Anda di halaman 1dari 7

Nama : Doli Saputra

NIM : 11810113072
Nama Mata Ujian : Sosiologi Pendidikan
Dosen Pengampu : Dr. Zaitun, M. Ag. / Ilham Sikumbang, M. Pd.
Semester : II
Model Ujian : Take Home

A. Studi Kasus: Pendidikan dan mobilitas sosial

Pengangguran Terdidik

Data statistik sarjana menganggur:


Pengangguran Terdidik adalah seseorang yang telah lulus dari perguruan
tinggi negeri atau swastadan ingin mendapat pekerjaan tetapi belum dapat
memperolehnya.Berdasarkan data terakhir dari Badan Pusat Statistik (BPS),
pada Februari 2012, TPT untuk tingkat diploma 7,5 persen dan sarjana 6,95
persen. Jumlah pengangguran secara nasional pada Februari 2012 mencapai
7,6 juta orang, dengan TPT sebesar 6.32 persen. kemungkinan sarjana
menganggur setiap tahun akan mengalami peningkatan yang signifikan[3].
Pendidikan yang dipercaya dapat meningkatkan kualitas hidup seseorang
seperti yang telah diuraikan di atas ternyata tidak dijamin kebenarannya jika
dilihat dalam realitas kehidupan. Anggapan orang bahwa pendidikan dapat
mengangkat status atau derajat seseorang perlu untuk ditinjau kembali. Hal ini
dibuktikan dengan semakin meningkatnya pengangguran di kalangan terdidik.
Pertanyaannya, mengapa demikian?
1. Sebab-sebab sarjana menganggur
Terjadinya kasus pengangguran terdidik dikarenakan oleh beberapa
faktor. Di antaranya sebagai berikut:
a. Tidak sungguh-sungguh dalam mempelajari ilmu, artinya orientasi utama
mengapa seseorang menempuh pendidikan hingga tingkat tinggi adalah
untuk tujuan tertentu saja misalnya hanya demi mendapatkan ijazah.
b. Kurang selarasnya perencanaan pembangunan pendidikan dan
berkembangnya lapangan kerja yang tidak sesuai denagn jurusan
mereka, sehingga para lulusan yang berasal dari jenjang pendidikan atas
baik umum maupun kejuruan dan tinggi tersebut tidak dapat terserap ke
dalam lapangan pekerjaan yang ada.
c. Budaya malas sebagai penyebab tingginya angka pengangguran sarjana
di Indonesia. Para pengangguran terdidik lebih memilih pekerjaan yang
formal dan mereka ingin langsung bekerja di tempat yang menempatkan
mereka di posisi yang enak, mendapat banyak fasilitas, dan mendapat
gaji yang cukup, tidak mau memulai karier dari bawah.
d. Faktor penyebab pengangguran juga sering kali diciptakan oleh diri
seseorang secara sengaja atau tidak. Lingkungan memegang peranan
yang penting dalam pembentukan pribadi yang kuat dan bisa bersaing.
Lingkungan juga menjadi hal yang membuat banyak pribadi menjadi
lemah dan tidak tahu apa yang harus dilakukan dalam menghadapi
tantangan hidup. Jika lingkungan membentuk seseorang berkompetensi
tinggi, maka ia akan terbiasa bekerja keras dan berusaha melakukan
yang terbaik. Sebaliknya, lingkungan yang didominasi oleh orang-orang
yang berpikiran mudah menyerah dan tidak senang bekerja keras, maka
pribadi yang dilahirkan dari lingkungan yang seperti ini adalah orang-
orang yang mudah menyerah.
e. Rendahnya keterampilan yang dimiliki seseorangSekalipun seseorang
telah menempuh pendidikan yang tinggi dengan nilai yang tinggi, dia tidak
akan dapat eksis jika keterampilan yang dimilki rendah. Keterampilan juga
merupakan faktor yang perlu diperhatikan, entah itu keterampilan dalam
bidang pekerjaan maupun keterampilan sosial.
2. Pemecahan masalah
Perlu adanya revolusi dalam penanganan masalah pengangguran,
Mengingat penyelesaian konvensional selama ini tidak memberikan perubahan
yang signifikan.
Untuk itu ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh seluruh stackholder
utamanya pemerintah, pihak universitas dan pengusaha termasuk peserta didik
(mahasiswa) itu sendiri, di antaranya sebagai berikut:
a. Melakukan pemetaan antara dunia pendidikan di kampus melalui
program-program studi yang ada dengan prediksi kebutuhan tenaga kerja
di lapangan.
b. Perlu adanya pengembangan berbagai kemampuan yang diberikan
kepada para mahasiswa. Kemampuan yang diberikan haruslah
berdasarkan atas kebutuhan masyarakat.
c. Perlu adanya kemauan dan motivasi pada diri sendiri untuk berusaha
lebih maju.
d. Menumbuhkan semangat berwirausaha Para sarjana tidak hanya
melamar pekerjaan namun dituntut mampu menciptakan lapangan
pekerjaan bagi diri sendiri dan masyarakat disekitarnya.
e. Seorang sarjana dengan kompetensi yang dimiliki menjadikan mereka
bisa untuk hidup, dan dengan kompetensi yang dimiliki bisa mendapatkan
lapangan pekerjaan dengan mudah.
Itulah beberapa upaya yang menurut penulis dapat membantu
mengurangi angka pengangguran terdidik. Upaya-upaya tersebut harus menjadi
perhatian setiap masyarakat, terutama peserta didik, termasuk juga pemerintah.

