DI SuSuN oLEH:
KELOMPOK 5
Ungkapan syukur Alhamdulillah kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberi kemudahan dalam menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul “Sejarah
Peradaban Islam pada Masa Bani Umayyah”
Di kesempatan ini, kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu terselesaikannya makalah ini.
Semoga makalah ini ada manfaatnya bagi pembaca dan penyusun khususnya. Amin.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
C. Tujuan ………………………………………………………………
BAB II PEMBAHASAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, umat Islam terpecah menjadi tiga
kekuatan politik, yaitu Syiah, Muawiyah, dan Khawarij. Keadaan ini tentunya tidak
menguntungkan bagi Ali, akibatnya posisi Ali semakin lemah, sementara posisi
Muawiyah semakin kuat. Dan pada tahun 40 H (660 M), Ali terbunuh oleh salah seorang
anggota Khawarij .
Setelah Ali bin Abi Thalib meninggal, kedudukannya sebagai khalifah dijabat oleh
anaknya, Hasan. Namun karena penduduk Kufah tidak mendukungnya, seperti sikap
mereka terhadap Ayahnya, maka Hasan semakin lemah, sementara Muawiyah semakin
kuat. Maka Hasan mengadakan perjanjian damai dengan Muawiyah dengan
menanggalkan jabatan khilafah untuk Muawiyah pada tahun 41 H (661 M), agar tidak
terjadi pertumpahan darah yang sia-sia. Perjanjian tersebut dapat mempersatukan
umat Islam dalam satu kepemimpinan politik, yakni di bawah kepemimpinan Muawiyah
bin Abi Sufyan. Tahun tersebut dalam sejarah dikenal sebagai tahun al-Jama'ah (tahun
persatuan), sebagai tanda bahwa umat Islam telah menyepakati secara aklamasi
mempunyai hanya satu orang khalifah. Di sisi lain penyerahan tersebut menjadikan
Muawiyah sebagai penguasa absolut dalam Islam. Dengan demikian, maka berakhirlah
apa yang disebut dengan masa Khulafa' al-Rasyidin yang bersifat demokratis, dan
dimulailah kekuasaan Bani Umayah dalam sejarah politik Islam yang bersifat
keturunan.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
5. Sebagai tugas kelompok untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Peradaban
Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
Kerajaan Bani Umayyah didirikan oleh Mu’awiyah Bin Abu Sufyan pada tahun 41
H/661 M di Damaskus dan berlangsung hingga pada tahun 132H/750 M. Nama dinasti
ini diambil dari nama tokoh Umayyah bin 'Abd asy – Syams, kakek buyut dari khalifah
pertama bani umayyah yaitu Muawiyah I .Muawiyah I bin Abu Sufyan adalah seorang
politisi handal, ahli administrasi, wawasannya luas bijaksana, dan dermawan. karir
pertama dari pengalaman politiknya sebagai gubernur Syam pada masa khalifah
Utsman bin Affan cukup mengantar dirinya mampu mengambil alih kekuasaan dari
genggaman keluarga Ali bin Abi Thalib. Tepatnya setelah Husein putra Ali bin Thalib
dapat dikalahkan oleh Umayyah.
Bani Umayyah adalah salah satu dari keluarga suku Quraisy. Keturunan
Umayyah bin Abdul Syams bin Abdul Manaf, seorang pemimpin suku Quraisy yang
terpandang.
Permusuhan Bani Umayyah berakhir setelah Nabi SAW dan para pengikutnya
berhasil memasuki kota Makkah (tahun 8 H/630 M). Merasa tidak mampu melawan
akhirnya Bani Umayyah menyerah kepada Nabi SAW dan bersedia masuk Islam. Bani
Umayyah tergolong yang belakang masuk Islam. Setelah masuk Islam, mereka
memperlihatkan loyalitas dan dedikasi tinggi terhadap agama tersebut.
