Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

ONTOLOGI ILMU

Tugas Ini Diajukan Untuk Memenuhi Mata Kuliah Filsafat Ilmu


Dosen Pengampu : Muhammad Nur, S.Fil.I., M.Hum

Disusun Oleh :

Kelompok IV
Kelas : 4/C Psikologi Islam

1. Khofifah 1931080104
2. Via Hidayati 1931080399
3. Violeta Adinda Putri Yusuf 1931080400

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
TAHUN AJARAN
2020/20201
Kata Pengantar

Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.


Alhamdulillahi Rabbil Alamin, Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Atas segala
karunia yang diberikan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
‘MAKALAH ONTOLOGI ILMU’ dengan tepat waktu dan tanpa hambatan apapun. Selain
itu, kami juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan pembaca maupun penulis
mengenai filsafat ilmu.
Sholawat beriring salam kita panjatjan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad
SAW. yang telah membawa risalah islam dan merubah peradaban dari peradaban jahiliah
menuju peradaban yang islamiyah. Dan kami ucapkan terimakasih kepada Dosen Pengampu
mata kuliah Filsafat Ilmu, bapak Muhammad Nur, S.FiL.I.,M.Hum yang telah memberikan
kami dukungan yang luar biasa untuk dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Kami pun menyadari masih banyak terdapat kesalah dalam pembuatan makalah ini,
dan kami mohon maaf sebesar-besarnya dan mengharapkan kritik serta saran dari para
pembaca yang membangun untuk menyempurnakan penyusunan makalah ini atas
perhatiannya kami ucapkan terimakasih.
Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Bandar lampung, 01 April 2021

Pemakalah

i
Daftar Isi

Kata Pengantar.......................................................................................................i

Daftar Isi.................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................1
A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................1
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................2
A. Pengertian Ontologi.......................................................................................2
B. Dasar-Dasar Metafisik Ilmu...........................................................................3
C. Supernaturalisme, Naturalisme, Asumsi, Peluang...................................... 4
D. Aspek Ontologi dan Hakikat Ilmu Filsafat............................. ........................7
E. Aliran-Aliran Ontologi.....................................................................................8
F. Batas-Batas Ilmu...........................................................................................11

BAB III PENUTUP...................................................................................................13


A. Kesimpulan............................................................................. ......................13
B. Saran.............................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................14

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial
maupun historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaliknya
perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Filsafat telah berhasil mengubah
pola pemikiran bangsa Yunani dan umat manusia dari pandangan mitosentris menjadi
logosentris.
Filsafat seperti yang kita ketahui memiliki tiga cabang yaitu, Ontologi,
Epistemologi, Aksiologi. Mempelajari ketiga cabang tersebut sangatlah penting dalam
memahami filsafat yang begitu luas ruang lingkup dan pembahasannya. Ketiga teori
diatas sebenarnya sama-sama membahas tentang ilmu, hanya saja mencakup hal dan
tujuan yang berbeda. Ontologi membahas tentang apa objek yang kita kaji, bagaimana
wujudnya yang hakiki dan hubungannya dengan daya pikir, Epistemologi membahas
tentang bagaimana mendapat pengetahuan, bagaimana kita bisa tahu dan dapat
membedakan dengan yang lain, sedangkan Aksiologi membahas tentang guna
pengetahuan, klasifikasi, tujuan dan perkembangannya.
Akan tetapi untuk sekarang ini kami akan menitik-beratkan pembahasannya
kepada masalah ontologi yang mana membahas tentang apa objek yang kita kaji,
bagaimana wujudnya yang hakiki dan hubungannya dengan daya pikir.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Ontologi ?
2. Apa saja dasar – dasar metafisik ilmu ?
3. yang dimaksud dengan Supernaturalisme, Naturalisme, Asumsi, dan Peluang ?
4. Apa saja aspek ontologi dalam hakikat ilmu pengetahuan ?
5. Apa saja aliran – aliran dalam ontologi ?
6. Bagaimana batas-batas ilmu?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui tentang pengertian ontologi.
2. Mengetahui dasar-dasar metafisik ilmu.
3. Mengetahui tentang Supernaturalisme, Naturalisme, Asumsi, dan Peluang.
4. Mengetahui aspek ontologi yang ada dalam hakikat ilmu pengetahuan.
5. Mengetahui aliran-aliran dalam ontologi.
6. Mengetahui batas-batas ilmu.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ontologi
Secara etimologis, istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari
dua kata: ontos yang berarti ada atau keberadaaan dan logos yang berarti studi atau
ilmu. Sedangkan menurut istilah, ontologi adalah ilmu yang membahas tentang
hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk
jasmani/konkret maupun rohani/abstrak. 1
Ontologi menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental dan
cara yang berbeda dimana wujud dari kategori-kategori yang logis yang berlainan
(objek-objek fisik, hal universal, abstraksi) dapat dikatakan ada dalam rangka
tradisional. Ontologi dianggap sebagai teori mengenai prinsip-prinsip umum dari
hal ada, sedangkan dalam hal pemakainya akhir-akhir ini ontologi dipandang
sebagai teori mengenai apa yang ada.
Ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1636
M. untuk menamai teori tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis. Dalam
perkembangannya Cristian Wolff membagi metafisika menjadi dua, yaitu
metafisika umum dan metafisika khusus. Metafisika umum dimaksudkan sebagai
istilah lain dari ontologi. Namun pada kenyataannya, ontologi hanya merupakan
bagian pertama metafisika, yakni teori mengenai yang ada, yang berada secara
terbatas sebagaimana adanya dan apa yang secara hakiki dan secara langsung
termasuk ada tersebut. 2
Adapun mengenai objek material ontologi ialah yang ada, yaitu ada individu,
ada umum, ada terbatas, ada tidak terbatas, ada universal, ada mutlak, termasuk
kosmologi dan metafisika dan ada sesudah kematian maupun sumber segala yang
ada. Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas, bagi pendekatan
kualitif, realitas tranpil dalam kuantitas atau jumlah, telaahnya menjadi telaah
monism, paralerisme atau plurarisme.
Beberapa karakteristik ontologi antara lain dapat disederhanakan sebagai
berikut:
a.) Ontologi adalah study tentang arti “ada” dan “berada”, tentang ciri-ciri esensial
dari yang ada dalam dirinya sendirinya, menurut bentuknya yang paling
abstrak.
b.) Ontologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tata dan struktur realitas
dalam arti seluas mungkin, dengan menggunakan kategori-kategori seperti: ada
atau menjadi, aktualitas atau potensialitas, nyata atau penampakan, esensi atau
eksistensi, kesempurnaan, ruang dan waktu, perubahan, dan sebagainya
c.) Ontologi adalah cabang filsafat yang mencoba melukiskan hakikat terakhir
yang ada, yaitu yang satu, yang absolute, bentuk abadi, sempurna, dan
keberadaan segala sesuatu yang mutlak bergantung kepada-nya.3
B. Dasar-Dasar Metafisik Ilmu
Metafisika merupakan cabang dari filsafat yang mempersoalkan tentang hakikat,
yang tersimpul di belakang dunia fenomenal. Metafisika melampaui pengalaman,
objeknya diluar hal yang ditangkap panca indra. Metafisika mempelajari manusia,

