Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH FITOMEDISIN

“ALKALOID”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
MARFUA ISNAENI 51720011071

SRI KAMALIA 51720011125

NURFAHISAH 51720011091

SYAMSUL ALAM 51720001130

DOSEN PENGAMPU : Apt.MUH. ARIS,.S.Si.,M.Si

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENDIDIKAN ALAM

UNIVERSITAS PANCASAKTI

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahan kimia alam mengandung senyawa-senyawa yang dikenal
dengan metabolit sekunder. Metabolit sekunder merupakan senyawa
kimia yang terbentuk dalam tanaman. Senyawa-senyawa yang
tergolong ke dalam kelompok metabolit sekunder ini antara lain:
alkaloid, flavonoid, steroid, terpenoid, saponin dan lain-lain. Senyawa-
senyawa metabolit sekunder tersebut memiliki sekunder tersebut
memiliki khasiat yang berbeda-beda, sehingga mendorong pentingnya
penggalian sumber obat-obatan tradisional dari bahan alam salah
satunya dari tumbuh-tumbuhan.

Alkaloid adalah senyawa metabolit sekunder terbanyak yang


memiliki atom nitrogen, yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan dan
hewan. Sebagian besar senyawa alkaloid bersumber dari tumbuh-
tumbuhan, terutama angiosperm. Lebih dari 20% spesies angiosperm
mengandung alkaloid (Wink, 2008). Alkaloid dapat ditemukan pada
berbagai bagian tanaman, seperti bunga, biji, daun, ranting, akar dan
kulit batang. Alkaloida umunya ditemukan dalam kadar yang kecil dan
harus dipisahkan dari campuran senyawa yang rumit yang berasal dari
jaringan tumbuhan.

Pada kehidupan sehari-hari alkaloid selama bertahun-tahun


telah menarik perhatian terutama karena pengaruh fisiologisnya
terhadap bidang farmasi, tetapi fungsinya dalam tumbuhan hampir
sama. Menurut Liebig hai ini disebabkan karena alkaloid bersifat basa,
sehingga dapat mengganti basa mineral dalam mempertahankan
kesetimbangan ion dalam tumbuhan.
Hampir semua alkaloid yang ditemukan dialam mempunyai
keaktifan biologis tertentu ada yang sangat beracun tetapi ada pula
yang sangat berguna dalam pengobatan. Misalanya kuinin, morfin dan
stiknin adalah alkaloid yang terkenal dalam mempunyai efek sifiologis
dan fisikologi. alkaloda dapat ditemukan dalam berbegai bagian
tumbuhan seperti biji, daun dan ranting dan kulit batang. alkaloid
umumnya ditemukandalam kadar yang kecil dan harus dipisahkan
dalam campuran senyawa rumityang berasal dari jaringan tumbuhan.

