Manajemen Psikologi
Manajemen Psikologi
[1] Ilmu
ini berfokus pada pengambilan keputusan kelompok, semangat kerja karyawan, motivasi
kerja, produktivitas, stres kerja, seleksi pegawai, strategi pemasaran, rancangan alat kerja,
dan berbagai masalah lainnya.[1] Psikolog industri meneliti dan mengidentifikasi bagaimana
perilaku dan sikap dapat diimprovisasi melalui praktik penggajian, program pelatihan, dan
sistem umpan balik.[2] Perkembangan psikologi industri di Indonesia sangat dipengaruhi oleh
perkembangan psikologi di negara-negara barat terutama Amerika Serikat.[3]
Pengertian psikologi industri dan organisasi, sejarah atau latar belakang timbulnya psikologi
industri dan organisasi, serta ruang lingkupnya.
Pengertian
Istilah psikologi industri dan organisasi merupakan terjemahan dari Industrial and Organizationa
Psychology. Perlu ditambahkan bahwa industri tidak hanya terjemahan dari industry tetapi
mencakup juga pengertian business (perusahaan). Selain itu psikologi industri dan organisasi
merupakan hasil perkembangan psikologi umum, psikologi eksperimen dan psikologi kusus.
Secara terminologi, psikologi dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang memepelajari
aktifitas-aktifatas manusia dalam hubungannya dengan lingkungan. Industri dan organoisasi dapat
diartikan sebagai suatu badan usaha dari perrkumpulan ke;lompok manusia yang mempunyai tujuan
bersama untuk menghasilkan suatu produk tertentu.
Berdasarkan pengertian diatas psikologi perusahaan dan organisasi adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari aktifitas-aktifitas manusia dalam hubungannya dengan kehidupan lingkungan
perusahan atau orgasnisasi.
Psikologi ilmu mulai diperkenalkan di Indonesia sebelum perang dunia ke II, melalui lembaga-
lembaga pendidikan. Psikologi diajarkan di sekolah-sekolah pendidikan guru. Prinsip-prinsip psikologi
ketika itu terutama diterapkan pada bidang pendidikan. Baru pada tahun 1953, dengan didirikannya
Lembaga Pendidikan Asisten Psikologi, psikologi bukan saja merupakan ilmu yang diterapkan
dibidang pendidikan, tetapi mulai menjadi ilmu yang dikembangkan di Indonesia dan diterapkan
keberbagai bidang kehidupan, dalam kehidupan keluarga, sekolah, pekerjaan, dan kehidupan
masyarakat pada umumnya.
Perkembangan psikologi di indonesia, khususnya perkembangan psikoogi industri dan organisasi,
masih sangat dipengaruhi oleh perkembangan psikologi di negara-negara barat, terutama Amerika
serikat. Banyak buku dan majalah psikologi dari negara-negara barat ( yang berbahasa inggris )
merupakan buku pegangan dan buku acuan dalam pengembangan dan penerapan psikologi di
Indonesia. Hal ini pula yang menjadi dasar pemikiran untuk membahas secara singkat bagaimana
perkembanagan psikologi industri dan organisasi di negara-negara barat agar dapat lebih mudah
mengenali dan memahami psikologi industri dan organisasi di Indonesia.
Penerapan psikologi umum di industri sudah mulai dilihat pada permulaan abad ke 20. Tahun 1901,
walter dill scott berbicara tentang kemungkinan penggunaan psikologi dalam periklanan. Tahun 1903
ia menerbitkan bukunya the theory of advertising, yang dipandang sebagai buku pertama yang
membahas psikologi dengan suatu aspek dari dunia kerja (schultz, 1982: 8) tahun 1913 terbit buku
lain dengan judul the psychology of industrial efficiency yang ditulis oleh hugo muensterberg,
psikolog jerman yang mengajar di universitas harvard. Buku ini membahas secara lebih luas bidang
dari psikologi industri. Meskipun sudah pada permulaan abad ke 20 dikenali kemungkinan
penerapan psikologi umum dalam perusaan, penerapan dan perkembangannya yang pesat baru
dimulaidalam dekade 1920.
Ruang lingkup
Diatas telah diuraikan bahwa sejak perang dunia II, psikologi industri dan organisasi mulai
berkembang menjadi ilmu mandiri, menegembangkan ilmunya sendiri yang berlaku umum untuk
situasi industri dan organisasi. Psikologi industri dan organisasi di Indonesia belum sejauh itu
perkembangannya. Dewasa ini psikologi industri dan organisasi di indonesia masih terutama
menerapkan temuan-temuan dari psikologi pada umumnya, psikologi industri dan organoisasi pada
khususnya, kedalam industri dan organisasi.
Yang dimaksudkan dengan prilaku manusia adalah segala kegiatan yang dilakukan oleh manusia, baik
yang secara langsung dapat diamati, seperti berjalan, melompat, menulis, duduk, berbicara dan
sebagainya. Maupun yang tidak dapat diamati secara langsung, seperti berpikir, perasaan, motivasi
dan sebagainya.
Perilaku manusia dipelajari dalam perannya sebagai tenaga kerja dan sebagai konsumen
manusia dipelajari dalam interaksi dengan pekerjaannya., dengan lingkungan fisik dan lingkungan
psiko-sosialnya di pekerjaannya. sebagai tenaga kerja manusia menjadi anggota organisasi industri
dan sebagai konsumen ia menjadi pengguna dari produk atau jasa dari organisasi perusahaan.
dalam organisasi ada unit kerja. unit kerja yang besar terdiri dari unit2 kerja yang lebih kecil dan
masing2 terdiri dari unit kerja yang lebih kecil lagi. dalam hubungan ini dipelajari bagaimana dampak
satu kelompok atau unit kerja terhadap perilaku seorang tenaga kerja dan sebaliknya. juga dipelajari
sejauh mana struktur, pola dan jenis organisasi mempengaruhi tenaga kerjanya, terhadap kelompok
tenaga kerja dan terhadap seorang tenaga kerja.
tentang konsumen dapat berbentuk, sejauh mana ada reaksi yang sama dari kelompok konsumen
dengan ciri2 tertentu terhadap iklan suatu produk. berdasarkan temuan dikembangkan teori aturan2
atau hukum dan prinsip2 yang dapat diterapkan kembali kedalam kegiatan2 industri dan organisasi
untuk kepentingan tenaga kerja, konsumen dan organisasinya dan untuk menguji ketepatannya..
contohnya ditemukannya data tentang perbedaan manager yang berhasil dan yang tidak.
Hipotesis
Hipotesis Ilmiah
Hipotesis Umum : Gaya kepemimpinan yang Otoriter mempengaruhi motivasi kerja
Hipotesis Eksplisit : Subjek yang diperlakukan secara otoriter akan membuat motivasi kerja
lebih rendah daripada subjek yang tidak diperlakukan secara otoriter.
Hipotesis Statistik
Ha : Subjek yang diperlakukan secara otoriter akan membuat motivasi kerja lebih rendah
secara signifikan daripada subjek yang tidak diperlakukan secara otoriter.
Ho : Subjek yang diperlakukan secara otoriter akan membuat motivasi kerja lebih tinggi
secara signifikan daripada subjek yang tidak diperlakukan secara otoriter.
Variabel
Kuesioner
j meminta kuesioner melibatkan sejumlah besar orang pertanyaan yang disajikan dan jawab pada
formulir.. Pertanyaan yang terstruktur dan dapat ditutup atau buka berakhir. Wawancara. Tterdapat
beberapa berbagai jenis satu ke satu wawancara. Jenis wawancara yang digunakan tergantung pada
tujuan penelitian dan jenis informasi yang dibutuhkan.
Study Kasus
studi kasus adalah sebuah metode untuk mendapatkan informasi yang sangat rinci mengenai
masing-masing satu kasus. kasus dapat seorang individu atau kelompok masyarakat tertentu.
Correlational Analysis
Correlational analisis tidak teknis metode penelitian, namun ‘correlational studi’ sering digunakan
untuk merujuk ke sebuah penyelidikan yang melibatkan pengukuran untuk menentukan apakah
salah satu variabel yang terkait dalam beberapa cara lain (apakah mereka saling terkait). ada dua
dasar bentuk korelasi: positif dan negative.
Kualitatif Data
Kualitatif data non-numerik, misalnya, kutipan, opini dan melaporkan emosi. Terdapat beberapa
masalah saat memasang ke alamat kualitatif data.
PERANAN PSIKOLOGI INDUSTRI DALAM PERUSAHAAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ada beberapa pedoman organisasi yang layak diingat. Tetapi mereka tidak
absolut. Relevansi mereka adalah bergantung pada keadaan. Metode lama telah
muncul sejak lama, ketika classical principles of organization (line of command,
span of control, dll) yang dirumuskan oleh Urwick (1947) yang dilihat sebagai
satu-satunya dasar untuk desain organisasi.
