Anda di halaman 1dari 25

Pengantar

Teori Probabilitas

Budi Manfaat

EDUVISION
your book is your future
Judul:
Pengantar Teori Probabilitas

Penulis:
Budi Manfaat

ISBN: 978-602-74719-4-8

Terbitan pertama oleh Nurjati Press IAIN Syekh Nurjati Cirebon tahun 2013
Terbitan berikutnya oleh EDUVISION tahun 2016

EDUVISION
Alamat: Bima Terrace A-60 Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
www.eduvision.webs.com

Hak cipta © pada penulis

Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mereproduksi isi buku ini baik sebagian
maupun seluruhnya dalam bentuk dan atau alasan apapun juga tanpa izin tertulis dari
pemegang hak cipta

Dicetak di Cirebon
5 4 3 2 1 20 19 18 17 16
Anak-anakku,

Zulfa Nadiyatus Sa’adah


Najmi Tsaqib
Kana Taqiya
Pengantar

S
etidaknya ada dua alasan yang melandasi lahirnya ilmu statistika, yaitu
keberagaman dan ketidakpastian. Bayangkan, bagaimana seandainya semua
hal seragam: tinggi badan setiap orang sama, jenis dan tingkat kecerdasan
setiap orang sama, warna kulit setiap orang sama, motivasi belajar setiap orang
sama, dan demikian juga untuk hal-hal lainnya? Maka, tidak perlu ada ukuran-
ukuran statistik, baik ukuran pemusatan maupun ukuran sebaran. Demikian juga,
bagaimana seandainya semua hal dapat dipastikan kejadiannya sesuai dengan yang
diharapkan? Maka, tidak perlu ada estimasi dan prediksi (sebagai kajian dalam
statistika).
Kenyataannya, semua hal adalah beragam. Bahkan, misalnya pada produksi
masal suatu produk yang direncanakan sama, misalnya produksi air mineral yang
diharapkan nettonya seragam yaitu 600mL, pada kenyataannya tidak benar-benar
seragam (terdapat variasi walaupun kecil). Atas adanya keberagaman, maka
kemudian orang tertarik untuk mengetahui ukuran-ukuran (statistik) tertentu,
misalnya ukuran pemusatan (seperti: rata-rata) dan ukuran penyebaran (seperti
standar deviasi). Sebagai gambaran, misalnya dalam hal industri yang
memproduksi sepatu, di mana sasaran pasarnya adalah orang Indonesia. Maka
produsen tentu harus mengetahui bahwa ukuran telapak kaki orang dewasa
Indonesia adalah beragam. Produsen perlu melakukan riset (misalnya melalui
survei) untuk mengestimasi kisaran rata-rata ukuran telapak kaki orang dewasa
Indonesia. Berdasarkan hasil itu, kemudian produsen menetapkan ragam ukuran
sepatu yang diproduksinya. Sepatu dengan ukuran (nomor) rata-rata (misalnya
nomor 40) perlu diproduksi jauh lebih banyak dari pada ukuran yang jauh lebih
besar atau lebih kecil dari rata-rata tersebut.
Kenyataannya juga, hampir semua hal memuat sifat ketidakpastian. Semua
orang pasti mati, tapi kapan waktunya dan di mana kejadiannya? Tidak ada seorang
pun yang dapat memastikan. Semua orang pasti ingin sukses, tapi apakah pada
akhirnya benar-benar mencapai sukses? Tidak dapat dipastikan. 100 ayam
diberikan makanan yang sama, dapatkah dipastikan berat badannya akan sama?
Tidak dapat dipastikan. Dan demikian juga untuk hal-hal lainnya. Jika
ketidakpastian adalah suatu keniscayaan, maka yang dapat dilakukan ilmuwan
hanyalah mengestimasi (memperkirakan) atau memprediksikan (meramalkan).
Estimasi, prediksi atau peramalan, adalah bagian dari kajian dalam statistika.
Untuk mengestimasi dan memprediksikan karakteristik populasi, ilmuwan
dibatasi oleh beberapa hal yaitu: keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya. Oleh
karena itu, ilmuwan melakukannya hanya berdasarkan atas sampel yang diambil
dari populasi yang dipelajari. Selama sampel yang diambil dapat merepresentasikan
populasi yang dipelajari, maka gambaran sampel dapat digeneralisasi sebagai
gambaran populasinya.
Tentu saja, gambaran tentang populasi yang didasarkan atas gambaran sampel
tidak pernah mutlak kebenarannya. Artinya, pernyataan statistik selalu dibayang-
bayangi oleh kemungkinan adanya kesalahan (error). Dengan kata lain, kebenaran
statitika adalah kebenaran probabilistik, yaitu kebenaran yang bersifat
kemungkinan. Walaupun demikian, statistika mempelajari bagaimana
mengusahakan agar statistik memiliki kemungkinan benar yang jauh lebih besar
dari pada kemungkinan salahnya, yaitu melalui kajian teori probabilitas. Teori
probabilitas adalah sistem proposisi yang dibangun dari aksioma-aksioma
probabilitas. Dengan menggunakan teori inilah, statistika dibangun dan
dikembangkan.
Alhamdu Lillah. Segala puji hanya milik Allah, Yang Merajai Segala Ilmu
Pengetahuan. Penulis bersyukur dapat merampungkan buku ajar ini dengan segala
keterbatasannya, sebagai panduan mahasiswa dalam menempuh matakuliah Teori
Peluang. Matakuliah ini adalah prasyarat untuk menempuh matakuliah Statistika
Matematik pada jenjang semester berikutnya.
Buku ajar ini memuat tujuh (7) bab penting yang disarikan dan diuraikan dari
beberapa rujukan terpilih dari buku-buku teks luar negeri (berbahasa asing), dengan
gaya pembahasan yang sederhana sedemikian hingga dapat memudahkan
mahasiswa dalam memahami teori probabilitas dan terapannya. Tentu saja, sangat
disarankan pada pembelajar (mahasiswa) agar juga menelusuri dan mengkaji
literatur lainnya, untuk dapat memahami lebih dalam dan mengembangkan teori-
teori yang telah ada.
Selamat belajar, salam sukses sejati! 

