Anda di halaman 1dari 14

NAMA : LILIK LIRWINA

KELAS : XI KEPERAWATAN
ABSEN : 21
TUGAS PAI
BAB III
KEDOKTERAN MASA KEMUNDURAN BANI ABBASIYAH
A. Perkembangan Ilmu Kedokteran Pada Masa Kemunduran Abbasiyah
Ilmu kedokteran Islam lahir sebagai pembauran antara ilmu kedokteran
Yunani yang dirintis oleh Hipokrates dan tradisi Galen dengan teori serta praktik
bangsa Persia dan India. Penghubung yang paling penting antara tradisi kedokteran
Islam dan tradisi kedokteran sebelumnya adalah perguruan di Gundisapur (sekarang
wilayah Iran). Para dokter aliran Nestoria mengajarkan dan mempraktikkan
kedokteran Yunani. Sementara itu, pengaruh kedokteran India mulai ada di
Gundisapur.Pada masa kemunduran Bani Abbasiyah, kekuasaan memang telah
dipegang oleh khalifah sendiri akan tetapi kekuasaan hanya sebatas pada daerah
Baghdad semata, pada masa ini banyak terjadi kekacauan dan disintegrasi yang
menimbulkan kemerosotan pada perkembangan ilmu pengetahuan.
1.Ilmu kedokteran pada masa Abbasiyah mulai bersifat formal, dengan
adanya sekolah-sekolah yang memiliki kurikulum kuliah dan diskusi dibawah
bimbingan para dokter terkenal, izin tersebut diberikan setelah pengajaran teori dan
latihan praktek klinik. Selain itu politik Islam dan jaringan perdagangan yang
berkembang memudahkan peningkatan mutu sejumlah obat, tanaman obat dari
Persia, Yunani, dan Hindu secara maksimal digunakan.
2.Pada masa ini kedokteran mengalami kemajuan meskipun tidak seperti pada masa kejayaan
Abbasiyah, hal kedokteran lebih pada pengembangan teori-teori yang telah ada pada masa
sebelumnya.Penemuan obat bius oleh para dokter muslim adalah yang pertama kali
menggunakan obat bius dalam proses bedah medis, mereka pertama kali membuat
obat bius dari bunga karang jenis bunga karang pembius yaitu potongan dari bunga
karang yang dicampurkan pada air perasan rumput yang memabukkan, candu,
zawwan (tolium temulentum) dan sejenis tanaman morning glory (ipamoea cairica),
kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari.
3.Ketika hendak dipakai, dibasahi dengan air. Kemudian diletakkan di hidung
pasien, maka jaringan pada hidung akan menghisap zat-zat pembius ini, sehingga
dirinya terbius dan tak sadarkan diri.
4.Pada masa ini bedah THT juga telah ada, 7 yaitu: menghilangkan daging
tumbuh pada hidung pengambilan dua biji amandel/tonsil, tumor yang tumbuh di
dalam kerongkongan, menjelaskan macam-macam daging tumbuh, apa saja yang
diambil dari daging tumbuh melalui bedah ini dan apa yang tidak diambil.
Dijelaskan pula urutan kerja yang ditempuh dokter bedah untuk mengambilnya,
beberapa hal tak terduga yang kadang muncul pada beberapa kondisi di tengah
berlangsungnya pembedahan, seperti pendarahan dan pembengkakan,
mendeskripsikan seluruh peralatan yang digunakan oleh dokter bedah dalam proses Dinasti
Abbasiyah. Berikut adalah tokoh-tokoh kedokteran pada masa kemunduran
Bani Abbasiyah:
1. Ibnu Abi Usaybah.
Ibnu Abi Ushaybi’ah adalah seorang ahli kedoktoran Muslim Arah dan ahli
bibliografi serta merupakan seorang ahli sejarah kedoktoran pertama yang menulis
sejarah kedoktoran Arab, nama lengkap Muwaffakuddin Abu al-Abbas Ahmad bin
al-Kassim bin Khalifah bin Yunus al-Khazraj. Beliau berasal dari sebuah keluarga
dokter. Ayahnya sendiri adalah dokter mata dan lahir di Damaskus setelah tahun
590H/1194M. 10
Pendidikannya bermula ketika beliau belajar di bawah bimbingan Ibnu alBaythar, yang
memberinya pelajaran botani dan kedokteran sekaligus, Ilmu yang
beliau peroleh kemudian dipraktikkan di Rumah Sakit Nuri Damaskus dan Rumah
Sakit Nasiri di Mesir.
Kemudian pada 634H/1236M beliau bekerja pada pemerintahan Izzuddin
Ayhak al-Muazzami di Sarkhad. Versi lain menyebutkan bahawa pada tahun
1236M, ia diutus oleh doktor Saladin ke Mesir dan dilantik memimpin sebuah
rumah sakit (Nasiri). Setahun kemudian beliau menarik diri dari jabatan tersebut
dan memenuhi panggilan tugas daripada Kesultanan Damaskus di Salkhad. Di
sanalah ia meninggal dunia pada 668H/1270M. 2. Ibnu Nafis
Nama dokter Muslim lainnya yang termasyhur adalah Ibnu al-Nafis (1208 -
1288 M). Ibnu al-Nafis dilahirkan di Damaskus pada 1213 M dan wafat pada 1288
M. Nama lengkap beliau Ala al-Din Abu al-Hasan Ali Ibn Abi al-Hazm al-Qarshi
al-Dimashqi. Oleh para pengagummnya termasuk di Barat, Ibnu al-Nafis dijuluki
The Second Avicenna (Ibnu Sina kedua).
Ibnu Nafis menempuh pendidikan kedokteran di universitas di Damaskus di
bawah bimbingan Muhalthab al-Din Abdul al-Rahim. Selain ilmu kedokteran, Ibnu
Nafis juga mempelajari hukum Islam. Setelah selesai pendidikan dokter, beliau
