STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. R
Jenis Kelamin : Pria
Usia : 31 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan Terakhir : SMP Islam Langensari
Status Pernikahan : Belum Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Dusun Sukanegara RT 03/01, Desa Waringin Sari,
Kec. Langensari, kota Banjar, 46342, Jawa Barat
Tanggal Masuk RS : 03 April 2018
Tanggal Pemeriksaan : 27 April 2018
A. Keluhan Utama
Suka mengamuk dan marah-marah
B. Riwayat Penyakit Sekarang
6 tahun SMRS, pasien ada masalah ditempat kerja karena gaji tidak
dibayarkan. Pasien merasa sedih, tertekan hingga pasien pulang ke rumah dan
mengunjungi suatu tempat untuk melakukan amalan-amalan. Semenjak saat itu
pasien merasa seperti ada yang menyatu dengan tubuhnya. Pasien setiap hari
1
marah-marah, mudah tersinggung, emosi mudah naik, merasa mempunyai
energi lebih seperti membuka kelapa menggunakan mulut, menghentakan kaki
di air, dan membakar barang-barang disekitarnya. Pasien terkadang diam
dengan tatapan yang kosong, dan mengaku melihat orang yang sudah
meninggal atau makhluk gaib. Pasien dibawa ke dokter umum di Puskesmas
Langen, namun kurang perbaikan.
2 tahun SMRS, keluarga pasien memutuskan membawa ke
alternatif/kiai. Pasien tinggal di pesantren selama 45 hari, namun kurang
mengalami perbaikan. Pasien suka bicara sendiri dan selalu ingin pergi.
2 bulan SMRS, karena pasien merusak barang, membakar barang,
keluarga memutuskan untuk dipasung.
1 minggu SMRS, pasien ingin memukul ayahnya dengan cangkul,
bicara sendiri, emosi tidak stabil sehingga keluarga membawa ke IGD RSU
Kota Banjar.
2
c. Riwayat Kanak-kanak Pertengahan ( 3 – 11 tahun)
Pasien merupakan anak yang penurut. Sejak sekolah, pasien tidak
membatasi pergaulannya dengan teman-temannya, tidak pernah berkelahi/
bermasalah di sekolah dan lingkungan tempat tinggal. Pasien merupakan
anak baik yang selalu membantu orang tuanya, mempunyai banyak teman
dan sering bermain dirumah pasien. Prestasi di sekolah baik, selalu
mendapat juara 1-2 dan tidak pernah tinggal kelas.
d. Riwayat Masa Pubertas dan Remaja
Hubungan sosial
Pasien tidak memiliki masalah dengan teman sebaya maupun
tetangga di sekitar lingkungannya.
Riwayat pendidikan
Pendidikan formal terakhir pasien hanya sampai tingkat SMP
Perkembangan kognitif
Pasien tidak memiliki gangguan belajar, prestasi belajar dinilai
baik dimana pasien selalu mendapat peringkat 1-2 selama di sekolah.
Perkembangan motorik
Perkembangan fisik pasien selama ini dirasa baik dan normal.
Pasien mampu melakukan aktivitas dan kegiatan sehari-hari dengan
baik seperti makan, minum, toilet, dan kebersihan diri.
Perkembangan emosi dan fisik
Pasien dinilai memiliki emosi yang labil.
Riwayat psikoseksual
Pasien pertama kali menyukai lawan jenis pada saat usia 18
tahun, lalu memiliki teman dekat dan menjalin hubungan dengan lawan
jenis saat pasien bekerja di Jakarta.
3
Riwayat keagamaan
Pasien rajin beribadah.
Riwayat aktivitas sosial
Pasien bergaul dengan tetangga sekitar rumahnya. Mempunyai
hubungan yang rukun dengan tetangga dan mengasihi anak kecil.
Riwayat hukum
Pasien tidak memiliki riwayat hukum sebelumnya.
f. Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak kedua dari 6 bersaudara. Orangtua pasien yaitu
ibu pasien bekerja serabutan. Kakaknya sudah meninggal karena sakit dan
salah satu adiknya sudah menikah. Keluarga pasien tidak ada yang
memiliki keluhan/penyakit yang sama seperti pasien.
g. Situasi Kehidupan Sekarang
Pasien tinggal bersama orangtua pasien, pasien hanya tinggal di rumah
dan membantu orangtuanya. Pasien rajin minum obat selama tinggal di
rumah setelah pulang rawat dari ruang tanjung.
Berdasarkan home visit ke rumah pasien pada hari Jumat tanggal 27
April 2018, didapatkan: kondisi rumah pasien yang terbuat dari bata yang
di lapisi penghalus tembok dengan cat yang agak pudar. Rumah terbilang
cukup layak untuk di huni. Lantai rumah terpasang keramik (ubin).