Karena sikap baik, ada diantara mereka yang dipercayakan untuk menduduki
jabatan penting. Mu’awiyyah bin Abu Sufyan (21 SH / 602 M – 60 H / 600 M) misalnya
pada masa Nabi SAW diangkat menjadi penulis wahyu dan pada masa khalifah Umar bin
Khattab (42 SH / 581 M – 23 H / 644 M) diangkat pada tahun 641 sebagai Gubernur di
Suriah. Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan (47 SH / 576 M – 35 H / 656 M) Bani
Umayyah juga mendapat banyak keuntungan, kekuasaan yang membentang dari Suriah
sampai Pantai Laut Tengah. Ia memanfaatkan saat tersebut untuk mempersiapkan diri
dan meletakkan dasar pendirian sebuah dinasti. Harapan itu lebih besar terbuka setelah
Utsman bin Affan di bunuh pada tahun 656 oleh para pemberontak yang menentang
kebijakan nepotisme dan penyalah gunaan harta baitul mal untuk keperluan pribadi
dan keluarga.
Ketika Ali bin Abi Thalib (603 M – 40 H / 661 M), yang diangkat oleh sahabat
Nabi SAW di Madinah sebagai khalifah pengganti Utsman, Umayyah tidak sepakat. Ia
menginginkan pengadilan terhadap pemberontak yang membunuh Ustman dan
menuduh Ali terlibat dalam pembunuhan Utsman atau paling tidak melindungi
pemberotak yang melindunginya. Sikap Mu’awiyyah yang menentang Ali di pandang
sebagai pemberontakan terhadap pemerintah yang sah hingga akhirnya Ali dan
pasukannya segera berangkat untuk memerangi Mu’awiyyah di Suriah. Sebelum
pertempuran itu terjadi, Ali mengutus delegasi, mengirim surat damai agar Mu’wiyyah
mengakuinya serta bersatu dengannya. Namun usaha itu gagal dan terjadilah perang
Shiffin (Rabu 1 safar 37 H-jum’at 8 safar 37 H) dan hampir saja dimenangkan Ali, namun
‘Amr bin As dari Mu’awiyyah. Ali memberhentikan peperangan demi keutuhan umat
muslim dan menyatakan menyetujui Tahkim yang berisi (membatalkan bai’ah Ali
,mengembalikannya kepada kaum muslim dan sistem pemerintahan Demokartis dan
Pemilihan atau pengangkatan khalifah selanjutnya harus diserahkan kembali kepada
musyawarah kaum muslimin).
Kedua pihak setuju memilih seorang hakam (perantara) sebagai perunding dan
pencari jalan penyelesaian sengketa. Pihak Mu’awiyyah memilih Amr bin Ash dan dari
Ali, Abu Musa al-‘Asy’ari (sahabat Nabi SAW, w. 72/53 H) yang disetujui mayoritas
penduduk Irak. Ketika Abu Musa mengumumkan turunnya Ali dari jabatannya, Amr bin
Ash segera menyetujuinya dan menetapkan Mu’awiyyah sebagai khalifah. Tahkim ini
jelas menguntungkan Mu’awiyyah, Tahkim tersebut berakhir dengan kekecewaan di
pihak Ali yang menyebabkan umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu
Syiah (pasukan Ali), Muawiyah, dan Khawarij (keluar dari pasukan Ali dan melawan
kedua pasukan) dan khawarij berpendapat bahwa yang terlibat dalam tahkim telah
melakukan dosa besar hingga wajib di bunuh / bertaubat.
Khawarij merencanakan pembunuhan terhadap Ali ,Muawiyah dan Amr bin Ash.
Rencana tersebut ternyata tidak sepenuhnya berhasil, Ibnu Muljam (pengikut khawarij)
661 hanya berhasil membunuh Ali ketika Ali ke Masjid Kuffah sedangkan Mu’awiyyah
dan Amr bin Ash selamat.
Setelah Ali wafat ,Kekhalifahan jatuh pada anaknya (Hasan bin Ali). Tetapi masa
pemerintahannya tak berjalan baik dan 6 bulan kemudian Hasan membai’ah muawiyah
untuk menghentikan fitnah dan perpecahan antara kaum Muslim setelah terjadinya
persetujuan Tahkim dihadapan dua orang putra Ali (Hasan dan Husein) dan disaksikan
oleh rakyat sehingga tahun tersebut terkenal dalam sejarah sebagai “Aamul Jama’ah”.