3. Analisa
Dari analisa penulis yang dapat diambil dari pembahasan hubungan
pendidikan dan mobilitas sosial termassuk kasus yang terjadi terkait dengan
pengangguran terdidik, di antaranya sebagai berikut:
a. Pendidikan dipercaya dapat mengangkat derajat atau status sosial
seseorang. Hal tersebut dikarenakan pendidikan itu sendiri mempunyai
peran yang penting bagi diri sendiri maupun masyarakat setempat.
b. lembaga pendidikan mempersiapkan seseorang untuk mendapatkan
pekerjaan, sebagai alat transmisi kebudayaan, mengajarkan peranan
sosial, membuka kesempatan memperbaiki nasib, menyediakan tenaga
pembangunan, menciptakan integrasi sosial, dan kontrol sosial.
c. Data terakhir dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada Februari 2012, TPT
untuk tingkat diploma 7,5 persen dan sarjana 6,95 persen. Jumlah
pengangguran secara nasional pada Februari 2012 mencapai 7,6 juta
orang, dengan TPT sebesar 6.32 persen. kemungkinan sarjana
menganggur setiap tahun akan mengalami peningkatan yang signifikan.
d. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pengangguran di kalangan
pendidik adalah: tidak sungguh-sungguh dalam mempelajari ilmu, kurang
selarasnya perencanaan pembangunan pendidikan dan berkembangnya
lapangan kerja yang tidak sesuai, malas, kompetisi yang kurang, dan
rendahnya keterampilan yang dimiliki seseorang.
e. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah
pengangguran terdidik di antaranya adalah: melakukan pemetaan antara
dunia pendidikan di kampus melalui program-program studi yang ada
dengan prediksi kebutuhan tenaga kerja di lapangan, perlu adanya
pengembangan berbagai kemampuan yang diberikan kepada para
mahasiswa, perlu adanya kemauan dan motivasi, menumbuhkan
semangat berwirausaha, dan mengembangkan keterampilan sosial.
f. Jika lingkungan membentuk seseorang berkompetensi tinggi, maka ia
akan terbiasa bekerja keras dan berusaha melakukan yang terbaik.
Sebaliknya, lingkungan yang didominasi oleh orang-orang yang berpikiran
mudah menyerah dan tidak senang bekerja keras, maka pribadi yang
dilahirkan dari lingkungan yang seperti ini adalah orang-orang yang
mudah menyerah.
g. Indonesia memiliki banyak sumber daya manusia yang sebagian besar
mengeksplor kemampuan dirinya untuk terus berkembang melalui
pendidikan, dan salah satunya adalah perguruan tinggi. Di perguruan
tinggi, tentunya mahasiswa dituntut untuk menjadi lulusan sarjana yang
berkompeten, memiliki ide, kreatifitas, dan ilmu yang dapat di
implementasikan kepada masyarakat. Mahasiswa diajarkan untuk terus
mengembangkan diri nya dengan hal-hal yang positif.
h. Namun, yang menjadi permasalahan adalah beberapa dari mereka
masuk ke perguruan tinggi dalam keadaan tangan kosong, dan lulus
tanpa menghasilkan apa-apa. itu berarti, bagi mereka, perguruan tinggi
sama sekali tidak berperan dalam proses perkembangan individu menjadi
lulusan sarjana yang mendapatkan masa depan baik
i. Sarjana merupakan sebuah gelar strata I yang diberikan kepada
seseorang yang telah berhasil melewati jenjang pendidikannya di
perguruan tinggi. Setelah menjadi sarjana, pada umumnya lulusan
perguruan tinggi mulai mencari jati diri yang sebenarnya, namun dibalik
itu sudah menjadi hal yang lumrah jika mereka bingung menentukan arah
hingga pada akhirnya menjadi pengangguran. Meskipun tidak semua
lulusan perguruan tinggi menjadi pengangguran, banyak juga diantara
mereka yang membuka usaha, menjadi pegawai negeri, ataupun bekerja
di sebuah perusahaan swasta.
j. Menurut Payman J. Simanjuntak, pengangguran adalah orang yang tidak
bekerja berusia angkatan kerja yang tidak bekerja sama sekali atau
bekerja kurang dari dua hari selama seminggu sebelum pencacahan dan
berusaha memperoleh pekerjaan.
k. pengangguran terdidik adalah seorang yang telah lulus pendidikan dan
ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Para
penganggur terdidik biasanya dari kelompok masyarakat menengah
keatas yang memungkinkan adanya jaminan kelangsungan hidup meski
menganggur.
l. Pengangguran terdidik sangat berkaitan dengan masalah pendidikan di
Negara berkembang pada umumnya, antara lain berkisar pada masalah
mutu pendidikan, kesiapan tenaga pendidik, fasilitas dan pandangan
masyarakat.
B. Studi Kasus: Peran guru di sekolah dan masyarakat

