Anda di halaman 1dari 45

Psikologi industri adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia di tempat kerja.

[1] Ilmu
ini berfokus pada pengambilan keputusan kelompok, semangat kerja karyawan, motivasi
kerja, produktivitas, stres kerja, seleksi pegawai, strategi pemasaran, rancangan alat kerja,
dan berbagai masalah lainnya.[1] Psikolog industri meneliti dan mengidentifikasi bagaimana
perilaku dan sikap dapat diimprovisasi melalui praktik penggajian, program pelatihan, dan
sistem umpan balik.[2] Perkembangan psikologi industri di Indonesia sangat dipengaruhi oleh
perkembangan psikologi di negara-negara barat terutama Amerika Serikat.[3]

Pengertian psikologi industri dan organisasi, sejarah atau latar belakang timbulnya psikologi
industri dan organisasi, serta ruang lingkupnya.

Pengertian

Istilah psikologi industri dan organisasi merupakan terjemahan dari Industrial and Organizationa
Psychology. Perlu ditambahkan bahwa industri tidak hanya terjemahan dari industry tetapi
mencakup juga pengertian business (perusahaan). Selain itu psikologi industri dan organisasi
merupakan hasil perkembangan psikologi umum, psikologi eksperimen dan psikologi kusus.

Secara terminologi, psikologi dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang memepelajari
aktifitas-aktifatas manusia dalam hubungannya dengan lingkungan. Industri dan organoisasi dapat
diartikan sebagai suatu badan usaha dari perrkumpulan ke;lompok manusia yang mempunyai tujuan
bersama untuk menghasilkan suatu produk tertentu.
Berdasarkan pengertian diatas psikologi perusahaan dan organisasi adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari aktifitas-aktifitas manusia dalam hubungannya dengan kehidupan lingkungan
perusahan atau orgasnisasi.

Sejarah atau latar belakang

Psikologi ilmu mulai diperkenalkan di Indonesia sebelum perang dunia ke II, melalui lembaga-
lembaga pendidikan. Psikologi diajarkan di sekolah-sekolah pendidikan guru. Prinsip-prinsip psikologi
ketika itu terutama diterapkan pada bidang pendidikan. Baru pada tahun 1953, dengan didirikannya
Lembaga Pendidikan Asisten Psikologi, psikologi bukan saja merupakan ilmu yang diterapkan
dibidang pendidikan, tetapi mulai menjadi ilmu yang dikembangkan di Indonesia dan diterapkan
keberbagai bidang kehidupan, dalam kehidupan keluarga, sekolah, pekerjaan, dan kehidupan
masyarakat pada umumnya.
Perkembangan psikologi di indonesia, khususnya perkembangan psikoogi industri dan organisasi,
masih sangat dipengaruhi oleh perkembangan psikologi di negara-negara barat, terutama Amerika
serikat. Banyak buku dan majalah psikologi dari negara-negara barat ( yang berbahasa inggris )
merupakan buku pegangan dan buku acuan dalam pengembangan dan penerapan psikologi di
Indonesia. Hal ini pula yang menjadi dasar pemikiran untuk membahas secara singkat bagaimana
perkembanagan psikologi industri dan organisasi di negara-negara barat agar dapat lebih mudah
mengenali dan memahami psikologi industri dan organisasi di Indonesia.

Penerapan psikologi umum di industri sudah mulai dilihat pada permulaan abad ke 20. Tahun 1901,
walter dill scott berbicara tentang kemungkinan penggunaan psikologi dalam periklanan. Tahun 1903
ia menerbitkan bukunya the theory of advertising, yang dipandang sebagai buku pertama yang
membahas psikologi dengan suatu aspek dari dunia kerja (schultz, 1982: 8) tahun 1913 terbit buku
lain dengan judul the psychology of industrial efficiency yang ditulis oleh hugo muensterberg,
psikolog jerman yang mengajar di universitas harvard. Buku ini membahas secara lebih luas bidang
dari psikologi industri. Meskipun sudah pada permulaan abad ke 20 dikenali kemungkinan
penerapan psikologi umum dalam perusaan, penerapan dan perkembangannya yang pesat baru
dimulaidalam dekade 1920.

Ruang lingkup

Psikologi industri dan organisasi adalah ilmu

Diatas telah diuraikan bahwa sejak perang dunia II, psikologi industri dan organisasi mulai
berkembang menjadi ilmu mandiri, menegembangkan ilmunya sendiri yang berlaku umum untuk
situasi industri dan organisasi. Psikologi industri dan organisasi di Indonesia belum sejauh itu
perkembangannya. Dewasa ini psikologi industri dan organisasi di indonesia masih terutama
menerapkan temuan-temuan dari psikologi pada umumnya, psikologi industri dan organoisasi pada
khususnya, kedalam industri dan organisasi.

Psikologi industri dan organisasi mempelajari perilaku manusia

Yang dimaksudkan dengan prilaku manusia adalah segala kegiatan yang dilakukan oleh manusia, baik
yang secara langsung dapat diamati, seperti berjalan, melompat, menulis, duduk, berbicara dan
sebagainya. Maupun yang tidak dapat diamati secara langsung, seperti berpikir, perasaan, motivasi
dan sebagainya.

Perilaku manusia dipelajari dalam perannya sebagai tenaga kerja dan sebagai konsumen
manusia dipelajari dalam interaksi dengan pekerjaannya., dengan lingkungan fisik dan lingkungan
psiko-sosialnya di pekerjaannya. sebagai tenaga kerja manusia menjadi anggota organisasi industri
dan sebagai konsumen ia menjadi pengguna dari produk atau jasa dari organisasi perusahaan.

Perilaku mabnuysia dipelajari secara perorangan dan secara kelompok

dalam organisasi ada unit kerja. unit kerja yang besar terdiri dari unit2 kerja yang lebih kecil dan
masing2 terdiri dari unit kerja yang lebih kecil lagi. dalam hubungan ini dipelajari bagaimana dampak
satu kelompok atau unit kerja terhadap perilaku seorang tenaga kerja dan sebaliknya. juga dipelajari
sejauh mana struktur, pola dan jenis organisasi mempengaruhi tenaga kerjanya, terhadap kelompok
tenaga kerja dan terhadap seorang tenaga kerja.

tentang konsumen dapat berbentuk, sejauh mana ada reaksi yang sama dari kelompok konsumen
dengan ciri2 tertentu terhadap iklan suatu produk. berdasarkan temuan dikembangkan teori aturan2
atau hukum dan prinsip2 yang dapat diterapkan kembali kedalam kegiatan2 industri dan organisasi
untuk kepentingan tenaga kerja, konsumen dan organisasinya dan untuk menguji ketepatannya..
contohnya ditemukannya data tentang perbedaan manager yang berhasil dan yang tidak.

Model-model penelitian dalam psikologi industri dan organisasi.

Hipotesis

 Hipotesis Ilmiah
Hipotesis Umum : Gaya kepemimpinan yang Otoriter mempengaruhi motivasi kerja
Hipotesis Eksplisit : Subjek yang diperlakukan secara otoriter akan membuat motivasi kerja
lebih rendah daripada subjek yang tidak diperlakukan secara otoriter.
 Hipotesis Statistik
Ha : Subjek yang diperlakukan secara otoriter akan membuat motivasi kerja lebih rendah
secara signifikan daripada subjek yang tidak diperlakukan secara otoriter.
Ho : Subjek yang diperlakukan secara otoriter akan membuat motivasi kerja lebih tinggi
secara signifikan daripada subjek yang tidak diperlakukan secara otoriter.

Variabel

 Variabel Bebas : Gaya kepemimpinan yang Otoriter


Variasi : Ada- Tidak ada, yaitu subjek diperlakukan secara otoriter dan tidak diperlakukan
secara otoriter.
Manipulasi : Manipulasi kejadian, yaitu dengan cra memperlakukan gaya kepemimpinan
yang otoriter kepada suatu kelompok subjek dan tidak memperlakukan gaya kepemimpinan
yang otoriter kepada kelompok subjek yang lainnya.
Variabel Terikat : Motivasi kerja
Jenis Pengukuran : Laporan Kerja
Cara Pengukuran : Amplitudo, yaitu diukur dengan menggunakan skala motivasi.
 Variabel Sekunder
Jenis Kelamin (dikontrol dengan teknik blocking, yaitu jumlah laki-laki dan perempuan sama
pada setiap kelompok)
Status sosial ekonomi (dikontrol dengan teknik randomisasi, yaitu secara acak memasukkan
subjek ke dalam kelompok KK dan KE).

Proses Analisis Konten.


Para peneliti harus terlebih dahulu untuk menentukan bahan sampel misalnya, jika sebuah kajian
menyelidiki memerankan laki-laki dan perempuan dalam iklan tv apa yang akan dilakukan, maka
peneliti harus menentukan saluran untuk belajar dan waktu hari bahwa iklan yang direkam

Kuesioner
j meminta kuesioner melibatkan sejumlah besar orang pertanyaan yang disajikan dan jawab pada
formulir.. Pertanyaan yang terstruktur dan dapat ditutup atau buka berakhir. Wawancara. Tterdapat
beberapa berbagai jenis satu ke satu wawancara. Jenis wawancara yang digunakan tergantung pada
tujuan penelitian dan jenis informasi yang dibutuhkan.

Study Kasus
studi kasus adalah sebuah metode untuk mendapatkan informasi yang sangat rinci mengenai
masing-masing satu kasus. kasus dapat seorang individu atau kelompok masyarakat tertentu.

Experimental Designs Kelompok Independen


Kelompok yang independen desain tempat independent variabel adalah operationalised oleh
kelompok-kelompok yang berbeda dari peserta mengambil bagian dalam percobaan di setiap
kondisi.

Correlational Analysis

Correlational analisis tidak teknis metode penelitian, namun ‘correlational studi’ sering digunakan
untuk merujuk ke sebuah penyelidikan yang melibatkan pengukuran untuk menentukan apakah
salah satu variabel yang terkait dalam beberapa cara lain (apakah mereka saling terkait). ada dua
dasar bentuk korelasi: positif dan negative.

Kualitatif Data

Kualitatif data non-numerik, misalnya, kutipan, opini dan melaporkan emosi. Terdapat beberapa
masalah saat memasang ke alamat kualitatif data.
PERANAN PSIKOLOGI INDUSTRI DALAM PERUSAHAAN

BAB I
PENDAHULUAN
A.  LATAR BELAKANG

Psikologi dalam pengertian umum adalah ilmu yang mempelajari tentang


tingkah-laku manusia. Bagi orang awam seringkali Psikologi disebut dengan ilmu
jiwa karena berhubungan dengan hal-hal psikologis/kejiwaan. Sama seperti ilmu-
ilmu yang lain, maka Psikologi memiliki beberapa sub bidang seperti Psikologi
Pendidikan, Psikologi Klinis, Psikologi Sosial, Psikologi Perkembangan, Psikologi
Lintas Budaya, Psikologi Industri & Organisasi, Psikologi Lingkungan, Psikologi
Olahraga, dan Psikologi Anak & Remaja. Dari beberapa sub bidang tersebut
Psikologi Industri dan Organisasi (PIO) merupakan bidang khusus yang
memfokuskan perhatian pada penerapan-penerapan ilmu Psikologi bagi masalah-
masalah individu dalam perusahaan yang secara khusus menyangkut penggunaan
sumber daya manusia dan perilaku organisasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.  PENGERTIAN

Psikologi industri Ilmu yang mempelajari manusia dan segi-segi kejiwaan


dalam konteks kerja di industri atau perusahaan secara sistematis dan ilmiah.
Menurut John Miner peran psikologi industri dalam perusahaan adalah terlibat
dalam proses input, berfungsi sebagai mediator dalam hal-hal yang berorientasi
pada produktivitas, berfungsi sebagai mediator dalam hal-hal yang berorientasi
pada pemeliharaan, terlibat dalam proses output.

Ada beberapa faktor penting dalam karakteristik pekerja yang sukses


secara psikologis, yaitu self confidence, originality, task oriented, future
oriented, risk tasking, people oriented. Di dalam sebuah instansi atau lembaga
pasti akan terjadi interaksi sosial karena itu salah satu faktor yang menunjang
psikologi terhadap sebuah industri atau psikologi industri agar terjadi dampak
yang positif bagi pegawai tersebut, misalnya saja perbedaan individu dalam
kelompok dan kesesuain kelompok, human realition, team work yang solid, relasi
antar manajer dan karyawan.

Dalam perjalanannya sebagai sebuah ilmu, Psikologi telah banyak


memberikan kontribusi bagi perkembangan organisasi atau perusahaan.  Teori,
hasil penelitian dan teknik-teknik atau metode tentang perilaku organisasi telah
banyak diaplikasikan oleh perusahaan dalam meningkatkan kinerja dan
produktivitas. Para lulusan Psikologi yang berkarir dalam dunia bisnis juga telah
banyak menunjukkan peranan penting mereka dalam pengembangan sumber daya
manusia di perusahaan-perusahaan tempat mereka bekerja. Permasalahannya
adalah masih banyak orang yang belum dapat melihat peran tersebut karena
memang cenderung "implisit" artinya seringkali tidak langsung dapat dilihat
secara finansial.

B.  Bagaimana Psikologi Berperan

Secara umum berbagai teori, metode dan pendekatan Psikologi dapat


dimanfaatkan di berbagai bidang dalam perusahaan. Salah satu hasil riset yang
dilakukan terhadap para manager HRD menunjukkan bahwa lebih dari 50%
responden menyebutkan Psikologi Industri dan Organisasi memberikan peran
penting pada area-area seperti pengembangan manajemen SDM (rekrutmen,
seleksi dan penempatan, pelatihan dan pengembangan), motivasi kerja, moral dan
kepuasan kerja. 30% lagi memandang hubungan industrial sebagai area kontribusi
dan yang lainnya menyebutkan peran penting PIO pada disain struktur organisasi
dan desain pekerjaan.

Hasil riset tersebut di atas mungkin hanya menggambarkan sebagian besar


area dimana Psikologi dapat berperan. Satu hal yang belum disebutkan di atas
misalnya peran para psikolog dalam menangani individu-individu yang mengalami
masalah-masalah psikologis melalui employees assistant program (EAP) atau pun
klinik-klinik yang dimiliki oleh perusahaan. Penanganan individu yang mengalami
masalah psikologis sangat besar pengaruhnya terhadap produktivitas dan kinerja
perusahaan. Hal tersebut sangatlah wajar mengingat bahwa perusahaan
digerakan oleh individu-individu yang saling berinteraksi di dalamnya.

Dalam kenyataan sehari-hari banyak faktor-faktor psikologis yang


mempengaruhi seseorang dalam bekerja. Faktor-faktor tersebut seringkali tidak
dapat diselesaikan dengan pendekatan-pendekatan lain di luar psikologi. Contoh:
dalam suatu team yang terdiri dari para pakar yang sangat genius seringkali
justru tidak menghasilkan performance yang baik dibandingkan dengan sebuah
team yang terdiri dari orang-orang yang berkategori biasa-biasa saja.