Cirebon, September 2016

Penulis
DaftarIsi
Prakata
Daftar Isi
Bab 1 Analisis Kombinatorial
1.1 Prinsip Dasar Pencacahan 1
1.2 Permutasi 4
1.3 Kombinasi 11
1.4 Koefisien Binomial 13
1.5 Koefisien Multinomial 17
Bab 2 Aksioma Probabilitas
2.1 Eksperimen Acak 21
2.2 Ruang Sampel 22
2.3 Kejadian (Event) 23
2.4 Aksioma Probabilitas 27
2.5 Proposisi-Proposisi Probabilitas 32
Bab 3 Probabilitas Kejadian Kondisional Dan Kejadian Independen
3.1 Probabilitas Kejadian Kondisional 35
3.2 Probabilitas Kejadian Independen 39
3.3 Aturas Bayes 41
Bab 4 Variabel Random Dan Distribusi Probabilitasnya
4.1 Variabel Random 45
4.2 Distribusi Probabilitas 51
4.3 Fungsi Distribusi Kumulatif 62
Bab 5 Ekspektasi Matematik
5.1 Ekspektasi Suatu Variabel Random 69
5.2 Ekspektasi Suatu Fungsi Variabel Random 73
5.3 Momen 76
5.4 Varians 79
5.5 Fungsi Pembangkit Momen 82
Bab 6 Beberapa Distribusi Probabilitas Diskrit Istimewa
6.1 Distribusi Uniform Diskrit 87
6.2 Distribusi Bernoulli 88
6.3 Distribusi Binomial 89
6.4 Distribusi Geometrik 91
6.5 Distribusi Hipergeometrik 92
6.6 Distribusi Poisson 95
Bab 7 Beberapa Distribusi Probabilitas Kontinu Istimewa
7.1 Distribusi Uniform Kontinu 99
7.2 Distribusi Gamma, Eksponensial, dan Chi-Kuadrat 101
7.3 Distribusi Normal 112
Catatan Hikmah 125
Buku Rujukan
Lampiran
Profil Penulis
Aksioma Probabilitas 
Pada bagian ini akan diperkenalkan konsep tentang probabilitas suatu
kejadian dan menunjukkan bagaimana probabilitas tersebut dapat dihitung
dalam situasi tertentu. Konsep-konsep yang harus dipahami dengan baik dalam
kajian probabilitas adalah: eksperimen acak, ruang sampel, dan kejadiannya.

2.1 Eksperimen Acak

Eksperimen Acak adalah sebuah bahasan yang mendasari konsep tentang


probabilitas. Sebuah eksperimen dikatakan acak jika hasil atau keluaran
(outcome) dari eksperimen tersebut tidak dapat diprediksikan dengan pasti.
Sebagai kebalikannya, jika hasil atau keluarannya dapat dipastikan maka disebut
dengan eksperimen deterministik.