Pekerjaan yang harus dilakukan harus ditentukan dan dialokasikan untuk suatu
fungsi, unit, departemen, tim kerja, kelompok proyek dan posisi individu. Terkait
dengan jenis kegiatan harus dikelompokkan secara bersama. Akan ada pilihan
untuk membaginya antara bekerja atas produk, proses, pasar atau wilayah
geografis.
c) Teamwork
Pekerjaan harus didefinisikan dan peran diuraikan dengan jelas sehingga terlihat
mana jenis pekerjaan yang menunjukkan pentingnya kerja sama tim. Daerah di
mana diperlukan kerja sama harus digarisbawahi. Organisasi harus dirancang dan
dioperasikan sedemikian rupa untuk memfasilitasi kerjasama lintas batas
departemen atau fungsional. Jika memungkinkan, tim mengelola diri secara
mandiri dan diberikan tanggung jawab untuk menjalankan urusan mereka sendiri,
termasuk perencanaan, penganggaran dan melatih pengendalian mutu.
Networking harus didorong dalam arti orang berkomunikasi secara terbuka dan
informal dengan satu sama lain sebagai suatu kebutuhan. Hal ini diakui bahwa
proses informal bisa lebih produktif daripada formal, seperti struktur bagan
organisasi. Sebagai pemikir yang berpengaruh bagi manajemen, Mary Parker
Follett (1924) menekankan, tugas utama manajemen adalah untuk mengatur
situasi sehingga orang bekerjasama dengan sendirinya.
d) Flexibility
Orang harus jelas tentang peran mereka sebagai individu dan sebagai anggota
tim. Mereka harus tahu apa yang mereka harus pertanggungjawa untuk
menggunakan kemampuan mereka dalam mencapai tujuan yang mereka telah
sepakati dan berkomitmen untuk itu. Peran profil harus digunakan untuk
mendefinisikan area kunci tetapi tidak harus membatasi inisiatif dan tanggung
jawab.
f) Desentralisasi
g) De-layering
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari makalah ini maka saya dapat menyimpulkan sebagai berikut :
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa psikologi memberikan kontribusi dalam
berjalannya Manajemen SDM dalam suatu organisasi atau perusahaan.
Organisasi sangat penting dalam sutu perusahaan demi menjang keseinbangan
dalam perusahaan itu. Dalam arti guna berjalanya perusahaan demi besaing atau
bekerja sama dengan perusahaan – perusahaan lain.
B. SARAN
Dari isi makalah diatas maka saya sarankan sebagai berikut:
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kegitan kerja harus di perhatikan
senhiga tidak dapat merugiga pekerja tersebut.
Hal utama yang harus di perhatikan dalam presos pekerya yaitu menjaga
keselamat keja dan benda kerja sehingga tidak dapat terjadi kesalahan yang
sangat vatal.
DAFTAR PUSTAKA
Hasibuan, Melayu S.P. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Bumi
Aksara
Mungkin kata “Psikologi” cukup familiar ditelinga kita, psikologi sendiri didefinisikan
sebagai ilmu pengetahuan yang berbicara tentang proses berpikir dan perilaku manusia
(Muchinsky, 2010: 2). Adapun tulisan kali ini akan lebih berbicara sepintas tentang salah satu
cabang dari ilmu psikologi, yaitu psikologi Industri dan Organisasi. Dimana, dalam tulisan ini
mendiskusikan tentang apa itu psikologi Industri dan Organisasi, serta juga berbicara tentang
ruang lingkup dan pokok bahasan dari psikologi Industri dan Organisasi atau lebih dikenal
dengan istilah PIO, serta tidak ketinggalan juga berbicara tentang hubungan PIO dengan
keilmuan lain, baik yang merupakan cabang Psikologi maupun ilmu yang lainnya seperti
manajemen, hukum.
Terlintas dipikiran kita, bahwa ketika mendengar PIO (Psikologi Industri dan Organisasi)
maka yang terbayang adalah dunia industri atau pabrikan, sebenarnya pikiran ini juga tidak
ada salahnya. Akan tetapi, penjelasan yang lebih detail disampaikan oleh Cascio (2001 dalam
Rothmann dan Cooper, 2008: 1) bahwa psikologi Industri dan Organisasi adalah salah satu
cabang terapan dari ilmu psikologi yang berfokus pada studi tentang perilaku manusia dalam
konteks dunia kerja, organisasi serta terkait dengan produktivitas. Lebih lanjut, Muchinsky
(2010: 3) menambahkan bahwa dari perspektif professional atau praktisi, PIO lebih
dipandang sebagai sebuah aplikasi dari pemahaman tentang ilmu psikologi untuk
menyelesaikan masalah di dunia kerja. Sehingga, jika pendekatan akademisi dimana terfokus
pada penelitian-penelitian untuk menemukan jawaban, dan juga digabungkan dengan
pendekatan praktisi yang lebih terfokus pada aplikasi suatu konsep pada kehidupan nyata,
maka seringkali model pendidikan yang dilakukan di PIO lebih bersifat scientist-practitioner
model (Muchinsky, 2010: 3).
Selanjutnya, setelah kita mendapatkan penjelasan tentang apa itu PIO, maka pertanyaan
berikutnya yang muncul adalah apa saja yang didiskusikan dalam PIO itu sendiri. Jika diawal
dijelaskan bahwa PIO adalah terapan dari ilmu psikologi dalam konteks dunia kerja, maka
terdapat beberapa poin yang bisa kita tarik disini. Pertama, psikologi sebagai ilmu yang
mempelajari ilmu perilaku di dunia kerja, dimana dunia kerja tidak terlepas dari yang
namanya organisasi, maka PIO juga akan berbicara tentang Organisasi itu sendiri, dimana
disini mulai dari berbicara tentang teori-teori organisasi, desain organisasi, budaya organisasi,
perilaku organisasi, perubahan dan pengembangan organisasi. Selanjutnya, bahwa jika
melihat trend yang terjadi dewasa ini, bahwa organisasi akan berjalan efektif jika terjalin
interaksi dalam kelompok-kelompok kerja, maka kajian PIO juga meliputi interaksi individu
di dalam kelompok, dimana pokok bahasannya biasanya terkait dengan dinamika kelompok,
proses kelompok dan komunikasi dalam kelompok. Berikutnya, yang tidak kalah penting
adalah bahwa psikologi mempelajari tentang manusia, maka kajian diskusi dari PIO juga
meliputi aspek individu, dimana hal ini meliputi aspek rekruitmen dan seleksi, perencanaan
karir, pengembangan individu, proses belajar dalam organisasi atau dalam istilah awam
kajian-kajian ini seringkali bersinggungan dengan yang disebut “manajemen sumber daya
manusia”. Sehingga, terdapat tiga poin ruang lingkup yang menjadi kajian PIO yaitu
organisasi, kelompok dan juga individu.
Lebih lanjut, tidak dapat dipungkiri bahwa PIO tidak bisa terlepas dari cabang psikologi yang
lain. Dimana yang paling inti adalah psikologi sosial, jika kita lihat kajian-kajian dari PIO
banyak menggunakan teori-teori psikologi sosial seperti teori medan dari Lewin contohnya.
Beberapa cabang lain juga memiliki kontribusi contohnya dalam kajian individu dan
mengelola konflik di tempat kerja, PIO juga akan belajar banyak dari Psikologi klinis, begitu
pula juga terkait dengan psikologi pendidikan dan perkembangan dimana dalam memberikan
pelatihan maka kita juga mempertimbangkan aspek-aspek belajar pada orang dewasa. Selain
mendapatkan masukan dari dalam cabang ilmu psikologi itu sendiri, dalam aktivitas sehari-
hari seorang praktisi PIO juga banyak masukan dari berbagai cabang ilmu seperti Ergonomi,
Manajemen, Sosiologi dan Hukum serta cabang ilmu yang lainnya. Hal ini dapat ditarik
kesimpulan bahwa PIO dalam melakukan studi tidak bisa secara egois melepaskan diri atau
merasa superior, karena PIO juga mendapatkan banyak kontribusi dari ilmu-ilmu yang
lainnya pula.
Metode penelitian dalam pengukurannya dapat dilakukan dengan berbagai metodenya,
kita dapat melakukan sebuah eksperimen atau dengan menggunakan wawancara dan survey.
Ketika kita mengamati, kadang-kadang penting mengendalikan faktor-faktor tertentu yang
menentukan perilaku, tetapi bukan hanya fokus untuk penelitian tersebut penelitian para
psikolog biasanya ingin menarik kesimpulan yang akan diterapkan pada sekelompok orang
yang lebih besar daripada subjek penelitian yang mengikuti penelitian mereka. Dalam
psikologi teori membantu untuk mengatur dan mengaitkan pengamatan dan penelitian. Teori
adalah gagasan yang luas atau sekumpulan gagasan yang terkait erat yang berupaya
menjelaskan beberapa penelitian.