C.  Pengenbangan Manjemen SDM


Perusahaan membutuhkan adanya Manajemen sumber daya manusia untuk
membantu terwujudnya tujuan perusahaan. Byars dan Rue (1997) menyatakan
bahwa tantangan Manajemen sumber daya manusia saat ini dan mendatang adalah
muncul isu-isu keberagaman di tempat kerja, adanya perubahan tuntutan dari
pemerintah, adanya perubahan struktur organisasi, adanya perkembangan
teknologi khususnya teknologi informatika, dan adanya isu pendekatan
manajemen yang cenderung kearah pemberdayaan karyawan dan tim kerja
mandiri.
Selain itu pula, tantangan MSDM di masa kini dapat digolongkan menjadi
dua, sebagai berikut.
a)    Tantangan Eksternal
a.   Perubahan Lingkungan Bisnis yang cepat
b.  Keragaman Tenaga Kerja
c.   Globalisasi
d.  Peraturan Pemerintah
e.  Perkembangan pekerjaan dan peranan keluarga
f.   Kekurangan Tenaga Kerja yang Terampi
b)   Tantangan Internal
a.      Posisi Organisasi dalam Bisnis yang Kompetitif
b.     Fleksibilitas
c.      Pengurangan Tenaga Kerja
d.     Tantangan Restrukturisasi
e.     Bisnis Kecil
f.      Budaya Organisasi
g.      Teknologi
h.     Serikat Pekerja

D.  Peran Manajemen Sumber Daya Manusia


Manajemen sumber daya manusia (MSDM) adalah fungsi yang berhubungan
dengan  mewujudnya hasil tertentu melalui kegiatan orang-orang. Hal ini berarti
bahwa sumber daya  manusia berperan  penting dan dominan dalam manajemen.
MSDM mengatur dan menetapkan program kepegawaian yang mencangkup
masalah- masalah sebagai berikut:
1.     Menetapkan jumlah, kualitas dan penempatkan tenaga kerja yang efektif sesuai
dengan kebutuhan perusahaan berdasarkan job description, job specification,
job  requirement, dan job evaluation.
2.    Menetapkan penarikan, seleksi, dan penempatan karyawan berdasarkan asas the
right  man in the right place dan the right man in the right job.
3.    Menetapkan program kesejahteraan, pengembangan, promosi dan pemberhentian
4.    Meramalkan permintaan dan penawaran sumber daya manusia pada masa yang
akan  datang
5.    Memperkirakan keadaan perekonomian pada umumnya dan perkembangan
perusahaan pada khususnya.
6.    Memonitor dengan cermat undang-undang perburuhan dan kebijaksanaan
pemberian  balas jasa perusahaan-perusahaan sejenis
7.    Memonitor kemajuan teknik dan perkembangan serikat buruh
8.    Melaksanakan pendidikan, latihan dan penilaian prestasi karyawan
9.    Mengatur mutasi karyawan baik vertikal maupun horisontal
10. Mengatur pensiun, pemberhentian dan pesangaonnya.
Peran MSDM diakui sangat menentukan bagi terwujudnya tujuan, tetapi untuk
memimpin  unsur manusia ini sangat sulit dan rumit.
Tenaga kerja manusia selain mampu, cakap, dan terampil, juga tidak kalah
pentingnya  kemauan dan kesungguhan mereka untuk bekerja efektif dan efisien.
Kemampuan karyawan  dan kecakapan kurang berarti jika tidak diikuti moral
kerja dan kedisiplinan karyawan dalam  mewujudkan tujuan.

E.  Organization Guidelines (Pedoman Organisasi)

Ada beberapa pedoman organisasi yang layak diingat. Tetapi mereka tidak
absolut. Relevansi mereka adalah bergantung pada keadaan. Metode lama telah
muncul sejak lama, ketika  classical principles of organization (line of command,
span of control, dll) yang dirumuskan  oleh Urwick (1947) yang dilihat sebagai
satu-satunya dasar untuk desain organisasi.

Bagaimanapun prinsip ini terus dilakukan oleh banyak manajer. Beberapa


waktu yang lalu Lupton (1975) mengatakan bahwa: µDaya tarik dari desain klasik
berdasarkan sudut pandang manajemen puncak adalah adanya kontrol manajer
atas bawahan. Para manajer menganggap mereka berpikir secara rasional dan
metode ini adalah sebuah pendekatan rasional. Tetapi sebelum jatuh ke dalam
perangkap untuk percaya pada desain klasik, panduan berikut ini patut diingat
dalam studi organisasi dan dapat membantu dalam mendiagnosis masalah:

a)   Alokasi kerja

Pekerjaan yang harus dilakukan harus ditentukan dan dialokasikan untuk suatu
fungsi, unit, departemen, tim kerja, kelompok proyek dan posisi individu. Terkait
dengan jenis kegiatan harus dikelompokkan secara bersama. Akan ada pilihan
untuk membaginya antara bekerja atas produk, proses, pasar atau wilayah
geografis.

b)  Diferensiasi dan integrasi

Sebagai Lawrence dan Lorsch (1969) menekankan, perlu untuk membedakan


antara aktivitas yang berbeda dan harus dilakukan, tetapi juga diperlukan untuk
memastikan bahwa kegiatan ini dilakukan secara terintegrasi, sehingga setiap
orang dalam organisasi bekerja dengan tujuan yang sama.

c)   Teamwork 
Pekerjaan harus didefinisikan dan peran diuraikan dengan jelas sehingga terlihat
mana jenis pekerjaan yang menunjukkan pentingnya kerja sama tim. Daerah di
mana diperlukan kerja sama harus digarisbawahi. Organisasi harus dirancang dan
dioperasikan sedemikian rupa untuk memfasilitasi kerjasama lintas batas
departemen atau fungsional. Jika memungkinkan, tim mengelola diri secara
mandiri dan diberikan tanggung jawab untuk menjalankan urusan mereka sendiri,
termasuk perencanaan, penganggaran dan melatih pengendalian mutu. 
Networking harus didorong dalam arti orang berkomunikasi secara terbuka dan
informal dengan satu sama lain sebagai suatu kebutuhan. Hal ini diakui bahwa
proses informal bisa lebih produktif daripada formal, seperti struktur bagan
organisasi. Sebagai pemikir yang berpengaruh bagi manajemen, Mary Parker
Follett (1924) menekankan, tugas utama  manajemen adalah untuk mengatur
situasi sehingga orang bekerjasama dengan sendirinya.
d)   Flexibility

Struktur organisasi harus cukup fleksibel untuk merespon dengan cepat


terhadap perubahan, tantangan dan ketidakpastian. Fleksibilitas harus
ditingkatkan dengan pembentukan kelompok inti dan menggunakan part time,
seperti pekerja kontrak atau sementara menangani tuntutan tambahan.
e)   Role clarification

Orang harus jelas tentang peran mereka sebagai individu dan sebagai anggota
tim. Mereka  harus tahu apa yang mereka harus pertanggungjawa untuk
menggunakan kemampuan mereka dalam mencapai tujuan yang mereka telah
sepakati dan berkomitmen untuk itu. Peran profil harus digunakan untuk
mendefinisikan area kunci tetapi tidak harus membatasi inisiatif dan tanggung
jawab.

f)   Desentralisasi

Otoritas untuk membuat keputusan harus didelegasikan sedekat mungkin dengan


tempat tindakan sebagai pusat keputusan. Profit harus dibentuk sebagai unit
bisnis strategis yang beroperasi dekat dengan pasar dan dengan tingkat otonomi
yang cukup. Sebuah multiproduct atau bisnis pasar harus mengembangkan sebuah
organisasi federal, dengan setiap entitas federasi menjalankan urusan sendiri,
meskipun mereka akan dihubungkan bersama-sama dengan strategi bisnis secara
keseluruhan.

g)   De-layering

Organisasi harus disusutkan dengan menghilangkan lapisan manajemen yang


berlebihan dan  menjalankan pengawasan dalam rangka untuk meningkatkan
fleksibilitas, memfasilitasi      komunikasi lebih cepat, tanggap, memungkinkan
orang untuk diberikan tanggung jawab yang  lebih sebagai individu atau tim dan
juga mengurangi biaya.

F.  Urain Psokologi Industri Dalam Perusahaan 


a)   Problem keterbatasan tenaga kerja terampil atau disebut paradoks kapasitas
Asia sebagai kawasan dengan penduduk terpadat di dunia saat ini tengah
mengalami keterbatasan dalam pasar tenaga kerja, khususnya ketersediaan
tenaga profesional ahli dan talenta. Terbatasnya talenta tenaga kerja yang ahli
mengakibatkan krisis kepemimpinan, sehingga menghambat pertumbuhan di
banyak organisasi.
b)  Pergeseran norma dan budaya
Selain permasalahan mengenai keterbatasan talenta tenaga kerja, terdapat pula
tantangan lain yakni pergeseran norma dan budaya. Hal ini ditunjukkan dengan
semakin individualistisnya tenaga kerja Asia. “Pada masa lalu, pegawai bekerja
seumur hidup di sebuah perusahan. Tapi, saat ini tenaga kerja semakin sering
berpindah kerja dan mencari kesempatan kerja yang lebih baik,” Bell memberi
contoh.
c)   Perubahan kontrak ketenagakerjaan
Lebih jauh Andrew Bell memaparkan, dewasa ini terjadi penekanan yang lebih
tinggi terhadap kinerja dan orientasi terhadap pelanggan. Akibatnya, mau tidak
mau, perusahaan harus memberikan karyawan kebebasan, motivasi, keberdayaan
dan tantangan yang lebih tinggi dalam pekerjaan.

G.  Relevansi Ilmu Psikologi dengan Manajemen SDM dan Kontribusi 


Keduanya Manajemen Sumber Daya Manusia, disingkat MSDM merupakan
suatu ilmu atau cara bagaimana mengatur sumber daya yang dimiliki oleh individu
dapat digunakan secara maksimal sehingga tujuan (goal) menjadi maksimal.
Manajemen SDM juga merupakan bidang ilmu manajemen yang khusus
mempelajari hubungan dan peranan manusia dalam organisasi. Unsurnya adalah
manusia yang merupakan tenaga kerja pada sebuah lembaga atau organisasi.
Dengan demikian fokus yang dipelajari manajemen sumber daya manusia ini
hanyalah masalah-masalah yang berhubungan dengan tenaga kerja manusia saja.
Manajemen SDM mempergunakan manusia sebagai kajian materi yang
digunakan dalam disiplin ilmu ini. Manusia merupakan makhluk yang berperilaku
sebab perilaku merupakan manifestasi kejiwaan diri manusia. Disiplin ilmu yang
erat kaitannya dengan hal tersebut yakni psikologi. Psikologi merupakan ilmu yang
mempelajari perilaku yang merupakan manifestasi kejiwaan manusia. Dengan
demikian, kedua disiplin ilmu yakni Manajemen SDM dan Psikologi memiliki
relevansi terkait keduanya sama-sama mengkaji manusia. Hanya saja, Manajemen
SDM mempelajari manusia yang beraktivitas dalam suatu organisasi atau
perusahaan terkait dengan pencapaian tujuan organisasi atau perusahaan. Selain
itu, kajian ilmu psikologi juga akan memberikan kontribusi terhadap disiplin ilmu
Manajemen SDM dalam mempelajari tingkah laku manusia serta aktivitas di
dalam mengelola SDM yang mencakup fungsi perencanaan, pengorganisasian,
serta pengawasan dan pengarahan.
Proses perencanaan, pengorganisasian, serta pengawasan dan pengarahan
sumber daya manusia merupakan hal yang kompleks sebab manusia mempunyai
pikiran, perasaan, status, keinginan dan latar belakang yang berbeda atau
berlainan yang dibawa ke dalam organisasi. Oleh sebab itu, perlu didukung dengan
pengetahuan yang mengkaji komponen-komponen kejiwaan pada manusia sebagai
makhluk yang unik. Pengetahuan yang dimaksud yakni terdapat dalam kajian ilmu
psikologi.
Secara umum, berbagai teori, metode dan pendekatan Psikologi dapat
dimanfaatkan di berbagai bidang dalam perusahaan. Salah satu hasil riset yang
dilakukan terhadap para manager HRD menunjukkan bahwa lebih dari 50%
responden menyebutkan Psikologi Industri dan Organisasi memberikan peran
penting pada area-area seperti pengembangan manajemen SDM (rekrutmen,
seleksi dan penempatan, pelatihan dan pengembangan), motivasi kerja, moral dan
kepuasan kerja. 30% lagi memandang hubungan industrial sebagai area kontribusi
dan yang lainnya menyebutkan peran penting PIO pada desain struktur organisasi
dan desain pekerjaan.
Hasil riset tersebut di atas mungkin hanya menggambarkan sebagian besar
area di mana Psikologi dapat berperan. Satu hal yang belum disebutkan di atas
misalnya peran para psikolog dalam menangani individu-individu yang mengalami
masalah-masalah psikologis melalui employees assistant program (EAP) atau pun
klinik-klinik yang dimiliki oleh perusahaan. Penanganan individu yang mengalami
masalah psikologis sangat besar pengaruhnya terhadap produktivitas dan kinerja
perusahaan. Hal tersebut sangatlah wajar mengingat bahwa perusahaan
digerakan oleh individu-individu yang saling berinteraksi di dalamnya.
Menurut John Miner dalam bukunya Industrial-Organizational Psychology
(1992), peran psikologi dalam perusahaan dapat dirumuskan dalam 4 bagian,
antara lain:
1.  Terlibat dalam proses input yakni melakukan rekrutmen, seleksi, dan penempatan
karyawan.
2.  Berfungsi sebagai mediator dalam hal-hal yang berorientasi pada produktivitas
yakni melakukan pelatihan dan pengembangan, menciptakan manajemen keamanan
kerja dan teknik-teknik pengawasan kinerja, meningkatkan motivasi dan moral
kerja karyawan, menentukan sikap-sikap kerja yang baik dan mendorong
munculnya kreativitas karyawan.
3.  Berfungsi sebagai mediator dalam hal-hal yang berorientasi pada pemeliharaan
yakni melakukan hubungan industrial (pengusaha-buruh-pemerintah), memastikan
komunikasi internal perusahaan berlangsung dengan baik, ikut terlibat secara
aktif dalam penentuan gaji pegawai dan bertanggung jawab atas dampak yang
ditimbulkannya, pelayanan berupa bimbingan, konseling dan therapy bagi
karyawan-karyawan yang mengalami masalah-masalah psikologis
4.  Terlibat dalam proses output yakni melakukan penilaian kinerja, mengukur
produktivitas perusahaan, mengevaluasi jabatan dan kinerja karyawan. 
Dari rumusan John Miner tersebut, dapat ditelaah bahwa psikologi sangat erat
kaitannya dengan Manajemen sumber daya manusia. Hal-hal yang menyangkut
penempatan tenaga kerja, pelatihan dan pengembangan tenaga kerja, pengawasan
kinerja, pemeliharaan, serta evaluasi merupakan komponen-komponen prosedur
dalam Manajemen SDM. 

BAB III
PENUTUP
A.  KESIMPULAN
Dari makalah ini maka saya dapat menyimpulkan sebagai berikut :
  Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa psikologi memberikan kontribusi dalam
berjalannya Manajemen SDM dalam suatu organisasi atau perusahaan.
  Organisasi sangat penting dalam sutu perusahaan demi menjang keseinbangan
dalam perusahaan itu. Dalam arti guna berjalanya perusahaan demi besaing atau
bekerja sama dengan perusahaan – perusahaan lain.
B.  SARAN
Dari isi makalah diatas maka saya sarankan sebagai berikut:
  Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kegitan kerja harus di perhatikan
senhiga tidak dapat merugiga pekerja tersebut.
  Hal utama yang harus di perhatikan dalam presos pekerya yaitu menjaga
keselamat keja dan benda kerja sehingga tidak dapat terjadi kesalahan yang
sangat vatal.

DAFTAR PUSTAKA

Armstrong, Michael. 2009. Armstrongs Handbook of Human Resource


Management
Practice. 11th ed. Philadelphia: Kogan Page Ltd

Hasibuan, Melayu S.P. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Bumi
Aksara

Brahmana, Sunardi. S dan Herman Sofyandi. 2007. Transformational Leadership


dan Organizational Citizenship Behaviour di Utama . Laporan Penelitian Kelompok.
Bandung: Fakultas Bisnis dan Manajemen Universitas Widyatama.
PIO, apa dan ruang lingkupnya?

