Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

HEMATOLOGI III

ANEMIA DAN POLISITEMIA

OLEH :
MUHAMMAD ERWAN DEWA
NIM A202002005

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


PROGRAM STUDI D – IV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
UNIVERSITAS MANDALA WALUYA
KENDARI
2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah kelompok yang
berjudul “ANEMIA DAN POLISITEMIA” ini tepat pada waktunya.
Makalah ini adalah dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Hematologi III dengan dosen pembimbing yaitu ibu TIARA MAYANG
PRATIWI,S,KED.,MSI. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang Anemia dan Polisitemia bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada ibu TIARA MAYANG
PRATIWI,S,KED.,MSI selaku Dosen Hematologi III yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang saya tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah berpartisipasi sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan
agar pembuatan karya selanjutnya lebih baik lagi.
Waalaikumssalam Wr.Wb

Kendari, 04 FebruarI 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................1
C. Tujuan........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................3
A. Definisi Anemia.........................................................................................3
B. Gejala dan tanda anemia…………………………………………………3
C. Penyebab Anemia ……………………………………………………….6
D. Dampak…………………………………………………………………..8
E. Pengobatan……………………………………………………………….9
F. Definisi Polisitemia...................................................................................14
G. Etiologi Polisitemia...................................................................................14
H. Tanda dan gejala…………………………………………………………16
I. Patofisiologi …………………………………………………………....17
J. Pemeriksan Polisitemia………………………………………………….18
BAB III PENUTUP.............................................................................................23
A. Kesimpulan................................................................................................23
B. Saran..........................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................24

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Anemia merupakan salah satu penyakit dengan penyebab multifaktorial, dapat
dikarenakan reaksi patologis dan fisiologis yang bisa muncul sebagai konsekuensi dari
penyakit lain atau sebagai faktor risiko terhadap penyakit lain. Anemia adalah suatu kondisi
dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin (protein pengikat oksigen) berada dibawah
nilai normal yang menyebabkan darah tidak dapat mengikat oksigen sebanyak yang
diperlukan oleh tubuh (Riyanti et al, 2008).
Tidak adekuatnya pengikatan oksigen akibat anemia memberi efek berkurangnya pasokan
oksigen dalam tubuh yang akan memberi gejala lemah, pusing, sesak nafas, konsentrasi yang
buruk dan mengganggu aktivitas harian. Berbagai kondisi dapat menyebabkan anemia,
seperti penurunan produksi sel darah merah yang terjadi pada kasus defisiensi vitamin B12,
folat dan besi, juga pada penyakit inflamasi kronik dan gangguan primer pada sumsum
tulang. Kehilangan darah dan peningkatan destruksi sel darah merah juga menjadi salah satu
penyebab anemia. World Health Organization (WHO) menetapkan batas normal nilai
hemoglobin yaitu 13 g/dL untuk lakilaki dan 12 g/dL untuk perempuan. Hasil pemeriksaan
laboratorium yang menunjukkan nilai hemoglobin dibawah nilai normal menunjukkan
kondisi anemia (Boutou et al, 2012; Weiss, 2007).
Sel darah merah terdiri dari sebagian besar sel-sel darah dalam sirkulasi, dan
salah satu fungsi utama mereka adalah untuk membawa oksigen dari paru ke semua
sel, jaringan, dan organ dalam tubuh. Oksigen dilakukan di dalam sel darah merah
dikombinasikan ke besi yang mengandung protein yang disebut hemoglobin. sel
darah merah tidak memiliki inti dan berbentuk seperti cakram cekung ganda atau
donat berbentuk, dan mampu meringkuk dan pemerasan melalui pembuluh darah
terkecil. Jumlah sel darah merah normal dalam darah bervariasi, dan lebih tinggi pada
laki-laki daripada perempuan. bayi baru lahir memiliki jumlah sel merah yang lebih
tinggi daripada orang dewasa. Jika ada jumlah yang lebih tinggi dari sel darah merah
dalam sirkulasi dari biasanya maka seseorang dikatakan telah erythrocytosis atau
polisitemia. Situasi sebaliknya dapat terjadi, dimana ada tingkat yang lebih rendah
dari sel darah merah daripada biasanya, dan kondisi ini disebut sebagai "anemia".
jumlah sel darah merah Dibesarkan dapat ditemukan kebetulan pada orang tanpa
gejala, pada tahap awal polisitemia.
Pada polisitemia primer, mungkin menjadi 8 - 9 juta jiwa dan kadang-kadang
11 juta eritrosit milimeter kubik darah (kisaran normal untuk orang dewasa adalah 4-
6), dan hematokrit mungkin setinggi 70 hingga 80%. Selain itu, volume total darah

