Anda di halaman 1dari 9

UJIAN AKHIR SEMESTER SOSIOLOGI PENDIDIKAN

TENTANG KELUARGA DAN SOSIALISASI & PARTISIPASI


MASYARAKAT DAN KEBIJAKAN POLITIK TERHADAP PENDIDIKAN

Oleh :

DICKY DHARMAWAN 11810111656


PAI II C

Dosen Pengampu :
Dr. Zaitun, M.Ag. / Ilham Sikumbang, M.Pd.

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
T.P 2019 M/1440 H
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

==========================================================
========================

SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS) TAHUN 2019

Mata Ujian : Sosiologi Pendidikan


Dosen Pengampu : Dr. Zaitun, M.Ag. / Ilham Sikumbang, M.Pd.
Semester : II (Dua)
Model Ujian : Take Home
==========================================================
=================
Petunjuk Pengerjaan :
1. Bacalah do’a sebelum memilih !
2. Pilihlah 2 dari 6 materi dibawah ini dan kerjakan dalam format MS
Word dengan huruf Arial menggunakan font 11 serta jarak 1 spasi.
Setiap materi minimal 3 halaman.
3. Jelaskan kasus sosial (positif atau negatif) yang berkaitan dengan
materi yang di pilih beserta solusi dengan di dukung teori yang
memadai serta analisa dan ulasan individu.
4. Hasil pengerjaan dikumpulkan maksimal hari Kamis 27 Juni 2019.
5. Hasil pengerjaan yang sama dengan mahasiswa lain dan jawaban yang
copy paste tanpa analisa akan didiskualifikasi dan dianggap tidak
mengikuti UAS.

Materi Pilihan:
1. Proses Sosialisasi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya
2. Keluarga dan sosialisasi
3. Pendidikan dan Mobilitas sosial
4. Peran guru di sekolah dan masyarakat
5. Konsep sekolah dan kelas sebagai sistem sosial
6. Partisipasi masyarakat dan kebijakan politik terhadap pendidikan

Selamat Mengerjakan
KELUARGA DAN SOSIALISASI

A. Permasalahan Mengenai Keluarga


Ikatan yang mempertalikan suami dan istri dalam perkawinan terkadang
rapuh dan bahkan putus sehingga terjadi perpisahan atau bahkan perceraian.
Dengan terjadinya perceraian maka dengan sendirinya fungsi keluarga akan
mengalami gangguan dan pihak yang bercerai maupun anak-anak harus
menyesuaikan diri dengan situasi yang baru. Peningkatan angka perceraian
dalam masyarakat pun membawa gaya hidup khas keluarga bercerai misalnya
hidup sendiri menjada atau menduda, adanya anak yang harus hidup dengan
salah satu orang tua saja, dan bahkan mungkin hidup terpisah dengan saudara
kandung sendiri.
Kasus perceraian sering dianggap sebagai suatu peristiwa tersendiri dan
menegangkan dalam kehidupan keluarga, tetapi yang perlu direnungkan dalam
kasus ini adalah akibat dan pengaruh yang ditimbulkan pada diri anak khususnya
dalam hal penyesuaian diri. Banyak analisis sosial menunjukan adanya
persamaan antara penyesuaian diri baik cerai yang sebabkan oleh kematian
maupun perceraian hidup.
Pengasuhan orang tua tunggal adalah salah satu fenomena di zaman
modern sekarang. Fenomena ini memiliki serangkaian masalah khusus, hal ini
disebabkan karena hanya ada satu orang tua membesarkan dan melakukan
sosialisasi terhadap anak.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa perceraian selalu berdampak buruk
bagi anak-anak, sehingga anak yang orang tuanya bercerai sering hidup
menderita, khususnya dalam hal keuangan dan secara emosional kehilangan
rasa aman, sehingga mereka merasa malu dengan perceraian tersebut, anak-
anak tersebut inferior terhadap anak-anak lain sehingga ketika terjadi hal seperti
ini maka keluarga tersebut di anggap gagal.
Perselisihan yang terjadi dalam keluarga mengakibatkan pasangan suami
isteri menjadi depresi, merasa gagal, tidak berharga, memiliki harapan yang tidak
pasti, dan minum minuman keras yang dapat memicu terjadinya perceraian yang
juga membawa dampak yang sangat kompleks terhadap anak, yaitu: prestasi
akademik/sekolah yang rendah, kenakalan dan agresivitas yang tinggi, depresi
dan cemas, keterampilan interpersonal yang rendah, dan masalah lainnya yang
dapat merusak sendi-sendi dalam keluarga.

