Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Evidence Based Practice (EBP) merupakan suatu kerangka kerja
yang menguji, mengevaluasi dan menerapkan temuan-temuan penelitian
dengan tujuan untuk memperbaiki pelayanan keperawatan kepada pasien
(Carlson dalam Harun dkk, 2019). Walaupun Evidence-based Practice
telah dikenal sejak dua dekade yang lalu, model ini tampaknya hanya
berfokus di kota besar baik di luar maupun di dalam negeri (Olade, 2004).
Konsep Evidence-based Practice memang belum berkembang di Indonesia
terutama di Kalimantan Barat. Agar model Evidence-based Practice
dikembangkan dan diaplikasikan dengan tepat, maka perawat perlu
memahami konsep Evidence-based Practice terlebih dahulu. Untuk
mengidentifikasi apakah konsep Evidence-based Practice ini dipahami
oleh perawat-perawat terutama perawat klinisi yang ada di Kalimantan
Barat, maka diperlukan suatu penelitian yang bertujuan untuk
mengeksplorasi pengetahuan, sikap serta persiapan perawat terhadap
pelaksanaan model pelayanan Evidence-based Practice.
Based practice pertama kali diperkenalkan dan digunakan oleh
tenaga medis, dokter, dengan istilah Evidencebased Medicine. Evidence-
based Medicine merupakan penggunaan bukti (evidence) ilmiah yang
terkini dan terbaik dengan jelas dan berhati-hati di dalam membuat
keputusan untuk pasien (Sackett, Rosenberg, Gray, Haynes, & Richardson,
1996). Sama halnya dengan evidence based medicine, evidence based
practice merupakan suatu kerangka kerja yang menguji, mengevaluasi dan
menerapkan temuan-temuan penelitian dengan tujuan untuk memperbaiki
pelayanan keperawatan kepada pasien (Carlson, 2010).
Setiap pasien layak mendapatkan pelayanan kesehatan yang terbaik.
Perawat maupun tenaga kesehatan lainnya harus berusaha meningkatkan
kompetensinya agar dapat memberikan pelayanan dengan hasil yang
terbaik. Pelayanan keperawatan yang baik diberikan berdasarkan
keputusan klinis yang tepat. Sebagai seorang perawat professional,
membuat sebuah keputusan klinis yang tepat dapat dipengaruhi oleh
beberapa hal, diantara adalah pengalaman klinik yang dimiliki, hasil-hasil
riset yang terbaik dan pilihan pasien terhadap tindakan klinis keperawatan
dengan sumber daya yang tersedia. Perawat yang melaksanakan
praktiknya atas dasar ketiga hal di atas berarti ia telah melaksanakan
model Evidence-based Practice (EBP).
Pasien kritis adalah pasien yang secara fisiologis tidak stabil,
sehingga mengalami respon hipermetabolik komplek terhadap trauma,
sakit yang dialami yang dapat mengubah metabolisme tubuh, hormonal,
imunologis dan homeostatis nutrisi (Menerez, 2012). Pasien dengan sakit
kritis yang dirawat di ruang ICU sebagian besar mengalami kegagalan
multi organ dan memerlukan support teknologi dalam pengelolaan pasien
(Schulman, 2012).
Pasien yang masuk ruang perawatan ICU umumnya bervariasi, yaitu
pasien elektif pasca operasi mayor, pasien emergensi akibat trauma mayor,
stress akibat trauma, cedera, pembedahan, sepsis atau gagal nafas.
Keadaan tersebut dapat mengakibatkan peningkatan metabolism dan
katabolisme yang dapat mengakibatakan malnutrisi (Menerez, 2012).
Pasien kritis di Ruang ICU diharuskan menjalani bed rest. Stabilisasi
kondisi hemodinamik, pemasangan berbagai alat monitoring maupun
support kehidupan, pasien post operasi dan penurunan status kesadaran
baik fisiologis maupun program sedasi menjadi tantangan perawat untuk
memobilisasi pasien kritis. Kompleksitas program terapi dan pemantauan
pasien kritis mengharuskan perawat untuk dapat terus fokus terkait
stabilisasi kondisi respirasi, sirkulasi dan status fisiologis lainnya untuk
mempertahankan kehidupan pasien. Hal ini menyebabkan mobilisasi
terkadang terlewatkan oleh perawat (Menerez, 2012).
Keselamatan Pasien (Patient Safety) merupakan sesuatu yang jauh
lebih penting dari pada sekedar efisiensi pelayanan. Perilaku perawat
dengan kemampuan perawat sangat berperan penting dalam pelaksanaan
keselamatan pasien. Perilaku yang tidak aman, lupa, kurangnya
perhatian/motivasi, kecerobohan, tidak teliti dan kemampuan yang tidak
memperdulikan dan menjaga keselamatan pasien berisiko untuk terjadinya
kesalahan dan akan mengakibatkan cedera pada pasien, berupa Near Miss
(Kejadian Nyaris Cedera/KNC) atau Adverse Event (Kejadian Tidak
Diharapkan/KTD) selanjutnya pengurangan kesalahan dapat dicapai
dengan memodifikasi perilaku. Perawat harus melibatkan kognitif, afektif
dan tindakan yang mengutamakan keselamatan pasien.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum untuk memahami Evidence Based Practice dalam
Keselamatan Kesehatan Kerja di ruang Intensive Care Unit (ICU)
2. Tujuan Khusus
a. Mampu menganalisis jurnal tentang Keselamatan Kesehatan
Kerja di ruang Intensive Care Unit (ICU)
b. Mampu menjelaskan problem, intervention, comparation dan
outcome
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Analisis jurnal


