Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Dosen Pengampu:
Dr. Faidur Rohman, M.S.
Disusun oleh
Helda Dwi Hardiyanti
NIM. 081524253003
1.1 Tujuan
Untuk mengkaji stabilitas beberapa karbokation dan pengaruh hiperkonjugasi
terhadap panjang ikatan dan kerapatan muatan menggunakan perhitungan semiempiris
AM1.
2
LANDASAN TEORI
3
AM1 kepanjangan dari Austin Model 1. Dinamakan Austin Model 1 karena disusun
oleh Dewar ketika berada di University of Texas di Austin. AM1 mempunyai 14 parameter
per atom (beberapa atom mempunyai parameter fungsi Gaussian lebih dari atau lebih kecil
dari yang disebutkan). AM1 merupakan semi-empiris SCF metode untuk perhitungan
kimia. Sebuah perbaikan MNDO metode . Berguna untuk molekul yang mengandung unsur-
unsur dari barisan panjang 1 dan 2 dari tabel periodik, tetapi tidak logam transisi.Bersama
dengan PM3, AM1 umumnya metode semi-empiris paling akurat termasuk dalam
HyperChem. Menghitung sifat elektronik, geometri dioptimalkan, energi total, dan panas
pembentukan (Pranowo, 2003).
Austin Model 1 (AM1) adalah metode semi-empiris untuk perhitungan kuantum
struktur molekul elektronik dalam kimia komputasi. Hal ini didasarkan pada pendekatan
integral Neglect of Differential Diatomic Overlap. Secara khusus, metode ini adalah
generalisasi dari MNDO. AM1 dikembangkan oleh Michael Dewar yang diterbitkan pada
1985. AM1 merupakan upaya untuk meningkatkan model MNDO dengan mengurangi
tolakan atom pada jarak pemisahan dekat. Kompleksitas masalah parameterisasi di AM1
yaitu meningkatnya parameter per atom dari 7 di MNDO menjadi 13-16 per atom di AM1.
Hasil perhitungan AM1 kadang-kadang digunakan sebagai titik awal untuk
parameterizations dari forcefields dalam pemodelan molekul. Pengembangan AM1 adalah
SemiChem Austin Model 1 (SAM1), yang di implementasikan dalam program AMPAC
dan yang secara eksplisit memperlakukan d-orbital.
Kelebihan metode semi empiris AM1 yaitu cocok untuk sebagian besar senyawa
organik, metode ini tidak memerlukan memori yang besar dan waktu yang relatif cepat
dalam proses perhitungannya (Tahir dan Wijaya, 2004). Selain itu, metode ini dapat
memprediksi molekul-molekul dengan jumlah elektron valensi banyak dengan ketepatan
yang lebih baik dan mampu menghitung energi yang ditimbulkan oleh ikatan hidrogen dari
atom O dan N. Pada metode AM1 senyawa-senyawa bervalensi banyak dapat diprediksi
dengan ketepatan lebih baik dan dilibatkan atom-atom hidrogen dalam perhitungan.
Karbokation menunjukkan satu dari sangat penting dan sering dijumpai dari jenis
zat antara yang terlibat dalam reaksi senyawa organik. Stabilitas relatif karbokation dapat
dijadikan indikasi untuk keberadaannya dalam reaksi yang sedang berlangsung. Banyak
cara menjelaskan kestabilan karbokation, salah satunya adalah hiperkonjugasi.
Hiperkonjugasi meliputi tumpang tindih antara suatu ikatan (orbital ikatan) dengan
orbital p yang kosong yang terdapat dalam atom karbon bermuatan positif (lihat gambar
2.1). Walaupun gugus alkil yang terdapat pada atom karbon positif tersebut dapat berputar,
4
satu dari dari ikatan sigma selalu sebidang dengan orbital p kosong pada karbokation.
Pasangan elektron pada ikatan sigma ini disebarkan ke orbital p kosong sehingga
menstabilkan atom karbon yang kekurangan elektron.
BAB III
PROSEDUR KERJA
5
Langkah awal adalah menggambarkan dan mengoptimasi beberapa karbokation
yaitu tbutil, sek-butil, dan n-butil. Anda dapat memulai mengambarkan hidrokarbon dan
menghilangkan 1 atom H yang terikat pada atom karbon untuk menghasilkan karbokation.
