Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH DASAR-DASAR KURIKULUM

LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM


Dosen Pengampu :
Tatang Ibrahim, H., Dr., M.Pd.
Dadang Suhendar, Dr., M.Pd

Disusun Oleh kelas II A kelompok 3:

ADE NUR MALIYANI (1202010003)


ALYA INDRIANI ( 1202010015)
DINA NURSAZIAH (1202010038)

PRODI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. wb

Alhamdulillah, puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, karena dengan taufik dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas Makalah dengan judul “Landasan pengembangan
kurikulum”.

Tujuan dibuatnya makalah ini diharapkan agar dijadikan sebagai wawasan kita terhadap mata
kuliah “Dasar-dasar kurikulum” sesuai dengan tema yang kami angkat.

Kami telah berusaha demi keberhasilan dan kesempurnaan makalah ini. Namun, kami merasa
masih terlalu banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mohon kritikan dan saran yang
membangun baik dari dosen pembimbing maupun dari rekan-rekan mahasiswa. Tidak lupa
penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian Makalah ini, semoga dengan apa yang ada dalam Makalah ini dapat memberi
manfaat bagi kita semua. Amiin ...

Wassalamu’alaikum Wr. wb

Bandung, 05 Maret 2021

Penulis

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………I
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………..II

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………………………………………….III
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………………….......III
C. Tujuan Penulisan…………………………………………………………………………….III

BAB II PEMBAHASAN

LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM


A. Landasan Filosofis Pengembangan Kurikulum……………………………………………….1
B. Landasan Psikologis………………………………………………………………………….8
C. Landasan Sosiologis Dalam Pengembangan Kurikulum…………………………………….12
D. Landasan lain ……………………………………………………………………………….18
1.Landasan IPTEK……………………………………………………………………….18
2.Landasan Historis………………………………………………………………………23
3.Landasan Yuridis………………………………………………………………………23

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan…………………………………………………………………………………..24
B. Saran…………………………………………………………………………………………25

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………26

II
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kurikulum sebagai sebuah rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat
strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum di
dalam pendidikan dan dalam perkembangan kehidupan manusia, maka dalam penyusunan
kurikulum tidak bisa dilakukan tanpa menggunakan landasan yang kokoh dan kuat.
Landasan pengembangan kurikulum tidak hanya diperlukan bagi para penyusun kurikulum
atau kurikulum tertulis yang sering disebut juga sebagai kurikulum ideal, akan tetapi terutama
harus dipahami dan dijadikan dasar pertimbangan oleh para pelaksana kurikulum yaitu para
pengawas pendidikan dan para guru serta pihak-pihak lain yang terkait dengan tugas-tugas
pengelolaan pendidikan, sebagai bahan untuk dijadikan instrumen dalam melakukan pembinaan
terhadap implementasi kurikulum di setiap jenjang pendidikan. Penyusunan dan pengembangan
kurikulum tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Dibutuhkan berbagai landasan yang kuat agar
mampu dijadikan dasar pijakan dalam melakukan proses penyelenggaraan pendidikan, sehingga
dapat memfasilitasi tercapainya sasaran pendidikan dan pembelajaran secara lebih efektif dan
efisien.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu landasan Filsafat?
2. Apa itu landasan Psikologis?
3. Apa itu landasan Sosiologis?
4. Apa itu landasan IPTEK?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu landasan Filsafat.
2. Untuk mengetahui apa itu Psikologis.
3. Untuk mengetahui apa itu landasan Sosiologis.
4. Untuk mengetahui apa itu lndasan IPTEK.

III
BAB II
PEMBAHASAN
LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

Suatu bangunan kurikulum memiliki empat komponen yaitu komponen tujuan, isi/materi,
proses pembelajaran, dan komponen evaluasi, maka agar setiap komponen bisa menjalankan
fungsinya secara tepat dan bersinergi, maka perlu ditopang oleh sejumlah landasan yaitu landasan
filosofis sebagai landasan utama, masyarakat dan kebudayaan, individu (peserta didik), dan teori-
teori belajar (psikologis).

A. Landasan Filosofis Pengembangan Kurikulum

1. Pengertian
Istilah filsafat berasal dari bahasa Inggris ‘phylosophy’ yang berarti cinta kebijaksanaan.
Sedangkan secara opereasional, filsafat mengandung dua pengertian, yaitu filsafat sebagai proses
(berfilsafat) dan sebagai hasil berfilsafat (sistem teori atau pemikiran (Tim Dosen MKDP
Landasan Pendidikan, 2011: 77-78).
Ada beberapa beberapa bentuk filsafat yang punya hubungan lebih erat dengan pendidikan yaitu :
· Metafisika : yaitu filsafat yang membahas tentang segala yang di dalam alam ini.
· Efistimologi: yaitu filsafat yang membahas tentang suatu kebenaran.
· Oksiologi: yaitu filsafat yang membahas tentang nilaiFilsafat adalah merupakan sumber dari
berbagai ilmu pengetahuan
· Humanologi.
Filsafat membahas berbagai masalah yang dihadapi oleh manusia termasuk juga tentang
masalah- masalah pendidikan dan filsafat juga merupakan aplikasi dari pemikiran – pemikiran
filosof untuk memecahkan masalah- masalah pendidikan.Filsafat letak jantung pendidikan, hal ini
menjelaskan bahwa kurikulum merespon banyak pertanyaan tentang bagaimana agar bisa lebih
baik. Philosophy lies at the heart of educational endeavor, this is perhaps more evedent in
curriculum is a response to the questionof how to live good life (John Dewey: 1916).
Filsafat berupaya mengkaji berbagai permasalahan yang dihadapai manusia, termasuk
masalah pendidikan. Pendidikan sebagai ilmu terapan, tentu saja memerlukan ilmu-ilmu lain

1
sebagai penunjang, di antaranya filsafat. Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dan
pemikiran-pemikiran filosofis untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan. Menurut Redja
Mudyahardjo (1989), terdapat tiga sistem pemikiran filsafat yang sangat besar pengaruhnya dalam
pemikiran pendidikan pada umumnya dan pendidikan di Indonesia pada khususnya, yaitu : filsafat
idealisme, realisme dan filsafat fragmatisme.
Landasan filosofis memberikan arah pada semua keputusan dan tindakan manusia, karena
filsafat merupakan pandangan hidup, orang, masyarakat, dan bangsa. Dalam pengembangan
kurikulum senantiasa berpijak pada aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap
konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan.
Landasan filosofis tidak akan lepas pengembangan kurikulum, untuk mencari sebuah
solusi dalam menghadapi tantangan di masa yang akan datang. Dengan landasan filosofis suatu
kurikulum akan lebih mudah di kembangkan.
Landasan filosofis dalam pengembangan kurikulum ialah pentingnya rumusan yang
didapatkan dari hasil berpikir secara mendalam, analisis, logis, sistematis dalam merencanakan,
melaksanakan, membina dan mengembangkan kurikulum baik dalam bentuk kurikulum sebagai
rencana (tertulis), terlebih kurikulum dalam bentuk pelaksanaan di sekolah.

2. Manfaat Filsafat Pendidikan


Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dari pemikiran-pemikiran filsafat
untuk memecahkan permasalahn pendidikan. Dengan demikian tentu saja bahwa filsafat memiliki
manfaat dan memberikan kontribusi yang besar terutama dalam memberikan kajian sistematis
berkenaan dengan kepentingan pendidikan. Menurut Nasution (1982) mengidentifikasi beberapa
manfaat filsafat pendidikan, yaitu:
a. Filsafat pendidikan dapat menentukan arah akan dibawa ke mana anak-anak melalui
pendidikan di sekolah.
b. Dengan adanya tujuan pendidikan yang diwarnai oleh filsafat yang dianut, kita mendapat
gambaran yang jelas tentang hasil yang harus dicapai.
c. Filsafat dan tujuan pendidikan memberi kesatuan yang bulat kepada segala usaha pendidikan.
d. Tujuan pendidikan memungkinkan si pendidik menilai usahanya, hingga manakah tujuan itu
tercapai.
e. Tujuan pendidikan memberikan motivasi atau dorongan bagi kegiatan-kegiatan pendidikan.