1
kadang-kadang meningkat menjadi sebanyak dua kali normal. Sistem vaskular
keseluruhan dapat menjadi nyata membesar dengan darah, dan sirkulasi kali untuk
darah ke seluruh tubuh dapat meningkat hingga dua kali dari nilai normal.
Peningkatan jumlah eritrosit dapat menyebabkan viskositas darah untuk
meningkatkan sebanyak lima kali normal. Kapiler dapat menjadi terpasang oleh darah
yang sangat kental, dan aliran darah melalui pembuluh cenderung sangat lamban.

B. Rumusan Masalah
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu:
1. Apakah yang dimaksud dengan anemia?
2. Apa saja penyebab anemia?
3. Apa pengertian dari polisitemia?
4. Bagaimana gejala polisitemia?
5. Apa penyebab polisitemia?
6.  Apa komplikasi polisitemia?
7.   Bagaimana pemeriksaan polisitemia?
C. Tujuan

Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini yaitu :


1. Untuk mengetahui pengertian anemia
2. Untuk mengetahui penyebab anemia
3. Untuk mengetahui pengertian dari polisitemia
4.  Untuk mengetahui gejala polisitemia
5.  Untuk mengetahui polisitemia
6.  Untuk mengetahui polisitemia
7. Untuk mengetahui pemeriksaan polisitemia

2
BABII
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anemia

1. Pengertian Anemia
Anemia merupakan keadaan di mana masa eritrosit dan atau
masa hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk
menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh (Handayani dan
Haribowo, 2008)
Anemia dapat didefinisikan sebagai nilai hemoglobin,
hematokrit, atau jumlah eritrosit per milimeter kubik lebih rendah
dari normal (Dallman dan Mentzer, 2006)
Menurut Ahmad Syafiq, dkk (2008) Anemia didefinisikan
sebagai keadaan di mana level Hb rendah karena kondisi patologis.
2. Gejala dan tanda Anemia
Menurut Anie Kurniawan, dkk (1998), tanda-tanda Anemia meliputi:
a. Lesu, Lemah, Letih, Lelah, Lalai (5L)
b. Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang
c. Gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit, dan
telapak tangan menjadi pucat.

3
Menurut Handayani dan Haribowo (2008), gejala anemia dibagi
menjadi tiga golongan besar yaitu sebagai berikut:
1) Gejala Umum anemia

Gejala anemia disebut juga sebagai sindrom anemia atau Anemic


syndrome. Gejala umum anemia atau sindrom anemia adalah
gejala yang timbul pada semua jenis Anemia pada kadar
hemoglobin yang sudah menurun sedemikian rupa di bawah titik
tertentu. Gejala ini timbul karena anoksia organ target dan
mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan hemoglobin.
Gejala-gejala tersebut apabila diklasifikasikan menurut organ
yang terkena adalah:
a) Sistem Kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi,
sesak napas saat beraktivitas, angina pektoris, dan gagal
jantung.
b) Sistem Saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata
berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabilitas, lesu, serta
perasaan dingin pada ekstremitas.
c) Sistem Urogenital: gangguan haid dan libido menurun.

d) Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit


menurun, serta rambut tipis dan halus.
2) Gejala Khas Masing-masing anemia

Gejala khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia


adalah sebagai berikut:

a) Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis


angularis.
b) Anemia defisisensi asam folat: lidah merah (buffy tongue)

4
c) Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali.

d) Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-


tanda infeksi.
3) Gejala Akibat Penyakit Dasar

Gejala penyakit dasar yang menjadi penyebab anemia. Gejala ini


timbul karena penyakit-penyakit yang mendasari anemia tersebut.
Misalnya anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi
cacing tambang berat akan menimbulkan gejala seperti
pembesaran parotis dan telapak tangan berwarna kuning seperti
jerami.
Menurut Yayan Akhyar Israr (2008) anemia pada akhirnya
menyebabkan kelelahan, sesak nafas, kurang tenaga dan gejala
lainnya. Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tidak
dijumpai pada anemia jenis lain, seperti :
a. Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan
mengkilap karena papil lidah menghilang
b. Glositis : iritasi lidah

c. Keilosis : bibir pecah-pecah

d. Koilonikia : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti


sendok.

