Andini Septiani-Fkik
Andini Septiani-Fkik
SKRIPSI
Disusun oleh :
ANDINI SEPTIANI
NIM : 1112101000048
PEMINATAN GIZI
JAKARTA
1438 H/ 2017 M
v
v
v
v
ABSTRAK
Usia balita merupakan kelompok yang sangat rentan mengalami kekurangan zat
gizi, baik makro maupun mikro. Dengan mengonsumsi pangan yang beragam, maka
kebutuhan akan zat gizi makro dan mikro akan tercukupi. FAO dan FANTA telah
memperkenalkan metode Dietary Diversity Score (DDS) sebagai metode yang simpel dan
efektif untuk mengukur kualitas konsumsi serta kecukupan zat gizi dengan melihat
keragaman konsumsi. Namun, di Indonesia belum terdapat uji validasi terhadap metode
DDS dalam menilai kecukupan zat gizi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai sensitivitas dan spesifisitas DDS
dalam mengestimasi tingkat kecukupan zat gizi pada balita usia 24-59 bulan di Indonesia.
Penelitian menggunakan desain studi cross-sectional dan menggunakan data skunder
Studi Diet Total tahun 2014 dengan sampel sebanyak 3085 balita yang telah diukur
konsumsi dengan recall 1x24 jam, sudah tidak ASI, diukur berat badan, dan BB/U
normal. Keragaman konsumsi dihitung dengan menggunakan metode DDS dengan
menjumlahkan 9 kelompok pangan, dan kecukupan zat gizi dihitung dengan
menggunakan nilai Nutrient Adequacy Ratio (NAR) dan Mean Adequacy Ratio (MAR)
yang dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2014. Analisis dengan uji
korelasi untuk mengetahui hubungan antara DDS dengan MAR serta menghitung
sensitivitas dan spesifisitas untuk mengetahui cut-off terbaik dari DDS.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa rata-rata balita di Indonesia
mengkonsumsi sebanyak 5 kelompok pangan (SD 1,31) dan rata-rata MAR 63,54%.
Kelompok pangan yang tertinggi dikonsumsi pada balita yaitu kelompok pangan serealia
dan umbi-umbian sebesar 99,9% kemudian diikuti kelompok pangan lemak dan minyak
sebesar 93,8%. Konsumsi kelompok pangan terendah yaitu pada kelompok pangan buah
lainnya sebesar 26,1%. Terdapat hubungan signifikan antara DDS dengan kecukupan
tujuh zat gizi, serta terdapat hubungan yang sangat kuat antara DDS dengan MAR
(r=0,771; P=0,000). Skor 6 untuk DDS dapat mencukupi 75% AKG sebesar 76,7%
sensitivitas dan 73,5% spesifisitas. Provinsi DKI Jakarta merupakan provinsi dengan nilai
DDS dan MAR tertinggi di Indonesia.
Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan untuk pemerintah agar tercapainya
keragaman konsumsi pangan pada balita. Selain itu, penilaian keragaman konsumsi
pangan dapat mengguakan metode DDS dengan cut off ≥6 agar tercukupi kebutuhan gizi
vi
lebih dari 75% AKG. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan melihat faktor lainnya
yang mempengaruhi kecukupan zat gizi pada balita atau karakteristik lainnya.
ABSTRACT
Children under five years old have high risk of malnutrition, either macro and
micro nutrients. By eating a variety of foods, then the macro and micro nutrient needs
will be met. FAO and FANTA showed us a simple and effective method, called Dietary
Diversity Score (DDS). This method is used to measure the quality and the adequacy of
nutrient intake by the diversity of consumption. But unfortunately, in Indonesia there has
been no test method validation of DDS in assessing the adequacy of nutrients.
This research is designed to study about the sensitivitas and specificity of DDS in
estimating the adequacy of nutrients in children aged 24-59 months in Indonesia. This
research is using cross- sectional and secondary data of Studi Diet Total 2014 with a
sample of 3467 children under five have been measured consumption by recall 1x24
hours, is not breastfeeding, and measured body weight. Diversity consumption was
calculated using DDS method with summing 9 food groups and nutrition adequacy is
calculated using the value of Nutrient Adequacy Ratio (NAR) and Mean Adequacy Ratio
(MAR) that is compared with Recommended Dietary Allowence (RDA) 2014. Corelation
analysis test between DDS and MAR, and also calculate the sensitivity and spesificity
know the best cut of point of DDS.
The result showed that the average of children under five in Indonesia consume
as much as 5 food groups (SD 1.32) and average of MAR is 63,54%. Cerealia and tubers
food group has the highest consumption which is 99,9%, and 93,8% on oil and fat group.
The lowest consumption is on fruit others group which is only 26,1%. There is a
significant correlation between DDS with seven nutrient adequacy, and there is a very
strong correlation between the DDS and MAR (r = 0,771; P= 0,000). Score 6 for DDS
can suffice about 76,7% sensitivity and 73,5% spesificity in assessing MAR 75% RDA.
DKI Jakarta has the highest DDS and MAR score in Indonesia.
The results of this study can be input to the government in order to achieve
diversity of food consumption in children under five. In addition, the diversity of food
consumption assessment can using DDS method with cut off ≥6 that adequate nutritional
adequacy of more than 75% RDA. Further research is needed more with seeing other
factors affecting the adequacy of nutrient on children under five or others.
vii
Keywords : DDS, MAR, sensitivity, specificity, children under five, cut off
Bibliography : 71 (2001-2016)
IDENTITAS PRIBADI
Nama Lengkap : Andini Septiani
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 24 September 1994
Alamat : Vila ANRI Blok T No. 3 RT 01/RW 015,
Kelurahan Mampang, Kecamatan Pancoran Mas,
Kota Depok
Jenis Kelamin : Perempuan
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Email : andini.septiani6@gmail.com
Telepon : 085718571881
PENDIDIKAN FORMAL
2012 – sekarang : Gizi Masyarakat, Kesehatan Masyarakat Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
2009 – 2012 : SMA Negeri 49 Jakarta
2006 – 2009 : SMP Negeri 56 Jakarta
2000 – 2006 : SDN 03 Pagi Ragunan
1999 – 2000 : TK Tunas Wisma Tani
PENGALAMAN ORGANISASI
2007 – 2008 : Ketua Ekstrakulikuler Karya Ilmiah Remaja SMP Negeri 56
Jakarta periode 2007-2008
2009 – 2010 : Ketua Koordinasi Bidang Keterampilan dan Kewirausahaan
OSIS-MPK SMA Negeri 49 Jakarta Periode 2009-2010
2010-2011 : Sekretaris Umum OSIS SMA Negeri 49 Jakarta Periode 2010-
2011
2013-2014 : Anggota Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) Badan
viii
PENGALAMAN BEKERJA
Januari 2015-Maret 2015 : Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) di Puskesmas
Paku Alam Tangerang Selatan
Januari 2016-Maret 2016 : Magang di Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan
(BKPP) Provinsi Banten di Bidang Konsumsi dan
Keamanan Pangan
Maret 2017 - Juni 2017 : Internship di PT. Prudential Life Assurance bagian
Life Administration
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan Skripsi yang berjudul “Sensitivitas Dan Spesifisitas Dietary Diversity
Score (DDS) Dalam Mengestimasi Tingkat Kecukupan Zat Gizi Pada Balita Usia
24-59 Bulan Di Indonesia (Analisis Data Studi Diet Total 2014)” dengan baik.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai Gelar S.KM pada
Mahasiswi Kesehatan Masyarakat Peminatan Gizi. Dalam penyusunan dan
penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan serta dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis dengan senang hati
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Kedua Orang Tua tercinta Ibu dan Bapak, yang tak henti mendo’akan,
mendukung, dan memberi kasih sayang kepada anak-anaknya agar
tercapai semua cita-cita yang diinginkan. Tak henti do’a dipanjatkan agar
semua urusan anak-anaknya dimudahkan, salah satunya sampai
terselesaikan skripsi ini dengan hasil yang tidak menghianati proses.
Terimakasih Pak, Bu..
2. Mas dan Wahyu yang tak henti memberikan dukungan semangat agar
skripsi ini cepat selesai, yang setia antar jemput si “anak wedok” ini.
3. Ibu Ratri Ciptaningtyas, MHS selaku Pembimbing 1 yang telah berbaik
hati memberikan bimbingan, pengarahan, nasihat-nasihat, serta dukungan
semangat dalam proses penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Dela Aristi, MKM selaku Pembimbing 2 yang telah berbaik hati
memberikan bimbingan, pengarahan, dan dukungan semangat dalam
proses penyusunan skripsi ini.
