Anda di halaman 1dari 8

BPSPROVINSI JAWATIMUR

No. 05/01/35/Th.XIV, 4 Januari 2016

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TIMUR SEPTEMBER 2015

RINGKASAN

 Jumlah penduduk miskin di Jawa Timur pada bulan September 2015 dibandingkan
Maret 2015 turun sebesar 0,06 poin persen dari 12,34 persen pada Maret 2015 menjadi
12,28 persen pada September 2015.
 Penduduk miskin di perkotaan pada September 2015 sebesar 32,90 persen dari total
penduduk miskin Provinsi Jawa Timur atau sebesar 1.571,15 ribu jiwa. Selama satu
semester (Maret 2015 s.d. September 2015), penurunan persentase penduduk miskin
terjadi di perdesaan (-0,34 poin persen), sedang di perkotaan mengalami kenaikan
(0,22 poin persen).
 Pada periode Maret 2015 - September 2015, garis kemiskinan meningkat sebesar 3,70
persen atau Rp. 11.293 per kapita per bulan, yaitu dari Rp. 305.171 per kapita per
bulan pada Maret 2015 menjadi Rp.316.464 per kapita per bulan pada September
2015. Pada bulan September 2015, kontribusi garis kemiskinan makanan terhadap
garis kemiskinan sebesar 73,28 persen. Kenaikan garis kemiskinan di perdesaan lebih
tinggi daripada di perkotaan. Garis kemiskinan meningkat sebesar 4,27 persen untuk
perdesaan dan 3,08 persen untuk wilayah perkotaan. Tingginya kenaikan garis
kemiskinan tersebut, meliputi garis kemiskinan makanan (4,49 persen untuk perdesaan
dan 2,79 persen untuk perkotaan) dan garis kemiskinan bukan makanan (3,60 persen
untuk perdesaan dan 3,80 persen untuk perkotaan).
 Berdasarkan komoditas makanan, ada 6 komoditas yang secara persentase
memberikan kontribusi yang cukup besar pada garis kemiskinan makanan yaitu beras,
rokok filter, tempe, gula pasir, telur ayam ras, dan tahu. Komposisi tersebut terjadi
pada semua wilayah baik di perdesaan maupun perkotaan.
 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) selama satu semester ini menunjukkan sedikit
peningkatan sebesar 0,063 poin, yaitu dari 2,063 pada Maret 2015 menjadi 2,126 pada
September 2015. Peningkatan nilai P1 tersebut terjadi di perkotaan (0,006 poin), serta
di perdesaan (0,116 poin). Sementara itu, Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) juga
mengalami peningkatan 0,088 poin atau menjadi 0,613 pada September 2015.
Peningkatan kedua nilai yaitu P1 dan P2 memberikan indikasi rata-rata pengeluaran
penduduk miskin cenderung menjauhi garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran
diantara penduduk miskin juga semakin melebar.

Berita Resmi Statistik No.05/01/35/Th.XIV,4 Januari 2016 1


Perkembangan Penduduk Miskin Di Jawa Timur
Selama periode Maret 2015 - September 2015, persentase penduduk miskin Jawa
Timur mengalami sedikit penurunan sebesar 0,06 poin persen dari 12,34 persen Maret
2015 menjadi 12,28 persen September 2015 (Gambar 1). Penurunan selama satu
semester tersebut ditunjukkan dengan jumlah penduduk miskin pada Maret 2015
sebanyak 4.789,12 ribu jiwa menjadi sebanyak 4.775,97 ribu jiwa pada September 2015
atau turun sebesar 13,15 ribu jiwa.

Gambar. 1.
Perkembangan Persentase Penduduk Miskin di JawaTimur
Tahun 2005 – 2015 *)
25

20

15
Persentase

10

0
2005 2006 2007 2008 2009 2010 Mar Sept Mar Sept Mar Sept Mar Sept Mar Sept
2011 2011 2012 2012 2013 2013 2014 2014 2015 2015

Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur, Susenas 2005-2015


Keterangan: *) diolah dengan menggunakan penimbang hasil proyeksi penduduk

Ditinjau secara daerah kota-desa, penurunan persentase penduduk miskin terjadi di


perdesaan, yaitu 0,34 poin persen, sementara untuk daerah perkotaan mengalami
peningkatan sebesar 0,22 poin persen (Tabel 1 Kolom 7).