B. Solusi Terhadap Permasalahan Dalam Keluarga (Perceraian).


Perceraian adalah perpisahan hidup antara pasangan suami istri sebagai
akibat dari kegagalan mereka menjalankan obligasi peran masing-masing. Dalam
hal ini perceraian dilihat sebagai akhir dari suatu ketidakstabilan perkawinan
dimana pasangan suami istri kemudian hidup terpisah dan secara resmi diakui
oleh hukum yang berlaku (Erna, 1999). Perceraian merupakan terputusnya
keluarga karena salah satu atau kedua pasangan memutuskan untuk saling
meninggalkan sehingga mereka berhenti melakukan kewajibannya sebagai
suami istri.
Perceraian menurut UU perkawinan terjadi apabila kedua belah pihak
baik suami maupun istri sudah sama-sama merasakan ketidakcocokan dalam
menjalani rumah tangga. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan tidak memberikan definisi mengenai perceraian secara khusus.
Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan serta penjelasannya secara kelas menyatakan
bahwa perceraian dapat dilakukan apabila sesuai dengan alasan-alasan yang
telah ditentukan. Definisi perceraian di Pengadilan Agama itu, dilihat dari
putusnya perkawinan. Putusnya perkawinan di UUP dijelaskan, yaitu:
1. Karena kematian
2. Karena perceraian
3. Karena keputusan pengadilan

Dalam sosiologi, terdapat teori pertukaran yang melihat  perkawinan


sebagai suatu proses pertukaran antara hak dan kewajiban serta penghargaan
dan kehilangan yang terjadi diantara sepasang suami istri. Karena perkawinan
merupakan proses integrasi dua individu yang hidup dan tinggal bersama,
sementara latar belakang sosial-budaya, keinginan serta kebutuhan mereka
berbeda, maka proses pertukaran dalam perkawinan ini harus senantiasa
dirundingkan dan disepakati bersama.
Di dalam sebuah perceraian sering kita jumpai banyak faktor–faktor atau
penyebab terjadinya perceraian itu sendiri. Adapaun faktor penyebab terjadinya
perceraian diantaranya :
1. Ketidakharmonisan dalam rumah tangga
Merupakan alasan yang paling kerap dikemukakan oleh pasangan
suami–istri yang akan bercerai. Ketidakharmonisan bisa disebabkan oleh
berbagai hal antara lain, krisis keuangan, krisis akhlak, dan adanya orang
ketiga. Dengan kata lain, istilah keharmonisan adalah terlalu umum
sehingga memerlukan perincian yang lebih mendetail.
2. Gagal komunikasi
Komunikasi merupakan hal terpenting dalam menjalin hubungan.
Jika Anda dan pasangan kurang berkomunikasi atau tidak cocok dalam
masalah ini, maka dapat menyebabkan kurangnya rasa pengertian dan
memicu pertengkaran.
3. Perselingkuhan
4. Kekerasan dala rumah tangga (KDRT)
5. Krisis moral dan akhlak
Perceraian juga sering dilandasi krisis moral dan akhlak, yang
dapat dilalaikannya tanggung jawab baik oleh suami ataupun istri,
poligami yang tidak sehat, dan keburukan perilaku lainnya yang dilakukan
baik oleh suami ataupun istri, misal mabuk, terlibat tindak kriminal.

Dari faktor-faktor penyebab terjadinya perceraian di atas, kita bisa


meminimalisir atau mencegah terjadinya percerian, diantaranya yaitu :
1. Mencari sumber permasalahan
Jikalau sumber permasalahan sudah ditemukan maka hendaklah
menyelesaikannya secara baik-baik. Karena setiap masalah pasti ada jalan
keluarnya.
2. Jangan membesarkan masalah
Jika Anda dan suami sudah tahu sumber keributan dan konflik dalam
rumahtangga, sebaiknya jangan memperbesar masalah. Juga, jangan mencari
masalah baru. Pasalnya, ini justru akan memperkeruh suasana. Bila Anda
menyadari kekurangan yang ada, tak ada salahnya meminta maaf. Tidak perlu
malu dan berusaha menjadi istri yang baik seperti yang diharapkan suami.
Cobalah untuk mencari solusi sebaik-baiknya.
3. Komunikasi
Seberat apapun situasi yang tengah dihadapi dalam rumah tangga,
sebaiknya tetap lakukan komunikasi dengan pasangan. Diskusikan oleh
pasangan setiap permasalahan yang terjadi.
4. Ingat anak
Ingatlah bahwasanya setiap anak masih sangat membutuhkan kasih
sayang dan perhatian dari ayah dan ibu, jangan sampai mereka menjadi korban
atas permasalahan yang terjadi antara orang tua mereka.