Teori modelling : Albert Bandura (1965) dengan penelitiannya Bobo doll’s. Beliau
membawa anak-anak ke dlam laboratorium dan membiarkan mereka mengamati seorang
dewasa yang sedang memukuli sebuah boneka bobo plastik yang tingginya kira-kira 1 meter.
Bandura ingin mengetahui sejauh mana anak-anak itu akan meniru perilaku orang dewasa
tersebut. Setelah anak-anak melihat orang dewasa itu menyerang boneka bobo, mereka juga
akan memukul mainan tersebut secara agresif. Bandura memiliki kontrol sepenuhnya ketika
anak-anak tanpa disadari bahwa mereka telah menjadi sebagai model atau subjeknya.
1. Eksperimen
Eksperimen adalah suatu percobaan atau serangkaian percobaan pada sebuah proses
atau sistem yang dilakukan dengan perubahan yang sengaja dilakukan pada variabel input
sehingga kita dapat mengamati dan mengidentifikasi penyebab perubahan pada output sistem
tersebut. Eksperimen diyakini mempengaruhi perilaku yang diteliti, dimanipulasi dengan
prosedur yang dikontrol secara seksama di mana satu atau lebih variabel yang dibuat konstan.
Jika perilaku yang diteliti berubah suatu saat sebuah variabel akan dimanipulasi, kita dapat
mengatakan bahwa variabel yang dimanipulasi menyebabkan perubahan-perubahan perilaku.
Dengan kata lain, eksperimen telah memperlihatkan sebab dan akibat. Sebab ialah perilaku
yang dimanipulasi dan akibat ialah perilaku yang berubah karena manipulasi. Penempatan
acak (random assignment) terjadi ketika para peneliti menempatkan subjek secara kebetulan
kedalam kondisi eksperimen dan kontrol, sehingga mengurangi kemungkinan bahwa hasil
eksperimen akan disebabkan oleh beberapa perbedaan yang telah ada sebelumnya.
Penempatan acak atau random assignment adalah peneliti menempatkan sebuah subjek
penelitian ke dalam suatu kelompok tanpa disengaja. Teknik ini mengurangi kecenderungan
bahwa hasil eksperimen akan sangat dipengaruhi oleh perbedaan antar kelompok yang sudah
ada sebelumnya (Martin, 2004). Jumlah subyek untuk penelitiannya dibutuhkan banyak,
sehingga dengan luasnya atau banyaknya subyek penelitian maka hasil yang didapatkan
obyektif. Terdapat beberapa aspek penting dalam teori modelling atau eksperimen, yaitu :
1. Subjek
2. Objek
3. Treatment
4. Observasi atau perekaman : pengukuran
5. Observer : pelaku pengukuran
6. Variabel : perilaku modelling
Subjek adalah individu yang akan diteliti atau dibeikan sebuah eksperimen. Misalnya, anak
yang terdapat di penelitian Bandura dengan Bobo doll’s nya.
Observasi adalah pengukuran yang dilakukan terhadap subjek dan objek. Peneliti
mengidentifikasi subjek dengan mengamati perilaku subjek setiap harinya untuk mengetahui
hasilnya.
Observer adalah pelaku pengukuran tersebut yang dimana ia memiliki tugas untuk
mengidentifikasi subjek.
Variabel adalah segala sesuatu yang dapat berubah. Terdapat dua variabel dalam eksperimen
yaitu variabel independen (bebas) dan variabel dependen (terikat). Variabel bebas adalah
faktor eksperimental yang dimanipulasi. Ia adalah potensi penyebab. Penamaan ”bebas”
digunakan karena variabel ini digunakan untuk dapat dimanipulasi mandiri dari faktor lain
untuk menentukan akibatnya. Para peneliti memiliki banyak pilihan yang terbuka untuk
mereka memilih variabel bebas dan satu eksperimennya dapat melibatkan beberpa variabel
bebas. Variabel terikat adalah faktor yang dapat berubah dalam suatu eksperimen sebagai
respons terhadap perubahan pada variabel bebas. Sebagaimana peneliti memanipulasi
variabel bebas, mereka mengukur variabel terikat untuk berbagai hasil akibat. sebuah aspek
penting dari pengonseptualisasian sebuah masalah penelitian adalah menghasilkan cara
konkret untuk mengukur variabel sendiri yang diteliti.
Etika adalah aspek terpenting dalam melakukan sebuah penelitian. Dimana peneliti harus
memikirkan kembali apakah eksperimen yang akan dilakukan melanggar sebuah etika atau
dapat dikatakan tidak memiliki etika untuk mengeksperimenkan penelitian yang akan
dilakukan. Misalnya: eksperimen perbedaan anak dibawah umur merokok karena dipengaruhi
lingkungan atau teman sebaya. Tidak memungkinkan jika anak dibawah umur kita berikan
rokok untuk mengetahui hasilnya. kode etik yang diadopsi oleh APA menginstruksikan para
peneliti untuk melindungi subjek mereka dari bahaya mental dan fisik. kepentingan terbaik
subjek harus dijaga terutama di dalam pikiran peneliti. semua subjek harus memberi
persetujuan mereka untuk berpastisipasi dalam studi penelitian, yang mensyaratkan bahwa
subjek harus mengetahui bagaimana partisipasi mereka akan dilibatkan dan resiko apa yang
mungkin berkembang. misalnya, subjek penelitian satu dengan satu yang lain harus
diberitahukan sebelumnya bahwa kuisioner dapat merangsang pemikiran tentang isu yang
mungkin tidak mereka antisipasi. subjek juga harus diinformasikan bahwa dalam beberapa
hal suatu diskusi tentang isu yang mungkin dimunculkan dapat memperbaiki. persoalan etis
khusus mengatur pelaksanaan penelitian dengan anak-anak. pertama jika anak-anak harus
diteliti, harus ada persetujuan yang diinformasikan dari orang tu atau wali yang sah. Orang
tua memiliki hak untuk memperoleh gambaran yang memiliki lengkap dan akurat tentang apa
yang akan dilakukan pada dan oleh anak-anak mereka dan dapat menolak untuk brpastisipasi.
kedua, anak-anak juga memiliki hak. Psikolog berkewajiban menjelaskan secara persis apa
yang akan dialami oleh anak-anak. anak dapat menolak untuk berpastisipasi, bahkan setelah
persetujuan orang tua diberikan. jika demikian, para peneliti haruslah tidak menguji anak.
Ketiga, psikolog harus selalu menimbang potensi yang membahayakan anak-anak
dibandingkan dengan prospek manfaatnya bagi mereka. Keempat karena anak-anak berada
dalam suatu posisi yang rawan dan lemah serta kurang kendali ketika menghadapi orang
dewasa, psikolog sebaiknya selalu berusaha membuat pertemuan profesional sebagai suatu
pengalaman yang positif dan mendukung.
Hipotesis adalah pernyataan sementara saat penelitiaan. Gagasan yang muncul secara logis
dari sebuah teori. Ia merupakan suatu peramalan yang dapat diuji, bisa juga dianggap sebagai
sebuah tebakan ilmiah atau teori yang diberikan dan penerapan logika.
Tujuan dari ekperimen sendiri adalah untuk mengontrol sebuah perilaku yang dimunculkan
dimana penelitian eksperimen dilakukan untuk mengetahui sebuah hasil akhir yang dapat
diidentifikasi bagaimana setiap individu berperilaku. Dimana tujuan dari ilmu psikologi
adalah mengamati serta memahami perilaku dan menarik kesimpulan memahaminya untuk
mengaplikasikan ilmu psikologi tersebut untuk mengontrol perilaku yang dimunculkan.
Wawancara juga sebuah metode penelitian yang sering digunakan oleh peneliti.
Karena wawancara bersifat terbuka. Wawancara dapat dilakukan dengan bertatap muka,
melalui telepon atau melalui media seperti internet. Model wawancara beragam, mulai dari
yang sangat tidak terstuktur hingga yang sangat terstruktur. Struktur ditentukan oleh
pertanyaan-pertanyaan itu sendiri atau pewawancara. Survey dan wawancara bersifat
terstruktur dan terbuka. Pertanyan-pertanyaan bersifat spesifik. Survey dan wawancara
memiliki masalah dalam penelitiannya, kecenderungan responden untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan dengan cara yang mereka pakai untuk diterima atau digunakan secara
sosial, bisa saja mereka menjawab dengan apa yang benar-benar muncul dalam pikiran atau
yang mereka rasakan daripada dengan cara mengkomunikasikan apa yang benar-benar
pikirkan. contoh-contoh pertanyaan wawancara yang terstuktur adalah : pada minggu lalu,
seberapa sering anda meneriaki pasangan, dan berapa sering pada tahun yang lalu anak anda
terlibat dalam perkelahian di sekolah.