Suksensi kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika Muawiyah bin Abu
Sufyan Radhiallahu ‘anhu mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia
terhadap anaknya, (Yazid Ibn Muawiyah Rahimahullah). sejumlah tokoh terkemuka di
Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Kemudian Yazid mengirim surat ke
Gubernur Madianh, memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia
kepadanya. Dengan cara ini, semua orang terpaksa tunduk kecuali Husein bin Ali dan
Abdullah bin Zubair. Bersamaan dengan itu, Syi’ah (pengikut Ali) melakukan
konsolidasi (penggabungan) kekuatan kembali. Perlawanan terhadap Bani Umayyah
dimulai oleh Husein bin Ali.
Dari segi cara hidup, para khalifah Dinasti Umayyah telah meninggalkan pola dan
cara hidup Nabi Muhammad SAW dan al-Khulafa ar-Rasyidun. Hingga masa Ali,
pemimpin negara berlaku sebagai seorang biasa tinggal di rumah sederhana, menjadi
imam masjid, dan memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti kebanyakan orang Muslim
lainnya.Namun, pada masa Dinasti Umayyah, yang mengadopsi tradisi sistem kerajaan
pra-lslam di Timur Tengah, mereka menjaga jarak dengan masyarakat karena tinggal di
istana yang dikelilingi oleh para pengawal.Mereka juga hidup dengan bergelimang
kemewahan dan memiliki kekuasaan mutlak.
1. Politik
Di antara kebijakan politik yang terjadi pada masa Daulah Bani Umayyah adalah
terjadinya pemisahan kekuasaan antara kekuasaan agama (spritual power) dengan
kekuasaan politik. Amirul Mu’minin hanya bertugas sebagai khalifah dalam bidang
politik. Sedangkan urusan agama diurus oleh para ulama.
2. Pemerintahan
b) Administrasi pemerintahan
Setidaknya ada empat diwan (departemen/kementrian) yang berdiri pada Daulah Bani
Umayyah, yaitu:
Departemen ini mengurus tentang perpajakan. Gikepalai oleh Shahibul Kharraj yang
bertanggung jawab langsung kepada Khalifah.
Departemen ini mengurus tentang ketentaraan negara. Ada juga yang menyebut dengan
departemen peperangan.
Departemen ini disebut juga departemen pencatat. Setiap peraturan yang dikeluarkan
disalin pada sebuah register kemudian disegel dan dikirim keberbagai wilayah.
5) Diwan Qadli
3. Lambang Negara
Pada pemerintahan Abd Malik, Bahasa Arab dijadikan bahasa resmi administrasi
pemerintahan.
5. Militer
Daulah Bani Umayyah memaksa orang untuk masuk tentara dengan membuat
undang undang wajib militer (Nizham Tajnid Ijbary). Mayoritas adalah berasal dari
orang Arab.
6. Ekonomi
Sumber uang masuk pada zaman Daulah Ban Umayyah sebagiannya diambil dari
Dharaib (kewajiban yang harus dibayar oleh warga negara). Di samping itu, bagi
daerah-daerah yang baru ditaklukkan, terutama yang belum masuk Islam, ditetapkan
pajak istimewa. Namun pada masa Umar bin Abdul Aziz, pajak untuk non muslim
dikurangi, sedangkan jizyah bagi muslim dihentikan. Kebijakan ini mendorong non
muslim memeluk agama Islam.
Adapun pengeluaran pemerintah dari uang masuk tersebut adalah sebagai berikut:
c. Perlengkapan perang
7. Mata Uang
Pada masa Abd Malik, mata uang kaum muslimin dicetak secara teratur.
Pembayaran diatur dengan menggunakan mata uang ini. Meskipun pada Masa Umar bin
Khattab sudah ada mata uang, namun belum begitu teratur.
8. Sosial Kemasyarakatan
Muslim Arab menganggap bahwa mereka lebih baik dan lebih pantas memegang
kekuasaan daripada Muslim non Arab. Muslim non Arab kala itu disebut Mawali.
Awalnya Mawali adalah budak tawanan perang yang dimerdekakan.