Mungkin kata “Psikologi” cukup familiar ditelinga kita, psikologi sendiri didefinisikan
sebagai ilmu pengetahuan yang berbicara tentang proses berpikir dan perilaku manusia
(Muchinsky, 2010: 2). Adapun tulisan kali ini akan lebih berbicara sepintas tentang salah satu
cabang dari ilmu psikologi, yaitu psikologi Industri dan Organisasi. Dimana, dalam tulisan ini
mendiskusikan tentang apa itu psikologi Industri dan Organisasi, serta juga berbicara tentang
ruang lingkup dan pokok bahasan dari psikologi Industri dan Organisasi atau lebih dikenal
dengan istilah PIO, serta tidak ketinggalan juga berbicara tentang hubungan PIO dengan
keilmuan lain, baik yang merupakan cabang Psikologi maupun ilmu yang lainnya seperti
manajemen, hukum.

Terlintas dipikiran kita, bahwa ketika mendengar PIO (Psikologi Industri dan Organisasi)
maka yang terbayang adalah dunia industri atau pabrikan, sebenarnya pikiran ini juga tidak
ada salahnya. Akan tetapi, penjelasan yang lebih detail disampaikan oleh Cascio (2001 dalam
Rothmann dan Cooper, 2008: 1) bahwa psikologi Industri dan Organisasi adalah salah satu
cabang terapan dari ilmu psikologi yang berfokus pada studi tentang perilaku manusia dalam
konteks dunia kerja, organisasi serta terkait dengan produktivitas. Lebih lanjut, Muchinsky
(2010: 3) menambahkan bahwa dari perspektif professional atau praktisi, PIO lebih
dipandang sebagai sebuah aplikasi dari pemahaman tentang ilmu psikologi untuk
menyelesaikan masalah di dunia kerja. Sehingga, jika pendekatan akademisi dimana terfokus
pada penelitian-penelitian untuk menemukan jawaban, dan juga digabungkan dengan
pendekatan praktisi yang lebih terfokus pada aplikasi suatu konsep pada kehidupan nyata,
maka seringkali model pendidikan yang dilakukan di PIO lebih bersifat scientist-practitioner
model (Muchinsky, 2010: 3).

Selanjutnya, setelah kita mendapatkan penjelasan tentang apa itu PIO, maka pertanyaan
berikutnya yang muncul adalah apa saja yang didiskusikan dalam PIO itu sendiri. Jika diawal
dijelaskan bahwa PIO adalah terapan dari ilmu psikologi dalam konteks dunia kerja, maka
terdapat beberapa poin yang bisa kita tarik disini. Pertama, psikologi sebagai ilmu yang
mempelajari ilmu perilaku di dunia kerja, dimana dunia kerja tidak terlepas dari yang
namanya organisasi,  maka PIO juga akan berbicara tentang Organisasi itu sendiri, dimana
disini mulai dari berbicara tentang teori-teori organisasi, desain organisasi, budaya organisasi,
perilaku organisasi, perubahan dan pengembangan organisasi. Selanjutnya, bahwa jika
melihat trend yang terjadi dewasa ini, bahwa organisasi akan berjalan efektif jika terjalin
interaksi dalam kelompok-kelompok kerja, maka kajian PIO juga meliputi interaksi individu
di dalam kelompok,  dimana pokok bahasannya biasanya terkait dengan dinamika kelompok,
proses kelompok dan komunikasi dalam kelompok. Berikutnya, yang tidak kalah penting
adalah bahwa psikologi mempelajari tentang manusia, maka kajian diskusi dari PIO juga
meliputi aspek individu, dimana hal ini meliputi aspek rekruitmen dan seleksi, perencanaan
karir, pengembangan individu, proses belajar dalam organisasi atau dalam istilah awam
kajian-kajian ini seringkali bersinggungan dengan yang disebut “manajemen sumber daya
manusia”. Sehingga, terdapat tiga poin ruang lingkup yang menjadi kajian PIO yaitu
organisasi, kelompok dan juga individu.

Lebih lanjut, tidak dapat dipungkiri bahwa PIO tidak bisa terlepas dari cabang psikologi yang
lain. Dimana yang paling inti adalah psikologi sosial, jika kita lihat kajian-kajian dari PIO
banyak menggunakan teori-teori psikologi sosial seperti teori medan dari Lewin contohnya.
Beberapa cabang lain juga memiliki kontribusi contohnya dalam kajian individu dan
mengelola konflik di tempat kerja, PIO juga akan belajar banyak dari Psikologi klinis, begitu
pula juga terkait dengan psikologi pendidikan dan perkembangan dimana dalam memberikan
pelatihan maka kita juga mempertimbangkan aspek-aspek belajar pada orang dewasa. Selain
mendapatkan masukan dari dalam cabang ilmu psikologi itu sendiri, dalam aktivitas sehari-
hari seorang praktisi PIO juga banyak masukan dari berbagai cabang ilmu seperti Ergonomi,
Manajemen, Sosiologi dan Hukum serta cabang ilmu yang lainnya. Hal ini dapat ditarik
kesimpulan bahwa PIO dalam melakukan studi tidak bisa secara egois melepaskan diri atau
merasa superior, karena PIO juga mendapatkan banyak kontribusi dari ilmu-ilmu yang
lainnya pula.

METODE PENELITIAN PSIKOLOGI

          Metode penelitian dalam pengukurannya dapat dilakukan dengan berbagai metodenya,
kita dapat melakukan sebuah eksperimen atau dengan menggunakan wawancara dan survey.
Ketika kita mengamati, kadang-kadang penting mengendalikan faktor-faktor tertentu yang
menentukan perilaku, tetapi bukan hanya fokus untuk penelitian tersebut  penelitian para
psikolog biasanya ingin menarik kesimpulan yang akan diterapkan pada sekelompok orang
yang lebih besar daripada subjek penelitian yang mengikuti penelitian mereka. Dalam
psikologi teori membantu untuk mengatur dan mengaitkan pengamatan dan penelitian.  Teori
adalah gagasan yang luas atau sekumpulan gagasan yang terkait erat yang berupaya
menjelaskan beberapa penelitian. 

Terdapat langkah-langkah dalam metode penelitian yaitu :

1. Mengamati sejumlah gejala


2. Merumuskan hipotesis dan dugaan
3. Menguji melalui penelitian empiris
4. Menarik kesimpulan
5. Mengevaluasi kesimpulan

Teori modelling : Albert Bandura (1965) dengan penelitiannya Bobo doll’s.  Beliau
membawa anak-anak ke dlam laboratorium dan membiarkan mereka mengamati seorang
dewasa yang sedang memukuli sebuah boneka  bobo plastik yang tingginya kira-kira 1 meter.
Bandura ingin mengetahui sejauh mana anak-anak itu akan meniru perilaku orang dewasa
tersebut. Setelah anak-anak melihat orang dewasa itu menyerang boneka bobo, mereka juga
akan memukul mainan tersebut secara agresif. Bandura memiliki kontrol sepenuhnya ketika
anak-anak tanpa disadari bahwa mereka telah menjadi sebagai model atau subjeknya.

1. Eksperimen           

            Eksperimen adalah suatu percobaan atau serangkaian percobaan pada sebuah proses
atau sistem yang dilakukan dengan perubahan yang sengaja dilakukan pada variabel input
sehingga kita dapat mengamati dan mengidentifikasi penyebab perubahan pada output sistem
tersebut. Eksperimen diyakini mempengaruhi perilaku yang diteliti, dimanipulasi dengan
prosedur yang dikontrol secara seksama di mana satu atau lebih variabel yang dibuat konstan.
Jika perilaku yang diteliti berubah suatu saat sebuah variabel akan dimanipulasi, kita dapat
mengatakan bahwa variabel yang dimanipulasi menyebabkan perubahan-perubahan perilaku.
Dengan kata lain, eksperimen telah memperlihatkan sebab dan akibat. Sebab ialah perilaku
yang dimanipulasi dan akibat ialah perilaku yang berubah karena manipulasi. Penempatan
acak (random assignment) terjadi ketika para peneliti menempatkan subjek secara kebetulan
kedalam kondisi eksperimen dan kontrol, sehingga mengurangi kemungkinan bahwa hasil
eksperimen akan disebabkan oleh beberapa perbedaan yang telah ada sebelumnya.

Penempatan acak atau random assignment adalah peneliti menempatkan sebuah subjek
penelitian ke dalam suatu kelompok tanpa disengaja. Teknik ini mengurangi kecenderungan
bahwa hasil eksperimen akan sangat dipengaruhi oleh perbedaan antar kelompok yang sudah
ada sebelumnya (Martin, 2004). Jumlah subyek untuk penelitiannya dibutuhkan banyak,
sehingga dengan luasnya atau banyaknya subyek penelitian maka hasil yang didapatkan
obyektif. Terdapat beberapa aspek penting dalam teori modelling atau eksperimen, yaitu :

1. Subjek
2. Objek
3. Treatment
4. Observasi atau perekaman : pengukuran
5. Observer : pelaku pengukuran
6. Variabel : perilaku modelling

-         Variabel Independen (bebas)

-         Variabel Dependen (Terikat)

1. Etika (aspek terpenting dalam penelitian)


2. Hipotesis

Subjek adalah individu yang akan diteliti atau dibeikan sebuah eksperimen. Misalnya, anak
yang terdapat di penelitian Bandura dengan Bobo doll’s nya.

Objek adalah alat yang digunakan untuk melakukan penelitian eksperimen.

Treatment adalah pemberian perilaku terhadap subjek tersebut.

Observasi adalah pengukuran yang dilakukan terhadap subjek dan objek. Peneliti
mengidentifikasi subjek dengan mengamati perilaku subjek setiap harinya untuk mengetahui
hasilnya.

Observer adalah pelaku pengukuran tersebut yang dimana ia memiliki tugas untuk
mengidentifikasi subjek.

Variabel adalah segala sesuatu yang dapat berubah. Terdapat dua variabel dalam eksperimen
yaitu variabel independen (bebas) dan variabel dependen (terikat). Variabel bebas adalah
faktor eksperimental yang dimanipulasi. Ia adalah potensi penyebab. Penamaan ”bebas”
digunakan karena variabel ini digunakan untuk dapat dimanipulasi mandiri dari faktor lain
untuk menentukan akibatnya. Para peneliti memiliki banyak pilihan yang terbuka untuk
mereka memilih variabel bebas dan satu eksperimennya dapat melibatkan beberpa variabel
bebas. Variabel terikat adalah faktor yang dapat berubah dalam suatu eksperimen sebagai
respons terhadap perubahan pada variabel bebas.  Sebagaimana peneliti memanipulasi
variabel bebas, mereka mengukur variabel terikat untuk berbagai hasil akibat. sebuah aspek
penting dari pengonseptualisasian sebuah masalah penelitian adalah menghasilkan cara
konkret untuk mengukur variabel sendiri yang diteliti.
Etika adalah aspek terpenting dalam melakukan sebuah penelitian. Dimana peneliti harus
memikirkan kembali apakah eksperimen yang akan dilakukan melanggar sebuah etika atau
dapat dikatakan tidak memiliki etika untuk mengeksperimenkan penelitian yang akan
dilakukan. Misalnya: eksperimen perbedaan anak dibawah umur merokok karena dipengaruhi
lingkungan atau teman sebaya. Tidak memungkinkan jika anak dibawah umur kita berikan
rokok untuk mengetahui hasilnya. kode etik yang diadopsi oleh APA menginstruksikan para
peneliti untuk melindungi subjek mereka dari bahaya mental dan fisik. kepentingan terbaik
subjek harus dijaga terutama di dalam pikiran peneliti. semua subjek harus memberi
persetujuan mereka untuk berpastisipasi dalam studi penelitian, yang mensyaratkan bahwa
subjek harus mengetahui bagaimana partisipasi mereka akan dilibatkan dan resiko apa yang
mungkin berkembang. misalnya, subjek penelitian satu dengan satu yang lain harus
diberitahukan sebelumnya bahwa kuisioner dapat merangsang pemikiran tentang isu yang
mungkin tidak  mereka antisipasi. subjek juga harus diinformasikan bahwa dalam beberapa
hal suatu diskusi tentang isu yang mungkin dimunculkan dapat memperbaiki. persoalan etis
khusus mengatur pelaksanaan penelitian dengan anak-anak. pertama jika anak-anak harus
diteliti, harus ada persetujuan yang diinformasikan dari orang tu atau wali yang sah. Orang
tua memiliki hak untuk memperoleh gambaran yang memiliki lengkap dan akurat tentang apa
yang akan dilakukan pada dan oleh anak-anak mereka dan dapat menolak untuk brpastisipasi.
kedua, anak-anak juga memiliki hak. Psikolog berkewajiban menjelaskan secara persis apa
yang akan dialami oleh anak-anak. anak dapat menolak untuk berpastisipasi, bahkan setelah
persetujuan orang tua diberikan. jika demikian, para peneliti haruslah tidak menguji anak.
Ketiga, psikolog harus selalu menimbang potensi yang membahayakan anak-anak
dibandingkan dengan prospek manfaatnya bagi mereka. Keempat karena anak-anak berada
dalam suatu posisi yang rawan dan lemah serta kurang kendali ketika menghadapi orang
dewasa, psikolog sebaiknya selalu berusaha membuat pertemuan profesional sebagai suatu
pengalaman yang positif dan mendukung.

Hipotesis adalah pernyataan sementara saat penelitiaan. Gagasan yang muncul secara logis
dari sebuah teori. Ia merupakan suatu peramalan yang dapat diuji, bisa juga dianggap sebagai
sebuah tebakan ilmiah atau teori yang diberikan dan penerapan logika.

Tujuan dari ekperimen sendiri adalah untuk mengontrol sebuah perilaku yang dimunculkan
dimana penelitian eksperimen dilakukan untuk mengetahui sebuah hasil akhir yang dapat
diidentifikasi bagaimana setiap individu berperilaku. Dimana tujuan dari ilmu psikologi
adalah mengamati serta memahami perilaku dan menarik kesimpulan memahaminya untuk
mengaplikasikan ilmu psikologi tersebut untuk mengontrol perilaku yang dimunculkan.

Beberapa peringatan mengenai penelitian eksperimen, Validitas merujuk pada kekuatan


kesimpulan yang kita tarik dari suatu eksperimen. Ada dua jenis validitas yang penting bagi
desain eksperimental. Jenis pertama adalah validitas ekologi (ecological validity) yang
merujuk pada tingkat di mana desain eksperimental mewakili persoalan-persoalan di dunia
nyata seperti yang seharusnya ditangani. Hal ini bermaksud, apakah metode eksperimental
yang seharusnya ditangani.  Tujuannya untuk mengetahui apakah metode eksperimental dan
hasilnya dapat digeneralisasikan kepada dunia nyata.

2. Survey dan Wawancara


Survey adalah suatu bentuk penelitian untuk dapat memperoleh informasi serta argumen
dalam bentuk kuisioner atau wawancara kepada responden. Penelitian seperti ini diberikan
kepada responden secara spesifik, dalam bentuk sebuat pertanyaan atau pilihan. Survey
adalah cara terbaik untuk mendapatkan sebuah informasi yang menanyakan untuk hasil
jawaban yang dibutuhkan peneliti. Pertanyaan yang diajukan juga cukup spesifik dan standar.
Survey yang baik adalah dimana isi dari pertanyaan tersebut jelas dan tidak memungkinkan
responden menjawab dengan ambigu serta memungkinkan penilaian akan keaslian jawaban.
Pertanyaan dapat berupa keyakinan agama, kebiasaan individu atau dapat pula pengendalian
individu.  Keuntungan utama dari survey ialah dapat dengan mudah diberikan kepada
sejumlah besar responden.