meninggalkan Damaskus menuju Kairo, Mesir. Bekerja dan belajar di Rumah Sakit
Al-Nassiri, Kairo. Beliau terlahir di awal era meredupnya perkembangan
kedokteran Islam.
Ibnu al-Nafis sempat menjadi kepala Rumah Sakit Al-Mansuri di Kairo.
Sejumlah buku kedokteran ditulisnya, salah satunya yang tekenal adalah Mujaz AlQānūn. Buku
itu berisi kritik dan penambahan atas kitab yang ditulis Ibnu Sina.11
3. Al-Samarkandi
Al-Samarkandi adalah dokter yang terkemuka pada zamannya. Seperti
halnya Al-Tamimi, Al-Samarkandi adalah dokter yang memperdalam bidang
peracikan obat-obatan. Kontribusi Al-Samarkandi untuk dunia Kedokteran : Kitab
Al-Asbab Wa al-Alamat. As-Samarqandi menulis kitab Ushul Tarkib al-Adwiyah fi
bedah ini, mengandaikan adanya kemungkinan tidak bisa untuk melakukan
pengambilan daging tumbuh, menjelaskan berbagai kondisi berbahaya dan
kesulitan yang kadang muncul dan cara menanggulanginya di saat kondisi ini
benar-benar terjadi.8
Dalam bidang gigi dan mulut tentang cara pencabutan gigi dan urutan kerja
selengkapnya peralatan yang dibutuhkan oleh dokter dalam pekerjaan ini, proses
pencabutan gigi geraham dan akar-akarnya, mengeluarkan tulang rahang bawah
yang pecah.9 Penjelasan yang pertama kali ditulis dalam sejarah kedokteran tentang
pembenahan gigi, yang sekarang telah menjadi cabang ilmu yang berdiri sendiri
mendeskripsikan proses pencabutan tumor yang tumbuh di bawah lidah dengan
bentuk seperti katak. Selain itu ada pula bedah saluran kencing, Hernia scrotalis,
Kelenjar gondok penggunaan berbagai racun pembasmi telah ditinggalkan dan
beralih kembali menggunakan salep, minyak zaitun, dan benang untuk menjahit
luka karena mengikuti peninggalan Al-Zahrawy. Sebagian dokter kontemporer dari
bangsa baratpun mengatakan, GD Scwelk (1267-1300 M) terpengaruh oleh AlZahrawi.
B. Dokter-dokter Muslim Masa Kemunduran Abbasiyah
Kedokteran pada masa kemunduran Dinasti Abbasiyah banyak melahirkan
tokoh-tokoh kedokteran yang namanya terkenal pada masa setelah kehancuran bekerja untuk
al-Kamil, gubernur Mesir, dan di percaya menjadi kepala ahli
tanaman obat.
Tahun 1227, Al-Baitar banyak mengumpulkan tumbuhan ketika itu dia
mengikuti Al-Kamil memperluas wilayah ke Damaskus ini merupakan awal
pengumpulan tanaman obat yang dilakukan oleh Al-Baitar. Ketika tinggal
beberapa tahun di Baghdad, Al-Baitar berkesempatan mengadakan penelitian
tumbuhan di area yang sangat luas, termasuk Suriah, Saudi Arabia dan Palestina, di
mana dia sanggup mengumpul kan tanaman dari sejumlah lokasi di sana.
5. Abdul Latif al-Baghdadi
Nama lengkap Abu Mohammad Abdul Latief bin Yusuf bin Muhammad.
Lahir di Baghdad pada 1162 M. Al-Baghdadi dikenal sebagai seorang ahli
kedokteran, sastra, filsafat, matematika, sains, geografi dan sejarah. Kontribusi
Abdul Latief al-Baghdadi untuk dunia Kedokteran : Al-Baghdadi terkenal sebagai
ahli anatomi. Al-Baghdadi berhasil mendeskripsikan secara akurat dan lengkap
tulang tengkorak manusia dan tulang wajah termasuk tulang rahang bawah.
Al-Baghdadi berhasil menyempurnakan teori Galen tentang tulang bawah
dan tulang yang menghubungkan tulang punggung dengan tulang kaki. Ia banyak
melakukan penelitian-penelitian dalam bidang anatomi yang memunculkan hasilhasil yang
mengejutkan. Catatan penelitian ia sangat berpengaruh pada
perkembangan ilmu kedokteran di Eropa, dan buku-buku Al-Baghdadi di bidang
Ala-al-Din abu al-Hasan Ali ibn Abi-Hazm al-Qarshi al-Dimashqi ( Arabic : ‫عالء الدين أبو الحسن عل ّي بن‬
‫)أبي حزم القرشي الدمشقي‬, dikenal sebagai Ibn al-Nafis ( Arabic : ‫)ابن‬, ‫ النفيس‬Polymath Arab yang
bidang kerjanya meliputi kedokteran , bedah , fisiologi , anatomi , biologi , kajian Islam , fiqh ,
dan filsafat . Dia dikenal karena menjadi yang pertama untuk menggambarkan sirkulasi paru-
paru dari darah . [2]Karya Ibn al-Nafis mengenai hak sisi (paru) sirkulasi pra-tanggal nanti kerja
(1628) dari William Harvey 's De motu cordis . Kedua teori tersebut mencoba menjelaskan
sirkulasi. Teori dokter Yunani abad ke-2 Galen tentang fisiologi sistem peredaran darah tetap
tidak tertandingi sampai karya-karya Ibn al-Nafis, di mana ia telah digambarkan sebagai "bapak
fisiologi peredaran darah
Sebagai ahli anatomi awal, Ibn al-Nafis juga melakukan beberapa pembedahan manusia selama
karyanya, [6] membuat beberapa penemuan penting di bidang fisiologi dan anatomi . Selain
penemuannya yang terkenal tentang sirkulasi paru , dia juga memberikan wawasan awal
tentang sirkulasi koroner dan kapiler . [7] [8] Ia juga diangkat sebagai dokter kepala di Rumah
Sakit al-Naseri yang didirikan oleh Sultan Saladin .