9. Pendidikan
a. Kuttab
b. Masjid
c. Arabisasi
Gerakan penerjemah kedalam bahasa Arab (Arabisasi buku) pada masa Marwan
sangat dilakukan. Ia memerintah untuk menerjemahkan buku buku yang berbahasa
Yunani ,Syiria ,Sansekerta dan bahasa lainnya kedalam bahasa Arab.
d. Baitul Hikmah
10. Kesenian
a. Majelis Sastra
Majelis sastra adalah tempat atau balai pertemuan untuk membahas kesusterasaan dan
juga tempat berdiskusikan mengenai urusan politik. Majelis ini hanya ditujukan bagi
sastrawan dan ulama terkemuka.
b. Arsitektur
Pada masa Walid dibangun sebuah masjid agung yang terkenal dengan sebutan
Masjid Damaskus ,Kubah as-sakhra di Yerussalem dibangun oleh Abdul Malik (691)
merupakan bangunan masjid pertama kali ditutup dengan Kubah. Pada abad VII Wlid
Ibn Abdul Malik juga membangun masjid agung di Syiria berdasarkan nama penguasa
dinasti Umayyah.
Muawiyah bin Abu Sufyan adalah pendiri Daulah Bani Umayyah dan menjabat
sebagai Khalifah pertama. Ia memindahkan ibu kota dari Madinah al Munawarah ke
kota Damaskus dalam wilayah Suriah. Pada masa pemerintahannya, ia melanjutkan
perluasan wilayah kekuasaan Islam yang terhenti pada masa Khalifah Ustman dan Ali.
Disamping itu ia juga mengatur tentara dengan cara baru dengan meniru aturan yang
ditetapkan oleh tentara di Bizantium, membangun administrasi pemerintahan dan juga
menetapkan aturan kiriman pos. namun tidak berarti bahwa politik dalam negeri dapat
dianggap stabil. Muawiyah tidak mentaati isi perjanjiannya dengan Hasan bin Ali ketika
dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan penggantian pemimpin setelah
Muawiyah diserahkan kepada pemilihan umat Islam. Muawiyah sangat terkenal dengan
sifat santunnya (hilm), telah dijelaskan jika Khalifah Umar terkenal dengan integritas
keagamaannya, maka Muawiyah terkenal dengan patriotisme kebangsaannya.
Pemerintahan Muawiyah ditandai dengan upaya sentralisasi kekuasaan negara, bahkan
pemerintahannya didasarkan pada jaringan kerja (networks) pribadi dan ikatan
kekerabatan. Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid sebagai putera mahkota
menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi dikalangan rakyat yang
mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan. Muawiyah
meninggal Dunia dalam usia 80 tahun dan dimakamkan di Damaskus di pemakaman
Bab Al-Shagier.
c. Merancang alasan alasan moral dan politis yang baru demi kesetiaan terhadap
Khalifah.
f. Kebijakan politik dan kekuasaan finansial yang ditempuhnya berasal dari nilai nilai
tradisi Arab, seperti Konsiliasi, konsultasi, kedermawanan dan penghormatanterhadap
bentuk bentuk tradisi kesukuan.
g. Perluasan kekuasaan
Abdul Malik bin Marwan di pandang sebagai pendiri kedua bani umayah, ketika
dia diangkat sebagai khalifah, dunia Islam dalam kondisi yang terpecah belah. Ibnu
Zubair di hizaj telah memproklamirkan diri sebagai khalifah, kaum syi’ah dan khawarij
mengadakan pemberontakan. Namun berkat kepiawaiannya akhirnya sedikit demi
sedikit Abdul Malik bin Marwan dapat memudahkan kondisi kekhalifahan.
Abdul Malik bin Marwan memperoleh pendidikan yang tinggi, seorang ahli fiqih
yang kenamaan, tampaknya abdul Malik orang yang tepat yang diangkat pada masa itu,
ia tabah dan dapat menahan goncangan dan kesukaran yang dihadapi saat itu. Sehingga
daulah bani Umayah kembali bersatu dibawah kekuasaannya.
a. mencetak mata uang logam, menggantikan mata uang Bizantium dan Sasania. Mata
uang yang baru ini, menghilangkan simbolisme Kristen dan Zoroastrian dan
memperkenalkan model koin yang terbuat dari emas dan perak yang bertuliskan huruf
Arab sebagai simbol kedaulatan negara.
c. menetapkan bahasa arab sebagai bahasa resmi sehingga besar pengaruhnya bagi
perkembangan: Dunia ilmu pengetahuan ,Berkembang pesatnya sastra arab dan
Terbinanya persatuan umat Islam.
h. Pada masa pemerintahan al-Walid, dibangun beberapa masjid baru di Madinah dan
di Damaskus.