5. Ibu Mukhlidah Hanun Siregar, M.KM selaku pembimbing pendamping
yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dengan sabar serta
dukungan semangat dalam proses penyusunan skripsi ini.
x
6. Ibu Fajar Ariyanti, S.KM, M.Kes, PhD selaku Ketua Program Studi
Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Para penguji sidang skripsi yang telah memberikan kritik dan saran agar
menjadikan skripsi ini lebih baik lagi.
8. Sahabat-sahabat seperjuangan, Jijah, Tyas, Nuni, Gopit, Yolan, Vira, Ika,
Widia, dan Cece yang telah memberi dukungan, ilmu, kritik, saran,
pengalaman, dan sebagai stress relief semasa perkuliahan.
9. Teman-teman peminatan Gizi 2012 yang telah mendukung dan bekerja
sama dengan baik semasa perkuliahan.
10. Seluruh pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan dari awal
perkuliahan maupun dalam proses penyusunan skripsi yang tidak dapat
disebutkan satu persatu
Semoga Allah SWT memberikan balasan berupa kebaikan yang berlipat
ganda kepada semua yang telah berjasa dalam proses maupun penulisan skripsi
ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat
keterbatasan dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran dari semua pihak untuk menyempurnakan skripsi ini. Penulis berharap,
semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membacanya.
Penulis
xi
DAFTAR ISTILAH
Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah kecukupan rata-rata zat gizi sehari yang
Estimated Average Requirement (EAR) adalah rata-rata kebutuhan zat gizi yang
populasi sehat.
Mean Adequacy Ratio (MAR) adalah rata-rata nilai kecukupan zat gizi secara
Nutrient Adequacy Ratio (NAR) adalah perbandingan antara zat gizi yang
Pangan adalah segala sesuatu yang bersumber dari sumber hayati dan air, baik
DAFTAR ISI
D. Tujuan.......................................................................................................... 9
1. Kebutuhan Energi................................................................................ 13
2. Kebutuhan Protein ............................................................................... 14
3. Kebutuhan Zat Gizi Mikro .................................................................. 15
B. Pangan ....................................................................................................... 19
xiii
1. Distribusi Frekuensi Asupan Zat Gizi Pada Balita Usia 24-59 Bulan di
Indonesia Tahun 2014 ......................................................................... 61
2. Distribusi Frekuensi Kecukupan Zat Gizi Pada Balita Usia 24-59
Bulan di Indonesia Tahun 2014 .......................................................... 62
3. Distribusi Frekuensi dan Proporsi Dietary Diversity Score (DDS) pada
Balita Usia 24-59 Bulan di Indonesia Tahun 2014 ............................. 63
4. Distribusi Frekuensi Asupan Berdasarkan Kelompok Pangan Pada
Balita Usia 24-59 Bulan di Indonesia Tahun 2014 ............................. 65
5. Distribusi Proporsi Kelompok Pangan Yang Dikonsumsi Balita Usia
24-59 Bulan di Indonesia Berdasarkan Dietary Diversity Score (DDS)
Pada Tahun 2014 ................................................................................. 66
6. Distribusi Frekuensi Keragaman Konsumsi Pangan dan Kecukupan
Zat Gizi pada Balita di Tiap Provinsi Indonesia Tahun 2014 ............. 67
C. Analisis Bivariat ........................................................................................ 69
BAB VI PEMBAHASAN.................................................................................... 72
A. Keterbatasan Penelitian ............................................................................. 72
B. SARAN ..................................................................................................... 90
DAFTAR TABEL
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berat Badan Pada Balita Usia 2-59 Bula di
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Asupan Zat Gizi Pada Balita Usia 24-59 Bulan di
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Kecukupan Zat Gizi Pada Balita Usia 24-59 Bulan
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Dietary Diversity Score (DDS) Pada Balita Usia
Tabel 5.7 Persentase Konsumsi Kelompok Pangan Berdasarkan skor DDS ........ 66
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Rerata Dietary Diversity Score (DDS) dan Rerata
Tabel 5.9 Analisis Korelasi antara Dietary Diversity Score (DDS) dengan
kecukupan zat gizi pada Balita Usia 24-59 Bulan di Indonesia ........... 69
xvi
DAFTAR BAGAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar 5.1 Persentase Dietary Diversity Score (DDS) Pada Balita Usia 24-59
Gambar 5.3 Sensitivitas dan Spesifisitas dari DDS untuk ketiga cut off point
MAR .................................................................................................. 71
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
terhadap jumlah asupan dan jenis pangan yang dikonsumsi. Hal ini
dikarenakan terjadi laju pertumbuhan yang sangat pesat pada masa balita
tersebut. Biasanya anak yang paling kecil beresiko lebih tinggi terhadap
lebih lambat dan dalam jumlah yang kecil dibandingkan anggota rumah
tangga yang lain. Hal ini dapat menyebabkan kebutuhan gizi anak
Sifat balita dalam memilih jenis makanan yang hanya disukai ini dapat
anak. Selain itu, pada usia 24-59 bulan ini biasanya anak sudah berhenti ASI
zat gizi makro maupun zat gizi mikro bagi balita akan tercukupi.
diperoleh dari Riskesdas 2010, didapatkan bahwa jumlah anak balita pendek
usis 24-59 bulan yang mengalami defisit energi sebanyak 31,5%, sedangkan
pada balita yang normal sebesar 24,9%. Demikian juga balita pendek yang
rendahnya asupan zat gizi dapat menyebabkan masalah gizi serta berbagai
yaitu prevalensi kekurangan zat gizi mikro pada balita seperti vitamin A dan
zat besi sebesar 5,7% dan 12,8% (Valentina, Palupi, & Andarwulan, 2014).
Zat gizi mikro yang berperan sangat penting dalam pertumbuhan dan
akan zat gizi tertentu, sehingga dengan mengonsumsi jenis pangan yang
tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur dalam jumlah yang cukup dan
konsumsi dan mempertinggi kecukupan asupan dari zat gizi yang esensial
(FAO, 2010). Dampak jangka pendek jika keragaman pangan yang rendah
akan mengakibatkan pola makan yang tidak seimbang. Selain itu dampak
makro dan mikro, kelebihan gizi, dan ketidakseimbangan zat gizi karena
disposisi zat gizi (Ariani, 2010). Kekurangan zat gizi spesifik seperti
kekurangan vitamin dan mineral merupakan masalah yang sering terjadi jika
metode Pola Pangan Harapan (PPH). Metode PPH ini dengan melihat
komposisi dan jumlah atau ketersediaan pangan pada tingkat rumah tangga.
ketahanan pangan suatu wilayah. Keterbatasan pada metode ini yaitu tidak
masalah gizi secara langsung. Selain itu, data terkait keragaman konsumsi
dengan Dietary Diversity Score (DDS) dan juga Food Variety Score (FVS).
dan efektif untuk mengukur kualitas konsumsi serta kecukupan zat gizi
dibandingkan dengan metode penilaian gizi lainnya. Studi terkait DDS telah
dari zat gizi yang dikonsumsi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
dengan asupan zat gizi pada anak tidak ASI usia 2-5 tahun di Filipina dan
penelitian Steyn, dkk., (2009) pada anak usia 1-8 tahun di Afrika Selatan.
Penelitian tersebut juga menilai cut-off point terbaik untuk indikator dari
yang dilakukan oleh Supriyanti & Nindya (2015) melihat hubungan antara
DDS dengan status gizi pada balita usia 12-59 bulan di Sumenep. Hasil
beragam dengan skor DDS <4 sebesar 82,7% dan skor DDS ≥4 sebesar
17,3%. Kelemahan dari penelitian ini yaitu tidak terdapat validasi terhadap
Indonesia.
pangan dengan DDS dan FVS dalam mengestimasi kecukupan zat gizi
energi, protein, vitamin A, vitamin C, zat besi, kalsium, dan seng pada balita
lebih baik dari pada FVS. Ambang batas terbaik untuk memperkirakan
Mean Adequancy Ratio (MAR) ≤70% adalah 6 untuk DDS dan 9 untuk
FVS, yang artinya skor 6 untuk DDS menjadikan cut-off point dari
kecukupan zat gizi sebesar 70% dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) balita
tubuh terutama pada balita usia 24-59 bulan. Uji validitas terhadap metode
DDS ini diperlukan sebagai penilaian apakah indeks atau alat ukur
cukup mencerminkan parameter kecukupan zat gizi. Uji validitas ini dapat
sebuah alat atau metode. Sensitivitas adalah nilai untuk memprediksi atau
kecukupan zat gizi, maka diperlukan suatu metode yang secara mudah dan
murah dalam mengestimasi kecukupan zat gizi tersebut. Untuk itu penelitian
ini bertujuan untuk menilai sensitivitas dan spesifisitas metode DDS dalam
mengestimasi kecukupan zat gizi pada balita usia 24-59 bulan di Indonesia
menggunakan data skunder dari Studi Diet Total tahun 2014. Penelitian ini
B. Rumusan Masalah
masalah kekurangan asupan zat gizi, baik zat gizi makro maupun zat gizi
mikro. Hal ini dikarenakan kebutuhan akan pangan dan zat gizi yang
balita yang memilih jenis makanan yang hanya disukai sehingga konsumsi
pangan tidak beragam. Kebutuhan akan gizi bagi tubuh akan tercukupi
pangan yang beragam akan mempertinggi kecukupan zat gizi yang esensial.