Selain kedokteran, Ibn al-Nafis mempelajari yurisprudensi , sastra , dan teologi . Dia adalah
seorang ahli di sekolah hukum Syafi'i dan seorang dokter ahli . [9] Jumlah buku teks kedokteran
yang ditulis oleh Ibn al-Nafis diperkirakan lebih dari 110 jilid
ath-Thibb, menjelaskan berbagai hal tentang peracikan obat, pentingnya meracik
obat, bahan-bahan hingga teknik menghitung dan meracik obat. Beliau juga
menjelaskan tentang penggunaan obat yang aman dan efektif.12
4. Al-Baitar
Abu Muhammad Abdallah Ibn Ahmad Ibn al-Baitar Dhiya al-Din alMalaqi, itulah nama lengkap
ilmuwan Muslim legendaris yang biasa dipanggil alBaitar. Beliau adalah seorang ahli botani
(tetumbuhan) dan farmasi (obat-obatan)
pada era kejayaan Islam. Terlahir pada akhir abad ke-12 M di kota Malaga
(Spanyol), Ibnu Al-Baitar menghabiskan masa kecilnya di tanah Andalusia
tersebut, meskipun beliau lahir dan tumbuh di Spanyol, akan tetapi beliau dikenal
sebagai ahli pengobatan Islam Abbasiyah. 13
Minatnya pada tumbuh-tumbuhan sudah tertanah semenjak kecil. Beranjak
dewasa, beliau belajar banyak mengenai ilmu botani kepada Abu al-Abbas alNabati yang pada
masa itu merupakan ahli botani terkemuka. Dari sinilah, al-Baitar
lantas banyak berkelana untuk mengumpulkan beraneka ragam jenis tumbuhan.
Tahun 1219 dia meninggalkan Spanyol untuk sebuah ekspedisi mencari
macam-macam tumbuhan. Bersama beberapa pembantunya, al-Baitar menyusuri
sepanjang pantai utara Afrika dan Asia Timur Jauh. Setelah tahun 1224 al-Baitar
Praktek diseksi
Ada beberapa perdebatan tentang apakah Ibn al-Nafis berpartisipasi dalam pembedahan untuk
sampai pada kesimpulannya tentang sirkulasi paru. Meskipun ia menyatakan dalam tulisannya
bahwa ia dilarang melakukan pembedahan karena keyakinannya, ulama lain telah mencatat
bahwa Ibn al-Nafis pasti telah mempraktikkan pembedahan atau melihat hati manusia untuk
sampai pada kesimpulannya. [28] Menurut sebuah pandangan, pengetahuannya tentang
jantung manusia dapat diturunkan dari operasi pembedahan daripada diseksi. [28] Komentar
lain yang ditemukan dalam tulisan Ibn al-Nafis seperti mengabaikan pengamatan sebelumnya
dengan mengacu pada pembedahan sebagai bukti, bagaimanapun, mendukung pandangan
bahwa ia mempraktekkan pembedahan untuk sampai pada kesimpulannya tentang jantung
manusia dan sirkulasi paru.[29] Komentar Ibn al-Nafis 'yang bertentangan dan penjelasan
alternatif, bagaimanapun, membuat praktek pembedahannya dipertanyakan.

Selama studi Ibn al-Nafis tentang tubuh manusia, pembedahan dilarang oleh hukum dalam
Islam, tetapi tidak disebutkan dalam teks apa pun tentang yurisprudensi atau tradisi Islam. [30]
Meskipun banyak ahli berpendapat bahwa Ibn al-Nafis perlu melakukan pembedahan untuk
dapat melihat sirkulasi paru. Dokter Yunani, buku Aelius Galenus, "On the Usefulness of the
Parts", secara eksplisit mengatakan kepada pembacanya untuk mengandalkan pembedahan
untuk pengetahuan anatomi dan tidak bergantung pada buku. [31] Dengan demikian akan
memberikan indikasi bahwa pembedahan bukanlah gagasan dunia lain tetapi telah dilihat
sebagai kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan seseorang tentang tubuh manusia.