Kekerasan Guru Terhadap Murid

Beberapa pekan terakhir ini, kiprah dunia pendidikan sering tercoreng


oleh perlakukan negatif komponen dalam pendidikan itu sendiri. Kekerasan atau
perlakuan kekerasan seorang guru dengan murid. Banyak terjadi perbuatan-
perbuatan yang kurang baik ataupun perbuatan yang tidak selayaknya dilakukan
oleh seorang guru, seperrti kasus guru kasus guru dipenjara karena mencubit
siswi SMP Negeri 1 Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan yang bernama
Nurmayani Salam harus mengalami nasib pahit. Nurmayani dipolisikan oleh
orang tua dari anak didiknya, akibat dari apa yang sudah diperbuat kepada anak
didiknya. Berikut kronologinya Seorang siswi smp negri 01 Kabupaten Bantaeng,
Sulawesi Selatan dicubit oleh gurunya hingga lebam dikarenakan siswi tersebut
sedang bermain air ketika waktu istirahat dengan temanya sehingga tidak
sengaja air tersebut mengenai baju gurunya, akibat dari perbuatan siswi smp
tersebut maka dipanggilah oleh guru yang berkaitan ke ruang bk. (sumber :
http://makassar.tribunnews.com), sehingga pada saat ini mengakibatkan turunya
citra baik dan kewibawaan seorang guru di sekolah maupun dalam masyarakat.
Pepatah juga mengatakan, “guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Jadi
posisi seorang guru sebanarnya harus manjadi teladan yang baik, karena itu
akan diteladani oleh orang lain, akan tetapi bagaima bisa berwibawa apabila
teladan tersebut adalah teladan negatif yang secara etika tidaklah pantas untuk
ditiru. Oleh karena hal-hal tersebut perlu adanya revitalisasi atau pemulihan
fungsi kembali pada peran seorang guru.
1. Sebab-sebab Intimidasi Guru Terhadap Guru
a. Kurangnya pengetahuan bahwa kekerasan baik fisik maupun psikis
tidak efektif untuk memotivasi siswa atau merubah perilaku, malah
beresiko menimbulkan trauma psikologis dan melukai harga diri
siswa.
b. Persepsi yang parsial dalam menilai siswa. Bagaimana pun juga,
setiap anak punya konteks kesejarahan yang tidak bisa dilepaskan
dalam setiap kata dan tindakan yang terlihat saat ini, termasuk
tindakan siswa yang dianggap “melanggar” batas. Apa yang terlihat di
permukaan, merupakan sebuah tanda / sign dari masalah yang
tersembunyi di baliknya. Yang terpenting bukan sebatas “menangani”
tindakan siswa yang terlihat, tapi mencari tahu apa yang melandasi
tindakan / sikap siswa.
c. Adanya masalah psikologis yang menyebabkan hambatan dalam
mengelola emosi hingga guru ybs menjadi lebih sensitif dan reaktif.
d. Adanya tekanan kerja : target yang harus dipenuhi oleh guru, baik
dari segi kurikulum, materi maupun prestasi yang harus dicapai siswa
didiknya sementara kendala yang dirasakan untuk mencapai hasil
yang ideal dan maksimal cukup besar.
e. Pola authoritarian masih umum digunakan dalam pola pengajaran di
Indonesia. Pola authoritarian mengedepankan faktor kepatuhan dan
ketaatan pada figure otoritas sehingga pola belajar mengajar bersifat
satu arah (dari guru ke murid). Implikasinya, murid kurang punya
kesempatan untuk berpendapat dan berekspresi. Dan, pola ini bisa
berdampak negatif dalam diri sang guru.
f. Muatan kurikulum yang menekankan pada kemampuan kognitif dan
cenderung mengabaikan kemampuan afektif (Rini, 2008). Tidak
menutup kemungkinan suasana belajar jadi “kering” dan stressful,
dan pihak guru pun kesulitan dalam menciptakan suasana belajar
mengajar yang menarik, padahal mereka dituntut mencetak siswa-
siswa berprestasi.
2. Pemecahan Masalah
a. Bagi Sekolah
1) Menerapkan pendidikan tanpa kekerasan di sekolah.
2) Pendidikan tanpa kekerasan adalah suatu pendidikan yang
ditujukan pada anak dengan mengatakan “tidak” pada kekerasan
dan menentang segala bentuk kekerasan. Dalam menanamkan
pendidikan tanpa kekerasan di sekolah, guru dapat melakukannya
dengan menjalin komunikasi yang efektif dengan siswa, mengenali
potensi-potensi siswa, menempatkan siswa sebagai subjek
pembelajaran, guru memberikan kebebasan pada siswa untuk
berkreasi dan guru menghargai siswa sesuai dengan talenta yang
dimiliki siswa (Susilowati, 2007).
3) Hukuman yang diberikan, berkorelasi dengan tindakan anak. Ada
sebab ada akibat, ada kesalahan dan ada konsekuensi tanggung