            Wawancara juga sebuah metode penelitian yang sering digunakan oleh peneliti.
Karena wawancara bersifat terbuka. Wawancara dapat dilakukan dengan bertatap muka,
melalui telepon atau melalui media seperti internet. Model wawancara beragam, mulai dari
yang sangat tidak terstuktur hingga yang sangat terstruktur. Struktur ditentukan oleh
pertanyaan-pertanyaan itu sendiri atau pewawancara. Survey dan wawancara bersifat
terstruktur dan terbuka. Pertanyan-pertanyaan bersifat spesifik. Survey dan wawancara
memiliki masalah dalam penelitiannya, kecenderungan responden untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan dengan cara yang mereka pakai  untuk diterima atau digunakan secara
sosial, bisa saja mereka menjawab dengan apa yang benar-benar muncul dalam pikiran atau
yang mereka rasakan daripada dengan cara mengkomunikasikan apa yang benar-benar
pikirkan. contoh-contoh pertanyaan wawancara yang terstuktur adalah : pada minggu lalu,
seberapa sering anda meneriaki pasangan, dan berapa sering pada tahun yang lalu anak anda
terlibat dalam perkelahian di sekolah. 

Kadang-kadang cara terbaik dan tercepat untuk memperoleh informasi dari orang-orang
adalah dengan cara meminta informasi dari mereka. para psikolog menggunakan wawancara
untuk mengetahui pengalaman dan sikap para individu. 

Terdapat beberapa aspek penting saat melakukan penelitian dengan metode survey yaitu :

1. Responden (subjek) : 
2. Alat ukur (angket, skala, kuisioner) : Isinya berupa pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan untuk dijawab oleh responden.
3. Hipotesis : aspek penting dari pengujian hipotesis adalah analisis data.
4. Pengukuran
5. Variabel

Pewawancara yang berpengalaman mengetahui bagaimana memudahkan responden dan


mendorong mereka untuk terbuka  penggunaan strategi wawancara ini memaksa para peneliti
untuk terlibat dan bukan terpisah dari subjek mereka yang menghasilkan pemahaman yang
lebih baik. Satu contoh sebuah survey yang dilakukan Gallup (1999), menanyakan para orang
tua mengenai keyakinan mereka tentang masalah terpenting yang dihadapi sekolah. Masalah-
masalah tersebut : 43 persen mengatakan obat-obatan terlarang , 40 persen hubungan seksual,
39 persen disiplin di dalam kelas, 28 persen kekerasan, dan 25 persen tekanan sosial di antara
siswa untuk menjadi populer. survey ini dilakukan melalui wawancara telepon dengan sampel
yang dipilih secara acak sebanyak 338 orang tua di Amerika Serikat. Pembahasan mengenai
sampling acak sebelumnya karena sampling acak dianggap sebagai aspek penting dari proses
survey.
Kuesioner adalah sama dengan wawancara yang sangat terstruktur kecuali responden
membaca pertanyaan-pertanyaan dan menandai jawaban-jawaban mereka di atas kertas dan
bukan menjawab secara verbal kepada pewawancara. 

Kedua metode tersebut memiliki perbedaan yang spesifik yaitu eksperimen memiliki sebuat
treatment atau pemberian perilaku terhadap subjek sedangkan metode penelitian survey tidak
menggunakannya melainkan hanya pemberian sebuah angket, wawancara dan kuisioner.

1. Metode Psikologi Industri dan Organisasi


Ditulis pada April 25, 2013

METODE PSIKOLOGI INDUSTRI DAN ORGANISASI


Psikologi sebagai ilmu

Perkembangan psikologi industri di Indonesia sangat dipengaruhi oleh perkembangan


psikologi di negara-negara barat terutama Amerika Serikat. Psikologi sebagai ilmu dimulai
dengan pendirian laboratorium pada tahun 1875 oleh Wilhelm Wundt, di Leipzig Jerman.
Dari titik awal inilah dimulai eksperimen-eksperimen dengan menggunakan metode ilmiah
yang mempelajari gejala-gejala psikis seperti proses pengenalan, pengamatan, ingatan,
pikiran dan sebagainya. Bidang ini dinamakan Psikologi Eksperimen.
Gejala-gejala psikis dan perilaku manusia yang dipelajari oleh psikologi eksperimen
merupakan dasar terbentuknya teori dan unsur-unsur dari aturan serta prinsip-prinsip yang
berlaku umum, kemudian dilakukan di bidang industri. Namun dalam hal ini hasilnya kurang
dapat diandalkan karena kajiannya di dalam suatu laboratorium yang menggunakan
rancangan eksperimen. Sebagai kelengkapan dari cara penelitian laboratorium ini orang
mengadakan penelitian lapangan, sehingga kedua penelitian tersebut saling melengkapi.
Penerapan psikologi umum di bidang industri dimulai pada permulaan abad ke-20, yaitu di
bidang periklanan. Berbagai buku diterbitkan oleh para ahli yang membahas mengenai
psikologi dengan suatu aspek dunia kerja, tentang efisiensi di dunia industri.
Meskipun mulai permulaan abad ke-20 sudah dikenali kemungkinan penerapan psikologi
umum dalam perusahaan, namun penerapan dan perkembangannya yang pesat baru dimulai
dalam dekade 1920.
1. Dengan dipelopori oleh Frederick Winslow Taylor, mulailah kerja sama sarjana psikologi
eksperimen dan sarjana teknik industri menggarap studi baru, yaitu mencari kesesuaian dan
penyesuaian lingkungan kerja fisik, peralatan kerja dan proses kerja dengan keterbatasan
kemampuan fisik dan psikis manusia sebagai tenaga kerja. Dari titik awal ini timbul apa yang
disebut ergonomi, atau psikologi perekayasaan, yaitu ilmu yang mempelajari dan mencari
cara-cara bekerja secara efisien dengan menyesuaikan peralatan canggih dengan kemampuan
atau keterampilan manusia yang harus mengoperasikan peralatan tersebut.
2. Penelitian mengenai akibat dari aspek-aspek fisik dari lingkungan kerja terhadap efisiensi
pekerja, dilakukan di Hawthorne Illinois, di pabrik Western Electric Company.
3. Mulai tahun 1960-an penerapan psikologi di bidang penjualan, dengan mengadakan
penelitian perilaku konsumen. Sehubungan dengan hal tersebut maka dimulai kegiatan
promosi melalui berbagai media untuk menarik hati konsumen

Para sarjana psikologi mendapati hubungan antarmanusia dalam industri, mempelajari


organisasi sebagai suatu keseluruhan, struktur dan iklim berbagai macam organisasi, pola dan
gaya komunikasi, struktur sosial formal dan informal yang ditimbulkan, untuk menentukan
pengaruh dan akibatnya terhadap perilaku tenaga kerja.

Istilah-istilah
1. psikologi eksperimen
2. persepsi hukum kedekatan
3. ergonomi

Psikologi Diferensial

Berdasarkan temuan-temuan psikologi eksperimen, berkembang pula psikologi diferensial


atau disebut juga psikologi khusus, dengan tokohnya William Stern, yang menerbitkan
bukunya “Die Differentielle Psichologie” yang mengulas secara sistematik bidang-bidang
dan metode dari psikologi khusus.
Kemudian dari psikologi diferensial ini, berkembanglah psychotechniek yang kemudian
terkenal dengan psikometri, yang mempelajari dan mengukur gejala-gejala psikis yang khas
dari seseorang, yaitu keunikan atau perbedaan antar manusia.
Alat-alat ukur yang digunakan untuk keperluan tersebut, kemudian dikenal dengan tes
psikologi.
Tes psikologi pertama dikembangkan di Perancis oleh Binet dan Simon. Tes ini kemudian di
adaptasi dan dikembangkan di negara-negara lain Di Amerika Serikat dikenal sebagai
Terman-Merrill Intelligence Test. Selain itu dikenal pula Army Alpha Tes yang digunakan
khusus dalam seleksi tentara dan Army Beta Tes, khusus untuk mereka yang buta aksara.
Selanjutnya tes psikologi berkembang dengan tes-tes inteligensi, tes kemampuan, tes
kepribadian dan minat yang bisa digunakan dalam seleksi, bimbingan, penyuluhan dan
rehabilitasi. Selain itu juga digunakan untuk keperluan rotasi, pengembangan karier serta
meningkatkan motivasi kerja.

Istilah-istilah
a. psikologi diferensial
b. psychotechniek
c. psikometri

Psikologi Industri dan Organisasi di Indonesia


Perkembangan psikologi di Indonesia dimulai akhir tahun 1949 atau awal tahun 1950 dengan
adanya penggunaan tes-tes psikologi yang dilakukan oleh Balai Psychotechniek dan Pusat
Psikologi Angkatan Darat yang menggunakannya untuk seleksi dan penjurusan berdasarkan
pengukuran psikometris.
Baru pada tahun 1953, Prof. Slamet Iman Santoso, mendirikan Lembaga Pendidikan Asisten
Psikologi dan Balai Psychotechniek. Kedua lembaga tersebut kemudian disebut menjadi
bagian Psikologi Kejuruan dan Perusahaan.
Lembaga Pendidikan Psikologi, berkembang menjadi Jurusan Psikologi Kejuruan Fakultas
Kedokteran U.I. Tahun 1960 jurusan Psikologi Kejuruan dan Perusahaan sebagai salah satu
bagiannya.
Bagian ini kemudian menjadi Jurusan Psikologi Industri dan Organisasi. Pengembangan
jurusan ini dipelopori oleh Fakultas Psikologi U.I. dan Fakultas Psikologi Universitas
Padjajaran (1963), kemudian disusul oleh Fakultas Psikologi UGM (1965).
Masalah-masalah yang dihadapi dalam pengembangan Psikologi Industri dan Organisasi di
Indonesia antara lain bahwa untuk mengadaptasikan hasil penelitian, teori yang berkembang,
metodologi dan peralatan canggih dari dunia barat agar sesuai dengan kondisi di Indonesia,
kita menghadapi kesulitan dengan kurang atau terbatasnya dana, tenaga peneliti yang ada,
serta kesiapan untuk menerapkan psikologi di bidang tenaga kerja, organisasi di perusahaan.
Sehubungan dengan itu maka psikologi industri dan organisasi di Indonesia dewasa ini masih
merupakan ilmu terapan, dalam arti bahwa kegiatannya masih pada bidang pelaksanaan
pemeriksaan untuk seleksi dan penempatan, penyuluhan, bimbingan kejuruan, pengembangan
karier serta pelaksanaan program latihan di perusahaan. Sedang di bidang organisasi,
perekayasaan manusia dan penelitian perilaku konsumen belum banyak dilakukan.

Pengertian Psikologi Industri dan Organisasi

Psikologi industri dan organisasi merupakan hasil perkembangan psikologi umum, psikologi
eksperimen dan psikologi khusus di mana penerapannya secara luas di bidang industri
berlangsung sekitar tahun 1930-an. Sampai Perang Dunia ke-2 psikologi industri (belum ada
tambahan organisasi) kegiatan utamanya menerapkan metode, fakta dan prinsip-prinsip
psikologi pada manusia sebagai tenaga kerja. Baru sejak perang dunia ke-2 psikologi industri
dan organisasi menjadi ilmu mandiri dengan kegiatannya.
1. melaksanakan penelitian ilmiah dalam kaitannya dengan peran atau perilaku manusia
dalam organisasi dan organisasi itu sendiri;
2. mengembangkan teori-teori dan menguji kebenarannya;
3. menerapkan penemuan-penemuan baru.

Dengan kegiatan-kegiatan tersebut, psikologi industri dan organisasi merupakan keseluruhan


pengetahuan yang berisi fakta, aturan, dan prinsip-prinsip tentang perilaku manusia di bidang
pekerjaan.
Sehubungan dengan kegiatan-kegiatan tersebut maka psikologi industri dan organisasi perlu
diupayakan penggunaannya untuk kepentingan dan kemanfaatan semua pihak yang terkait
dan harus diupayakan agar dalam penerapannya tidak terjadi penafsiran yang keliru.
Psikologi industri dan organisasi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam
perannya sebagai tenaga kerja dan konsumen baik secara perorangan maupun secara
kelompok.
Yang dimaksud dengan perilaku adalah segala kegiatan yang dilakukan oleh manusia, baik
yang dapat diamati secara langsung (perilaku terbuka) seperti berjalan, berbicara, dan lain-
lain maupun yang tidak dapat diamati secara langsung (perilaku tertutup) seperti berpikir,
motivasi, dan lain-lain.
Di Indonesia sendiri, psikologi industri dan organisasi perkembangannya masih terbatas pada
kegiatan, terutama yang menerapkan temuan-temuan dari psikologi pada umumnya, psikologi
industri dan organisasi pada khususnya, dan dalam industri dan organisasi.
Sebagaimana dikemukakan dalam psikologi industri dan organisasi perilaku manusia
dipelajari dalam perannya sebagai tenaga kerja dan sebagai konsumen.
Sebagai tenaga kerja, perilaku dipelajari di dalam lingkungan kerja, di dalam melaksanakan
tugas pekerjaannya, saling pengaruh dalam hubungan tersebut, sejauhmana tenaga kerja
sesuai dengan pekerjaannya.
Sebagai tenaga kerja manusia menjadi anggota organisasi industrinya, sebaliknya sebagai
konsumen manusia menjadi pemakai (user) dari produk jasa dari organisasi industri.
Selain daripada itu manusia dipelajari secara perorangan dan kelompok. Dalam hubungan
unit-unit organisasi, struktur, pola dan jenis organisasi dipelajari bagaimana dampaknya
terhadap perilaku seorang tenaga kerja, dan sebaliknya.
Dari temuan-temuan yang ada maka didapat data-data antara lain:
1. adanya teori-teori, aturan-aturan dan prinsip-prinsip yang dapat diterapkan kembali ke
dalam kegiatan-kegiatan industri dan organisasi untuk kepentingan tenaga kerja, konsumen
dan organisasinya.
2. terkumpul data bahwa tidak setiap manajer berhasil dalam pelaksanaan tugas
pekerjaannya.
3. beda utama antara manajer yang berhasil dengan manajer yang kurang berhasil terletak
pada kecepatan dan ketepatan memecahkan masalah dan mengambil keputusan.

Temuan-temuan yang didapat ini dapat digunakan untuk mengembangkan tes-tes, latihan-
latihan bagi calon-calon manajer dan seleksi para calon manajer.

Wawasan Psikologi Industri dan Organisasi

Dengan berkembangnya psikologi menjadi ilmu yang mandiri di mana wawasannya semakin
luas, maka kegiatannya tidak hanya menerapkan metode, fakta dan prinsip-prinsip dari
psikologi pada manusia sebagai tenaga kerja, melainkan melaksanakan juga penelitian dalam
upaya menjawab pertanyaan dasar tentang manusia dalam organisasi serta organisasi itu
sendiri. Dengan meluasnya wawasan tersebut maka namanya menjadi Psikologi Industri dan
Organisasi.
Yang dimaksud dengan organisasi adalah:
organisasi formal yang tujuan utamanya
– mencari keuntungan dari hasil produksi dan jasa;
– bukan mencari keuntungan, misalnya lembaga pendidikan, Rumah Sakit, dan sebagainya.

Organisasi sebagai Suatu Sistem


Sistem merupakan suatu tata tingkat: artinya sistem berinteraksi dengan sistem lainnya dan
membentuk suatu supra sistem. Suatu sistem terdiri dari dua atau lebih subsistem yang saling
berinteraksi dan masing-masing subsistem terdiri dari sistem yang lebih kecil yang saling
berinteraksi; demikian seterusnya. Dalam hal organisasi (industri), juga merupakan suatu
sistem yang terdiri dari subsistem, yaitu satuan kerja yang besar (misalnya divisi atau
urusan).
– Satuan kerja yang besar ini terdiri dari satuan-satuan kerja yang lebih kecil, misalnya
bagian,
– Bagian terdiri dari satuan yang lebih kecil lagi misalnya seksi dan seterusnya, sampai ke
satuan kerja yang terkecil, yaitu tenaga kerja.