1 Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia, 2002), hlm.


2 A. Susanto, filsafat ilmu. (jakarta : Gramedia, 2002), hlm . 746
3 Ibid. hlm. 750

2
namun yang menjadi objek pemikirannya bukanlah manusia dengan segala
aspeknya, termasuk pengalamannya yang dapat ditangkap oleh
indra. Sosiologi mempelajari manusia dalam bentuk kelompok serta interaksinya
yang dapat ditangkap indra serta yang berada dalam pengalaman manusia; begiru
juga psikologi, biologi, dan sebagainya.
Namun metafisika mempelajari manusia melampaui atau diluar fisik manusia dan
gejala-gejala yang dialami manusia. Metafisika mempelajari siapa manusia, apa
tujuannya, dari mana asal manusia, dan untuk apa hidup di dunia ini. Jadi
metafisika mempelajari manusia jauh melampaui ruang dan waktu. Begitu juga
pembahasan tentang kosmos maupun Tuhan, yang dipelajari adalah hakikatnya, di
luar dunia fenomenal (dunia gejala).
Metafisika dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: Ontologi dan Metafisika
khusus. Ontologi mempersoalkan tentang esensi dari yang ada, hakikat adanya dari
segala sesuatu wujud yang ada, “ontology is the theory of being qua being’’.
Sedangkan Metafisika Khusus, mempersoalkan theologi, kosmologi, dan
antropologi.4
Metafisika ontologi menurut A.R. Lacey, ontologi berarti "a central part of
metaphisics " (bagian sentral dari metafisika sedangkan metafisika diartikan sebagai
"that which comes after physics, the study of nature in general" (hal yang hadir
setelah fisika, studi umum mengenai alam). Pembahasan ontologi terkait dengan
pembahasan mengenai metafisika. Mengapa ontologi terkait dengan metafisika?
Ontologi membahas hakikat yang "ada", metafisika menjawab pertanyaan apakah
hakikat kenyataan ini sebenar-benarnya? Pada suatu pembahasan, metafisika
merupakan bagian dari ontologi, tetapi pada pembahasan lain. Ontologi merupakan
salah satu dimensi saja dari metafisika. Karena itu, metafisika dan ontologi
merupakan dua hal yang saling terkait. Bidang telaah filsafati yang disebut
metafisika ini merupakan tempat berpijak dari setiap pemikiran filsafati termasuk
pemikiran ilmiah. Diibaratkan pikiran adalah roket yang meluncur ke bintang-
bintang, menembus galaksi dan awan gemawan, maka Metafisika adalah landasan
peluncurannya. Dunia yang sepintas lalu kelihatan sangat nyata ini, ternyata
menimbulkan berbagai spekulasi filsafati tentang hakikatnya.