Al Walid bin Abdul Malik bergelar Al Walid I (lahir pada 668 dan meninggal di
Damaskus 23 Febuari 715 pada umur 46/47 tahun). Ia menduduki posisi Khalifah Bani
Umayyah ke6 dan tidak menguasai Bahasa Arab dengan baik, padahal telah belajar ilmu
tata bahasa Arab selama 6 bulan. Ia adalah Khalifah Bani Umayyah yang memerintah
antara 705-715. Ia diangkat sebagai khalifah tahun 705 M setelah satu tahun
sebelumnya (704 M) diangkat sebagai putra mahkota bersama adiknya Sulaiman bin
Abdul Malik.
Kekhalifahannya dinilai berhasil karena didukung oleh situasi yang baik dan
terdapat 2 gubernur yang cukup disegani, Yakni Umar bin Abdul Aziz gubernur Mekkah
dan Madinah serta Hajaj bin Yusuf gubernur Irak. Ia Menjadi khalifah menggantikan
ayahnya Abdul Malik bin Marwan. Ayahnya bernama Abdul Malik, Ibunya Hind bin
Utbah .Dia mempunyai sifat kemauan keras dan berkemampuan melaksanakan
pembangunan .Masa pemerintahan Walid adalah masa ketentraman, kemakmuran dan
ketertiban. Umat islam merasa hidup bahagia, tidak ada pemberontakan dimasa
pemerintahannya. Ia mengembangkan sistem kesejahteraan, membangun rumah sakit,
institut pendidikan dan langkah untuk apresiasi seni.
Kemajuan Dinasti BANI UMAYYAH pada Masa Al-Walid bin Abdul Malik
1) Menyediakan pelayanan khusus ,orang cacat diberi gaji ,orang buta diberi penuntun
,orang lumpuh disediakan perawat dan menyediakan bangunan khusus untuk pengidap
kusta.
2) Pemperbaiki fasilitas jalan raya terutama hijaz, mekkah ,madinah bagi jamaah haji
dengan fasilitas memadai seperti tempat peristirahatan yang dilengkapi air dari sumur
yang digali.
4) Wilayah Afrika Utara sampai ke pantai Atlantik dan menyeberangi selat Jabal tarik
(Selat Gibraltar).
Umar Bin Abdul Aziz merupakan Khalifah “Bani Umayyah” yang ke 8. Ia naik
tahta pada tahun 99-101 H/717-720 M. Meskipun Ia berkuasa tidak lebih dari tiga
tahun, namanya tercatat sebagai salah seorang Khalifah yang dikenang sepanjang masa
karena kepribadian dan kebijaksanaannya yang pro rakyat dan keinginannya yang kuat
mengembangkan ilmu agama Islam dan ilmu umum.Untuk mengetahui siapa Umar bin
Abdul Aziz sebenarnya, berikut uraian biogafi singkatnya.
Umar Bin Abdul Aziz dilahirkan pada tahun 63 H di Hilwan,dekat Kairo. Ia lahir
ketika ayahnya “Abdul Aziz” menjadi gubernur di Mesir.Berdasarkan garis keturunan,
Umar memiliki hubungan darah dengan Umar Bin Al Khattab. karena ibunya yang
bernama Ummu ‘Ashim bin Umar Bin Al Khattab.Salah satu ciri fisik yang dimiliki Umar
Bin Abdul Aziz adalah tanda bekas luka dibagian dahi. Luka ini terjadi karena
cengkraman binatang ketika Ia masih kecil. Ayahnya yang mengobati luka itu dan
menghapus darah dari mukanya. Karena secara garis besar keturunan Ia memiliki
hubungan darah dengan Umar Bin Khattab, maka banyak sejarawan mengatakan bahwa
Umar Bin Abdul Aziz memliki sifat yang sama yaitu keberanian dan keadilan, kelemah
lembutan, sifat kasih sayang, sabar dan cinta ilmu pengetahuan.