gizi spesifik. Keragaman konsumsi pangan dapat dinilai dengan dua metode,
yaitu penilaian keragaman konsumsi pangan pada tingkat rumah tangga dan
pada tingkat individu. Salah satu metode penilaian pada tingkat individu
yaitu Dietary Diversity Score (DDS). DDS merupakan metode yang mudah
serta dapat menilai kecukupan zat gizi. Di berbagai negara metode DDS
telah dikembangkan serta telah diuji sebagai prediktor yang baik untuk
zat gizi telah dilakukan di Kota Bandung, namun belum terdapat penelitian
secara nasional, untuk itu peneliti ingin meneliti terkait “Sensitivitas dan
C. Pertanyaan Penelitian
vitamin A, vitamin C, kalsium, Fe, dan Zn) pada balita usia 24-59
Score (DDS) pada balita usia 24-59 bulan di Indonesia pada tahun
2014?
pangan pada balita usia 24-59 bulan di Indonesia pada tahun 2014?
kecukupan zat gizi pada balita usia 24-59 bulan di tiap provinsi
kecukupan zat gizi pada balita usia 24-59 bulan di Indonesia pada
tahun 2014?
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
vitamin A, vitamin C, kalsium, Fe, dan Zn) pada balita usia 24-59
Score (DDS) pada balita usia 24-59 bulan di Indonesia pada tahun
2014
pangan pada balita usia 24-59 bulan di Indonesia pada tahun 2014
10
kecukupan zat gizi pada balita usia 24-59 bulan di tiap provinsi
E. Manfaat
1. Bagi Pemerintah
informasi data terkait keragaman konsumsi pangan pada balita usia 24-
pada tahun 2016. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan November
2016 sampai Februari 2017. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui
dalam mengestimasi kecukupan zat gizi pada balita usia 24-59 bulan di
Indonesia.
Penelitian ini menggunakan data skunder dari Studi Diet Total survei
penelitian ini yaitu seluruh balita usia 24-59 bulan di Indonesia yang
asupan zat gizi serta analisis kurva ROC untuk mengetahui nilai sensitivitas
dan spesifisitas antara DDS dengan kecukupan zat gizi (MAR) yang dinilai
2 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
bahan bakar untuk pertumbuhan serta aktivitas fisik. Oleh karena itu
pemenuhan akan zat gizi pada balita merupakan komponen yang penting
Kebutuhan zat gizi pada anak usia 2-5 tahun meningkat karena
disukai termaksud makanan jajanan. Oleh karena itu jumlah dan variasi
anak mau dan memilih makanan yang bergizi seimbang. Disamping itu
anak pada usia ini sering keluar rumah untuk bermain sehingga mudah
kebutuhan akan zat gizi yang lebih atau perlu perhatian khusus
(Kemenkes, 2014b).
sehat selama masa balita akan menjadi dasar bagi kesehatan yang bagus di
13
juga dapat melindungi balita dari penyakit dan infeksi serta membantu
keterkaitan antara zat gizi lainnya (Pipes, 2001). Banyak faktor yang dapat
mempengaruhi kebutuhan zat gizi pada balita. Usia, berat badan, tinggi
badan, indeks massa tubuh, dan aktivitas fisik. Kebutuhan zat gizi pada
tahun 2014 (Kemenkes, 2014a). Berikut tabel angka kecukupan zat gizi
1. Kebutuhan Energi
jenis kelamin, energi cadangan bagi anak dan remaja, serta thermic
kecukupan energi pada anak usia 1-3 tahun yang ditetapkan dalam
AKG 2014 yaitu sebesar 1125 kkal, sedangkan untuk anak usia 4-6
2. Kebutuhan Protein
sumber protein hewani meliputi daging, telur, susu, ikan, dan hasil
(Marshall, 2009).
usia 1-3 tahun sebesar 26 gr/hari sedangkan untuk anak usia 4-6 tahun
Zat gizi mikro adalah zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh
dalam jumlah kecil atau sedikit tetapi ada dalam makanan. Zat gizi
yang termasuk kelompok zat gizi mikro adalah mineral dan vitamin.
a) Vitamin
manusia meski dalam jumlah sedikit. Kekurangan asupan zat gizi ini
yaitu pangan hewani, sayur dan buah yang berwarna oranye, sayuran
vitamin A bagi anak usia 1-3 tahun berdasarkan AKG 2014 sebesar
400 mcg/hari dan untuk usia 4-6 tahun sebesar 450 mcg/hari
(Kemenkes, 2014a).
vitamin C bagi anak usia 1-3 tahun berdasarkan AKG 2014 sebesar 40
2014a).
b) Mineral
dalam darah; sebagai ion yang memungkinkan pergerakan zat zat yang
dalam tubuh manusia. hampir seluruh kalsium berada dalam tubuh ada
di tulang dan gizi. Pada tulang kalsium berperan sentral dalam struktur
utama yaitu susu dan olahannya. Sumber lainnya yaitu sayuran hijau,
mitokondria dan sintesis DNA. Akibat jika kekurangan zat besi dapat
jeroan, ikan, unggas, dan sumber pangan non hem seperti sayuran daun
untuk anak usia 1-3 tahun berdasarkan AKG 2014 sebesar 8 mg/hari
Juga dalam sintesa protein, metabolisme hidrat arang dan energi serta
seperti serealia juga sumber seng. Seng dari sumber nabati umumnya
B. Pangan
1. Pengertian Pangan
dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah. Pangan
dasar manusia, karena itu pemenuhan atas pangan menjadi hak asasi
Pangan, 2013).
dalam bentuk gizi kurang atau gizi buruk, kelebihan gizi atau
(Brown, 2011).
2. Pengelompokkan Pangan
tumbuhan yang disebut bahan pangan nabati dan bahan makanan yang
2015).
atau berasal dari tumbuhan, baik yang liar ataupun yang ditanam serta
berupa daun, bunga, akar, batang, umbi, buah, biji ataupun bagian-
berupa daging atau berasal dari berbagai jenis hewan yang layak untuk
organ lainnya yang bersumber dari hewan, baik yang hidup di darat
terigu.
Terdiri dari kentang, ubi kayu, ubi jalar. Sagu, talas, dan umbi-
umbi lainnya.
3. Pangan hewani,
6. Kacang-kacangan,
lainnya.
22
7. Gula,
9. Lain-lainnya,
beralkohol.
yang tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh, baik dalam kualitas maupun
jumlah yang cukup serta teratur setiap harinya untuk dapat hidup sehat.
Karakteristik usia balita terutama usia 2-5 tahun merupakan kelompok usia
yang rawan gizi dan rawan penyakit, karena pada usia ini terjadi transisi
dari makanan bayi menjadi makanan orang dewasa dan anak biasanya
sudah berhenti mendapatkan ASI ekslusif pada usia tersebut. Selain itu,
yang sangat pesat pada masa balita tersebut. Selain itu, anak yang paling
anak-anak yang paling kecil umumnya makan lebih lambat dan dalam
jumlah yang kecil dibandingkan anggota rumah tangga yang lain, sehingga
gizi seimbang yaitu dengan pembagian porsi makan dalam sehari. Untuk
anak usia 1-3 porsi pangan pokok sebesar 3 porsi, porsi sayur sebesar 1,5
porsi, porsi buah 3, porsi pangan nabati 1, porsi pangan hewani 2, porsi
minyak 3 porsi, dan gula 2 porsi. Sedangkan untuk anak usia 4-6 tahun
porsi pangan pokok 4, sayur 2 porsi, buah 3 porsi, pangan nabati 2 porsi,
2014b). Pesan gizi seimbang untuk anak usia 2-5 tahun yaitu
telur, tempe, susu, dan tahu; Perbanyak mengkonsumsi sayur dan buah;
Batasi konsumsi makanan selingan yang terlalu manis, asin, dan berlemak;
minum air putih sesuai kebutuhan; dan Biasakan melakukan aktivitas fisik
(Kemenkes, 2014b).