2 Berita Resmi Statistik No.05/01/35/Th.XIV,4 Januari 2016


Tabel 1. Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin
Menurut Daerah Tempat Tinggal, Maret 2009 s/d September 2015 *)
Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Perubahan
Jumlah Persentase
Persentase
Daerah/Tahun Bukan penduduk penduduk
Makanan Total Penduduk
Makanan miskin (ribu) miskin
Miskin (%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Perkotaan
Maret 2009 145.676 56.948 202.624 2.148,51 12,17 -0,98
Maret 2010 152.965 60.418 213.383 1.873,55 10,58 -1,59
Maret 2011 169.242 65.303 234.546 1.774,63 9,87 -0,71
Sept 2011 174.210 68.193 242.403 1.742,32 9,66 -0,21
Maret 2012 175.806 69.499 245.305 1.639,65 9,06 -0,60
Sept 2012 182.073 71.874 253.947 1.616,40 8,90 -0,16
Maret 2013 187.350 77.853 265.203 1.561,45 8,57 -0,33
Sept 2013 200.620 78.033 278.653 1.631,10 8,90 0,33
Maret 2014 206.858 80.723 287.582 1.535,81 8,35 -0,55
Sept 2014 210.198 83.193 293.391 1.531,89 8,30 -0,05
Maret 2015 216.139 88.779 304.918 1.524,62 8,19 -0,11
Sept 2015 222.168 92.152 314.320 1.571,15 8,41 0,22
Perdesaan
Maret 2009 131.522 43.106 174.628 3.874,07 21,00 -2,64
Maret 2010 139.806 46.073 185.879 3.655,76 19,74 -1,26
Maret 2011 155.457 50.818 206.275 3.614,34 18,26 -1,48
Sept 2011 161.141 53.025 214.166 3.509,13 17,66 -0,60
Maret 2012 167.352 54.864 222.216 3.459,35 17,35 -0,31
Sept 2012 176.674 57.882 234.556 3.376,35 16,88 -0,47
Maret 2013 189.172 61.358 250.530 3.243,56 16,15 -0,73
Sept 2013 202.651 66.643 269.294 3.261,91 16,23 0,08
Maret 2014 209.263 69.166 278.429 3.250,98 16,13 -0,10
Sept 2014 215.641 71.157 286.798 3.216,53 15,92 -0,22
Maret 2015 230.565 74.839 305.404 3.264,50 16,18 0,26
Sept 2015 240.911 77.532 318.443 3.204,82 15,84 -0,34
Perkotaan+
Perdesaan
Maret 2009 138.442 49.874 188.317 6.022,59 16,68 -1,83
Maret 2010 146.240 53.087 199.327 5.529,30 15,26 -1,42
Maret 2011 162.017 57.711 219.727 5.388,97 14,27 -0,99
Sept 2011 167.360 60.243 227.602 5.251,45 13,85 -0,42
Maret 2012 171.375 61.827 233.202 5.099,01 13,40 -0,45
Sept 2012 179.244 64.540 243.783 4.992,75 13,08 -0,32
Maret 2013 188.306 69.205 257.510 4,805,01 12,55 -0,53
Sept 2013 201.683 72.075 273.758 4.893,01 12,73 0,18
Maret 2014 208.116 74.681 282.796 4.786,79 12,42 -0,32
Sept 2014 213.043 76.902 289.945 4.748,42 12,28 -0,14
Maret 2015 223.641 81.530 305.171 4.789,12 12,34 0,06
Sept 2015 231.914 84.549 316.464 4.775,97 12,28 -0,06
Sumber: BPS, diolah dari data Susenas Panel Maret 2008-2010 dan Susenas Maret/September 2011-2015
Keterangan: *) diolah dengan menggunakan penimbang hasil proyeksi penduduk