1. Gunakan menu Draw untuk menggambarkan isobutana
2. Klik pada Build dan kemudian Add H & Model Build.
3. Gunakan menu Selection dan hapus atom H sesuai dengan karbokation yang akan
digambar.
4. Klik Setup dan kemudian semi empiris.
5. Klik AM1 dan kemudian Options.
6. Atur Total Charge pada 1 dan Spin Multiplicity pada 1 (semua spin terpasangkan).
7. Lakukan optimisasi dengan memilih Compute dan kemudian Geometry
Optimization.
8. Setelah perhitungan selesai, catat panas pembentukkannya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Gambar Struktur Geometri Senyawa Isobutana
a. Isobutana
b. Gambar t-butil
c. Gambar sek-butil
d. Gambar n-butil
7
4.4 Gambar n-butil
4.2 Pembahasan
Isobutana, disebut juga dengan metil propanamethylpropane, adalah isomer dari
butana. Senyawa ini merupakan alkana paling sederhana yang mempunyai karbon tersier.
Isobutana mempunyai beberapa bentuk senyawa karbokationnya yaitu t-butil, sek-butil,
dan n-butil. Karbokation adalah atom karbon yang bermuatan positif. Karbokation
8
merupakan suatu zat antara yang tak stabil dan berenergi tinggi. Disebut karbokation
karena sebuah kation adalah sebuah ion positif, dan "karbo" menunjuk pada sebuah atom
karbon. Stabilitas relatif karbokation dapat dijadikan indikasi untuk keberadaannya dalam
reaksi yang sedang berlangsung. Banyak cara menjelaskan kestabilan karbokation, salah
satunya adalah hiperkonjugasi. Hiperkonjugasi merupakan delokalisasi yang melibatkan
elektron σ. Hiperkonjugasi di atas dapat dipandang sebagai overlap antara orbital σ ikatan
C-H dengan orbital π ikatan C=C, analog dengan overlap π-π. Hiperkonjugasi disebut juga
resonansi tanpa ikatan. Secara singkat efek hiperkonjugasi merupakan perubahan dari
suatu ikatan C-H menjadi ikatan C=C atau C≡C oleh Hα. Hiperkonjugasi dapat
meningkatakan kestabilan molekul dengan semakin banyaknya Hα maka suatu molekul
tersebut akan semakin stabil. Dengan aplikasi hyperchem didapatkan hasil gambar struktur
senyawa isobutana dan beberapa karbokationnya dengan informasi energi ikatan, panjang
ikatan, sudut ikatan, dan sudut torsi yang sesuai sehingga didapatkan gambar struktur dari
senyawa isobutana dan beberapa karbokationnya dengan tampilan 2D dan 3D.
Metode semi empiris yang digunakan pada analisis senyawa isobutana dan
beberapa karbokationnya menggunakan program hyperchem menggunakan metode AM1
dengan parameter optimasi geometri struktur isobutana dan beberapa karbokationnya,
untuk mendapatkan geometri yang paling stabil, yaitu yang memiliki energi paling rendah.
Optimasi dalam istilah proses matematika dimaksudkan untuk menyatakan bahwa suatu
struktur didapatkan dengan proses penghitungan dengan cara membandingkan konformasi
yang terhitung dengan konformasi sebelumnya. Struktur senyawa isobutana dan beberapa
karbokationnya dimodifikasi untuk membuat lebih konsisten dengan informasi parameter
yang ada dalam program hyperchem yang digunakan. Parameter yang digunakan adalah
informasi energi ikatan (panas pembentukan), panjang ikatan, sudut ikatan, dan muatan
pada atom, sehingga didapatkan energi ikatan (panas pembentukan), panjang ikatan, sudut
ikatan, dan muatan pada atom, yang sesuai dari senyawa isobutana dan beberapa
karbokationnya. Setelah dilakukan praktik pemodelan senyawa isobutana dan beberapa
karbokationnya dengan metode semi empiris AM1, didapatkan struktur senyawa isobutana
dan beberapa karbokationnya setelah teroptimasi, dari struktur teroptimasi didapatkan
struktur yang lebih aktual dari senyawa isobutana dan beberapa karbokationnya untuk
dihitung energi ikatan (panas pembentukan), panjang ikatan, sudut ikatan, dan muatan
pada atom dari senyawa isobutana dan beberapa karbokationnya tersebut.