2
3. Filsafat dan Tujuan Pendidikan
Pandangan-pandangan filsafat sangat dibutuhkan dalam pendidikan, terutama dalam
menentukan arah dan tujuan pendidikan. Filsafat akan menentukan arah ke mana peserta didik
akan dibawa. Untuk itu harus ada kejelasan tentang pandangan hidup manusia atau tentang hidup
dan eksistensinya.Filsafat atau pandangan hidup yang dianut oleh suatu bangsa atau kelompok
masyarakat tertentu atau bahkan yang dianut oleh perorangan akan sangat mempengaruhi tujuan
pendidikan yang ingin dicapai. Sedangkan tujuan pendidikan sendiri pada dasarnya merupakan
rumusan yang komprehensif mengenai apa yang seharusnya dicapai.
Sistem nilai atau filsafat yang dianut oleh suatu komunitas akan memiliki keterkaitan yang
sangat erat dengan rumusan tujuan pendidikan yang dihasilkannya. Dengan kata lain, filsafat suatu
negara tidak bisa dipungkiri akan mempengaruhi tujuan pendidikan di negara tersebut. Oleh karena
itu, tujuan pendidikan di suatu negara akan berbeda dengan tujuan pendidikan di negara lainnya,
sebagai implikasi dari adanya perbedaan filsafat yang dianutnya.
Tujuan Pendidikan Nasional Indonesia bersumber pada pandangan hidup bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara yaitu Pancasila. Ini berarti bahwa pendidikan di Indonesia harus
membawa peserta didik agar menjadi manusia yang ber-Pancasila. Dengan kata lain, landasan dan
arah yang ingin diwujudkan oleh pendidikan di Indonesia adalah yang sesuai dengan kandungan
falsafah Pancasila itu sendiri.
Nilai-nilai filsafat Pancasila yang dianut bangsa Indonesia dicerminkan dalam rumusan
tujuan pendidikan nasional seperti tertuang dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional , yaitu: Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab (Pasal 2 dan 3). Dalam rumusan tujuan pendidikan nasional tersebut, tersurat
dan tersirat nilai-nilai yang terkandung dalam rumusan Pancasila.
Bidang telaahan filsafat pada awalnya mempersoalkan siapa manusia itu? Kajian terhadap
persoalan ini berupaya untuk menelusuri hakikat manusia, sehingga muncul beberapa asumsi
tentang manusia. Misalnya manusia adalah makhluk religius, makhluk sosial, makhluk yang

3
berbudaya, dan lain sebagainya. Dari beberapa telaahan tersebut filsafat mencoba menelaah
tentang tiga pokok persoalan, yaitu hakikat benar-salah (logika), hakikat baik-buruk (etika), dan
hakikat indah-jelek (estetika). Oleh karena itu maka ketiga pandangan tersebut sangat dibutuhkan
dalam pendidikan. Terutama dalam menentukan arah dan tujuan pendidikan. Artinya ke mana
pendidikan akan dibawa, terlebih dahulu harus ada kejelasan pandangan hidup manusia atau
tentang hidup dan eksistensinya.
Filsafat akan menentukan arah kemana peserta didik akan dibawa, filsafat merupakan
perangkat nilai-nilai yang melandasi dan membimbing ke arah pencapaian tujuan pendidikan. Oleh
karena itu, filsafat yang dianut oleh suatu bangsa atau kelompok masyarakat tertentu atau bahkan
yang dianut oleh perorangan akan sangat mempengaruhi terhadap tujuan pendidikan yang ingin
dicapai.
Tujuan pendidikan nasional di Indonesia tentu saja bersumber pada pandangan dan cara
hidup manusia Indonesia, yakni Pancasila. Hal ini berarti bahwa pendidikan di Indonesia harus
membawa peserta didik agar menjadi manusia yang berPancasila. Dengan kata lain, landasan dan
arah yang ingin diwujudkan oleh pendidikan di Indonesia adalah yang sesuai dengan kandungan
falsafah Pancasila itu sendiri.
Sebagai implikasi dari nilai-nilai filsafat Pancasila yang dianut bangsa Indonesia,
dicerminkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional seperti terdapat dalam UU No.20 Tahun
2003, yaitu : Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadimanusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 2 dan
3). Dalam rumusan tujuan pendidikan nasional tersebut, tersurat dan tersirat nilai-nilai yang
terkandung dalam rumusan Pancasila.
Melalui rumusan tujuan pendidikan nasional di atas, sudah jelas tergambar bahwa peserta
didikyang ingin dihasilkan oleh sistem pendidikan kita antara lain adalah untuk melahirkan
manusia yang beriman, bertaqwa, berilmu dan beramal dalam kondisi yang serasi, selaras dan
seimbang. Di sinilah pentingnya filsafat sebagai pandangan hidup manusia dalam hubunganya
dengan pendidikan dan pembelajaran.

4
4. Kurikulum dan Filsafat Pendidikan
Kurikulum pada hakikatnya adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Karena tujuan
pendidikan sangat dipengaruhi oleh filsafat atau pandangan hidup suatu bangsa, maka kurikulum
yang dikembangkan juga harus mencerminkan falsafah atau pandangan hidup yang dianut oleh
bangsa tersebut. Oleh karena itu, terdapat hubungan yang sangat erat antara kurikulum pendidikan
di suatu negara dengan filsafat negara yang dianutnya.

5. Aliran dan Filsafat Pendidikan


Menurut Redja Mudyahardjo (1989) terdapat tiga sistem pemikiran filsafat yang sangat
besar pengaruhnya dalam pemikiran pendidikan pada umumnya, dan pendidikan di Indonesia pada
khususnya, yaitu: Idealisme, Realisme, dan Pragmatisme. Redja Mudyahardjo (2001) merangkum
konsep-konsep ketiga aliran filsafat tersebut dan implikasinya terhadap pendidikan sebagai
berikut:
a. Idealisme
1) Konsep-konsep Filsafat
a) Metafisika (hakikat realitas): Realitas atau kenyataan yang sebenarnya bersifat spititual atau
rohaniah.
b) Humanologi (hakikat manusia): Jiwa dikaruniai kemampuan berpikir/rasional. Kemampuan
berpikir menyebabkan adanya kemampuan memilih.
c) Epistemologi (hakikat pengetahuan): Pengetahuan yang benar diperoleh melalui intuisi dan
pengingatan kembali melalui berpikir. Kebenaran hanya mungkin dapat dicapai oleh beberapa
orang yang mempunyai akal pikiran yang cemerlang; sebagian besar manusia hanya sampai pada
tingkat pendapat.
d) Aksiologi (hakikat nilai): Kehidupan manusia diatur oleh kewajiban moral yang diturunkan
dari pandangan tentang kenyataan atau metafisika. Hakikat nilai bersifat absolut/mutlak.