Dalam “Commentary of anatomy of the Canon of Avicenna”, ahli anatomi manusia seperti
Patrice Le Floch-Prigent dan Dominique Delaval, menyimpulkan bahwa Ibn al-Nafis
menggunakan hasil klinis, fisiologis, dan diseksi yang digunakan dalam menemukan dan
mendeskripsikan paru-paru. sirkulasi jantung pada manusia. [32] Melalui studi mereka tentang
"Komentar Anatomi Kanon Ibnu Sina", mereka berdua menyimpulkan bahwa Nafis memang
menggunakan pembedahan untuk memperoleh hasilnya, meskipun praktik pembedahan
dilarang dalam tradisi Muslim.
Dalam bukunya "Al-Mugiza", Ibn al-Nafis membedakan antara batu ginjal dan batu kandung
kemih. Ia melakukan ini dengan patogenesis dan gambaran klinisnya. Dia juga membahas
perbedaan antara infeksi ginjal dan kandung kemih, berbagai jenis pembengkakan ginjal
inflamasi dan noninflamasi, manajemen batu ginjal konservatif dan medikamen lithontriptic
yang umum digunakan dan terkenal. [18]
Pembedahan Edit
Dalam Kitab al-Shamil , Ibn al-Nafis memberikan wawasan tentang pandangannya tentang
kedokteran dan hubungan manusia. Teknik pembedahannya memiliki tiga tahap. Langkah
pertama yang dia sebut "tahap presentasi untuk diagnosis klinis" adalah memberikan informasi
kepada pasien tentang bagaimana hal itu harus dilakukan dan pengetahuan yang
mendasarinya. Kedua "tahap operasi" adalah melakukan operasi itu sendiri. Langkah terakhir
adalah membuat janji pasca operasi dan pemeriksaan rutin yang disebutnya "periode pasca
operasi". Ada juga deskripsi tanggung jawab ahli bedah saat bekerja dengan perawat, pasien,
atau ahli bedah lainnya. [13]

Metabolisme Edit
Ibn al-Nafis juga dikreditkan dengan memberikan referensi paling awal yang tercatat untuk
konsep metabolisme : [33]

Baik tubuh maupun bagian-bagiannya terus menerus mengalami pembubaran dan nutrisi,
sehingga mereka pasti mengalami perubahan permanen.
Pada tahun 1924, tabib Mesir , Muhyo Al-Deen Altawi, menemukan sebuah manuskrip berjudul,
Sharh tashrih al-qanun li 'Ibn Sina , atau " Komentar tentang Anatomi dalam Kanon Ibnu Sina "
di Perpustakaan Negara Prusia di Berlin saat mempelajari sejarah pengobatan Arab di fakultas
kedokteran Universitas Albert Ludwig. Naskah ini membahas secara rinci topik anatomi ,
patologi , dan fisiologi . Ini adalah gambaran paling awal tentang sirkulasi paru . [9]

Peredaran paru-paru Edit


Teori fungsi jantung yang paling umum diterima sebelum Ibn al-Nafis adalah teori Galen . Galen
mengajarkan bahwa darah yang mencapai sisi kanan jantung melewati pori-pori tak terlihat di
septum jantung, ke sisi kiri jantung , di mana bercampur dengan udara untuk menciptakan
semangat, dan kemudian didistribusikan ke tubuh. Menurut Galen, sistem vena terpisah dari
sistem arteri kecuali ketika mereka bersentuhan melalui pori-pori yang tidak terlihat.

Naskah Ibn al-Nafis yang baru ditemukan diterjemahkan oleh Max Meyerhof. Itu termasuk kritik
terhadap teori Galen, termasuk diskusi tentang pori-pori hati. Berdasarkan pembedahan hewan
, Galen menghipotesiskan porositas di septum agar darah mengalir di dalam jantung serta
bantuan tambahan di bagian paru - paru . Namun, dia tidak bisa mengamati pori-pori ini
sehingga mengira pori-pori itu terlalu kecil untuk dilihat. “Kritik Ibn al-Nafīs adalah hasil dari
dua proses: studi teoritis yang intensif tentang kedokteran, fisika, dan teologi untuk memahami
sepenuhnya sifat tubuh yang hidup dan jiwanya; dan upaya untuk memverifikasi klaim fisiologis
melalui observasi, termasuk diseksihewan. " [21] Ibn al-Nafis menolak teori Galen di bagian
berikut: [21] [22]

Darah, setelah dimurnikan di rongga kanan, harus disalurkan ke rongga kiri di mana roh (vital)
dihasilkan. Tetapi tidak ada jalur di antara rongga-rongga ini, karena substansi jantung padat di
wilayah ini dan tidak memiliki lintasan yang terlihat, seperti yang dipikirkan oleh beberapa
orang, atau bagian tak terlihat yang dapat memungkinkan transmisi darah, seperti yang diduga.
oleh Galen.