Peristilahan ‘eksperimen’ dalam kajian probabilitas sesungguhnya tidak


terbatas pengertiannya pada percobaan-percobaan permainan sebagaimana
banyak dicontohkan dalam buku-buku, misalnya: pelemparan koin, pelemparan
dadu, pengambilan kelereng, dan semacamnya, namun dengan pengertian yang
jauh lebih luas, meliputi fenomena-fenomena alami misalnya: kelahiran bayi,
kehidupan, penanaman pohon, dan semacamnya. Bahkan, bisa dikatakan bahwa
sesungguhnya percobaan percobaan yang disengaja seperti pelemparan koin
tersebut hanyalah pengantar sederhana untuk bisa memahami dengan baik
konsep tentang probabilitas, sebelum selanjutnya menarik konsep tersebut dalam
konteks yang lebih luas. Pembaca pada akhir kajian ini tentu akan merasakan hal
ini.

Faktanya, sangat sedikit, atau bahkan sulit dicarikan contohnya suatu


eksperimen deterministik. Sebuah contoh misalnya, proses pembuatan roti.
Sekalipun menggunakan mesin yang sudah disetting dengan ukuran tertentu,
dengan bahan tertentu, namun hasilnya tidak akan sama persis dengan ukuran
yang dikehendakinya. Dengan kata lain proses pembuatan roti ternyata juga
menghasilkan outcome yang acak (misalnya ditinjau dari ukurannya).

21
Definisi tentang eksperimen acak di atas menyiratkan pengertian bahwa
setiap kejadian yang dihasilkan dari sebuah eksperimen acak adalah semata
karena faktor kebetulan, keberuntungan, atau keajaiban semata. Hal ini yang
dalam kajian-kajian ilmu probabilitas lazim disebut dengan Hukum Kebetulan.

Kerlinger (1990) dalam hal ini menyebut bahwa ungkapan tentang


‘hukum kebetulan’ sesungguhnya adalah kontradiktif dengan dirinya sendiri.
Jelas bahwa kebetulan atau keacakan adalah ketiadaan hukum atau kaidah.
Peristiwa yang dapat dijelaskan menurut kaidah tertentu bukanlah sesuatu yang
acak, lalu mengapa ada ungkapan “hukum kebetulan”? jawabnya pun seolah
kontradiktif. Ada pengetahuan yang mungkin dapat dipetik dari ketidaktahuan,
jika keacakan kita pandang sebagai ketidaktahuan. Sebabnya, peristiwa-
peristiwa acak (atau random) kesemuanya muncul menurut kaidah-kaidah
tertentu dengan regularitas yang monoton. Bertolak dari keacakan yang tak
beraturan, ilmuwan menyusun tatanan prediksi ilmiah dan kontrol ilmiah.

Tidak mudah menjelaskan pernyataan-pernyataan yang serba tak laras


ini. Para filsuf memang berselisih pendapat tentang jawaban-jawan itu.
Untunglah bahwa tentang kejadian-kejadian probabilistik empiris tidak terdapat
(atau setidak-tidaknya sangat sedikit) pertentangan pendapat. Hampir semua
ilmuwan sependapat jika dua buah dadu dilemparkan beberapa kali, boleh jadi 7
akan keluar lebih sering dari pada 2 atau 12. Mereka pun sependapat bahwa
kejadian-kejadian tertentu (seperti misalnya menemukan lembar uang kertas
$100 di jalan sangat kecil kemungkinannya).

2.2 Ruang Sampel

Suatu eksperimen acak, sekalipun hasilnya tidak dapat diketahui dengan pasti
sebelum benar-benar terjadi, namun himpunan hasil-hasil yang mungkin terjadi
biasanya dapat disebutkan. Himpunan semua hasil-hasil yang mungkin dari
suatu eksperimen acak disebut dengan ruang sampel, dan dilambangkan
dengan S. Banyaknya elemen himpunan S dinotasikan dengan n(S). Sedangkan
setiap elemen pada himpunan S disebut dengan titik sampel. Berikut
dikemukakan beberapa contohnya.

22
Contoh 2.1:

a. Suatu eksperimen pelemparan sebuah dadu , maka ruang sampelnya


adalah:

𝑆 = {1, 2, 3, 4, 5, 6}

n(S) = 6

b. Suatu eksperimen pelemparan dua buah dadu, maka ruang sampelnya


adalah:

𝑆 = {(1,1), (1,2), (1,3), (1,4), (1,5), (1,6), (2,1)(2,2), … (6,5), (6,6) }

n(S) = 36

c. Suatu eksperimen pemilihan 2 orang secara acak dari 3 orang yang ada,
andaikan tiga orang itu adalah O1, O2 dan O3, maka ruang sampelnya
adalah:

𝑆 = {(𝑂1 , 𝑂2 ), (𝑂1 , 𝑂3 ), (𝑂2 , 𝑂3 )}

n(S) = 3

d. Suatu eksperimen tentang pengukuran (dalam jam) masa hidup (life


time) sebuah lampu pijar, maka ruang sampelnya tidak mungkin
dinotasikan dalam himpunan dengan mendaftar semua elemen-
elemennya, karena tak terhingga banyaknya. Sebagai solusinya adalah
menyatakaannya dalam notasi himpunan dengan menggunakan definisi
pengaturan, sebagai berikut.