24
melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Penilaian konsumsi
kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat
gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga, dan perorangan serta faktor-
kecukupan zat gizi serta pola konsumsi. Metode penilaian konsumsi yang
(Supariasa, 2010).
dicatat oleh pewawancara. Metode ini relatif mudah dilakukan dan relatif
murah serta cepat. Kelemahan dari metode ini karena memerlukan daya
(Kennedy, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa zat gizi yang diperlukan
berat badan anak, meningkatkan kecukupan energi dan zat gizi lain
26
menunjukkan bahwa pada anak usia 24-59 bulan yang mengalami stunting
kecukupan dari zat gizi yang dikonsumsi serta tidak diperlukan melihat
7 Buah lainnya a. Buah dan jus kaya vit C (>18 mg vit C per
100 gr): arbei, jambu biji, jeruk, rambutan,
papaya, belimbing, sawo, sirsak
b. Buah dan jus lainnya (tidak kaya baik vit A
atau C): apel, anggur, semangka, melon, salak,
nangka, duku, pisang, alpukat
yang dikonsumsi serta dapat menjadi indikator dari kecukupan asupan zat
30
berhubungan signifikan dengan asupan zat gizi mikro pada anak tidak ASI
usia 2-5 tahun di Filipina dan anak usia 1-8 tahun di Afrika Selatan.
point untuk indikator ketidakcukupan asupan zat gizi mikro yaitu skor
yaitu penelitian oleh Moursi dkk (2008) dengan hasil penelitian bahwa
zat gizi pada balita usia 0-24 bulan, dengan hasil penelitian bahwa DDS
31
dapat menilai kecukupan zat gizi dengan skor terbaik yaitu 4. Penelitian
gizi pada anak usia 1-8 tahun di Afrika Selatan dengan skor 4 untuk MAR
<50%.
yaitu DDS sebagai indikator keragaman konsumsi pangan yang lebih baik
dar FVS. Selain itu skor 6 untuk DDS merupakan cut off baik untuk
menilai kecukupan zat gizi sebesar 70% dari angka kecukupan zat gizi
zat gizi dapat menggunakan nilai Mean Adequacy Ratio (MAR). MAR
dibagi dengan jumlah jenis zat gizi (Gibson, 2005). Secara keseluruhan,
kualitas zat gizi yang disebut MAR dihitung berdasarkan nilai Nutrient
32
Adequacy Ratio (NAR) untuk asupan energi dan zat gizi lainnya. NAR
AKG yang dianjurkan sesuai kategori usia dan jenis kelamin. MAR
Medicine, 2005).
sehat. RDA atau AKG adalah angka kecukupan gizi yang bila diterapkan
yaitu defisit tingkat berat (<70% AKG), defisit tingkat sedang (70-79%
Gibson (2005), yaitu defisit apabila <77% AKG serta cukup apabila ≥77%
AKG.
sensitivitas saja belum tentu dapat mengetahui secara benar keadaan suatu
yang di tes adalah bebas dari penyakit (Masriadi, 2012). Uji sensitivitas
untuk mengukur kemapuan suatu uji saring (screening) atau uji diagnostik
dari uji diagnostik. Uji diagnostik mempunyai tiga cara analisis (Dahlan,
2009), yaitu:
1. Tabel 2 x 2
kemungkinan negatif.
2. Kurva ROC
3. Multivariat Berjenjang
yaitu untuk mengetahui nilai sensitivitas dan spesifisitas dari metode DDS
mengetahui cut off point dari DDS tersebut yang cocok untuk
direkomendasikan.
35
1. Karakteristik Individu
a) Usia
bayi. Namun, kecukupan gizi pada anak bisa jatuh drastis setelah
tahun pertama kehidupan atau saat sudah tidak lagi menyusu ASI
2006).
b) Jenis Kelamin
pvalue sebesar 0,01. Kecukupan zat gizi pada anak laki-laki lebih
d) Kesehatan
2. Kebiasaan Makan
a) Keragaman Konsumsi
FVS) dengan kecukupan zat gizi pada anak usia 1-8 tahun di
(Soenardi, 2008).
c) Cara Pengolahan
aroma yang lebih baik, tekstur yang lebih lunak, untuk membunuh
Schieberle, 2009).
banyak zat gizi terlarut dalam air rebusan. Selain itu review
penelitian yang sama oleh Fabbri & Crosby (2016) terkait dampak
3. Faktor Ibu
ilmu gizi, zat gizi, serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi
pedesaan.
dan protein anak dengan pvalue <0,05. Hal serupa juga dinyatakan
b) Pendidikan Ibu
pangan rumah tangga. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian
a) Faktor Ekonomi
b) Faktor Sosial
I. Kerangka Teori
modifikasi dari Fabbri & Crosby (2016), Sultan (2014) Chaudhury (2006),
Keterangan
Sumber: Modifikasi dari penelitian Fabbri & Crosby (2016), Sultan (2014), Kennedy (2009),
Chaudhury (2006), dan Steyn dkk., (2009)
3 BAB III
A. Kerangka Konsep
Score (DDS) dalam mengestimasi kecukupan zat gizi pada balita usia 24-
pada balita dengan DDS dan kecukupan zat gizi (energi, protein, vitamin
A, vitamin C, kalsium, zat besi (Fe), dan seng (Zn)) pada balita dengan
MAR.
Studi Diet Total 2014, dimana dalam penelitian SDT tidak terdapat
Selian itu, penilaian kecukupan zat gizi tidak lagi memperhitungkan cara
B. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Instrumen Hasil Ukur Skala Ukur
1. Kecukupan zat Persentase asupan zat gizi dengan Menilai kecukupan dari zat Kuesioner SKMI- Persentase Rasio
gizi nilai Mean Adequacy Ratio (MAR) gizi energi, protein, vit A, 2014.IND blok nilai MAR
yang didapat dari jumlah rata-rata vit C, Ca, Fe, dan Zn yang X.Konsumsi Makanan
nilai Nutrient Adequacy Ratio (NAR) diperoleh dari hasil recall Individu Recall 1x24
energi, protein, vit A, Vit C, Ca, Fe, individu 1x24 jam dan jam
dan Zn berdasarkan hasil recall dibandingkan dengan AKG
individu 1x24 jam data Studi Diet sesuai usia 1-3 tahun dan 4-
Total 2014 6 tahun.
2. Kecukupan zat Persentase asupan zat gizi dengan Menilai kecukupan dari zat Kuesioner SKMI- 1. MAR 50% Ordinal
gizi nilai Mean Adequacy Ratio (MAR) gizi energi, protein, vit A, 2014.IND blok AKG
yang didapat dari jumlah rata-rata vit C, Ca, Fe, dan Zn yang X.Konsumsi Makanan 2. MAR 70%
nilai Nutrient Adequacy Ratio (NAR) diperoleh dari hasil recall Individu Recall 1x24 AKG
energi, protein, vit A, vit C, Ca, Fe, individu 1x24 jam dan jam 3. MAR 77%
dan Zn berdasarkan hasil recall dibandingkan dengan AKG AKG
individu 1x24 jam data Studi Diet sesuai usia 1-3 tahun dan 4-
Total 2014 untuk melihat nilai 6 tahun.
49
C. Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan antara DDS dengan tingkat kecukupan zat gizi dengan
4 BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
variabel yang dilakukan dalam satu waktu. Variabel yang digunakan yaitu
Dietary Diversity Score (DDS) dan variabel kecukupan zat gizi yang dinilai
recall 24 jam yang dilakukan dalam Studi Diet Total (SDT) Survey
pangan untuk mengestimasi kecukupan zat gizi pada balita usia 24-59 bulan
di Indonesia.
Sedangkan sampel dalam penelitian lanjutan ini yaitu seluruh balita usia
24-59 bulan yang menjadi sampel dalam SKMI yang memenuhi kriteria
berikut:
jam.
recall individu 1x24 jam pada balita usia 24-59 bulan, balita
usia 24-59 bulan yang masih ASI, balita yang tidak diukur
besar sampel uji hipotesis beda rata-rata dengan rumus sebagai berikut
(Dahlan, 2009).