Kadang-kadang cara terbaik dan tercepat untuk memperoleh informasi dari orang-orang
adalah dengan cara meminta informasi dari mereka. para psikolog menggunakan wawancara
untuk mengetahui pengalaman dan sikap para individu.
Terdapat beberapa aspek penting saat melakukan penelitian dengan metode survey yaitu :
1. Responden (subjek) :
2. Alat ukur (angket, skala, kuisioner) : Isinya berupa pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan untuk dijawab oleh responden.
3. Hipotesis : aspek penting dari pengujian hipotesis adalah analisis data.
4. Pengukuran
5. Variabel
Kedua metode tersebut memiliki perbedaan yang spesifik yaitu eksperimen memiliki sebuat
treatment atau pemberian perilaku terhadap subjek sedangkan metode penelitian survey tidak
menggunakannya melainkan hanya pemberian sebuah angket, wawancara dan kuisioner.
Istilah-istilah
1. psikologi eksperimen
2. persepsi hukum kedekatan
3. ergonomi
Psikologi Diferensial
Istilah-istilah
a. psikologi diferensial
b. psychotechniek
c. psikometri
Psikologi industri dan organisasi merupakan hasil perkembangan psikologi umum, psikologi
eksperimen dan psikologi khusus di mana penerapannya secara luas di bidang industri
berlangsung sekitar tahun 1930-an. Sampai Perang Dunia ke-2 psikologi industri (belum ada
tambahan organisasi) kegiatan utamanya menerapkan metode, fakta dan prinsip-prinsip
psikologi pada manusia sebagai tenaga kerja. Baru sejak perang dunia ke-2 psikologi industri
dan organisasi menjadi ilmu mandiri dengan kegiatannya.
1. melaksanakan penelitian ilmiah dalam kaitannya dengan peran atau perilaku manusia
dalam organisasi dan organisasi itu sendiri;
2. mengembangkan teori-teori dan menguji kebenarannya;
3. menerapkan penemuan-penemuan baru.
Temuan-temuan yang didapat ini dapat digunakan untuk mengembangkan tes-tes, latihan-
latihan bagi calon-calon manajer dan seleksi para calon manajer.
Dengan berkembangnya psikologi menjadi ilmu yang mandiri di mana wawasannya semakin
luas, maka kegiatannya tidak hanya menerapkan metode, fakta dan prinsip-prinsip dari
psikologi pada manusia sebagai tenaga kerja, melainkan melaksanakan juga penelitian dalam
upaya menjawab pertanyaan dasar tentang manusia dalam organisasi serta organisasi itu
sendiri. Dengan meluasnya wawasan tersebut maka namanya menjadi Psikologi Industri dan
Organisasi.
Yang dimaksud dengan organisasi adalah:
organisasi formal yang tujuan utamanya
– mencari keuntungan dari hasil produksi dan jasa;
– bukan mencari keuntungan, misalnya lembaga pendidikan, Rumah Sakit, dan sebagainya.
Perbedaan Individual
Terbentuknya suatu organisasi (termasuk organisasi industri) melalui usaha perorangan atau
sekelompok orang. Sedang perkembangannya bisa dimulai secara kecil-kecilan kemudian
berkembang menjadi besar.
Organisasi yang terbentuk langsung sedang “besar atau besar” dinamakan terbentuk melalui
“cetak” biru usaha.
Dalam berkembangnya organisasi maka terjadilah diferensiasi atau “pecah”nya suatu
pekerjaan menjadi beberapa macam pekerjaan. Terlebih dengan penerapan teknologi dalam
industri maka berbagai macam pekerjaan tersebut menuntut pula kekhususan (spesialisasi)
pengetahuan dan keterampilan.
Akibatnya tidak setiap orang dapat mengerjakan segala macam pekerjaan. Dari satu jenis
pekerjaan pun menuntut kemampuan yang berbeda-beda.
Perbedaan atau keunikan dan kesamaan seseorang oleh Kluckhohn dibagi menjadi 3:
1) manusia sama seperti manusia lainnya.
2) manusia sama seperti kelompok manusia lainnya.
3) manusia tak sama dengan manusia lainnya.
Apabila dilakukan pengukuran berbagai cara manusia kemudian digambarkan dengan suatu
kurva distribusi normal akan diperoleh gambar:
1) Kurva tersebut Simetris dengan pusat kurvanya (50%) di sebut rata-rata.
2) Populasi yang terwakili dalam kurva dapat dibagi 4 bagian yang sama besar.
3) Variasi yang terbesar dalam kecakapan perorangan terjadi pada kuartal pertama dan
keempat.
4) Pada kedua kuartal di tengah (=50%) lebih homogen, tak banyak perbedaan kemampuan
mereka.
5) Dengan gambaran tersebut, orang menganggap bahwa semua orang berkarya atau
berprestasi pada tingkat yang sama. Dan dikarenakan setengah dari populasi tersebut
berkecakapan mendekati rata-rata, maka dapat terwakili pada kelompok kecil. Prestasi kerja
mereka yang digunakan sebagai standar.
6) Keadaan ini bagi perusahaan menimbulkan masalah, sebab bagi pekerja yang
kecakapannya tinggi, standar prestasi tersebut mudah dicapai akibatnya mereka nampak tidak
mempunyai pekerjaan lagi dan nampak bermalas-malasan. Sebabnya bagi tenaga yang
kurang kecakapannya karena tidak dapat mencapai standar prestasinya akan nampak
bermalas-malas juga. Kemungkinan lain adalah bahwa kelompok kerja akan menyesuaikan
prestasi kerjanya dengan tingkat prestasi kerja terendah dari kelompoknya.
Sehubungan dengan perbedaan individual ini maka dalam seleksi dan penempatan tujuannya
melihat dan menentukan sejauh mana calon tanpa melihat jenis kelamin, pengalaman dan
pendidikannya, memiliki ciri-ciri pribadi yang menjadi persyaratan yang harus dipenuhi
untuk suatu pekerjaan.
Strategi Seleksi
Metode yang digunakan dalam seleksi dan penilaian secara garis besarnya ada 2 macam,
yaitu:
1. Metode mekanikal;
2. Metode klinikal.
Metode Mekanikal
a. pengumpulan data berdasarkan pedoman-pedoman, peraturan-peraturan dan prosedur yang
telah ditetapkan semula.
b. pengolahan data dilaksanakan berdasarkan peraturan atau pengolahan data dapat dilakukan
oleh Sarjana nonpsikologi.
Metode Klinikal
a. pengumpulan data dengan cara yang lentur (fleksibel), yaitu macam data yang
dikumpulkan dari seseorang berbeda dengan data yang dikumpulkan oleh orang lain
(tergantung psikolog) yang mengumpulkan data tersebut.
b. pengolahan data dilaksanakan oleh seorang ahli (Sarjana psikologi mengingat ia dapat
memperhatikan dan memperhatikan pola perilaku calon disesuaikan dengan tuntutan
pekerjaan.
Berdasar dua macam metode seleksi dan peramalan tersebut, Campbell, Dunnette, Lawler,
Weich (1970) membahas enam macam strategi seleksi atau strategi peramalan, yaitu:
1) Interpretasi profil.
2) Strategi murni.
3) Klinikal murni.
4) Pengharkatan perilaku (behavior rating).
5) Gabungan klinikal.
6) Gabungan mekanikal.
Kemudian keenam strategi tersebut oleh Sawyer diteliti dan berdasar hasil penelitiannya oleh
Campbell dan kawan-kawan (1970), disusun peningkatan (rangking) sebagaimana dalam
Tabel 2.1.
Kesimpulannya adalah bahwa cara pengolahan data secara mekanikal lebih baik daripada
cara pengolahan data secara klinikal tanpa memperhatikan cara yang digunakan dalam
pengumpulan datanya.
Keuntungan metode Statistikal adalah dalam hal kecermatannya meramal dan para peramal
dapat belajar melalui pengalaman sedang keuntungan metode klinikal adalah bahwa setiap
orang dapat ditangani secara lebih sesuai serta dapat diperhatikan kondisi-kondisinya yang
unik dan khusus.
Kelemahannya adalah:
Pada metode statistik dalam hal validitasnya, tidak dapat memperhatikan pengubahan-
pengubahan dinamis dalam pekerjaan dan kondisi organisasi serta dalam peramalan secara
individual. Pada metode klinik, ketidaktepatan peramalan, dipengaruhi oleh subjektivitas dari
ahli (psikolog) yang melakukan peramalan.