Pengertian Seleksi dan Penempatan


Organisasi industri secara terus menerus berada dalam suatu proses interaksi. Sebagai suatu
sistem organisasi industri dipengaruhi sistem lain yang disaring oleh batas atau komponen
rentang batas dari sistem. Komponen rentang batas ini dapat ditemukan pada tingkat-tingkat
manajemen puncak, madya, dan bawah dalam hubungannya dengan lingkungannya atau
dengan sistem lain. Seleksi dan penempatan merupakan fungsi batas atau fungsi komponen
rentang batas dari sistem. Sasaran seleksi adalah suatu rekomendasi atau suatu keputusan
menerima atau menolak seorang calon berdasar dugaan tentang kemungkinan-kemungkinan
keberhasilan dari calon.
Sasaran penempatan adalah rekomendasi untuk mendistribusikan calon pada pekerjaan yang
berbeda-beda berdasar dugaan tentang kemungkinan keberhasilan dari calon.

Perbedaan Individual

Terbentuknya suatu organisasi (termasuk organisasi industri) melalui usaha perorangan atau
sekelompok orang. Sedang perkembangannya bisa dimulai secara kecil-kecilan kemudian
berkembang menjadi besar.
Organisasi yang terbentuk langsung sedang “besar atau besar” dinamakan terbentuk melalui
“cetak” biru usaha.
Dalam berkembangnya organisasi maka terjadilah diferensiasi atau “pecah”nya suatu
pekerjaan menjadi beberapa macam pekerjaan. Terlebih dengan penerapan teknologi dalam
industri maka berbagai macam pekerjaan tersebut menuntut pula kekhususan (spesialisasi)
pengetahuan dan keterampilan.
Akibatnya tidak setiap orang dapat mengerjakan segala macam pekerjaan. Dari satu jenis
pekerjaan pun menuntut kemampuan yang berbeda-beda.
Perbedaan atau keunikan dan kesamaan seseorang oleh Kluckhohn dibagi menjadi 3:
1) manusia sama seperti manusia lainnya.
2) manusia sama seperti kelompok manusia lainnya.
3) manusia tak sama dengan manusia lainnya.

Apabila dilakukan pengukuran berbagai cara manusia kemudian digambarkan dengan suatu
kurva distribusi normal akan diperoleh gambar:
1) Kurva tersebut Simetris dengan pusat kurvanya (50%) di sebut rata-rata.
2) Populasi yang terwakili dalam kurva dapat dibagi 4 bagian yang sama besar.
3) Variasi yang terbesar dalam kecakapan perorangan terjadi pada kuartal pertama dan
keempat.
4) Pada kedua kuartal di tengah (=50%) lebih homogen, tak banyak perbedaan kemampuan
mereka.
5) Dengan gambaran tersebut, orang menganggap bahwa semua orang berkarya atau
berprestasi pada tingkat yang sama. Dan dikarenakan setengah dari populasi tersebut
berkecakapan mendekati rata-rata, maka dapat terwakili pada kelompok kecil. Prestasi kerja
mereka yang digunakan sebagai standar.
6) Keadaan ini bagi perusahaan menimbulkan masalah, sebab bagi pekerja yang
kecakapannya tinggi, standar prestasi tersebut mudah dicapai akibatnya mereka nampak tidak
mempunyai pekerjaan lagi dan nampak bermalas-malasan. Sebabnya bagi tenaga yang
kurang kecakapannya karena tidak dapat mencapai standar prestasinya akan nampak
bermalas-malas juga. Kemungkinan lain adalah bahwa kelompok kerja akan menyesuaikan
prestasi kerjanya dengan tingkat prestasi kerja terendah dari kelompoknya.

Sehubungan dengan perbedaan individual ini maka dalam seleksi dan penempatan tujuannya
melihat dan menentukan sejauh mana calon tanpa melihat jenis kelamin, pengalaman dan
pendidikannya, memiliki ciri-ciri pribadi yang menjadi persyaratan yang harus dipenuhi
untuk suatu pekerjaan.

Strategi Seleksi
Metode yang digunakan dalam seleksi dan penilaian secara garis besarnya ada 2 macam,
yaitu:
1. Metode mekanikal;
2. Metode klinikal.

Metode Mekanikal
a. pengumpulan data berdasarkan pedoman-pedoman, peraturan-peraturan dan prosedur yang
telah ditetapkan semula.
b. pengolahan data dilaksanakan berdasarkan peraturan atau pengolahan data dapat dilakukan
oleh Sarjana nonpsikologi.
Metode Klinikal
a. pengumpulan data dengan cara yang lentur (fleksibel), yaitu macam data yang
dikumpulkan dari seseorang berbeda dengan data yang dikumpulkan oleh orang lain
(tergantung psikolog) yang mengumpulkan data tersebut.
b. pengolahan data dilaksanakan oleh seorang ahli (Sarjana psikologi mengingat ia dapat
memperhatikan dan memperhatikan pola perilaku calon disesuaikan dengan tuntutan
pekerjaan.

Berdasar dua macam metode seleksi dan peramalan tersebut, Campbell, Dunnette, Lawler,
Weich (1970) membahas enam macam strategi seleksi atau strategi peramalan, yaitu:
1) Interpretasi profil.
2) Strategi murni.
3) Klinikal murni.
4) Pengharkatan perilaku (behavior rating).
5) Gabungan klinikal.
6) Gabungan mekanikal.

Kemudian keenam strategi tersebut oleh Sawyer diteliti dan berdasar hasil penelitiannya oleh
Campbell dan kawan-kawan (1970), disusun peningkatan (rangking) sebagaimana dalam
Tabel 2.1.
Kesimpulannya adalah bahwa cara pengolahan data secara mekanikal lebih baik daripada
cara pengolahan data secara klinikal tanpa memperhatikan cara yang digunakan dalam
pengumpulan datanya.
Keuntungan metode Statistikal adalah dalam hal kecermatannya meramal dan para peramal
dapat belajar melalui pengalaman sedang keuntungan metode klinikal adalah bahwa setiap
orang dapat ditangani secara lebih sesuai serta dapat diperhatikan kondisi-kondisinya yang
unik dan khusus.

Kelemahannya adalah:
Pada metode statistik dalam hal validitasnya, tidak dapat memperhatikan pengubahan-
pengubahan dinamis dalam pekerjaan dan kondisi organisasi serta dalam peramalan secara
individual. Pada metode klinik, ketidaktepatan peramalan, dipengaruhi oleh subjektivitas dari
ahli (psikolog) yang melakukan peramalan.

Model Seleksi Tradisiona

Salah satu cara atau upaya agar pemeriksaan psikologis dalam kegiatan seleksi dapat
diandalkan kesahihan peramalannya, adalah dengan model (penelitian) seleksi tradisional.
Model seleksi tradisional ini secara garis besar meliputi langkah-langkah:
1. Analisis pekerjaan.
2. Penentuan peramal-peramal dan alat ukurnya.
3. Penentuan kriteria keberhasilan dan alat-alat ukurnya.
4. Kesahihan peramalan (Predictive Validity).
5. Kesahihan silang (Cross Validity).
6. Rekomendasi untuk seleksi.

Penggunaan model ini ternyata sulit digunakan, mengingat bahwa:


1. Sebagai sistem terbuka organisasi industri selalu dipengaruhi oleh perubahan di sekitarnya,
sehingga pekerjaan mengalami perubahan pula. Akibatnya terjadi perubahan pula pada
pemegang pekerjaan. Sehubungan dengan itu persyaratan atau ciri-ciri yang diperlukan bagi
calon tenaga kerja juga berubah. ¬
2. Berhubungan dengan populasi pelamar yang selalu berubah mengikuti perubahan
masyarakat, maka untuk pekerjaan yang sama, calon tenaga kerjanya akan berbeda dengan
masa sebelumnya.
3. Yang berhubungan dengan alat ukur yang diasumsikan dapat diterapkan pada semua orang
yang melamar pekerjaan yang sama, tidaklah benar. Dalam proses seleksi, antara tes
peramalan dan tes kriteria korelasinya tidak akan pernah 1; artinya antara kedua tes tersebut
mempunyai kemungkinan ketepatan positif dan negatif atau ketidaktepatan positif dan
negatif. ¬

Sehubungan dengan kesulitan menggunakan model seleksi tradisional maka digunakan model
lain termasuk di Indonesia, berikut ini:
a. Melakukan analisis pekerjaan untuk menentukan ciri-ciri pribadi atau kriteria yang
dibutuhkan dari para calon tenaga kerja.
b. Kemudian ditetapkan alat ukur/tes psikologis yang akan digunakan untuk keperluan
seleksi.
c. Pemeriksaan psikologis dilakukan dalam 3 tahap, yaitu secara klasikal, secara perorangan
atau wawancara, akhirnya dibuat laporan hasil pemeriksaan yang berbentuk uraian
(gambaran) tentang kepribadian calon serta saran-saran dapat diterima atau tidaknya calon.

Dari semua upaya yang berhubungan dengan proses seleksi tersebut, keberhasilan berpulang
pada keterampilan langkah-langkah dalam seleksi.

Analisis Pekerjaan

Pada analisis pekerjaan, data dikumpulkan untuk keperluan:


1. Administrasi personalia ;
2. Rancangan kerja dan alat;
3. Pengendalian administratif ;
4. Penggunaan lain.

Data yang dikumpulkan adalah tentang:


1. aktivitas pada pekerjaan;
2. bahan-bahan yang diolah ;
3. peralatan dan mesin yang digunakan;
4. kondisi kerja.

Sumber kesalahan dalam analisis pekerjaan ada dua yaitu:


1. berasal dari pemberi keterangan pekerjaan;
2. berasal dari pekerjaan itu sendiri.

Untuk mengurangi kesalahan dalam analisis pekerjaan dapat digunakan alternatif berikut:
1. wawancara kelompok;
2. kuesioner analisis kedudukan;
3. ancangan sistem pada analisis pekerjaan

Peramalan, Kriteria Keberhasilan dan Kesahihan Tes


Setiap pekerjaan menuntut ciri-ciri pribadi tertentu untuk mendapatkan ciri-ciri pribadi yang
dikehendaki diperlukan alat ukur peramalannya. Alat ukur peramalan dapat bermacam-
macam yaitu:¬
1. tes kecakapan,
2. tes kepribadian objektif,
3. tes kepribadian proyektif,
4. tes situasional,
5. informasi lewat biografi.

Ketepatan ramalan tergantung kepada kesahihan alat ukur. Untuk mendapatkan alat ukur
peramalan yang sahih maka alat ukur dikorelasikan dengan kriteria keberhasilan.

Pengertian Pelatihan dan Pengembangan

Pelatihan adalah proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan prosedur sistematis
dan terorganisasi, sedangkan pengembangan adalah proses pendidikan jangka panjang yang
menggunakan prosedur sistematis dan terorganisasi. Pelatihan diperuntukkan tenaga
nonmanajerial, dan pengembangan untuk tenaga manajerial.
Tujuan pelatihan dan pengembangan yaitu:
1. meningkatkan produktivitas.
2. meningkatkan mutu.
3. meningkatkan ketetapan dalam perencanaan sumber daya manusia.
4. meningkatkan semangat kerja.
5. menarik dan menahan tenaga kerja yang baik.
6. menjaga kesehatan dan keselamatan kerja.
7. menghindari keusangan.
8. menunjang pertumbuhan pribadi.