Pada masa kecilnya, Umar bin Abdul Aziz tinggal menetap dirumah pamannya di
Madinah dan memperoleh pendidikan yang baik dari mereka. Banyak ilmu pengetahuan
keagamaan diperolehnya, antara lain ilmu Hadist, Al Qur-an dan lainnya. Umar Bin
Abdul Aziz belajar Hadist dari Ayahnya ,menguasai ilmu Al Qur-an ,menghafal dan
mengkaji Al Qur-an sejak masih kecil. Untuk mempedalam semua ilmu itu ,Abdul Aziz
mengirim Umar ke Madinah agar Ia belajar dengan baik ilmu agama Islam temasuk Al
Qur-an. Di Madinah Ia belajar Al Qur-an den gan Ubaidillah Bin Abdullah hingga dewasa.
Setelah ayahnya meninggal dunia, Umar Bin Abdul Aziz diminta oleh Khalifah
Andul Malih Bin Marwan datang ke Damaskus, Dikota inilah Umar Bin Abdul Aziz
menikah dengan Fatimah, anak Khalifah Abdul Malik Bin Marwan. Dari kota inilah Ia
meniti karir politiknya sebagai pejabat pemerintahan. Sebab pada masa kekhalifahan Al
Walid Bin Abdul Malik, Ia dipercaya menjadi gubernur di Hijaz (Mekkah dan Madinah).
Karirnya berjalan baik tanpa kesalahan sedikitpun. Tetapi karena difitnah oleh Hajjaj
Bin Yusuf dituduh melindungi para pemberontak dari Iraq, Umar Bin Abdul Aziz
dipecat.
Setelah khalifah Sulaiman bin Abdul Malik wafat, Raja’ bin Haiwah
mengumumkan pengangkatan Umar Bin Abdul Aziz dan meminta masyarakat
melakukan baiat sebagai bukti kesetiaan mereka terhadap khalifah baru. Setelah Umar
Bin Abdul Aziz tahu bahwa masyarakat telah menyatakan sumpah setia kepadanya, ia
berucap “Innalillahi wa Inna Ilaihi Raji’un”.
Dalam suatu riwayat, diceritaka bahwa setelah kembali kerumahnya, Umar Bin Abdul
Aziz menangis sedih. Ketika itu Khalifah Umar ditanya oleh Istrinya, “mengapa sedih?”
Jawab Umar:
“Aku telah dipilih untuk mengurusi umat Muhammad. Terbayang olehku nasib
masyarakat miskin yang kelaparan ,orang sakit yang tersia-sia ,orang yang tertindas
dan teraniaya ,orang asing ,tawanan perang dan orang tua yang sudah tidak lagi mampu
bekerja. Aku tahu Tuhan akan menanyaiki tentang mereka semua. Aku khawatir aku
tidak bisa memikul semua beban itu, Itulah sebabnya mengapa aku menangis”.
dari situlah mulai terjadi perubahan sikap dan gaya hidup Umar Bin Abdul Aziz. Sebab
sebelum Ia menjadi Khalifah, Umar Bin Abdul Aziz termasuk orang yang suka
kemewahan dan musik. Tetapi setelah Ia menjadi Khalifah, semua itu ditinggalkannya.
Bahkan harta yang dimilikinya dipergunakan untuk kepentingan masyarakat umum.
Sementara Ia sendiri hidup dalam kesederhanaan dan kesahajaan.
Kemajuan Dinasti BANI UMAYYAH pada Masa Umar bin Abdul Aziz
a. Umar memberikan hak untuk ikut berperan aktif di dalam diwan-diwan (lembaga
lembaga) kepada seluruh pasukan Muslim yang aktif, baik Arab maupun non-Arab.
c. memberlakukan prinsip baru dalam sistim perpajakan yang didasarkan atas asas
persamaan antara Muslim Arab dan Muslim non-Arab. Khalifah Umar menetapkan
bahwa pajak bukan sebuah fungsi dari status individual. Muslim non-Arab diharapkan
membayar pajak tanah, dan demikian pula Muslim Arab harus membayar pajak tanah-
tanah mereka secara penuh.
d. Umar menyadari bahwa dominasi sebuah etnis terhadap etnis lain adalah suatu
anakronistik, oleh karena itu antagonisme antara Arab dan non-Arab segera Ia
hapuskan, dan menjadikannya sebuah kesatuan Muslim yang universal.
e. memberi kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan
keyakinan dan kepercayaannya.
f. Dimasa ini terjadi usaha pembukuan hadis-hadis yang sebelumnya tidak dilakukan
secara sistematis.Inilah jasanya yang sangat monumental (bersejarah) yang patut
dikenang.