5
2) Konsep-konsep Pendidikan
a) Tujuan pendidikan: Tujuan-tujuan pendidikan formal dan informal, pertama-tama adalah
pembentukan karakter, dan kemudian tertuju pada pengembangan bakat dan kebajikan sosial.
b) Isi pendidikan: Pengembangan kemampuan berpikir melalui pendidikan liberal atau
pendidikan umum, penyiapan keterampilan bekerja sesuatu mata pencaharian melalui pendidikan
praktis.
c) Metode pendidikan: Metode pendidikan yang disusun adalah metode dialektik/dialogik,
meskipun demikian setiap metode yang efektif mendorong belajar data diterima (eklektif).
Cnderung mengabaikan dasar-dasar fisiologis dalam belajar.
d) Peranan peserta didik dan pendidik: Peserta didik bebas mengembangkan bakat dan
kepribadiannya. Pendidik bekerja sama dengan alam dalam proses pengembangan kemampuan
ilmiah. Tugas utama pendidik adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan peserta didik
dapat belajar secara efisien dan efektif.

b. Realisme
1) Konsep-konsep Filsafat
a) Metafisika (hakikat realitas): Realitas atau kenyataan yang sebenarnya bersifat fisik atau
materi.
b) Humanologi (hakikat manusia): Hakikat manusia terletak pada apa yang dapat
dikerjakannya. Jiwa merupakan sebuah organisme yang sangat kompleks yang mempunyai
kemampuan berpikir. Manusia mungkin mempunyai kebebasan atau tidak mempunyai kebebasan.
c) Epistemologi (hakikat pengetahuan): Pengetahuan diperoleh melalui penginderaan dengan
menggunakan pikiran. Kebenaran pengetahuan dapat dibuktikan dengan memeriksa
kesesuaiannya dengan fakta. Aksiologi (hakikat nilai): Tingkah laku manusia diatur oleh hukum
alam yang diperoleh melalui ilmu; dan pada taraf yang lebih rendah diatur oleh kebiasaan-
kebiasaan atau adat-istiadat yang telah teruji dalam kehidupan.

2) Konsep-konsep Pendidikan
a. Tujuan pendidikan: Tujuan pendidikan adalah dapatmenyesuaikan diri secara tepat dalam
hidup dan dapat melaksanakan tanggung jawab social

6
b. Isi pendidikan: Isi pendidikan adalah kurikulum komprehensif yang berisi semua pengetahuan
yang berguna bagi penyesuaian diri dalam hidup dan tanggung jawab sosial. Kurikulum berisi
unsure-unsur pendidikan liberal/pendidikan umum untuk mengembangkan kemmapuan berpikir,
dan pendidikan praktis untuk kepentingan bekerja.
c. Metode pendidikan didasarkan pada pengalaman langsung maupu tidak langsung. Metode
mengajar hendaknya bersifat logis, bertahap atau berurutan. Pembiasaan merupakan sebuah
metode pokok yang dipergunakan oleh penganut realism.
d. Peranan peserta didik dan pendidik: Dalam hubungannya dengan pembelajaran, peranan
peserta didik adalah menguasai pengetahuan yang dapat berubah-ubah. Peserta didik perlu
mempunyai disiplin mental dan moral untuk setiap tingkat kebajikan. Peranan pendidik adalah
menguasai pengetahuan, terampil dan teknik mendidik, dan memiliki kewenangan untuk
mencapai hasil pendidikan yang dibebankan kepadanya.
e. Pragmatisme

· Konsep-konsep Filsafat
a. Metafisika (hakikat realitas): Suatu teori umum tentang kenyataan tidak mungkin dan tidak
perlu. Kenyataan yang sebenarnya adalah kenyataan fisik. Segala sesuatu dalam alam dan
kehidupan adalah berubah (becoming).
b. Humanologi (hakikat manusia): Manusia adalah hasil evolusi biologis, psikologis dan sosial.
Ini berarti setiap manusia tumbuh secara berangsur-angsur mencapai kemampuan-kemampuan
biologis, psikologis, dan sosial.
c. Epistemologi (hakikat pengetahuan): Pengetahuan bersifat relatif dan terus berkembang.
Pengetahuan yang benar adalah yang ternyata berguna bagi kehidupan.
d. Aksiologi (hakikat nilai): Ukuran tingkah laku perorangan dan sosial ditentukan secara
eksperimental dalam pengalaman-pengalaman hidup. Ini berarti tidak ada nilai yang absolut.

· Konsep-konsep Pendidikan
a. Tujuan pendidikan: Tujuan pendidikan adalah memperoleh pengalaman yang berguna untuk
memecahkan masalah-masalah baru dalam kehidupan perorangan dan masyarakat. Tujuan

7
pendidikan tidak ditentukan dari luar kegiatan pendidikan tetapi terdapat dalam setiap proses
pendidikan. Dengan demikian tujuan pendidikan adalah pertumbuhan sepanjang hidup.
b. Isi pendidikan: Isi pendidikan adalah kurikulum berisi pengalaman-pengalaman yang telah
teruji serta minat-minat dan kebutuhan-kebutuhan anak, dan pendidikan liberal yang
menghilangkan pemisahan antara pndidikan umum dengan pendidikan praktis/vokasional.
c. Metode pendidikan: Berpikir reflektif atau metode pemecahan masalah merupakan metode
utamanya, terdiri atas langkah-langkah: Penyadaran suatu masalah, observasi kondisi-kondisi
yang ada, perumusan dan elaborasi tentang suatu kesimpulan, Pengetesan melalui suatu
eksperimen.
Peranan peserta didik dan pendidik: Peserta didik adalah sebuah organisme yang rumit yang
mampu tumbuh.Peranan pendidik adalah mengawasi dan membimbing pengalaman belajar tanpa
terlampau banyak mencampuri urusan minat dan kebutuhan peserta didik.

B. Landasan Psikologis

Penerapan landasan psikologi dalam pengembangan kurikulum, tiada lain agar upaya
pendidikan yang dilakukan dapat menyesuaikan dari segi materi atau bahan yang harus
disampaikan, penyesuaian dari segi proses penyampaian atau pembelajarannya, dan penyesuaian
dari unsur-unsur upaya pendidikan lainnya.

1. Perkembangan Peserta Didik dan Kurikulum


Anak sejak dilahirkan sudah memperlihatkan keunikan-keunikan, seperti pernyataan
dirinya dalam bentuk tangisan atau gerakan-gerakan tertentu. Hal ini memberikan gambaran
bahwa sebenarnya sejak lahir anak telah memiliki potensi untuk berkembang. Bagi aliran yang
sangat percaya dengan kondisi tersebut sering menganggap anak sebagai orang dewasa dalam
bentuk kecil. J.J.Rousseau, seorang ahli pendidikan bangsa Perancis, termasuk yang fanatik
berpandangan seperti itu. Dewasa dalam bentuk kecil mengandung makna bahwa anak itu belum
sepenuhya memiliki potensi yang diperlukan bagi penyesuaian diri terhadap lingkungannya, ia
masih memerlukan bantuan untuk berkembang ke arah kedewasaan yang sempurna Rousseau
memberi tekanan kepada kebebasan berkembang secara mulus menjadi orang dewasa yang
diharapkan.