Prinsip-prinsip Pembelajaran

Dalam program pelatihan dan pengembangan terjadi proses pembelajaran. Pada program
pelatihan keterampilan teknik, pelatihan penyelesaian, dan pengembangan eksekutif terjadi
proses pembelajaran asosiatif, selektif, pembedaan penginderaan, pemerolehan keterampilan,
pemahaman dan insight, serta perubahan sikap untuk melancarkan proses belajar ada
beberapa aturan main yang menyangkut:
1. aturan-aturan pembentukan asosiasi;
2. hal-hal yang membentuk pembelajaran selektif;
3. pengetahuan pembedaan penginderaan;
4. hal-hal yang membantu diperolehnya keterampilan;
5. perangsangan pemahaman.
6. pengubahan sikap.
Research Methods in Industrial/Organizaation Psychology”
Dalam melakukan penelitian, secara unum masalah yang sering ditemukan adalah
ketika sudah memilih judul penelitian, ada kesulitan dalam memilih variabel yang sesuai.
Kemudian ketika sudah memilih variabel, seringkali variabel dependen dan independent-nya
bisa tertukar. Setelah itu ada kesulitan dalam memilih subyek yang tepat dan mau. Proses
pengambilan datanya pun tidak mudah karena kadang terjadi ketidakseimbangan antara data
yang didapat dengan data yang dilihat. Pemrosesan datanya dan pengambilan kesimpulan
juga tidak mudah. Karena kadang ketika dari awal salah memilih variabel maka sampai ke
kesimpulan tidak ada hasil yang didapat atau kesia-siaan. Dan masalah yang paling penting
adalah penentuan metode yang dipakai, karena ketika salah memilih maka akan salah
pengambilan data, pengolahan sampai pada kesimpulannya juga sama seperti salah memilih
variabel. Dan sekarang sebelum membahas tentang metode penelitian dalam PIO maka, kita
perlu lebih tahu dulu apa saja metode observasinya.
Metode korelasi dalam penelitian adalah metode penelitian yang memberikan data
tentang hubungan diantara 2 variabel dalam sebuah penelitian. Dalam penelitian memiliki 3
komponen dasar yaitu: peneliti mengukur variabel pertama (x), peneliti mengukur variabel
kedua (y), dan peneliti mengukur hubungan antara variabel pertama dan kedua ( x dan y).
Dalam metode korelasional ada koofisien korelasi yang menjadi acuan sejauh mana
hubungan antar dua variabel itu. Koofisien korelasi yang pertama adalah +1, yang berarti
telah terjadi kenaikan kuantitas dari suatu variabel diikuti dengan kenaikan kuantitas dari
variabel lain. Yang kedua ada -1, yang artinya kenaikan kuantitas dari suatu variabel diikuti
dengan penurunan dari variabel lain. Dan koofisien yang ketiga adalah 0, artinya kenaikan
kuantitas dari suatu variabel diikuti oleh kenaikan dan penurunan secara random dari variabel
lain atau bahkan tidak diikuti kenaikan / penurunan dari variabel lain/ stabil.
Hasil dari penelitian korelasi seringkali mengimplikasikan relasi kausalitas antar
variabel yang berkorelasi, tetapi tidak berarti kita bisa menyimpulkan relasi kausalitas
dari metode penelitian korelasi. Alasannya adalah penelitian korelasi memiliki masalah
sebagai berikut; kita tidak bisa menentukan variabel x yang mempengaruhi y atau variabel y
yang mempengaruhi x, sebab dua-duanya saling mempengaruhi. Masalah ini disebut
Bidirectionality. Dan masalah kedua adalah bukan variabel x yang mempengaruhi y ataupun
variabel y yang mempengaruhi x, tetapi ada pihak ketiga atau variabel lain yang
mempengaruhi variabel x dan y. Masalah ini disebut A third Variable. Karena metode
korelasional tidak dapat menjelaskan hubungan kausalitas antar variabel maka dibutuhkan
penelitian lanjutan menggunakan metode eksperimen.
Metode eksperimen merupakan metode yang dapat membuktikan, menguji hubungan
sebab-akibat dan menjelaskan dengan lengkap jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam
penelitian psikologi seperti “ Mengapa orang melakukan sesuatu?” Metode eksperimen
merupakan metode penelitian yanag digunakan untuk pengujian hubungan sebab-akibat.
Penelitian eksperimen berusaha mengubah variabel pada diri subyek agar subyek punya
variasi tertentu ( manipulasi) .
Dalam penelitian eksperimen peneliti dapat meneliti 1/ lebih dari 1 variabel. Peneliti
juga mengukur apakah manipulasi yang dilakukan mempengaruhi variabel lain. Sebelum
melakukan penelitian ekperimen kita harus menentukan variabel dependen ( variabel terikat)
dan variabel independen ( variabel bebas)-nya terlebih dahulu.
Ekperimen merupakan metode yang dapat menjawab semua dasar-dasar pentanyaan dalam
penelitian psikologi, misalnya ‘mengapa orang berperilaku seperti itu?’ Namun penelitian
eksperimen seringkali tidak bisa dan tidak dapat dilakukan karena memiliki masalah-masalah
sebagai berikut :
1.      Ada variable- variable yang tidak bisa dimanipulasi secara umum, misalnya ;
Umur dan jenis kelamin. Peneliti tidak bisa memanipulasi orang yang berumur 10 tahun
menjadi 100 tahun.
2.      Ada variable yang tidak boleh dimanipulasi, misalnya kepribadian/ personality. Tidak boleh
dimanipulasi karena itu melanggar kode etik sebagai seorang peneliti. Dan kalau dilakukan
bisa berdampak baik, maupun buruk pada subyek, contohnya luka-luka mental/ psikis dalam
diri subyek.
3.      Tidak semua variable dapat dikontrol dalam penelitian eksperimen
Dalam Metode penelitian eksperimen ada ekstra news variabel atau variabel-variabel lain
yang dapat mempengaruhi variabel dependen tetapi bukan variabel independen .Karena itulah
dalam penelitian eksperimen harus dilakukan pengendalian-pengendalian yang ketat terhadap
variabel – variabelnya, artinya yang boleh bergerak disini hanya variabel independent-nya,
selain itu tidak boleh.
Metode ekperimen dan metode korelasi sangat berhubungan, maka disarankan untuk
menggunakan kedua metode ini dalam melakukan penelitian terutama penelitian yang
berhubungan dengan eksperimen. Metode korelasi memberikan data akurat hubungan/
korelasi antara 2 variabel, sehingga kita bisa melihat variabel-variabel mana yang memiliki
korelasi yang kuat atau korelasi 1, contohnya dalam kasus produktivitas kerja ; ada banyak
variabel-variabel independen seperti masalah pribadi, relasi dengan teman kerja, pendapatan
dan sebagainya. Untuk menentukan mana yang akan dieksperimenkan maka harus terlebih
dahulu melihat variabel mana yang memiliki hubungan paling kuat atau berkorelasi positif 1
untuk dieksperimenkan dengan variabel dependennya. Setelah itu barulah menggunakan
metode eksperimen untuk menguji hubungan sebab-akibat dari kedua variabel tersebut.
Tetapi kita juga dapat melakukannya secara terbalik, yaitu setelah dieksperimenkan maka
baru dicari korelasinya. Tetapi hal itu dilakukan biasanya untuk memperkuat data hasil
eksperimen.
Dalam Penelitian tentang Psikologi Industri dan organisasi variabel independentnya
biasanya ; kepribadian, sikap, pendidikan, jumlah dan frekuensi kompensasi, lingkungan
fisik, gaya supervisi, jadual kerja, program insentif dll. Sedangkan variabel dependentnya
adalah produktivitas, performance, tingkat absensi, kualitas kerja, turn over, kepuasan kerja
dll.
Seringkali sulit untuk mengukur variabel-variabel dalam penelitian PIO karena
pengukuran variabel harus dioperasionalkan. yaitu, dibawa turun dari tingkat abstrak ke
tingkat yang lebih konkret dan jelas. sehingga dapat diukur atau dimanipulasi. Individu jg
tidak bisa diukur karena setiap individu berbeda atau memiliki individual defferences?
Contoh pertama dari metode korelasional diuraikan sebelumnya, variabel "potensi
manajemen menengah" dioperasionalkan sebagai rating pada skala empat titik. Dalam studi
eksperimental pengiriman pizza (pengemudi yang mengendarai motor), bagaimana perilaku
mengemudi yang aman dioperasionalkan sebagai mengenakan helm yang benar,
menggunakan lampu sein, dan mengikuti rambu – rambu lalu lintas. kedua variabel dapat
dianggap sebagai definisi operasional dari variabel yang lebih umum kinerja. selama proses
operasionalisasi variabel, teknik tertentu untuk mengukur variabel biasanya dipilih. kita akan
memeriksa dua kategori umum teknik yang digunakan untuk mengukur variabel dalam pio.
Teknik observasi dan teknik laporan diri. Biasanya laporan diri atau self rapport kadang
berbeda dengan hasil observasi. Adanya perbedaan individu inilah yang membuat sulit
mengukur variabel dalam pio.
Penjelasan yang lebih jelasnya dapat kita lihat pada rancangan penelitian PIO
dibawah ini. Aspek perilaku kerja yang diukur adalah produktivitas. Masalahnya melihat
produktivitas kerja pada pengonsumsi kopi. Hipotesis intesitas mengonsumsi kopi
mempengaruhi produktivitas pecandu kopi. Sedangkan Hipothesis testing : melihat dengan
metode penelitian korelasional ada tidaknya korelasi antara produktivitas kerja pecandu kopi
(variabel dependen) dengan intesitas mengonsumsi kopi (variabel independen). Pengambilan
data menggunakan metode observasi dengan melihat keproduktivitasan kerja sesuai indikator
dan melihat intesitas konsumsi kopi seorang pecandu kopi. Apakah ditemukan kesamaan pola
atau korelasi yang tinggi saat observasi dilaksanakan. Jika ada, maka penelitian dapat
dilanjutkan ke eksperimen dan hipotesis benar adanya. Jika tidak, maka hipotesis salah dan
penelitian tidak bisa dilanjutkan.
Experimental research design : penelitian ini dapat dilanjutkan dengan skala yang lebih
besar apabila hipotesis telah teruji. Pengembangan riset subjek penelitian diambil dari
kelompok pecandu kopi lalu dibagi menjadi 3 perlakuan dimana perlakuan pertama tidak
diperbolehkan mengonsumsi kopi selama bekerja, perlakuan kedua diperbolehkan
mengonsumsi kopi hanya dipagi hari saja, perlakuan ketiga tidak dibatasi dalam
mengonsumsi kopi selama bekerja. Kemudian diambil data keproduktivisan kerja mereka
dengan pekerjaan yang sama. Hasil yang didapat dari perlakuan ketiga adalah sebagai
pembanding (kontrol) terhadap dua perlakuan lainnya. Hal ini dilakukan karena mengingat
bahwa seorang pecandu kopi pada kesehariannya intensitas mengonsumsi kopi tidak dibatasi.
Setelah itu dilihat signifikansi produktivitas diantara 3 perlakuan, bila hasil rata- rata
produktivitas perlakuan ketiga lebih tinggi daripada perlakuan yang lain maka bisa
digeneralisasikan bahwa intensitas mengonsumsi kopi mempengaruhi keproduktivitasan kerja
pecandu kopi.
Di dalam rancangan sebuah hipotesis dapat dites secara statistik dengan menggunakan
metode korelasional. Bila hasil korelasi yang diperoleh mendekati 1 maka hipotesis tersebut
benar atau memang ada hubungan anatar variabel dengan hipotesis tersebut. Bila hasil
korelasi kurang dari sama dengan 5%, maka hipotesis tersebut perlu dikaji ulang karena 2
variable tersebut tidak saling berkorelasi.
Pertimbangan etis dalam penelitian ini adalah apakah seorang pecandu kopi merasa dirugikan
apabila tidak diperbolehkan mengonsumsi kopi selama bekerja. Informasi yang harus
dicantumkan dalam informed consent ini adalah:
a)      Tujuan penelitian: ini untuk melihat apakah keproduktivitasan pecandu kopi dipengaruhi
oleh intensitas mengonsumsi kopi.
Durasi: dilakukan dalam tiga hari selama jam kerja, yakni pukul 08:00-16.00
Prosedur: hari pertama perlakuan pertama tidak diperbolehkan mengonsumsi kopi selama
bekerja.Hari kedua perlakuan kedua diperbolehkan mengonsumsi kopi hanya dipagi hari
saja.Hari ketiga perlakuan ketiga tidak dibatasi dalam mengonsumsi kopi selama bekerja.
b)      Hak partisipan untuk menolak atau berhenti saat penelitian berlangsung
c)      Konsekuensi partisipan saat menolak atau meninggalkan penelitian ini.
d)     Faktor-faktor yang kemungkinan yang besar dapat mempengaruhi tingkat minat mengikuti
penelitian bisa berupa : resiko potensial, ketidak nyamanan atau efek berlawanan.
e)      Hal-hal yang didapatkan partisipan jika berpartisipasi dan bermanfaat bagi mereka.
f)       Batas-batas kerahasiaan.
g)      Reward/ incentive yang diberikan jika berpartisipasi dalam penelitian.
h)      Seseorarang yang dapat dihubungi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian dan
hak-hak pertisipan selama penelitian.

Ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku dan proses mental :

 Tidak boleh memiliki bias


 Objektif

1. Metode Eksperimental

Kontrol Variabel

Para peneliti cermat mengendalikan kondisi - seringkali di laboratorium - dan melakukan


pengukuran untuk menemukan hubungan antara variabel (variabel adalah sesuatu yang dapat
terjadi dengan nilai yang berbeda. Yang membedakan metode eksperimental dengan metode
ilmiah lainnya adalah kemampuan metode eksperimental untuk mengendalikan secara teliti.

- Variabel independen (yang bisa diotak-atik) dan variabel dependen (variabel hasil).

Metode eksperimen dapat digunakan di luar maupun di dalam laboratorium. Walaupun


sebagian besar dilakukan di laboratorium khusus, terutama karena diperlukan instrumen yang
presisi untuk mengendalikan presentasi stimuli dan untuk mendapatkan penilaian oerilaku
yang tepat.

Rancangan Eksperimen

Dimaksudkan sebagai prosedur yang digunakan untuk mengumpulkan data. Rancangan


eksperimen yang paling sederhana adalah dimana peneliti memanipulasi satu variabel
independen dan mempelajari efeknya pada satu variabel dependen. Karena semua hal lainnya
dipertahankan konstan kecuali variabel independen, pada akhir eksperimen dapat dibuat
pernyataan sebagai berikut : “Dengan semua lainnya konstan, jika X ditingkatkan, Y juga
meningkat.” Atau pada kasus lain : “Jika X ditingkatkan, Y menurun.”

Kadang-kadang eksperimen hanya memfokuskan pada pengaruh satu kondisi yang dapat ada
atau tidak ada. Rancangan eksperimen ini memberikan nama kelompok eksperimental jiika
kondisi ada dan kelompok kontrol jika kondisi tidak ada.

Penelitian yang melibatkan manipulasi simultan (serentak) beberapa variabel dinamakan


eksperimen multivariasi dan seringkali digunakan dalam riset psikologi.
Pengukuran

Eksperimen biasanya melakukan pengukuran tidak hanya pada satu subjek tapi pada sampel
banyak subjek. Dengan demikian hasil dari riset adalah data dalam bentuk angka-angka yang
harus disimpulkan dan diinterpretasikan. Dasar dari tugas ini adalah statistik, yaitu ilmu yang
mengurusi sampel dari suatu populasi individu dan kemudian mengambil kesimpulan tentang
populasi dan sampel individu tersebut.

2. Metode Korelasional

Sebab penggunaan metode ini

Ada beberapa kasus yang tidak bisa dikondisikan, sehingga akhirnya harus mengambil
sampel orang-orang yang sudah terkena (misalnya, tidak mungkin menjadikan sampel
penelitian kita sebagai pengidap anoreksia, tapi langsung saja mengambil sampel orang
pengidap anoreksia).

Koefisien korelasi

Adalah cara matematis yang digunakan oleh para periset psikologis untuk mengolah data dari
metode korelasional.

Satu hal penting yang perlu dicatat dalam riset psikologi, bahwa koefisien .60 atau lebih
dianggap sangat tinggi. Koefisien korelasi dalam rentang .20 dan .60 memiliki nilai praktis
dan teoritis dan sangat berguna untuk membuat prediksi. Korelasi antara 0 sampai .20 harus
dipandang secara hati-hati dan hanya sedikit berguna dalam membuat prediksi.

Tes

Salah satu kegunaan metode korelasional melibatkan tes yang mengukur bakat, pencapaian,
atau trait (sifat) psikologis lain. Tes ini mempresentasikan situasi yang beragam kepada
sekelompok orang yang memiliki perbedaan beberapa trait (seperti kemampuan matematika
atau kecemasan). Variasi skor yang diperoleh pada tes kemudian dapat dikorelasikan dengan
variabel pada variabel lain.

Tes memungkinkan ahli psikologi mendapatkan sejumlah besar data dari individu dengan
gangguan minimal pada rutinitas harian mereka dan tanpa memerlukan peralatan
laboratorium yang rumit

Hubungan sebab akibat

Terdapat perbedaan penting antara penelitian eksperimental dan korelasional. Dalam


penelitian eksperimental yang tipikal, satu variabel (variabel independen) secara sistematis
dimanipulasi untuk mengetahui efeknya pada variabel lain (variabel dependen). Hubungan
sebab akibat seperti itu tidak dapat diperoleh dari penelitian korelasional. Jika kedua variebl
berkorelasi, variasi pada salah satuya kemungkinan merupakan penyebab variasi pada
variabel lain, tetapi jika tidak terdapat bukti eksperimental, kesimpulan itu tidak dapat
dibenarkan.
3. Metode Observasi

Observasi langsung

Pada tahap awal riset tentang sesuatu topik tertentu, eksperimen laboratorium dan penelitian
korelasional mungkin terlalu dini dan perkembangan sebaiknya diperoleh dengan mengamati
perkembangan alami fenomena yang dimaksud. Para peneliti harus terlatih untuk mengamati
dan mencatat secara akurat untuk mencegah masuknya bias pribadi ke dalam apa yang
dilaporkan.

Metoda Survei

Beberapa masalah yang sulit untuk dipelajari secara langsung dapat dipelajari dengan
observasi tidak langsung melalui kuesioner dan wawancara. Walaupun metode ini
memberikan banyak hasil penting, metode ini lebih mudah mengalami bias ketimbang
observasi langsung sebab manusia mungkin mencoba mempresentaikan dirinya dari sudut
yang positif.

Riwayat Kasus

Adalah biografi untuk digunakan secara ilmiah, dan merupakan sumber data yang penting
untuk mempelajari individu. Sebagian besar riwayat kausu dibuat dengan merekonstruksi
biografi seseorang. Rekonstruksi biografi sangat diperlukan untuk memahami seseorang,
terutama ketika individu tersebut mengalami masalah.

Kata kunci pencarian:

metode penelitian psikologi, metode penelitian dalam psikologi, metodologi penelitian


psikologi, metode psikologi sosial, metode-metode penelitian psikologi, metode penyelidikan
dalam psikologi, metode-metode penelitian dalam psikologi, metode ilmiah dalam psikologi,
metode penelitian dalam psikologi sosial, metode dalam psikologi, metode-metode dalam
psikologi, penelitian dalam psikologi, metode dalam psikologi sosial, metode-metode ilmiah
dalam psikologi, metode metode penelitian dalam psikologi, metode penelitian psikologi
umum, metode riset dalam psikologi sosial, metode eksperimen dalam psikologi, metode
dalam psikologi umum, riset psikologi
Makna kerja bagi manusia

Kerja. Sebuah usaha atau kegiatan yang wajib dilakukan manusia


untuk mencapai sebuah hasil. Sejak kecil, manusia sudah dikenalkan pada
kegiatan ini, walaupun kegiatan ini tidak berarti “KERJA” pada umumnya.
Yang para anak-anak tahu adalah sejauh mereka menggerakkan badan
mereka untuk kegiatan yang bermanfaat.Seperti belajar, membantu orang
tua atau membantu orang lain. 

