU juga mengenal apa yang disebut dengan masa penangguhan
pelaksanaan eksekusi hak jaminan hutang. Hanya saja lama pelaksanaan masa penangguhannya
berbeda dimana apabila kepailitan adalah selama 90 hari, maka lama masa penangguhan dalam
PKPU adalah 270 hari (maksimum). Diatur dalam pasal 246 UU No. 37 Tahun 2004.

11. Bisa Dilakukan Kompensasi

Berdasarkan pada Pasal 247 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004, kreditur dapat melakukan
kompensasi atas hutang dan piutangnya terhadap debitur asalkan hutang piutang tersebut sudah
terjadi sebelum mulai berlakunya PKPU.

12. Kepastian terhadap Perjanjian Timbal Balik

Dalam PKPU, kreditur dapat meminta kepastian mengenai kelanjutan pelaksanaan perjanjian
yang sifatnya timbal balik dalam waktu tertentu. Akan tetapi perlu juga diingat bahwa ketentuan
ini tidak berlaku bagi perjanjian timbal balik yang prestasinya harus dilakukan sendiri oleh pihak
debitur.

13. Perjanjian di Bursa Komoditi Berakhir

Berdasarkan pada Pasal 250 UU No. 37 Tahun 2004, apabila telah dibuat suatu kontrak komoditi
di bursa komoditi sementara penyerahan barang akan dilakukan di waktu tertentu dimana debitur
telah mengajukan PKPU, maka kontrak tersebut menjadi hapus akan tetapi tidak menghilangkan
hak bagi lawan untuk mengajukan klaim ganti rugi.

14. Debitur Dapat Mengakhiri Sewa-Menyewa

Apabila keputusan pengadilan niaga tentang PKPU sementara , pihak debitur sebagai penyewa
dapat mengakhiri sewa tersebut asalkan dilakukan pemberitahuan untuk pemutusan sewa dengan
jangka waktu sebagai berikut (Pasal 251 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 :
Jangka waktu pemberitahuan sesuai dengan kontrak yang berlaku atau jika tidak ada dalam
kontrak, maka Jangka waktu pemberitahuan sesuai dengan kelaziman setempat, atau Jangka
waktu 3 bulan sudah dianggap cukup Akan tetapi perlu diingat bahwa ketentuan ini hanya
berlaku jika debitur adalah pihak penyewa.

15. Dapat Dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja

Pasal 252 UU No. 37 Tahun 2004 mengatur tentang pemutusan hubungan kerja dalam hal
PKPU. Adapun ini ditujukan untuk membantu debitor dalam melangsungkan kegiatan usahanya
selama PKPU dilakukan.

16. Pembayaran kepada Debitur yang Telah Memperoleh Penundaan Pembayaran Hutang
Tidak Membebaskan Harta Kekayaan

Salah satu akibat hukum dari PKPU adalah dalam hal pembayaran yang dilakukan kepada
debitur yang ditunda kewajiban pembayaran hutangnya. Untuk hal itu berlaku kewajiban sebagai
berikut :
Pembayaran atas hutang yang timbul sebelum putusan PKPU sementara dijatuhkan, tetapi
pembayarannya dilakukan setelah putusan PKPU dan tapi diumumkan. Maka dalam hal ini tidak
membebaskan si pembayar tersebut dari harta kekayaan, kecuali dapat dibuktikan bahwa si
pembayar tersebut tidak mengetahui tentang telah adanya putusan PKPU tersebut

17. Pembayaran tersebut sejauh membawa keuntungan terhadap harta kekayaan tersebut

Apabila hutang itu telah dibayarkan setelah adanya putusan PKPU sementara, tetapi setelah
adanya pengumuman sesuai dengan peraturan yang berlaku, si pembayar juga tidak dibebaskan
dari kewajibannya terhadap harta kekayaan, kecuali :
a. Pembayar tidak mengetahui pengumuman PKPU sementara tersebut
b. Pembayaran tersebut sejauh membawa keuntungan bagi harta kekayaan.
Penundaan Pembayaran Hutang Tidak Berlaku untuk Peserta Debitur dan Kreditur Berdasarkan
pada Pasal 254 UU No. 37 Tahun 2004, sejauh yang menyangkut dengan para peserta debitur
dan garantor (penjamin), maka putusan PKPU dinyatakan tidak berlaku. Artinya garantor tetap
berkewajiban penuh sebagai garantor, demikian juga dengan pihak peserta debitur untuk
berkewajiban penuh sesuai kontrak dan / atau peraturan perundang-undangan yang berlaku
18. Tidak ada ActioPauliana

Berdasarkan pada Pasal 1341 KUHPerdata, yang dimaksud dengan ActioPauliana adalah hak
kreditor untuk mengajukan pembatalan atas segala perbuatan yang tidak wajib dilakukan oleh
debitor dengan nama apapun yang merugikan para kreditor sepanjang dapat dibuktikan bahwa
ketika perbuatan itu dilakukan baik debitor maupun pihak dengan atau untuk siapa debitor itu
berbuat mengetahui bahwa perbuatan itu merugikan para kreditor. Adapun dalam hal PKPU,
ActioPauliana tidak dapat dilakukan.