Berita Resmi Statistik No.05/01/35/Th.XIV,4 Januari 2016 3


Perubahan Garis Kemiskinan Maret 2015 - September 2015
Berdasarkan hasil Susenas, pada periode Maret 2015 - September 2015, garis
kemiskinan meningkat sebesar 3,70 persen atau Rp. 11.293 per kapita perbulan, yaitu dari
Rp. 305.171 perkapita perbulan pada Maret 2015 menjadi Rp.316.464 per kapita perbulan
pada September 2015.
Peranan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibanding
peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada
bulan September 2015, kontribusi garis kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan
sebesar 73,28 persen. Garis kemiskinan merupakan harga yang dibayar oleh kelompok acuan
untuk memenuhi kebutuhan pangan sebesar 2.100 kkal/kapita/hari dan kebutuhan non-pangan
esensial seperti perumahan, sandang, kesehatan, pendidikan, transportasi, dan lainnya.
Kenaikan garis kemiskinan di perdesaan lebih tinggi dibanding di perkotaan. Garis
kemiskinan untuk perdesaan meningkat sebesar 4,27 persen dan untuk wilayah perkotaan
sebesar 3,08 persen. Tingginya kenaikan garis kemiskinan tersebut meliputi garis kemiskinan
makanan (4,49 persen untuk perdesaan dan 2,79 persen untuk perkotaan) dan garis
kemiskinan bukan makanan (3,60 persen untuk perdesaan dan 3,80 persen untuk perkotaan).
Pada September 2015, komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada
Garis Kemiskinan baik di perkotaan maupun di perdesaan pada umumnya sama, seperti beras
yang memberi sumbangan sebesar 24,31 persen di perkotaan dan 26,37 persen di perdesaan.
Rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar ke dua kepada Garis Kemiskinan (7,81
persen di perkotaan dan 7,66 persen di perdesaan). Komoditi lainnya adalah tempe (3,56
persen di perkotaan dan 3,72 persen di perdesaan), dan seterusnya.
Tabel 2. Daftar Komoditi yang Memberi Sumbangan Besar terhadap
Garis Kemiskinan beserta Kontribusinya (%), September 2015
Komoditi Perkotaan (%) Komoditi Perdesaan (%)
(1) (2) (3) (4)
Makanan
Beras 24,31 Beras 26,37
Rokok kretek filter 7,81 Rokok kretek filter 7,66
Tempe 3,56 Tempe 3,72
Tahu 3,39 Gula pasir 3,34
Telur ayam ras 3,16 Tahu 3,23
Gula pasir 3,07 Telur ayam ras 3,05
Daging ayam ras 2,65 Mie instan 2,47
Mie instan 2,27 Cabe rawit 2,23
Cabe rawit 1,77 Kopi bubuk & kopi instan 2,05
Kopi bubuk & kopi instan 1,68 Daging ayam ras 1,98
Bukan Makanan
Perumahan 6,60 Perumahan 6,36
Bensin 4,34 Bensin 3,74
Pendidikan 2,91 Listrik 1,93
Listrik 2,84 Pendidikan 1,31
Perlengkapan mandi 1,47 Kayu bakar 1,21
Sumber: BPS, diolah dari data Susenas September 2015

4 Berita Resmi Statistik No.05/01/35/Th.XIV,4 Januari 2016


Komoditi bukan makanan yang memberikan sumbangan besar adalah perumahan,
bensin, listrik, dan pendidikan. Sementara itu terdapat komoditi bukan makanan lainnya
yang memberi sumbangan berbeda pada GK di perkotaan dan perdesaan, yaitu
perlengkapan mandi yang hanya memberi sumbangan besar terhadap GK di perkotaan
dan kayu bakar yang hanya memberi sumbangan besar terhadap GK di perdesaan.

Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan


Pemahaman kemiskinan secara holistik sangat dibutuhkan, agar dalam
implementasi kebijakan yang diambil dapat terfokus dan efisien. Persoalan kemiskinan
tidak hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin, tetapi yang juga
perlu diperhatikan adalah menyangkut seberapa besar jarak rata-rata pengeluaran
penduduk miskin terhadap garis kemiskinan (tingkat kedalaman) yang disebut sebagai
P1 dan keragaman pengeluaran antar penduduk miskin (P2).
Nilai P1 dalam satu semester ini menunjukkan peningkatan 0,063 poin atau
sebesar 2,063 pada Maret 2015 menjadi 2,126 pada September 2015. Peningkatan nilai
P1 tersebut terjadi di perkotaan (0,006 poin), serta di perdesaan mengalami peningkatan
(0,116 poin). Sementara itu, nilai P2 juga mengalami peningkatan 0,088 poin atau
menjadi 0,613 pada September 2015. Peningkatan kedua nilai yaitu P1 dan P2
memberikan indikasi rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung menjauhi garis
kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin juga semakin
melebar.
Ditinjau secara daerah kota-desa, nilai P1 dan P2 antar perkotaan dan perdesaan
menunjukkan bahwa kesenjangan kemiskinan di perdesaan lebih tinggi daripada di
perkotaan (Tabel 3). Hal ini dapat dilihat kenaikan nilai P1 dan P2 lebih besar terjadi di
perdesaan dibanding di perkotaan.

Berita Resmi Statistik No.05/01/35/Th.XIV,4 Januari 2016 5


Tabel 3. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan
(P2) di Jawa Timur Menurut Daerah Tempat Tinggal, Maret 2009- September 2015 *)

Perkotaan +
Tahun Perkotaan Perdesaan
Perdesaan

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)


Maret 2009 2,180 3,542 2,876
Maret 2010 1,533 3,183 2,377
Maret 2011 1,505 2,964 2,270
September 2011 1,254 2,671 1,996
Maret 2012 1,249 2,315 1,808
September 2012 1,285 2,524 1,935
Maret 2013 1,314 2,318 1,840
September 2013 1,423 2,663 2,071
Maret 2014 1,160 2,486 1,853
September 2014 1,245 2,415 1,857
Maret 2015 1,279 2,787 2,063
September 2015 1,285 2,903 2,126
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
Maret 2009 0,605 0,910 0,761
Maret 2010 0,374 0,790 0,587
Maret 2011 0,344 0,721 0.541
September 2011 0,281 0,626 0,461
Maret 2012 0,270 0,477 0,379
September 2012 0,296 0,568 0,439
Maret 2013 0,329 0,525 0,432
September 2013 0,335 0,656 0,503
Maret 2014 0,269 0,597 0,440
September 2014 0,306 0,589 0,454
Maret 2015 0,314 0,719 0,525
September 2015 0,374 0,834 0,613
Sumber: BPS, diolah dari data Susenas Panel Maret 2009-2010 dan Susenas Maret/September 2011-2015
Keterangan: *) diolah dengan menggunakan penimbang hasil proyeksi penduduk

6 Berita Resmi Statistik No.05/01/35/Th.XIV,4 Januari 2016


Penjelasan Teknis dan Sumber Data

Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi


kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan
dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan
dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran,Dengan
pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk
miskin terhadap total penduduk.

Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari
dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan
Bukan-Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara
terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk
yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis
Kemiskinan.

Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum


makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita perhari. Paket komoditi
kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-
umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan,
minyak dan lemak, dll).

Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk


perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar
non-makanan diwakili oleh 36 jenis komoditi

Indeks Kedalaman Kemiskinan/Poverty Gap Indeks (P1), merupakan ukuran rata-rata


kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis
kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran
penduduk dari garis kemiskinan.

Indeks Keparahan Kemiskinan/Poverty Severity Indeks (P2), merupakan ukuran tingkat


ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks
maka semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin.

Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan September 2015
adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) bulan September 2015.

Berita Resmi Statistik No.05/01/35/Th.XIV,4 Januari 2016 7


BPS PROVINSI JAWA TIMUR

Informasi lebih lanjut hubungi:


BIDANG STATISTIK
DJAMAL, SOSIAL
SE, M.Sc
Kepala BPS Provinsi
Telepon Jawa Timur
: 031-8439343
E-mail : bps3500@bps.go.id
Telopon: 031-8438873
E-mail: bps3500@surabaya.wasantara.net.id

8 Berita Resmi Statistik No.05/01/35/Th.XIV,4 Januari 2016

Anda mungkin juga menyukai