𝑆 = {𝑡| 𝑡 ≥ 0 ; 𝑡 ∈ 𝑅}

2.3 Kejadian (Event)

Perhatian atas eksperiemen acak seringkali bukan pada satu titik sampel, namun
pada sekumpulan titik sampel sebagai himpunan bagian dari ruang sampel.

23
Himpunan-himpunan bagian dari ruang sampel yang menjadi fokus perhatian
dari suatu eksperimen acak disebut dengan kejadian (event). Untuk menyatakan
suatu kejadian digunakan perlambang huruf kapital misalnya A, B, C, dan
seterusnya. Berikut adalah beberapa contoh eksperimen acak dan kejadian-
kejadian yang mungkin menjadi fokus perhatiannya.

Contoh 2.2:

a. Pada eksperimen pelemparan sebuah dadu, kajadian-kejadian yang mungkin


menjadi fokus perhatian misalnya adalah:

A : Kejadian munculnya mata dadu genap;


𝐴 = {2, 4, 6}
n(A) = 3

B : Kejadian munculnya mata dadu ganjil;


𝐵 = {1, 3, 5}
n(B) = 3

Jika digambarkan dalam sebuah diagram Venn, kejadian-kejadian tersebut


adalah sebagai berikut.

b. Pada eksperimen pelemparan dua buah dadu, kejadian-kejadian yang


mungkin menjadi fokus perhatian adalah:
A : Kejadian munculnya dua mata dadu berjumlah 7;
𝐴 = {(1,6), (2,5), (3,4), (4,3), (5,2), (6,1)}
n(A) = 6
B : Kejadian munculnya dua mata dadu berjumlah 10;
𝐵 = {(4,6), (5,5), (6,4)}

24
n(B) = 3

C : Kejadian munculnya dua mata dadu sama;


𝐶 = {(1,1), (2,2), (3,3), (4,4), (5,5), (6,6)}
n(C) = 6

Jika digambarkan dalam sebuah diagram Venn, kejadian-kejadian tersebut


adalah sebagai berikut.

c. Pada eksperimen pemilihan 2 orang secara acak dari 3 orang yang ada,
kejadian-kejadian yang mungkin menjadi fokus perhatian adalah:
A : Kejadian terpilih dua orang dimana salahsatunya adalah O1 ;
𝐴 = {(𝑂1 , 𝑂2 ), (𝑂1 , 𝑂3 )}
n(A) = 2

B : Kejadian terpilih dua orang dimana salahsatunya adalah O 3 ;


𝐵 = {(𝑂1 , 𝑂3 ), (𝑂2 , 𝑂3 )}
n(B) = 2

Jika digambarkan dalam sebuah diagram Venn, kejadian-kejadian tersebut


adalah sebagai berikut.

25
d. Pada eksperimen tentang pengukuran (dalam jam) masa hidup (life time)
sebuah lampu pijar, kejadian-kejadian yang menjadi fokus perhatian
misalnya adalah:
A : Kejadian bahwa bola lampu masih bertahan hidup pada kisaran 50
sampai 75 jam;
𝐴 = {𝑡 | 50 ≤ 𝑡 ≤ 75 ; 𝑡 ∈ 𝑅}
B : Kejadian bahwa bola lampu masih bertahan hidup hingga lebih dari
100 jam;
𝐴 = {𝑡 | 𝑡 > 100 ; 𝑡 ∈ 𝑅}
Jika digambarkan dalam sebuah garis bilangan, interval kejadian-kejadian
tersebut adalah sebagai berikut.

Pada himpunan-himpunan kejadian, dapat dikenakan suatu operasi


himpunan, misalnya:
1. Himpunan 𝐴 ∪ 𝐵 (A gabungan B) adalah kejadian bahwa A atau B atau
keduanya terjadi.
2. Himpunan 𝐴 ∩ 𝐵 (A irisan B) adalah kejadian bahwa A dan B
keduanya terjadi.
3. Kejadian 𝐴𝑐 (A komplemen) adalah kejadian bahwa A tidak terjadi.
4. Jika 𝐴 ⊂ 𝐵 (A himpunan bagian dari B) maka kejaidian A dikatakatan
menyiratkan kejaidian B.