Kerja juga bukanlah kegiatan yang sia-sia. Dengan bekerja, manusia


tentunya akan mendapatkan hasil dari kerja yang telah mereka lakukan.
Seorang anak yang belajar dengan tekun akan mendapatkan nilai yang
bagus. Anak yang membantu orang tuanya atau orang lain akan membuat
orang tuanya atau orang lain tersebut senang. Ungkapan rasa senang itu
bisa berupa pujian, belaian, atau mungkin hadiah yang berupa materi,
contohnya uang atau barang.

Kerja yang sebenarnya baru akan dihadapi manusia saat mereka


meninggalkan bangku sekolah. Saat itu usi manusia rata-rata berumur 18
tahun. Sebagian ada yang langsung bekerja , sebagian ada yang kuliah dan
sebagian lagi ada yang mengambil keduanya (kuliah sambil bekerja atau
bekerja sambil kuliah).

Dalam bekerja, manusia menemukan dunia baru yaitu mengenai


profesional dan komitmen. Mereka juga dituntut untuk serius. Selain hal-hal
tersebut, mereka juga akan menemukan teman baru, lingkungan baru dan
pengalaman baru. Ketiga hal tersebut juga sangat berpengaruh pada diri
tiap manusia. Biasanya mereka akan mengalami perubahan. Entah itu
mundur, maju atau tetap. Tetap disini maksudnya perubahan yang
berimbang. Entah mundur negatifnya dan maju positfnya atau justru
sebaliknya. 

Semua hal itu bagaimanapun juga membuat manusia semakin


berkembang. Itulah efek dari bekerja. Manusia dapat menggali dan semakin
tahu potensi dan kualitas yang dimilikinya. Berkembangnya seorang
manusia tentunya merupakan suatu hal yang membangakan hingga mereka
sedikit melupakan alasan mendasar dari bekerja itu sendiri.

Manusia dianjurkan bekerja guna menggerakkan tubuh. Tanpa


bekerja, manusia perlahan akan merasa hampa seolah tak memiliki ruh lagi
layaknya selongsong kosong. Bekerja membuat manusia semakin sehat dan
bugar. Justru dengan bersantai (tidak bekerja), manusia akan menjadi
malas hingga perlahan berat badanpun naik. 

Bekerja juga dilakukan manusia untuk mencari nafkah guna


memenuhi kebutuhan hidup. Tak ada uang kau tak bisa hidup, begitu
istilahnya. Dan uang yang mereka cari dengan bekerja merupakan uang
yang halal. Memang terkadang uang-nya tidak halal, namun itu bukan dari
pekerjaan karena semua pekerjaan itu baik. Jika uang itu haram, maka itu
bukan di dapat dari bekerja. Contohnya saja korupsi, mencuri atau
memalak.

Bekerja memang tidaklah mudah. Ini bukan berarti kita tak mahir
atau tak menguasai pekerjaan kita, tapi karena sistem serta keadaan dalam
pekerjaan itu sendiri. Contohnya peraturan. Biasanya dalam bekerja banyak
ditemukan peraturan konyol yang sering tak masuk akal. Tak masuk akal
jika dikalkulasikan atas nama gaji, fasilitas, lamanya waktu kerja, lamanya
istirahat, serta banyaknya pekerjaan. Dan biasanya pula, kata tak masuk
akal dikemukakan oleh para pegawai.
Bukan hanya itu, kondisi lingkungan kerja terkadang tak sehat dengan
adanya tukang adu domba, tukang peras, mata-mata, dan para pencari
muka. Beberapa tahan dan beberapa tidak. Mereka yang tak tahan akan
hengkang dari pekerjaanya.

Masalah tersebut memang sangat familiar. Wajar ada yang tak tahan.
Yang mengherankan, kenapa banyak yang bertahan? Alasan klasik adalah
demi keluarga. Akan makan apa keluarga saya nanti? Jika saya keluar,
bagaimana saya menghidupi keluarga saya?

Sungguh salut akan pertahanan mereka. Mereka masih bisa bekerja


walaupun diperlakukan tak adil. Harga diri mereka, hak mereka sebagai
manusia harus dikorbankan demi uang.Uang, yang merupakan hal dicari
manusia melalui bekerja merupakan benda yang memiliki kekuatan hebat.
Uang memang benda mati, namun uang dapat mengendalikan manusia.
Uang dapat mengubah manusia menjadia bengis, begitu pada umumnya.
Beberapa manusia menjadi terlalu terpaku pada uang hingga melupkan hal-
hal penting di sekelilingnya (keluarga). Orang yang seperti ini disebut
workaholic. Memang tak semua wokaholic terpaku pada uang. Namun
mereka tetap menomorsatukan pekerjaanya lebih dari apapun, terlepas
apakah mereka mencitai pekerjaan tersebut.

Disamping wokaholic, orang yang terpaku pada pekerjaan tentu saja


para pemimpin perusahaan karena merekalah yang bertanggung jawab atas
berjalannya perusahaan serta karyawannya. Namun tak berarti semua
pemimpin adalah wokaholic.

Berbicara tentang para pemimpin perusahaan, terkadang mereka


sering lupa akan kesejahteraan karyawannya bahkan terkesan semena-
menademi meraih sukses menjalankan produksi. Memang pernyataan
seperti ini abstrak. Tapi bukankah seperti itu? Jika mayoritas pekerja
mengeluhkan atasannya, tak ada salahnya jika para atasan dinyatakan
seperti itu.

Apakah dunia bekerja selalu seperti itu? Ketka bekerja, kita berusaha
melakukan yang terbaik. Selang beberapa lama kita mulai merasa tak
betah. Ada saja hal yang membuat hati kecil ita bertontak. Dan ujungnya
muncul istilah rumput tetangga memang lebih hijau. Ini yang menjadi
pemicu kita untuk segera mengakhiri kerja di tempat tersebut.
Ssesulit itukah bekerja? Kita sudah dituntut untuk menjadi profesional
serta memegang komitmen. Kita berusaha melakukan yang terbaik bahkan
terkadang bekerja melewati batas waktu kerja pada umumnya. Untuk apa
semua itu? Uang, itu karena tujuan awal manusia bekerja adalah untuk
mencari uang. 

Kalu begitu, untuk apa sekolah tinggi jika yang kita tuju selama ini
adalah uang? Untuk apa belajar tekan dalam setiap junjang pendidikan jika
ujungnya kita diperbudak? Dan jika sudah seperti ini, dimanakah nikmat
bekerja?

Serendah itukah manusia demi mempertahankan uang? Rela dicaci


maki dengan gaya binatang, rela dipecah belah keyakinannya, rela
diperlakukan layaknya peri rumah. Jika begitu, bekerja merupakan simbosis
parasitisme? Pegawai terlalu bergantung pada atasan tak peduli bagaimana
mereka diperlakukan.
Para pegawai yang bosan bekerja pada orang kebanyakan akan
berubah haluan menjadi orang yang memperkerjakan orang lain atau
entrepreneur. Perintisan karir daalm usaha memang berat. Jatuh bangun
dengan hambatan dari segi materi serta keluarga. Banyak memang yang
sukses. Tapi entahlah, apakah para entrepreneur sukses ini akan menjadi
sama dengan para atasan mereka saat mereka jadi pegawai dulu? Alsan
kenapa mereka keluar kerja dan mencoba menjadi pengusaha . Siapa yang
dapat menjamin hati seseorang yang bergelimang uang?

Makna Kerja dalam Hidup Manusia


Technorati Tags: kerja,filsafat,manusia

3.bp.blogspot.com
Oleh: Reza A.A Wattimena

Tulisan ini merupakan salah satu bab dalam diktat Filsafat Manusia:
Menjadi Manusia Otentik (Reza A.A Wattimena, 2011)

Pada tulisan ini dengan mengacu pada pemikiran Peter Drucker, saya ingin
mengajak anda memikirkan tentang makna kerja di dalam kehidupan
manusia. Sebagai acuan saya terinspirasi dari buku Management, Tasks,
Responsibilities, and Practices. Peter Drucker adalah seorang ahli
manajemen yang pemikirannya, menurut saya, memiliki dimensi filosofis
yang sangat dalam.[1]

Kerja adalah bagian sentral di dalam kehidupan manusia. Dengan pikiran


dan tubuhnya, manusia mengorganisir pekerjaan, membuat benda-benda
yang dapat membantu pekerjaannya tersebut, dan menentukan tujuan
akhir dari kerjanya. Dapat juga dikatakan bahwa kerja merupakan aktivitas
yang hanya unik (dalam artian di atas) manusia. Di dalam Kitab Suci
Yahudi yang sudah berusia sangat tua diceritakan bagaimana kerja
merupakan hukuman Tuhan kepada manusia, karena ia tidak patuh pada
perintah-nya. Sekitar 2600 tahun yang di Yunani, Hesiodotus menulis
sebuah puisi tentang kerja yang berjudul Work and Days.[2] Di dalamnya
ia berpendapat, bahwa kerja adalah isi utama dari kehidupan manusia.

Filsafat dan Kerja

Di dalam salah satu tulisannya, Franz Magnis-Suseno pernah berpendapat,


bahwa refleksi filsafat tentang kerja dapat ditemukan sejak 2400 tahun
yang lalu. Walaupun pada masa itu, kerja dipandang sebagai sesuatu yang
rendah.[3] Warga bangsawan tidak perlu bekerja. Mereka mendapatkan
harta dari status mereka. Bahkan dapat dikatakan bahwa pada masa itu,
manusia yang sesungguhnya tidak perlu bekerja. Ia hanya perlu berpikir
dan menulis di level teoritis. Semua pekerjaan fisik diserahkan pada budak.
Budak tidak dianggap sebagai manusia seutuhnya.

Pada abad ke 17 dan 18, refleksi filsafat tentang kerja mulai berubah arah.
Salah seorang filsuf Inggris yang bernama John Locke pernah berpendapat,
bahwa pekerjaan merupakan sumber untuk memperoleh hak miliki
pribadi. Hegel, filsuf Jerman, juga berpendapat bahwa pekerjaan
membawa manusia menemukan dan mengaktualisasikan dirinya. Karl
Marx, murid Hegel, berpendapat bahwa pekerjaan merupakan sarana
manusia untuk menciptakan diri. Dengan bekerja orang mendapatkan
pengakuan.[4]

Secara singkat Magnis-Suseno menegaskan, bahwa ada tiga fungsi kerja,


yakni fungsi reproduksi material, integrasi sosial, dan pengembangan diri.
Yang pertama dengan bekerja, manusia bisa memenuhi kebutuhannya.
Yang kedua dengan bekerja, manusia mendapatkan status di masyarakat.
Ia dipandang sebagai warga yang bermanfaat. Dan yang ketiga dengan
bekerja, manusia mampu secara kreatif menciptakan dan mengembangkan
dirinya.

Kerja dan Organisasi

Teori-teori ekonomi dan ilmu sosial juga banyak menganalisis tentang


kerja. Walaupun begitu refleksi dan analisis tentang kerja yang melibatkan
organisasi baru muncul pada awal abad ke-19. Menurut Drucker tokoh
yang pertama kali merefleksikan konsep kerja di dalam organisasi adalah
Frederick Taylor. Dalam arti ini kerja bukanlah lagi merupakan fenomena
universal manusia saja, tetapi juga kerja yang melibatkan pekerja-pekerja
tangan ataupun pekerja pengetahuan (knowledge worker). Pekerja tangan
adalah orang yang bekerja dengan ketrampilan praktis. Sementara pekerja
pengetahuan adalah pekerja yang tidak hanya membutuhkan ketrampilan
praktis, tetapi juga pekerja yang melibatkan konsep abstrak yang memiliki
cangkupan luas.

Yang pasti menurut Drucker adalah, bahwa kerja (work) dan bekerja
(working) adalah dua hal yang berbeda. Pekerja (worker) adalah penghasil
kerja (work), dan kegiatan menghasilkan kerja itu disebut sebagai bekerja
(working). Dalam hal ini setiap pekerja haruslah ditata dalam organisasi
yang setidaknya mampu mewujudkan dua hal, yakni mencapai
produktivitas kerja yang dibutuhkan organisasi, dan memperoleh kepuasan
personal melalui kerjanya itu.[5]

Drucker berpendapat bahwa kerja adalah sesuatu yang sifatnya impersonal


dan obyektif. Dalam arti ini kerja adalah tugas. Untuk bekerja berarti orang
menerapkan logika dan aturan yang berguna untuk mencapai suatu tujuan.
Di dalam kerja ada logika yang mengatur arus kerja tersebut. “Kerja”,
demikian Drucker, “membutuhkan kemampuan menganalisis, membuat
sintesis, dan mengontrol proses.”[6] Misalnya anda adalah seorang penulis.
Menulis adalah suatu kerja yang membutuhkan logika untuk mengetik, dan
membaca tulisan yang telah diketik. Di dalam tulisan ada aturan dan logika
yang harus dipatuhi. Tanpa aturan dan logika tersebut, tulisan tidak akan
dapat dimengerti. Penulis harus menganalisis proses dan hasil tulisannya,
membuat kombinasi yang tepat (supaya tulisannya bagus), serta
mengontrol proses penulisan, supaya mendapatkan hasil yang diinginkan.

Maka kerja adalah sesuatu yang memiliki aturan dan logika tersendiri yang
perlu untuk dianalisis. Inilah yang kiranya dilakukan oleh Drucker. Para
pekerja –yang juga berarti setiap manusia- perlu untuk memahami prinsip
dasar kerja dalam suatu urutan yang logis, seimbang, dan rasional. Hal ini
tidak hanya berlaku untuk kerja yang menghasilkan barang materi, tetapi
juga para pekerja kreatif dan pekerja pengetahuan yang lebih menghasilkan
konsep yang abstrak. Misalnya si penulis yang perlu untuk memahami
susunan alfabet yang sifatnya logis, seimbang, dan rasional. Drucker
bahkan berpendapat bahwa analisis atas kerja pertama kali bukan muncul
di kalangan insinyur ataupun ahli teknik, melainkan dari tulisan yang
memiliki aturan dan logikanya sendiri.

Di dalam organisasi cara berpikir yang berbeda perlu untuk dirumuskan.


Di dalam organisasi kerja harus dikelola secara tepat, sehingga gabungan
kerja dari beberapa bagian bisa menghasilkan satu tujuan yang sama. Itu
sebenarnya inti manajemen, yakni mengelola sekumpulan orang dengan
jenis pekerjaan yang berbeda untuk mengabdi pada tujuan yang sama.
Inilah yang juga merupakan inti dari proses produksi. Di dalam organisasi
kerja adalah suatu kegiatan yang perlu diatur secara kolektif. Kerja
bukanlah soal individual saja. Kerja memerlukan proses kontrol untuk
mencegah hilangnya fokus pekerjaan.

Dimensi Fisiologis Kerja

Drucker lebih jauh menajamkan, bahwa ada lima dimensi dari bekerja
(working). Bekerja adalah aktivitas yang dilakukan oleh pekerja. Manusia
adalah mahluk yang bekerja. Kerja adalah tanda dari kemanusiaannya.
Kerja memiliki dinamika dan dimensi yang inheren di dalam dirinya.
Dimensi pertama adalah dimensi fisiologis. Yang perlu ditekankan disini
adalah, bahwa manusia bukanlah mesin. Cara ia bekerja pun berbeda
dengan cara kerja mesin.