Ia mengemukakan bahwa "pori-pori" jantung tertutup, bahwa tidak ada jalur di antara dua
ruang, dan substansi jantung itu tebal. Sebaliknya, Ibn al-Nafis berhipotesis bahwa darah naik
ke paru-paru melalui vena arteri dan kemudian diedarkan ke rongga kiri jantung. [22] Dia juga
percaya bahwa darah (roh) dan udara mengalir dari paru-paru ke ventrikel kiri dan bukan ke
arah yang berlawanan. [22] Beberapa poin yang bertentangan dengan Ibn al-Nafis 'adalah
bahwa hanya ada dua ventrikel, bukan tiga (Aristoteles, abad ke-4 SM) dan bahwa ventrikel
mendapatkan energinya dari darah yang mengalir di pembuluh yang berjalan di pembuluh
koroner , bukan dari darah yang disimpan di kananventrikel . [22]

Berdasarkan ilmu anatominya, Ibn al-Nafis menyatakan:

Darah dari bilik kanan jantung harus sampai di bilik kiri, tetapi tidak ada jalur langsung di antara
keduanya. Septum jantung yang tebal tidak berlubang dan tidak memiliki pori-pori yang terlihat
seperti yang dipikirkan sebagian orang atau pori-pori yang tidak terlihat seperti yang dipikirkan
Galen. Darah dari bilik kanan harus mengalir melalui vena arteriosa ( arteri pulmonalis ) ke
paru-paru, menyebar melalui zat-zatnya, bercampur di sana dengan udara, melewati arteria
venosa ( vena pulmonalis ) untuk mencapai bilik kiri jantung, dan di sana membentuk semangat
vital .... [23] [24]

Di tempat lain dalam karya ini, dia berkata:


Jantung hanya memiliki dua ventrikel ... dan di antara keduanya sama sekali tidak ada celah.
Juga diseksi memberikan kebohongan ini pada apa yang mereka katakan, karena septum antara
dua rongga ini jauh lebih tebal daripada di tempat lain. Manfaat darah ini (yang ada di rongga
kanan) adalah naik ke paru-paru, bercampur dengan udara apa yang ada di paru-paru,
kemudian melewati arteria venosa ke rongga kiri dua rongga jantung; dan dari campuran itu
tercipta roh hewani.
Sirkulasi koroner Ibn al-Nafis juga mendalilkan bahwa nutrisi untuk jantung diekstraksi dari
arteri koroner : [25]

Sekali lagi pernyataannya [Ibnu Sina] bahwa darah yang ada di sisi kanan adalah untuk
menyehatkan jantung sama sekali tidak benar, karena makanan ke jantung adalah dari darah
yang melewati pembuluh yang menembus tubuh jantung.

Sirkulasi kapiler Edit


Ibn al-Nafis memiliki wawasan tentang apa yang akan menjadi teori sirkulasi kapiler yang lebih
besar. Dia menyatakan bahwa "pasti ada komunikasi kecil atau pori-pori (manafidh dalam
bahasa Arab) antara arteri dan vena pulmonalis," [26] sebuah prediksi yang mendahului
penemuan sistem kapiler lebih dari 400 tahun. Teori Ibn al-Nafis, bagaimanapun, terbatas pada
transit darah di paru-paru dan tidak meluas ke seluruh tubuh:

Untuk alasan ini vena arterious memiliki zat padat dengan dua lapisan, untuk membuat lebih
halus dari (darah) yang transsudes darinya. Arteri vena, sebaliknya, memiliki substansi tipis
untuk memfasilitasi penerimaan transsuded [darah] dari vena tersebut. Dan untuk alasan yang
sama ada bagian yang terlihat (atau pori-pori) di antara kedua [pembuluh darah].

DenyutEdit
Ibn al-Nafis juga tidak setuju dengan teori Galen bahwa denyut jantung diciptakan oleh tunik
arteri. Dia percaya bahwa "denyut nadi adalah akibat langsung dari detak jantung, bahkan
mengamati bahwa arteri berkontraksi dan mengembang pada waktu yang berbeda tergantung
pada jaraknya dari jantung. Dia juga mengamati dengan tepat bahwa arteri berkontraksi ketika
jantung mengembang dan mengembang saat jantung. kontrak. [21]

Dalam mendeskripsikan anatomi paru , Ibn al-Nafis mengatakan:


Paru-paru terdiri dari beberapa bagian, salah satunya adalah bronkus; yang kedua, cabang dari
arteria venosa; dan yang ketiga, cabang-cabang dari vena arteriosa, semuanya dihubungkan
oleh daging berpori yang lepas ..... Kebutuhan paru-paru akan vena arteriosa adalah untuk
mengangkut ke sana darah yang telah diencerkan dan dihangatkan di jantung, Sehingga apa
yang merembes melalui pori-pori cabang-cabang pembuluh darah ini ke dalam alveoli paru-
paru dapat bercampur dengan udara yang ada di dalamnya dan bergabung dengannya,
komposit yang dihasilkan menjadi cocok menjadi roh ketika pencampuran ini terjadi di rongga
kiri. dari hati. Campuran dibawa ke rongga kiri oleh arteria venosa. [9]
Juga ditemukan bahwa "Di paru-paru, sebagian darah disaring melalui dua tunik (penutup)
pembuluh yang membawa darah ke paru-paru dari jantung. Ibn al-Nafīs menyebut pembuluh
ini sebagai 'vena mirip arteri', tetapi sekarang kami menyebutnya arteri pulmonalis . " [21]

Ibn al-Nafis juga salah satu dari sedikit dokter pada saat itu, yang mendukung pandangan
bahwa otak , bukan jantung , adalah organ yang bertanggung jawab untuk berpikir dan sensasi.
[27]
Ibn al-Nafis lahir pada 1213 dari sebuah keluarga Arab [11] mungkin di sebuah desa dekat
Damaskus bernama Karashia, setelah itu Nisba- nya mungkin diturunkan. Pada awal hidupnya,
dia mempelajari teologi, filsafat dan sastra. Kemudian, pada usia 16 tahun, ia mulai belajar
kedokteran selama lebih dari sepuluh tahun di Rumah Sakit Nuri di Damaskus, yang didirikan
oleh Pangeran Turki Nur-al Din Muhmud ibn Zanki , pada abad ke-12. Dia sezaman dengan
dokter Damaskus terkenal Ibn Abi Usaibia dan mereka berdua diajar oleh pendiri sekolah
kedokteran di Damaskus, Al-Dakhwar . Ibn Abi Usaibiasama sekali tidak menyebut Ibn al-Nafis
dalam kamus biografinya "Kehidupan Para Dokter". Kelalaian yang tampaknya disengaja bisa
jadi karena permusuhan pribadi atau mungkin persaingan antara kedua dokter tersebut. [12]