53
Keterangan:
n : besar sampel
α : level signifikan
deviasi dari variabel dependen yaitu kecukupan zat gizi (MAR). Rata-
penelitian Marlina (2011) sebesar 71,61 dan 14,99. Dengan nilai tersebut
sebesar 3085. Adapun alur cleaning data berdasarkan kriteria inklusi dan
Sumber data pada penelitian lanjutan ini adalah data Studi Diet
E. Instrumen Penelitian
F. Pengumpulan Data
Persetujuan Ka.Badan
G. Pengolahan Data
Data yang didapat dari Badan Litbangkes berupa data recall yang
provinsi, kode bahan makanan, berat matang (gram), berat mentah (gram),
jenis kelamin, berat badan (kg), dan umur (bulan) dalam bentuk SPSS. Data
yang didapat kemudian dilakukan cleaning data yang telah dijelaskan pada
yang diliat dari kode bahan makanan serta berat mentah untuk mengetahui
asupan dari ketujuh zat gizi. Kode bahan makanan dilihat dari Buku
Kemudian dibuat file SPSS baru yang telah dientri ulang ID rumah tangga,
vitamin C, kalsium, zat besi, dan zink. Asupan yang sudah didapat dari
SPSS tersebut.
data recall yang telah dientri ke dalam Nutrisurvey menjadi skoring DDS
atau tidak. Jika konsumsi kelompok pangan nomer 1 (serealia dan umbi-
umbian) diberi skor 1, jika tidak diberi skor 0, hal ini dilakukan sampai
nilai AKG dari ketujuh zat gizi dengan melihat kategori umur. Setelah
NAR dari ketujuh zat gizi didapat, kemudian dilakukan perhitungan nilai
MAR dengan compute rata-rata dari ketujuh NAR. Berikut alur pengolahan
data penelitian.
Langkah Sumber
H. Analisis Data
sebagai berikut.
frekuensi dari DDS, asupan zat gizi (energi, protein, vit A, vit C,
Fe, Ca, dan Zn), serta kecukupan zat gizi yang dinilai dengan nilai
kecukupan zat gizi yang dilihat dengan MAR dan NAR dari
analisis kurva ROC antara skor DDS pada balita dengan standar
dan spesifisitas dari metode DDS, serta menentukan cut off terbaik
5 BAB V
HASIL PENELITIAN
Total sampel dalam penelitian sebanyak 3085 balita yang terdiri dari balita
usia 24-47 bulan sebanyak 2022 balita, serta yang berusia 48-59 bulan
dengan menggunakan recall individu 1x24 jam dan diukur berat badannya
Frekuensi
Karakteristik Individu
N %
Jenis Kelamin
Laki-Laki 1606 52,1
Perempuan 1479 47,9
Usia
24-47 bulan 1974 64
48-59 bulan 1111 36
Total 3085 100
Proporsi antara balita laki-laki dan perempuan sebesar 52.1% dan 47.9%.
Dari 3085 balita, sebesar 64% berusia 24-47 bulan dan 36% berusia 48-59
bulan.
61
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berat Badan Pada Balita Usia 2-59 Bula di
Indonesia Tahun 2014
Dari Tabel 5.2, diketahui dari 3085 balita rata-rata berat badannya
20,9 kg.
B. Analisis Univariat
zat besi, dan zink), distribusi frekuensi kecukupan zat gizi yang dihitung
dengan nilai Nutrient Adequacy Ratio (NAR) dari ketujuh zat gizi dan nilai
skor DDS dan nilai MAR. pada balita di tiap provinsi Indonesia.
Asupan zat gizi pada balita didapat dari hasil recall 1x24 jam yang
telah dilakukan dalam penelitian Studi Diet Total (SDT) Survey Konsumsi
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Asupan Zat Gizi Pada Balita Usia 24-59 Bulan
di Indonesia Tahun 2014
nilai median dari asupan energi, protein, vitamin A, vitamin C, kalsium, zat
besi dan zink. Dari tabel tersebut diketahui rata-rata asupan zat gizi pada
kalsium, zat besi dan zink. Dibawah ini merupakan tabel distribusi
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Kecukupan Zat Gizi Pada Balita Usia 24-59
Bulan di Indonesia Tahun 2014
Kecukupan Rata-rata
SD Min-Maks Median
Zat Gizi (%)
NAR Energi 75,82 16,35 26,38-126,43 78,13
NAR Protein 92,79 32,30 11,54-219,23 96,15
NAR Vit A 69,89 35,32 0-173,13 73,75
NAR Vit C 45,44 35,23 0-160,89 39
NAR Kalsium 36,99 26,30 2,03-116,54 30
NAR Fe 52,03 25,05 5-155 48,89
NAR Zn 71,83 22,38 17,5-160 75
MAR 63,54 20,40 16,37-109.07 68,66
dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG). Selain nilai NAR juga dilhat nilai
Mean Adequacy Ratio (MAR) yang didapat dari rata-rata nilai NAR.
Berdasarkan tabel 5.4, diketahui nilai NAR tertinggi yaitu protein sebesar
92,79% dan nilai NAR terendah yaitu kalsium sebesar 36,99%. Rata-rata
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Dietary Diversity Score (DDS) Pada Balita Usia
24-59 Bulan di Indonesia Tahun 2014
Dari tabel 5.5 diketaui rata-rata DDS dari 3467 balita sebesar 5,26
Gambar 5.1 Persentase Dietary Diversity Score (DDS) Pada Balita Usia 24-
59 Bulan di Indonesia Tahun 2014
Dari grafik diatas diketahui skor DDS 5 merupakan skor yang
No Kelompok Pangan N %
1 Serealia dan umbi-umbian 3082 99,9
Daging hewani (daging
2 ternak, unggas, ikan, 2350 76.2
organ, dll)
3 Susu dan olahannya 1704 55,2
4 Telur 1460 47,3
5 Kacang-kacangan 1342 43,5
Buah, sayur, dan umbi-
6 1490 48,3
umbian kaya vitamin A
7 Buah lainnya 805 26,1
8 Sayuran lainnya 1204 39,0
9 Lemak dan minyak 2895 93,8
yaitu pada kelompok pangan buah lainnya yang terdiri dari buah kaya
vitamin C (>18 mg vit C per 100 gr) dan buah yang tidak kaya baik vitamin
A atau vitamin C.
66
5. Distribusi Proporsi Kelompok Pangan Yang Dikonsumsi Balita Usia 24-59 Bulan di Indonesia Berdasarkan Dietary
Diversity Score (DDS) Pada Tahun 2014
Hasil penelitian ini menunjukkan persentase dari konsumsi sembilan kelompok pangan pada balita usia 24-59 bulan yang
dilihat berdasarkan skor DDS. Hasil tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
pangan yang dilihat berdasarkan skor DDS dari terendah 1 sampai tertinggi
9. Berdasarkan tabel diatas, diketahui dari 3085 balita sebanyak 1029 balita
pangan yang lebih dari 50%. Dari tabel tersebut juga diketahui balita yang
Tahun 2014
dan rerata Mean Adequacy Ratio (MAR) dari 7 zat gizi pada balita di 33
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Rerata Dietary Diversity Score (DDS) dan
Rerata Kecukupan Zat Gizi dengan Mean Adequacy Ratio (MAR)
Berdasarkan Provinsi di Indonesia Tahun 2014
Dari tabel 5.8 diketahui rerata skor DDS dan nilai MAR tertinggi
terdapat di Provinsi DKI Jakarta sebesar 5,88 untuk DDS dan 72,07%
Papua sebesar 4,66, untuk nilai mAR terendah terdapat di Provinsi Maluku
C. Analisis Bivariat
Tabel 5.9 Analisis Korelasi antara Dietary Diversity Score (DDS) dengan
kecukupan zat gizi pada Balita Usia 24-59 Bulan di Indonesia
DDS
Kecukupan Zat Gizi
r Pvalue
MAR 0,771 0,000
NAR Energi 0,598 0,000
NAR Protein 0,624 0,000
NAR Vitamin A 0,672 0,000
NAR Vitamin C 0,487 0,000
NAR Kalsium 0,565 0,000
NAR Fe 0,673 0,000
NAR Zn 0,656 0,000
hubungan yang signifikan antara DDS dengan kecukupan zat gizi secara
antara DDS dengan MAR, yang artinya semakin meningkat nilai DDS
vitamin C memiliki kekuatan hubungan sedang, yang artinya jika nilai DDS
MAR.
100
90
80
70
60
MAR (%)
50
40 MAR
30
20
10
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9
DDS
maka skor DDS semakin tinggi. Skor DDS tertinggi dapat mencapai 89,78%
yang membandingkan antara nilai DDS dengan standar nilai MAR sebesar
75% yang didapat dari rata-rata kecukupan energi 70%, kecukupan protein
kalsium 77%, kecukupan zat besi 77%, dan kecukupan zink 77%. Analisis
ini dilakukan untuk mengetahui cut off point terbaik untuk DDS dan dapat
(sensitivitas tinggi), serta melihat balita dengan kecukupan zat gizi yang
baik (sensitifitas).