B. Rumusan Masalah
1. Apayang dimaksud dengan Alkaloid?
2. Bagaimana metode penelitian yang digunakan ?
3. Bagaimana efek farmakologinya?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Alkaloid
2. Untuk mengetahui metode penelitian yang digunakan
3. Untuk mengetahui efek farmakologinya
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Alkaloid
1. Pengertian Alkaloid
Alkaloid adalah basa organic yang mengandung amina
sekunder, tersier atau siklik. Diperkirakan 5500 alkaloid telah
diketahui, dan alkaloid adalah yang containing some 5500 alkaloids
are known, yang merupakan golongan senyawa metabolit
sekunder terbesar dari tanaman. Tidak satupun definisi yang
memuaskan tentang alkaloid, tetapi alkaloid umumnya mencakup
senyawa senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih
atom nitrogen, biasanya sebagai bagian dari system siklik. Secara
kimia, alkaloid adalah golongan yang sangat heterogen berkisar
dari senyawa-senyawa yang sederhana (Utami, at all, 2008).
Suatu cara mengklasifikasikan alkaloid adalah cara yang
didasarkan jenis cincin heterosiklik nitrogen yang merupakan
bagian dari struktur molekul. Jenisnya yaitu pirolidin, piperidin,
kuinolin, isokuinolin, indol, piridin dan sebagainya (Robinson,
2003). Alkaloida tidak mempunyai tatanan sistematik, oleh karena
itu, suatu alkaloida dinyatakan dengan nama trivial, misalnya kunin,
morfin dan stiknin. Hampir semua nama trivial ini berakhiran in
yang mencirikan alkaloida (Cordell, 2008)
Golongan alkaloid adalah golongan senyawa yang
mempunyai struktur heterosiklik dan mengandung atom N di dalam
intinya. Sifat umum yang dimiliki oleh golongan senyawa ini adalah
basa, rasa pahit, umumnya berasal dari tumbuhan dan berkhasiat
secara farmakologis. Struktur golongan alkaloid amat beragam,
dari yang sederhana sampai yang rumit. nikotin adalah contoh
yang sederhana (Padmawinata, 2000).
Pada temperatur kamar kebanyakan alkaloid berupa padatan.
Bentuk alkaloid ada yang kristal dan amorf. Beberapa diantaranya
berupa cairan, namun tidak banyak jumlahnya. Alkaloid yang padat
umumnya berwarna putih atau tidak berwarna, tetapi adapula yang
berwarna kuning, misalnya berberina (Sumardjo, 2008)
2. Sifat alkaloid (Robnson, 2003):
i. Mengandung atom N dan bersifat basa
ii. Bereaksi dengan logam dan mengendap
iii. Alkaloid yang mengandung atom O bersifat padat dan dapat
dikristalkan pada suhu kamar, kecuali poliketida dan arekolin
iv. Alkaloid yang tidak mengandung atom O bersifat cairan
danmudah menguap serta menimbulkan bau yang sangat kuat
v. Banyak terdapat di tumbuhan daripada di hewan
vi. Disintesis dari asam amino
vii. Larut membentuk garam, yang bersifat lebih larut dalam air
pelarut organik, sebaliknya. alkaloid sendiri lebih larut dalam
pelarut organik daripada air.
B. Penggolongan alkaloid
Berdasarkan struktur cincin atau inti yang dimiliki, yaitu
(Swastini, 2007)
a. Alkaloid Piridin-Piperidin
Pada proses reduksi, basa tersier piridin dikonversi menjadi
basa piperidin. Alkaloid dengan struktur inti dari kelompok ini
terbagi menjadi 3 sub kelompok, yaitu :
1) Derivat piperidin, contohnya lobelin dan lobelia
2) Derivat asam nikotinat, contohnya arekolin dari areca
3) Derivat piridin dan piperidin, contohnya nikotin dari tembakau
b. Alkaloid Tropan
Alkaloid tropan memiliki struktur inti bisiklik, mengandung
nitrogen yaitu azabisiklo [3,2,1] oktan atau 8-metil-8-azabisiklo