Evidence Based Practice (EBP) merupakan suatu kerangka kerja yang
menguji, mengevaluasi dan menerapkan temuan-temuan penelitian dengan
tujuan untuk memperbaiki pelayanan keperawatan kepada pasien (Carlson
dalam Harun dkk, 2019).
Praktik keperawatan Evidence Based Nursing Practice (EBNP)
merupakan ciri khas dari praktik keperawatan profesional untuk
meningkatkan kualitas asuhan keperawatan (Irmayanti dkk, 2019). Evidence
Based Nursing Practice (EBNP) digunakan oleh perawat sebagai pemberi
pelayanan asuhan keperawatan yang baik karena pengambilan keputusan
klinis berdasarkan pembuktian. Based Nursing Practice (EBNP) juga
merupakan suatu proses yang sistematik yang digunakan dalam membuat
keputusan tentang perawatan pasien, termasuk mengevaluasi kualitas dan
penggunaan hasil penelitian, preferensi pasien, pembiayaan, keahlian dan
pengaturan klinis (Ligita dalam Irmayanti dkk, 2019).
Tujuan dari penerapan Based Nursing Practice (EBNP)
mengidentifikasi solusi dari pemecahan masalah dalam perawatan serta
membantu penurunan bahaya pada pasien (Almaskari dalam Irmayanti dkk,
2019).
Berikut merupakan intisari yang diambil dari penelitian: judul,
nama peneliti, tahun publikasi, tujuan, metode/alat ukur yang yang
digunakan selama penelitian, subyek penelitian, hasil dan simpulan
penelitian lengkap dengan nilai signifikansinya dan protap yang tertulis
ditujukan untuk Rumah Sakit dan Perawat. Intisari yang diambil kemudian
dimasukkan ke dalam sebuah tabel agar hasil ekstraksi mudah dibaca.