Pada 1236, Ibn al-Nafis, bersama beberapa rekannya, pindah ke Mesir atas permintaan sultan
Ayyubiyah al-Kamil . Ibn al-Nafis diangkat sebagai dokter kepala di rumah sakit al-Naseri yang
didirikan oleh Saladin , di mana ia mengajar dan mempraktikkan kedokteran selama beberapa
tahun. Salah satu muridnya yang paling terkenal adalah tabib Kristen terkenal Ibn al-Quff . Ibn
al-Nafis juga mengajar ilmu hukum di Madrasah al-Masruriyya ( bahasa Arab : ‫)المدرسة المسرورية‬.
Namanya ditemukan di antara para sarjana lain, yang memberikan wawasan tentang seberapa
baik dia dihormati dalam studi dan praktik hukum agama.

Ibn al-Nafis menjalani sebagian besar hidupnya di Mesir , dan menyaksikan beberapa peristiwa
penting seperti jatuhnya Baghdad dan kebangkitan Mamluk . Ia bahkan menjadi tabib pribadi
sultan Baibars dan para pemimpin politik terkemuka lainnya, dengan demikian menunjukkan
dirinya sebagai otoritas di antara para praktisi pengobatan. Belakangan dalam hidupnya, ketika
dia berusia 74 tahun, Ibn al-Nafis diangkat sebagai dokter kepala di rumah sakit al-Mansori yang
baru didirikan tempat dia bekerja selama sisa hidupnya.

Ibn al-Nafis meninggal di Kairo setelah beberapa hari sakit. Muridnya Safi Aboo al-fat'h
membuat puisi tentang dia. Sebelum kematiannya, ia mendonasikan rumah dan
perpustakaannya ke Rumah Sakit Qalawun atau, yang juga dikenal, Rumah Pemulihan.
Buku-bukunya yang paling banyak adalah Al-Shamil fi al-Tibb (The Comprehensive Book on
Medicine), yang direncanakan menjadi ensiklopedia yang terdiri dari 300 jilid. Namun, Ibn al-
Nafis berhasil menerbitkan hanya 80 sebelum kematiannya, dan pekerjaannya tidak selesai.
Terlepas dari kenyataan ini, karya tersebut dianggap sebagai salah satu ensiklopedia medis
terbesar yang pernah ditulis oleh satu orang, dan memberikan ringkasan lengkap tentang
pengetahuan medis di dunia Islam pada saat itu. Ibn al-Nafis mewariskan ensiklopedia bersama
dengan semua perpustakaannya ke rumah sakit Mansoory tempat dia bekerja sebelum
kematiannya.

Seiring waktu, banyak jilid ensiklopedia hilang atau tersebar di seluruh dunia dengan hanya 2
jilid yang masih tersisa di Mesir. Sarjana Mesir Youssef Ziedan memulai proyek pengumpulan
dan pemeriksaan manuskrip yang masih ada dari karya ini yang dikatalogkan di banyak
perpustakaan di seluruh dunia, termasuk Perpustakaan Universitas Cambridge , Perpustakaan
Bodleian , dan Perpustakaan Medis Lane di Universitas Stanford . [13]

Komentar tentang Anatomi dalam Kanon Avicenna Edit


Sharh Tashrih al-Qanun ("Commentary on Anatomy in Books I and II of Ibn Sina's Kitab al-
Qanun"), diterbitkan ketika Ibn al-Nafis baru berusia 29 tahun, masih dianggap oleh banyak
orang sebagai karyanya yang paling terkenal. Meskipun tidak terbukti sepopuler ensiklopedia
medisnya di kalangan Islam, buku ini sangat diminati dewasa ini, khususnya bagi sejarawan
sains yang sebagian besar peduli dengan penemuannya yang terkenal tentang sirkulasi paru .

Buku tersebut membahas tentang konsep anatomi Kanon Avicenna. Dimulai dengan kata
pengantar di mana Ibn al-Nafis berbicara tentang pentingnya pengetahuan anatomi bagi
dokter, dan hubungan vital antara anatomi dan fisiologi . Dia kemudian melanjutkan untuk
membahas anatomi tubuh yang dia bagi menjadi dua jenis; anatomi umum yaitu anatomi
tulang, otot, saraf, vena dan arteri; dan anatomi khusus yang berkaitan dengan bagian dalam
tubuh seperti jantung dan paru-paru.

Yang paling membedakan buku ini adalah bahasa percaya diri yang diperlihatkan Ibn al-Nafis di
seluruh teks dan keberaniannya untuk menantang otoritas medis paling mapan saat itu seperti
Galen dan Avicenna . Ibn al-Nafis, dengan demikian, adalah salah satu dari sedikit dokter abad
pertengahan — jika bukan satu-satunya — yang memberikan kontribusi nyata pada ilmu
fisiologi dan mencoba mendorongnya melampaui tradisi Yunani-Romawi.

