Said Didu berujar pembangunan jalan tol itu telah dirancang sejak tahun 1990-an alias
di era pemerintahan Presiden Soeharto. Bahkan lelang proyek-proyek jalan tol itu
sudah dilakukan sejak 1997. Sempat ada persoalan, proyek pembangunan itu kembali
dievaluasi pada 2004, yaitu di era pemerintahan Presiden Soesilo Bambang
Yudhoyono.
"Waktu itu bersama Pak JK (Wakil Presiden Jusuf Kalla) kami evaluasi satu per satu
ruasnya di kantor beliau," ujar Didu. Salah satu persoalan yang ditemukan adalah
adanya ruas yang dimiliki oleh pengusaha yang perusahaannya belum terdaftar.
"Bagaimana bisa? Padahal mendaftar itu biayanya hanya Rp 1 juta."
Setelah melakukan evaluasi, tutur Didu, pemerintah pun memanggil satu per satu
pengusaha pemilik ruas tol tersebut. "Ada yang mau menyerahkan, ada yang enggak
mau," kata dia. Persoalan tidak selesai di sana, pembangunan jalan tol baru bisa
dilaksanakan setelah adanya pembebasan lahan.
Pada akhirnya, Didu mengatakan Badan Pengatur Jalan Tol bisa merampungkan
kontrak seluruh ruas jalan tol pada 2013, yakni masih pada era pemerintahan
Presiden SBY. Barulah selepas itu, proyek bisa dikerjakan pada 2014. "Sekarang
dikalim seakan-akan... Padahal itu Said Didu presidennya pun tetap bisa," tutur Said
Didu.
"Ada yang menyampaikan. Pak, kami tidak setuju jalan tol. Kami tidak makan
jalan tol. Yang suruh makan jalan tol siapa?" kelakar Jokowi saat menghadiri
acara peringatan ke-72 tahun Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di kediaman
Ketua Majelis Pembina KAHMI Akbar Tandjung, Jakarta, Selasa (5/2/2019).
Jokowi juga berseloroh bahwa memakan aspal jalan tol akan mengakibatkan
sakit perut. "Nanti [kalau] makan semen aspal nanti sakit perut," katanya.
Jokowi menerangkan, selama ini kerja pemerintah tidak hanya membangun jalan
tol. Dia melanjutkan bahwa pemerintah juga membangun berbagai infrastruktur
hingga ke daerah.
"Jadi bukan yang gede-gede saja. Yang kecil-kecil juga yaitu lewat dana desa.
Membangun jalan kecil di desa dan itu sudah panjang sekali," ujarnya.