Tabel 3.1 Ekstraksi Data Hasil Penelitian

Metode/alat Subyek
No Studi/penulis Tujuan Hasil
ukur Penelitian

1. Gambaran Dapat dijadikan Desain Responden - Perawat Pe


Pelaksanaan sebagai acuan deskriptif pada di Ruang be
Pencegahan untuk analitik penelitian ini HCU dan H
Infeksi melaksanakan dengan terdiri dari 30 Rawat Inap In
Nosokomial program pendekatan perawat di sebagian X
Pada Perawat pencegahan cross- Ruang HCU besar (53,3%) (5
Di Ruang Hcu infeksi sectional/ dan rawat memiliki pe
Dan Rawat Inap nosokomial di kuesioner inap yang pengetahuan m
Rumah Sakit X Rumah Sakit pengetahuan, diambil baik, pe
Di Bali/ Ni Luh sehingga dapat sikap, dan berdasarkan pengetahuan in
Trisnawati, menurunkan observasi teknik simple sedang no
Komang Menik angka tindakan random (26,7%) dan ha
Sri Krisnawati, morbiditas dan keperawatan sampling hanya (9
Made Rini mortalitas. (20,0%) m
Damayanti Observasi memiliki po
(2018) terkait pengetahuan pe
pelaksanaan tergolong in
pencegahan kurang no
infeksi - Di ha
nosokomial Ruang HCU (4
dilakukan hampir Ru
sebagai seluruh Ra
kebaharuan dari (93,3%) Ru
penelitian perawat Ba
sebelumnya. mempunyai tin
sikap positif ka
dan sikap da
negatif pe
(6,7%), in
sedangkan di no
Ruang Rawat
Inap hampir
seluruh
(86,7%)
perawat yang
mempunyai
sikap positif
dan sikap
negatif
(13,3%).
- Di
Ruang HCU
hampr
setengah
(46,7%)
perawat yang
melakukan
tindakan
pencegahan
infeksi
nosokomial
sedang,
sangat baik
(13,3%), baik
(20%), dan
kurang
(20%),
sedangkan di
Ruang Rawat
Inap hampr
setengah
(33,3%)
melakukan
tindakan
pencegahan
infeksi
nosokomial
sedang,
sangat baik
(20%), baik
(26,7%), dan
kurang (20%)
2. Hubungan Untuk Desain yang Pengambilan Hasil uji -
Tingkat menganalisa digunakan sampel statistik adalah
Pengetahuan hubungan adalah dengan hampir seluruh
Dan Sikap tingkat analitik menggunaka (86%) perawat
Perawat pengetahuan korelasi n metode mempunyai
Dengan Tingkat dan sikap dengan total tingkat
Kepatuhan perawat dengan pendekatan sampling dan pengetahuan
Penggunaan tingkat cross didapatkan baik, hampir
Alat Pelindung kepatuhan sectional/ sampel seluruh (95,3%)
Diri Di Ruang penggunaan kuesioner sejumlah 43 perawat -
Icu, Igd Dan APD di ruang tingkat orang mempunyai
Irna Imam ICU, IGD dan pengetahuan sikap positip
Bonjol Rsud Irna Imam dan sikap terhadap
“Kanjuruhan” Bonjol RSUD terhadap penggunaan
Kepanjen “Kanjuruhan” APD dan APD dan
Kabupaten Kepanjen menggunaka sebagian besar
Malang/ Yeni Kabupaten n checklist (74,4%)
Astuti, Roni Malang lembar perawat -
Yuliwar, Novita observasi mempunyai
Dewi (2018) tingkat tingkat
kepatuhan kepatuhan
perawat dalam kategori
patuh serta
didapatkan
hubungan yang
signifikan
antara tingkat
pengetahuan
dan sikap
perawat dengan -
tingkat
kepatuhan
penggunaan
APD dengan
p=0,03; α=0,5
untuk tingkat
pengetahuan
dengan tingkat
kepatuhan dan
p=0,00; α=0,5
untuk sikap
dengan tingkat
kepatuhan
3. Hubungan Untuk melihat Jenis Sampel Hasil uji Se
Pengetahuan hubungan penelitian dalam statistik ke
Dan Sikap pengetahuan yang penelitian ini univariat du
Perawat dan sikap digunakan adalah didapatkan di
Dengan perawat tentang dalam perawat yang bahwa pe
Tindakan APD dengan penelitian ini bertugas di berdasarkan sik
Pencegahan tindakan adalah Ruang ICU pengkategorian A
Infeksi Di pencegahan analitik Rumah Sakit sub variabel sig
Ruang Icu infeksi di ruang dengan Tk II Putri pengetahuan m
Rumah Sakit/ Intencif Care desain cross Hijau tentang APD hu
Suharto, Ratna Unit (ICU) sectional/ sebanyak 23 sebagian besar tin
Suminar (2016) kuesioner orang dengan (56,5%) berada pe
yang berisi menggunaka pada kategori in
pernyataan n teknik total kurang yaitu IC
tentang sampling sebanyak 13 Tk
pengetahuan, orang dan V
sikap dan selebihnya m
tindakan berada pada hu
pencegahan kategori baik le
infeksi sebanyak 10 tin
orang (43,5%) pe
dan Sub in
variabel sikap IC
menunjukan Tk
sebagian besar ya
(65,2%) berada te
pada kategori de
baik yaitu se
sebanyak 15 le
orang dan 0,
selebihnya (ρ
berada pada )
kategori kurang
sebanyak 8
orang (34,8%).
Dan variabel
tindakan
pencegahan
menujukan
bahwa sebagian
besar (56,5%)
berada pada
kategori baik
yaitu sebanyak
13 orang dan
selebihnya
berada pada
kategori kurang
sebanyak 10
orang (43,5%)