C. Analisis
Dari permasalahan yang telah disebutkan di atas beserta solusi dan
beberapa tips dalam mencegah perceraian, jikalau ditinjau dari sudut pandang
agama, bahwasanya Islam sangat menginginkan terwujudnya keluarga muslim
yang harmonis dan penuh dengan kebahagiaan dan adapun permasalahan yang
terjadi antara suami dan isteri, di dalam Islam sudah diajarkan beberapa tindakan
solusi mengenai perceraian.
Semua itu dimulai ketika hendak memilih pasangan dalam berumah
tangga, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menyebutkan di dalam
haditsnya,

ِ ِ ِ ِ ‫هِل‬ ‫أِل ِ هِل حِل‬


ْ َ‫ُتْن َك ُح الْ َم ْرأَةُ َْربَ ٍع ل َما َا َو َ َسبِ َها َومَجَا َا َولدين َها فَاظْ َف ْر بِ َذات الدِّي ِن تَ ِرب‬
‫ت يَ َد َاك‬
"Wanita itu dinikahi karena empat hal, karena hartanya, karena
keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Maka pilihlah
karena agamanya, niscaya kamu akan beruntung."

Pada hadits di atas telah disebutkan, terdapat empat kriteria dalam


memilih pasangan hidup, namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lebih
mengutamakan memilih pasangan dikarenakan agamanya, jikalau kita memilih
pasangan karena agamanya yang baik, maka Rasulullah mengatakan akan
beruntung orang-orang yang menikah karena melihat agama dari calon
pasangannya.
Adapun permasalahan dalam rumah tangga memang tak dapat dihindari,
setiap rumah tangga pastilah memiliki permasalahan, Berapa banyak rumah
tangga hancur berantakan ketika istri tidak memberikan apa yang diharapkan
suami. Begitu juga sebaliknya, para suami hendaknya memberikan apa yang
semestinya menjadi kewajibannya sebagai suami. Para suami istri hendaklah
memahami hal ini, demi menjaga kelangsungan rumah tangga dan demi
kemaslahatan anak-anak agar tidak terlantar. Allah berfirman, ‫ ٌر‬DDDْ‫ ْل ُح َخي‬DDD‫الص‬
ُّ ‫َو‬
(sesungguhnya berdamai itu lebih baik).
Jikalau setiap rumah tangga dibangun di atas agama yang baik, misalnya
suami berakhlak mulia terhadap istri, memuliakan istri dan tidak menganggap
remeh si istri dan juga istri yang mampu memahami serta memberikan perhatian
dan rasa cinta yang tulus kepada suami, maka kehidupan rumah tangga akan
berjalan sakinah mawaddah dan warahmah. Dan anak-anak pun tidak terkena
dampak dari setiap permasalahan yang dialami suami isteri. Jangan sampai
setiap masalah yang terjadi berhujung menjadi perceraian.

Partisipasi Masyarakat Dan Kebijakan Politik Terhadap Pendidikan

A. Kasus yang terjadi dalam dunia pendidikan


Polemik sistem zonasi PPDB 2019, dianggap merugikan hingga Kemendikbud
dinilai langgar UU Sistem Pendidikan Nasional.

Sistem Zonasi pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019


dianggap merugikan dan tidak adil oleh para orang tua. Tak hanya itu,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bahkan dinilai
melanggar Undang-undang (UU) Sistem Pendidikan Nasional. Kebijakan Sistem
Zonasi yang diterapkan sejak 2017 ini menuai kontroversi di kalangan orang tua
murid.
Sistem Zonasi diterapkan karena pemerintah ingin melakukan reformasi
sekolah secara menyeluruh. Tak hanya itu, Sistem Zonasi juga dinilai sebagai
satu di antara strategi percepatan pemerataan pendidikan berkualitas. Namun
banyak orang tua yang mengeluhkan sistem zonasi PPDB pada 2019 yang
dianggap merugikan dan tidak adil, karena anak-anak yang memiliki nilai yang
tinggi bisa kalah dengan anak yang nilainya rendah namun rumahnya lebih dekat
dengan sekolah.
Salah satu pengamat pendidikan, ia mengatakan bahwasanya sistem
zonasi berpotensi melanggar UU sistem pendidikan nasional. "Penerimaan murid
baru menjadi kewenangan sekolah, dengan kata lain kebijakan zonasi itu
melanggar UU Sisdiknas yang seharusnya (aturan itu) dilakukan Kemendikbud,"
jelas salah satu pengamat pendidikan yaitu Darmaningtyas. (dikutip dari
Tribun.com).