[3,2,1] oktan. Alkaloid tropan ditemukan pada angiospermae, yaitu
famili Solanaceae (Atropa, Brugmansia, Datura, Scopolia,
Physalis), Erythroxylaceae (Erythroxylem), Proteaceae (Belladena
dan Darlingia) dan Convoovulaceae (Convovulus dan Calystegia).
Alkaloid tropan secara sporadis ditemukan pada tanaman
Bruguiera, Phyllanthus, dan Cochlearia. Karakter alkaloid yang
mengandung inti tropan adalah jika direaksikan dengan asam
nitrat, kemudian residunya dilarutkan dalam aseton maka akan
muncul warna ungu gelap. Hal ini disebabkan karena munculnya
larutan etanol dalam KOH ( Reaksi Vitalli Morin). Contoh alkaloid
tropan adalah dihasilkan oleh Atropa belladone dan kokain yang
dihasilkan oleh Erythroxylem coca.
c. Alkaloid Quinolin
Alkaloid yang memiliki struktur inti quinolin dihasilkan dari
tanaman cinchona (kina). Alkaloid yang tergolong quinolin
diantaranya quinin, quinidin, cinchonin, dan cinchonidin. Alkaloid
cinchona saat ini merupakan satu-satunya kelompok alkaloid
quinolin yang memiliki efek terapeutik. Cinchonin yang merupakan
isomer dari cinchonidin merupakan alkaloid orang tua dari semua
seri alkaloid quinin. Quinin dan isomernya yaitu quinidin
merupakan 6-metoksicinchonin.
d. Alkaloid Isoquinolin
Obat-obat penting yang berasal dari alkaloid isoquinolin adalah
ipekak, emetin, hidrastin, sanguinaria, kurare, tubokurarin,
berberin, dan opium. Meskipun alkaloid isoquinolin memiliki
struktur yang kompleks tetapi biosintetsisnya sangat sederhana.
Alkaloid isoquinolin merupakan hasil kondensasi derivat
feniletilamin dengan derivat fenilasetaldehid dimana kedua
senyawa ini merupakan derivat dari fenilalanin dan tirosin.5.
e. Alkaloid Indol
Obat-obat penting yang mengandung gugus indol adalah
rauwolfia (reserpin), catharanthus atau vinca (vinblastin dan
vincristin ), nux vomica (strihnin dan brusin), physostigma
(fisostigmin), dan ergot (ergotamin dan ergonovin). Terdapat tiga
kerangka monoterpenoid yang membentuk kompleks indol yaitu
kerangka tipe Aspidosperma, Corynanthe, dan Iboga. Penamaan
tipe kerangka ini berdasarkan tanaman yang banyak mengandung
alkaloid dengan inti monoterpen
f. Alkaloid Imidazol
Cincin imidazol (glioxalin) adalah cincin utama dari pilokarpin
yang dihasilkan oleh tanaman Pilocarpus jaborandi. Pilokarpin
adalah basa tersier yang mengandung gugus lakton dan imidazol.
Ditinjau dari strukturnya, alkaloid ini mungkin dibentuk dari histidin
atau suatu metabolit yang ekivalen.
g. Alkaloid steroid
Alkaloid steroid dikarakterisasi dengan adanya inti
siklopentanofenantren. Alkaloid ini biasanya dibentuk dari
kolesterol dan memiliki prekursor yang sama dengan kolesterol.
Alkaloid steroid yang penting adalah veratrum.
h. Alkaloid Amin
Alkaloid dalam kelompok ini tidak memiliki atom nitrogen dalam
cincin heterosiklik. Kebanyakan merupakan derivat dari
feniletilamin dan asam amino umum seperti fenilalanin dan tirosin.
Contoh alkaloid ini adalah efedrin dan kolkisin.
i. Basa Purin
Purin adalah inti heterosiklik yang mengandung anggota 6
cincin pirimidin yang bergabung dengan anggota 5 cincin imidazol.
Purin sendiri tidak ada di alam tetapi derivatnya signifikan secara
biologis. Alkaloid basa purin yang penting adalah kafein,
teobromin, dan teofilin
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian
1. Persiapan Tumbuhan dgerofum conyzoides L.
Tumbuhan A. conyzoides yang akan digunakan sebagai bahan