C. Supernaturalisme, Naturalisme, Asumsi, dan Peluang


1. Supernaturalisme
Berikut terdapat wujud-wujud gaib (supernatural) dan ujud ini bersifat lebih
tinggi atau lebih berkuasa dibandingkan dengan alam yang nyata. Animisme
merupakan kepercayaan yang berdasarkan pemikiran supernaturalisme ini,
dimana manusia percaya bahwa terdapat roh yang sifatnya gaib terdapat dalam
benda-benda.
2. Naturalisme
Terdapat ini menolak wujud-wujud yang bersifat supernatural. Materialisme
merupakan paham yang berdasarkan pada aliran naturalisme ini, Kaum

4Anton bekker, onotlogi metafisika umum filsafat pengada dan dasar – dasar kenyataan. (Yogyakarta : penerbit kanikus,
1992) hlm. 20-21

3
materialisme menyatakan bahwa gejala-gejala alam disebabkan oleh kekuatan
yang terdapat dalam alam itu sendiri, yang dapat dipelajari dan dengan demikian
dapat kita ketahui. Democritos (460-370 S.M.) adalah salah satu tokoh awal
paham materialisme. 5 la mengembangkan paham materialisme dan
mengemukakan bahwa unsur dasar dari alam adalah atom. Hanya berdasar
kebiasaan saja maka manis itu manis, panas itu panas, dan sebagainya. Obyek
dari penginderaan sering dianggap nyata, padahal tidak demikian, hanya atom dan
kehampaan itulah yang bersifat nyata. Jadi, panas, dingin, warna merupakan
terminologi yang manusia berikan arti dari setiap gejala yang ditangkap oleh
pancaindra. Indentik paham naturalisme adalah paham:
a. Mekanistik : gejala alam dapat didekati dari segi proses kimia fisika.
b. Vitalistik hidup adalah sesuatu yang unik yang berbeda secara subtantif
dengan proses tersebut
c. Monistik : tidak ada perbedaan antara pikiran dengan zat mereka hanya
berbeda dalam gejala disebabkan yang berlainan namun mempunyai subtansi
yang sama.
d. Demokritos adalah seorang filsuf yang termasuk di dalam Mazhab
Atomisme. la adalah murid dari leukippos, pendiri mazhab tersebut
Demokritos mengembangkan pemikiran tentang atom sehingga justru
pemikiran Demokritos yang lebih dikenal di dalam sejarah filsafat.
Dengan demikian, gejala alam dapat didekati dari proses kimia fisika.
Pendapat ini merupakan pendapat kaum mekanistik, bahwa gejala alam
(termasuk makhluk hidup) hanya merupakan gejala kimia fisika semata. Hal
ini ditentang oleh kaum vitalistik. yang merupakan kelompok naturalisme
juga. Paham vitalistik sepakat bahwa proses kimia fisika sebagai gejala alam
dapat diterapkan, tetapi hanya meliputi unsur dan zat yang mati saja, tidak
untuk makhluk hidup.
Dalam kajian metafisika, ilmu merupakan pengetahuan yang mencoba
menafsirkan alam ini sebagaimana adanya. Manusia tidak dapat melepaskan
diri dari setiap permasalahan yang dihadapinya. Makin dalam penjelajahan
ilmiah dilakukan, akan semakin banyak pertanyaan yang muncul, termasuk
pertanyaan-pertanyaan mengenai hal-hal tersebut di atas. Karena beragam
tinjauan filsafat diberikan oleh setiap ilmuwan, maka pada dasarnya setiap
ilmuwan bisa memiliki filsafat individual yang berbeda beda. Titik
pertemuan kaum ilmuwan dari semua itu adalah sifat pragmatis dari ilmu.
3. Asumsi
Asumsi adalah praduga anggapan sementara yang kebenarannya masih
dibuktikan). timbulnya asumsi karena adanya permasalahan yang belum jelas,
seperti belum jelasnya hakekat alam ini. yakni apakah gejala alam ini tunduk
kepada determinisme, yakni hukum alam yang bersifat universal ataukah
hukum semacam itu tidak terdapat sebab setiap gejala merupakan akibat
pilihan bebas ataukah keumuman memang ada namun berupa peluang ,
sekedar tangkapan probalistik (kemungkinan sesuatu hal untuk terjadi).
Tidak muthlak atau pasti sebagaimana ilmu yang tidak pernah ingin
dan tidak pernah berpretensi untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang
bersifat muthlak. Jadi asumsi bukanlah suatu keputusan muthlak.
1. Kedudukan ilmu dalam asumsi

5Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2009),
hlm.64

4
Ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar untuk mengambil keputusan
karena keputusan harus didasarkan pada penafsiran kesimpulan ilmiah
yang bersifat relatif,
2. Resiko asumsi
Apa yang diasumsikan akan mengandung resiko secara menyeluruh
Seseorang yang mengasumsikan usahanya akan berhasil maka
direncanakan akan diadakan pesta keberhasilannya. Secara tiba-tiba
usahanya dinyatakan tidak berhasil. Resikonya menggagalkan pelaksanaan
pestanya.
4. Beberapa asumsi dalam ilmu
Akan terjadi perbedaan pandang suatu masalah bila ditinjau dari
berbagai kacamata ilmu begitu juga asumsi. Ilmu sekedar merupakan
pengetahuan yang mempunyai kegunaan praktis yang dapat membantu
kehidupan manusia secara pragmtis. Pragmatis : sesuatu yang mengandung
manfaat.
Asumsi-asumsi dalam ilmu contohnya ilmu fisika yakni ilmu yang
paling maju bila di bandingkan dengan ilmu-ilmu lain.
Fisika merupakan ilmu teoritis yang di bangun atas system penalaran
deduktif yang meyakinkan serta pembuktian induktif yang sangat
mengesankan, Fisika terdapat celah-celah perbedaan yang terletak di dalam
pondasi dimana dibangun teori ilmiah diatas yakni dalam asumsi tentang dunia
fisiknya (zat, gerak, ruang dan waktu).
5. Jenis-jenis asumsi
Terdapat beberapa jenis asumsi yang dikenal antara lain, Aksioma.
Pernyataan yang disetujui umum tanpa memerlukan pembuktian karena
kebenaran sudah membuktikan sendiri (Postulat). Pernyataan yang dimintakan
persetujuan umum tanpa pembuktian, atau suatu fakta yang hendaknya
diterima saja sebagaimana adanya Premise. Pangkal pendapat dalam suatu
entimen. Pertanyaan penting yang terkait dengan asumsi adalah bagaimana
penggunaan asumsi secara tepat? Untuk menjawab permasalahan ini, perlu
tinjauan dari awal bahwa gejala alam tunduk pada tiga karakteristik
a. Deterministik
Paham determinisme dikembangkan oleh William Hamilton (1788
1856) dari doktrin Thomas Hobbes (1588-1679) yang menyimpulkan
bahwa pengetahuan adalah bersifat empiris yang dicerminkan oleh zat dan
gerak universal. Aliran filsafat ini merupakan lawan dari paham fatalisme
yang berpendapat bahwa segala kejadian ditentukan oleh nasib yang telah
ditetapkan lebih dahulu.
b. Pilihan Bebas
Manusia memiliki kebebasan dalam menentukan pilihannya, tidak
terikat pada hukum alam yang tidak memberikan alternatif, Karakteristik
ini banyak ditemukan pada bidang ilmu sosial. Sebagai misal, tidak ada
tolak ukur yang tepat dalam melambangkan arti kebahagiaan. Masyarakat
materialistik menunjukkan semakin banyak harta semakin bahagia, tetapi
di belahan dunia lain, kebahagiaan suatu suku primitif bisa jadi diartikan
jika mampu melestarikan budaya animismenya. Sebagai mana pula
masyarakat brahmana di India mengartikan bahagia jika mampu
membendung hasrat keduniawiannya. Tidak ada ukuran yang pasti dalam
pilihan bebas, semua tergantung ruang dan waktu.
c. Probabilistik

5
Pada sifat probabilstik, kecenderungan keumuman dikenal
memang Ada namun sifatnya berupa peluang. Sesuatu akan berlaku
deterministik dengan peluang tertentu. Probabilistik menunjukkan sesuatu
memiliki kesempatan untuk memiliki sifat deterministik dengan menolerir
sifat pilihan bebas. Pada ilmu pengetahuan modern, karakteristik
probabilitas ini lebih banyak dipergunakan. Dalam ilmu ekonomi
misalnya, kebenaran suatu hubungan variabel diukur dengan metode
statistik dengan derajat kesalahan ukur sebesar 5%. Pernyataan ini berarti
suatu variabel dicoba diukur kondisi deterministiknya hanya sebesar 95%,
sisanya adalah kesalahan yang bisa ditoleransi. Jika kebenaran statistiknya
kurang dari 95% berarti hubungan variabel tersebut tidak mencapai sifat-
sifat deterministik menurut kriteria ilmu ekonomi.
Dalam menentukan suatu asumsi dalam perspektif filsafat,
permasalahan utamanya adalah mempertanyakan pada diri sendiri
(peneliti) apakah sebenarnya yang ingin dipelajari dari ilmu. Terdapat
kecenderungan, sekiranya menyangkut hukum kejadian yang berlaku bagi
seluruh manusia, maka harus bertitik tolak pada paham deterministik.
Sekiranya yang dipilih adalah hukum kejadian yang bersifat khas bagi tiap
individu manusia maka akan digunakan asumsi pilihan bebas. Di antara
kutub deterministik dan pilihan bebas, penafsiran probabilistik merupakan
jalan tengahnya.
Ilmuwan melakukan kompromi sebagai landasan ilmu. Sebab ilmu
sebagai pengetahuan yang berfungsi membantu manusia dalam
memecahkan masalah praktis sehari-hari, tidak perlu memiliki kemutlakan
seperti agama yang berfungsi memberikan pedoman terhadap hal-hal
hakiki dalam kehidupan. Karena itu harus disadari bahwa ilmu tidak
pernah ingin dan tidak pernah berpretensi untuk mendapatkan
pengetahuan yang bersifat mutlak.
Ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar untuk mengambil
keputusan, dimana keputusan itu harus didasarkan pada penafsiran
kesimpulan ilmiah yang bersifat relative. Jadi, berdasarkan teori-teori
keilmuan, tidak akan pernah didapatkan hal pasti mengenai suatu
kejadian. Jadi diantara kutub determinasi dan pilihan bebas, ilmu
menjatuhkan pilihannya terhadap penafsiran probabilistik. 6
6. Peluang
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), pengertian peluang
yaitu: (1) Kesempatan; (2) Ruang gerak, baik yang konkret maupun yang
abstrak, yang memberikan kemungkinan bagi suatu kegiatan untuk
memanfaatkannya dalam usaha mencapai tujuan.Peluang secara sederhana
diartikan sebagai probabilitas. Peluang 0.8 secara sederhana dapat diartikan
bahwa probabilitas untuk suatu kejadian tertentu adalah 8 dari 10 (yang
merupakan kepastian). Dari sudut keilmuan hal tersebut memberikan suatu
penjelasan bahwa ilmu tidak pernah ingin dan tidak pernah berpretensi untuk
mendapatkan pengetahuan yang bersifat mutlak. Tetapi ilmu memberikan
pengetahuan sebagai dasar bagi manusia untuk mengambil keputusan, dimana
keputusan itu harus didasarkan kepada kesimpulan ilmiah yang bersifat relatif.

6Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2009), hlm.
77.

6
Dengan demikian maka kata akhir dari suatu keputusan terletak ditangan
manusia pengambil keputusan itu dan bukan pada teori-teori keilmuan.
Dalam perkembangannya peluang menjadi salah satu cabang ilmu baru
yang kemudian dikenal dengan ilmu probabilistik atau ilmu peluang. Walau
termasuk ilmu yang relatif baru, ilmu ini bersama dengan statistika
berkembang cukup pesat. Probabilitas merupakan salah satu konsep yang
sering kita gunakan untuk mendeskripsikan realitas di dalam kehidupan
sehari-hari. Misalnya seorang ilmuwan geofisika dan meteorologi hanya bisa
memberikan bahwa kepastian turun hujan 0.8. Peluang 0,8 secara sederhana
dapat diartikan bahwa probabilitas untuk turun hujan esok adalah 8 dari 10
(yang merupakan kepastian), atau sekiranya merasa pasti (100%) bahwa esok
akan turun hujan maka saya akan berikan peluang 1,0 atau dengan perkataan
lain yang lebih sederhana, peluang 0,8 mencirikan bahwa pada 10 kali ramalan
tentang akan jatuh hujan, 8 kali memang hujan itu turun dan dua kali ramalan
itu meleset. Jadi walaupun mempunyai peluang 0,8 bahwa hari akan hujan,
namun masih terbuka kemungkinan bahwa hari tidak hujan. 7
D. Aspek Ontologi dalam Hakikat Ilmu Pengetahuan
Ontologi adalah studi tentang arti “ada” dan “berada”, tentang ciri-ciri
esensial dari yang ada dalam dirinya sendiri, menurut bentuknya yang paling abstrak.
Ontologi juga merupakan cabang filsafat yang mempelajari tata dan struktur realitas
dalam arti seluas mungkin, dengan menggunakan kategori-kategori seperti: ada atau
menjadi, aktualisasi atau potensialisasi, nyata atau penampakan, esensi atau
eksistensi, kesempurnaan, ruang dan waktu, perubahan dan sebagainya.
Ontologi adalah cabang filsafat yang mencoba melukiskan hakikat terakhir
yang ada, yaitu Yang Satu, Yang Absolut, Bentuk Abadi, Sempurna, dan keberadaan
segala sesuatu yang mutlak bergantung kepada-Nya. Cabang filsafat yang
mempelajari tentang status realitas apakah nyata atau semu, apakah pikiran itu nyata,
dan sebagainya.
Seperti yang telah diungkapkan di atas, hakikat abstrak atau jenis menentukan
kesatuan (kesamaan) dari berbagai macam jenis, bentuk dan sifat hal-ha atau barang-
barang yang berbeda-beda dan terpisah-pisah. Perbedaan dan keterpisahan dari orang-
orang bernama Socrates, Plato, Aristoteles, dan sebagainya, terkait dalam satu
kesamaan sebagai manusia. Manusia, binatang, tumbuhan, dan benda-benda lain yang
berbeda-beda dan terpisah-pisah, tersatukan dengan kesamaan jenis sebagai makhluk.
Jadi, hakikat jenis dapat dipahami sebagai titik sifat abstrak tertinggi daripada sesuatu
hal. Dalam filsafat, studi mengenai hakikat jenis atau hakikat abstrak ini masuk ke
dalam bidang metafisika umum atau ontologi.
Oleh sebab itu, pembahasan tentang hakikat jenis ilmu pengetahuan berarti
membahas ilmu pengetahuan secara ontologis. Persoalannya adalah sejauh mana fakta
perbedaan dan keterpisahan ilmu pengetahuan ini merupakan
kesungguhan (actus) atau kemungkinan (potency), dalam arti seharusnya ilmu
pengetahuan itu memang pluralistik atau monistik.
Secara Ontologis, artinya secara metafisis umum, objek materi yang dipelajari
di dalam pluralitas ilmu pengetahuan, bersifat monistik pada tingkat yang paling
abstrak. Seluruh objek materi pluralitas ilmu pengetahuan, seperti manusia, binatang,
tumbuhan, dan zat kebendaan berada pada tingkat abstrak tertinggi, yaitu dalam
kesatuan dan kesamaannya sebagai makhluk. kenyataannya itu mendasari dan
menentukan kesatuan pluralitas ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, pluralitas kata