26
2.4 Aksioma Probabilitas

Bayangkan sebuah eksperimen pelemparan koin 10 kali. Misalnya


hasilnya adalah sebagai berikut: A-A-G-G-G-G-A-G-G-G, dimana A
melambangkan kemunculan sisi ‘Angka’ dan G melambangkan kemunculan sisi
‘Gambar’. Dari hasil tersbut kemudian dapat dinyatakan frekuensi kemunculan
masing-masing sisi. Frekuensi kemunculan sisi angka adalah 4, sedangkan
frekuensi kemunculan sisi gambar adalah 6. Oleh karena perulangan eksperimen
dilakukan 10 kali, maka frekuensi relatif kemunculan sisi angka adalah 4⁄10 ,
sementara frekuensi relatif kemunculan sisi gambar adalah 6⁄10.

Sekarang, bayangkan jika perulangannya bukan 10 kali, tapi misalnya 20


kali, dan hasilnya misalnya adalah sebagai berikut: A-A-G-G-G-G-A-G-G-G-A-
A-G-A-G-G-A-G-A-A. Hasil ini menunjukkan bahwa frekuensi relatif
kemunculan sisi angka adalah 9⁄20 , dan frekuensi relatif kemunculan sisi
gambar adalah 11⁄20 .

Lalu, bagaimana jika perulangan eksperimennya adalah 30, atau 100,


atau 1000, sejuta, dan seterusnya, bahkan sampai tak hingga? Apakah anda
meyakini bahwa frekuensi relatif kemunculan masing-masing sisi akan mirip?
Terminologi tentang frekuensi relatif suatu eksperimen dengan perulangan tak
hingga inilah yang mendasari definisi tentang probabilitas.

Andaikan suatu eksperimen yang memiliki ruang sampel S, dilakukan


perulangan beberapa kali dengan kondisi yang sama; Untuk setiap kejadian E
dari ruang sampel S, didefinisikan n(E) untuk menyatakan banyaknya
kemunculan kejadian E dari n perulangan pertama suatu eksperimen; Maka
probabilitas suatu kejadian E, dilambangkan dengan P(E), didefisikan sebagai:

𝑛(𝐸)
𝑃(𝐸 ) = lim
𝑛→∞ 𝑛

Definisi di atas menyatakan bahwa P(E) adalah nilai limit persentase


kemunculan kajadian E. Sekarang pertanyaannya: bagaimana kita meyakini
bahwa nilai limit tersebut ada? Atau dengan kata lain, bagaimana kita yakin

27
𝑛(𝐸)
bahwa 𝑛
konvergen menuju nilai limit konstanta tertentu? Persoalan ini
diilustrasikan sebagai berikut.

Eksperimen pelemparan koin dilakukan perulangan beberapa kali, 10 kali, 20,


kali, 100 kali, 1000 kali. Andakan kejadian yang menjadi fokus perhatian adalah
kemunculan sisi angka (A). Hasil eksperimennya kemudian misalnya disajikan
dalam tabel berikut.

N 10 20 100 1000 .... ∞


n(A) 4 9 52 499 .... ???

𝑛(𝐴) 4 9 52 499 .... ???


𝑛 10 20 100 1000

= 0,4 = 0,45 = 0,52 = 0,499

𝑛(𝐴)
Persoalan eksistensi nilai limit atau konvergensi 𝑛
untuk n mendekati tak
hingga, sebagaimana illustrasi di atas, tentu saja tidak dapat dipastikan karena
setiap kejadian yang muncul adalah benar-benar acak. Dalam kondisi demikian,
definisi probabilitas dibangun dengan mendasarkan atas asumsi-asumsi atau
aksioma-aksioma.

Asumsi yang pertama di bangun adalah bahwa untuk setiap kejadian E dalam
ruang sampel S, terdapat nilai P(E) yang menyatakan besaran probabilitas
kejadian E. Selanjutnya diasumsikan bahwa probabilitas tersebut memenuhi
seperangkat aksioma tertentu, yang harus disepakati dalam setiap pembicaraan
probabilitas. Aksioma-aksioma yang dimaksud adalah sebagai berikut.