5
3. Penyebab Anemia
Menurut Handayani dan Haribowo (2008), pada dasarnya gejala
anemia timbul karena dua hal berikut ini:
a. Anoksia organ target karena berkurangnya jumlah oksigen
yang dapat dibawa oleh darah kejaringan.
b. Mekanisme kompensasi tubuh terhadap Anemia.
Anemia Gizi Besi dapat terjadi karena:
a. Kandungan zat besi dari makanan yang di konsumsi tidak
mencukupi kebutuhan

6
1) Makanan yang kaya akan kandungan zat besi adalah:
makanan yang berasal dari hewani (seperti ikan, daging,
hati, ayam)
2) Makanan nabati (dari tumbuh-tumbuhan) misalnya
sayuran hijau tua, yang walaupun kaya akan zat besi,
namun hanya sedikit yang bisa diserap dengan baik oleh
usus.
b. Meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi
1) Pada masa pertumbuhan seperti anak-anak dan remaja,
kebutuhan tubuh akan zat besi meningkat tajam.
2) Pada masa hamil kebutuhan zat besi meningkat karena zat
besi diperlukan untuk pertumbuhan janin serta untuk
kebutuhan ibu sendiri.
3) Pada penderita menahun seperti TBC.
c. Meningkatnya pengeluaran zat besi dari tubuh. Perdarahan
atau kehilangan darah dapat menyebabkan anemia. Hal ini
terjadi pada penderita:
1) Kecacingan (terutama cacing tambang), infeksi cacing
tambang menyebabkan perdarahan pada dinding usus,
meskipun sedikit tetapi terjadi terus menerus yang
mengakibatkan hilangnya darah atau zat besi.
2) Malaria pada penderita Anemia Gizi Besi, dapat
memperberat keadaan anemianya.

7
3) Kehilangan darah pada waktu haid berarti mengeluarkan
zat besi yang ada dalam darah.
4. Dampak anemia
Menurut Anie Kurniawan, dkk (1998), dampak anemia pada remaja
putri ialah:
a. Menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar.
b. Mengganggu pertumbuhan sehingga tinggi badan tidak
mencapai optimal.
c. Menurunkan kemampuan fisik olahragawati.
d. Mengakibatkan muka pucat.
Menurut Moore (1997) yang dikutip oleh Tarwoto, dkk
(2010) dampak anemia pada remaja adalah:
a. Menurunnya produktivitas ataupun kemampuan akademis di
sekolah, karena tidak adanya gairah belajar dan konsentrasi
b. Mengganggu pertumbuhan di mana tinggi dan berat badan
menjadi tidak sempurna
c. Daya tahan tubuh akan menurun sehingga mudah terserang
penyakit

8
d. Menurunnya produksi energi dan akumulasi laktat dalam otot
5. Pencegahan anemia
Menurut Tarwoto, dkk (2010), upaya-upaya untuk mencegah
anemia, antara lain sebagai berikut:
a. Makan makanan yang mengandung zat besi dari bahan hewani
(daging, ikan, ayam, hati, dan telur); dan dari bahan nabati
(sayuran yang berwarna hijau tua, kacang-kacangan, dan tempe).
b. Banyak makan makanan sumber vitamin c yang bermanfaat untuk
meningkatkan penyerapan zat besi, misalnya: jambu, jeruk, tomat,
dan nanas.
c. Minum 1 tablet penambah darah setiap hari, khususnya saat
mengalami haid.
d. Bila merasakan adanya tanda dan gejala anemia, segera
konsultasikan ke dokter untuk dicari penyebabnya dan diberikan
pengobatan.
6. Pengobatan anemia

Menurut Handayani dan Haribowo (2008), pada setiap kasus


anemia perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut ini:

9
a. Terapi spesifik sebaiknya diberikan setelah diagnosis
ditegakkan.
b. Terapi diberikan atas indikasi yang jelas, rasional, dan efisien.