Hasil perhitungan menggunkan metode empiris AM1 didapatkan hasil nilai
panjang ikatan antara C-C menunjukkan adanya perbedaan nilai panjang ikatan antara C-C
9
dari beberapa struktur senyawa karbokation isobutana. Ikatan C-C yang paling kecil ada
pada karbokation n-butil 1,42304 Å. Pada ikatan C-C peristiwa hiperkonjugasi akan
meningkatkan order ikatan (lebih bersifat rangkap) dan akan berakibat memendekkan
ikatan C-C. Jadi semakin besar hiperkonjugasi maka semakin pnedek atau semakin besar
peluang membentuk ikatan rangkap.
Hasil panjang ikatan Csp3-H dari perhitungan semi empiris AM1 juga menunjukkan
adanya perbedaan panjang ikatan C-H antar masing-masing karbokationnya. Panjang
ikatan yang paling besar ada pada karbokation sek-butil = 1,13598 Å. Hal terjadi karena
adanya pengaruh hiperkonjugasi yang membuat melemahnya dan memanjangnya ikatan C-
H. Berarti semakin besar pengaruh hiperkonjugasi semakin lemah dan panjang ikatan C-H.
Hasil nilai sudut terhadap Csp2 pada masing-masing karbokation isobutana
menunjukkan adanya perbedaan nilai sudut terhadap Csp2. Sudut yang diharapkan untuk
hibridisasi sp2 sebesar 120o. Ini terjadi karena adanya deviasi dari sudut ikat tersebut
dalam setiap karbokation. Hal ini disebabkan hiperkonjugasi yang menghasilkan beberapa
bentuk resonansi dari karbokation dengan beberapa variasi sudut.
Hasil nilai kerapatan muatan pada atom H setiap karbokation menunjukkan adanya
perbedaan nilai kerapatan muatan pada atom H setiap karbokation. Nilai yang dihasilkan
yaitu semakin besar muatan atom H menunjukkan semakin besar pula muatan positif yang
dipindahkan dari atom C yang terlibat dalam hiperkonjugasi.
Berdasarkan pada uji panas pembentukkan ketiga karbokation ini, dapat dikatakan
bahwa karbokation t-butil memiliki panas pembentukan yang lebih kecil dibandingkan
dengan sek-butil dan n-butil. Hal ini bekaitan dengan kestabilan karbokation tersebut.
Karbokation t-butil lebih stabil sehingga untuk menangkap nukleofil membentuk suatu
senyawa baru tidak memerlukan energi yang besar. Sedangkan karbokation n-butil sangat
tidak stabil, sehingga nukleofil sulit untuk masuk kedalam karbokation dan membentuk
senyawa baru. Oleh sebab itu energi yang diperlukan besar. Berdasarkan panas
pembentukan karbokation maka, urutan kestabilan karbokation: t-butil> sek-butil > n-butil.
BAB V
PENUTUP
10
1.1 Kesimpulan
Dengan menggunakan perhitungan semiempiris AM1 didapatkan informasi
mengenai stabilitas beberapa karbokation isobutana dan pengaruh hiperkonjugasi terhadap
panjang ikatan dan kerapatan muatan. Panjang ikatan C-C yang terlibat hiperkonjugasi
lebih kecil daripada yang tidak mengalami hiperkonjugasi. Panjang ikatan C-H mengalami
hiperkonjugasi lebih besar daripada yang tidak mengalami hiperkonjugasi. Sudut ikatan
pada atom C yang terlibat hiperkonjugasi mengalami devisiasi dari sudut saat keadaan
normal. Berdasarkan panas pembentukan karbokation maka urutan kestabilan
karbokation : t-butil > sek-butil > n-butil.
DAFTAR PUSTAKA
11
Fessenden dan Fesenden. 1986. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga
Pranowo, Harno Dwi, Prof. Dr. 2003. Kimia Komputasi. Yogyakarta : Pusat Kimia
Komputasi Indonesia-Austria Jurusan Kimia FMIPA UGM.