Aksioma 1:

0 ≤ 𝑃(𝐸) ≤ 1

28
Aksioma 2:

𝑃 (𝑆 ) = 1

Aksioma 3:

Untuk sederetan kejadian yang saling bebas E 1 , E2 , ... (yang berarti bahwa 𝐸𝑖 ∩
𝐸𝑗 = ∅ ketika 𝑖 ≠ 𝑗),

∞ ∞

𝑃 (⋃ 𝐸𝑖 ) = ∑ 𝑃(𝐸𝑖 )
𝑖=1 𝑖=1

dimana P(E) adalah probabilitas kejadian E

Aksioma 1 menyatakan bahwa besaran probabilitas suatu eksperimen


akan menghasilkan kejadian E adalah antara 0 dan 1. Dalam hal ini, 0 dan 1
adalah nilai-nilai ekstrim. Probilitas 0 menandakan bahwa suatu kejadian tidak
mungkin terjadi, sementara probabilitas 1 menandakan bahwa suatu kejadian
pasti terjadi.

Aksioma 2 menyatakan bahwa, besaran probablitas suatu eksperimen


akan menghasilkan titik dalam ruang sampel S adalah 1. Illustrasi untuk
memahami aksioma ini dengan mudah adalah sebagai berikut. Sebuah koin
dilemparkan sekali, maka pasti hasilnya adalah angka atau gambar. Menagapa
dikatakan pasti? Karena ruang sampelnya hanya memuat dua titik kemungkinan
itu. Pastilah hasil sebuah eksperimen adalah suatu titik dalam ruang sampelnya.

Aksioma 3 menyatakan bahwa untuk sederatan kejadian yang saling


bebas, maka probabilitas kemunculan kejadian-kejadian tersebut adalah
jumlahan probabilitas masing-masing kejadiannya. Dari aksioma 3 ini kemudian
dapat diturunkan implikasinya sebagai berikut.

Jika misalnya terdapat sederatan kejadian yang saling bebas E 1 , E2 , ... ,


dimana E1 = S , 𝐸𝑖 = ∅ untuk i>1, maka, sebagaimana sederetan kejadian yang

29
saling bebas dan sebagaimana 𝑆 = ⋃∞
𝑖=1 𝐸𝑖 , berdasarkan aksioma 3 kita
dapatkan:

∞ ∞

𝑃(𝑆) = ∑ 𝑃(𝐸𝑖 ) = 𝑃(𝑆) + ∑ 𝑃(∅)


𝑖=1 𝑖=2

sehingga implikasinya adalah:

𝑃(∅) = 0

Dengan menggunakan tiga aksioma dasar tersebut, definisi probabilitas


secara formal kemudian dapat dibangun sebagai berikut:

Definisi: Probabilitas

Probabilitas suatu kejadian A adalah jumlahan bobot semua titik-titik sampel


dalam A, sedemikian hingga berlaku:

0 ≤ 𝑃 (𝐴 ) ≤ 1 , 𝑃(∅) = 0 , dan 𝑃 (𝑆) = 1

Contoh 2.3:

Suatu eksperimen pelemparan sebuah koin sebanyak dua kali. Berapa


probabilitas kejadian bahwa sedikitnya satu sisi angka akan muncul?

Jawab:

Ruang sampel untuk eksperimen tersebut adalah 𝑆 = {𝐴𝐴, 𝐴𝐺, 𝐺𝐴, 𝐺𝐺 }. Jika
koin tersebut adalah seimbang, yang artinya bahwa bobot kedua sisinya adalah
setara, maka setiap titik sampel tersebut mempunyai probabilitas kemunculan
(bobot) yang sama. Jika w melambangkan bobot kemunculan untuk setiap titik
1
sampel, maka 4w = 1 atau 𝑤 = 4 . Jika A melambangkan kejadian bahwa
sedikitnya satu sisi angka akan muncul, maka:

𝐴 = {𝐴𝐴, 𝐴𝐺, 𝐺𝐴}

30
dan probabilitas kejadian A adalah:

1 1 1 3
𝑃 (𝐴 ) = + + =
4 4 4 4

Contoh 2.4:

Suatu eksperimen pelemparan sebuah dadu satu kali. Jika sisi mata genap
mempunyai bobot kemunculan 2 kali lebih besar dari pada bobot kemunculan
sisi ganjil, tentukan probabilitas kejadian munculnya sisi matadadu lebih kecil
dari 4!

Jawab:

Ruang sampel eksperimen tersebut adalah 𝑆 = {1,2,3,4,5,6}. Bobot kemunculan


untuk setiap sisi matadadu ganjil adalah w, sedangkan bobot kemunculan untuk
setiap matadadu genap adalah 2w. Oleh karena jumlahan probalitas harus 1,
1
maka 9w = 1 atau 𝑤 = 9 . Implikasinya, probabilitas kemunculan sisi matadadu
1 2
ganjil adalah 9
, dan probabilitas kemunculan sisi matadadu genap adalah 9.
Dengan demikian, probabilitas kejadian munculnya sisi matadadu lebih kecil
dari 4 ditentukan sebagai berikut.