8
Pendapat lain mengatakan bahwa perkembangan anak itu adalah hasil dari pengaruh
lingkungan. Anak dianggap sebagai kertas putih, di mana orang-orang di sekelilingnya dapat bebas
menulis kertas tersebut. Pandangan ini bertentangan dengan pandangan di atas, di mana justru
aspek-aspek di luar anak/lingkungannya lebih banyak mempengaruhi perkembangan anak menjadi
individu yang dewasa. Pandangan ini sering disebut teori Tabularasa dengan tokohnya yaitu John
Locke.
Selain kedua pandangan tersebut, terdapat pandangan yang menyebutkan bahwa
perkembangan anak itu merupakan hasil perpaduan antara pembawaan dan lingkungan. Aliran ini
mengakui akan kodrat manusia yang memiliki potensi sejak lahir, namun potensi ini akan
berkembang menjadi baik dan sempurna berkat pengaruh lingkungan. Aliran ini disebut aliran
konvergensi dengan tokohnya yaitu William Stern. Pandangan yang terakhir ini dikembangkan
lagi oleh Havighurst dengan teorinya tentang tugas-tugas perkembangan (developmental tasks).
Tugas-tugas perkembangan yang dimaksud adalah tugas yang secara nyata harus dipenuhi oleh
setiap anak/individu sesuai dengan taraf/tingkat perkembangan yang dituntut oleh lingkungannya.
Apabila tugas-tugas itu tidak terpenuhi, maka pada taraf perkembangan berikutnya anak/individu
tersebut akan mengalami masalah.
Dalam hubungannya dengan proses belajar mengajar, Syamsu Yusuf (2005:23),
menegaskan bahwa penahapan perkembangan yang digunakan sebaiknya bersifat efektif, artinya
tidak terpaku pada suatu pendapat saja tetapi bersifat luas untuk meramu dari berbagai pendapat
yang mempunyai hubungan erat. Atas dasar itu perkembangan individu sejak lahir sampai masa
kematangan dapat digambarkan melewati fase-fase berikut:

Fase-Fase Perkembangan Individul


TAHAP PERKEMBANGAN USIA
Masa usia prasekolah 0-6 tahun
Masa usia sekolah dasar 6-12 tahun
Masa usia sekolah menengah 12-18 tahun
Masa usia mahasiswa 18-25 tahun

9
Setiap tahap perkembangan memiliki karakteristik tersendiri, karena terdapat dimensi-
dimensi perkembangan tertentu yang lebih dominan dibandingkan dengan tahap perkembangan
lainnya.
Melalui tugas-tugas ini, anak akan berkembang dengan baik dan beroperasi secara
kumulatif dari yang sederhana menuju ke arah yang lebih kompleks. Namun demikian, objek
penelitian yang dilakukan oleh Havighurst adalah anak-anak Amerika, jadi kebenarannya masih
perlu diteliti dan dikaji dengan cermat disesuaikan dengan anak-anak Indonesia yang memiliki
kondisi lingkungan yang berbeda. Pandangan tentang anak sebagai makhluk yang unik sangat
berpengaruh terhadap pengembangan kurikulum pendidikan. Setiap anak merupakan pribadi
tersendiri, memiliki perbedaan disamping persamaannya. Implikasi dari hal tersebut terhadap
pengembangan kurikulum yaitu :
1) Setiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat dan
kebutuhannya.
2) Di samping disediakan pelajaran yang sifatnya umum (program inti) yang wajib dipelajari
setiap anak di sekolah, disediakan pula pelajaran pilihan yang sesuai dengan minat anak.
3) Kurikulum disamping menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga menyediakan bahan
ajar yang bersifat akademik. Bagi anak yang berbakat di bidang akademik diberi kesempatan untuk
melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya.
4) Kurikulum memuat tujuan-tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai/sikap, dan
keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan batin.
Implikasi lain dari pengetahuan tentang anak terhadap proses pembelajaran (actual curriculum)
dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara operasional selalu berpusat kepada perubahan
tingkah laku peserta didik.
2) Bahan/materi yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, minat dan perhatian anak, bahan
tersebut mudah diterima oleh anak.
3) Strategi belajar mengajar yang digunakan harus sesuai dengan taraf perkembangan anak.
4) Media yang dipakai senantiasa dapat menarik perhatian dan minat anak.
5) Sistem evaluasi berpadu dalam satu kesatuan yang menyekuruh dan berkesinambungan dari
satu tahap ke tahap yang lainnya dan dijalankan secara terus menerus.

10
2. Psikologi Belajar dan Kurikulum
Psikologi belajar merupakan suatu cabang bagaimana individu belajar. Belajar bisa
diartikan sebagai perubahan perilaku yang terjadi melalui pengalaman. Segala perubahan perilaku
baik yang berbentuk kognitif, afektif, maupun psikomotor dan terjadi karena prosespengalaman
dapat dikategorikan sebagai perilaku belajar. Perubahan-perubahan perilaku yang terjadi secara
insting atau terjadi karena kematangan, atau perilaku yang terjadi secara kebetulan, tidak termasuk
belajar. Mengetahui tentang psikologi/teori belajar merupakan bekal bagi para guru dalam tugas
pokoknya yaitu pembelajaran anak.
Psikologi atau teori belajar yang berkembang pada dasarnya dapat dikelompokkan ke
dalam tiga rumpun, yaitu : Teori Disiplin Mental atau Teori Daya (Faculty Theory), Behaviorisme,
dan Organismik atau kognitif Gestalt Field.
1) Menurut Teori Daya (Disiplin Mental)
Menurut teori ini, sejak kelahirannya anak/individu telah memiliki otensi-potensi atau
daya-daya tertentu (faculties) yang masing-masing memiliki fungsi tertentu, seperti potensi/daya
mengingat, daya berfikir, daya mencurahkan pendapat, daya mengamati, daya memecahkan
masalah, dan daya-daya lainnya. Daya-daya tersebut dapat dilatih agar dapat berfungsi dengan
baik. Daya-daya yang telah terlatih dapat dipindahkan dalam pembentukan daya-daya lain.
Pemindahan (transfer) ini mutlak dilakukan melalui latihan (drill), karena itu pengertian mengajar
menurut teori ini adalah melatih peserta didik dalam daya-daya itu, cara mempelajarinya pada
umumnya melalui hapalan dan latihan.
2) Teori Behaviorisme
Rumpun teori ini mencakup tiga teori, yaitu koneksionisme atau teori asosiasi, teori
kondisioning, dan teori reinforcement (operant conditioning). Behaviorisme berangkat dari asumsi
bahwa individu tidak membawa potensi sejak lahir. Perkembangan individu ditentukan oleh
lingkungan (keluarga, sekolah, masyarakat). Teori ini tidak mengakui sesuatu yang sifatnya
mental, perkembangan anak menyangkut hal-hal nyata yang dapat dilihat dan diamati. Teori
Asosiasi adalah teori yang awal dari rumpun Behaviorisme. Menurut teori ini kehidupan tunduk
kepada hokum stimulus-respon atau aksi-reaksi. Belajar merupakan upaya untuk membentuk
hubungan stimulus-respon sebanyak-banyaknya.

3) Teori Organismik (Gestalt)

11
Teori ini mengacu pada pengertian bahwa keseluruhan lebih bermakna daripada bagian-
bagian, keseluruhan bukan kumpulan dari bagian-bagian. Manusia dianggap sebagai makhluk
organism yang melakukan hubungan timbale balik dengan lingkungan secara keseluruhan,
hubungan ini dijalin oleh stimulus dan respon. Menurut teori ini, Stimulus yang hadir itu diseleksi
menurut tujuannya, kemudian individu melakukan interaksi dengannya dan seterusnya terjadi
perbuatan belajar. Disini peran guru adalah sebagai pembimbing bukan penyampai pengetahuan,
siswa berperan sebagai pengelola bahan pelajaran.
Belajar menurut teori ini bukanlah menghapal akan tetapi memecahkan masalah, dan
metoda belajar yang dipakai adalah metoda ilmiah dengan cara anak dihadapkan pada berbagai
permasalahan, merumuskan hipotesis atau praduga, mengumpulkan data yang diperlukan untuk
memecahkan masalah, menguji hipotesis yang telah dirumuskan, dan pada akhirnya para siswa
dibimbing untuk menarik kesimpulan-kesimpulan. Teori ini banyak mempengaruhi praktek
pengajaran di sekolah karena memiliki prinsip sebagai berikut :
· Belajar berdasarkan keseluruhan
· Belajar adalah pembentukan kepribadian
· Belajar berkat pemahaman
· Belajar berdasarkan Pengalaman
· Belajar adalah suatu proses perkembangan
· Belajar adalah proses berkelanjutan