Salah satu cara atau upaya agar pemeriksaan psikologis dalam kegiatan seleksi dapat
diandalkan kesahihan peramalannya, adalah dengan model (penelitian) seleksi tradisional.
Model seleksi tradisional ini secara garis besar meliputi langkah-langkah:
1. Analisis pekerjaan.
2. Penentuan peramal-peramal dan alat ukurnya.
3. Penentuan kriteria keberhasilan dan alat-alat ukurnya.
4. Kesahihan peramalan (Predictive Validity).
5. Kesahihan silang (Cross Validity).
6. Rekomendasi untuk seleksi.
Sehubungan dengan kesulitan menggunakan model seleksi tradisional maka digunakan model
lain termasuk di Indonesia, berikut ini:
a. Melakukan analisis pekerjaan untuk menentukan ciri-ciri pribadi atau kriteria yang
dibutuhkan dari para calon tenaga kerja.
b. Kemudian ditetapkan alat ukur/tes psikologis yang akan digunakan untuk keperluan
seleksi.
c. Pemeriksaan psikologis dilakukan dalam 3 tahap, yaitu secara klasikal, secara perorangan
atau wawancara, akhirnya dibuat laporan hasil pemeriksaan yang berbentuk uraian
(gambaran) tentang kepribadian calon serta saran-saran dapat diterima atau tidaknya calon.
Dari semua upaya yang berhubungan dengan proses seleksi tersebut, keberhasilan berpulang
pada keterampilan langkah-langkah dalam seleksi.
Analisis Pekerjaan
Untuk mengurangi kesalahan dalam analisis pekerjaan dapat digunakan alternatif berikut:
1. wawancara kelompok;
2. kuesioner analisis kedudukan;
3. ancangan sistem pada analisis pekerjaan
Ketepatan ramalan tergantung kepada kesahihan alat ukur. Untuk mendapatkan alat ukur
peramalan yang sahih maka alat ukur dikorelasikan dengan kriteria keberhasilan.
Pelatihan adalah proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan prosedur sistematis
dan terorganisasi, sedangkan pengembangan adalah proses pendidikan jangka panjang yang
menggunakan prosedur sistematis dan terorganisasi. Pelatihan diperuntukkan tenaga
nonmanajerial, dan pengembangan untuk tenaga manajerial.
Tujuan pelatihan dan pengembangan yaitu:
1. meningkatkan produktivitas.
2. meningkatkan mutu.
3. meningkatkan ketetapan dalam perencanaan sumber daya manusia.
4. meningkatkan semangat kerja.
5. menarik dan menahan tenaga kerja yang baik.
6. menjaga kesehatan dan keselamatan kerja.
7. menghindari keusangan.
8. menunjang pertumbuhan pribadi.
Prinsip-prinsip Pembelajaran
Dalam program pelatihan dan pengembangan terjadi proses pembelajaran. Pada program
pelatihan keterampilan teknik, pelatihan penyelesaian, dan pengembangan eksekutif terjadi
proses pembelajaran asosiatif, selektif, pembedaan penginderaan, pemerolehan keterampilan,
pemahaman dan insight, serta perubahan sikap untuk melancarkan proses belajar ada
beberapa aturan main yang menyangkut:
1. aturan-aturan pembentukan asosiasi;
2. hal-hal yang membentuk pembelajaran selektif;
3. pengetahuan pembedaan penginderaan;
4. hal-hal yang membantu diperolehnya keterampilan;
5. perangsangan pemahaman.
6. pengubahan sikap.
Research Methods in Industrial/Organizaation Psychology”
Dalam melakukan penelitian, secara unum masalah yang sering ditemukan adalah
ketika sudah memilih judul penelitian, ada kesulitan dalam memilih variabel yang sesuai.
Kemudian ketika sudah memilih variabel, seringkali variabel dependen dan independent-nya
bisa tertukar. Setelah itu ada kesulitan dalam memilih subyek yang tepat dan mau. Proses
pengambilan datanya pun tidak mudah karena kadang terjadi ketidakseimbangan antara data
yang didapat dengan data yang dilihat. Pemrosesan datanya dan pengambilan kesimpulan
juga tidak mudah. Karena kadang ketika dari awal salah memilih variabel maka sampai ke
kesimpulan tidak ada hasil yang didapat atau kesia-siaan. Dan masalah yang paling penting
adalah penentuan metode yang dipakai, karena ketika salah memilih maka akan salah
pengambilan data, pengolahan sampai pada kesimpulannya juga sama seperti salah memilih
variabel. Dan sekarang sebelum membahas tentang metode penelitian dalam PIO maka, kita
perlu lebih tahu dulu apa saja metode observasinya.
Metode korelasi dalam penelitian adalah metode penelitian yang memberikan data
tentang hubungan diantara 2 variabel dalam sebuah penelitian. Dalam penelitian memiliki 3
komponen dasar yaitu: peneliti mengukur variabel pertama (x), peneliti mengukur variabel
kedua (y), dan peneliti mengukur hubungan antara variabel pertama dan kedua ( x dan y).
Dalam metode korelasional ada koofisien korelasi yang menjadi acuan sejauh mana
hubungan antar dua variabel itu. Koofisien korelasi yang pertama adalah +1, yang berarti
telah terjadi kenaikan kuantitas dari suatu variabel diikuti dengan kenaikan kuantitas dari
variabel lain. Yang kedua ada -1, yang artinya kenaikan kuantitas dari suatu variabel diikuti
dengan penurunan dari variabel lain. Dan koofisien yang ketiga adalah 0, artinya kenaikan
kuantitas dari suatu variabel diikuti oleh kenaikan dan penurunan secara random dari variabel
lain atau bahkan tidak diikuti kenaikan / penurunan dari variabel lain/ stabil.
Hasil dari penelitian korelasi seringkali mengimplikasikan relasi kausalitas antar
variabel yang berkorelasi, tetapi tidak berarti kita bisa menyimpulkan relasi kausalitas
dari metode penelitian korelasi. Alasannya adalah penelitian korelasi memiliki masalah
sebagai berikut; kita tidak bisa menentukan variabel x yang mempengaruhi y atau variabel y
yang mempengaruhi x, sebab dua-duanya saling mempengaruhi. Masalah ini disebut
Bidirectionality. Dan masalah kedua adalah bukan variabel x yang mempengaruhi y ataupun
variabel y yang mempengaruhi x, tetapi ada pihak ketiga atau variabel lain yang
mempengaruhi variabel x dan y. Masalah ini disebut A third Variable. Karena metode
korelasional tidak dapat menjelaskan hubungan kausalitas antar variabel maka dibutuhkan
penelitian lanjutan menggunakan metode eksperimen.
Metode eksperimen merupakan metode yang dapat membuktikan, menguji hubungan
sebab-akibat dan menjelaskan dengan lengkap jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam
penelitian psikologi seperti “ Mengapa orang melakukan sesuatu?” Metode eksperimen
merupakan metode penelitian yanag digunakan untuk pengujian hubungan sebab-akibat.
Penelitian eksperimen berusaha mengubah variabel pada diri subyek agar subyek punya
variasi tertentu ( manipulasi) .
Dalam penelitian eksperimen peneliti dapat meneliti 1/ lebih dari 1 variabel. Peneliti
juga mengukur apakah manipulasi yang dilakukan mempengaruhi variabel lain. Sebelum
melakukan penelitian ekperimen kita harus menentukan variabel dependen ( variabel terikat)
dan variabel independen ( variabel bebas)-nya terlebih dahulu.
Ekperimen merupakan metode yang dapat menjawab semua dasar-dasar pentanyaan dalam
penelitian psikologi, misalnya ‘mengapa orang berperilaku seperti itu?’ Namun penelitian
eksperimen seringkali tidak bisa dan tidak dapat dilakukan karena memiliki masalah-masalah
sebagai berikut :
1. Ada variable- variable yang tidak bisa dimanipulasi secara umum, misalnya ;
Umur dan jenis kelamin. Peneliti tidak bisa memanipulasi orang yang berumur 10 tahun
menjadi 100 tahun.
2. Ada variable yang tidak boleh dimanipulasi, misalnya kepribadian/ personality. Tidak boleh
dimanipulasi karena itu melanggar kode etik sebagai seorang peneliti. Dan kalau dilakukan
bisa berdampak baik, maupun buruk pada subyek, contohnya luka-luka mental/ psikis dalam
diri subyek.
3. Tidak semua variable dapat dikontrol dalam penelitian eksperimen
Dalam Metode penelitian eksperimen ada ekstra news variabel atau variabel-variabel lain
yang dapat mempengaruhi variabel dependen tetapi bukan variabel independen .Karena itulah
dalam penelitian eksperimen harus dilakukan pengendalian-pengendalian yang ketat terhadap
variabel – variabelnya, artinya yang boleh bergerak disini hanya variabel independent-nya,
selain itu tidak boleh.