120.0
100.0
80.0
%
60.0
se_75
40.0 sp_75
20.0
0.0
1 1.5 2.5 3.5 4.5 5.5 6.5 7.5 8.5 9
DDS
Gambar 5.3 Sensitivitas dan Spesifisitas dari DDS untuk standar MAR
Gambar 5.3 menunjukkan koordinat sensitivitas dan spesifisitas dari
analisis kurva ROC untuk standar MAR 75% dengan skor DDS pada balita.
terbaik untuk DDS yaitu pada skor DDS 5,5. Pada skor tersebut
mengkonsumsi lebih dari 5 jenis pangan atau ≥6 jenis pangan dalam sehari,
6 BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
energi, protein, vitamin A, vitamin C, kalsium, zat besi, dan zink. Penilaian
asupan zat gizi didapat dari data recall 1x24 jam Studi Diet Total Survey
Konsumsi Makanan Individu tahun 2014. Dari data yang didapat, rerata dari
ketujuh zat gizi tersebut masih kurang dari Angka Kecukupan Gizi (AKG)
Rerata asupan energi pada balita usia 24-47 bulan sebesar 854,88
kkal dari 1125 kkal yag dianjurkan AKG, sedangkan rerata asupan energi
untuk usia 48-59 bulan sebesar 1208,28 kkal dari 1600 kkal yang
dianjurkan. Rerata asupan protein pada balita usia 24-47 bulan sebesar
23,20 gram dari 26 gram yang dianjurkan, sedangkan rerata asupan protein
pada balita usia 48-59 bulan sebesar 34,69 gram dari 35 gram yang
dianjurkan. Rerata asupan vitamin A pada balita usia 24-47 bulan sebesar
267,92 mcg dari 400 mcg yang dianjurkan, pada balita usia 48-59 bulan
sebesar 337,74 mcg dari 450 mcg yang dianjurkan. Rerata asupan vitamin C
pada balita usia 24-47 bulan sebesar 17,44 mg dari 40 mg yang dianjurkan,
pada balita usia 48-59 bulan sebesar 21,91 mg dari 45 mg yang dianjurkan.
Begitu pula dengan rerata asupan kalsium, zat besi dan zink yang masih
asupan zat gizi yang diteliti masih kurang dari AKG yang dianjurkan di
Indonesia.
74
energi pada balita usia 24-59 bulan sebesar 1115,79 kkal sedangkan nilai
median pada penelitian ini sebesar 975 kkal. Hanya median asupan zink
dalam penelitian ini lebih tinggi sebesar 3,2 mg jika dibandingkan dengan
penelitian Marlina (2011) sebesar 2,89 mg. Lain halnya dengan nilai median
asupan vitamin A sebesar 306 mcg dan vitamin C sebesar 16,2 mg dalam
penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan penelitian Kennedy (2009) pada
anak usia 24-71 bulan di Filipina dengan median asupan vitamin A sebesar
terutama pada balita yang sudah tidak konsumsi ASI (Murphy, Yaktine,
Suitor, & Moats, 2011). Transisi dari konsumsi ASI menjadi konsumsi
serta makan sedikit dan lambat dapat menjadi salah satu penyebab
kurangnya asupan zat gizi pada balita (Michael, Gootman, & Kraak, 2006).
Dalam penelitian ini tidak diteliti terkait kebiasaan makan atau pola makan
pada balita, namun dapat diduga masalah makan pada balita pada umumnya
Selain itu jika dilihat dari konsumsi jenis pangan dan keragaman
sehari, namun hanya konsumsi kelompok pangan serealia dan umbi umbian,
lemak dan minyak, serta daging-dagingan yang mencapai lebih dari 50%.
75
Hal ini menunjukkan dari asupan kelompok pangan yang mengandung zat
gizi mikro masih rendah seperti kelompok pangan sayur dan buah yang kaya
masih rendah (Selby, 2010). Hal ini dapat menjadi salah satu penyebab
kelompok pangan sumber zat gizi seperti zat gizi mikro rendah.
Adequacy Ratio (NAR) dari ketujuh zat gizi dan nilai kecukupan zat gizi
Berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui NAR dari 3085 balita untuk
energi, protein, vitamin A, vitamin C, kalsium, zat besi, dan zink secara
71,83%. Sedangkan nilai MAR dari ketujuh zat gizi tersebut sebesar
terhadap protein yang mendekati angka 100% dari Angka Kecukupan Gizi
(AKG) yang dianjurkan. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar balita
masih kurang mengonsumsi zat gizi yang diperlukan tubuhnya dalam masa
pertumbuhan.
zat gizi dihitung dari asupan yang dibandingkan dengan nilai AKG tiap
kelompok usia. Asupan zat gizi yang hampir mendekati AKG dalam
penelitian ini yaitu asupan protein, sehingga kecukupan akan protein hampir
76
mencapai 100% yaitu 92,79%. Hal ini berkaitan dengan asupan pangan
kelompok pangan lainnya seperti telur, susu dan olahannya, maupun sumber
Kecukupan zat gizi yang paling rendah yaitu kecukupan kalsium, hal
susu dan olahannya serta sayuran dan biji-bijian tidak mencapai 50%.
sehingga mungkin jika jumlah porsi dalam konsumsi susu dan olahannya
dalam jumlah yang sedikit sehingga asupan kalsium rendah. Selain asupan
kalsium, beberapa zat gizi tertentu seperti protein, natrium, serat, fitat dan
paling tinggi pada anak usia 24-71 bulan yang tidak ASI yaitu kalsium. Hal
nilai median pada kecukupan zat gizi terendah yaitu zink sebesar 32,95%,
hal ini dikarenakan asupan sumber zink seperti ikan dan daging yang masih
rendah. Dalam penelitian ini nilai median kecukupan terhadap zink sebesar
77
ikan, kerang, dan daging sudah tercukupi. Hal ini dapat dilihat dari
dibandingkan dengan nilai MAR, rata-rata MAR pada anak usia 1-8 tahun
di Afrika Selatan sebesar 63,3% (Steyn dkk., 2009), angka yang tidak
Negara Filipina rata-rata kecukupan zat gizi pada balita usia 24-71 bulan
non ASI sebesar 33% (Kennedy, 2009), lebih rendah jika dibandingkan
dengan Indonesia.
Jakarta yaitu sebesar 72,07%. Jika dibandingkan dengan rata-rata nilai MAR
rendah dibandingkan dengan penelitian ini namun tidak berbeda jauh. Hal
Indonesia. Sama halnya dengan Kota Bandung yang juga merupakan salah
asupan (Gilarso, 2007). Sedangkan provinsi dengan kecukupan zat gizi yang
paling rendah yaitu Provinsi Maluku Utara. Hal ini dapat berkaitan dengan
akses pangan di daerah timur Indonesia yang masih sulit di jangkau serta
informasi terhadap gizi juga masih minim (World Food Programme, 2015).
78
hasil penelitian ini rerata skor DDS dari 3085 balita sebesar 5,29 kelompok
kelompok pangan dalam sehari. Hasil penelitian ini tidak berbeda jauh
DDS pada balita usia 24-59 bulan di Kota Bandung sebesar 5,67 kelompok
pada anak usia 24-71 bulan yang tidak ASI di Filipina sebesar 4,91
menunjukkan rerata DDS pada anak usia 1-8 tahun di Afrika Selatan sebesar
Selatan.
dengan keberagaman sosial ekonomi, budaya, adat istiadat, suku, dan agama
sampai sangat tinggi (Moeis, 2008). Hal tersebut dapat menjadi salah satu
gizi, Provinsi DKI Jakarta juga merupakan provinsi dengan skor DDS
dan jenis makanan cenderung membaik juga (Perdana dkk., 2014). Provinsi
penduduknya yang cukup tinggi dan merupakan kota besar dengan tingkat
konsumsi tinggi pula hal ini yang dapat menyebabkan DKI Jakarta
minyak sebesar 93,8%, kelompok daging hewani sebesar 76,2%, susu dan
buah lainnya yang terdiri dari buah yang kaya akan vitamin C, (>18 mg
vitamin C per 100 gr) serta buah yang tidak kaya baik vitamin A atau
vitamin C. Hal ini juga dapat dilihat dari kecukupan terhadap vitamin C
80
yang masih dibawah 50% yaitu sebesar 45,44%. Jika balita mengalami
pendarahan pada gusi, dan nafsu makan menurun (Suhardjo, 2010). Vitamin
C juga berfungsi sebagai daya tahan tubuh, dan usia balita merupakan usia
Indonesia. Anggapan bahwa “belum makan kalau belum makan nasi” masih
kelompok pangan yang terdiri dari pangan pokok balita seperti beras,
jagung, singkong, sagu, tepung dan lainnya, hal ini yang menyebabkan
99,9%.