C. Landasan Sosiologis Dalam Pengembangan Kurikulum

Landasan sosiologis pengembangan kuikulum adalah asumsi – asumsi yang berasal dari
sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum. Perkembangan kurikulum
harus mengacu pada landasan sosiologis dikarenakan anak-anak yang berasal dari masyarakat
mendapatkan pendidikan baik formal, informal, maupun non foral dalam lingkungan masyarakat,
dan diarahkan agar mampu terjun dalam kehidupan bermasyarakat. Karena itu kehidupan
masyarakat dan budaya dengan segala karakterisasinya harus menjadi landasan dan titik tolak
dalam melaksanakan pendidikan.
Apabila dipandang dari sosiologinya, pendidikan adalah suatu proses mempersiapkan
individu agar menjadi warga masyarakat yang diharapkan, pendidikan adalah proses sosialisasi,

12
dan berdasarkan pandangan antrofologi , pendidikan adalah ‘enkulturasi’atau pembudayaan.
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (1997:58) bahwa ‘Dengan pendidikan, kita tidak
mengharapkan muncul manusia-manusia yang lain dan asing terhadap masyarakatnya, tetapi
manusia yang lebih bermutu, mengerti, dan mampu membangun masyarakatnya. Oleh karena itu,
tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kondisi, karakteristik kekayaan,
dan perkembangan masyarakat tersebut’ . kurikulum harus mampu memfasilitasi peserta didik
agar mereka mampu bekerja sama, berinteraksi, menyesuaikan diri dengan kehidupan di
masyarakat dan mampu meningkatkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk yang berbudaya.

1. Masyarakat Dan Kurikulum


Masyarakat adalah suatu kelompok individu yang diorganisasikan sendiri ke dalam
kelompok-kelompok yang berbeda, atau suatu kelompok individu yang terorganisir yang berpikir
tentang dirinya sebagai suatu yang berbeda dengan kelompok atau masyarakat lainnya. Setiap
masyarakat memiliki kebudayaannya sendiri-sendiri sehingga yang membedakan satu sama
lainnya adalah kebudayaan. Hal ini mempunyai implikasi bahwa apa yang terjadi keyakinan
pemikiran seseorang. Dan reaksi seseorang terhadap lingkungannya sangat tergantung kepada
kebudayaa dimana ia hidup.
Menurut Daud Yususf (1982), terdapat tiga sumber nilai yang ada dalam masyarakat untuk
dikembangkan melalui proses pendidikan, yaitu (1) logika adalah aspek pengetahuan dan
penalaran, (2) estetika yang berkaitan dengan aspek emosi atau perasaan, dan (3) etika yang
berkaitan dengan aspek nilai. Ilmu pengetahuan dan kebudayaan adalah nilai-nilai yang bersumber
pada logika (pikiran). Sebgai akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pada
hakikatnya adalah hasil kebudayaan manusia, maka kehidupan manusia semakin luas, semakin
meningkat sehingga tuntutan hidup pun semakin tinggi.
Pendidikan harus mengantisipasi tuntutan hidup ini sehingga dapat mempersiapkan anak
didik untuk hidup wajar sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat dan dalam konteks ini
kurikulum harus dapat menjawab tantangan dan tuntutan tersebut dengan memenuhi dari segi
kurikulum, segi pendekatan dan strategi pelaksanaannya, oelh karena itu guru sebagai pembina
dan pelaksana kurikulum dituntut lebih peka mengantisipasi perkembangan masyarakat, agar apa
yang diberikan kepada siswa relevan dan berguna bagi kehidupan siswa di masyarakat.

13
Penerapan teori, prinsip, hukum dan konsep-konsep yang terdapat dalam semua ilmu
pengetahuan yang ada dalam kurikulum harus disesuaikan dengan kondisi sosial budaya
masyarakat setempat, sehingga hasil belajar yang dicapai oleh siswa lebih bermakna dalma
hidupnya. Tyler (1946), Taba (1963), Tanner dan Tanner (1984) menyatakan bahwa tuntutan
masyarakat adalah salah satu dasar dalam pengembangan kurikulum. Calhoun, Light, dan Keller
(1997) memaparkan tujuan fungsi sosial pendidikan, yaitu :
a. Mengajar keterampilan
b. Mentransmisikan budaya
c. Mendorong adaptasi lingkungan
d. Membentuk kedisiplinan
e. Mendorong bekerja berkelompok
f. Meningkatkan perilaku etika, dan
g. Memilih bakat dan memberi penghargaan prestasi
Perubahan sosial budaya, perkembangan ilu pengetahuan dan teknologi dalam suatu
masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung akan mengubah kebutuhan masyarakat.
Kebutuhan masyarakat juga dipengaruhi oleh kondisi masyarakat itu sendiri. Masyarakat kota
berbeda dengan masyarakat desa, masyarakat tradisional berbeda dengan masyarakat modern.
Karena itu sangatlah penting memperhatikan faktor karakteristik masyarakat dalam
pengembangan kurikulum. Perkembangan masyarakat dipengaruhi oleh falsafah hidup, nilai-nilai
IPTEK, dan kebutuhan yang ada dalam masyarakat. Perkembangan masyarakat menuntut
tersedianya proses pendidikan yang relevan dan agar tercipta proses pendidikan yang sesuai
diperlukan kurikulum yang landasan pengembangannya memperhatikan faktor perkembangan
masyarakat.

2. Kebudayaan Dan Kurikulum


Mayarakat adalah suatu kelompok individu yang diorganisasikan mereka sendiri ke dalam
kelompok-kelompok berbeda. Kebudayaan hendaknya dibedakan dengan istilah masyarakat yang
mempunyai arti suatu kelompok individu yang terorganisir yang berpikir tentang dirinya sebagai
suatu yang berbeda dengan kelompok atau masyarakat lainnya. Tiap masyarakat mempunyai
kebudayaan sendiri-sendiri, dengan demikian yang membedakan masyarakat yang satu dengan
masyarakat lainnya adalah kebudayaan. Hal ini mempunyai implikasi bahwa apa yang menjadi