Metode ekperimen dan metode korelasi sangat berhubungan, maka disarankan untuk
menggunakan kedua metode ini dalam melakukan penelitian terutama penelitian yang
berhubungan dengan eksperimen. Metode korelasi memberikan data akurat hubungan/
korelasi antara 2 variabel, sehingga kita bisa melihat variabel-variabel mana yang memiliki
korelasi yang kuat atau korelasi 1, contohnya dalam kasus produktivitas kerja ; ada banyak
variabel-variabel independen seperti masalah pribadi, relasi dengan teman kerja, pendapatan
dan sebagainya. Untuk menentukan mana yang akan dieksperimenkan maka harus terlebih
dahulu melihat variabel mana yang memiliki hubungan paling kuat atau berkorelasi positif 1
untuk dieksperimenkan dengan variabel dependennya. Setelah itu barulah menggunakan
metode eksperimen untuk menguji hubungan sebab-akibat dari kedua variabel tersebut.
Tetapi kita juga dapat melakukannya secara terbalik, yaitu setelah dieksperimenkan maka
baru dicari korelasinya. Tetapi hal itu dilakukan biasanya untuk memperkuat data hasil
eksperimen.
Dalam Penelitian tentang Psikologi Industri dan organisasi variabel independentnya
biasanya ; kepribadian, sikap, pendidikan, jumlah dan frekuensi kompensasi, lingkungan
fisik, gaya supervisi, jadual kerja, program insentif dll. Sedangkan variabel dependentnya
adalah produktivitas, performance, tingkat absensi, kualitas kerja, turn over, kepuasan kerja
dll.
Seringkali sulit untuk mengukur variabel-variabel dalam penelitian PIO karena
pengukuran variabel harus dioperasionalkan. yaitu, dibawa turun dari tingkat abstrak ke
tingkat yang lebih konkret dan jelas. sehingga dapat diukur atau dimanipulasi. Individu jg
tidak bisa diukur karena setiap individu berbeda atau memiliki individual defferences?
Contoh pertama dari metode korelasional diuraikan sebelumnya, variabel "potensi
manajemen menengah" dioperasionalkan sebagai rating pada skala empat titik. Dalam studi
eksperimental pengiriman pizza (pengemudi yang mengendarai motor), bagaimana perilaku
mengemudi yang aman dioperasionalkan sebagai mengenakan helm yang benar,
menggunakan lampu sein, dan mengikuti rambu – rambu lalu lintas. kedua variabel dapat
dianggap sebagai definisi operasional dari variabel yang lebih umum kinerja. selama proses
operasionalisasi variabel, teknik tertentu untuk mengukur variabel biasanya dipilih. kita akan
memeriksa dua kategori umum teknik yang digunakan untuk mengukur variabel dalam pio.
Teknik observasi dan teknik laporan diri. Biasanya laporan diri atau self rapport kadang
berbeda dengan hasil observasi. Adanya perbedaan individu inilah yang membuat sulit
mengukur variabel dalam pio.
Penjelasan yang lebih jelasnya dapat kita lihat pada rancangan penelitian PIO
dibawah ini. Aspek perilaku kerja yang diukur adalah produktivitas. Masalahnya melihat
produktivitas kerja pada pengonsumsi kopi. Hipotesis intesitas mengonsumsi kopi
mempengaruhi produktivitas pecandu kopi. Sedangkan Hipothesis testing : melihat dengan
metode penelitian korelasional ada tidaknya korelasi antara produktivitas kerja pecandu kopi
(variabel dependen) dengan intesitas mengonsumsi kopi (variabel independen). Pengambilan
data menggunakan metode observasi dengan melihat keproduktivitasan kerja sesuai indikator
dan melihat intesitas konsumsi kopi seorang pecandu kopi. Apakah ditemukan kesamaan pola
atau korelasi yang tinggi saat observasi dilaksanakan. Jika ada, maka penelitian dapat
dilanjutkan ke eksperimen dan hipotesis benar adanya. Jika tidak, maka hipotesis salah dan
penelitian tidak bisa dilanjutkan.
Experimental research design : penelitian ini dapat dilanjutkan dengan skala yang lebih
besar apabila hipotesis telah teruji. Pengembangan riset subjek penelitian diambil dari
kelompok pecandu kopi lalu dibagi menjadi 3 perlakuan dimana perlakuan pertama tidak
diperbolehkan mengonsumsi kopi selama bekerja, perlakuan kedua diperbolehkan
mengonsumsi kopi hanya dipagi hari saja, perlakuan ketiga tidak dibatasi dalam
mengonsumsi kopi selama bekerja. Kemudian diambil data keproduktivisan kerja mereka
dengan pekerjaan yang sama. Hasil yang didapat dari perlakuan ketiga adalah sebagai
pembanding (kontrol) terhadap dua perlakuan lainnya. Hal ini dilakukan karena mengingat
bahwa seorang pecandu kopi pada kesehariannya intensitas mengonsumsi kopi tidak dibatasi.
Setelah itu dilihat signifikansi produktivitas diantara 3 perlakuan, bila hasil rata- rata
produktivitas perlakuan ketiga lebih tinggi daripada perlakuan yang lain maka bisa
digeneralisasikan bahwa intensitas mengonsumsi kopi mempengaruhi keproduktivitasan kerja
pecandu kopi.
Di dalam rancangan sebuah hipotesis dapat dites secara statistik dengan menggunakan
metode korelasional. Bila hasil korelasi yang diperoleh mendekati 1 maka hipotesis tersebut
benar atau memang ada hubungan anatar variabel dengan hipotesis tersebut. Bila hasil
korelasi kurang dari sama dengan 5%, maka hipotesis tersebut perlu dikaji ulang karena 2
variable tersebut tidak saling berkorelasi.
Pertimbangan etis dalam penelitian ini adalah apakah seorang pecandu kopi merasa dirugikan
apabila tidak diperbolehkan mengonsumsi kopi selama bekerja. Informasi yang harus
dicantumkan dalam informed consent ini adalah:
a) Tujuan penelitian: ini untuk melihat apakah keproduktivitasan pecandu kopi dipengaruhi
oleh intensitas mengonsumsi kopi.
Durasi: dilakukan dalam tiga hari selama jam kerja, yakni pukul 08:00-16.00
Prosedur: hari pertama perlakuan pertama tidak diperbolehkan mengonsumsi kopi selama
bekerja.Hari kedua perlakuan kedua diperbolehkan mengonsumsi kopi hanya dipagi hari
saja.Hari ketiga perlakuan ketiga tidak dibatasi dalam mengonsumsi kopi selama bekerja.
b) Hak partisipan untuk menolak atau berhenti saat penelitian berlangsung
c) Konsekuensi partisipan saat menolak atau meninggalkan penelitian ini.
d) Faktor-faktor yang kemungkinan yang besar dapat mempengaruhi tingkat minat mengikuti
penelitian bisa berupa : resiko potensial, ketidak nyamanan atau efek berlawanan.
e) Hal-hal yang didapatkan partisipan jika berpartisipasi dan bermanfaat bagi mereka.
f) Batas-batas kerahasiaan.
g) Reward/ incentive yang diberikan jika berpartisipasi dalam penelitian.
h) Seseorarang yang dapat dihubungi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian dan
hak-hak pertisipan selama penelitian.
1. Metode Eksperimental
Kontrol Variabel
- Variabel independen (yang bisa diotak-atik) dan variabel dependen (variabel hasil).
Rancangan Eksperimen
Kadang-kadang eksperimen hanya memfokuskan pada pengaruh satu kondisi yang dapat ada
atau tidak ada. Rancangan eksperimen ini memberikan nama kelompok eksperimental jiika
kondisi ada dan kelompok kontrol jika kondisi tidak ada.
Eksperimen biasanya melakukan pengukuran tidak hanya pada satu subjek tapi pada sampel
banyak subjek. Dengan demikian hasil dari riset adalah data dalam bentuk angka-angka yang
harus disimpulkan dan diinterpretasikan. Dasar dari tugas ini adalah statistik, yaitu ilmu yang
mengurusi sampel dari suatu populasi individu dan kemudian mengambil kesimpulan tentang
populasi dan sampel individu tersebut.
2. Metode Korelasional
Ada beberapa kasus yang tidak bisa dikondisikan, sehingga akhirnya harus mengambil
sampel orang-orang yang sudah terkena (misalnya, tidak mungkin menjadikan sampel
penelitian kita sebagai pengidap anoreksia, tapi langsung saja mengambil sampel orang
pengidap anoreksia).
