Anda di halaman 1dari 12

Evaluasi Atas Keberhasilan Pelaksanaan Kawin………………...

……Afghan Arif Arandi

EVALUASI ATAS KEBERHASILAN PELAKSANAAN KAWIN


PERTAMA SETELAH BERANAK PADA SAPI PERAH DI KPBS
PANGALENGAN
EVALUATION ON THE SUCCESS OF THE FIRST MATE AFTER
CALVING IN DAIRY CATTLE IN KPBS PANGALENGAN

Afghan Arif Arandi*, Hermawan**, Didin S. Tasripin**


Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
Jalan Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinangor 45363
*Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2016
**Dosen Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
e-mail : afghan.arandi@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manajemen pencatatan
reproduksi dan tingkat keberhasilan pelaksanaan kawin pertama setelah beranak di
KPBS Pangalengan. Metode penelitian yang digunakan adalah sensus, data
dianalisis secara deskriptif. Data yang digunakan adalah data reproduksi dari
tahun 2010 sampai tahun 2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen
pencatatan di KPBS Pangalengan masih kurang baik karena data reproduksi yang
valid hanya sebesar 69,35%. Tingkat keberhasilan pelaksanaan kawin pertama
tertinggi di KPBS Pangalengan dicapai pada hari ke 161-180 setelah beranak
dengan persentase sebesar 68,48%. Keberhasilan pelaksanaan kawin pertama
dilihat dari pejantan yang digunakan berkisar antara 47%-87%. Persentase rata-
rata keberhasilan kawin pertama petugas inseminasi di KPBS Pangalengan adalah
sebesar 64,35%. Selama enam tahun terakhir, tahun 2013 memiliki persentase
keberhasilan kawin pertama yang paling tinggi yaitu sebesar 69,15%.
Kata Kunci: kawin pertama, manajemen pencatatan reproduksi, pejantan, petugas
inseminasi, persentase keberhasilan

ABSTRACT
This research have the purposes to find out the reproductive recording
management and the succes rate of the first mate after calving in KPBS
Pangalengan. The research method used census and the result was analyzed
descriptively. The result of research showed that KPBS Pangalengan need to
improve their reproductive recording management because the valid data only
about 69.35%. Most succesful rate of the first mate if we look from the interval
between the first mate and calving is on the day 161-180 with the percentage
68.48%. Succesful rate of the bull is about 47%-87%. The average succesful rate
of the inseminator in KPBS Pangalengan is 64.35%. On the 2013, KPBS
Pangalengan has the highest succesful first mate rate with 69.15%.

1
Evaluasi Atas Keberhasilan Pelaksanaan Kawin………………...……Afghan Arif Arandi

Keywords: first mate, reproductive recording management, bull, inseminator,


succesful rate

PENDAHULUAN
Sistem tata laksana reproduksi yang tepat memegang peranan penting
dalam menentukan tingkat keberhasilan produksi suatu usaha peternakan sapi
perah, karena reproduksi merupakan faktor utama atas terjadinya laktasi pada
ternak. Proses pembentukan air susu dalam tubuh ternak akan terjadi dengan
adanya serangkaian proses reproduksi ternak, mulai dari kawin, bunting dan
partus. Oleh karena itu manajemen reproduksi menjadi salah satu aspek yang
perlu diperhatikan dalam usaha peternakan sapi perah.
Manajemen reproduksi pada sapi perah mempunyai tingkat pencapaian
performa sifat-sifat reproduksi, diantaranya masa banyaknya kawin per
kebuntingan (S/C), masa kosong (days open) dan selang beranak (calving
interval). Perkawinan pada usaha peternakan sapi perah di Indonesia sebagian
besar dilakukan secara tidak alami, yakni menggunakan teknik inseminasi buatan.
Inseminasi buatan dilakukan untuk menghilangkan biaya pemeliharaan pejantan,
sehingga peternak dapat fokus pada usaha pemeliharaan sapi perah betina yang
menghasilkan susu. Keuntungan lain dari inseminasi buatan adalah pelaksanaan
kawin lebih dapat dikontrol oleh peternak daripada kawin alam yang tidak dapat
dikontrol oleh peternak.
Keberhasilan inseminasi buatan dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya adalah pejantan atau semen yang digunakan, inseminator, ketepatan
deteksi berahi betina yang menerima semen, dan waktu pelaksanaan perkawinan.
Catatan reproduksi di peternak atau koperasi dapat menjadi bahan evaluasi untuk
menilai tingkat keberhasilan inseminasi buatan yang dilakukan oleh petugas
kesehatan hewan yang melakukan inseminasi buatan. Selain menilai kinerja
inseminator, dengan catatan reproduksi juga peternak dapat menilai kualitas
semen yang digunakan dan selang waktu kawin pertama setelah beranak yang
memiliki tingkat keberhasilan yang paling tinggi.
Kawin pertama setelah beranak memegang peranan penting dalam
manajemen reproduksi karena semakin jauh selang waktu kawin pertama dengan
beranak, maka akan semakin memperlebar days open dan calving interval.
Semakin besar nilai days open dan calving interval maka dapat mempengaruhi
efektivitas dan produktivitas produksi sapi perah. Selang waktu kawin pertama
dengan beranak juga berpengaruh terhadap lama laktasi sapi perah
Salah satu daerah penghasil susu terbesar di Jawa Barat adalah Koperasi
Peternak Bandung Selatan (KPBS) di Kecamatan Pangalengan yang berada di
Kabupaten Bandung. Populasi sapi perah di KPBS Pangalengan 12.513 ekor
dengan produksi susu sebanyak 81.240 kg per hari. Kondisi cuaca yang sesuai
untuk pemeliharaan sapi perah adalah salah satu alasan Kecamatan Pangalengan
memiliki populasi sapi perah yang cukup banyak sehingga jumlah susu yang