Sirkulasi udara didalam rumah terasa cukup baik. Akses jalan menuju
rumah pasien dirasakan cukup memadai dikarenakan sudah di cor. Jarak
antara rumah pasien dengan tetangga sekitar 2-5 meter.
h. Tanggapan Keluarga Setelah Pasien Dirawat
Keluarga inti tidak merasa malu memiliki keluarga yang dirawat di
RSU Kota Banjar. Keluarga menyadari sepenuhnya bahwa pasien sedang
sakit dan perlu perawatan khusus di RSU Kota Banjar untuk penyakitnya.
Keluarga optimis pasien akan sembuh dari gangguan jiwanya.
i. Tanggapan Tetangga Sekitar Rumah Setelah Pasien Dirawat
Tetangga sekitar rumah pasien mendukung pasien dan masih optimis
bahwa pasien bisa sembuh. Tetangga sekitar mayoritas tidak menganggap
pasien gila.
4
(foto dokumentasi)
5
6
IV. PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Kompos mentis
Suhu : 36,30C
Nadi : 96 x/menit, reguler
Nafas : 19 x/menit, reguler
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
STATUS MENTAL
A. Deskripsi Umum
Penampilan
Pasien seorang laki-laki, berusia 31 tahun, tinggi 169 cm dan berat badan 65
kg. Pasien berkulit sawo matang, rambut berwarna kehitaman, dan lurus. Tampilan
pasien sesuai dengan usia sebenarnya.
7
Pembicaraan (speech)
Cara berbicara : Spontan
Volume berbicara : Sedang
Kecepatan berbicara : Agak cepat
Gangguan berbicara : Tidak ada afasia, tidak ada disartria, tidak ada ekolalia.
B. Alam Perasaan
- Mood : Mudah Kesal (intensitas berkurang)
- Afek : Irritable (intensitas berkurang)
- Kesesuaian : Sesuai
C. Gangguan Persepsi
Halusinasi
o Auditorik : Tidak ada
o Visual : Riwayat (+)
o Taktil : Tidak ada
o Gustatorik : Tidak ada
Ilusi : Tidak ada
D. Gangguan Pikir
o Bentuk pikir : Tidak realistik
o Proses Pikir
o Kontinuitas
Blocking : Tidak ada
Assosiasi longgar : Tidak ada
Inkoherensia : Tidak ada
Word salad : Tidak ada
Neologisme : Tidak ada
Flight of Idea : Ada (intensitas berkurang)
8
o Isi pikir
o Gangguan isi pikiran :
Waham
Bizarre : Tidak ada
Persekutorik/paranoid : Tidak ada
Curiga : Ada (intensitas ringan)
riwayat ide curiga (+)
Dosa : Tidak Ada
Referensi : Tidak ada
Kebesaran : Tidak ada
Thought of insertion : Tidak ada
Thought of broadcasting : Tidak ada
Thought of withdrawal : Tidak ada
Delution of control : Tidak ada
Obsesi : Tidak ada
9
o Daya ingat segera (pasien dapat mengingat nama
dokter muda yang wawancara saat itu, dan dapat mengulang dengan baik
urutan nama benda “kasur, handuk, baju”)
Konsentrasi : Konsentrasi cukup baik
10
F. Daya Nilai
Daya nilai sosial : Baik
Menurut pasien mencuri adalah perbuatan tidak baik.
Uji daya nilai : Baik
Jika pasien menemukan dompet (dengan identitas pemilik) dijalan dan terdapat
uang Rp. 2.000.000,- Pasien akan mengembalikan dompet beserta uang tersebut.
Daya nilai realitas: Baik
H. Tilikan
Tilikan derajat II, karena pasien menyadari bahwa dirinya sedang mengalami
tekanan/ stress, namun disisi lain pasien tidak menyadari bahwa dirinya saat ini
mengalami masalah kejiwaan, meskipun pasien mengetahui penyebab atau faktor
terkait dengan keluhannya saat ini.
11
VI. FORMULASI DIAGNOSTIK
Berdasarkan PPDGJ-III kasus ini digolongkan kedalam :
AKSIS I : F25.2 Gangguan skizoafektif tipe campuran
AKSIS II : Diagnosis tertunda
AKSIS III : Belum ada diagnosis
AKSIS IV : Masalah “pekerjaan”
AKSIS V : GAF SCALE 1 thn 80-71
GAF SCALE pem. 80-71
VIII. PROGNOSIS
Faktor - faktor yang mendukung kearah prognosis baik:
o Keluarga pasien masih mendukung pasien untuk sembuh.