B. Pembahasan
1. Problem:
a. Dalam jurnal Gambaran Pelaksanaan Pencegahan Infeksi
Nosokomial Pada Perawat Di Ruang HCU Dan Rawat Inap Rumah
Sakit X Di Bali, hasil studi pendahuluan yang dilakukan Rumah Sakit
X menemukan bahwa adanya kejadian infeksi nosokomial sebesar
1,3% pada tahun 2016. Kondisi ini ditemukan pada unit pelayanan
rawat inap dan pelayanan intensif. Hasil studi pendahuluan
mendapatkan bahwa ruang HCU merupakan salah satu bagian dari
unit pelayanan intensif dan memiliki angka kejadian infeksi tertinggi,
sementara itu kejadian infeksi nosokomial tertinggi kedua ditemukan
di ruang unit rawat inap. Kejadian infeksi nosokomial di ruang HCU
ditemukan rata-rata mencapai 13 kasus setiap bulan dan di ruang
Rawat Inap sebanyak 8 kasus setiap bulan. Angka kejadian infeksi
noskomial di Rumah sakit X masih lebih tinggi dibandingkan dengan
Rumah Sakit Umum Pusat yang berada di provinsi Bali (0,59%) dan
salah satu rumah sakit umum daerah di Bali (0,08%).
Hasil wawancara yang dilakukan pada tenaga keperawatan
mendapatkan 6 dari 12 perawat di Ruang HCU dan Rawat Inap
mengatakan hanya mengetahui moment cuci tangan dari sejumlah
pelaksanaan pencegahan infeksi nosokomial. Hasil observasi
terhadap 6 dari 12 perawat juga mendapatkan bahwa perilaku dalam
pencegahan infeksi yang dilakukan oleh perawat belum sesuai
dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah disediakan.
Hasil wawancara dengan ketua PPI juga menyatakan bahwa belum
dilakukannya penelitian mengenai gambaran terkait pencegahan
infeksi nosokomial yang dilakukan di Rumah Sakit X di Bali.
Perawat Ruang HCU memiliki sikap positif dalam pencegahan
infeksi nosokomial. Perawat di Ruang HCU memiliki kewajiban
dalam menggunakan APD, hal ini dikarenakan ruang HCU adalah
ruang yang merupakan salah satu bagian dari unit pelayanan intensif
yang memerlukan pemantauan ketat dengan fokus tercapainya
keseimbangan hemodinamik pasien sehingga perawat dituntut untuk
memiliki sikap baik dalam menggunakan APD.
b. Dalam jurnal Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Perawat
Dengan Tingkat Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri Di
Ruang Icu, Igd Dan Irna Imam Bonjol Rsud “Kanjuruhan” Kepanjen
Kabupaten Malang dalam penelitiannya menjelaskan pada hasil
Observasi sebelum dilakukan penelitian terhadap kepatuhan perawat
didapatkan 5 dari 12 perawat (35,7%) tidak memakai sarung tangan
saat mengambil darah dan melakukan tindakan pemasangan infus. 2
dari 12 perawat (16,6 %) tidak menggunakan skoret pelindung saat
merawat luka pasien, dan ditemukan 2 kejadian infus plebitis di ruang
ICU, serta SPO tentang penggunaan APD sudah ada, sudah pernah
disosialisasikan tetapi belum dilakukan refreshing kembali.
Berdasarkan hal tersebut diatas dan masih terbatasnya informasi yang
menunjukkan tentang tingkat kepatuhan perawat dalam menggunakan
APD, tingkat pengetahuan dan sikap perawat dalam menggunakan
APD di ruang ICU, IGD dan IRNA.
c. Dalam jurnal Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Perawat Dengan
Tindakan Pencegahan Infeksi Di Ruang Icu Rumah Sakit dalam
penelitiannya sebagian kecil (17,8%) respondennya gagal
menggunakan APD ketika praktek akibat terbatasnya jumlah APD
yang disediakan di tempat praktek. Selain itu juga menjelaskan
bahwa sikap negatif yang ditunjukan dengan menolak menggunakan
APD karena merasa tidak nyaman mendorong responnya untuk
berperilaku tidak menggunakan APD.
Berdasarkan observasi dan pengalaman peneliti selama berdinas di
Rumah Sakit Tk II Putri Hijau masih ada perawat ICU yang kurang
memahami pentingnya penggunaan APD dalam melaksanakan setiap
tindakan perawatan pada pasien dan adanya sikap yang kurang
adaptif terhadap APD dalam upaya mengurangi risiko terjadinya
infeksi di ruang ICU.
2. Intervention:
a. Dalam jurnal Gambaran Pelaksanaan Pencegahan Infeksi
Nosokomial Pada Perawat Di Ruang HCU Dan Rawat Inap Rumah
Sakit X Di Bali, menggunakan metode penelitian deskriptif analitik
dengan desain penelitian cross-sectional. Populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh perawat yang bekerja di Ruang HCU dan Rawat
Inap berjumlah 61 orang. Sampel penelitian dipilih dengan teknik
simple random sampling dengan menggunakan kriteria sampel
minimal yakni sebesar 30 sampel.
Pada saat melakukan penelitian responden dalam penelitian ini