Jenis-jenis terapi yang dapat diberikan adalah:

a. Terapi gawat darurat

Pada kasus anemia dengan payah jantung atau ancaman payah


jantung, maka harus segera diberikan terapi darurat dengan
transfusi sel darah merah yang dimampatkan (PRC) untuk
mencegah perburukan payah jantung tersebut.
b. Terapi khas untuk masing-masing anemia

Terapi ini bergantung pada jenis anemia yang dijumpai,


misalnya preparat besi untuk anemia defisiensi besi.
c. Terapi kausal

Terapi kausal merupakan terapi untuk mengobati penyakit


dasar yang menjadi penyebab anemia. Misalnya, anemia
defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang
harus diberikan obat anti-cacing tambang.
d. Terapi ex-juvantivus (empiris)

Terapi yang terpaksa diberikan sebelum diagnosis dapat


dipastikan, jika terapi ini berhasil, berarti diagnosis dapat
dikuatkan. Terapi hanya dilakukan jika tidak tersedia fasilitas
diagnosis yang mencukupi. Pada pemberian terapi jenis ini,
penderita harus diawasi dengan ketat. Jika terdapat respons

10
yang baik, terapi diteruskan, tetapi jika tidak terdapat respons,
maka harus dilakukan evaluasi kembali.
Menurut Yayan Ahyar Israr (2008) Setelah diagnosis ditegakan
maka dibuat rencana pemberian terapi, terapi terhadap anemia
difesiensi besi dapat berupa
a. Terapi kausal: tergantung penyebabnya, misalnya, pengobatan
cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menoragia.
Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan
kambuh kembali.
b. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi
dalam tubuh
1) Besi per oral merupakan obat pilihan pertama karena
efektif, murah, dan aman. preparat yang tersedia, yaitu:
a) Ferrous sulphat (sulfas ferosus): preparat pilihan
pertama (murah dan efektif). Dosis: 3 x 200 mg.
b) Ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate,
dan ferrous succinate, harga lebih mahal, tetepi
efektivitas dan efek samping hampir sama.
2) Besi parenteral

Efek samping lebih berbahaya, serta harganya lebih mahal.


Indikasi, yaitu :
a) Intoleransi oral berat

b) Kepatuhan berobat kurang

11
c) Kolitis ulserativa

d) Perlu peningkatan Hb secara cepat (misal preoperasi,


hamil trimester akhir).
c. Penatalaksanaan yang juga dapat dilakukan

1) Mengatasi penyebab perdarahan kronik, misalnya pada


ankilostomiasis diberikan antelmintik yang sesuai.
2) Pemberian preparat Fe : Pemberian preparat besi
(ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat) dosis 4-6 mg besi
elemental/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan di
antara waktu makan. Preparat besi ini diberikan sampai 2-3
bulan setelah kadar hemoglobin normal.
3) Bedah : Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah
seperti perdarahan karena diverticulum Meckel.
4) Suportif : Makanan gizi seimbang terutama yang
megandung kadar besi tinggi yang bersumber dari hewani
(limfa, hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan).
Menurut Ahmad Syafiq, dkk (2008) screening diperlukan
untuk mengidentifikasi kelompok wanita yang harus diobati dalam
mengurangi mordibitas anemia. CDC menyarankan agar remaja
putri dan wanita dewasa yang tidak hamil harus di-screening tiap 5-
10 tahun melalui uji kesehatan, meskipun tidak ada faktor risiko
anemia seperti perdarahan, rendahnya intake Fe, dan sebagainya.

12
Namun, jika disertai adanya faktor risiko anemia, maka screening harus
dilakukan secara tahunan.
Penderita anemia harus mengkonsumsi 60-120 mg Fe per hari dan
meningkatkan asupan makanan sumber Fe. Satu bulan kemudian harus
dilakukan screening ulang. Bila hasilnya menunjukkan peningkatan
konsentrasi Hb minimal 1 g/dl atau hematokrit minimal 3%, pengobatan
harus diteruskan sampai tiga bulan

13
`B. POLISITEMIA
1. DEFINISI
Polisitemia adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan jumlah
sel darah merah akibat pembentukan sel darah merah yang berlebihan oleh
sumsum tulang. Polisitemia adalah suatu kondisi yang jarang terjadi di mana
tubuh terlalu banyak memproduksi sel darah merah.
Ada dua jenis utama polisitemia:
a. Polisitemia Vera adalah adalah suatu gangguan atau kelainan
mieloproliferatif kronik yang ditandai dengan peningkatan sel darah merah
(eritrositosis) sehingga terjadi hiperviskositas aliran darah.
b. Polisitemia Sekunder umumnya terjadi sebagai respon terhadap faktor-
faktor lain atau kondisi yang mendasarinya atau gangguan, seperti tumor
hati, tumor ginjal atau sindroma Cushing.

