Anda di halaman 1dari 2

1.

Pedekatan :
Hubungan guru dan peserta didik tidak selalu harmonis. Seringkali peserta didik merasa
tidak adil atas perlakuan sekolah terhadap guru maupun peserta didik lainnya. Hal yang
paling serting terjadii adalah masalah ketidak disiplinan, keterlambatan, dll. Terkadang
peserta didik tidak melihat permasalahan utama dibalik ketidak disiplinan itu, yang
mereka lihat hanya konsekuensi yang mereka terima. Untuk itu penting bagi guru untuk
dapat menjelaskannya dengan metode yang tepat pada siswa yang tepat dan waktu yang
tepat.
Bagi saya sendiri penting bagi saya untuk meyakinkan diri bahwa saya adalah guru yang
harus berintergritas, agar dapat menghasilkan penerus bangsa yang berintegritas. Maka
saya sendiri harus disiplin terhadap peraturan yang ada, konsisten terhadap apa yang saya
ucapkan. Sebelum menegur peserta didik saya harus memastikan bahwa saya tidak
melakukan pelanggaran yang sama. Contoh jika kesepakatan terlambat 15 menit tidak
boleh masuk kelas , maka saya harus konsisten terhadap kesepakatan tersebut.
Langkah langkah meyebarkan penguatan itegritas adalh dengan memberi tugas yang
harus dilakukan dirumah dengan orang tua mereka, lingkungan dan gereja, misalnya
membantu orang tua memasak sambil memperhatikan sifat koligatif yang muncul.