Kesimpulan prognosisnya adalah:
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam
IX. PENATALAKSANAAN
1. Farmakoterapi I
Tanggal 4 April – 6 April 2018
Haloperidol injeksi 5mg ampul
(1amp – 0 – 1amp)
Diazapam injeksi 10 mg ampul
(1/2amp – 0 – 1/2amp)
12
Farmakoterapi II
Tanggal 7 April – 15 April 2018
Clozapine tablet 25mg
(1tab – 0 – 1tab)
Depakote tablet 250mg ER
(1tab – 0 – 1tab)
Chlorpromazin tablet 100mg
(1/2tab – 0 – 1tab)
Farmakoterapi III
Tanggal 16 April – 22 April 2018
Clozapine 37,5mg
Mf pulvus da in caps dtd VIII
(1kap – 0 – 1kap)
Depakote tablet 250mg ER
(1tab – 0 – 1tab)
Chlorpromazin tablet 100 mg
(1/2tab – 0 – 1tab)
Farmakoterapi IV
Tanggal 23 April – 25 April 2018
Clozapine 37,5mg
Mf pulvus da in caps dtd VI
(1kap – 0 – 1kap)
Depakote tablet 250mg ER
(1tab – 0 – 1tab)
Chlorpromazin tablet 100 mg
(1/2tab – 0 – 1tab)
2. Terapi Suportif
Memberi dukungan dan perhatian kepada pasien dalam menghadapi masalah
serta memberikan dorongan agar lebih terbuka bila mempunyai masalah dan
mulai memikirkan masalah secara proporsional.
13
3. Terapi Kognitif
Menjelaskan pada pasien tentang penyakit dan gejala-gejalanya, menerangkan
tentang gejala penyakit yang timbul akibat cara berfikir, perasaan dan sikap
terhadap masalah yang dihadapi.
4. Terapi Sosial
Melibatkan pasien secara aktif dalam kegiatan terapi aktivitas kelompok di RS
agar ia dapat beraktivitas dan berinteraksi dengan lingkungannya. Mulai mencoba
membina hubungan baik dengan tetangga dan lingkungan sekitarnya
5. Terapi Keluarga
Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai penyakit pasien, penyebabnya,
faktor pencetus, perjalanan penyakit dan rencana terapi serta memotivasi keluarga
pasien untuk selalu mendorong pasien mengungkapkan perasaaan dan
pemikirannya.
6. Terapi Pekerjaan
Memanfaatkan waktu luang dengan melakukan hobi atau pekerjaan yang
bermanfaat.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
SKIZOAFEKTIF
DEFINISI
Gangguan Skizoafektif mempunyai gambaran baik skizofrenia maupun gangguan
afektif. Gangguan skizoafektif memiliki gejala khas skizofrenia yang jelas dan pada saat
bersamaan juga memiliki gejala gangguan afektif yang menonjol. Gangguan skizoafektif
terbagi dua yaitu, tipe manik dan tipe depresif.
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi seumur hidup dari gangguan skizoafektif adalah kurang dari 1 persen,
kemungkinan dalam rentang 0,5 sampai 0,8 persen. Namun, angka tersebut adalah angka
perkiraan, karena di dalam praktik klinis diagnosis gangguan skizoafektif sering kali
digunakan jika klinisi tidak yakin akan diagnosis. Prevalensi gangguan telah dilaporkan lebih
rendah pada laki-laki dibandingkan para wanita; khususnya wanita yang menikah; usia onset
untuk wanita adalah lebih lanjut daripada usia untuk laki-laki seperti juga pada skizofrenia.
Laki-laki dengan gangguan skizoafektif kemungkinan menunjukkan perilaku antisosial dan
memiliki pendataran atau ketidaksesuaian afek yang nyata.
ETIOLOGI
Sulit untuk menentukan penyebab penyakit yang telah berubah begitu banyak dari
waktu ke waktu. Dugaan saat ini bahwa penyebab gangguan skizoafektif mungkin mirip
dengan etiologi skizofrenia. Oleh karena itu teori etiologi mengenai gangguan skizoafektif
juga mencakup kausa genetik dan lingkungan.
Penyebab gangguan skizoafektif adalah tidak diketahui, tetapi empat model
konseptual telah diajukan.
1. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe skizofrenia atau suatu tipe
gangguan mood.
2. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan ekspresi bersama-sama dari skizofrenia
dan gangguan mood.
3. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe psikosis ketiga yang berbeda,
tipe yang tidak berhubungan dengan skizofrenia maupun suatu gangguan mood.