B. Analisis terhadap kasus

Sistem zonasi PPDB 2019 diatas, belakangan ini memang viral hampir di
seluruh pelosok negeri ini, sejumlah media massa baik itu televisi maupun koran
serta situs berita online banyak membahas masalah ini, banyak terjadi
kontraversi terkait masalah zonasi ini. Misalnya saja adik saya yang baru tamat
dari SD, ia memiliki nilai yang cukup baik ketika lulus dari sekolahnya, namun
sangat disayangkan ia tak bisa untuk mengambil sekolah (SMP) favorit yang ada
di Pekanbaru dikarenakan sistem zonasi yang berlaku saat ini.
Sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah wajib menerima
calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari Sekolah
paling sedikit sebesar 90% (sembilan puluh persen) dari total jumlah keseluruhan
peserta didik yang diterima, kira-kira begitu bunyi peraturan zonasi yang
diterapkan saat ini. Memang ada sejumlah pihak yang setuju dengan adannya
sistem zonasi ini, mereka beranggapan bahwasanya sistem zonasi ini dinilai
merupakan cara untuk menuju keadilan pendidikan karena setiap murid memliliki
kesempatan yang sama. Semua sekolah merupakan sekolah favorit, semua
siswa pintar. Ini merupakan pendapat bagi mereka yang setuju.
Namun meskipun demikian, saya pribadi dan juga orang tua saya kurang
setuju dengan adanya sistem zonasi ini. Anak yang pintar dan memiliki
kemampuan tidak bisa masuk ke sekolah yang ia dambakan sebelum lulus
sekolah. Pada saat ujian sekolah dan ujian nasional berlangsung, mereka mati-
matian belajar dengan sungguh-sungguh demi mewujudkan keinginan masuk ke
sekolah favorit.
Tadi sudah dikatakan oleh salah satu pihak yang menyatakan
bahwasanya semua sekolah itu favorit dan semua sekolah itu muridnya pintar,
saya tidak setuju dengan pendapat ini, karena tidak semua daerah memiliki
kualitas pendidikan yang baik, baik itu dari segi tenaga pengajarnya, lingkungan
sekitar sekolahnya, teman-teman sebaya di sekolah, dan juga akreditasi
daripada sekolah itu sendiri.
Contohnya saja di daerah tempat saya tinggal, yaitu kecamatan Rumbai
Pekanbaru, di kecamatan Rumbai ini hanya terdapat beberapa sekolah (SMP)
negeri saja, dan diantara beberapa yang ada, hanya ada satu yang kiranya itu
sekolah yang bagus, yaitu SMPN 6, saya katakan bagus karena saya juga dulu
pernah menempuh pendidikan menengah pertama di sekolah ini. Dibandingkan
dengan sekolah lainnya yang terdapat di kecamatan saya, dari segi fasilitas dan
tenaga pengajarnya, sekolah ini bisa dikatakan lengkap akan fasilitas dan
lingkungan sekolah yang luas dan juga nyaman untuk kegiatan belajar mengajar.
Dengan adanya sistem zonasi saat ini, adik saya yang awalnya ingin
sekolah di daerah luar Rumbai, tidak bisa mengambil selain daerah Rumbai,
itupun hanya bisa mengambil sekolah yang jaraknya terdekat dengan rumah.
Dan kebetulan SMPN 6 jaraknya dari rumah kami cukup jauh sehingga tidak
masuk dalam cakupan wilayah zonasi, otomatis tidak bisa mendaftar di SMPN 6
tersebut. Mau tidak mau adik saya mendaftar di sekolah yang jaraknya terdekat
dengan rumah, yaitu SMPN 30. Sekolah ini menurut saya kurang baik
dibandingkan dengan SMPN 6 tadi, karena lingkungannya yang berada di dekat
pasar dan juga sekolah tersebut terkenal dengan murid yang nakal.
Ini tentunya bertentangan dan tidak sesuai dengan kondisi adik saya, dia
menginginkan sekolah yang baik kualitasnya dan baik juga lingkungannya. Yang
saya takutkan jikalau ia memang hanya bisa masuk di sekolah tersebut, ia akan
terpengaruh dengan lingkungan yang kurang baik tadi, sementara ia anak yang
baik-baik saja. Hal ini yang menjadi keluhan setiap orang tua yang merasa
dirugikan dan tidak adil.
PPDB sistem zonasi memang dianggap baik untuk memenuhi unsur
pemerataan pendidikan, namun kondisi saat ini, infastruktur dan fasilitas sekolah
masih minim, sementara anak didik semakin banyak.  karena sistem zonasi tak
berjalan baik, ada calon siswa yang tidak terakomodasi karena tidak bisa
mendaftar ke sekolah manapun. Sementara di sisi lain, ada sekolah yang
kekurangan siswa lantaran letaknya jauh dari pemukiman penduduk. Minimnya
sosialisasi sistem PPDB ke calon dan orang tua peserta didik sehingga
menimbulkan kebingungan, dan jumlah sekolah negeri tidak merata di tiap
kecamatan, maka dibuatlah kebijakan dua shift pagi dan siang. Dampaknya,
banyak sekolah swasta di wilayah tersebut kekurangan peserta didik.
Dikhawatirkan kalau tidak dipikirkan maka sekolah bisa tutup
Masih banyak masalah yang timbul terkait sistem zonasi ini, pada
intinya sistem ini belum bisa diterapkan sepenuhnya di Indonesia saat ini,
kiranya pemerintah terutama Kemendikbud kembali merencanakan atau
bahkan merombak sistem pendidikan yang ada saat ini demi terciptanya
generasi yang cerdas, aktif serta memiliki karakter dan juga yang terpenting
memiliki iman dan taqwa yang ditanamkan ketika para peserta didik menempuh
pendidikan formal di sekolah.