Tahir, I., dan K. Wijaya. 2004. Aplikasi Pemisahan Data Secara Acak pada Analisis
Hubungan Kuantitatif Struktur Elektronik dan Aktivitas Senyawa
Indolialkilamina. Seminar Nasional Hasil Penelitian Farmasi 2004. Hal 190-200.
LAPORAN PRAKTIKUM
“STABILITAS KARBOKATION DAN HIPERKONJUGASI”
12
Hasil :
Catat panjang ikatan CC, semua panjang ikatan Csp3-H (karbon Csp3 terikat pada karbon
Csp2) dan semua sudut antara pusat karbon Csp2.
Karbokation Panjang Ikatan C- Panjang Ikatan Sudut Terhadap
C (Å) Csp3-H (Å) Csp2
t-butil C2-C1 = 1,45541 Å C1-H = 1,12365 Å CCC = 119,994o
C2-C3 = 1,4554 Å C1-H = 1,13402 Å
C2-C4 = 1,4554 Å C1-H = 1,12365 Å
Sek-butil C1-C2 = 1,4385 Å C1-H = 1,13598 Å CCC = 123,282o
C2-C3 = 1,4434 Å C1-H = 1,12092 Å CCH = 118,311o
C3-C4 = 1,50817 Å C1-H = 1,1343 Å
n-butil C1-C2 = 1,42304 Å C2-H = 1,13024 Å CCH = 121,427o
C2-C3 = 1,57083 Å C2-H = 1,13024 Å HCH = 117,117o
C3-C4 = 1,50328 Å
Analisis :
1. Uji panjang ikatan C-H untuk setiap karbokation. Apakah anda dapat melihat perbedaan
dalam panjang ikatan untuk karbokation yang di uji? Bagaimana panjang ikatan dapat
menunjukkan adanya pengaruh hiperkonjugasi?
Jawab :
Ya, pada masing-masing karbokation menunjukkan adanya perbedaan panjang ikatan
C-H. Panjang ikatan yang paling besar ada pada karbokation sek-butil = 1,13598 Å. Hal
terjadi karena adanya pengaruh hiperkonjugasi yang membuat melemahnya dan
memanjangnya ikatan C-H. Berarti semakin besar pengaruh hiperkonjugasi semakin
lemah dan panjang ikatan C-H.
13
2. Uji panjang ikatan C-C. jenis ikatan C-C yang mana yang mempunyai panjang ikatan
paling kecil? Apakah panjang ikatan C-C menunjukkan tentang derajat hiperkonjugasi?
Jawab :
Ikatan C-C yang paling kecil ada pada karbokation n-butil 1,42304 Å. Pada ikatan C-C
peristiwa hiperkonjugasi akan meningkatkan order ikatan (lebih bersifat rangkap) dan
akan berakibat memendekkan ikatan C-C. Jadi semakin besar hiperkonjugasi maka
semakin pnedek atau semakin besar peluang membentuk ikatan rangkap.
3. Uji sudut ikat dalam setiap karbokation. Bagaimana sudut ikat yang diharapkan pada
karbokation (yaitu berdasarkan hibridisasi)? Adakah terjadi deviasi dari sudut ikat
tersebut dalam setiap karbokation? Berikan penjelasan yang mungkin untuk terjadinya
deviasi tersebut.
Jawab :
Sudut yang diharapkan untuk hibridisasi sp2 sebesar 120o. Ya, ada deviasi. Hal ini
disebabkan hiperkonjugasi yang menghasilkan beberapa bentuk resonansi dari
karbokation dengan beberapa variasi sudut.
4. Uji muatan pada atom H. Apakah setiap atom H mempunyai muatan tinggi ? Apakah
nilai positif dari atom H menunjukkan derajat partisipasi dalam hiperkonjugasi pada
ikatan C-H?
Jawab :
Ya. Semakin besar muatan atom H menunjukkan semakin besar pula muatan positif
yang dipindahkan dari atom C yang terlibat dalam hiperkonjugasi.
5. Uji panas pembentukan dari karbokation. Apakah hasil yang Anda harapkan
berdasarkan pengetahuan Anda tentang stabilitas karbokation ? Jelaskan.
Jawab :
Berdasarkan data dan literatur, t-butil adalah bentuk karbokation yang paling stabil
karena membutuhkan energi yang lebih kecil untuk pembentukannya. Kestabilan
karbokation : primer < sekunder < tersier.
14