jawabnya.Dengan menerapkan hukuman yang selaras dengan
konsekuensi logis tindakan siswa yang dianggap keliru, sudah
mencegah pemilihan / tindakan hukuman yang tidak rasional.
4) Sekolah terus mengembangkan dan membekali guru baik dengan
wawasan / pengetahuan, kesempatan untuk punya pengalaman
baru, kesempatan untuk mengembangkan kreativitas mereka. Guru
juga membutuhkan aktualisasi diri, tidak hanya dalam bentuk
materi, status, dsb. Guru juga senang jika diberi kesempatan untuk
menuangkan aspirasi, kreativitas dan mencobamengembangkan
metode pengajaran yang menarik tanpa keluar dari prinsip dan nilai-
nilai pendidikan. Selain itu, sekolah juga bisa memberikan
pendidikan psikologi pada para guru untuk memahami
perkembangan anak serta dinamika kejiwaan secara umum.
Dengan pendekatan psikologi, diharapkan guru dapat menemukan
cara yang lebih efektif dan sehat untuk menghadapi anak didik.
5) Konseling. Bukan hanya siswa yang membutuhkan konseling, tapi
guru pun mengalami masa-masa sulit yang membutuhkan
dukungan, penguatan, atau pun bimbingan untuk menemukan jalan
keluar yang terbaik.
6) Segera memberikan pertolongan bagi siapapun yang mengalami
tindakan kekerasan di sekolah, dan menindaklanjuti kasus tersebut
dengan cara adekuat.
7) Sekolah terus mengembangkan dan membekali guru baik dengan
wawasan / pengetahuan, kesempatan untuk punya pengalaman
baru, kesempatan untuk mengembangkan kreativitas mereka. Guru
juga membutuhkan aktualisasi diri, tidak hanya dalam bentuk
materi, status, dsb. Guru juga senang jika diberi kesempatan untuk
menuangkan aspirasi, kreativitas dan mencoba mengembangkan
metode pengajaran yang menarik tanpa keluar dari prinsip dan nilai-
nilai pendidikan. Selain itu, sekolah juga bisa memberikan
pendidikan psikologi pada para guru untuk memahami
perkembangan anak serta dinamika kejiwaan secara umum.
Dengan pendekatan psikologi, diharapkan guru dapat menemukan
cara yang lebih efektif dan sehat untuk menghadapi anak didik.
8) Konseling. Bukan hanya siswa yang membutuhkan konseling, tapi
guru pun mengalami masa-masa sulit yang membutuhkan
dukungan, penguatan, atau pun bimbingan untuk menemukan jalan
keluar yang terbaik.
9) Segera memberikan pertolongan bagi siapapun yang mengalami
tindakan kekerasan di sekolah, dan menindaklanjuti kasus tersebut
dengan cara adekuat.
b. Bagi Orangtua atau keluarga
1. Perlu lebih berhati-hati dan penuh pertimbangan dalam memilihkan
sekolah untuk anak-anaknya agar tidak mengalami kekerasan di
sekolah.
2. Menjalin komunikasi yang efektif dengan guru dan sesama orang
tua murid untuk memantau perkembangan anaknya.
3. Orangtua menerapkan pola asuh yang lebih menekankan pada
dukungan daripada hukuman, agar anak-anaknya mampu
bertanggung jawab secara sosial
4. Hindari tayangan televisi yang tidak mendidik, bahkan mengandung
unsur kekerasan. Kekerasan yang ditampilkan dalam film
cenderung dikorelasikan dengan heroisme, kehebatan, kekuatan
dan kekuasaan.
5. Setiap masalah yang ada, sebaiknya dicari solusi / penyelesaiannya
dan jangan sampai berlarut-larut. Kebiasaan menunda persoalan,
menghindari konflik, malah membuat masalah jadi berlarut-larut dan
menyita energy. Sikap terbuka satu sama lain dan saling
mendukung, sangat diperlukan untuk menyelesaikan setiap
persoalan dengan baik.
6. Carilah bantuan pihak professional jika persoalan dalam rumah
tangga, semakin menimbulkan tekanan hingga menyebabkan salah
satu atau beberapa anggota keluarga mengalami hambatan dalam
menjalankan kehidupan mereka sehari-hari.
3. Analisa
Kekerasan dapat terjadi dimanapun, termasuk di lingkungan
pendidikan seperti di sekolah. Kekerasan yang terjadi di lingkungan
sekolah pun tidak hanya antar siswa, melainkan terjadi oleh guru. Hal ini
sangat memprihatinkan melihat tugas utama guru yakni mengajar dan
membimbing murid-muridnya. Saat ini banyak terjadi pemberitaan di
media mengenai guru yang melakukan tindak kekerasan kepada
muridnya. Hal ini seakan biasa mengingat guru sering melakukan
kekerasan agar muridnya jera. Padahal, disisi lain kekerasan tersebut
bisa merusak mental atau psikis anak. bahkan tidak jarang kejadian
tersebut bisa dibawa ke jalur hukum.