15
4. Kemungkinan terbesar adalah bahwa gangguan skizoafektif adalah kelompok
gangguan yang heterogen yang meliputi semua tiga kemungkinan pertama. Sebagian
besar penelitian telah menganggap pasien dengan gangguan skizoafektif sebagai suatu
kelompok heterogen.
DIAGNOSIS
Diagnosis skizoafektif memiliki beberapa pedoman diagnostik yang diambil dari
PPDGJ - III dan DSM-V yaitu:
17
konsekuensi dari ini, episode penyakit tidak memenuhi kriteria baik
skizofrenia maupun episode manik atau depresif.
Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia dan
gangguan afektif tetapi dalam episode penyakit yang berbeda.
Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah
mengalami suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (Depresi
Pasca-skizofrenia). Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoafektif
berulang, baik berjenis manik (F25.0) maupun depresif (F25.1) atau campuran
dari keduanya (F25.2). Pasien lain mengalami satu atau dua episode
skizoafektif terselip diantara episode manic dan depresif (F30-F33)
18
F25.2 Gangguan Skizoafektif Tipe Campuran
Gangguan dengan gejala-gejala skizofrenia (F20.-) berada secara bersama-
sama dengan gejala-gejala afektif bipolar campuran (F31.6)
TERAPI
Modalitas terapi yang utama untuk gangguan skizoafektif adalah perawatan di rumah
sakit, medikasi, dan intervensi psikososial. Prinsip dasar yang mendasari farmakoterapi untuk
gangguan skizoafektif adalah bahwa protokol antidepresan dan antimanik diikuti jika
semuanya diindikasikan dan bahwa antipsikotik digunakan hanya jika diperlukan untuk
pengendalian jangka pendek. Jika protokol thymoleptic tidak efektif di dalam mengendalikan
gejala atas dasar berkelanjutan, medikasi antipsikotik dapat diindikasikan. Pasien dengan
gangguan skizoafektif, tipe bipolar, harus mendapatkan percobaan lithium, carbamazepine
(Tegretol), valproate (Depakene), atau suatu kombinasi obat-obat tersebut jika satu obat saja
tidak efektif. Pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe depresif, harus diberikan percobaan
antidepresan dan terapi elektrokonvulsif (ECT) sebelum mereka diputuskan tidak responsif
terhadap terapi antidepresan.
PROGNOSIS
Sebagai suatu kelompok, pasien dengan skizoafektif mempunyai prognosis di
pertengahan antara prognosis pasien dengan skizofrenia dan prognosis pasien dengan
gangguan mood. Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektik memiliki
prognosis yang jauh lebih buruk daripada pasien dengan gangguan depresif, memiliki
prognosis yang lebih buruk daripada pasien dengan gangguan bipolar dan memiliki prognosis
yang lebih baik daripada pasien dengan skizofrenia. Generalitas tersebut telah didukung oleh
beberapa penelitian yang mengikuti pasien selama dua sampai lima tahun setelah episode
yang ditunjuk dan yang menilai funsi social dan pekerjaan, dan juga perjalanan gangguan itu
sendiri,
Data menyatakan bahwa pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe bipolar,
mempunyai prognosis yang mirip dengan prognosis pasien dengan gangguan bipolar dan
bahwa pasien dengan gangguan premorbid yang buruk; onset yang perlahan; tidak ada faktor
pencetus; menonjolnya gejala psikotik, khususnya gejala defisit atau gejalan negatif, onset
19
yang awal; perjalanan yang tidak mengalami remisi; dan riwayat keluarga adanya skizofrenia.
Lawan dari masing-masing karakteristik tersebut mengarah pada hasil yang baik. Ada atau
tidak adanya gejala urutan pertama dari Schneider tampaknya tidak meramalkan perjalanan
penyakit.
Walaupun tampaknya tidak terdapat perbedaan yang berhubungan dengan jenis
kelamin pada hasil akhir gangguan skizoafektif, beberapa data menyatakan bahwa perilaku
bunuh diri mungki lebih sering pada wanita dengan gangguan skizoafektif daripada laki-laki.
Insidensi bunuh diri di antara pasien dengan gangguan skizoafektif diperkirakan sekurangnya
sebanyak sepuluh persen.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. 2007. Kaplan and Sadock’s
Synopsis of Psychiatry Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 10th Edition. Wolters
Kluwer : New York
2. Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott; Ruiz, Pedro. 2015. Kaplan and
Sadock’s Synopsis of Psychiatry Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 11th Edition.
Wolters Kluwer : New York
3. Maslim, R. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III dan DSM-5.
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya : Jakarta.
4. Stuart, G. W. dan Sundeen, S. J. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 1998.
21