Mesin bekerja terbaik jika hanya mengerjakan satu tugas. Tugas itu
haruslah dilakukan berulang, dan haruslah sesederhana mungkin. Untuk
mengerjakan tugas rumit, mesin haruslah membagi tugas rumit tersebut ke
dalam bagian-bagian yang lebih sederhana, barulah mesin itu bisa bekerja.
Mesin dapat bekerja dengan baik, jika ritme pekerjaan tersebut tetap, dan
dengan stabilitas yang terjamin.[7]

Manusia bekerja dengan cara yang berbeda. Jika hanya mengerjakan satu
pekerjaan secara berulang, ia dengan mudah menjadi lelah, bosan, dan
meninggalkan pekerjaannya itu. Menurut Drucker manusia justru bisa
bekerja secara maksimal, jika berada dalam koordinasi dengan manusia
lainnya. Manusia bisa bekerja secara maksimal, jika ia menumpahkan
seluruh dirinya di dalam pekerjaannya itu, dan bukan hanya fisiknya
semata. Jika ia dipaksa bekerja seperti mesin, maka baik secara psikologis
ataupun fisik, ia akan cepat merasa lelah.

Manusia bekerja terbaik di dalam koordinasi dengan manusia lainnya, dan


bukan secara individual. Ia bekerja buruk di dalam ritme yang tetap. Ia
harus bekerja di dalam suasana yang dinamis bersama dengan manusia-
manusia lainnya. Tidak ada ritme yang universal, yang cocok untuk setiap
orang. Setiap orang memiliki ritme bekerjanya masing-masing. Bahkan
menurut Drucker keunikan ritme bekerja dapat disamakan dengan
keunikan sidik jari setiap orang. Orang bisa marah ketika ia dipaksa
bekerja tidak sesuai dengan ritmenya, dan dipaksa untuk mengabdi ritme
bekerja orang lain.

Jika orang dipaksa untuk bekerja sesuai dengan ritme orang lain, maka ia
secara otomatis akan mengalami penumpukan kotoran di otot, otak, dan
aliran darah. Penumpukan kotoran itu akan melepaskan hormon stress
yang mengakibatkan seluruh saraf menjadi tegang. Padahal menurut
Drucker untuk bisa bekerja secara produktif, orang perlu untuk
melepaskan diri dari semua tegangan yang ada di dalam dirinya. Atau
setidaknya ia harus memiliki kontrol penuh pada perasaannya sendiri.

Berbeda dengan pandangan umum, di dalam suatu organisasi, orang perlu


untuk bekerja dengan ritme dan koordinasi yang berbeda-beda. Di dalam
bekerja, orang perlu variasi kecepatan dan ritme, walaupun fokusnya tetap
sama. “Apa yang bagus di dalam rekayasa industri untuk kerja”, demikian
tulis Drucker, “ternyata sangat jelek bagi manusia yang bekerja.”[8]

Dimensi Psikologis Kerja

Dimensi kerja kedua adalah dimensi psikologis. Dalam arti ini kerja bisa
berarti berkat sekaligus kutuk. Orang perlu untuk bekerja. Namun
seringkali kerja juga menjadi beban yang sangat berat. Setiap orang sudah
dikondisikan untuk bekerja sejak mereka menginjak usia 3-4 tahun.
Memang mereka belum boleh bekerja secara resmi di pabrik atau
dimanapun. Namun mereka perlu untuk belajar berjalan, berbicara, dan
yang terpenting, belajar untuk menjadi manusia. Ini semua menurut
Drucker menciptakan kebiasaan untuk bekerja, untuk melakukan sesuatu
guna mengembangkan diri.

Dari sudut pandang ini, fenomena pengangguran yang disebabkan oleh


kemiskinan tidak hanya merusak situasi ekonomi seseorang, tetapi juga
harga dirinya. Hegel seorang filsuf Jerman pernah berpendapat, bahwa
kerja adalah aktualisasi diri seseorang. Drucker sendiri berpendapat bahwa
kerja merupakan perpanjangan dari kepribadian manusia. Kerja adalah
suatu pencapaian mimpi dan perwujudan prestasi. Kerja adalah adalah
aktivitas yang dilakukan oleh seseorang untuk mendefinisikan dirinya
sendiri dan kemanusiaannya.

Sejak dulu manusia sudah memiliki pandangan, bahwa kerja adalah


sesuatu yang suci. Kerja adalah suatu bentuk panggilan dari Tuhan. Kerja
adalah suatu pengabdian, apapun bentuknya, dan semua itu layak
mendapatkan penghormatan. Di Eropa pada abad ke-14, para rahib
Benediktin bekerja di ladang dan sawah bergantian dengan mereka berdoa.
Kerja tangan dianggap sebagai sesuatu yang sama sucinya seperti orang
berdoa. Pemikiran ini bertentangan dengan pandangan kuno yang
berpendapat, bahwa orang bebas tidak perlu, dan bahkan tidak boleh,
bekerja kasar di sawah ataupun ladang. Di dalam bukunya yang berjudul
The Republic, Plato menegaskan ada berbagai macam level manusia, dan
setiap manusia memiliki pekerjaan yang sesuai dengan levelnya. Budak
bekerja sebagai pekerja kasar di ladang dan sawah. Sementara para filsuf
bekerja sebagai pemimpin kota yang bertugas menata politik.

Tentu saja pandangan para rahib Benediktin dan Plato saling bertentangan.
Namun keduanya memiliki kesamaan, yakni keduanya mengecam
pengangguran, dalam arti orang yang tidak mau bekerja. Kualitas manusia
dilihat dari sejauh mana ia tekun dan unggul di dalam pekerjaannya. Di
peradaban Cina kuno, setelah seseorang selesai mengabdi sebagai pekerja
negara, ia tidak diharapkan untuk bersantai di masa pensiunnya.
Sebaliknya ia justru diminta untuk lebih produktif menulis, melukis,
mencipta musik, dan membuat puisi. Dasar dari cara berpikir ini adalah
etika sosial Confusian, yang meminta orang untuk membagikan
kebijaksanaannya. Tujuannya adalah menjamin stabilnya tatanan sosial
yang ada.

Pada abad kedua puluh, pandangan tentang kerja juga belum banyak
berubah. Walaupun masih dianggap sebagai bagian dari pekerjaan yang
‘kasar’, para petani dan buruh dipandang sebagai bagian dari masyarakat
yang layak dan perlu untuk dihormati. Di Eropa dan Amerika pada abad
keduapuluh, kondisi kehidupan buruh dan petani sudah jauh meningkat,
jika dibandingkan dengan satu abad sebelumnya. Hal yang sama menurut
Drucker juga berlaku untuk para pelaut. Mereka adalah kelompok pekerja
yang perlu mendapatkan perhatian besar, terutama karena kegiatan fisik
yang begitu banyak, dan ancaman bahaya yang juga begitu besar.

Menurut Drucker pada era sekarang, apa yang dipandang orang sebagai
bernilai telah berubah. Sekarang ini nilai ekonomis lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai-nilai lainnya. Hal ini terjadi karena konsep
kepuasan hidup pun telah menyempit menjadi melulu kepuasan ekonomis.
Materi yang bisa memuaskan diri tersedia banyak sebagai barang dagangan
di mall dan pasar. Akibat surplus barang untuk memberikan kenikmatan
itu, nilai kehidupan pun telah menyempit menjadi semata mengejar nilai
ekonomis belaka. Kepuasan psikologis pun menjadi identik dengan
kepuasan ekonomis.[9]
Gejala hedonisme yang sedang dominan di masyarakat, menurut Drucker,
juga sebenarnya bukan menggambarkan dorongan murni manusia untuk
mencapai kenikmatan itu sendiri. Gejala tersebut muncul sebagai reaksi
terhadap berbagai penindasan yang dialami oleh kelas pekerja selama
berabad-abad. Kelas pekerja pun kini meluas. Profesi guru dan artis, yang
mengembangkan musik, lukisan, ataupun tulisan, pun kini dianggap
sebagai profesi terhormat. Di negara-negara maju profesi sebagai guru dan
artis mampu memberikan penghidupan yang layak. Namun di beberapa
negara berkembang, profesi semacam itu masih dianggap kelas dua.

Banyak orang benci untuk bekerja. Mereka bermimpi untuk memiliki uang
banyak, sehingga tidak lagi perlu bekerja. Namun pandangan itu tidak
sepenuhnya tepat. Orang yang tidak bekerja, walaupun memiliki uang
banyak, juga sulit untuk merasa puas dengan hidupnya. Mereka akan
mengalami krisis identitas, karena pekerjaan membantu orang
merumuskan identitasnya, walaupun tidak secara keseluruhan. Dalam ari
ini dapatlah dikatakan, bahwa kerja memiliki dimensi psikologis yang
mendalam, yang membantu orang untuk menentukan siapa dirinya.[10]

Dimensi Sosial Kerja

Drucker juga berpendapat bahwa kerja memiliki dimensi sosial. Kerja


menyatukan orang dari berbagai latar belakang untuk bertemu dan
menjalin relasi. Profesi seseorang menentukan tempatnya di masyarakat.
Dengan mengatakan bahwa saya adalah guru, anda sudah menegaskan
posisi anda di masyarakat, dan peran apa yang anda jalankan dalam relasi
dengan orang-orang lain yang hidup bersama di masyarakat.

Lebih jauh juga dapat dikatakan, bahwa setiap orang butuh untuk bekerja,
karena ia memiliki kebutuhan untuk menjadi bagian dari suatu kelompok,
dan menjalin relasi yang bermakna dengan orang-orang yang ada di sana.
Aristoteles pernah mengatakan bahwa manusia adalah mahluk yang
berpolis. Artinya manusia adalah mahluk yang membutuhkan kelompok
untuk menegaskan jati dirinya. Bekerja adalah cara terbaik untuk menjadi
bagian dari suatu kelompok.

Seringkali orang memiliki beberapa komunitas dalam hidupnya. Bisa saja


ia adalah pegawai rendahan di kantor, namun dianggap bijaksana dan
layak pemimpin oleh teman-temannya di lingkungan rumah. Namun hal
yang sama sebenarnya berlaku. Menurut Drucker orang-orang semacam itu
membutuhkan pekerjaan untuk mengisi kebutuhannya akan pertemanan
dan persahabatan dan juga tentu saja memenuhi kebutuhan ekonomi.

Di banyak perusahaan muncul banyak kebiasaan untuk mempekerjakan


wanita yang sudah cukup dewasa (dalam arti sudah memiliki suami yang
bekerja dan anak yang cukup mandiri) sebagai pekerja paruh waktu. Bagi
Drucker wanita paruh baya tersebut menjadikan lingkungan kerja sekaligus
sebagai tempat pencari (atau penambah) nafkah, komunitas sosial, dan
tempat untuk mengobati kesepian yang mungkin saja mereka alami. Inilah
tipe pekerja yang biasanya sangat setia pada perusahaan. [11]

Dalam arti ini ikatan emosional yang dibentuk di dalam pekerjaan tidak
kalah kuatnya dengan ikatan keluarga. Ikatan pekerjaan muncul karena
orang sering bekerja sama, walaupun mungkin mereka tidak terlalu suka
satu sama lain. Dengan kata lain menurut Drucker, ikatan kerja memiliki
dimensi yang obyektif. Dan dimensi itu bisa menjadi peluang yang sangat
besar untuk membentuk suatu komunitas kerja yang bermakna. Di dalam
komunitas semacam ini, keuntungan bukan lagi sebuah tujuan, melainkan
hanyalah akibat dari ikatan antar pekerja yang kuat.

Dimensi Ekonomis Kerja

Untuk hidup orang perlu untuk bekerja. Sudah sejak dulu pernyataan ini
berlaku universal. Hal ini sebenarnya menurut Drucker berakar pada fakta,
bahwa manusia tidak mampu hidup sendiri. Ia tidak mampu mencukupi
kebutuhannya sendiri. Maka ia memerlukan orang lain. Dalam kerangka
yang lebih besar, manusia yang satu melakukan perdagangan dengan
manusia lainnya untuk memenuhi kebutuhannya masing-masing, dan
membentuk apa yang disebut sebagai jaringan ekonomi (economic
network). Di satu sisi jaringan ini memperkuat hubungan sosial antar
manusia, terutama mereka yang berasal dari latar belakang yang berbeda,
namun saling membutuhkan satu sama lain. Di sisi lain jaringan ini
memiliki potensi untuk mendorong terjadinya konflik sosial, sebagai akibat
dari perdagangan yang tidak mencerminkan nilai keadilan.

Ekonomi sudah selalu menjadi bagian dari kehidupan manusia. Sekarang


ini orang tidak mungkin melepaskan diri dari itu. Di dalam perjalanan
waktu, ekonomi mengalami perubahan tujuan, yakni bukan lagi untuk
pemenuhan kebutuhan murni, tetapi untuk mengumpulkan dan
mengembangkan modal (capital). Modal menjadi tujuan utama. Uang pun
kehilangan akarnya, yakni sebagai pemenuhan kebutuhan manusia. Uang
dikejar demi uang itu sendiri, dan bukan lagi demi kesejahteraan manusia.
Kerja pun bukan lagi demi pemenuhan kebutuhan hari ini, tetapi juga
memiliki orientasi ke masa depan. Saya bekerja untuk pemenuhan
kebutuhan saya 10 tahun lagi.

Upaya pengembangan modal tentu saja baik. Namun upaya itu menjadi
merugikan, ketika modal dikejar demi dirinya sendiri, dan di dalam
perjalanan melupakan apa yang sesungguhnya penting, yakni pemenuhan
kebutuhan dasar manusia untuk bisa hidup dan mengaktualisasikan
dirinya sendiri. Karl Marx seorang filsuf asal Jerman pernah berpendapat,
bahwa ekonomi demi pengumpulan dan pengembangan modal tidaklah
perlu dilakukan, karena di dalam perjalanannya, eksploitasi kaum pekerja
adalah proses yang tidak dapat dihindarkan. Pemikiran Marx tersebut
kemudian direvisi oleh para pengikutnya. Pengumpulan dan
pengembangan modal tetap diperlukan sambil tetap memperhatikan
kebutuhan dasar para pekerja.

Dimensi Kekuasaan Kerja

Di dalam organisasi selalu ada relasi-relasi kekuasaan, baik secara implisit


ataupun eksplisit. Secara eksplisit kekuasaan paling tampak di dalam
hubungan antara atasan dan bawahan, serta hubungan antara konsumen
dan produsen. Di sisi lain ada kekuasaan yang sifatnya implisit, namun
efeknya sangat terasa, seperti krisis global di pasar internasional, bencana
alam, dan perubahan iklim yang mempengaruhi proses produksi,
distribusi, ataupun konsumsi.

Dahulu kala orang tidak memiliki jam kerja. Konsep jam kerja baru
ditemukan pada masyarakat industrial pertama di Eropa. Sekilas konsep
ini memang tampak tidak relevan. Namun pada awalnya penerapan jam
kerja mengakibatkan terjadinya culture shock di masyarakat di seluruh
dunia. Di dalam organisasi modern, kerja haruslah direncanakan dan
diatur dalam jadwal yang tepat. Mereka yang bisa bertahan di dalam
rencana dan pengaturan tersebut akan memperoleh kenaikan pangkat.
Tentu saja semua ini membutuhkan kontrol. Dan menurut Drucker kontrol
adalah bentuk kekuasaan.[12]

Banyak pemikir yang berpendapat, bahwa organisasi modern adalah suatu


bentuk alienasi (keterasingan). Orang menjadi tidak mengenal dirinya
sendiri, orang lain, dan hasil kerjanya, jika mereka bekerja di perusahaan-
perusahaan yang ditata secara modern. “Masyarakat modern”, demikian
Drucker, “adalah masyarakat pekerja dan akan tetap seperti itu.”[13] Oleh
karena itu relasi-relasi kekuasaan di dalam pekerjaan pun tidak akan
pernah hilang. Otoritas adalah sesuatu yang sangat esensial di dalam
organisasi modern. Dengan lugas dapat dikatakan, selama ada otoritas,
selama itu pula ada relasi-relasi kekuasaan. Otoritas adalah sesuatu yang
inheren di dalam sistem organisasi modern yang banyak digunakan
sekarang ini.

Anda mungkin juga menyukai