14
keyakinan pemikiran seseorang, reaksi terhadap perangsang sangat tergantung kepada kebudayaan
di mana ia dibesarkan.
Perubahan sosial budaya dalam suatu masyarakat akan mengubah pula kebutuhan
masyarakat. Kebutuhan masyarakat juga dipenuhi oleh kondisi dari masyarakat itu sendiri. Adanya
perbedaan antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya sebagian besar disebabkan oleh
kualitas individu-individu yang menjadi anggota masyarakat tersebut. Di sisi lain kebutuhan
masyarakat pada umumnya juga berpengaruh terhadap individu-individu sebagai sebagai anggota
masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum yang hanya berdasarkan pada
keterampilan dasar saja tidak akan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat modern yang bersifat
teknologis dan mengglobal.
Pengembangan kurikulum juga harus ditekankan pada pengembangan individu yang
mencakup keterkaitannya dengan lingkungan sosial setempat. Lingkungan sosial budaya
merupakan sumber daya yang mencakup kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Berdasarkan uraian di atas, sangatlah penting memperhatikan faktor kebutuhan masyarakat dalam
pengembangan kurikulum. Perkembangan masyarakat menuntut tersedianya proses pendidikan
yang relevan. Untuk terciptanya proses pendidikan yang sesuai dengan perkembangan masyarakat
maka diperlukan rancangan berupa kurikulum yang landasan pengembangannya memperhatikan
faktor perkembangan masyarakat.
Kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan ide atau gagasan, cita-cita, pengetahuan,
kepercayaan, cara berpikir, kesenian, dan nnilai yang telah disepakati oleh masyarakat. Daoed
Yusuf (1981) mendefinisikan kebudayaan sebagai segenap perwujuda dan keseluruhan hasil
pikiran (logika), kemauan (etika) serta perasaan (estetika) manusia dalam rangka perkembangan
kepribadian mansia, perkembangan hubungan dengan manusia, hubungna manusia dengan alam,
dan hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Kebudayaan diwujudkan dalam tiga gejala :
1. Ide, konsep, gagasan, nilai, norma, peraturan, dan lain-lain. Wujud kebudayaan ini bersifat
abstrak yang erada dalam alam pikiran manusia dan warga masyarakat di tempat kebudayaan itu
berada
2. Kegiatan, yaitu tindakan berpola dari manusia dalam bermasyarakat dan disebut sistem sosial,
dimana aktivitas mausia bersifat konkrit, bisa dilihat, dan diobservasi. Tindakan berpola manusia
tetu didasarkan oleh wujud kebudayaan yang pertama. Artinya, sistem sosial dalam bentuk

15
aktivitas manusia yang merupakan refleksi dari ide, konsep, gagasan, nilai, dan norma yang telah
dimilikinya
3. Benda hasil karya manusia. Wujud kebudayaan yang ketiga ini ialah seluruh fisik perbuatan
atau hasil karya manusia di masyarakat. Oleh karena itu wujud kebudayaan yang ketida ini adalah
produk dari wujud kebudayaan yang pertama dan kedua

Faktor kebudayaan merupakan bagian yang penting dalam pengembangan kurikulum


dengan pertimbangan :
1. Individu lahir tidak berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan,
keterampilan, dan sebagainya. Dan hal tersebut dapat diperoleh individu melalui interaksi dengan
lingkungan budaya, keluarga, masyarakat sekitar, dan sekolah/lembaga pendidikan. Maka
sekolah/lembaga pendidikan mempunyai tugas khusus untuk memberikan pengalaman kepada
para peserta didik dengan salah satu alat yang disebut kurikulum
2. Kurikulum pada dasarnya harus mengakomodasi aspek-aspek sosial dan budaya. Aspek
sosiologis adalah yang berkenaan dengan kondisi sosial masyarakat yang sangat beragam, seprti
masyarakat industri, pertanian, nelayan, dan sebagainya. Pendidikan di sekolah pada dasarnya
bertujuan mendidik anggota masyarakat agar dapat hidup berintegrasi, berinteraksi dan beradaptasi
dengan anggota masyarakat lainnya serta meningkatkan kualitas hidupnya sebagai makhluk
berbudaya. Hal ini membawa implikasi bahwa kurikulum sebagai salah satu alat untuk mencapai
tujuan pendidikan harus bermuatan kebudayaan yang bersifat umum seperti : nilai-nilai, sikap-
sikap, pengetahuan, dan kecakapan.
Pendidikan beruatan kebudayaan khusus untuk aspek-aspek kehidupan tertentu dan
berkenaan dengan kelompok yang sifatnya vokasional.
Indonesia memiliki ciri khas mengenai adat istiadat yang beragam dari setiap wilayahnya.
Keanekaragaman tersebut bukan hanya dalam kebudayaan tetapi juga kondisi alam dan lingkungan
sosialnya dan hal tersebut harus dilestarikan dan dikembnagkan melalui upaya pendidikan. Dari
kenyataan tersebut, maka pengembangan kuruikulum sekolah mengakomodasi unsur-unsur
lingkungan yang menjadi dasar dala menetapkan materi kurikulum muatan lokal.
Dan gagasan pemerintah untuk melestarikan pengembangan kurikulum muatan lokal
tersebut dimulai pada sekolah dasar, telah diwujudkan dalam keputusan Menter Pendidikan dan
Kebudayaan RI No. 0412/U/1987 Tanggal 11 Juli 1987 tentang Penerapan Muatan Lokal Sekolah

16
Dasar kemudian disusul dengan penjabaran pelaksanaannya dalam keputusan Direktur Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah No. 173/C/Kep/M/1987 Tanggal 7 Oktober 1987. Mnedikbud
menyatakan : ‘Dalam hal ini harus diingat bahwa adanya muatan lokal dalam kurikulum bukan
bertujuan agar anak terjerat dalam lingkungannya semata-mata. Semua anak berhak mendapatkan
kesempatan guna lebih terlibat dalam mobilitas yang melampaui batas lingkungannya sendiri’
9Umar Tirtarahardja dan Ia Sula, 2000:274).
Muatan lokal adalah pendidikan yang isi dan media penyapaiannya dikaitkan dengan
lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan budaya serta kebutuhan daerah. Yang
dimaksud isi adalah materi pelajaran atau bahan ajar yang dipilih dari lingkungan dan dijadikan
program untuk dipelajari siswa di bawah bimbingan guru. Media penyampaian adalah metode dan
berbagai alat bantu pembelajaran yang digunakan dalam menyajikan isi muatan lokal yang diambil
dari menggunakan sumber lingkungan yang dekat dengan kehidupan peserta didik.
Contoh kurikulum muatan lokal yang saat ini sudah dilaksanakan di sebagian besar sekolah
adalah mata pelajaran keterampilan, kesenian, dan bahasa daerah.
Tujuan pengembangan kurikulum muatan lokal dapat dilihat dari kepentingan nasional dan
kepentingan peserta didik. Dalam hubungannya dengan kepentingan nasional muatan lokal
bertujuan :
a. Melestarikan dan mengembangkan kebudayaan yang khas daerah.
b. Mengubah nilai dan sikap masyarakat terhadap lingkungan ke arah yang positif.
Jika dillihat dari sudut kepentingan peserta didik pengembangan kurikulum uatan lokal
bertujuan :
a. Meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap lingkungannya (lingkungan alam, sosial,
dan budaya).
b. Mengakrabkan peserta didik dengan lingkungannya sehingga mereka tidak asing dengan
lingkungannya.
c. Menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari untuk memecahkan masalah yang
ditemukan di lingkungan sekitarnya.

17
D. Landasan lain

a. Landasan IPTEK dalam Pengembangan Kurikulum


Pendidikan merupakan usaha menyiapkan subjek didik (siswa) menghadapi lingkungan
hidup yang mengalami perubahan yang semakin pesat. Pendidikan adalah usaha sadar untuk
menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi perannya
di masa yang akan datang. Teknologi adalah aplikasi dari ilmu pengetahuan ilmiah dan ilmu-ilmu
lainnya untuk memecahkan masalah-masalah praktis. Ilmu dan teknologi tak dapat dipisahkan.
Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang teramat pesat seiring lajunya perkembangan
masyarakat.

Untuk mencapai tujuan dan kemampuan- kemampuan tersebut, maka ada hal-hal yang
dijadikan sebagai dasar, yakni:

1) Pembangunan IPTEK harus berada dalam keseimbangan yang dinamis dan efektif dengan
pembinaan sumber daya manusia, pengembangan sarana dan prasarana iptek, pelaksanaan dan
penelitian dan pengembangan serta rekayasa dan produksi barang dan jasa.

2) Pembangunan IPTEK tertuju pada peningkatan kualitas, yakni untuk meningkatkan kualitas
kesejahteraan dan kehidupan bangsa.

3) Pembangunan IPTEK harus selaras (relevan) dengan nilai-nilai agama, nilai luhur budaya
bangsa, kondisi sosial budaya, dan lingkungan hidup.