Hisyam bin Abdul-Malik (lahir 691 dan meninggal 743 di umur 52 tahun) adalah
seorang Khalifah Bani Umayyah yang berkuasa sejak 724 sampai kematiannya pada 743
(selama 19 tahun).
Hisyam anak dari Khalifah Abdul Malik bin Marwan dan Ia mewarisi
kekhalifahan dari saudaranya Yazid II dengan menghadapi banyak permasalahan. Ia
berhasil menanganinya, dan menyebabkan kekhalifahan Umayyah berlanjut sebagai
sebuah negara. Masa pemerintahannya yang panjang merupakan pemerintahan yang
berhasil, dan memperlihatkan lahirnya kembali berbagai perbaikan yang pernah
dirintis oleh pendahulunya Umar bin Abdul-Aziz. Hisyam bin Abdul-Malik meninggal
karena difteri pada tahun 743. Ia digantikan keponakannya Al-Walid II.
g. Militer
Pada masa ini kekuata kaum pemberontak diantaranya diwakili kaum Khawarij dan
keturunan Abbas bin Abdul Mutholib semakin kuat. Kaum Abbasiyah berani
memproklamirkan berdirinya dinasti Abbasiyah 129H/446M, yang dipimpin oleh
Ibrahim. Marwan berhasil menangkap dan membunuhnya. Namun Ibrahim digantikan
oleh Abu Al Abbas as Shaffah yang lebih kuat dan didukung oleh kaum Syi’ah dan
Khurasan.Pada tahun 131 H / 748 M, terjadilah pertempuran besar antara pasukan as-
Shoffah dan Marwan di sungai Zab.
Marwan melarikan diri dan terbunuh pada tahun 132 H. Pada tahun ini pula, tepatnya
hari Kamis, tanggal 30 Oktober, as-Shaffah dibai’at menjadi khalifah pertama Bani
Abbasiyah. Ia berhasil merebut kekuasaan pemerintahan dari tangan Dinasti Umayyah.
Dengan terbunuhnya Marwan, maka hancurlah kerajaan dinasti Umayyah jiid I. Namun,
ada salah seorang keturunan Dinasti Umayyah jilid I yang berhasil melarikan diri dari
kejaran pasukan Abbasiyah dan kelak ia membangun kerajaan besar dinasti Umayyah
jilid II di Andalusia.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan dinasti Bani Umayyah lemah dan
membawanya kepada kehancuran. Faktor-faktor itu antara lain adalah:
1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi
tradisi Arab yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas.
Ketidakjelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang
tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.
2. Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari
konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Syi'ah (para pengikut Ali) dan
Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti di masa awal dan
akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Bani
Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan
pemerintah.
3. Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara
(Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam,
makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah
mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu,
sebagian besar golongan mawali (non Arab), terutama di Irak dan wilayah bagian timur
lainnya, merasa tidak puas karena status mawali itu menggambarkan suatu inferioritas,
ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperlihatkan pada masa Bani
Umayyah.
4. Lemahnya pemerintahan daulat Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup
mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban
berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Disamping itu, golongan agama
banyak yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat
kurang.
KESIMPULAN
Selama lebih kurang 90 tahun Daulah Bani Umayyah berkuasa tentu memiliki
kelebihan dan kekurangan. Diawali dengan proses pemindahan kekuasaan. Mulai dari
ketidaksukaan terhadap Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah, peristiwa tahkim, hingga Ali
terbunuh, amul jama’ah yang dilakukan Hasan bin Ali.
Karim, Abdul, 2007, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta : Pustaka
Book Publisher.