Kasus di atas adalah sebagian kecil dari beberapa kasus


kekerasan yang ada di Indonesia yang begitu mengkhawatirkan. Karena
kekerasan yang dilakukan oleh guru terhadap muridnya sangat
berdampak buruk terhadap mental anak yang menjadi korban dari kasus
tersebut. Orang tua pun menjadi cemas terhadap anak-anak nya yang
menjadi korban kekerasan tersebut.
Bila dilihat mengenai kasus tersebut, menurut penulis sebenarnya
tindak kekerasan yang dilakukan guru terhadap murid-muridnya
cenderung lebih sering dilakukan secara non fisik dari pada secara fisik.
Apabila tindak kekerasan yang terjadi antara guru pada muridnya
berbentuk kekerasan secara fisik, maka tindakan tersebut merupakan
tindakan kriminal, apalagi sampai menyebabkan luka-luka dan memar
bahkan sampai meninggal. Berbeda apabila tindak kekerasan tersebut
dilakukan secara non fisik. Tindak kekerasan secara non fisik dianggap
bukan tindakan kriminal karena tidak melanggar hukum namun
dampaknya secara tidak langsung dan tidak terdeteksi tetapi bisa
merusak mental anak yang dimana hal itu bisa lebih berbahaya dari
kekerasan fisik.
Dalam undang undang pasal 4 ayat 1 yang menyatakan bahwa
pendidikan diselenggarakan secara demikratis dan berkeadilan serta
tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi  hak asasi manusia, nilai
keagamaan, nilai kultural dan kemajemukkan bangsa (UU Sisdiknas).
Dan dalam undang-undang perlindungan anak pasal 54  “Anak di dalam
dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang
dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di dalam
sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya.”

Anda mungkin juga menyukai