Komentar tentang Hippocrates '"Nature of Man" Edit


Naskah tertentu dari komentar Ibn al-Nafis tentang Hippocrates ' Nature of Man disimpan oleh
National Library of Medicine . Ini unik dan penting karena ini adalah satu-satunya salinan yang
tercatat yang berisi komentar dari Ibn al-Nafïs tentang risalah Hipokrates tentang Sifat
Manusia . Komentar Al-Nafïs tentang Hakikat Manusia ditemukan di Sharh Tabi'at al-Insan li-
Burqrat. Ia menawarkan gagasan pendidikan kedokteran selama periode ini, dalam bentuk
ijazahdisertakan dengan teks. Dokumen ini mengungkapkan bahwa Ibn al-Nafïs memiliki
seorang siswa bernama Syams al-Dawlah Abü al-Fadi ibn Abï al-Hasan al-Masïhï, yang berhasil
membaca dan menguasai kursus membaca yang terkait dengan risalah tersebut, setelah itu al-
Masïhï menerima ini lisensi dari Ibn al-Nafïs. Berdasarkan bukti dari komentar-komentar seperti
ini, para sarjana modern mengetahui bahwa dokter pada zaman ini menerima lisensi ketika
mereka menyelesaikan bagian tertentu dari pelatihan mereka. [14]

Komentar tentang "Endemik"Edit


Pada paruh kedua abad ketiga belas, Ibn al-Nafïs menyusun komentar Arab pertama tentang
Endemik Hipokrates . Komentarnya panjang dan berisi dua manuskrip yang masih ada, terdiri
dari 200 dan 192 folio. [15] Komentar Ibn al-Nafïs tentang Endemik Hippocrates di Sharh
Abidhimya li-Burqrat adalah analisis tiga konstitusi Hippocrates. Al-Nafïs meninjau kembali
kasus penyakit yang dijelaskan oleh Hippocrates dalam teksnya, sambil membandingkan dan
membedakan kasus tersebut dengan kasus dan kesimpulannya sendiri. Dalam komentarnya, al-
Nafïs menekankan pada wabah penyakit. Dalam satu contoh, dia membandingkan wabah
malnutrisi tertentu di Damaskus, Suriah, hingga wabah yang dijelaskan oleh Hippocrates.
Seperti Hippocrates, al-Nafïs membuat peta wabah dan keduanya menyimpulkan bahwa
Damaskus adalah asal muasal wabah. Metode untuk menemukan asal wabah digunakan oleh
John Snow 600 tahun kemudian, ketika dia membuat peta wabahnya sendiri. [16]

Pekerjaan lain Edit


Ibn al-Nafis juga menulis sejumlah buku dan komentar tentang berbagai topik termasuk
kedokteran , hukum , logika , filsafat , teologi , tata bahasa , dan lingkungan . Komentarnya
termasuk satu di buku Hippocrates , beberapa volume di The Canon of Medicine Avicenna , dan
komentar tentang Hunayn Ibn Ishaq .

al-Mūjaz fī al-Tibb ("Ringkasan Pengobatan"); garis besar pengobatan yang sangat populer di
kalangan dokter Arab dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Turki dan Ibrani .
Kitāb al-Mukhtār fī al-Aghḏiyah (“Pilihan Bahan Makanan”); sebagian besar kontribusi
orisinalnya pada efek diet pada kesehatan. [17]
Bughyat al-Tālibīn wa Hujjat al-Mutaṭabbibīn ("Buku Referensi untuk Dokter"); buku referensi
bagi dokter yang berisi pengetahuan umumnya untuk membantu dokter dalam diagnosis
penyakit, pengobatan penyakit, dan pelaksanaan prosedur pembedahan. [18] [19]
al-Muhaḏḏab fī al-Kuhl ("Buku yang Dipoles tentang oftalmologi "); sebuah buku asli tentang
oftalmologi. Ibn al-Nafis membuat buku ini untuk memoles dan membangun konsep dalam
oftalmologi yang aslinya dibuat oleh Masawaiyh dan Idn Ishaq . [19]
Sharḥ Masā'il Hunayn ("Komentar tentang Pertanyaan Hunayn Ibn Ishaq ").
al-Risālah al-Kāmiliyyah fī al-Ssīrah al-Nabawiyyah ; (" Theologus Autodidactus "); sebuah risalah
filosofis yang diklaim oleh beberapa orang sebagai novel teologis pertama . [20]
Pandangan filosofis Ibn al-Nafis banyak diketahui dari novel filosofisnya, Theologus
Autodidactus . Novel ini menyentuh berbagai mata pelajaran filosofis seperti kosmologi ,
empirisme , epistemologi , eksperimen , futurologi , eskatologi , dan filsafat alam . Ini berkaitan
dengan tema-tema ini dan lainnya melalui kisah seorang anak liar di pulau terpencil, dan
perkembangan pikirannya setelah kontak dengan dunia luar.

Plot Theologus Autodidactus dimaksudkan untuk menjadi respon terhadap Ibnu Tufail
(Abubacer), yang menulis novel Arab pertama Hayy ibn Yaqdhan ( Philosophus Autodidactus )
yang itu sendiri merupakan respon terhadap al-Ghazali 's The Incoherence dari para filsuf . Ibn
al-Nafis dengan demikian menulis narasi Theologus Autodidactus sebagai sanggahan argumen
Abubacer dalam Philosophus Autodidactus .