Jika B melambangkan kejadian munculnya sisi matadadu lebih kecil dari 4,


maka:

𝐵 = {1, 2, 3}

dan probabilitas kejadian B adalah:

1 2 1 4
𝑃 (𝐵 ) = + + =
9 9 9 9

Contoh 2.5:

Contoh yang lebih realistis, perhatikan fenomena pengundian nasabah suatu


Bank. Andaikan terdapat 5 nasabah dengan besaran tabungan yang beragam.

31
Misalnya setiap kelipatan 10 juta mendapatkan satu nomor undian, dan akan
diundi satu orang nasabah yang berhak mendapatkan sebuah hadiah berupa
mobil. Jika besaran tabungan lima nasabah tersebut misalnya adalah sebagai
berikut:

Nasabah Besaran Tabungan Banyak Nomor Undian


Arman Rp. 25.000.000,- 2
Bondan Rp. 21.000.000,- 2
Cica Rp. 12.000.000,- 1
Delon Rp. 60.000.000,- 6
Elia Rp. 5.000.000,- 0
11
Berapa probabilitas Bondan mendapatkan undian?

Jawab:

Ruang sampel eksperimen tersebut adalah:

𝑆 = {𝐴𝑟𝑚𝑎𝑛, 𝐵𝑜𝑛𝑑𝑎𝑛, 𝐶𝑖𝑐𝑎, 𝐷𝑒𝑙𝑜𝑛, 𝐸𝑙𝑖𝑎}.

Pada kotak undian harus terisi 11 gulungan kertas dengan nama-nama nasabah
tersebut. 2 gulungan kertas tertulis nama Arman, 2 gulungan kertas tertulis
nama Bondan, 1 gulungan kertas tertulis nama Cica, dan 6 gulungan kertas
tertulis nama Delon. Sementara nama Elia tidak termasuk. Masing-masing
1
gulungan kertas mempunyai bobot kemunculan 𝑤 = 11. Jika C melambangkan
kejadian Bondan mendapatkan undian, maka:

1 1 2
𝑃 (𝐶 ) = + =
11 11 11

2.5 Proposisi-Proposisi Probabilitas

Sebelumnya kita telah membicarakan tiga aksioma yang mendasari definisi


probabilitas. Selanjutnya dari aksioma tersebut, melalui penalaran logis
kemudian dapat diturunkan proposisi-proposisi baru yang kebenarannya harus
dapat ditunjukkan.

32
Proposisi 1:

𝑃 (𝐸 𝑐 ) = 1 − 𝑃(𝐸)

Proposisi 1 ini menyatakan bahwa probabilitas suatu kejadian tidak akan muncul
adalah 1 dikurangi dengan probabilitas kemunculan kejadian tersebut. Proposisi
ini dapat dibuktikan sebagai berikut. Pertama kita tuliskan bahwa E dan 𝐸𝑐
adalah pasti saling bebas dan berlaku 𝐸 ∪ 𝐸 𝑐 = 𝑆 . Selanjutnya berdasarkan
aksioma 2 dan 3 didapatkan bahwa:

1 = 𝑃(𝑆) = 𝑃(𝐸 ∪ 𝐸 𝑐 ) = 𝑃(𝐸 ) + 𝑃(𝐸 𝑐 )

Proposisi 2:

jika 𝐸 ⊂ 𝐹 maka 𝑃(𝐸 ) ≤ 𝑃(𝐹)

Proposisi 2 ini menyatakan bahwa jika kejadian E termuat dalam kejadian F


maka probabilitas E tidak lebih besar dari probabilitas F. Pembuktian proposisi
ini adalah sebagai berikut. Jika 𝐸 ⊂ 𝐹 maka F dapat diekspresikan sebagai:

𝐹 = 𝐸 ∪ (𝐸 𝑐 ∩ 𝐹)

Oleh karena E dan (𝐸 𝑐 ∩ 𝐹) adalah saling bebas, berdasarkan aksioma 3 kita


dapatkan bahwa:

𝑃(𝐹 ) = 𝑃(𝐸 ) + 𝑃(𝐸 𝑐 ∩ 𝐹)

Hasil terakhir ini membuktikan kebenaran proposisi 2, karena 𝑃(𝐸 𝑐 ∩ 𝐹 ) ≥ 0.