penelitian sebelumnya dilakukan identifikasi terlebih dahulu dengan
mengacu pada kunci determinasi Flora o( Boro (Backer dan Brink,
1965). Tumbuhan berasal dari Kebun Botani Universitas Pendidikan
Indonesia. Kemudian tumbuhan dikeringkan dengan cara diangin-
anginkan tanpa terkena cahaya matahari secara langsung.
Tumbuhan yang telah memiliki berat kering konstan siap untuk
dilakukan ekstraksi.
2. Ekstraksi Daun dan ALar Tumbuhan Ageratum conyzoides L serta
tdentifiLasi Senyawa Hasil Ekstraksi
Daun dan akar A. conyzoides yang akan diektsraksi dicuci bersih
lalu dikeringLan dengan cara diangin-anginkan. Daun dan akar tersebut
kemudian dihaluskan sampai menjadi serbuk. Selanjutnya menimbang
daun atau akar yang telah halus (berat sesuai dengan konsentrasi
yang diinginkan) kemudian ditambahLan dengan methanol sampai
terendam. Filtratnya diambil dengan penyaringan. Residu hasil
penyaringan dibilas dengan methanol sebanyak 2 kali masing-masing
10 ml. Hasil saringan diuapkan dengan menggunakan penangas air
dengan suhu 6@ C hingga diperoleh ekstrak Lasar A. conjzoides
(Fitriani, 1998).
Setelah itu residu didispersikan dengan 10 ml HCI 0,5 M.
Kemudian ekstraksi dengan menambahkan diklorometan sebanyak
2 kali masing-masing 25 ml menggunakan corong pemisah. Setelah
itu akan diperoleh fase asam yang selanjutnya akan dibasakan dengan
NaOH 4 N hingga pH-nya 10. Ekstraksi kembali dengan diLlorometan
sebanyak 3 kali masing-masing 25 ml. Fase diklorometan atau fase
yang terbanyaL diambil dan Lemudian diuapkan di suhu ruang
sehingga diperoleh ekstrak murni alkaloid. Residu kemudian
didispersikan dengan 1 ml DMSO 1% (Fitriani, 1998). Kemudian
ekstrak diuji dengan menggunakan alat GCMS. Hasil ekstraksi lalu
disimpan Le dalam botol gelap dengan kemasan yang baik dan
disimpan di dalam lemari es.
3. Sterilisasi Alat dan Bahan
Seluruh alat tahan panas dan bahan yang akan digunaLan
disterilisasi di dalam autoclave selama 30 menit dengan mengatur
tekanan sebesar 1S dyne/cm’ (1 atm) dan suhu sebesar 121° C yang
sebelumnya dicuci bersih, dikeringkan, dan dibungkus dengan kertas
(Capuccino dan Sherman, 2001; Pelczar, 1986). Untuk alat yang tidak
tahan panas, dibersihkan menggunakan alkohol 70%.
4. Pembuatan Kurva Tumbuh dan Kurva Baku Bakteri Staphylococcus
aureus ATCC 6538
Bakteri uji diaktivasi terlebih dahulu dengan menginokulasikan
satu ose bakteri yang diambil dari KNA miring, ke dalam labu
erlenmeyer yang berisi 10 ml medium Nutrient Broth (NB) IaIu
diinkubasi pada woferbof/i sicker dengan kecepatan 120 rpm dengan suhu
37 C selama 24 jam. Setelah 24 jam, biakkan bakteri yang telah
diaktivasi tadi Lemudian ditambahkan ke dalam labu erlenmeyer lain
yang berisi 90 ml medium NB IaIu diinkubasi lagi dengan kecepatan
120 rpm dengan suhu 37°C selama 24 jam (kultur inokulum). Metode
yang digunakan untuk membuat kurva tumbuh menggunakan Metode
Turbidimetri (Cappucino & Sherman, 1987).
5. Pembuatan Standar Turbiditas fnokulum
Nilai densitas standar inokulum bakteri equivalen dengan 0,5 Mc
Farlond standar (0,5 ml BaCI, 1% dicampurkan dengan 99,5 ml HMSO,
1%). Sebelum digunakan, campuran diaduk secara konstan untuk
mempertahankan suspensi. Densitas yang tepat untuk standar turbiditas
ini dihitung dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang
gelombang 625 nm dan dengan nilai absorbansi antara 0,08 sampai
0,10. (NCCLS, 2003).