Koefisien korelasi
Adalah cara matematis yang digunakan oleh para periset psikologis untuk mengolah data dari
metode korelasional.
Satu hal penting yang perlu dicatat dalam riset psikologi, bahwa koefisien .60 atau lebih
dianggap sangat tinggi. Koefisien korelasi dalam rentang .20 dan .60 memiliki nilai praktis
dan teoritis dan sangat berguna untuk membuat prediksi. Korelasi antara 0 sampai .20 harus
dipandang secara hati-hati dan hanya sedikit berguna dalam membuat prediksi.
Tes
Salah satu kegunaan metode korelasional melibatkan tes yang mengukur bakat, pencapaian,
atau trait (sifat) psikologis lain. Tes ini mempresentasikan situasi yang beragam kepada
sekelompok orang yang memiliki perbedaan beberapa trait (seperti kemampuan matematika
atau kecemasan). Variasi skor yang diperoleh pada tes kemudian dapat dikorelasikan dengan
variabel pada variabel lain.
Tes memungkinkan ahli psikologi mendapatkan sejumlah besar data dari individu dengan
gangguan minimal pada rutinitas harian mereka dan tanpa memerlukan peralatan
laboratorium yang rumit
Observasi langsung
Pada tahap awal riset tentang sesuatu topik tertentu, eksperimen laboratorium dan penelitian
korelasional mungkin terlalu dini dan perkembangan sebaiknya diperoleh dengan mengamati
perkembangan alami fenomena yang dimaksud. Para peneliti harus terlatih untuk mengamati
dan mencatat secara akurat untuk mencegah masuknya bias pribadi ke dalam apa yang
dilaporkan.
Metoda Survei
Beberapa masalah yang sulit untuk dipelajari secara langsung dapat dipelajari dengan
observasi tidak langsung melalui kuesioner dan wawancara. Walaupun metode ini
memberikan banyak hasil penting, metode ini lebih mudah mengalami bias ketimbang
observasi langsung sebab manusia mungkin mencoba mempresentaikan dirinya dari sudut
yang positif.
Riwayat Kasus
Adalah biografi untuk digunakan secara ilmiah, dan merupakan sumber data yang penting
untuk mempelajari individu. Sebagian besar riwayat kausu dibuat dengan merekonstruksi
biografi seseorang. Rekonstruksi biografi sangat diperlukan untuk memahami seseorang,
terutama ketika individu tersebut mengalami masalah.
Bekerja memang tidaklah mudah. Ini bukan berarti kita tak mahir
atau tak menguasai pekerjaan kita, tapi karena sistem serta keadaan dalam
pekerjaan itu sendiri. Contohnya peraturan. Biasanya dalam bekerja banyak
ditemukan peraturan konyol yang sering tak masuk akal. Tak masuk akal
jika dikalkulasikan atas nama gaji, fasilitas, lamanya waktu kerja, lamanya
istirahat, serta banyaknya pekerjaan. Dan biasanya pula, kata tak masuk
akal dikemukakan oleh para pegawai.
Bukan hanya itu, kondisi lingkungan kerja terkadang tak sehat dengan
adanya tukang adu domba, tukang peras, mata-mata, dan para pencari
muka. Beberapa tahan dan beberapa tidak. Mereka yang tak tahan akan
hengkang dari pekerjaanya.
Masalah tersebut memang sangat familiar. Wajar ada yang tak tahan.
Yang mengherankan, kenapa banyak yang bertahan? Alasan klasik adalah
demi keluarga. Akan makan apa keluarga saya nanti? Jika saya keluar,
bagaimana saya menghidupi keluarga saya?
Apakah dunia bekerja selalu seperti itu? Ketka bekerja, kita berusaha
melakukan yang terbaik. Selang beberapa lama kita mulai merasa tak
betah. Ada saja hal yang membuat hati kecil ita bertontak. Dan ujungnya
muncul istilah rumput tetangga memang lebih hijau. Ini yang menjadi
pemicu kita untuk segera mengakhiri kerja di tempat tersebut.
Ssesulit itukah bekerja? Kita sudah dituntut untuk menjadi profesional
serta memegang komitmen. Kita berusaha melakukan yang terbaik bahkan
terkadang bekerja melewati batas waktu kerja pada umumnya. Untuk apa
semua itu? Uang, itu karena tujuan awal manusia bekerja adalah untuk
mencari uang.
Kalu begitu, untuk apa sekolah tinggi jika yang kita tuju selama ini
adalah uang? Untuk apa belajar tekan dalam setiap junjang pendidikan jika
ujungnya kita diperbudak? Dan jika sudah seperti ini, dimanakah nikmat
bekerja?
3.bp.blogspot.com
Oleh: Reza A.A Wattimena
Tulisan ini merupakan salah satu bab dalam diktat Filsafat Manusia:
Menjadi Manusia Otentik (Reza A.A Wattimena, 2011)
Pada tulisan ini dengan mengacu pada pemikiran Peter Drucker, saya ingin
mengajak anda memikirkan tentang makna kerja di dalam kehidupan
manusia. Sebagai acuan saya terinspirasi dari buku Management, Tasks,
Responsibilities, and Practices. Peter Drucker adalah seorang ahli
manajemen yang pemikirannya, menurut saya, memiliki dimensi filosofis
yang sangat dalam.[1]
Pada abad ke 17 dan 18, refleksi filsafat tentang kerja mulai berubah arah.
Salah seorang filsuf Inggris yang bernama John Locke pernah berpendapat,
bahwa pekerjaan merupakan sumber untuk memperoleh hak miliki
pribadi. Hegel, filsuf Jerman, juga berpendapat bahwa pekerjaan
membawa manusia menemukan dan mengaktualisasikan dirinya. Karl
Marx, murid Hegel, berpendapat bahwa pekerjaan merupakan sarana
manusia untuk menciptakan diri. Dengan bekerja orang mendapatkan
pengakuan.[4]
Yang pasti menurut Drucker adalah, bahwa kerja (work) dan bekerja
(working) adalah dua hal yang berbeda. Pekerja (worker) adalah penghasil
kerja (work), dan kegiatan menghasilkan kerja itu disebut sebagai bekerja
(working). Dalam hal ini setiap pekerja haruslah ditata dalam organisasi
yang setidaknya mampu mewujudkan dua hal, yakni mencapai
produktivitas kerja yang dibutuhkan organisasi, dan memperoleh kepuasan
personal melalui kerjanya itu.[5]
Maka kerja adalah sesuatu yang memiliki aturan dan logika tersendiri yang
perlu untuk dianalisis. Inilah yang kiranya dilakukan oleh Drucker. Para
pekerja –yang juga berarti setiap manusia- perlu untuk memahami prinsip
dasar kerja dalam suatu urutan yang logis, seimbang, dan rasional. Hal ini
tidak hanya berlaku untuk kerja yang menghasilkan barang materi, tetapi
juga para pekerja kreatif dan pekerja pengetahuan yang lebih menghasilkan
konsep yang abstrak. Misalnya si penulis yang perlu untuk memahami
susunan alfabet yang sifatnya logis, seimbang, dan rasional. Drucker
bahkan berpendapat bahwa analisis atas kerja pertama kali bukan muncul
di kalangan insinyur ataupun ahli teknik, melainkan dari tulisan yang
memiliki aturan dan logikanya sendiri.
Drucker lebih jauh menajamkan, bahwa ada lima dimensi dari bekerja
(working). Bekerja adalah aktivitas yang dilakukan oleh pekerja. Manusia
adalah mahluk yang bekerja. Kerja adalah tanda dari kemanusiaannya.
Kerja memiliki dinamika dan dimensi yang inheren di dalam dirinya.
Dimensi pertama adalah dimensi fisiologis. Yang perlu ditekankan disini
adalah, bahwa manusia bukanlah mesin. Cara ia bekerja pun berbeda
dengan cara kerja mesin.
Mesin bekerja terbaik jika hanya mengerjakan satu tugas. Tugas itu
haruslah dilakukan berulang, dan haruslah sesederhana mungkin. Untuk
mengerjakan tugas rumit, mesin haruslah membagi tugas rumit tersebut ke
dalam bagian-bagian yang lebih sederhana, barulah mesin itu bisa bekerja.
Mesin dapat bekerja dengan baik, jika ritme pekerjaan tersebut tetap, dan
dengan stabilitas yang terjamin.[7]
Manusia bekerja dengan cara yang berbeda. Jika hanya mengerjakan satu
pekerjaan secara berulang, ia dengan mudah menjadi lelah, bosan, dan
meninggalkan pekerjaannya itu. Menurut Drucker manusia justru bisa
bekerja secara maksimal, jika berada dalam koordinasi dengan manusia
lainnya. Manusia bisa bekerja secara maksimal, jika ia menumpahkan
seluruh dirinya di dalam pekerjaannya itu, dan bukan hanya fisiknya
semata. Jika ia dipaksa bekerja seperti mesin, maka baik secara psikologis
ataupun fisik, ia akan cepat merasa lelah.