Ibn al-Nafis menggambarkan bukunya Theologus Autodidactus sebagai pembelaan dari "sistem
Islam dan doktrin umat Islam tentang misi para Nabi, hukum agama, kebangkitan tubuh, dan
transitoriness dunia." Dia menyajikan argumen rasional untuk kebangkitan tubuh dan
keabadian jiwa manusia, menggunakan alasan demonstratif dan materi dari korpus hadits
untuk membuktikan kasusnya. Ulama Islam kemudian melihat karya ini sebagai respon
terhadap klaim metafisik Avicenna dan Ibn Tufail bahwa kebangkitan tubuh tidak dapat
dibuktikan melalui akal, sebuah pandangan yang sebelumnya dikritik oleh al-Ghazali. [34]

Tidak seperti Ibnu Sina yang mendukung gagasan Aristoteles tentang jiwa yang berasal dari hati,
Ibn al-Nafis di sisi lain menolak gagasan ini dan malah berpendapat bahwa jiwa "terkait dengan
keseluruhan dan bukan dengan satu atau beberapa organ." Dia lebih jauh mengkritik gagasan
Aristoteles bahwa setiap jiwa yang unik membutuhkan keberadaan sumber yang unik, dalam
hal ini hati. Ibn al-Nafis menyimpulkan bahwa "jiwa tidak terkait terutama dengan roh atau
organ apa pun, melainkan dengan seluruh materi yang temperamennya dipersiapkan untuk
menerima jiwa itu" dan dia mendefinisikan jiwa sebagai tidak lain adalah "apa yang ditunjukkan
oleh manusia. dengan mengatakan ' Saya '. " [35]

Ibn al-Nafis membahas eskatologi Islam secara mendalam dalam Theologus Autodidactus , di
mana ia merasionalisasi pandangan Islam tentang eskatologi menggunakan akal dan sains
untuk menjelaskan peristiwa yang akan terjadi menurut tradisi Islam . Argumen rasional dan
ilmiahnya disajikan dalam bentuk fiksi Arab, sehingga Theologus Autodidactus -nya dapat
dianggap sebagai karya fiksi ilmiah paling awal. [36]
Saat ini ada perdebatan mengenai apakah Ibn al-Nafis mempengaruhi ahli anatomi Barat
seperti Realdo Columbo dan William Harvey . [37] [38] Pada 1344 M, Kazrouny menulis salinan
verbatim dari komentar Ibn al-Nafis 'tentang Kanon dalam Sharh al-Kulliyat . [39] [40] Pada
tahun 1500 M, Andrea Alpago kembali ke Italia setelah belajar di Damaskus. [40] [41] Dalam
publikasi Libellus de removalendis nocumentis milik Alpago pada tahun 1547 M , quae accident
in regimime sanitatis , terdapat terjemahan Latin yang berisi bagian dari komentar Ibn al-Nafis
tentang farmakope. [40] [41] Ini diterbitkan di Venesia selama pemerintahannya atas Padua .
[40] [41] Harvey tiba di Padua pada tahun 1597 M. [40] [42]

Perdebatan saat ini beralih pada apakah peristiwa-peristiwa ini terkait secara kausal atau
kebetulan sejarah. [42]
Penguasaan ilmu kedokteran Ibn al-Nafis, tulisan-tulisannya yang produktif, dan juga citranya
sebagai seorang ulama yang taat meninggalkan kesan positif bagi para penulis biografi dan
sejarawan Muslim di kemudian hari, bahkan di antara yang konservatif seperti al-Dhahabi . Dia
telah digambarkan sebagai tabib terhebat pada masanya, bahkan ada yang menyebut dia
sebagai " Ibn Sina kedua ". [20] [43]

Bertahun-tahun sebelum Ibn al-Nafis lahir, fisiologi dan anatomi Galenik mendominasi tradisi
kedokteran Arab sejak zaman Hunayn ibn Ishaq (809–873 M). [21] Otoritas medis pada saat itu
jarang menantang prinsip yang mendasari sistem ini. [21] Apa yang membedakan Al-Nafis
sebagai seorang dokter adalah keberaniannya dalam menantang karya Galen. Dalam
mempelajari sekaligus mengkritik sistem Galenik, dia membentuk hipotesis medisnya sendiri.

Pentingnya Ibn al-Nafis dalam sejarah kedokteran tidak sepenuhnya diakui di kalangan barat
hingga baru-baru ini. Mayoritas karyanya tetap tidak dikenal di barat sampai ditemukan
kembali pada awal abad ke-20. Sejak itu, evaluasi baru atas karyanya telah dilakukan, dengan
apresiasi khusus yang diberikan pada pengamatan fisiologisnya yang lebih dulu dari mereka.

Bagi sejarawan sains, Ibn al-Nafis terkadang dianggap sebagai "ahli fisiologi terbesar di abad
pertengahan". [44] [45] George Sarton , dalam "Pengantar Sejarah Ilmu Pengetahuan", menulis
tentang waktu teori Ibn al-Nafis baru saja ditemukan, mengatakan:

Jika keaslian teori Ibn al-Nafis dikonfirmasi, kepentingannya akan meningkat pesat; karena dia
kemudian harus dianggap sebagai salah satu pelopor utama William Harvey dan ahli fisiologi
terbesar di Abad Pertengahan. [46]

Anda mungkin juga menyukai