6. Uji Aktivitas Ekstrak Alkaloid Ageratum ronyzoides L terhadap
Pertumbuhan Staphylococcus aureus ATCC 6538
a. Metode Ots"c-Di//usion
Biakan bakteri 24 jam disuspensikan ke dalam larutan NaCI
0,8S% steril dan disesuaikan kekeruhannya dengan 0,5 be Farland
Standar (Akinyemi, 2005).
b. Uji minimum inhibitory concentration (MIC)
Biakan bakteri dari KNA diambil kira-kira satu ose lalu
dihomogenkan ke dalam larutan NaCl. Kemudian biakan dalam
larutan tersebut dibandingkan dengan larutan 0,5 f•Ic Farland
Standar sampai kekeruhannya sama.
Penentuan nilai MIC ditentukan dengan cara membandingkan
biakan bakteri dan ekstrak yang telah diinkubasi selama 24jam dengan
biakan bakteri berusia Ojam secara kasat mata. Sebelum
dibandingkan secara kasat mata, kultur berusia 24 jam dan 0 jam
dihomogenkan dengan menggunakan vortex terlebih dahulu. Nilai MIC
merupakan nilai konsentrasi terendah sebelum kekeruhan kultur
berusia 24jam sama dengan kultur berusia Ojam (NCCLS, 2003).
c. Uji 'Minimum Bactezicidal Concentration (MBC)
Uji aktivitas untuk nilai MBC dilakukan dengan memindahkan
1 ml dari setiap tabung uji MIC kemudian dimasukkan ke dalam
cawan petri dan selanjutnya KNA dimasukkan. Biakan kemudian
diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Nilai MBC dicatat di
mana pada konsentrasi ekstrak terendah tidak lebih dari satu koloni
bakteri yang tumbuh pada medium padat (Akinyemi, 2005).
7. Analisis Data
Uji statistika yang digunakan untuk membandingkan pengaruh
ekstrak alkaloid daun dan akar A. conyzoides terhadap pertumbuhan
S. aureus adalah dengan uji Two Way ANOVA dengan menggunakan
program SPSS versi \6 (or windows dengan tingkat kepercayaan 95%.
Kemudian dilakukan uji lanjutan dengan menggunakan uji Tukey untuk
membandingkan nilai rata-rata diameter zona hambat masing-masing
kelompok konsentrasi ekstrak alkaloid daun dan akar A. conyzoides
terhadap S. aureus.
B. EFEK FARMAKOLOGI
Alkaloid memiliki efek farmakologi pada manusia dan hewan sebagai
zat antibakteri. Hal ini disebabkan karena alkaloid mempunyai
kemampuan dalam menghambat kerja enzim untuk mensintesis protein
bakteri. Penghambatan keja enzim ini dapat mengaLibatkan metabolisme
bakteri terganggu (Suranintyas et al., 2008). Alkaloid juga dapat merusak
komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan
dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian
pada sel tersebut (Juliantina et al., 2009).
C. PEMBAHASAN
Efektivitas yang sama dari kedua ekstrak alkaloid ini dipengaruhi
oleh adanya kandungan klorofil di dalam ekstrak. Kandungan klorofil
tersebut menyebabkan ekstrak menjadi lebih pekat. Adanya klorofil ini
dapat dilihat dari adanya gugus aldehid dan metil pada hasil GCMS.
Menurut Kusmiyati dan Agustini (2007), kandungan klorofil dapat
menurunkan aktivitas senyawa antibakteri terhadap bakteri uji karena
memiliki molekul yang lebih besar, sehingga diperlukan proses
ekstraksi yang lebih lanjut untuk memisahkan klorofil dari senyawa
aktif.
Setelah pada konsentrasi optimum menghambat, untuk kedua jenis
ekstrak alkaloid yaitu daun dan akar mengalami penurunan besar
diameter zona hambat yaitu pada konsentrasi 60 g/ml untuk ekstrak
alkaloid daun dan pada konsentrasi 50 g/ml untuk ekstrak alkaloid akar
A. conyzoides. Hal ini dikarenakan pada konsentrasi yang lebih tinggi
diduga tejadi saling mengikat antarmolekul yang terkandung dalam