19. Perbuatan Debitur Tidak Dapat Dibatalkan oleh Kurator

Dalam hal PKPU, selama debitur diberikan kewenangan oleh pengurus sesuai dengan pasal 240
ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004, maka setelah debitur tersebut dinyatakan pailit, perbuatan
debitur tersebut haruslah dianggap sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh kurator dan
mengikat harta pailit

20. Penundaan Kewajban Pembayaran Hutang Dapat Dilakukan Berkali-kali

Tidak ada larangan untuk melakukan penundaan hutang lebih dari satu kali bagi debitur yang
sama. Bahkan, apabila PKPU diajukan dalam 2 bulan semenjak berakhirnya PKPU yang
pertama, berlaku ketentuan sebagai berikut :
Jangka waktu penangguhan eksekusi barang jaminan oleh pihak kreditur separatis seperti yang
dimaksud dalam Pasal 42 dan Pasal 44 UU No. 37 Tahun 2004 berlaku terhitung sejak
permulaan berlakunya PKPU yang pertama.
Perbuatan hukum yang telah dilakukan oleh debitur atas kewenangan yang diberikan oleh
pengurus dalam PKPU yang pertama, tetap berlaku terhadap PKPU yang kedua

21. Berlaku Ketentuan Pidana

Apabila debitur nekat atau karena ketidaktahuannya itu melakukan sendiri hal-hal terkait
pengurusan harta kekayaan tanpa sepengetahuan pengurus, maka konsekuensinya adalah :
Perbuatan tersebut tidak membawa perngaruh terhadap harta debitur, kecuali membawa manfaat
bagi harta debitur tersebut. (Pasal 240 ayat (3) UU No. 37 Tahun 2004) Debitur dapat diancam
dengan pidana kurungan paling lama 3 bulan karena melakukan pidana yang termasuk dalam
pelanggaran terhadap ketertiban umum
.
G. Berakhirnya PKPU
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dapat diakhiri dengan berbagai macam cara, meliputi :
1. Karena kesalahan debitur
a. Sekalipun PKPU secara tetap telah disetujui baik oleh kreditur separatis maupun konkuren,
PKPU tersebut dalam prosesnya dapat diakhiri oleh pengadilan atas inisiatif atau permohonan
dari :
1) Hakim Pengawas
2) Pengurus Satu atau lebih kreditur
3) Pengadilan Niaga
Dengan alasan sebagai berikut :
- Debitur melakukan pengurusan harta kekayaan dengan itikad buruk
- Debitur mencoba merugikan kreditur
b. Debitur melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 226 ayat (1) UU No. 37 Tahun
2004, yaitu Karena melakukan pengurusan harta tanpa diberikan kewenangan oleh pengurus
c. Debitur lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang diwajibkan oleh pengadilan niaga pada
saat atau setelah PKPU ataupun lalai dalam melaksanakan tindakan-tindakan yang disyaratkan
oleh para pengurus.

2. Keadaan harta debitor sudah tidak memungkinkan untuk melanjutkan PKPU


Keadaan debitur sudah sedemikian rupa sehingga tidak bisa diharapkan lagi untuk memenuhi
kewajiban kepada kreditur.

3. Dicabut karena keadaan harta debitor sudah membaik


Berdasarkan pada pasal 259 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004, apabila selama berlangsungnya
PKPU debitur sudah merasa bahwa keadaan hartanya sudah membaik sehingga dia sudah dapat
melakukan pembayaran-pembayaran atas hutang-hutangnya, maka debitur tersebut dapat
mengajukan kepada pengadilan niaga agar penangguhan kewajiban pembayaran hutang dicabut.
Tetapi dalam pencabutannya, Pengadilan niaga juga akan memanggil pengurus berkenaan
dengan pengabulan permohonan pencabutan tersebut.

4. Karena tercapai perdamaian


Diatur dalam pasal 281 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004. Terjadi apabila rencana persetujuan
telah disetujui oleh kreditur konkuren dan kreditur separatis dan telah mempunyai kekuatan
hukum tetap.