Proposisi 3:

𝑃(𝐸 ∪ 𝐹 ) = 𝑃 (𝐸 ) + 𝑃(𝐹 ) − 𝑃(𝐸 ∩ 𝐹)

33
Untuk menunjukkan kebenaran proposisi 3, kita tuliskan bahwa 𝐸 ∪ 𝐹 dapat
dinyatakan sebagai gabungan dua buah kejadian saling bebas E dan 𝐸𝑐 ∩ 𝐹.
Selanjutnya berdasarkan aksioma 3 kemudian didapatkan bahwa:

𝑃(𝐸 ∪ 𝐹 ) = 𝑃(𝐸 ∪ (𝐸 𝑐 ∩ 𝐹)) = 𝑃(𝐸) + 𝑃(𝐸 𝑐 ∩ 𝐹)

Selanjutnya, oleh karena 𝐹 = (𝐸 ∩ 𝐹 ) ∪ (𝐸 𝑐 ∩ 𝐹 ), maka berdasarkan aksioma 3


pula kita dapatkan bahwa:

𝑃 (𝐹 ) = 𝑃(𝐸 ∩ 𝐹 ) + 𝑃(𝐸 𝑐 ∩ 𝐹)

yang ekuivalen dengan:

𝑃 (𝐸 𝑐 ∩ 𝐹 ) = 𝑃 (𝐹 ) − 𝑃 (𝐸 ∩ 𝐹 )

Dengan demikian proposisi 3 terbukti.

Proposisi 4:

𝑃(𝐸1 ∪ 𝐸2 ∪ ⋯ ∪ 𝐸𝑛 )
𝑛

= ∑ 𝑃(𝐸𝑖 )
𝑖=1

− ∑ 𝑃(𝐸𝑖1 ∩ 𝐸𝑖2 ) + ⋯
𝑖1 <𝑖2

+ (−1)𝑟+1 ∑ 𝑃 (𝐸𝑖1 ∩ 𝐸𝑖2 ∩ ⋯ ∩ 𝐸𝑖𝑟 ) + ⋯


𝑖1 <𝑖2 <⋯<𝑖𝑟
+ (−1 )𝑛+1 𝑃(𝐸1 ∩ 𝐸2 ∩ ⋯ ∩ 𝐸𝑛 )

Deret penjumlahan ∑𝑖1 <𝑖2 <⋯<𝑖𝑟 𝑃(𝐸𝑖1 ∩ 𝐸𝑖2 ∩ ⋯ ∩ 𝐸𝑖𝑟 ) berasal dari keseluruhan
𝑛
( ) himpunan bagian berukuran r yang mungkin dapat dibentuk dari himpunan
𝑟
{1,2, ⋯ , 𝑛}.

—salam sukses sejati—

34
Profil Penulis

Penulis kelahiran Mojokerto 28 Nopember 1981 ini adalah lulusan


Program Sarjana Matematika Universitas Islam Negeri (UIN)
Malang (2004), lulusan Program Magister Statistika ITS Surabaya
(2007), dan lulusan Program Doktoral Pendidikan dan Evaluasi
Pendidikan (PEP) dengan konsentrasi bidang ilmu pengukuran dan
pengujian Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) (2019).

Pernah mengajar di Fakultas Saintek UIN Malang (2007) dan di Sekolah Tinggi
Manajeman Informatika dan Komputer (STIMIK) ‘ASIA’ Malang. Kini, Penulis adalah
dosen tetap di IAIN Syekh Nurjati Cirebon, dengan konsentrasi bidang keilmuan
Statistika, Psikometrika, dan Metodologi Penelitian.
Beberapa karya tulis berupa buku yang telah diterbitkan adalah: MEMBUMIKAN
MATEMATIKA: dari Kampus ke Kampung (Penerbit Eduvision, 2010),
PENGANTAR METODE STATISTIKA: Teori dan Terapannya dalam Penelitian
Bidang Pendidikan dan Psikologi (Penerbit Eduvision, 2013, ditulis bersama Prof.
Kumaidi, Ph.D), DASAR-DASAR METODOLOGI PENELITIAN (Penerbit
Eduvision, 2015, ditulis bersama Toto SyatoriNnasehuddien), dan MERAJUT ASA:
Kuliah, Kerja, dan Cinta (Sebuah Novel)(Penerbit Eduvision, 2015).
Selain aktif dalam kegiatan pengajaran, penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan
Training & Coaching bidang Pengembangan Diri, Penulisan (baik fiksi maupun non-
fiksi), dan Riset. Komunikasi dengan penulis dapat melalui email:
suratmanfaat@gmail.com

140

Anda mungkin juga menyukai