Jika orang dipaksa untuk bekerja sesuai dengan ritme orang lain, maka ia
secara otomatis akan mengalami penumpukan kotoran di otot, otak, dan
aliran darah. Penumpukan kotoran itu akan melepaskan hormon stress
yang mengakibatkan seluruh saraf menjadi tegang. Padahal menurut
Drucker untuk bisa bekerja secara produktif, orang perlu untuk
melepaskan diri dari semua tegangan yang ada di dalam dirinya. Atau
setidaknya ia harus memiliki kontrol penuh pada perasaannya sendiri.
Dimensi kerja kedua adalah dimensi psikologis. Dalam arti ini kerja bisa
berarti berkat sekaligus kutuk. Orang perlu untuk bekerja. Namun
seringkali kerja juga menjadi beban yang sangat berat. Setiap orang sudah
dikondisikan untuk bekerja sejak mereka menginjak usia 3-4 tahun.
Memang mereka belum boleh bekerja secara resmi di pabrik atau
dimanapun. Namun mereka perlu untuk belajar berjalan, berbicara, dan
yang terpenting, belajar untuk menjadi manusia. Ini semua menurut
Drucker menciptakan kebiasaan untuk bekerja, untuk melakukan sesuatu
guna mengembangkan diri.
Tentu saja pandangan para rahib Benediktin dan Plato saling bertentangan.
Namun keduanya memiliki kesamaan, yakni keduanya mengecam
pengangguran, dalam arti orang yang tidak mau bekerja. Kualitas manusia
dilihat dari sejauh mana ia tekun dan unggul di dalam pekerjaannya. Di
peradaban Cina kuno, setelah seseorang selesai mengabdi sebagai pekerja
negara, ia tidak diharapkan untuk bersantai di masa pensiunnya.
Sebaliknya ia justru diminta untuk lebih produktif menulis, melukis,
mencipta musik, dan membuat puisi. Dasar dari cara berpikir ini adalah
etika sosial Confusian, yang meminta orang untuk membagikan
kebijaksanaannya. Tujuannya adalah menjamin stabilnya tatanan sosial
yang ada.
Pada abad kedua puluh, pandangan tentang kerja juga belum banyak
berubah. Walaupun masih dianggap sebagai bagian dari pekerjaan yang
‘kasar’, para petani dan buruh dipandang sebagai bagian dari masyarakat
yang layak dan perlu untuk dihormati. Di Eropa dan Amerika pada abad
keduapuluh, kondisi kehidupan buruh dan petani sudah jauh meningkat,
jika dibandingkan dengan satu abad sebelumnya. Hal yang sama menurut
Drucker juga berlaku untuk para pelaut. Mereka adalah kelompok pekerja
yang perlu mendapatkan perhatian besar, terutama karena kegiatan fisik
yang begitu banyak, dan ancaman bahaya yang juga begitu besar.
Menurut Drucker pada era sekarang, apa yang dipandang orang sebagai
bernilai telah berubah. Sekarang ini nilai ekonomis lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai-nilai lainnya. Hal ini terjadi karena konsep
kepuasan hidup pun telah menyempit menjadi melulu kepuasan ekonomis.
Materi yang bisa memuaskan diri tersedia banyak sebagai barang dagangan
di mall dan pasar. Akibat surplus barang untuk memberikan kenikmatan
itu, nilai kehidupan pun telah menyempit menjadi semata mengejar nilai
ekonomis belaka. Kepuasan psikologis pun menjadi identik dengan
kepuasan ekonomis.[9]
Gejala hedonisme yang sedang dominan di masyarakat, menurut Drucker,
juga sebenarnya bukan menggambarkan dorongan murni manusia untuk
mencapai kenikmatan itu sendiri. Gejala tersebut muncul sebagai reaksi
terhadap berbagai penindasan yang dialami oleh kelas pekerja selama
berabad-abad. Kelas pekerja pun kini meluas. Profesi guru dan artis, yang
mengembangkan musik, lukisan, ataupun tulisan, pun kini dianggap
sebagai profesi terhormat. Di negara-negara maju profesi sebagai guru dan
artis mampu memberikan penghidupan yang layak. Namun di beberapa
negara berkembang, profesi semacam itu masih dianggap kelas dua.
Banyak orang benci untuk bekerja. Mereka bermimpi untuk memiliki uang
banyak, sehingga tidak lagi perlu bekerja. Namun pandangan itu tidak
sepenuhnya tepat. Orang yang tidak bekerja, walaupun memiliki uang
banyak, juga sulit untuk merasa puas dengan hidupnya. Mereka akan
mengalami krisis identitas, karena pekerjaan membantu orang
merumuskan identitasnya, walaupun tidak secara keseluruhan. Dalam ari
ini dapatlah dikatakan, bahwa kerja memiliki dimensi psikologis yang
mendalam, yang membantu orang untuk menentukan siapa dirinya.[10]
Lebih jauh juga dapat dikatakan, bahwa setiap orang butuh untuk bekerja,
karena ia memiliki kebutuhan untuk menjadi bagian dari suatu kelompok,
dan menjalin relasi yang bermakna dengan orang-orang yang ada di sana.
Aristoteles pernah mengatakan bahwa manusia adalah mahluk yang
berpolis. Artinya manusia adalah mahluk yang membutuhkan kelompok
untuk menegaskan jati dirinya. Bekerja adalah cara terbaik untuk menjadi
bagian dari suatu kelompok.
Dalam arti ini ikatan emosional yang dibentuk di dalam pekerjaan tidak
kalah kuatnya dengan ikatan keluarga. Ikatan pekerjaan muncul karena
orang sering bekerja sama, walaupun mungkin mereka tidak terlalu suka
satu sama lain. Dengan kata lain menurut Drucker, ikatan kerja memiliki
dimensi yang obyektif. Dan dimensi itu bisa menjadi peluang yang sangat
besar untuk membentuk suatu komunitas kerja yang bermakna. Di dalam
komunitas semacam ini, keuntungan bukan lagi sebuah tujuan, melainkan
hanyalah akibat dari ikatan antar pekerja yang kuat.
Untuk hidup orang perlu untuk bekerja. Sudah sejak dulu pernyataan ini
berlaku universal. Hal ini sebenarnya menurut Drucker berakar pada fakta,
bahwa manusia tidak mampu hidup sendiri. Ia tidak mampu mencukupi
kebutuhannya sendiri. Maka ia memerlukan orang lain. Dalam kerangka
yang lebih besar, manusia yang satu melakukan perdagangan dengan
manusia lainnya untuk memenuhi kebutuhannya masing-masing, dan
membentuk apa yang disebut sebagai jaringan ekonomi (economic
network). Di satu sisi jaringan ini memperkuat hubungan sosial antar
manusia, terutama mereka yang berasal dari latar belakang yang berbeda,
namun saling membutuhkan satu sama lain. Di sisi lain jaringan ini
memiliki potensi untuk mendorong terjadinya konflik sosial, sebagai akibat
dari perdagangan yang tidak mencerminkan nilai keadilan.
Upaya pengembangan modal tentu saja baik. Namun upaya itu menjadi
merugikan, ketika modal dikejar demi dirinya sendiri, dan di dalam
perjalanan melupakan apa yang sesungguhnya penting, yakni pemenuhan
kebutuhan dasar manusia untuk bisa hidup dan mengaktualisasikan
dirinya sendiri. Karl Marx seorang filsuf asal Jerman pernah berpendapat,
bahwa ekonomi demi pengumpulan dan pengembangan modal tidaklah
perlu dilakukan, karena di dalam perjalanannya, eksploitasi kaum pekerja
adalah proses yang tidak dapat dihindarkan. Pemikiran Marx tersebut
kemudian direvisi oleh para pengikutnya. Pengumpulan dan
pengembangan modal tetap diperlukan sambil tetap memperhatikan
kebutuhan dasar para pekerja.
Dahulu kala orang tidak memiliki jam kerja. Konsep jam kerja baru
ditemukan pada masyarakat industrial pertama di Eropa. Sekilas konsep
ini memang tampak tidak relevan. Namun pada awalnya penerapan jam
kerja mengakibatkan terjadinya culture shock di masyarakat di seluruh
dunia. Di dalam organisasi modern, kerja haruslah direncanakan dan
diatur dalam jadwal yang tepat. Mereka yang bisa bertahan di dalam
rencana dan pengaturan tersebut akan memperoleh kenaikan pangkat.
Tentu saja semua ini membutuhkan kontrol. Dan menurut Drucker kontrol
adalah bentuk kekuasaan.[12]