kemudian diberikan penjelasan terlebih dahulu mengenai maksud dan
tujuan penelitian, prosedur penelitian, hak dan kewajiban bila
menjadi responden, serta pemberian informed consent jika bersedia
menjadi responden. Kuesioner diberikan dengan bantuan asisten
penelitian. Observasi non partisipan digunakan dalam penelitian ini.
Data yang didapatkan oleh peneliti kemudian dianalisis dengan
tingkat kepercayaan 95%. Penelitian ini juga telah dinyatakan lolos
uji kelaikan etik dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana/RSUP Sanglah Denpasar.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen
kuesioner yang telah dinyatakan valid dan reliabel. Penelitian ini juga
menggunakan lembar observasi mengenai pelaksanaan pencegahan
infeksi nosokomial.
b. Dalam jurnal Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Perawat
Dengan Tingkat Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri Di
Ruang Icu, Igd Dan Irna Imam Bonjol Rsud “Kanjuruhan” Kepanjen
Kabupaten Malang dalam penelitiannya menggunakan desain
penelitian analitik korelasi dengan pendekatan cross sectional,
menggunakan metode total sampling dan didapatkan sampel
sejumlah 43 orang. Alat pengumpulan data pada penelitian ini berupa
kuesioner dan lembar observasi. Penelitian ini menggunakan
kuesioner yang berisi beberapa pernyataan tentang tingkat
pengetahuan dan sikap terhadap APD serta menggunakan checklist
lembar observasi tingkat kepatuhan perawat.
Analisa bivariat dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
adanya hubungan antara masing-masing variabel bebas yaitu tingkat
pengetahuan perawat dan sikap perawat dengan variabel terikat
tingkat kepatuhan perawat dalam penggunaan APD di Ruang ICU,
IGD dan Irna Imam Bonjol dengan menggunakan uji Spearman
Rank, dengan menggunakan p value yang dibandingkan dengan
tingkat kesalahan (alpha) yaitu sebesar 5% atau 0,05. Apabila p value
< 0,05 maka H0 ditolak, yang berarti ada hubungan yang bermakna
antara variabel bebas dan variabel terikat, apabila p value > 0,05
maka Ho diterima yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna
antara variabel bebas dan variabel terikat.
c. Dalam jurnal Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Perawat Dengan
Tindakan Pencegahan Infeksi Di Ruang Icu Rumah Sakit, jenis
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik dengan
desain cross sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah perawat
yang bertugas di Ruang ICU Rumah Sakit Tk II Putri Hijau sebanyak
23 orang dengan menggunakan teknik total sampling. Analisis data
dilakukan menggunakan analisis univariat, bivariat (Chi-Square)
pada taraf signifikansi α 0,5 atau 95%.
3. Comparation:
Keseluruhan dari hasil penelitian dalam bentuk jurnal yang telah
direview memiliki kesamaan, diantaranya yaitu:
a. Desain penelitian cross-sectional digunakan dalam penelitian yang
direview. Desain ini termasuk ke dalam jenis penelitian
observasional analitik. Desain cross sectional merupakan rancangan
penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat
bersamaan, atau melakukan pemeriksaan status paparan dan status
penyakit pada titik yang sama (Hidayat, 2017).
b. Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk
pengumpulan data (Soekidjo N, 2018). Instrumen yang digunakan
pada penelitian yang direview berupa lembar kuesioner. Alat ukur:
kuesioner pengetahuan, sikap dan tindakan pencegahan infeksi.
c. Saran yang diberikan oleh peneliti dari masing-masing jurnal yang
direview menekankan kepada bidang manajemen keperawatan
Rumah Sakit diharapkan dapat mengadakan sosialisasi berkala
tentang penggunaan APD, melaksanakan pelatihan secara rutin yang
berkaitan dengan upaya-upaya pencegahan infeksi di Rumah Sakit
dan memiliki sarana alat pelindung diri yang lengkap sesuai dengan
risiko penularan infeksi yang mungkin timbul dan perawat
diharapkan melakukan tindakan pencegahan infeksi nosokomial
dengan benar sesuai SOP rumah sakit untuk mencegah terjadinya
infeksi silang.
4. Outcome:
a. Dalam jurnal Gambaran Pelaksanaan Pencegahan Infeksi
Nosokomial Pada Perawat Di Ruang Hcu Dan Rawat Inap Rumah
Sakit X Di Bali, hasil penelitian di Ruang HCU menunjukkan
sebagian besar (53,3%) perawat berpengetahuan baik mengenai
pencegahan infeksi nosokomial.
Berdasarkan hasil isian kuesioner ditemukan bahwa 8 perawat yang
berpengetahuan baik rerata memberikan jawaban benar pada