Penyebab, gejala, dan perawatan dari dua kondisi yang berbeda-


beda. Polisitemia Vera lebih serius dan dapat mengakibatkan komplikasi
kritis lebih dari polisitemia sekunder. Sel darah tubuh diproduksi di sumsum
tulang ditemukan di beberapa tulang,Seperti tulang paha.
Biasanya produksi sel darah diatur oleh tubuh sehingga jumlah sel
darah baru dibuat untuk menggantikan sel-sel darah yang lama karena
mereka mati. Dalam polisitemia, proses ini tidak normal karena berbagai
penyebab dan menghasilkan terlalu banyak sel darah merah dan kadang-
kadang sel-sel darah lainnya. Hal ini menyebabkan penebalan darah.

2. ETIOLOGI

Sel darah tubuh diproduksi di sumsum tulang ditemukan di beberapa


tulang, seperti tulang  paha. Biasanya produksi sel darah diatur oleh tubuh
sehingga jumlah sel darah kanan baru dibuat untuk menggantikan sel-sel
darah yang lama karena mereka mati. Dalam polisitemia, proses ini tidak
normal karena berbagai penyebab dan menghasilkan terlalu banyak sel
darah merah dan kadang-kadang sel-sel darah lainnya. Hal ini menyebabkan

14
penebalan darah.

a. Polisitemia Primer: Dalam polisitemia primer peningkatan sel darah merah


adalah karena masalah yang melekat dalam proses produksi sel darah
merah. Polisitemia Primer terjadi di sekitar 2 pada setiap 100.000 orang.
Penyebabnya tidak diketahui. Namun, polisitemia ini hadir saat lahir,
biasanya disebabkan oleh kelainan genetik warisan yang abnormal
menyebabkan tingkat tinggi prekursor sel darah merah. polisitemia keluarga
dan bawaan. Primer (PFCP) dan polisitemia vera (PV).
b. Polisitemia sekunder: polisitemia sekunder umumnya terjadi sebagai
respon terhadap faktor-faktor lain atau kondisi yang mendasarinya atau
gangguan, seperti tumor hati, tumor ginjal atau sindroma Cushing.
Polisitemia sekunder juga dapat disebabkan oleh peningkatan eritropoietin
(EPO) produksi baik dalam respon terhadap hipoksia kronis (kadar oksigen
rendah) atau dari tumor mensekresi eritropoietin,  perilaku, gaya hidup,
seperti merokok, tinggal di tempat yang tinggi, penyakit paru-paru parah,
dan penyakit jantung.Bila ada kekurangan oksigen, tubuh merespon dengan
memproduksi lebih banyak sel darah merah yang membawa oksigen ke sel-
sel tubuh.

Berikut ini adalah daftar penyebab atau kondisi yang mendasarinya


(lihat juga mendiagnosis penyebab yang mendasari polisitemia) yang
mungkin dapat menyebabkan polisitemia meliputi :
 Terpapar Karbon monoksida kronis
 Dehidrasi
 Ibu merokok
 Bayi dari ibu diabetes
 Tumor ginjal
 Polisitemia vera rubra
 Penyakit paru kronis
 Penyakit paru obstruktif kronik

15
3. TANDA DAN GEJALA

a. Hiperviskositas.
Peningkatan jumlah total eritrosit akan meningkatkan viskositas darah yang
kemudian akan menyebabkan:
 Penurunan kecepatan aliran darah (shear rate), lebih jauh lagi akan
menimbulkan eritrostasis sebagai penggumpalan eritrosit.
 Penurunan laju transpor oksigen.
Kedua hak tersebut akan mengakibatkan terganggunya oksigenasi jaringan.
Berbagai gejala dapat timbul karena terganggunya oksigenasi organ sasaran
(iskemia/infark) seperti otak,mata, telingga, jantung, paru, dan ekstermitas.
Sel darah merah yang berlebihan akan menambah volume darah dan
menyebabkan darah menjadi lebih kental sehingga lebih sulit mengalir
melalui pembuluh darah yang kecil (hiperviskositas). Jumlah sel darah
merah bisa meningkat jauh sebelum timbulnya gejala.