4) Pembangunan IPTEK harus berpijak pada upaya peningkatan produktivitas, efesiensi dan
efektivitas penelitian dan pengembangan yang lebih tinggi.

5) Pembangunan IPTEK berdasarkan pada asas pemanfaatannya yang memberikan nilai tambah
dan memberikan pemecahan masalah konkret dalam pembangunan.

18
Penguasaan, pemanfaatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dilaksanakan oleh
berbagai pihak, yakni:

1) Pemerintah, yang mengembangkan dan memanfaatkan IPTEK untuk menunjang pembangunan


dalam segala bidang.

2) Masyarakat, yang memanfaatkan IPTEK itu pengembangan masyarakat dan


mengembangakannya secara swadaya.

3) Akademisi terutama di lingkungan perguruan tinggi, mengembangkan IPTEK untuk


disumbangkan kepada pembangunan.

4) Pengusaha, untuk meningkatkan produktivitas

Ilmu pengetahuan adalah seperangkat pengetahuan yang disusun secara sistematis yang
dihasilkan melalui riset atau penelitian. Sedangkan teknologi adalah aplikasi dari ilmu
pengetahuan untuk memecahkan masalah-masalah praktis dalam kehidupan. Ilmu dan teknologi
tidak bisa dipisahkan. Sejak abad pertengahan ilmu pengetahuan telah berkembang dengan pesat.
Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa kini banyak didasari oleh penemuan dan hasil
pemikiran para filsuf purba seperti Plato, Socrates, Aristoteles, John Dewey, Archimides, dan lain-
lain.
Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang dimiliki manusia masih relatif
sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai
penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan terus
semakin berkembang.
Seiring dengan perkembangan pemikiran manusia, dewasa ini banyak dihasilkan temuan-
temuan baru dalam berbagai bidang kehidupan manusia seperti kehidupan sosial, ekonomi,
budaya, politik, dan kehidupan lainnya. Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) bukan menjadi
monopoli suatu bangsa atau kelompok tertentu. Baik secara langsung maupun tidak langsung
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut berpengaruh pula terhadap pendidikan.
Perkembangan teknologi industri mempunyai hubungan timbal-balik dengan pendidikan. Industri

19
dengan teknologi maju memproduksi berbagai macam alatalat dan bahan yang secara langsung
atau tidak langsung dibutuhkan dalam pendidikan dan sekaligus menuntut sumber daya manusia
yang handal untuk mengaplikasikannya.

Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu yang
tidak mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap mustahil kalau manusia
bisa menginjakkan kaki di Bulan, tetapi berkat kemajuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi pada pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo berhasil mendarat di Bulan dan Neil
Amstrong merupakan orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan.
Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa
terakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia
sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang
memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang
berlaku pada konteks global dan lokal.
Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang
berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dan standar mutu tinggi. Sifat pengetahuan dan
keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan
kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan
belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan,
serta menngatasi situasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian.
Kegiatan pendidikan membutuhkan dukungan dari penggunaan alat-alat hasil industri
seperti televisi, radio, video, komputer, dan peralatan lainnya. Penggunaan alat-alat yang
dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan program pendidikan, apalagi disaat perkembangan
produk teknologi komunikasi yang semakin canggih, menuntut pengetahuan dan keterampilan
serta kecakapan yang memadai dari para guru dan pelaksana program pendidikan lainnya.
Mengingat pendidikan merupakan upaya menyiapkan siswa menghadapi masa depan dan
perubahan masyarakat yang semakin pesat termasuk di dalamnya perubahan ilmu pengetahuan
dan teknologi, maka pengembangan kurikulum haruslah berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung berimplikasi terhadap
pengembangan kurikulum yang di dalamnya mencakup pengembangan isi/materi pendidikan,

20
penggunaan strategi dan media pembelajaran, serta penggunaan sistem evaluasi. Secara tidak
langsung menuntut dunia pendidikan untuk dapat membekali peserta didik agar memiliki
kemampuan memecahkan masalah yang dihadapi sebagai pengaruh perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Selain itu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga
dimanfaatkan untuk memecahkan masalah pendidikan.
Mengingat pendidikan merupakan upaya menyiapkan siswa menghadapi masa depan dan
perubahan masyarakat yang semakin pesat termasuk di dalamnya perubahan ilmu pengetahuan
dan teknologi, maka pengembangan kurikulum haruslah berlandaskan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa manusia pada masa yang berbeda
dengan masa sebelumnya, bahkan masa yang tidak pernah terbayangkan di masa lalu. Munculnya
hasil-hasil teknologi seperti hasil teknologi transportasi, yang bukan hanya menyebabkan manusia
bisa menjelajah dunia, bahkan hingga luar angkasa. Demikian juga kemajuan dalam teknologi
informasi dan komunikasi, yang memungkinkan manusia untuk mengetahui informasi dari
berbagai belahan dunia dalam waktu singkat. Namun demikian, kemajuan tersebut tidak hanya
memunculkan dampak positif, bersamaan dengan itu muncul pula berbagai dampak negatif
kemajuan teknologi yang sering membuat cemas.
Munculnya permasalahan-permasalahan tersebut menyebabkan tugas-tugas pendidikan
yang diemban sekolah menjadi kian kompleks. Tugas sekolah menjadi semakin berat, dan kadang-
kadang tidak mampu lagi melaksanakan semua tuntutan masyarakat. Bahkan seiring dengan
kemajuan zaman, tugas-tugas yang dahulu bukan menjadi tanggung jawab sekolah kini menjadi
tugas sekolah. Sekolah tidak hanya bertugas menanamkan dan mewariskan ilmu pengetahuan,
tetapi juga harus memberi keterampilan, juga harus menanamkan budi pekerti dan nilai-nilai.
Dengan tugas dan tanggung pendidikan yang demikian berat, kurikulum sebagai alat
pendidikan, harus selalu diperbarui menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi baik isi maupun
prosesnya, mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian cepat.
Pendidikan merupakan usaha menyiapkan anak didik agar siap menghadapi lingkungan yang
senantiasa mengalami perubahan. Kita maklumi bersama bahwa perubahan tersebut berjalan
dengan pesat. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran dan atau latihan, serta membekali anak didik dengan ilmu pengetahuan
guna perannya di masa datang. Sementara itu teknologi adalah aplikasi dari ilmu pengetahuan