beberapa domain penilaian pengetahuan seperti faktor-faktor yang
mempengaruhi (40%), domain cara penyebaran infeksi nosokomial
(40%) dan domain universal precaution (66,7%). Sebagian besar
(53,3%) perawat berpengetahuan baik mengenai pencegahan infeksi
nosocomial di unit rawat inap.
Sebagian besar (53,3%) 8 perawat dengan pengetahuan baik rerata
memberikan jawaban benar pada domain cara penyebaran infeksi
nosokomial yang diartikan perawat mengetahui cara penyebaran
infeksi nosokomial seperti adanya kesalahan dalam melakukan
kebersihan tangan, dan prinsip sterilitas alat. Perawat juga dinyatakan
mengetahui bahwa cuci tangan yang tidak optimal dapat
mempengaruhi penyebaran infeksi nosokomial.
Sebagian besar (66,7%) perawat di ruang Rawat Inap juga diketahui
memiliki pengetahuan baik mengenai prinsip universal precaution
seperti mencuci tangan setelah melakukan tindakan, mekanisme
pembuangan jarum suntik, penggunaan APD, dan pembuangan
sampah yang baik dan benar. Kondisi ini dapat disebabkan oleh
tingkat pendidikan perawat yang tinggi yang kemudian meningkatkan
pengetahuan yang dimiliki perawat.
Hasil penelitian di Ruang HCU menunjukkan bahwa hampir seluruh
(93,3%) perawat memiliki sikap positif dalam pencegahan infeksi
nosokomial. Berdasarkan isian kuesioner ditemukan bahwa dari 14
perawat yang bersikap positif, rerata perawat memberikan jawaban
yang benar pada beberapa domain seperti penggunaan APD (20%).
Perawat di Ruang HCU memiliki kewajiban dalam menggunakan
APD.
Hasil penelitian di Rawat Inap juga menunjukkan bahwa hampir
seluruh (83,7%) perawat memiliki sikap positif. Hasil isian kuesioner
menunjukkan perawat yang memiliki sikap positif rerata menjawab
benar pada domain penggunaan APD (20%) dan dekontaminasi
(53,3%).
Hasil observasi di Ruang HCU Rumah Sakit di Bali menunjukkan
hampir seluruh (93,3%) perawat belum optimal dalam melaksanakan
enam langkah cuci tangan. Hasil observasi mengenai langkah cuci
tangan juga menunjukkan sebagian besar (66,7%) perawat tidak
melakukan poin-poin langkah cuci tangan seperti menggosok
punggung jari-jari bagian atas dengan telapak tangan, posisi jari
seperti menyambung, menggosok ibu jari kiri dengan telapak tangan
kanan dengan cara diputar yang dilakukan bergantian dan menggosok
ujung jari tangan kanan pada telapak tangan kiri dengan cara diputar
yang dilakukan bergantian.
Hasil observasi dalam penelitian ini menemukan sebagian besar
(53,3%) perawat di Ruang HCU sering tidak menggunakan alat
pelindung diri dengan tepat, seperti mengganti handscoon saat
melakukan tindakan dari satu pasien ke pasien lainnya.Pengunaan
APD penting dilakukan di ruang High Care Unit, dikarenakan lebih
banyak dilakukan tindakan pemeriksaan diagnostik dan pengobatan
yang bersifat invasif, sehingga resiko terjadinya infeksi nosokomial
lebih tinggi.
Hasil yang sama juga didapatkan melalui observasi di ruang Rawat
Inap bahwa hampir seluruh (86,7%) perawat belum melakukan
tindakan pencegahan infeksi nosokomial secara optimal. Hampir
seluruh (80%) perawat juga diobservasi tidak melakukan beberapa
point sesuai rekomendasi Hasil observasi pada poinfive moment cuci
tangan, terdapat beberapa momen cuci tangan yang juga tidak
dilakukan oleh perawat di ruang Rawat Inap. Hasil observasi peneliti
bahwa perawat belum menerapkan tindakan pencegahan infeksi
nosokomial secara optimal dimana ditemukan berdasarkan observasi
di Ruang Rawat Inap hampir setengah (33,3%) perawat tidak
menggunakan alat pelindung diri dengan tepat.
Hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar perawat yang
bekerja di Ruang HCU dan Rawat Inap Rumah Sakit X sebagian
besar (53,3%) memiliki pengetahuan baik mengenai pencegahan
infeksi nosokomial, hampir seluruh (90%) perawat di Ruang HCU
dan Rawat Inap Rumah Sakit di Bali mempunyai sikap positif
mengenai pencegahan infeksi nosokomial dan hampir setengah (40%)
perawat di Ruang HCU dan Rawat Inap Rumah Sakit di Bali
menunjukkan tindakan dalam kategori sedang dalam pencegahan
infeksi nosokomial.
Dengan itu, bidang manajemen keperawatan Rumah Sakit X
diharapkan dapat melakukan tindakan-tindakan pengawasan untuk
meningkatkan pelaksanaan pencegahan infeksi nosokomial oleh
perawat salah satunya yaitu dengan supervisi keperawatan secara
rutin dan perawat diharapkan untuk melakukan tindakan pencegahan