 Penurunan shear rate


Penurunan shear rate akan menimbulkan gangguan fungsi hemastasis
primer yaitu agregasi trombosit pada endotel. Hal tersebut akan
mengakibatkan timbulnya pendarahan, walaupun jumlah trombosit > 450
ribu/mL. Perdarahan terjadi pada 10-30% kasus PV, manifestasinya dapat
berupa epitaksis, ekimosis, dan perdarahan gastrointestinal.
 Trombositosis
Trombositosis (hitung normal > 400.000/ml). Dapat menimbulkan
trombosis pada PV tidak ada kolerasi trombositosis dengan trombosis.
Trombosis vena atau tromboflebitis dengan emboli terjadi pada 30-50%
kasus PV.
 Basofilia
Lima puluh persen kasus PV Penderita bisa merasakan gatal di seluruh
tubuh, terutama setelah mandi air hangat. Kaki dan panas terasa panas

16
(seperti terbakar) dan kadang tulang terasa nyeri. Dan polisetimea vera
datang dengan urtikaria suatu keadaan yang disebabkan dengan
meningkatnya kadar histamin dalam darah sebagai akibat adanya basofilia.
Terjadinya gastritis dan pendarahan lambung terjadi karna peningkatan
kadar histamin.
 Splenomegali.
Splenomegali tercatat pada sekitar 75% pasien polisetimia vera.
Splenomegali terjadi sebagai akibat sekunder hiperaktivitas hemopoesis
ekstramendula.
 Hematomegali
Hematomegali dijumpai pada kira-kira 40% menggidap penyakit
polisitemia vera. Sebagaimana dengan halnya Splonomogali. Hepatomegali
juga merupakan akibat sekunder hiperaktifitas hemopoesia ekstramedula.
 Laju siklus sel yang tinggi
Sebagai konsekuensiya logis hiperaktifitas hemopoesis dan
splenomegali adalah sekuestari sel darah makin cepat dan banyak dengan
demikian produksi asam urat darah akan meningkat. Disisi lain laju filtrasi
gromeruler menurun karena penurunan shear rate.

Gejala-gejala polisitemia bervariasi tergantung dari penyebabnya


dan adanya komplikasi. Gejala polisitemia vera dapat mencakup pusing ,
sakit kepala , kemerahan pada wajah, kesulitan bernafas, kelelahan, gatal
setelah mandi panas, limpa membesar , kelesuan, dan gangguan visual.
Gejala sekunder polisitemia meliputi kelesuan, hipertensi , dan sakit kepala.

4. PATOFISIOLOGI

Mekanisme yang diduga untuk menyebabkan peningkatan poliferesi


sel induk hematopoietik adalah sebagai berikut:
1 tidak terkontrolnya poliferesi sel induk hematopoietik yang bersifat
neoplastik

17
2 adanya faktor mieloproliferatif abnormal yang memepengaruhi poliferasi sel
induk hematopoietik normal.
3 Peningkatan sensivitas sel induk hematopoietik terhadap eritropoitin,
interlaukin,1,3 GMCSF dan sistem cell faktor.
Adapun perjalanan klinis polisitemia yaitu :
 Fase eritrositik atau fase polisitemia.
Fase ini merupakan fase permulaan. Pada fase ini didapatkan
peningkatan jumlah eritrosit yang dapat bertanggung jawab 5-25 tahun.
Pada fase ini dibutuhkan flebotomi secara teratur untuk menggendalikan
viskositas darah dalam batasan normal.
 Fase brun out (terbakar habis) atau spent out (terpakai habis ).
Dalam fase ini kebutuhan flebotomi menurun sangat jauh atau pasien
memasuki priode panjang yang tampaknya seperti remisi, kadang-kadang
timbul anemia tetapi trombositosis dan leokositosis biasanya menetap.
 Fase mielofibrotik
Jika terjadi sitopenia dan splenomegali progresif, manifestasi klinis
dan perjalanan klinis menjadi serupa dengan mielofibrosis dan metaplasia
mieliod. Kadang- kadang terjadi metaplasia mieloid pada limpa, hati,
kelenjar getah bening dan ginjal.
 Fase terminal
Pada kenyataannya kematian pasien dengan polisitemia vera
diakibatkan oleh komplikasi trombosis atau perdarahan. Kematian karena
mielofibrosis terjadi pada kurang dari 15%. Kelangsungan hidup rerata
(median survival) pasien yang diobati berkisar anatara 8 dan 15 tahun,
sedangkan pada pasien yang tidak mendapatkan pengobatan hanya 18 bulan.
Dibandingkan dengan pengobatan flibotomi saja, resiko terjadinya leukemia
akut meningkat 5 kali jika pasien diberi pengobatan fosfor P32 dan 13 kali
jika pasien mendapatkan obat sitostatik seperti klorambusil.
5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Pemeriksaan Fisik