C. Solusi terhadap permasalahan


Sistem zonasi yang kini mulai diterapkan ternyata menuai pro kontra
dalam  masyarakat. Jika dilihat sekilas mengenai tujuan pemerintah
menerapakan sistem zonasi memang terlihat cukup bagus, Diantara nya sistem
zonasi akan dapat menghapus kastanisasi pendidikan sehingga tak boleh lagi
ada istilah sekolah favorit maupun non favorit, menghasilkan pemerataan
pendidikan serta menghemat biaya transfortasi dan lain sebagai nya. Namun
lebih banyak yang tidak setuju akan hal ini.
Jikalau pemerintah memang ingin meenerapkan sistem ini, alangkah
baiknya memperhatikan hal berikut :
1. Menyediakan layanan pendidikan dan penyediaan sekolah yang merata
di semua daerah dengan kualitas yang sama. Sehingga peserta didik rela
bersekolah di sekolah terdekat dari rumah karena memang semua
kualitas sekolah sama bagusnya.
2. Mengadakan sosialisasi setelah terjadi pemerataan mutu dan kualitas
sekolah.
3. Kesiapan sekolah
Berikutnya yaitu melakukan persiapan terhadap para kepala sekolah dan
guru di sekolah favorit agar mereka mampu menghadapi penerapan
sistem zonasi. Sebab, selama ini mereka dimudahkan dengan memiliki
siswa yang pandai dan bisa dibilang cukup dari segi ekonomi.
4. Perlunya sinkronisasi antara pemerintah pusat dan daerah sebelum
menerapkan sistem zonasi.

Disinilah peran penting negara dalam rangka mewujudkan kecerdasan


anak bangsa, menjadi tanggung jawab penuh negara. Sehingga negara bukan
hanya berperan sebagai fasilitator dan seringkali justru pihak swasta
memanfaatkan dunia pendidikan secara kapitalistik. Dan yang lebih penting lagi
adalah memberikan edukasi pada masyarakat bahwasanya, komponen
pendidikan bukan hanya sekolah, yang lebih mendasar yaitu keluarga dan
masyarakat. 
Dimana dalam sistem Islam keluarga adalah madrasah pertama dan
utama bagi anak-anaknya. Betapa banyak orang tua yang lalai akan hal ini,
menganggap proses belajar sebatas di sekolah. Padahal inilah yang mendasar
dan penting guna membangun pondasi kepribadian serta edukasi mendasar
yang diperlukan anak. Serta masyarakat yang perlu dikondisikan untuk
senantiasa dapat dijadikan bahan edukasi dan sarat akan ilmu.
Saya berharap untuk kedepannya pendidikan di Indonesia bisa lebih baik
lagi di era modernisasi ini dan tak kalah saing dengan negara-negara lain dalam
bidang akademik.

Anda mungkin juga menyukai