7 Ibid, hlm. 78.

7
lain, pluralitas ilmu pengetahuan berhakikat satu, yaitu dalam kesatuan objek
materinya.
Di samping objek materi, keberadaan ilmu pengetahuan juga lebih ditentukan
oleh objek forma. Objek forma ini sering dipahami sebagai sudut atau titik
pandang (point of view), yang selanjutnya menentukan ruang lingkup studi (scope of
the study). Berdasarkan ruang lingkup studi inilah selanjutnya ilmu pengetahuan
berkembang menjadi plurarisme, berbeda-beda dan cenderung saling terpisah antara
satu dengan yang lain.
Berdasarkan hukum kodrat (ontologis), jika mempertimbangkan proses
terbentuknya objek forma, maka dapat dinilai bahwa bagaimanapun perkembangan
ilmu pengetahuan menjadi plural, tetapi hanya terbatas pada perbedaan, bukan
keterpisahan. Di samping pendekatan kuantitatif menurut objek materi dan objek
forma terhadap pemecahan masalah hakikat ilmu pengetahuan, secara ontologis masih
ada pendekatan kualitatif. Melalui pendekatan kualitatif, persoalan yang sama, yaitu
aspek ontologi ilmu pengetahuan dengan persoalan hakikat keberadaan pluralitas ilmu
pengetahuan, dapat digolongkan ke dalam tingkat-tingkat abstrak universal, teoretis
potensial dan konkret fungsional.
E. Aliran – Aliran dalam Ontologi
a. Monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu
hanya satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber
asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa rohani. Tidak mungkin ada
hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Istilah monisme oleh Thomas
Davidson disebut dengan Block Universe. Paham ini kemudian terbagi ke dalam
dua aliran:

b. Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan
rohani. Aliran ini sering juga disebut dengan naturalisme. Menurutnya bahwa zat
mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta. Yang ada hanyalah materi,
yang lainnya jiwa atau ruh tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri
sendiri. Jiwa dan ruh merupakan akibat saja dari proses gerakan kebenaran
dengan salah satu cara tertentu.
Alasan mengapa aliran ini berkembang sehingga memperkuat dugaan bahwa
yang merupakan hakikat adalah:
• Pikiran yang masih sederhana, apa yang kelihatan yang dapat diraba, biasanya
dijadikan kebenaran terakhir.
• Pikiran sederhana tidak mampu memikirkan sesuatu di luar ruang yang abstrak.
• Penemuan-penemuan menunjukkan betapa bergantungnya jiwa pada badan.
Oleh sebab itu, peristiwa jiwa selalu dilihat sebagai peristiwa jasmani. Jasmani
lebih menonjol dalam peristiwa ini. Dalam sejarahnya manusia memang bergantung
pada benda seperti pada padi. Dewi Sri dan Tuhan muncul dari situ. Kesemuanya itu
memperkuat dugaan bahwa yang merupakan hakekat adalah benda.
c. Idealisme
Aliran idealisme dinamakan juga spiritualisme. Idealisme Berarti serba cita
sedang spiritualisme berarti serba ruh. Idealisme diambil dari kata “Idea”, yaitu
sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan
yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya,
yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruang. Materi atau zat itu
hanyalah suatu jenis dari pada penjelmaan ruhani.

8
Alasan aliran ini yang menyatakan bahwa hakikat benda adalah ruhani, spirit atau
sebangsanya adalah :
• Nilai ruh lebih tinggi daripada badan, lebih tinggi nilainya dari materi bagian
kehidupan manusia. Ruh itu dianggap sebagai hakikat yang sebenarnya. Sehingga
materi hanyalah badannya bayangan atau penjelmaan.
• Manusia lebih dapat memahami dirinya daripada dunia luar dirinya.
• Materi ialah kumpulan energi yang menempati ruang. Benda tidak ada, yang ada
energi itu saja.
• Dalam perkembangannya, aliran ini ditemui pada ajaran plato (428-348 SM)
dengan teori idenya. Menurutnya, tiap-tiap yang ada di alam mesti ada idenya,
yaitu konsep universal dari tiap sesuatu. Alam nyata yang menempati ruangan ini
hanyalah berupa bayangan saja dari alam ide itu. Jadi idealah yang menjadi
hakikat sesuatu, menjadi dasar wujud sesuatu. 8
d. Dualisme
Dualisme adalah aliran yang mencoba memadukan antara dua paham yang
saling bertentangan, yaitu materialisme dan idealisme. Menurut aliran dualisme
materi maupun ruh sama-sama merupakan hakikat. Materi muncul bukan karena
adanya ruh, begitu pun ruh muncul bukan karena materi. Tetapi dalam
perkembangan selanjutnya aliran ini masih memiliki masalah dalam
menghubungkan dan menyelaraskan kedua aliran tersebut di atas. Sebuah analogi
dapat kita ambil misalnya tentang jika jiwa sedang sehat, maka badan pun akan
sehat kelihatannya. Sebaliknya jika jiwa seseorang sedang penuh dengan duka
dan kesedihan biasanya badanpun ikut sedih, terlihat dari murungnya wajah orang
tersebut.
e. Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan
kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap
macam bentuk itu semuanya nyata. Pluralisme dalam Dictonary of Philosophy
and Religion dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam
ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua entitas. Tokoh aliran ini
pada masa Yunani Kuno adalah anaxagoras dan Empedocles yang menyatakan
bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari 4 unsur, yaitu tanah, air,
api, dan udara. Tokoh modern aliran ini adalah William James (1842-1910 M).
Kelahiran New York dan terkenal sebagai seorang psikolog dan filosof Amerika.
Dalam bukunya The Meaning of Truth James mengemukakan, tiada kebenaran
yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas
dari akal yang mengenal.
f. Aliran Nihil isme dalam Filsafat
Nihi lisme berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing
atau tidak ada. Sebuah doktrin yang tidak mengaku ivaliditas alternatif yang
positif. Istilah nihil isme diperkenalkan oleh Ivan Turgeniev pada tahun 1862 di
Rusia. Doktrin tentang nihil isme sebenarnya sudah ada semenjak zamanYunani
Kuno,yaitu pada pandangan Gorgias (485-36SM) yang
memberikan tiga proposesi tentang realitas. Pertama, tidak ada sesuatupun yang
eksis. Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui. Ketiga,
sekalipun realitas itu dapat kita ketahui,
ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain.
Tokoh lain aliran ini adalah Friedrich Nietzche (1844-1900 M).

8 Juhara S Praja, “Aliran-Aliran Filsafat dan Etika”, (Jakarta, Kencana: 2003) hlm 41.

9
Dalam pandangannya dunia terbuka untuk kebebasan dan kreativitas manusia.
Mata manusia tidak lagi diarah kan pada suatu dunia di belakang atau di
atas dunia di mana ia hidup.9
g. Aliran Agnostisis medalam Filsafat
Aliran ini dapat kita temui dalam filsafat eksistensi dengan tokoh-
tokohnya seperti, Soren Kierkegaar (1813-1855 M) yang terkenal dengan julukan
sebagai Bapak Filsafat Eksistensialisme, yang menyatakan bahwa manusia itu
tidak pernah hidup sebagai suatu aku umum, tetapi sebagai aku individual yang
sama sekali unik dan tidak dapat dijabarkan kedalam sesuatu orang lain. Berbeda
dengan pendapat Martin Heidegger (1889-1976 M), yang mengatakan bahwa
satu-satunya yang ada itu ialah manusia, hanya karena manusia yang dapat
memahami dirinya sendiri. Tokoh lainnya adalah, Jean Paul Sartre (1905-1980
M), mengatakan bahwa manusia selalu menyangkal. Hakikat beradanya manusia
bukan entre (ada), melainkan entre (akan atau sedang). Jadi, agnostisisme adalah
paham pengingkaran/penyangkalan terhadap kemampuan manusia mengetahui
hakikat benda, baik materi maupun rohani

F. Batas – Batas dari Ilmu


Dasar ontologi ilmu pada hakekatnya berbicara pada sebuah pertanyaan dasar
yaitu : apakah yang ingin diketahui ilmu ? Atau bisa dirumuskan secara eksplisit
menjadi : apakah yang menjadi bidang telaah ilmu ? Berbeda dengan agama atau
bentuk pengetahuan yang lainnya, maka ilmu membatasi diri hanya kepada kejadian
yang bersifat empiris. 10
Secara sederhana objek kajian ilmu ada dalam jangkauan pengalaman manusia.
Objek kajian ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh
pacaindera manusia. Dalam batas-batas tersebut maka ilmu mempelajari objek-objek
empiris seperti batu-batuan, binatang, tumbuh-tumbuhan , hewan atau manusia itu
sendiri.
Berdasarkan hal itu maka ilmu ilmu dapat disebut sebagai suatu pengetahuan
empiris, di mana objek-objek yang berbeda di luar jangkauan manusia.
Untuk mendapatkan pengetahuan ini, ilmu membuat beberapa asumsi mengenai
objek-objek empiris. Sebuah pengetahuan baru dianggap benar selama kita bisa
menerima asumsi yang dikemukakannya.
Secara lebih terperinci ilmu mempunyai tiga asumsi yang dasar. Asumsi
pertama, menganggap objek-objek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain,
seperti dalam hal bentuk, struktur, sifat dan sebagainya. Asumsi kedua, ilmu
menganggap bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu
tertentu . Kegiatan keilmuan bertujuan mempelajari tingkah laku suatu objek dalam
suatu keadaan tertentu. Asumsi ketiga, ilmu menganggap bahwa tiap gejala bukan
merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan.
Tiap gejala mempunyai suatu hubungan pola-pola tertentu yang bersifat tetap
dengan urutan kejadian yang sama. Dalam pengertian ini ilmu mempunyai sifat
deterministik. Namunpun demikian dalam determinisme dalam pengertian ilmu
mempunyai konotasi yang bersifat peluang (probabilistik). Ilmu memulai
penjelajahannnya pada pengalaman manusia dan berhenti di batas pengalaman
manusia. Apakah ilmu mempelajari hal ihwal surga dan neraka? Jawabnya adalah
tidak; sebab surga dan neraka berada di luar jangkauan pengalaman manusia. Baik

9 Dr. Zaprulkhan, S.Sos, I., M.S.I, “Filsafat Ilmu Sebuah Analisis Kontenporer”, hlm 51-67.
10 A. Susanto, filsafat ilmu. (jakarta : Gramedia, 2002), hlm . 753-754

10
hal-hal yang terjadi sebelum hidup kita, maupun apa-apa yang terjadi sesudah
kematian kita, semua itu berada di luar penjelajahan ilmu.
Mengapa ilmu hanya membatasi daripada hal-hal yang berbeda dalam batas
pengalaman kita? jawabnya terletak pada fungsi ilmu itu sendiri dalam kehidupan
manusia yakni sebagai alat pembantu manusia dalam menanggulangi masalah-
masalah yang dihadapinya sehari-hari. Persoalan mengenai hari kemudian tidak akan
kita nyatakan kepada ilmu, melainkan kepada agama, sebab agamalah pengetahuan
yang mengkaji masalah-masalah seperti itu.
Ilmu membatasi lingkup penjelajahannya pada batas pengalaman manusia juga
disebabkan metode yang dipergunakan dalam menyusun yang telah teruji
kebenarannya secara empiris. Sekiranya ilmu memasukkan daerah di luar batas
pengalaman empirisnya. bagaimana kita melakukan pembuktian secara metodologis?
bukankah hal ini merupakan suatu kontradiksi yang menghilangkan keahlian metode
ilmiah?
Kalau begitu maka sempit sekali batas jelajahan ilmu, kata seorang. Cuma
sepotong dari sekian permasalahan kehidupan. Memang demikian, jawab filsuf ilmu,
bahkan dalam batas pengalaman manusia pun, ilmu hanya berwenang dalam
menentukan benar atau salahnya suatu pernyataan. Tentang baik dan buruk, semua
(termasuk ilmu) berpaling kepada sumber-sumber moral: tentang indah dan jelek,
semua (termasuk ilmu) berpaling kepada pengkajian estetik. Ilmu tanpa (bimbingan
noral) agama adalah buta, demikian kata Einstein.
Dengan makin sempitnya daerah penjelajahan suatu bidang keilmuan maka
sering sekali diperlukan "pandangan" dari disiplin-disiplin lain. Saling pandang-
memandang ini, atau dalam bahasa protokolnya pendekatan multi-disipliner,
membutuhkan pengetahuan tentang tetangga-tetangga yang berdekatan. Artinya harus
jelas bagi semua: di mana disiplin seseorang berhenti dan di mana disiplin orang lain
mulai. Tanpa kejelasan batas batas ini maka pendekatan multidisipliner tidak akan
bersifat konstruktif melainkan berubah menjadi sengketa kapling (yang sering terjadi
akhir-akhir ini).

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ontologi merupakan suatu teori tentang makna dari suatu objek, properti dari
suatu sesuatu yang ada. Pembahasan ontologi terkait dengan pembahasan mengenai
metafisika. Dikarenakan, ontologi membahas hakikat yang "ada" sedangkan
metafisika menjawab pertanyaan apakah hakikat kenyataan ini sebenar-benarnya.
Ontologi disebut metafisika umum. Baru setelah menjelajahi segala bidang
utama dalam ilmu filsafat, seperti filsfata manusia, filsafat alam-dunia, pengetahuhan,
ketuhanan, moral dan sosial, dapat disusun suatu uraian ontologi. Ontologi
mempunyai aliran-aliran yaitu :
1. Monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu
hanyalah satu saja, tidak mungkin dua. Monoisme memiliki 2 aliran yaitu,
materialisme dan idealisme.
2. Dualisme
Dualisme adalah aliran yang mencoba memadukan antara dua paham yang saling
bertentangan
3. Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan
4. Aliran nihil isme dalam filsafat
yaitu pada pandangan Gorgias (485-36SM) yang memberikan tiga proposes
itentang realitas. Pertama, tidak ada sesuatupun yang eksis. Kedua, bila sesuatu itu
ada, ia tidak dapat diketahui. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia
tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain.
Keberadaan asumsi sebagai bagian dari filsafat ilmu merupakan hal yang
sangat penting karena asumsi berfungsi sebagai bagian yang mendasar yang harus
ada. Asumsi memiliki posisi di berbagai bidang disiplin keilmuwan bahkan
keberadaan asumsi pun ada dalam hukum alam sekalipun karena segala yang
terjadi di alam ini bukanlah suatu kebetulan semata akan tetapi terdapat pola-pola
tertentu yang terus terulang. Sedangkan dalam ontologi suatu ilmu pengetahuan
menentukan asumsi pokok (the standard presumption) dari keberadaan suatu
objek penelitian dilakukan sebelum pelaksanaan penelitian oleh si peneliti itu
sendiri, karena asumsi akan dapat memberi arah dan landasan bagi kegiatan
penelaahan.
B. Saran
Perlunya mempelajari filsafat dari segi ontologi serta memahami konsep-
konsep seperti metafisika, asumsi dan peluang untuk memperdalam hakikat dari ilmu
itu sendiri. Membaca dan berfikir merupakan salah satu cara untuk memahaminya
sehingga hasil dari pembelajaran ini dapat bermanfaat dalam proses pembelajaran.

12
Daftar Pustaka

Zaprulkhan.2004.filsafat ilmu sebuah analisis kontenporer. Jakarta : pustaka grafindo

S.praja,juhaya.2003.aliran-aliran filsafat komunikasi dan etika. Jakarta : kencana

Suhartono,suparlan.2005.filsafat ilmu pengetahuan. Yogyakarta : Ar-ruzz media

Bekker annton.1992.0ntologi metafisika umum filsafat pengada dan dasar-dasar kenyataan.


Yogyakarta : penerbit kanikus

Suriasumantri, Jujun S. 2009. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Popular. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.

13

Anda mungkin juga menyukai