18
yaitu ada tidaknya pembesaran limpa dan penampilan kulit (eritema).
2. Pemeriksaan Darah
Jumlah sel darah ditentukan oleh complete blood cell count (CBC),
sebuah tes standar untuk mengukur konsentrasi eritrosit, leukosit dan
trombosit dalam darah. PV ditandai dengan adanya peningkatan hematokrit,
jumlah sel darah putih (terutama neutrofil), dan jumlah platelet.
Pemeriksaan darah lainnya, yaitu adanya peningkatan kadar serum
B12, peningkatan kadar asam urat dalam serum, saturasi oksigen pada arteri,
dan pengukuran kadar eritropoietin (EPO) dalam darah.
3. Pemeriksaan Sumsum tulang
Meliputi pemeriksaan histopatologi dan nalisis kromosom sel-sel sumsum
tulang (untuk mengetahui kelainan sifat sel tunas (stem cells) pada sumsum
tulang akibat mutasi dari gen Janus kinase-2/JAK2).

6. PENATALAKSANAAN
Terapi-terapi yang sudah ada saat ini belum dapat menyembuhkan
pasien. Yang dapat dilakukan hanya mengurangi gejala dan memperpanjang
harapan hidup pasien.
Tujuan terapi yaitu:
a. Menurunkan jumlah dan memperlambat pembentukan sel darah merah
(eritrosit).
b. Mencegah kejadian trombotik misalnya trombosis arteri-vena,
serebrovaskular, trombosis vena dalam, infark miokard, oklusi arteri perifer,
dan infark pulmonal.
c. Mengurangi rasa gatal dan eritromelalgia ekstremitas distal.

Prinsip terapi :
Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal kasus (individual)
dan mengendalikan eritropoesis dengan flebotomi.
1. Menghindari pembedahan elektif pada fase eritrositik/ polisitemia yang
belum terkendali.

19
2. Menghindari pengobatan berlebihan (over     treatment)
3. Menghindari obat yang mutagenik, teragenik dan berefek sterilisasi pada
pasien usia muda.
4. Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu atau
kemoterapi sitostatik pada pasien di atas 40 tahun bila didapatkan:
 Trombositosis persisten di atas 800.00/mL, terutama jika disertai gejala
trombosis
 Leukositosis progresif
 Splenomegali yang simtomatik atau menimbulkan sitopenia problematik
 Gejala sistemis yang tidak terkendali seperti pruritus yang sukar
dikendalikan, penurunan berat badan atau hiperurikosuria yang sulit diatasi.