2. Salah satu permasalah yang dihadapi oleh guru disekolah adalah bagaimana memberi
hukuman yang tepat kepada peserta didik. Salah memberi hukuman dianggap sebagai
kekerasan kepada anak. Hukuman dan kekerasan mungkin sama-sama berpotensi
menyakiti (melukai) baik psikis maupun fisik, bisa pula sama-sama bertujuan untuk
menghentikan perilaku-perilaku tertentu. Namun, hukuman lebih dilandasi komitmen
moral dengan tujuan mendidik. Sedangkan kekerasan dilakukan bukan dalam rangka
mendidik. Di sana terdapat emosi―misalnya amarah atau kekesalan―dan dampaknya
berbahaya bagi fisik maupun psikis anak.
Hukuman sebenarnya merupakan bentuk sanksi yang diberikan karena melanggar norma
yang berlaku. Dalam teori perilaku (behavior), hukuman merupakan penguat negatif yang
bisa berupa pelemahan atau penekanan perilaku tertentu, atau penghilangan perilaku.
Tentu perilaku yang ingin dilemahkan, ditekan atau dihilangkan adalah perilaku yang
tidak sesuai aturan. Singkatnya, hukuman merupakan salah satu alat dalam mendidik.
orang bijak pernah berkata, “engkau memukulnya dengan tongkat, tetapi engkau
melepaskan jiwanya dari alam maut”. Ajaran ini tentang mendidik seorang anak atau
membentuk moralnya. Misalkan, seorang anak melakukan perbuatan mencuri. Setelah
ditegur berkali-kali, lalu diberi penjelasan bahwa seseorang tidak boleh mengambil yang
bukan hak (milik)-nya, tetapi si anak masih melakukan atau mengulangi perbuatannya,
maka hukuman fisik diterapkan. Ini demi keselamatan jiwa si anak kelak. Lagipula, bila
dilandasi kasih sayang dan moralitas si anak, maka pemberian hukuman fisik tidaklah
mungkin sampai mencelakai si anak. Seorang pendidik (baik orang tua maupun guru)
tidak boleh, sekali saja pun, membiarkan perbuatan buruk anak menjadi kebiasaan.
Kekerasan merupakan perilaku seseorang kepadaorang  lain dengan maksud menyakiti
atau melukai. Berbeda dengan pemberian hukuman, kekerasan bukan dalam rangka
mendidik. Beberapa tindakan yang termasuk dalam kekerasan yang sering ditemui di
sekolah, antara lain: memukul, mencubit, memelintir, menampar, berdiri di depan
kelas, push up beberapa kali, membersihkan kamar mandi, lari keliling lapangan,
mengusir dari kelas, menjemur, sampai kekerasan seksual. Sekilas beberapa tindakan di
atas bukanlah kekerasan, melainkan hukuman. Hal inilah yang perlu diperhatikan oleh
pendidik.
Umumnya tindakan kekerasan terjadi karena disebabkan oleh: siswa ramai di kelas, siswa
datang terlambat, tidak mengerjakan tugas, mengganggu teman, dan lain sebagainya.
Tindakan fisik, seperti memukul, sering dipicu oleh rasa kesal sang guru. Apalagi siswa
tersebut sudah berulang kali berulah. Tidak ada jeda bagi siswa untuk memikirkan ulang
perbuatan (salah)nya sebab guru tidak memberikan penjelasan. Atau juga hanya dengan
penjelasan singkat, lalu langsung memukul siswa. Dengan kata lain, pendidik
memberlakukan tindakan kekerasan karena didasari oleh pandangan subjektif dan disertai
rasa kesal atau marah.
Tindakan kekerasan dikatakan kekerasan juga karena tindakan tersebut tidak konsisten
terhadap perbuatan salah peserta didik. Misalkan, siswa yang tidak mengerjakan tugas
rumah (pekerjaan rumah – PR) disuruh berdiri di depan kelas atau diusir ke luar kelas.
Dalam hal ini guru tidak mempertimbangkan, misalkan, kemampuan siswa, PR dari guru
lain, PR terlalu sulit bagi siswa, kondisi siswa saat di rumah, atau faktor-faktor lainnya. 
Malahan hak siswa untuk mengikuti proses belajar menjadi hilang karena disuruh berdiri
atau diusir dari kelas. Selain itu, dampak psikologis (rasa malu, lelah, takut) terhadap
siswa tidak menjadi pertimbangan guru. Supaya tidak terjerumus pada kekerasan, seorang
pendidik wajib mengetahui alasan di balik perbuatan peserta didiknya. Sehingga dapat
memberikan teguran dan/atau hukuman yang tepat. Bahkan bila perlu, si anak
diberitahukan mengapa penting baginya untuk mengerjakan PR. Contoh lain ketika siswa
ramai di kelas. Maksud ramai di sini adalah sebagian atau seluruh siswa membuat suara,
berbicara, berteriak, atau mengganggu teman saat guru sedang mengajar. Hal ini memang
sangat mengganggu bagi guru. Respon guru biasanya dimulai dengan diam sejenak
(sambil mata melotot), memukul-mukul meja, sampai berteriak untuk menertibkan kelas.
Guru diliputi perasaan marah, membentak-bentak siswa. Secara psikologis, hal ini
berdampak buruk bagi peserta didik. 
Menciptakan rasa takut terhadap guru. Tentu kita tidak menginginkan hal ini. Hal yang
sering tidak disadari oleh guru dalam hal ini antara lain: bisa jadi pelajaran
membosankan, siswa lelah, pembawaan guru terlalu monoton, konsentrasi siswa telah
memudar, atau bahkan saat itu siswa sedang tidak tertarik untuk belajar. Di sisi guru, kita
bisa amati bahwa guru bersangkutan tidak memiliki kemampuan menguasai kelas,
membuat pelajaran lebih menarik bagi siswa, hingga tidak memiliki kemampuan
mengintrospeksi diri. Saya pikir, membentak siswa merupakan tindakan kekerasan.
Kesimpulan saya hukuman masih dibutuhkan dan jangan lupa reward sebagai imbal
baliknya. Tapi kalau kekerasan tentu tidak boleh.

Anda mungkin juga menyukai