infeksi nosokomial dengan benar sesuai SOP rumah sakit untuk
mencegah terjadinya infeksi silang.
b. Dalam jurnal Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Perawat
Dengan Tingkat Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri Di
Ruang Icu, Igd Dan Irna Imam Bonjol Rsud “Kanjuruhan” Kepanjen
Kabupaten Malang dalam penelitiannya berdasarkan hasil penelitian
hampir seluruh (86%) responden dengan tingkat pengetahuan yang
baik mempunyai tingkat kepatuhan dengan kategori patuh sebesar
74,4%, hasil analisa dengan menggunakan uji statistik tersebut
menyatakan disini tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
tingkat pengetahuan dan tingkat kepatuhan (p=0,102; α=0,05).
Menurut peneliti tidak adanya hubungan yang signifikan antara
tingkat pengetahuan dengan tingkat kepatuhan perawat dalam
penggunaan APD, adalah karena perilaku kepatuhan tidak hanya
dipengaruhi oleh pengetahuan saja (faktor predisposisi) akan tetapi
juga dipengaruhi oleh faktor pendukung dan pendorong. Faktor
pendukung meliputi ketersediaan dan kecukupan peralatan APD di
ruang penelitian, perawat membutuhkan sarana APD yang cukup
ketika memberikan intervensi pada pasien. Meskipun responden
mempunyai tingkaat pengetahuan yang baik dan cukup jika tidak
didukung dengan ketersediaan yang cukup sarana APD maka perawat
tidak dapat menggunakan dengan baik.
Dengan itu, Rumah sakit hendaknya menyediakan peralatan APD
yang cukup untuk petugas., memberikan reward atau punishme
kepada petugas yang memiliki sikap dan kepatuhan yang baik atau
yang tidak, sesuai dengan Standar Prosedur Operasional yang ada dan
mengadakan sosialisasi berkala tentang penggunaan APD dan
perawat hendaknya meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan
tentang penggunaan APD.
c. Dalam jurnal Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Perawat Dengan
Tindakan Pencegahan Infeksi Di Ruang Icu Rumah Sakit, hasil
penelitian berdasarkan kajian di Rumah Sakit Tk II Putri Hijau
Dari hasil analisa univariat didapat bahwa sebagian besar (56,5%)
perawat yang telah melakukan tindakan pencegahan infeksi. Dari
hasil analisa uji univariat sikap perawat ruang ICU Rumkit TK II
Putri Hijau pada umumnya baik sebagian besar (65,2%) sebanyak 15
orang Hal ini menunjukan sikap dalam pencegahan infeksi
nosokomial baik. Sikap positif ini akan berpengaruh terhadap
perubahan sikap yang lebih baik melalui pengamatan dan penilaian
modal peran sikap perawat yang baik, sehingga sikap yang baik
diterapkan dan akan memberikan manfaat ke pasien pada
penyembuhan.
Selain sikap yang baik dalam penelitian ini juga masih ditemukan
hampir setengah (34,8%) sebanyak 8 orang perawat yang memiliki
sikap kurang baik dalam hal penggunaan APD akan berdampak pada
tindakan pencegahan infeksi, sikap yang kurang baik dalam
pengguaan APD kemungkinan diakibatkan oleh kurangnya
pengetahuan tentang manfaat APD dan perilaku pencegahan yang
tidak sesuai dengan Standar precaution yang diterapkan oleh Depkes
RI tentang prosedur dasar yang harus diterapkan guna memberikan
perlindungan bagi tenaga kesehatandalam hal ini perawat maupun
klien dan upaya pencegahan terjadinya infeksi.
Dengan itu, manajemen Rumah Sakit disarankan untuk meningkatkan
pengetahuan perawat ICU tentang manfaat alat pelindung diri dalam
melaksanakan tindakan pencegahan infeksi di rumah sakit, dan
memiliki sarana Alat pelindung diri yang lengkap sesuai dengan
risiko penularan infeksi yang mungkin timbul dan melaksanakan
pelatihan secara rutin yang berkaitan dengan upaya-upaya
pencegahan infeksi di Rumah Sakit.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian pada jurnal Keselamatan Kesehatan
Kerja dalam Keperawatan evidance-based practice. di ruang Intensive
Care Unit (ICU) menunjukan adanya pengaruh yang signifikan pada
bidang manajemen keperawatan Rumah Sakit dapat melakukan tindakan-
tindakan pengawasan untuk meningkatkan pelaksanaan pencegahan
infeksi nosokomial oleh perawat salah satunya yaitu dengan supervisi
keperawatan secara rutin dan perawat diharapkan untuk melakukan
tindakan pencegahan infeksi nosokomial dengan benar sesuai SOP rumah
sakit untuk mencegah terjadinya infeksi silang. perubahan sikap yang lebih
baik melalui pengamatan dan penilaian modal peran sikap perawat yang
baik, sehingga sikap yang baik diterapkan dan akan memberikan manfaat
ke pasien pada penyembuhan.