20
1.      Terapi PV
a. Flebotomi
Flebotomi adalah terapi utama pada PV. Flebotomi mungkin satu-satunya
bentuk pengobatan yang diperlukan untuk banyak pasien, kadang-kadang
selama bertahun-tahun dan merupakan pengobatan yang dianjurkan.
Indikasi flebotomi terutama pada semua pasien pada permulaan
penyakit,dan pada pasien yang masih dalam usia subur.Pada flebotomi,
sejumlah kecil darah diambil setiap hari sampai nilai hematokrit mulai
menuru. Jika nilai hematokrit sudah mencapai normal, maka darah diambil
setiap beberapa bulan, sesuai dengan kebutuhan. Target hematokrit yang
ingin dicapai adalah <45% pada pria kulit putih dan <42% pada pria kulit
hitam dan perempuan.
b. Kemoterapi Sitostatika/ Terapi mielosupresif (agen yang dapat mengurangi
sel darah merah atau konsentrasi platelet). Tujuan pengobatan kemoterapi
sitostatik adalah sitoreduksi.  Lebih baik menghindari kemoterapi jika
memungkinkan, terutama pada pasien uisa muda. Terapi mielosupresif dapat
dikombinasikan dengan flebotomi atau diberikan sebagai pengganti
flebotomi. Kemoterapi yang dianjurkan adalah Hidroksiurea (dikenal juga
sebagai hidroksikarbamid) yang merupakan salah satu sitostatik golongan
obat antimetabolik karena dianggap lebih aman, tetapi masih diperdebatkan
tentang keamanan penggunaan jangka panjang.
Penggunaan golongan obat alkilasi sudah banyak ditinggalkan atau
tidak dianjurkan lagi karena efek leukemogenik dan mielosupresi yang
serius. Walaupun demikian, FDA masih membenarkan klorambusil dan
Busulfan digunakan pada PV. Pasien dengan pengobatan cara ini harus
diperiksa lebih sering (sekitar 2 sampai 3 minggu sekali). Kebanyakan
klinisi menghentikan pemberian obat jika hematokrit: pada pria < 45% dan
memberikannya lagi jika > 52%, pada wanita < 42% dan memberikannya
lagi jika > 49%.
c. Fosfor Radiokatif (P32)
Isotop radioaktif (terutama fosfor 32) digunakan sebagai salah satu

21
cara untuk menekan sumsum tulang. P32 pertama kali diberikan dengan
dosis sekitar 2-3mCi/m2 secar intravena, apabila diberikan per oral maka
dosis dinaikkan 25%. Selanjutnya jika setelah 3-4 minggu pemberian
pertama P32 Mendapatkan hasil, reevaluasi setelah 10-12 minggu.
Jika diperlukan dapat diulang akan tetapi hal ini jarang
dibutuhkan.Tidak mendapatkan hasil, selanjutnya dosis kedua dinaikkan
25% dari dosis pertama, dan diberikan sekitar 10-12 minggu setelah dosis
pertama.

22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anemia sering di jumpai di masyarakat dan mudah di kenali . Tanda dan gejalanya
beragam, seperti pucat, lemah, maul,dll. Pendiagnosaan anemia dapat di tunjang dengan
pemeriksaan laboratprium yakni adanya penurunan kadar Hb.
Polisitemia adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan jumlah sel darah merah
akibat pembentukan sel darah merah yang berlebihan oleh sumsum tulang. Polisitemia
adalah suatu kondisi yang jarang terjadi di mana tubuh terlalu banyak memproduksi sel
darah merah.

Polisitemia adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan jumlah sel darah merah
akibat pembentukan sel darah merah yang berlebihan oleh sumsum tulang.Polisitemia
adalah suatu kondisi yang jarang terjadi di mana tubuh terlalu banyak memproduksi sel
darah merah. Ada dua jenis utama polisitemia: polisitemia vera dan polisitemia sekunder.
Penyebab, gejala, dan perawatan dari dua kondisi yang berbeda-beda. Polisitemia Vera lebih
serius dan dapat mengakibatkan komplikasi kritis lebih dari polisitemia sekunder. Sel darah
tubuh diproduksi di sumsum tulang ditemukan di beberapa tulang,Seperti tulang paha.

B. Saran
Sebagai tenaga laboratorium kita harus mampu mengenali tanda – tanda anemia dan
polisitemia serta memberikan hasil pemeriksaan laboratorium yang baik pada pasien dengan
anemia maupun polisitemia secara benar.

23
DAFTAR PUSTAKA

Mosby Elsevier. 2008. Nursing Interventions Clasification (NIC). USA.


NANDA – I. 2011. Diagnosis keperawatan. EGC. Jakarta.
Handayani,wiwik.Andi Sulistyo W.2008.Buku Ajar Asuhan Keperawatan PadaKlien dengan
Gangguan Sistem Hematologi.Salemba Medika:Jakarta
https://id.wikipedia.org/wiki/Anemia
http://mediskus.com/penyakit/anemia-pengertian-penyebab-dan-gejala-anemia
https://hellosehat.com/penyakit/anemia/
http://rezkyeamalia28.blogspot.co.id/2015/09/makalah-anemia.html
https://ekaputrimaharani.wordpress.com/2014/08/27/makalah-anemia/
http://www.alodokter.com/anemia-defisiensi-besi

24

Anda mungkin juga menyukai