ekstrak sehingga terbentuk molekul yang berukuran lebih besar.
Semakin tinggi konsentrasi maka pembentukan senyawa beruLuran lebih
besar menjadi lebih banyak sehingga menyebabkan senyawa-senyawa
aktif yang terkandung dalam ekstrak berukuran lebih besar dari
sebelumnya. Molekul berukuran besar ini tidak mampu menembus
pori-pori medium agar dan menyebabkan tidak terjadi kontak langsung
antara senyawa aktif dengan bakteri uji, sehingga tidak terjadi
perusakan pada sel bakteri oleh senyawa aktif. Kemampuan difusi
bahan dan kepekatan ekstrak juga dapat memengaruhi terjadinya
penurunan zona hambat pada konsentrasi yang lebih tinggi.
Kemampuan difusi yang rendah disebabkan oleh ekstrak yang terlalu
pekat karena konsentrasi yang terlalu tinggi. Hal ini menyebabkan ekstrak
sulit untuk berdifusi secara maksimal ke dalam medium yang
mengandung inokulum. Pada konsentrasi ekstrak yang lebih tinggi
juga dapat tejadi kejenuhan sehingga menyebabLan senyawa-
senyawa aktif yang terkadung di dalam ekstrak tidak terlarut dengan
sempurna (Nimri, 1999 dalam Maleki, 2008).
Penurunan besar diameter zona hambat juga diduga terjadi
karena senyawa yang terkandung di dalam ekstrak mengalami
perubahan susunan senyawa dan ikatan-ikatan antarmolekul yang
terkandung dalam ekstrak. Hal ini dapat memengaruhi komposisi
suatu senyawa aktif dan mengubah gugus aktif dari senyawa tersebut.
Perubahan ini menyebabkan sifat toksik dari senyawa aktif berubah
menjadi tidak toksik terhadap bakteri.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ekstrak alkaloid daun dan akar Ageratum conyzoides memiliki efektivitas
yang sama dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus. Ekstrak
alkaloid daun A. conyzoides memiliki diameter zona hambat tertinggi pada
konsentrasi 50 g/ml sebesar 10,17 z 0,24 mm, sedangkan untuk ekstrak
alkaloid akar A. conyzoides memiliki diameter zona hambat tertinggi pada
konsentrasi 40 g/ml sebesar 10,19 + 0,33 mm. Nilai Minimum Inhibitory
Concentration (MIC) ekstrak alkaloid daun A. conyzoides terdapat pada
konsentrasi 30 g/ml, sedangkan untuk ekstrak alkaloid akar A. conyzoides
terdapat pada konsentrasi 2S g/ml. Nilai Minimum Bactericidal Concentration
(MBC) ekstrak alkaloid daun A. conyzoides terdapat pada konsentrasi 40 g/ml,
sedangkan untuk ekstrak alkaloid akar A. conyzoides terdapat pada
konsentrasi 35 g/ ml.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2015. Penuntun Laboratorium Kimia Analisis. UMI : Makassar.

Any fitriani, 2014.Aktivitas Alkaloid Ageratum Conyzoides L. terhadap


Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus Aureus Secara in vitro. Jurusan
pendididkan Biologi,FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia ;
Bandung

Cordell, A. 2008.Introduction to Alkaloid, A Biogenetic Approach, A


WileyInterscience Publication. New York: John Wiley and Sons, In.
Utami, Nurul, at all. 2008. Identifikasi Senyawa Alkaloid Dari Ekstrak
Heksana Daun Ageratum conyzoides. J Sains Kimia.Vol 9(2) hal 82-
84.

Padmawinata, K. 2000 .Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi.


Bandung:Penerbit ITB (Terjemahan dari Robinson, T. 1991.The
OrganicConstituens of Higher Plant, 6th ed).

Robinson, Trevor. 2003. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi


keenam. Terjemahan Kokasih Padmawinata. Bandung : FMIPA ITB

Sumardjo, D., 2008, Pengantar Kimia. EC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai