Anda di halaman 1dari 22

Makalah Sikap dan Kepuasan Kerja

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Dalam manajemen, fungsi organisasi terutama dalam hal pengawasan, organisasi


perlu memantau para pekerjanya terhadap sikap, dan hubungannya dengan
perilaku. Adakah kepuasan atau ketidak puasan karyawan dengan pengaruh
pekerjaan di tempat kerja. Dalam organisasi, sikap amatlah penting karena
komponen perilakunya. Pada umumnya, penelitian menyimpulkan bahwa individu
mencari konsistensi diantara sikap mereka serta antara sikap dan perilaku mereka.

Seseorang bisa memiliki ribuan sikap, sikap kerja berisi evaluasi positif atau
negatif yang dimiliki oleh karyawan tentang aspek-aspek lapangan kerja mereka,
ada tiga sikap yaitu, kepuasan kerja, keterlibatan pekerjaan, dan komitmen
organisasional. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi memiliki
perasaan-perasaan positif tentang pekerjaan tersebut, sementara seseorang yang
tidak puas memiliki perasaan-perasaan yang negatif tentang pekerjaan tersebut.
Keterlibatan pekerjaan , mengukur tingkat sampai mana individu secara
psikologis memihak pekerjaan mereka dan menganggap penting tingkat kinerja
yang dicapai sebagai bentuk penghargaan diri. Karyawan yang mempunyai
tingkat keterlibatan pekerjaan yang tinggi sangat memihak dan benar-benar peduli
dengan bidang pekerjaan yang mereka lakukan. Tingkat keterlibatan pekerjaan
dan pemberian wewenang yang tinggi benar-benar berhubungan dengan
kewargaan organisasional dan kinerja pekerjaan. Keterlibatan pekerjaan yang
tinggi berarti memihak pada pekerjaan tertentu seorang individu, sementara
komitmen organisosial yang tingi berarti memihak organisasiyang merekrut
individu tersebut.

Penilaian seorang karyawan tentang seberapa ia merasa puas atau tidak puas
dengan pekerjaan merupakan penyajian yang rumit dari sejumlah elemen
pekerjaan yang berlainan. Berbagai studi independen, yang diadakan diantara para
pekerja AS selama 30 tahun terakhir, pada umumnya menunjukkan bahwa
mayoritas pekerja merasa puas dengan pekerjaan mereka. Meskipun jarak
persentasinya lebar, tetapi lebih banyak individu melaporkan bahwa mereka
merasa puas dibandingkan tidak puas. Apakah yang menyebabkan kepuasan
kerja ? dari segi kepuasan kerja (kerja itu sendiri, bayaran, kenaikan jabatan,
pengawasan, dan rekan kerja), menikmati kerja itu sendirihampir selalu
merupakan segi yang paling berkaitan erat dengan tingkat kepuasan kerja yang
tinggi secara keselruhan. Dengan perkataan lain, sebagian besar individu lebih
menyukai kerja yang menantang dan membangkitkan semangat daripada kerja
yang dapat diramalkan dan rutin. 

B. Pembatasan Masalah
Penulisan makalah ini dibatasi hanya pada masalah “ Sikap dan Kepuasan Kerja “
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai pemenuhan tugas mandiri mata kuliah Perilaku Organisasi.
2. Sebagai bahan bacaan dan referensi tambahan bagi pihak-pihak yang
membutuhkannya

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sikap dan Kepuasan Kerja 
Menurut G.W Alport dalam (Tri Rusmi Widayatun, 1999 :218) sikap adalah
kesiapan seseorang untuk bertindak. Seiring dengan pendapat G.W. Alport di atas
Tri Rusmi Widayatun memberikan pengertian sikap adalah “keadaan mental dan
syaraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh
dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua obyek dan situasi yang
berkaitan dengannya”.
Sedangkan Jalaluddin Rakhmat ( 1992 : 39 ) mengemukakan lima pengertian
sikap, yaitu: 
- Pertama, sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan
merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap bukan perilaku,
tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu
terhadap objek sikap. Objek sikap boleh berupa benda, orang, tempat, gagasan
atau situasi, atau kelompok.
- Kedua, sikap mempunyai daya penolong atau motivasi. Sikap bukan sekedar
rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah orang harus pro atau kontra
terhadap sesuatu; menentukan apa yang disukai, diharapkan, dan diinginkan;
mengesampingkan apa yang tidak diinginkan, apa yang harus dihindari.
- Ketiga, sikap lebih menetap. Berbagai studi menunjukkan sikap politik
kelompok cenderung dipertahankan dan jarang mengalami pembahan.
- Keempat, sikap mengandung aspek evaluatif: artinya mengandung nilai
menyenangkan atau tidak menyenangkan.
- Kelima, sikap timbul dari pengalaman: tidak dibawa sejak lahir, tetapi
merupakan hasil belajar. Karena itu sikap dapat diperteguh atau diubah. 
Sedangkan La Pierre (dalam Azwar, 2003) mendefinisikan sikap sebagai suatu
pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan
diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap
stimuli sosial yang telah terkondisikan. Sedangkan menurut Soetarno (1994),
sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk
bertindak terhadap obyek tertentu. Sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu
artinya tidak ada sikap tanpa obyek. Sikap diarahkan kepada benda-benda, orang,
peritiwa, pandangan, lembaga, norma dan lain-lain.
Meskipun ada beberapa perbedaan pengertian tentang sikap, tetapi berdasarkan
pendapat-pendapat tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa sikap adalah
keadaan diri dalam manusia yang menggerakkan untuk bertindak atau berbuat
dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu di dalam menanggapi obyek
situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya. Selain itu sikap juga memberikan
kesiapan untuk merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap obyek atau
situasi.
1. Komponen Sikap

Untuk benar-benar memahami sikap perlu mempertimbangkan karakteristik


secara fundamental.
Ada tiga komponen yang secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total
attitude) yaitu : 
a. Kognitif (cognitive). 
Merupakan aspek intelektual, yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia,
berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi
obyek sikap. Sekali kepercayaan itu telah terbentuk maka ia akan menjadi dasar
seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari obyek tertentu. (segmen opini
atau keyakinan dari sikap)
b. Afektif (affective)
Merupakan aspek emosional dari faktor sosio psikologis, didahulukan karena erat
kaitannya dengan pembicaraan sebelumnya, aspek ini menyangkut masalah
emosional subyektif seseorang terhadap suatu obyek sikap. Secara umum
komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki obyek tertentu. (segmen
emosional atau perasaan dari sikap)
c. Konatif (conative)
Komponen aspek vohsional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan
bertindak.
Komponen konatif atau komponen perilaku dalam struktur sikap menunjukkan
bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku dengan yang ada dalam diri
seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapi (Notoatmodjo ,1997). (niat
untuk berperilaku dalam cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu).

Ketiga komponen tersebut sangat berkaitan. Secara khusus, dalam banyak cara
antara kesadaran dan perasaan tidak dapat dipisahkan. Sebagai contoh, seorang
karyawan tidak mendapatkan promosi yang menurutnya pantas ia dapatkan, tetapi
yang malah mendapat promosi tersebut adalah rekan kerjanya. Sikap karyawan
tersebut terhadap pengawasnya dapat diilustrasikan sebagai berikut :
opini, (karyawan tersebut berpikir ia pantas mendapat promosi itu), perasaan
(karyawan tersebut tidak menyukai pengawasnya), dan perilaku (karyawan
tersebut mencari pekerjaan lain). Jadi, opini / kesadaran menimbulkan perasaan
yang kemudian menghasilkan perilaku ,dan pada kenyataannya komponen-
komponen ini berkaitan dan sulit untuk dipisahkan.

Pada umumnya, penelitian menyimpulkan bahwa individu mencari konsistensi


diantara sikap mereka serta antara sikap dan perilaku mereka. Ini berarti bahwa
individu berusaha untuk menetapkan sikap yang berbeda serta meluruskan sikap
dan perilaku mereka sehingga mereka terlihat rasional dan konsisten. Ketika
terdapat ketidakkonsistenan, timbulah dorongan untuk mengembalikan individu
tersebut ke keadaan seimbang dimana sikap dan perilaku kembali konsisten. Ini
bisa dilakukan dengan dengan cara mengubah sikap maupun perilaku, atau dengan
mengembangkan rasionalisasi untuk ketidaksesuaian. Leon Festinger
mengemukakan teori ketidaksesuaian kognitif (cognitive dissonance). Teori ini
berusaha menjelaskan hubungan antara sikap dan perilaku. Ketidaksesuaian
berarti ketidakkonsistenan. Ketidaksesuaian kognitif merujuk pada ketidaksesaian
yang dirasaka oleh seorang individu antara dua sikap atau lebih, atau antara
perilaku dan sikap. Festinger berpendapat bahwa bentuk ketidakkonsistenan
apapun tidaklah menyenangkan dan karena itu individu akan berusaha
mengurangi ketidaksesuaian, dan tentunya ketidaknyamana tersebut. Oleh karena
itu individu akan mencari keadaan yang stabil, dimana hanya ada sedikit
ketidaksesuaian. Dan tidak ada individu yang bisa sepenuhnya menghindari
ketidaksesuaian.

Penelitian yang sebelumnya tentang sikap menganggap bahwa sikap mempunyai


hubungan sebab akibat dengan perilaku; yaitu sikap yang dimiliki individu
menentukan apa yang mereka lakukan. Namun pada akhir tahun 1960-an
hubungan yang diterima tentang sikap dan perilaku ditentang oleh sebuah tinjauan
dari penelitian. Berdasarkan evaluasi sejumlah penelitian yang menyelidiki
hubungan sikap-perilaku, peninjau menyimpulkan bahwa sikap tidak berhubungan
dengan perilaku, atau paling banyak ada hubungan tapi sedikit . Penelitian baru-
baru ini menunjukkan bahwa sikap memprediksi perilaku masa depan secara
signifikan dan memperkuat keyakinan semula dari Festinger bahwa hubungan
tersebut bisa ditingkatkan dengan memperhitungkan variable-variabel pengait ,
yakni pentingnya sikap, kekhususannya, aksesibilitasnya, apakah ada tekanan-
tekanan sosial, dan apakah seseorang mempunyai pengalaman langsung dengan
sikap tersebut. Sikap yang penting adalah sikap yang mencerminkan nilai-nilai
fundamental, minat diri, atau identifikasi dengan individu atau kelompok yang
dihargai oleh seseorang. Sikap-sikap yang dianggap penting oleh individu
cenderung menunjukkan yang kuat dengan perilaku. Semakin khusus sikap
tersebut maka semakin khusus perilaku tersebut , dan semakin kuat hubungan
antara keduanya. Sikap yang mudah diingat cenderung lebih bisa digunakan untuk
memprediksi perilaku bila dibandingkan sikap yang tidak bisa diakses dalam
ingatan. Ketidaksesuaian antara sikap dan perilaku keungkinan besar muncul
ketika tekanan social untuk berperilaku dalam cara-cara tertentu memiliki
kekuatan yang luar biasa. Kesimpulannya , hubungan sikap-perilaku mungkin
sekali mejadi jauh lebih kuat apabila sebuah sikap merujuk pada sesuatu, dimana
individu tersebut mempunyai pengalaman pribadi secara langsung.

Teori persepsi diri (self-perception theory), adalah pandangan tentang sikap yang
digunakan setelah melakukan sesuatu untuk memahami tindakan yang telah
terjadi. Sikap kerja berisi evaluasi positif atau negatifyang dimiliki oleh karyawan
tentang aspek-aspek lingkungan kerja mereka , aspek-aspek lingkungan kerja
meliputi tiga sikap, yaitu:
- Sikap kepuasan kerja (job satisfaction), yaitu sebagai suatu perasaan positif
tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi
karakteristiknya. Seseorang memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi, berarti
memiliki perasaan positif tentang pekerjaan itu.

- Sikap keterlibatan pekerjaan (job involvement), yaitu keterlibatan pekerjaan


yang mengukur tingkatan sampai mana individu secara psikologis memihak
pekerjaan mereka dan menganggap penting tingkat kinerja yang dicapai sebagai
bentuk penghargaan diri. Tingkat keterlibatan pekerjaan dan pemberian
wewenang yang tinggi benar-benar berhubungan dengan organisasional dan
kinerja pekerjaan., dan telah diketahui bahwa keterlibatan pekerjaan yang tinggi
berhubungan dengan ketidakhadiran yang lebih sedikit dan angka pengunduran
diri yang lebih rendah. Karyawan yang memiliki tingkat keterlibatan pekerjaan
yang tinggi sangat memihak dan benar-benar peduli dengan bidang pekerjaan
yang mereka lakukan.

- Sikap Komitmen Organisasional (organizational commitment), yaitu suatu


keadaan dimana seorang karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan-
tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi
tersebut. Jadi keterlibatan pekerjaan yang tinggi berarti memihak pada pekerjaan
tertentu seorang individu, sementara komitmen organisasional yang tinggi berarti
memihak organisasi yang merekrut individu tersebut.

Dalam komitmen organisasional ada tiga dimensi yang terpisah :


1. Komitmen Afektif (affective commitment), perasaan emosional untuk
organisasi dan keyakinan dalam nilai-nilainya. Contoh: seorang karyawan Petco
mungkin memiliki komitmen aktif untuk perusahaannya karena keterlibatannya
dengan hewan-hewan.
2. Komitmen berkelanjutan (continuance commitment), nilai ekonomi yang dirasa
sebagai akibat dari bertahan dalam suatu organisasi bila dibandingkan dengan
meninggalkan organisasi tersebut. Contoh : seorang karyawan mungkin
berkomitmen kepada seorang pemberi kerja karena ia dibayar tinggi dan merasa
bahwa pengunduran diri dari perusahaan akan menghancurkan keluarganya. 
3. Komitmen normative (normative commitment), kewajiban untuk bertahan
dalam organisasi untuk alasan-alasan moral atau etis. Contoh : seorang karyawan
yang memelopori sebuah inisiatif baru, mungkin bertahan dengan seorang
pemberi kerja karena ia merasa “ meninggalkan seseorang dalam keadaan yang
sulit “ bila ia pergi.

Suatu penelitian menemukan bahwa komitmen afektif adalah pemrediksi berbagai


hasil ( persepsi karakteristik tugas, kepuasan karier, dan niat untuk pergi). Hasil-
hasil yang lemah untuk komitmen berkelanjutan adalah masuk akal karena hal ini
sebenarnya bukan merupakan sebuah komitmen yang kuat .
Sikap kerja yang lain, dukungan organisasional yang dirasakan (perceived
organizational support - POS) adalah, tingkat sampai mana karyawan yakin
organisasi menghargai kontribsi mereka dan peduli dengan kesejahteraan mereka.
Contoh : seorang karyawan yakin bahwa organisasinya akan mengakomodasi
dirinya apabila ia mempunyai masalah pengasuhan anak atau akan memaafkan
kesalahan yang jujur dipihaknya. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa
individu merasa organisasi mereka bersikap suportif ketika penghargaan
dipertimbangkan dengan adil, karyawan mempunyai suara dalam pengambilan
keputusan, dan pengawas mereka dianggap suportif. Sebuah konsep yang paling
baru adalah keterlibatan karyawan (employee engagement), yaitu keterlibatan,
kepuasan, dan antusiasme individual dengan kerja yang mereka lakukan. Contoh :
seseorang mungkin mengajukan pertanyaan kepada para karyawan tentang
ketersediaan sumber dan peluang untuk mempelajari keterampilan-keterampilan
baru, apakah mereka merasa kerja mereka penting dan berarti , dan apakah
interaksi mereka dengan rekan-rekan kerja dan pengawas mereka menguntungkan.

Survei sikap, adalah upaya mendapatkan respon dari karyawan mealui kuesioner
mengenai peraasaan mereka terhadap pekerjaan, tim kerja, penyelia dan,
organisasi. Hasil survei sikap seringkali mengejutkan manajemen. Contoh :
manajer di Heavy-Duty Dvision Springfield Remanufacturing berpikir bahwa
segalanya sangat bagus, karena karyawan terlibat secara aktif didalam keputusan
divisi dan profitailitas adalah tertinggi dalam sebuah perusahaan, manajemen
beranggapan bahwa moral yang ada juga tinggi. Untuk meyakinkan karyawan,
manajemen mengadakan sebuah sirvei sikap yang singkat. Karyawan ditanyai
apakah mereka setuju atau tidak dengan pernyataan-pernyataan berikut : (1). Di
tempat kerja opini anda berarti; (2). Anda sekalian yang ingin menjadi seorang
pemimpin diperusahaan ini mempunyai peluang untuk menjadi seorang
pemimpin; dan (3). Dalam enam bulan terakhir, seseorang berbicara kepada anda
tentang perkembangan pribadi anda. Dalam survei tersebut, 43 persen tidak setuju
dengan pernyataan yang pertama, 48 persen dengan yang kedua, dan 63 persen
dengan yang ketiga. Manajemen sangat terkejut, bagaimana hal ini dapat terjadi ?
Penggunaan survei sikap secara teratur memberi manajer umpan balik yang
berharga mengenai bagaimana karyawan menerima kondisi kerja mereka.
Kebijaksanaan dan praktek yang dianggap objektif dan adil oleh manajemen
mungkin dianggap tidak adil oleh karyawan pada umumnya atau oleh kelompok
karyawan tertentu. Apabila persepsi yang menyimpang ini menimbulkan sikap
negatif tentang pekerjaan dan organisasi, adalah penting bagi manajemen untuk
mengetahuinya. Penggunaan survey sikap regular bisa lebih awal menyiagakan
manajemen terhadap masalah-masalah potensial dan niat-niat para karyawan
sehingga tindakan bisa diambil untuk mencegah berbagai akibat negatif.

Seperti apakah program keberagaman di tempat kerja dan bagaimana hal ini
menyampaikan perubahan sikap ? Hampir semuanya meliputi fase evaluasi diri .
Individu didesak untuk memeriksa diri sendiri serta menghadapi stereotip etnis
dan cultural yang mungkin merek miliki. Aktivitas tambahan yang dirancang
untuk mengubah sikap termasuk mengatur individu untuk melakukan pekerjaan
sukarela di pusat-pusat layanan soaial atau masyarakat guna bertemu secara
langsung dengan individu atau kelompok dari latar balakang yang berbeda serta
mengguakan latihan yang membiarkan para patisipan merasakan seperti apakah
menjadi berbeda itu. Contoh : ketika individu berpartisipasi dalam latihan Blue
Eyes – Brown Eyes (mata biru – mata coklat), dimana individu dipisahkan dan
dipandang sebagai strereotip menurut warna mata mereka, para partisipan
mengetahui seperti apakah rasanya dinilai oleh sesuatu atas mana mereka tidak
mempunyai kendali. Bukti menyatakan latihan ini mengurangi sikap negatif
terhadap individu yang berbeda dari para partisipan. 

2. Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja merupakan sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan


seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya. Sebuah
pekerjaan menuntut interaksi dengan rekan kerja dan atasan-atasan, mengikuti
peraturan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan organisasional, memenuhi standar-
standar kinerja, menerima kondisi-kondisi kerja yang acapkali kurang ideal dan
sebagainya. Jadi penilaian seorang karyawan tentang seberapa ia merasa puas atau
tidak puas dengan pekerjaan merupakan penyajian yang rumit dari sejumlah
elemen pekerjaan yang berlainan.

Ada dua pendekatan yang digunakan dalam mengukur konsep tentang kepuasan
kerja:
- Penilaian tunggal secara umum, dengan cara meminta individu untuk merespon
satu pertanyaan, seperti “Dengan mempertimbangkan semua hal, seberapa
puaskah diri anda dengan pekerjaan anda?”Kemudian para responden menjawab
dengan cara melingkari sebuah angka antara 1 dan 5 yang cocok dengan jawaban
dari “sangat puas” sampai “sangat tidak puas”. Metode ini tidak memakan waktu.
- Penyajian akhir aspek pekerjaan, ini lebih rumit, dengan mengidentifikasi
elemen-elemen penting dalam suatu pekerjaan dan menanyakan perasaan
karyawan tentang setiap elemen. Faktor-faktor yang akan dimasukkan adalah sifat
pekerjaan, pengawasan, bayaran saat ini, peluang promosi, dan hubungan dengan
rekan-rekan kerja. Semua faktor dinilai berdasarkan skala standar kemudian
dijumlahkan untuk mendapatkan nilai kepuasan kerja. Metode ini berfokus pada
keberadaan masing-masing masalah sehingga lebih mudah untuk menangani
karyawanyang tidak bahagia serta menyelesaikan masalah dengan lebih cepat dan
akurat.

Hasil perbandingan penilaian global satu pertanyaan dengan metode penyajian


akhir dengan faktor-faktor pekerjaan yang lebih panjang , menunjukkan bahwa
pada dasarnya yang pertama sama validnya dengan yang terakhir. Penjelasan
terbaik untuk hasil ini adalah konsep kepuasan kerja yang pada dasarnya begitu
luas sehingga satu pertanyaan menangkap intinya. 

Pada kenyataannya, dari segi kepuasan kerja (kerja itu sendiri, bayaran, kenaikan
jabatan, pengawasan, dan rekan kerja), menikmati kerja itu sendiri hamper selalu
merupakan segi yang paling berkaitan erat dengan tingkat kepuasan kerja yang
tinggi secara keseluruhan. Pekerjaan menarik yang memberikan pelatihan, variasi,
kemerdekaan, dan kendali memuaskan sebagian besar karyawan. Ini berarti
sebagian besar individu lebih menyukai kerja yang menantang dan
membangkitkan semangat dari pada kerja yang dapat diramalkan dan rutin.

Masalah bayaran acapkali diutarakan ketika mendiskusikan kepuasan kerja,


karena keduanya memiliki suatu hubungan yang menarik . Untuk individu yang
miskin yang hidupya dibawah garis kemiskinan, atau yang hidup di negara-negara
miskin , upah sangat berhubungan dengan kepuasan kerja dan kebahagiaan secara
keseluruhan. Tetapi setelah seorang individu mencapai satu tingkat kehidupan
yang nyaman (di AS sekitar $40.000 per tahun) hubungan tersebut sebenarnya
menghilang. Dengan kata lain individu yang mendapat $80.000, rata-rata tidak
lebih bahagia dengan pekerjaan mereka bila dibandingkan dengan mereka yang
mendapatkan bayaran mendekati $40.000. Seorang peneliti tidak dapat
menemukan berbedaan yang signifikan ketika ia membandingkan kesejahteraan
orang-orang paling kaya dalam daftar Forbes 400 dengan para peternak Maasai di
Afrika Timur.

Kepuasan kerja tidak hanya berkaitan dengan kondisi pekerjaan, tetapi


kepribadian juga berperan. Contoh : beberapa individu dipengaruhi untuk
menyukai hampir segala hal, dan individu lain merasa tidak senang bahkan dalam
pekerjaan yang tampaknya sangat hebat. Penelitian menunjukkan bahwa individu
yang mempunyai kepribadian negative (mereka yang cenderung galak, kritis dan
negatif) biasanya kurang puas dengan pekerjaan mereka. 

Ada Konsekuensi ketika karyawan menyukai pekerjaan mereka, dan ada


konsekuensi ketika karyawan tidak menyukai pekerjaan mereka. Ada empat
respons kerangka tersebut,yang berbeda dari satu sama lain bersama dengan dua
dimensi : konstruktif/destruktif dan aktif/pasif, berikut adalah respons tersebut :
• Keluar (exit), perilaku yang ditujukan untuk meninggalkan organisasi, termasuk
mencari posisi baru dan mengundurkan diri)
• Aspirasi (voice), secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi,
termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan dan
beberapa bentuk aktivitas serikat kerja.
• Kesetiaan (loyalty), secara pasif tetapi optimistis menunggu membaiknya
kondisi, termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan kecaman
eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemennya untuk “melakukan hal
yang benar”
• Pengabdian (neglect), secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk,
termasuk ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus menerus, kurang usaha,
dan meningkatnya angka kesalahan.
Berikut adalah hasil yang lebih spesifik dari kepuasan dan ketidakpuasan kerja :
- Kepuasan Kerja dan Kinerja. Menurut mitos, Pekerjaan yang bahagia cenderung
lebih produktif, meskipun sulit untuk mengatakan kemana arah hubungan sebab
akibat tersebut, akan tetapi beberapa peneliti percaya bahwa hubungan antara
kepuasan kerja dan kinerja pekerjaan adalah sebuah mitos manajemen. Hal ini
terlihat pada penelitian ketika kita pindah dari tingkat individual ketingkat
orgnisasi, kita juga menemukan dukungan untuk hubungan kepuasan kerja. Ketika
data produktivitas dan kepuasan kerja keseluruhan dikumpulkan untuk organisasi,
kita menemukan bahwa organisasi yang mempunyai karyawan lebih puas
cenderung lebih efektif bila dibandingkan organisasi yang mempunyai karyawan
yang kurang puas.
- Kepuasan Kerja dan OCB (organizational citizenship behavior). Karyawan yang
puas cenderung berbicara secara positif tentang organisasi, membantu individu
lain, dan melewati harapan normal dalam pekerjaan mereka. Selain itu karyawan
yang puas mungkin lebih mudah berbuat lebih dalam pekerjaan karena mereka
igin merespon pengalaman positif mereka. Bukti terbaru menunjukkan bahwa
kepausan mempengaruhi OCB, tetapi melalui persepsi-persepsi keadilan. Terdapat
hubungan keseluruhan yang sederhana antara kepuasan kerja dan OCB, tetapi
kepuasan tidak berkaitan dengan OCB ketika keadilan diperhitugkan karena
kepuasan kerja tergantung pada gambaran mengenai hasil, perlakuan, dan
prosedur-prosedur yang adil. Kepuasan anda cenderung menurun dan tidak
signifikan ketika anda tidak merasa bahwa pengawas anda, prosedur organisasi
atau kebijaksanaan bayaran tidak adil.
- Kepuasan Kerja dan Kepuasan pelanggan. Bukti menunjukkan bahwa karyawan
yang puas bisa meningkatkan kepuasan dan kesetiaan pelanggan, karena dalam
organisasi, jasa pemeliharaan dan peninggalan pelanggan sangat bergantung pada
bagaimana karyawan garis depan berhubungan dengan pelanggan. Karyawan yang
merasa puas cenderung lebih ramah, ceria, dan responsif yang dihargai oleh para
pelanggan, karena karyawan yang puas tidak mudah berpindah kerja, dan
pelanggan akan menemui wajah-wajah yang familiar dan menerima layanan yang
berpengalaman. Kualitas ini membangunkepuasan dan kesetian pelanggan.
Hubungan tersebut juga dapat diterapkan sebaliknya, pelanggan yang tidak puas
bisa meningkatkan ketidakpuasan kerja seorang karyawan. Karyawan yang
mempunyai hubungan tetap dengan pelanggan melaporkan bahwa pelanggan yang
kasar, tidak mempertimbangkan orang lain, atau menuntut dengan tidak masuk
akal akan mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Contohnya terlihat pada
perusahaan yang berorientasi jasa, sepertiFedEx, Southwest Airlaines, Four
Seasons Hotels, American Express, dan Office Depot, terobsesi untuk
menyenangkan pelanggan mereka. Perusahaan ini berusaha mempekerjakan
karyawan yang ceria dan ramah, melatih karyawan demi kepentingan layanan
pelanggan, menghargai layanan pelanggan, memberikan suasana kerja yang
positif, dan memantau kepuasan karyawan secara tetap melalui survei-survei
sikap.
- Kepuasan Kerja dan Ketidakhadiran. Karyawan yang tidak puas cenderung
melalaikan pekerjaan dan factor-faktor lain memiliki pengaruh pada hubungan
tersebut dan mengurangi koefisien korelasi. Contoh : Organisasi yang
memberikan tunjangan cuti sakit secara bebas berupaya membesarkan hati semua
karyawan mereka, termasuk mereka yang merasa sangat puas untuk mengambil
cuti. Anggap saja bahwa seorang karyawan mempunyai sejumlah minat yang
beragam, karyawan itu merasa kerja tersebut memuaskan namun masih
meninggalkan kerja untuk menikmati tamasya akhir pekan selama tiga hari tanpa
sanksi. Sebuah penelitian di Chicago menunjukkanbahwa pekerja yang
mempunyai skor kepuasan tinggi memiliki kehadiran yang jauh lebih tinggi dari
pada mereka yang mempunyai tingkat kepuasan yang lebih rendah. Penemuan ini
benar-benar apa yang kita harapkan apabila kepuasan berhubungan secara
negative dengan ketidakhadiran.
- Kepuasan Kerja dan Perputaran Karyawan. Bukti menunjukkan bahwa sebuah
pengait penting dari hubungan kepuasan perputaran karyawan adalah tingkat
kinerja karyawan, khususnya tingkat kepuasan tidak begitu penting dalam
memprediksi perputaran karyawan untuk pekerja-pekerja ulung. Organisasi
biasanya melakukan banyak upaya untuk mempertahankan orang-orang ini,
mereka mendapatkan kenaikkan bayaran, pujian, pengakuan, peluang promosi
yang meningkat dan lain-lain. Hal sebaliknya terjadi pada pekerja yang tidak baik,
organisasi hanya mengerahkan sedikit usaha untuk memelihara mereka, bahkan
mungkin ada tekanan-tekanan halus untuk mendorong mereka keluar. Oleh karena
itu kita akan berharap bahwa kepuasan kerja lebih penting dalam memengaruhi
pekerja yang tidak baik untuk tinggal bila dibandingkan dengan pekerja-pekerja
ulung. Tanpa memerhatikan tingkat kepuasan, yang terakhir memiliki
kemungkinan yang lebih besar untuk tinggal dengan organisasi karena pengakuan,
pujian dan penghargaan-penghargaan lain memberi mereka lebih banyak alasan
untuk tinggal. 
- Kepuasan Kerja dan Perilaku Menyimpang di Tempat Kerja. Para peneliti
berpendapat bahwa perilaku adalah indicator sebuah sindrom yang lebih luas,
yang disebut perilaku menyimpang di tempat kerja (penarikan diri karyawan).
Kuncinya adalah apabila karyawan tidak menyukai lingkungan kerja mereka,
entah bagaimana mereka akan merespons, dan tidak selalu mudah untuk
meramalkan dengan pasti bagaimana mereka akan merespons. Seorang pekerja
mungkin akan keluar, tetapi untuk pekerja yang lain mungkin merespons dengan
menggunakan jam kerja untuk menjelajahi internet, membawa pulang persediaan
ditempat kerja untuk penggunaan pribadi, dan sebagainya. Apabila para pemberi
kerja ingin mengendalikan konsekuensi yang tidak diinginkan dari ketidakpuasan
kerja, mereka lebih baik menyelesaikan sumber masalahnya, dan
ketidakpuasannya daripada berusaha mengendalikan respons-respons yang
berbeda.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan 

Seorang manajer harus tertarik pada sikap para karyawan, karena sikap tersebut
memberikan peringatanakan masalah-masalah potensial dan pengaruh terhadap
perilaku, mereka juga akan melakukan pekerjaan dengan lebih baik. Mengingat
manajer ingin menekan angka pengunduran diri dan ketidakhadiran terutama
diantara karyawan yang lebih produktif , mereka ingin melakukan hal- hal yang
akan menghasilkan sikap kerja positif. Hal terpenting yang bisa dilakukan para
manajer untuk meningkatkan kepuasan karyawan adalah berfokus pada bagian-
bagian intrinsic pekerjaan, seperti membuat kerja tersebut menjadi menantang dan
menarik. Meskipun bayaran yang rendah kemungkinan besar tidak akan menarik
karyawan berkualitas tinggi atau mempertahankan pakerja-pekerja baik, para
manajer harus sadar bahwa bayaran yang tinggi tidak mungkin menghasilkan
lingkungan kerja yang memuaskan. Manajer juga harus sadar bahwa karyawan
akan berusaha mengurangi ketidaksesuaian kognitif, lebih penting ketidaksesuaian
bisa diatur. Apabila karyawan diharuskan terlibat dalam aktivitas-aktivitas yang
tampaknya tidak konsisten dengan mereka atau yang berlawanan dengan sikap
mereka, tekanan-tekanan untuk mengurangi ketidaksesuaian berkurang ketika
karyawan merasa bahwa ketidaksesuaian tersebut dibebankan secara eksternal dan
berada di luar kendali mereka atau apabila penghargaan-penghargaan tersebut
cukup signifikan untuk mengimbangi katidaksesuaian tersebut. 

Kepuasan Kerja (Job Satisfaction)


Kepuasan kerja merupakan penerimaan positif atas kondisi dan situasi kerja..
Tidak seperti variabel sebelumnya, kepuasan kerja lebih menggambarkan sikap
daripada perilaku. Dijadikannya kepuasan sebagai variabell dependen yang utama
didasarkan pada berbagai penelitian yang memeperlihatkan hubungan kepuasan
kerja dengan banyak faktor lain oleh peneliti PO.
Keyakinan bahwa karyawan yang merasa puas lebih produktif bila dibandingkan
dengan karyawan yang tidak puas telah menjadi prinsip dasar di antara para
manager selama bertahun-tahun, meski pun akhir-kahir ini terdapat keraguan
tentang hubungan antara kepuasan – kinerja.
Penelitian yang mendukung berhasil dikumpulkan dari 2.500 unit bisnis yang
menemukan bahwa unit yang mendapat nilai di atas 25 persen dalam survey opini
karyawan adalah mencapai rata-rata 4,6% di atas anggaran penjualan mereka
untuk tahun tersebut. Sementara mereka yang mendapat nilai dibawah 25 persen
adalah 0,8 di bawah anggaran. Artinya, memang terdapat perbedaan yang
signifikan dilihat dari kinerja berdasarkan kepuasan kerja.
Namun sebuah model yang dikembangkan oleh Lawyer justru sebaliknya. Dengan
mengadopsi teori pengharapan, Lawyer menyusun sebuah model dengan urutan :
Motivasi – Usaha / Kemampuan – Kinerja – Hasil kerja – Kepuasan. Atau dapat
dinyatakan bahwa :
1. Pertama, kekuatan motivasi seseorang untuk berkinerja baik secara langsung
nampak dari usahanya (seberapa keras ia bekerja). Usaha yang dihasilkan ini bisa
saja menghasilkan kinerja yang bagus tepai bisa juga tidak, karena sekurang-
kurangnya dua faktor harus benar jika usaha (effort) harus dikonversikan menjadi
kinerja. Pertama, orang tersebut harus memiliki kemampuan yang dibutuhkan
agar mampu bekerja dengan baik. Jika kemampuan dan usaha yang tidak tinggi
maka tidak akan menghasilkan kinerja yang baik. Faktor kedua adalah persepsi
orang tersebut tentang bagaimana usahanya dikonversikan dengan sebaik-baiknya
menjadi kinerja. Di asumsikan bahwa persepsi ini dipelajari oleh individu dari
pengalaman sebelumnya pada situasi yang sama. Persepsi “bagaimana
melakukannya” ini jelas bisa lebar sekali variannya, dan kalau muncul persepsi
salah maka kinerja bisa saja rendah meskipun usaha dan motivasi tinggi.
2. Kedua, ketika terjadi kinerja, individu memperoleh sejumlah hadil dari kerja.
Hasil kerja ekstrinsik yang bisa saja tidak diterima oleh individu
3. Ketiga, sebagai akibat dari diperolehnya hasil kerja dan persepsi yenyang nilai
rata-rata hasil kerja, individu memiliki respon efektif positif atau negatif
(kepuasan atau ketidakpuasan)
4. Keempat, model ini menunjukkan peristiwa yang terjadi mempengaruhi
perilaku organisasi dengan mengubah persepsi E – P,P – O, dan V. Proses ini
digambarkan dalam garis putar umpan balik dan kemudian kembali ke motivasi.
5. TEORI KEPUASAAN KERJA DAN SIKAP KERJA 
6. ANALISIS TEORI KEPUASAAN KERJA

PENDAHULUAN
Kepuasan kerja dalam teori motivasi Maslow menempati peringkat yang tinggi.
Sebab ia berkaitan dengan tujuan manusia untuk merealisasikan dan
mengaktualisasikan potensi dirinya dalam pekerjaan. Namun motivasi ini kadang
terbendung oleh berbagai ragam kerutinan, hambatan lingkungan kerja yang
kurang seimbang, atau situasi dan perangkat kerja yang secara ergonomis tidak
mendukung peningkatan produktivitas kerja. Stres yang dialami karyawan dan
kepuasan kerja yang didambakan seolah merupakan dua kondisi yang bukan saja
berkaitan, tetapi sekaligus antagonistis.
Karyawan dan perusahaan merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan.
Karyawan memegang peran utama dalam menjalankan roda kehidupan
perusahaan. Apabila karyawan memiliki produktivitas dan motivasi kerja yang
tinggi, maka laju roda pun akan berjalan kencang, yang akhirnya akan
menghasilkan kinerja dan pencapaian yang baik bagi perusahaan. Di sisi lain,
bagaimana mungkin roda perusahaan berjalan baik, kalau karyawannya bekerja
tidak produktif, artinya karyawan tidak memiliki semangat kerja yang tinggi, tidak
ulet dalam bekerja dan memiliki moril yang rendah.
Adalah menjadi tugas manajemen agar karyawan memiliki semangat kerja dan
moril yang tinggi serta ulet dalam bekerja. Berdasarkan pengalaman dan dari
beberapa buku yang pernah saya baca, biasanya karyawan yang puas dengan apa
yang diperolehnya dari perusahaan akan memberikan lebih dari apa yang
diharapkan dan ia akan terus berusaha memperbaiki kinerjanya. Sebaliknya
karyawan yang kepuasan kerjanya rendah, cenderung melihat pekerjaan sebagai
hal yang menjemukan dan membosankan, sehingga ia bekerja dengan terpaksa
dan asal-asalan. Untuk itu merupakan keharusan bagi perusahaan untuk mengenali
faktor-faktor apa saja yang membuat karyawan puas bekerja di perusahaan.
Dengan tercapainya kepuasan kerja karyawan, produktivitas pun akan meningkat.
Banyak perusahaan berkeyakinan bahwa pendapatan, gaji atau salary merupakan
faktor utama yang mempengaruhi kepuasan karyawan. Sehingga ketika
perusahaan merasa sudah memberikan gaji yang cukup, ia merasa bahwa
karyawannya sudah puas. Sebenarnya kepuasan kerja karyawan tidak mutlak
dipengaruhi oleh gaji semata. Banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
karyawan, diantaranya adalah kesesuaian pekerjaan, kebijakan organisasi
termasuk kesempatan untuk berkembang, lingkungan kerja dan perilaku atasan.
Untuk lebih meyakini bahwa kesempatan berkembang merupakan faktor utama
bagi kepuasan kerja karyawan, kita dapat membandingkan tingkat kepuasan
karyawan baru dan karyawan lama di perusahaan. Karyawan baru cenderung
mempunyai tingkat kepuasan lebih tinggi dibandingkan karyawan yang masa
kerjanya lebih lama. Hal ini dikarenakan, biasanya karyawan baru mendapatkan
perhatian lebih dari Manajemen, terutama dari atasannya langsung. Perhatian
lebih ini dikarenakan sebagai karyawan baru, tentu pihak manajemen akan
menjelaskan tanggung jawab dan tugas mereka. Sehingga terjalin komunikasi
antara atasan dan bawahan. Hal ini membuat mereka merasa diperhatikan dan
bersemangat untuk bekerja. Bahkan tidak sedikit karyawan baru yang
mendapatkan beberapa training untuk menunjang tugasnya di awal masa kerja.
Sementara itu, karyawan lama yang sudah bekerja dalam kurun waktu tertentu,
akan merasakan kejenuhan. Mereka menginginkan adanya perubahan dan
tantangan baru dalam pekerjaannya. Tantangan ini mencakup baik dari sisi
besarnya tanggung jawab atau mungkin jenis pekerjaan. Ketika perusahaan tidak
memberikan kesempatan kepada mereka untuk berkembang, hal ini akan
membuat mereka demotivasi, malas bekerja dan produktivitasnya turun. Apabila
perasaan ini dirasakan oleh sebagian besar karyawan lama, bisa dibayangkan
betapa rendahnya tingkat produktivitas perusahaan secara keseluruhan dan bila
dibiarkan perusahaan akan merugi.

II. PERMASALAHAN
Salah satu perusahaan rokok terkenal PT. XYZ di Jawa Timur yang sudah
beroperasi lebih 80 tahun lamanya telah menciptakan suatu budaya perusahaan
yang menjadi visi dan misi perusahaan untuk ke arah produktivitas yang baik.
Namun terjadi demonstrasi di Divisi Transportasi PT. XYZ disebabkan oleh
adanya kebijakan manajemen untuk menggunakan jasa transportasi luar
perusahaan untuk pengiriman barang-barang ke berbagai daerah. Keputusan
manajemen menggunakan jasa angkut pihak luar ini, karena pengiriman barang ke
berbagai sering mengalami keterlambatan. Dengan dipakainya jasa transportasi
pihak luar ini, maka para sopir dan kernet merasa insentif yang diterimanya akan
berkurang. Begitu juga premi perjalanan luar kota, uang lembur maupun
kompensasi lainnya akan hilang. Inilah yang memicu para sopir dan kernet
berunjuk rasa melakukan demonstrasi terhadap pimpinan perusahaan.

III. TUJUAN
Penulis ingin menganalisa mengapa terjadi kasus demonstrasi para sopir dan
kernet PT. XYZ di Jawa Timur terhadap pimpinan perusahaan.

IV. TEORI
Suatu organisasi/Perusahaan terdiri dari input, proses dan outcomes. Input adalah
komponen-komponen yang ada di luar lingkungan organisasi antara lain sumber
daya manusia dan peraturan pemerintah. Proses meliputi komponen-komponen
antara lain motivasi, persepsi, komunikasi, kepemimpinan dan konflik. Sedangkan
komponen outcomes antara lain meliputi kinerja individu dan kelompok, serta
efektivitas organisasi.
Memahami lebih dalam mengenai salah satu komponen dari organisasi ini , maka
kit aperlu memahami bahwa setiap individu sebagai sumber daya ,manusia dalam
suatu organisasi/perusahaan memiliki Nilai-nilai kerja (work value), yaitu suatu
keyakinan pribadi seorang pekerja tentang hasil apa yang diperkirakan dari
pekerjaaannya dan bagaimana seharusnya dia berprilaku dalam bekerja.
Nilai-nilai kerja dibadi 2 yaitu nilai kerja intrinsik (intrinsic work values) dan nilai
kerja ekstrinsik (extrinsic work value). George & Jones memberikan
perbandingan antara kedua nilai kerja sebagai berikut dalam tabel:
Nilai kerja intrinsik Nilai kerja ekstrinsik
- Kerja yang menarik - Gaji tinggi
- Kerja yang menantang - Keamanan kerja
- Belajar sesuatu yang baru - Keuntungan kerja
- Membuat konstribusi penting - Status pada komunitas yang lebih luas
- Berpotensi tinggi - Kontak sosial
- Tanggung jawab dan otonomi - Waktu dengan keluarga
- Menjadi kreatif - Waktu untuk hobi

dan karena mereka mempunyai nilai nilai kerja, mereka juga memiliki sikap kerja.
Sikap menurut Robbins (2001) adalah suatu pernyataan atau pertimbangan
evaluatif mengenai obyek, orang, atau peristiwa. Sikap tidak sama dengan nilai,
namun keduanya dihubungkan.

Robbins mengetengahkan bahwa riset perilaku organisasi atau perusahaan telah


memfokuskan pada tiga jenis sikap yaitu:
1. Kepuasan kerja (job satisfaction)
Merujuk pada sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya.
2. Keterlibatan kerja (job involvement)
Merupakan ukuran derajat sejauh mana seseorang memihak secara
psikologis terhadap pekerjaannya dan menganggap kinerjanya sebagai
ukuran harga diri.
3. Komitmen organisasional (organizational commitment)
Adalah derajat sejauh mana seorang karyawan memihak suatu organisasi \
tertentu dan berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi tersebut

dari ketiga jenis sikap yang menjadi komponen penentuan sikap pegawai, maka
terbentuklah suatu sikap puas/tidaknya seseorang terhadap pekerjaannya.

Menurut Robbins (2001) kepuasan kerja didefinisikan sebagai suatu sikap umum
seseorang terhadap pekerjaannya. Definisi ini mengandung pengertian yang luas.
Dengan kata lain kepuasan kerja merupakan penjumlahan yang rumit dari
sejumlah unsur pekerjaan yang terbedakan dan terpisahkan satu sama lain
(discrete job elements). Jika mengacu pada George & Jones (2002), kepuasan
kerja merupakan kumpulan feelings dan beliefes yang dimiliki orang tentang
pekerjaannya. Pengungkapan ketidak puasan pegawai bisa disampaikan dalam 4
cara:
1. Respon Voice (aktif & konstruktif, memberikan saran)
2. Respon Loyalty (pasive: tidak melakukan apapun/constructive:harapan kondisi
membaik)
3. Repon neglect (Pasive : tidak mau tau/Destructive:membiarkan kondisi
memburuk)
4. Respon Exit (Destructive:karyawan keluar/Active: mencari pekerjaan baru)

V. ANALISIS MASALAH
Dari kerangka pikir diatas, maka menurut saya terjadinya demontrasi disebabkan
oleh karena secara nilai ektrinsik dan intrisik para supir merasa tidak memperoleh
kepuasan kerja:
Nilai kerja Intrinsik bagi PT”XYZ”
Kerja tidak menarik, Mungkin karena sehari hari hanya menyetir mobil, Kerja
kurang menantang,karena sudah terbiasa dengan pekerjaan yang ada jadi tidak
adanya tantangan, Tidak belajar suatu yang baru,Tidak membuat kontribusi
penting.Karena system sudah berjalan,jadi tinggal menjalankan saja,tanpa harus
membuat konsep baru,Tidak menganggap potensi tinggi, karena hanya bisa
menyetir, Kurang tanggung jawab dan otonomi,karena gaji dan fasilitas
kecil,Kurang kreatif,karena melakukan hal-hal yang monoton setiap hari.
Nilai kerja Ektrinsik bagi PT ‘XYZ”
Gaji tidak tinggi jadi mereka berkerja hanya karena merasa sudah digaji dan
enggan bernuat lebih dari pekerjaan mereka, Keamanan Kerja,tidak ada keamanan
kerja karena dipakai transportasi luar dari perusahaan, keuntungan kerja,tidak
akan adanya keuntungan kerja lagi,karena tidak ada premi perjalanan, uang
lembur dan kompensasi yang lain hilang karena adanya transportasi dari luar,
status pada komunitas yang lebih luas,Kontak sosial, waktu dengan keluarga,
waktu untuk hobi, mungkin memang tidak bisa punya banyak waktu untuk hal
tersebut.

Dengan Nilai nilai tersebut diatas maka timbul sikap yang diakibatkan oleh :
1. Job Satisfaction berkurang ,ditandai dengan demonstrasi dengan tuntutan
perbaikan fasilitas dan kompensasi yang meningkat
tiap tahun
2. Job Involvement berkurang, karena merasa dianggap tidak mampu sehingga
menyentuh ego harga diri mereka
3. Organizational Commitment adalah personal need, mereka lebih mementingkan
uang yang bisa masuk ke kantung mereka ketimbang profesionalisme perusahaan
secara keseluruhan.
Dan terbentuknya sikap itu membuat mereka memilih untuk mengungkapakan
ketidak puasan mereka secara Respon Voice (aktif dan konstruktiv), mereka
mengeluarkan suaa dengan cara demontrasi. Intinya mereka tetap mau supaya
transportasi tidak diserahkan pada pihak luar tapi tetap dijalankan oleh mereka.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN


Dari kasus demonstrasi di perusahaan PT. XYZ Jawa Timur dapat disimpulkan
bahwa manajemen perusahaan PT. XYZ di Jawa Timur belum memahami dan
mengerti konsep-konsep nilai, sikap dan kepuasan kerja dalam implementasi
Perilaku Organisasi atau Perusahaan