B. Saran
Diharapkan dengan adannya analisis jurnal ini dapat membantu
menambah wawasan bagi para pembaca sehingga dalam melakukan
evidance-based practice. di ruang Intensive Care Unit menjadi lebih
maksimal dan berkualitas, dan diharapkan bagi para pembaca memberikan
masukannya.
DAFTAR PUSTAKA

Almaskari, M. (2017). Omani Staff Nurses’ And Nurse Leaders’ Attitudes


Toward And Perceptions Of Barriers And Facilitators To The
Implementation Of Evidence -Based Practise PREVIEW.

Astuti, Yeni (2018). “Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Perawat


Dengan Tingkat Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri Di
Ruang Icu, Igd Dan Irna Imam Bonjol Rsud “Kanjuruhan”
Kepanjen Kabupaten Malang”. Nursing News. Vol.3, No.3 (Hlm.
663-669)

Carlson, E. A. (2010). “Evidence-Based Practice for Nurses: Appraisal and


Application of Research”. Orthopaedic Nursing. Vol.29, No.4
(Hlm.283- 284)

Harun (2019). Pengetahuan, Sikap Dan Kesiapan Mahasiswa Program


Profesi Ners Dalam Penerapan Evidence Based Practice. Jurnal
Perawat Indonesia. Vol.3, No.2 (Hlm.117–122)

Irmayanti (2019). Persepsi Perawat Tentang Evidence Based Nursing


Practice (EBNP) di Rumah Sakit. Jurnal Endurance: Kajian
Ilmiah Problema Kesehatan. E-ISSN - 2477-6521. Vol.4, No.3
(Hlm. 516-529)

Ligita, T. (2012). “Studi Kasus Pengetahuan, Sikap Dan Kesiapan Perawat


Klinisi”. Ners Jurnal Keperawatan. Vol.8 (Hlm. 83–95)

Menerez, Fernanda de Souza. (2011). “Malnutrition as An Independent


Predictor Of Clinical Outcomes In Critically III Children”.
Journal of Nutrition (Hlm.267-270)

Olade, R. A. (2004). “Evidence-Based Practice And Research Utilization


Activities Among Rural Nurses”. Journal Of Nursing
Scholarship. Vol.36, No.3 (Hlm. 220–225)
Sackett, Rosenberg, Gray, Haynes, & Richardson (1996). “Evidence Based
Medicine: What It Is And What It Isn't”. BMJ. 312 (7023): 71-72.
DOI:10. 1136/bmj.312.7023.71

Schulman RC, Mechanick JI (2012). “Metabolic and nutrition support in


the chronic critical illness syndrome”. Respiratory Care. Vol.57,
No.6 (Hlm.958-78)

Trisnawati, Ni Luh (2018). “Gambaran Pelaksanaan Pencegahan Infeksi


Nosokomial Pada Perawat Di Ruang Hcu Dan Rawat Inap Rumah
Sakit X Di Bali”. BIMIKI. Vol.6, No.1 (Hlm.11-18)

Suharto (2016). “Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Perawat Dengan


Tindakan Pencegahan Infeksi Di Ruang Icu Rumah Sakit”.
Jurnal Riset Hesti Medan. Vol. 1, No. 1 (Hlm. 1-9)

Anda mungkin juga menyukai