5. Karena rencana perdamaian ditolak


Diatur dalam pasal 289 UU No. 37 Tahun 2004. Terjadi apabila rencana perdamaian ditolak oleh
kreditor separatis dan kreditor konkuren.
6. Karena perdamaian tidak disahkan oleh pengadilan niaga
Diatur dalam pasal 285 ayat (4) UU No. 37 Tahun 2004. Hal ini dapat terjadi apabila : Harta
debitur, termasuk hak retensi, jauh lebih besar dari jumlah yang disetujui dalam perdamaian
7. Apabila pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin
Perdamaian itu tercapai karena adanya penipuan atau persekongkolan antara satu dengan lain
debitur, atau karena upaya-upaya tidak jujur yang lain Biaya yang telah dikeluarkan oleh
pengurus dan para ahli belum dibayar atau tidak diberikan jaminan yang cukup untuk
membayarnya.
8. Karena PKPU dibatalkan
Diatur dalam pasal 291 ayat (2) UU No. 37 Tahun 2004. Terjadi karena debitur lalai dalam
melaksanakan isi perdamaian yang telah disepakati.
9. Masa PKPU terlampaui
Diatur dalam pasal 230 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004. Apabila hingga batas waktu maksimal
PKPU (270 hari), perdamaian belum juga memperoleh kekuatan yang pasti.
10. Tidak tercapai perdamaian
Diatur dalam pasal 230 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004. Apabila sampai denga hari yang ke-
270, rencana perdamaian belum juga disetujui oleh para kreditur.
11. Karena PKPU secara tetap tidak disetujui oleh kreditur
Diatur dalam pasal 230 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004. Proses PKPU dapat juga diakhiri
apabila setelah jangka waktu 45 hari (jangka waktu untuk penundaan sementara kewajiban
pembayaran hutang) para kreditur konkuren tidak menyetujui diberikannya PKPU secara tetap.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam undang-undang No.37 tahun 2004 merupakan pengertian utang dalam arti yang
luas ,seorang atau badan hukum yang melakukan wanprestasi maka dapat di mintakan
pertanggung jawabannya di pengadilan.
PKPU membawa akibat hukum terhadap segala kekayaan debitor, debitor tidak dapat di
paksakan untuk membayar utang-utangnya dan semua eksekusi yang telah di mulai untuk
memproleh pelunasan utang harus di tanggung jawab kan.dengan adanya status PKPU
berlangsung debitor tidak dapat melakukan tindakan kepentingan atau kepemilikan atas seluruh
atau sebagian hartanya.
Namun ada pun beberapa keuntungan Yang di proleh dengan adanya penundaan penbayaran
adalah:
1.Bagi debitor,dalam waktu yang cukup akan memperbaiki dan mengatasi ekonominya dan pada
akhirnya kelak ia akan dapat membayar semua utang,utang secara keseluruhannya.
2.Bagi Kreditor,dengan di berikannya penandaan pembayaran,besar kemungkinan bagi kreditor
untuk melunasi utang-utangnya secara keseluruhan sehingga kreditor tidak di rugikan.
Para pihak dalam PKPU yaitu Debitor, Kreditor, Bank Indonesia, Badan pengawas pasar
modal, menteri keuangan, Hakim pengawas, pengurus, Panitia kreditor, dan Para Ahli. Dan
PKPU terdiri dari dua jenis yaitu PKPU sementara dan PKPU Tetap.
PKPU dapat diakhiri karena ; Kesalahan debitur, keadaan harta debitur sudah tidak
memungkinkan untuk melanjutkan PKPU, tercapai perdamaian, dicabut krna harta debitur sudah
membaik, rencana perdamain ditolak, perdmaian tidak disahkan oleh pengadiilan niaga, PKPU
dibatalkan, dank arena PKPU tidak disetujui oleh kreditur.
B. DAFTAR PUSTAKA

 Jono S.H ………………………….. Tentang Hukum kepailitan


Penerbit …………………………… Sinar grafika

 Dr. M. Hadi shubhan, S.H.,M.H.,C.N …………… Tentang Hukum Kepailitan


( prinsip, norma, dan praktik diperadilan )
Penerbit ………………………………….. kencana Prenada media group

 Dr. M. Hadi shubhan, S.H.,M.H.,C.N ………… tentang hukum kepailitan


Penerbit ………………………………….. kencana Prenada media group

 Dr. Susanti Adi Nugroho S.H., M.H ………………. Tentang hukum kepailitan di
Indonesia
Penerbit ………………………………….. kencana Prenada media group

Anda mungkin juga menyukai