yang masih rendah dikonsumsi pada balita. Kedua kelompok pagan ini
81
kelompok usia, tidak hanya pada balita (Aswatini, Noveria, & Fitranita,
2008). Karakteristik balita yang susah makan dan hanya ingin makan
sayur dan buah rendah. Selain itu, anak yang tidak suka makan sayur dan
tersebut kurang saat awal pengenalan makan pada bayi. Hal ini juga
pengenalan aneka ragam bahan makanan terganggu, suatu saat anak tidak
kenal bahan makanan tertentu, dengan sendirinya anak menolak dan akan
susah makan. Untuk itu, seorang ibu atau pengasuh anak perlu
jenis pangan yang berbeda setiap harinya seperti pangan pokok (nasi, roti,
pasta, sereal atau lainnya), sayuran, buah, susu dan olahannya, serta pangan
pangan sumber protein seperti jenis pangan hewani, tahu, tempe, susu, dan
telur. Selain itu dianjurkan pula untuk memperbanyak konsumsi sayur dan
pangan yang dikonsumsi dalam hasil penelitian ini, pada balita usia 24-59
terhadap makanan yang beragam bagi usia balita sangat diperlukan agar
buah lainnya yang tidak mencapai 50%. Sedangkan pada skor DDS 8 atau 9,
dengan hasil penelitian Kennedy (2009) pada balita usia 24-71 bulan tidak
ASI di Filipina yang menunjukkan pada skor DDS 7 atau lebih, konsumsi
dari kesembilan kelompok pangan sudah lebih dari 50%. Hal ini
Filipina.
dari beberapa zat gizi dapat menggunakan nilai Nutrient Adequacy Ratio
(NAR) dan Mean Adequacy Ratio (MAR), dengan nilai MAR ini kita dapat
83
(Gibson, 2005).
gizi pada balita usia 24-59 bulan di Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian,
Marlina (2011) dan Steyn, dkk (2009) yang menunjukkan bahwa skor DDS
berhubungan signifikan dengan kecukupan zat gizi. Hal ini sejalan dengan
dari zat gizi yang esensial. Jika kita mengkonsumsi pangan yang beragam,
pangan yang beragam, pangan satu dengan yang lainnya akan saling
kecukupan zat gizi, diketahui terdapat hubungan yang sangat kuat antara
DDS dengan MAR pada balita usia 24-59 bulan di Indonesia dengan nilai r
sebesar 0,771 hal ini menunjukkan hubungan antara DDS dengan MAR
nilai MAR semakin bertambah. Selain itu, jika dilakukan penelitian untuk
adanya hubungan yang sedang antara DDS dengan MAR pada balita usia
Probability of Adequate (MPA) atau MAR pada anak 24-71 bulan tidak ASI
(2009) pada anak usia 1-3 tahun di Afrika Selatan terdapat hubungan yang
kuat dengan nilai r sebesar 0,617 antara DDS dengan MAR. Begitu pula
pada usia 4-6 tahun terdapat hubungan yang kuat dengan nilai r sebesar
beragam konsumsi pangan atau skor DDS maka nilai kecukupan zat gizi
atau MAR semakin tinggi juga. Hal ini sejalan dengan teori yang di
Tujuan utama dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui cut off
gizi (sensitivitas) yang diidentifikasi dengan nilai MAR. Selain itu, analisis
yaitu skor 5,5 untuk DDS dengan sensitivitas sebesar 76,7% dan spesifisitas
sebesar 73,5% dengan menggunakan MAR 75% AKG. Nilai standar untuk
MAR 75% AKG didapat dari rata-rata kecukupan zat gizi energi, protein,
kecukupan zat gizi sebesar 75% dari AKG sebanyak 73,5% dari balita di
zat gizi lebih dari 70% AKG. Sedangkan di Afrika Selatan, cut off terbaik
untuk mengestimasi kecukupan zat gizi sebesar 50% (MAR >50%) yaitu
86
skor DDS ≥4 (Steyn dkk., 2009). Cut off terbaik untuk Filipina sebesar 6
nilai sensitivitas yang tinggi, hal ini dikarenakan nilai sensitivitas dapat
suatu metode atau alat, diperlukan untuk melihat kedua nilai sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi dan tidak berbeda jauh, hal ini diperlukan untuk
melihat seberapa besar alat atau metode tersebut dapat menilai kelompok
yang mengalami kekurangan zat gizi serta menilai kelompok yang tidak
mengalami kekurangan zat gizi (Morton et al., 2009). Dalam penelitian ini
spesifisitas yang dilihat merupakan nilai yang tinggi dan tidak berbeda jauh
keduanya serta melihat nilai sensitivitas yang lebih tinggi dari nilai
spesifisitas.
gizi sebesar kurang dari 75% AKG. Sedangkan pada penelitian sebelumnya,
ketidakcukupan zat gizi kurang dari 70% AKG (Marlina, 2011). Hasil
ketidakcukupan zat gizi pada balita. Begitu pula dengan kemampuan untuk
87
mengestimasi kecukupan zat gizi baik atau nilai spesifisitas pada penelitian
semakin tinggi keragaman konsumsi pangan pada balita, maka semakin baik
mengalami kekurangan zat gizi sebesar ≤75% dari AKG secara keseluruhan,
gizi. Sebanyak 58,3% balita di Indonesia memiliki skor DDS kurang dari 6,
hal ini menunjukkan sebagian besar konsumsi pangan pada balita masih
tenaga kesehatan dapat melakukan recall 1x24 jam kepada ibu atau
penanganan secara cepat dengan menggunakan cut off ≥6 untuk skor DDS.
88
7 BAB VII
A. KESIMPULAN
Kecukupan Zat Gizi Pada Balita Usia 24-59 Bulan Di Indonesia (Analisis
besi, dan zink) pada balita usia 24-59 bulan di Indonesia masih kurang
Indonesia.
kalsium, zat besi, dan zink) pada balita usia 24-59 bulan di Indonesia
keseluruhan dari ketujuh zat gizi tersebut sebesar 63,54% dari AKG.
pangan yang dikonsumsi paling banyak oleh balita usia 24-59 bulan di
kelompok yang lebih dari 50% yaitu kelompok pangan serealia dan
ungags, ikan, organ, dll), serta kelompok pangan susu dan olahannya.
6. Provinsi DKI Jakarta merupakan provinsi dengan skor DDS dan nilai
pangan dengan skor DDS dengan kecukupan zat gizi dengan nilai MAR
sebesar 75% AKG. Balita yang memiliki skor DDS baik, baik pula
B. SARAN
sebagai berikut.
1. Bagi Pemerintah
cut off ≥6 agar tercukupinya kebutuhan zat gizi sebesar 70% dari AKG.
yang mempengaruhi kecukupan zat gizi pada balita yang tidak diteliti
karakteristik usia yang berbeda untuk mengetahui cut off terbaik pada
DAFTAR PUSTAKA
Utama.
Andalas.
Aswatini, Noveria, M., & Fitranita. (2008). Konsumsi Sayur dan Buah di
Dimakan (BDD) dan Resep Makanan Siap Saji dan Jajanan. Jakarta:
Belitz, H. D., Grosch, W., & Schieberle, P. (2009). Food Chemistry. Heidelberg:
Springer. http://doi.org/10.1007/978-3-540-69934-7
Bilinsky, P., & Swindale, A. (2006). Household Dietary Diversity Score ( HDDS )
Learning. http://doi.org/10.1039/9781847559463
Dahlan, S. (2009). Penelitian Diagnostik: Teori Dan Praktik Dengan SPSS Dan
Republik Indonesia.
http://doi.org/10.1016/j.ijgfs.2015.11.001
diversity.
University Press.
Hamid, Y., Setiawan, B., & Suhartini. (2013). ANALISIS POLA KONSUMSI
Retrieved from
https://books.google.co.id/books?id=RQ_mXpuCl9oC&pg=PA269&dq=p
angan+adalah&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjE_pCL263NAhWKso8KHd
I4BUIQ6AEIGTAA#v=onepage&q=pangan adalah&f=false
Hanani, N., Asmara, R., & Nugroho, Y. (2008). Analisis Diversifikasi Konsumsi
Jayanti, L. D., Effendi, Y. H., & Sukandar, D. (2011). Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS) Serta Perilaku Gizi Seimbang Ibu Kaitannya dengan Status
RI.
http://www.cabdirect.org/abstracts/20103004634.html
Indonesia.
Michael, J., Gootman, J. A., & Kraak, V. I. (2006). Food Marketing to Children
http://doi.org/10.17226/11514
EGC.
Moursi, M. M., Arimond, M., Dewey, K. G., Treche, S., Ruel, M. T., & Delpeuch,
http://doi.org/10.3945/jn.108.093971.promise
Murphy, S. P., Yaktine, A. L., Suitor, C. W., & Moats, S. (2011). Child and Adult
Pandi, E., & Wiakusumah. (2012). Panduan Lengkap Makanan Balita. Depok:
Penebar Plus.
Mirror/Mosby College.
ANDI.
Rah, J. H., Akhter, N., Semba, R. D., Pee, S. De, Bloem, M. W., Campbell, A. A.,
97
https://books.google.co.id/books?id=UxlADAAAQBAJ&pg=PA134&dq=
keragaman+konsumsi+pangan&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwiDhd38gPL
OAhUHr48KHZljC2cQ6AEIHzAB#v=onepage&q=keragaman konsumsi
pangan&f=false
Kanisius.
Sharlin, J., & Edelstein, S. (2011). Essentials of Life Cycle Nutrition. Nutrition.
Yogyakarta: Deepublish.
Soenardi, T. (2008). Variasi Makanan Balita: Kiat Atasi Masalah Makan pada
Steyn, N. P., Nel, J. H., Nantel, G., Kennedy, G., & Labadarios, D. (2009). Food
variety and dietary diversity scores in children : are they good indicators of
http://doi.org/10.1079/PHN2005912
Kanisius.
Kedokteran EGC.
Supriyanti, N. T., & Nindya, T. S. (2015). Hubungan Kecukupan Zat Gizi dan
Dietary Diversity Scores (DDS) Dengan Status Gizi Balita Usia 12-59
Airlangga.
99
1–20.
Torheim, L. E., Ouattara, F., Diarra, M. M., Thiam, F. D., Barikmo, I., Hatl, A., &
594–604. http://doi.org/10.1038/sj.ejcn.1601853
http://doi.org/10.6066/jtip.2014.25.1.83
Wilson, T. A., Adolph, A. L., & Butte, N. F. (2009). Nutrient Adequacy and Diet
http://doi.org/10.1016/j.jada.2009.03.007
World Food Programme. (2015). Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Papua
2015. Papua.
101
LAMPIRAN
102
JK Kat_Usia
JK
Kat_Usia
Descriptive Statistics
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Descriptive Statistics
Statistics
Skor_DDS
Valid 3085
N
Missing 0
Median 5.00
Skor_DDS
1 7 .2 .2 .2
9 13 .4 .4 100.0
Valid 3085 3085 3085 3085 3085 3085 3085 3085 3085
N
Missing 0 0 0 0 0 0 0 0 0
dds_1
Tidak 3 .1 .1 .1
dds_2
dds_3
dds_4
dds_5
dds_6
dds_7
dds_8
dds_9
dds_1 Total
Tidak Ya
Count 1 6 7
1
% within Skor_DDS 14.3% 85.7% 100.0%
Count 2 45 47
2
% within Skor_DDS 4.3% 95.7% 100.0%
Count 0 13 13
9
% within Skor_DDS 0.0% 100.0% 100.0%
Count 3 3082 3085
Total
% within Skor_DDS 0.1% 99.9% 100.0%
dds_2 Total
0 1
Count 7 0 7
1
% within Skor_DDS 100.0% 0.0% 100.0%
Count 38 9 47
2
% within Skor_DDS 80.9% 19.1% 100.0%
Count 0 13 13
9
% within Skor_DDS 0.0% 100.0% 100.0%
Count 735 2350 3085
Total
% within Skor_DDS 23.8% 76.2% 100.0%
dds_3 Total
0 1
Count 6 1 7
1
% within Skor_DDS 85.7% 14.3% 100.0%
Count 38 9 47
2
% within Skor_DDS 80.9% 19.1% 100.0%
Count 0 13 13
9
% within Skor_DDS 0.0% 100.0% 100.0%
Count 1381 1704 3085
Total
% within Skor_DDS 44.8% 55.2% 100.0%
109
dds_4 Total
0 1
Count 7 0 7
1
% within Skor_DDS 100.0% 0.0% 100.0%
Count 47 0 47
2
% within Skor_DDS 100.0% 0.0% 100.0%
Count 0 13 13
9
% within Skor_DDS 0.0% 100.0% 100.0%
Count 1625 1460 3085
Total
% within Skor_DDS 52.7% 47.3% 100.0%
dds_5 Total
0 1
Count 7 0 7
1
% within Skor_DDS 100.0% 0.0% 100.0%
Count 45 2 47
2
% within Skor_DDS 95.7% 4.3% 100.0%
Count 0 13 13
9
% within Skor_DDS 0.0% 100.0% 100.0%
Count 1743 1342 3085
Total
% within Skor_DDS 56.5% 43.5% 100.0%
dds_6 Total
0 1
Count 7 0 7
1
% within Skor_DDS 100.0% 0.0% 100.0%
Count 36 11 47
2
% within Skor_DDS 76.6% 23.4% 100.0%
Count 0 13 13
9
% within Skor_DDS 0.0% 100.0% 100.0%
Count 1595 1490 3085
Total
% within Skor_DDS 51.7% 48.3% 100.0%
dds_7 Total
0 1
Skor_DDS 1 Count 7 0 7
111
Count 44 3 47
2
% within Skor_DDS 93.6% 6.4% 100.0%
Count 0 13 13
9
% within Skor_DDS 0.0% 100.0% 100.0%
Count 2280 805 3085
Total
% within Skor_DDS 73.9% 26.1% 100.0%
dds_8 Total
0 1
Count 7 0 7
1
% within Skor_DDS 100.0% 0.0% 100.0%
Count 43 4 47
2
% within Skor_DDS 91.5% 8.5% 100.0%
Count 0 13 13
9
% within Skor_DDS 0.0% 100.0% 100.0%
Count 1881 1204 3085
Total
% within Skor_DDS 61.0% 39.0% 100.0%
dds_9 Total
0 1
Count 7 0 7
1
% within Skor_DDS 100.0% 0.0% 100.0%
Count 36 11 47
2
% within Skor_DDS 76.6% 23.4% 100.0%
Count 0 13 13
9
% within Skor_DDS 0.0% 100.0% 100.0%
Count 190 2895 3085
Total
% within Skor_DDS 6.2% 93.8% 100.0%
11 N 99 99
N 102 102
Std. Deviation 1.465 23.49679
Mean 4.69 51.8835
82 N 94 94
Std. Deviation 1.559 22.69347
Mean 4.85 52.5894
91 N 52 52
Std. Deviation 1.144 20.52995
Mean 4.66 53.0967
94 N 32 32
Std. Deviation 1.677 23.90139
Mean 5.29 63.5416
Correlations
Skor_DDS NAR_energi
**
Correlation Coefficient 1.000 .598
N 3085 3085
Spearman's rho **
Correlation Coefficient .598 1.000
N 3085 3085
Correlations
Skor_DDS NAR_protein
**
Correlation Coefficient 1.000 .624
N 3085 3085
Spearman's rho **
Correlation Coefficient .624 1.000
N 3085 3085
Correlations
Skor_DDS NAR_vitA
**
Correlation Coefficient 1.000 .672
N 3085 3085
Spearman's rho **
Correlation Coefficient .672 1.000
N 3085 3085
Skor_DDS NAR_vitC
**
Correlation Coefficient 1.000 .487
N 3085 3085
Spearman's rho **
Correlation Coefficient .487 1.000
N 3085 3085
Correlations
Skor_DDS NAR_Ca
**
Correlation Coefficient 1.000 .565
N 3085 3085
Spearman's rho **
Correlation Coefficient .565 1.000
N 3085 3085
Skor_DDS NAR_Fe
**
Correlation Coefficient 1.000 .673
N 3085 3085
Spearman's rho **
Correlation Coefficient .673 1.000
N 3085 3085
Correlations
Skor_DDS NAR_Zn
**
Correlation Coefficient 1.000 .656
N 3085 3085
Spearman's rho **
Correlation Coefficient .656 1.000
N 3085 3085
Skor_DDS MAR
**
Correlation Coefficient 1.000 .771
N 3085 3085
Spearman's rho **
Correlation Coefficient .771 1.000
N 3085 3085
1 24.2813 7 3.62849
2 27.3462 47 4.32282
3 29.1010 188 4.81667
4 35.1488 529 6.03310
5 68.2467 1029 11.13572
6 76.0948 750 9.63084
7 79.5521 387 8.77324
8 83.3724 135 7.77783
9 89.7799 13 5.12666
Total 63.5416 3085 20.40130
118
Analisis ROC
The test result variable(s): Skor_DDS has at least one tie between the positive
actual state group and the negative actual state group. Statistics may be biased.
a. Under the nonparametric assumption
b. Null hypothesis: true area = 0.5
119