21
ilmiah dan ilmu-ilmu lainnya untuk memecahkan masalah-maslaah praktis. Dengan demikian Ilmu
dan teknologi tidak bisa dipisahkan. Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang teramat pesat
seiring lajunya perkembangan masyarakat.
IPTEK dimiliki seluruh bangsa, dan senantiasa berkembang mengikuti perkembangan
masyarakatnya. Perkembangan IPTEK memiliki pengaruh yang cukup luas, meliputi segala
bidang kehidupan. Dalam bidang pendidikan, perkembangan teknologi industri mempunyai
hubungan timbal balik dengan pendidikan. Industri dengan teknologi maju memroduksi berbagai
macam alat-alat dan bahan yang secara langsung atau tidak langsung dibutuhkan dalam
pendidikan. Sebaliknya kegiatan pendidikan membutuhkan dukungan dari penggunakan alat-alat
yang dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan program pendidikan, apalagi di saat
perkembangan produk teknologi komunikasi yang semakin canggih, tentu menuntut pengetahuan
dan keterampilan yang perlu dikuasai oleh anak didik untuk mendapatkan informasi berkaitan
dengan program yang harus dilaluinya.
Mengingat pendidikan merupakan upaya menyiapkan siswa menghadapi masa depan, di
sisi lain perubahan masyarakat termasuk di dalamnya perubahan ilmu pengetahuan teknologi yang
semakin pesat, maka pengembangan kurikulum haruslah berlandaskan IPTEK.
Perhatian terhadap IPTEK sebagai landasan kurikulum, secara langsung adalah dengan
menjadikannya isi/materi pendidikan. Sedangkan secara tidak langsung memberikan kepada
pendidikan untuk membekali masyarakat dengan kemampuan untuk menguasai ilmu pengetahuan
dan teknologi guna menyelesaikan persoalan hidupnya. Khususnya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi juga dimanfaatkan untuk memecahkan masalah pendidikan.
Pendidikan pada dasarnya adalah bersifat normatif, dengan demikian perubahan nilai-nilai yang
diakibatkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi perlu diarahkan agar bisa menuju
pada perubahan yang bersifat positif.
Oleh karena itu pengembangan kurikulum harus senantiasa menjadikan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai landasannya, sehingga menghasilkan kurikulum yang
memiliki kekuatan, dan juga bisa mengembangkan dan melahirkan ilmu pengetahuan dan
teknologi demi lebih memajukan peradaban manusia. Para pengembang kurikulum, termasuk di
dalamnya guru-guru, harus memahami perubahan tersebut, agar isi dan strategi yang
dikembangkan dalam kurikulum tidak menjadi usang, atau ketinggalan zaman.

22
b. Landasan Historis
Landasan Historis berkaitan dengan formulasi program-program sekolah pada waktu
lampau yang masih hidup sampai sekarang, atau yang pengaruhnya masih besar pada kurikulum
saat ini (Johnson, 1968). Oleh karena kurikulum selalu perlu disesuaikan dengan kebutuhan-
kebutuhan dan perkembangan zaman, maka perkembangan kurikulum pada suatu saat tertentu
diadakan untuk memenuhi tuntutan dan perkembangan pada waktu tertentu.

Kurikulum yang dikembangkan pada saat ini, perlu mempertimbangkan apa yang telah
dilakukan dan apa yang telah kita capai melalui kurikulum sebelumnya. Begitu pula selanjutnya,
kita perlu mempertimbangkan kurikulum yang yang ada sekarang waktu mengembangkan
kurikulum di masa depan, karena apa yang telah kita lakukan sekarang akan berpengaruh terhadap
kurikulum yang akan dikembangkan di masa depan.

c. Landasan Yuridis
Kurikulum pada dasaranya adalah produk yuridis yang ditetapkan melalui keputusan
menteri Pendidikan Nasional RI. Sebagai pengejawantahan dari kebijakan pendidikan yang
ditetapkan oleh lembaga legislatif yang mestinya mendasarkan pada konstitusi/UUD. Dengan
demikian landasan yuridis pengembangan kurikulum di NKRI ini adalah UUD 1945 (pembukaan
alinia IV dan pasal 31), peraturan-peraturan perundangan seperti: UU tentang pendidikan (UU
No.20 Tahun 2003), UU Otonomi Daerah, Surat Keputusan dari Menteri Pendidikan, Surat
Keputusan dari Dirjen Dikti, peraturan-peraturan daerah dan sebagainya.

23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kurikulum sebagai suatu rancangan dalam pendidikan memiliki posisi yang strategis,
karena seluruh kegiatan pendidikan bermuara kepada kurikulum. Begitu pentingnya kurikulum
sebagaimana sentra kegiatan pendidikan, maka didalam penyusunannya memerlukan landasan
atau fondasi yang kuat, melalui pemikiran dan penelitian secara mendalam
Dari setiap landasan pengembangan kurikulum yang telah dibahas dalam makalah ini, maka dapat
disimpulkan bahwa begitu pentingnya suatu landasan dalam sebuah kurikulum, karena kurikulum
adalah sebuah rencana pendidikan, diperlukan landasan yang sangat akurat. Agar nantinya bisa
membantu dalam pengembangan dan kemajuan proses pendidikan serta tujuan pendidikan yang
sebenarnya.
Oleh karena itu landasan yang digunakan untuk mengembangkankan kurikulum harus
dicari dengan seleksi yang ketat agar menghasilkan landasan yang kuat dan tepat. Pemahaman dan
cara implementasi yang tepat adalah awal yang baik untuk menajalankan kurikulum. Karena
kerugian pendidikan sangat besar jika kurikulum tersebut tidak dilakukan dengan baik. Peran
kurikulum ini sangat berpengaruh, jadi dibutuhkan landasan yang kokoh dan kuat serta
implementasinya yang tepat. Kurikulum baik pada tahap kurikulum sebagai ide, rencana,
pengalaman maupun kurikulum sebagai hasil dalam pengembangannya harus mengacu atau
menggunakan landasan yang kuat dan kokoh, agar kurikulum tersebut dapat berfungsi serta
berperan sesuai dengan tuntutan pendidikan yang ingin dihasilkan seperti tercantum dalam
rumusan tujuan pendidikan nasional yang telah digariskan dalam UU No.20 Tahun 2003.

24
B. Saran

Sebaiknya peserta didik diberi informasi mengenai landasan-landasan dalam


pengembangan kurikulum. Landasan-landasan kurikulum ini sangat penting dalam pengembangan
kurikulum karena tanpa landasan-landasan tersebut isi kurikulum akan kurang relevan jika
dikaitkan dengan kehidupan nyata. Peserta didik jangan diberikan bentuk kurikulum saja namun
harus mengetahui isi kurikulum, landasan-landasan pengembangan kurikulum serta komponen-
komponen kurikulum yang sesungguhnya akan sangat berguna bagi peserta didik dalam kehidupan
bermasyarakat atau kehidupannya yang nyata kelak.

25
DAFTAR PUSTAKA

Musthofa, Zaeni. 2012. Landasan IPTEK Pengembangan Kurikulum. [Online]. Tersedia:


http://willzen.blogspot.com/2012/01/landasan-iptek-pengembangan-kurikulum.html ( 25 Februari
2013).
Prasetya, Sukma Perdana. 2012. Landasan Kurikulum. [Online]. Tersedia:
http://geo.fis.unesa.ac.id/web/index.php/en/kajian-kurikulum/108-landasan-kurikulum ( 25
Februari 2013).
Mukrima, Syifa. (2012). Landasan Pengembangan Kurikulum. [Online]. Tersedia:
http://www.slideshare.net/SyifaMukrimaa/landasan-pengembangan-kurikulum-15129959 (7
Pebruari 2013)
Rudi, Fedelis. (2013). Landasan Sosiologi, Ilmu Pengetahuan Dan teknologi Dalam
Pengembangan Kurikulum. [Online]. Tersedia: http://fedelisrudi.blogspot.com/2013/01/landasan-
sosiologis-ilmu-pengetahuan.html (7 Pebruari 2013)
Masitoh. (2012). Landasan Kurikulum. [Online]. Tersedia:
http://file.upi.edu/browse.php?dir=Direktori/FIP/JUR._KURIKULUM_DAN_TEK._PENDIDIK
AN/194806261980112-MASITOH/ (7 Pebruari 2013)

Ansyar, Mohammad dan Nurtei. 1993. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Bandung :
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan & Dirjen Dikti.
Karyadi, Benny dan Ibrahim. 1996. Pengembangan Inovasi dan Kurikulum Modul 1 – 6. Jakarta :
Universitas Terbuka, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sudjana, Nana. 1996. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung : Sinar Baru
Algerindo.
Tim Pengembangan MKDP Kurikulum dan Pembelajaran Jurusan Kurikulum dan Teknologi
Pendidikan. 1996. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia No.XX Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional.

26

Anda mungkin juga menyukai