Seharusnya sebelum mengambil suatu kebijakan dan keputusan perusahaan


terutama untuk merubah kebijakan perusahaan yang sudah lama dan rutin
dilakukan, manajemen perusahaan harus memahami dan mempelajari terlebih
dahulu konsep-konsep nilai, sikap dan kepuasan kerja.
Komunikasi yang efektive seharusnya diambil oleh perusahaan agar bias
didapatkan kesepakatan yang menggembirakan. Beberapa petunjuk bagi pimpinan
dalam berkomunikasi dengan anggota :
• Pimpinan harus committed terhadap pentingnya komunikasi
• Tindakan harus sesuai dengan perkataan
• Kommit terhadap komunikasi dua arah
• Penekanan pada komunikasi tatap muka
• Pastikan para karyawan mendapatkan informasi yang benar dan cukup
• Dealing with bad news
• Kebutuhan informasi tidak sama bagi setiap karyawan/kelompok
• Treat komunikasi sebagai suatu proses yang terus berjalan
Karena dalam organisasi, komunikasi memiliki empat fungsi, antaralain :
• Menyediakan informasi yang sesuai dengan kebutuhan anggota organisasi untuk
membuat keputusan.
• Sebagai alat untuk memotivasi anggota. Komunikasi dibutuhkan untuk
menjelaskan tujuan organisasi, memberikan umpan balik
terhadap pencapaian tujuan dan penguatan terhadap perilaku anggota.
• Sebagai alat untuk mengendalikan perilaku.
• Sebagai media untuk mengungkapkan emosi an 

Robbins mengetengahkan bahwa riset perilaku organisasi atau perusahaan telah


memfokuskan pada tiga jenis sikap yaitu:
1. Kepuasan kerja (job satisfaction)
Merujuk pada sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya.
2. Keterlibatan kerja (job involvement)
Merupakan ukuran derajat sejauh mana seseorang memihak secara
psikologis terhadap pekerjaannya dan menganggap kinerjanya sebagai
ukuran harga diri.
3. Komitmen organisasional (organizational commitment)
Adalah derajat sejauh mana seorang karyawan memihak suatu organisasi \
tertentu dan berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi tersebut
dari ketiga jenis sikap yang menjadi komponen penentuan sikap pegawai, maka
terbentuklah suatu sikap puas/tidaknya seseorang terhadap pekerjaannya.
Menurut Robbins (2001) kepuasan kerja didefinisikan sebagai suatu sikap umum
seseorang terhadap pekerjaannya. Definisi ini mengandung pengertian yang luas.
Dengan kata lain kepuasan kerja merupakan penjumlahan yang rumit dari
sejumlah unsur pekerjaan yang terbedakan dan terpisahkan satu sama lain
(discrete job elements). Jika mengacu pada George & Jones (2002), kepuasan
kerja merupakan kumpulan feelings dan beliefes yang dimiliki orang tentang
pekerjaannya. Pengungkapan ketidak puasan pegawai bisa disampaikan dalam 4
cara:
1. Respon Voice (aktif & konstruktif, memberikan saran)
2. Respon Loyalty (pasive: tidak melakukan apapun/constructive:harapan kondisi
membaik)
3. Repon neglect (Pasive : tidak mau tau/Destructive:membiarkan kondisi
memburuk)
4. Respon Exit (Destructive:karyawan keluar/Active: mencari pekerjaan baru)
Analisis masalah
Dari kerangka pikir diatas, maka menurut saya terjadinya demontrasi disebabkan
oleh karena secara nilai ektrinsik dan intrisik para supir merasa tidak memperoleh
kepuasan kerja:
Nilai kerja Intrinsik bagi PT”XYZ”
Kerja tidak menarik, Mungkin karena sehari hari hanya menyetir mobil, Kerja
kurang menantang,karena sudah terbiasa dengan pekerjaan yang ada jadi tidak
adanya tantangan, Tidak belajar suatu yang baru,Tidak membuat kontribusi
penting.Karena system sudah berjalan,jadi tinggal menjalankan saja,tanpa harus
membuat konsep baru,Tidak menganggap potensi tinggi, karena hanya bisa
menyetir, Kurang tanggung jawab dan otonomi,karena gaji dan fasilitas
kecil,Kurang kreatif,karena melakukan hal-hal yang monoton setiap hari.
Nilai kerja Ektrinsik bagi PT ‘XYZ”
Gaji tidak tinggi jadi mereka berkerja hanya karena merasa sudah digaji dan
enggan bernuat lebih dari pekerjaan mereka, Keamanan Kerja,tidak ada keamanan
kerja karena dipakai transportasi luar dari perusahaan, keuntungan kerja,tidak
akan adanya keuntungan kerja lagi,karena tidak ada premi perjalanan, uang
lembur dan kompensasi yang lain hilang karena adanya transportasi dari luar,
status pada komunitas yang lebih luas,Kontak sosial, waktu dengan keluarga,
waktu untuk hobi, mungkin memang tidak bisa punya banyak waktu untuk hal
tersebut.
Dengan Nilai nilai tersebut diatas maka timbul sikap yang diakibatkan oleh :
1. Job Satisfaction berkurang ,ditandai dengan demonstrasi dengan tuntutan
perbaikan fasilitas dan kompensasi yang meningkat
tiap tahun
2. Job Involvement berkurang, karena merasa dianggap tidak mampu sehingga
menyentuh ego harga diri mereka
3. Organizational Commitment adalah personal need, mereka lebih mementingkan
uang yang bisa masuk ke kantung mereka ketimbang profesionalisme perusahaan
secara keseluruhan.
Dan terbentuknya sikap itu membuat mereka memilih untuk mengungkapakan
ketidak puasan mereka secara Respon Voice (aktif dan konstruktiv), mereka
mengeluarkan suaa dengan cara demontrasi. Intinya mereka tetap mau supaya
transportasi tidak diserahkan pada pihak luar tapi tetap dijalankan oleh mereka.
Kesimpulan & Saran
Dari kasus demonstrasi di perusahaan PT. XYZ Jawa Timur dapat disimpulkan
bahwa manajemen perusahaan PT. XYZ di Jawa Timur belum memahami dan
mengerti konsep-konsep nilai, sikap dan kepuasan kerja dalam implementasi
Perilaku Organisasi atau Perusahaan
Seharusnya sebelum mengambil suatu kebijakan dan keputusan perusahaan
terutama untuk merubah kebijakan perusahaan yang sudah lama dan rutin
dilakukan, manajemen perusahaan harus memahami dan mempelajari terlebih
dahulu konsep-konsep nilai, sikap dan kepuasan kerja.
Komunikasi yang efektive seharusnya diambil oleh perusahaan agar bias
didapatkan kesepakatan yang menggembirakan. Beberapa petunjuk bagi pimpinan
dalam berkomunikasi dengan anggota :
• Pimpinan harus committed terhadap pentingnya komunikasi
• Tindakan harus sesuai dengan perkataan
• Kommit terhadap komunikasi dua arah
• Penekanan pada komunikasi tatap muka
• Pastikan para karyawan mendapatkan informasi yang benar dan cukup
• Dealing with bad news
• Kebutuhan informasi tidak sama bagi setiap karyawan/kelompok
• Treat komunikasi sebagai suatu proses yang terus berjalan
Karena dalam organisasi, komunikasi memiliki empat fungsi, antaralain :
• Menyediakan informasi yang sesuai dengan kebutuhan anggota organisasi untuk
membuat keputusan.
• Sebagai alat untuk memotivasi anggota. Komunikasi dibutuhkan untuk
menjelaskan tujuan organisasi, memberikan umpan balik
terhadap pencapaian tujuan dan penguatan terhadap perilaku anggota.
• Sebagai alat untuk mengendalikan perilaku.
• Sebagai media untuk mengungkapkan emosinya

Anda mungkin juga menyukai