2
Evaluasi Atas Keberhasilan Pelaksanaan Kawin………………...……Afghan Arif Arandi

dihasilkan dapat dikatakan sebagai salah satu yang terbanyak di Provinsi Jawa
Barat.
Berdasarkan uraian tersebut maka penulis melakukan penelitian mengenai
evaluasi pelaksanaan kawin pertama setelah beranak di KPBS Pangalengan.
Penelitian dilakukan di KPBS Pangalengan karena memiliki data reproduksi yang
cukup lengkap dan KPBS Pangalengan merupakan salah satu koperasi peternakan
terbesar yang berada di daerah Jawa Barat sehingga penelitian yang dilakukan
dapat berpengaruh terhadap banyak peternak di daerah Jawa Barat pada umumnya
dan khususnya peternak anggota KPBS Pangalengan.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN


1. Bahan Penelitian
Bahan penelitian dalam penelitian ini adalah data reproduksi ternak sapi
perah yang telah beranak dan telah diinseminasi kembali oleh inseminator dan
telah dilakukan pemeriksaan kebuntingan oleh inseminator di KPBS Pangalengan.
2. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah studi kasus di KPBS Pangalengan
menggunakan metode sensus dan akan dianalisis secara deskriptif. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh catatan reproduksi sapi perah yang
telah diinseminasi kembali setelah beranak kemudian dilakukan validasi data yang
dapat dipergunakan dalam penelitian.
2.1 Analisis Data
Rumus yang digunakan :
% Keberhasilan kawin pertama = × 100%

a. Persentase keberhasilan kawin pertama akan dikelompokkan dan dihitung


berdasarkan selang kawin pertama dengan tanggal beranak, pejantan yang
digunakan dan inseminator untuk menganalisis tingkat keberhasilan kawin
pertama setelah beranak di KPBS Pangalengan.
b. Persentase keberhasilan kawin pertama dihitung berdasarkan tahun untuk
menganalisis perkembangan keberhasilan kawin pertama setiap tahun dari
tahun 2010 sampai tahun 2015 di KPBS Pangalengan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Manajemen Pencatatan Reproduksi


Pencatatan reproduksi sapi perah di KPBS Pangalengan dilakukan dengan
cara komputerisasi. Peternak yang membutuhkan petugas untuk melakukan
inseminasi akan menghubungi langsung petugas yang bersangkutan melalui short
message service (sms) atau dengan mengisi kartu laporan birahi yang ada di
komda. Petugas pelaksana inseminasi yang datang ke kandang peternak akan
melakukan pengecekan birahi pada

3
Evaluasi Atas Keberhasilan Pelaksanaan Kawin………………...……Afghan Arif Arandi

Di dalam kartu laporan sapi birahi hanya mencantumkan nama peternak


yang memiliki sapi yang sedang birahi, lokasi peternakan, kelompok, dan komda.
Tidak tercatatnya ID sapi yang birahi dan waktu mulai birahi sapi dapat
menyebabkan keterlambatan waktu pelaksanaan kawin yang dilakukan oleh
petugas inseminasi sehingga berpengaruh terhadap persentase keberhasilan kawin
yang akan dilakukan. Menurut Tophianong dkk. (2014), panduan waktu IB pada
tingkat peternak apabila gejala estrus timbul pada pagi hari maka IB dilakukan
pada siang atau sore hari pada hari yang sama, jika gejala estrus timbul pada siang
hari maka IB dilakukan pada sore hari atau pagi hari pada hari berikutnya.
Berdasarkan hasil penelitian, data reproduksi yang tercatat di KPBS
Pangalengan masih memiliki banyak kekurangan, diantaranya terdapat data sapi
perah yang dikawinkan sebelum sapinya beranak, data sapi perah yang
dikawinkan setelah beranak kurang dari 36 hari, dan data kawin pertama setelah
beranak sapi perah yang tercatat dua kali pada periode laktasi yang sama.
Kekeliruan pada data yang tercatat di KPBS Pangalengan dapat terjadi karena
kesalahan pada saat proses input data ke dalam komputer yang dilakukan oleh
petugas koperasi.

Tabel 1. Hasil rekapitulasi validasi data reproduksi kawin pertama setelah


beranak periode 2010-2015 (jumlah data = 11.686)
Masalah Jumlah Persentase
data
Kawin pertama < 36 hari 3.724 31,86
Kawin pertama > 1 kali 218 1,86
Data valid 8.105 69,35

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa data pencatatan reproduksi di


KPBS Pangalengan yang bermasalah atau tidak valid sebagian besar karena waktu
pelaksanaan kawin pertama yang kurang dari 36 hari. Contohnya sapi dengan ID
B 5519-KPBS milik Bapak Ohim yang beranak pada tanggal 3 Februari 2014
tetapi sudah dikawinkan kembali pada tanggal 14 Februari 2014 atau hanya
berjarak 11 hari dari waktu beranak. Data tersebut dinyatakan tidak valid karena
waktu pelaksanaan kawin pertama kurang dari 36 hari setelah beranak. Persentase
data yang bermasalah karena waktu pelaksanaan kawin kurang dari 36 hari setelah
beranak yaitu sebesar 31,86%. Menurut Toelihere (1993) induk membutuhkan
waktu untuk involusi uterus setelah kelahiran sehingga induk baru dapat
dikawinkan kembali setelah 36 hari pasca kelahiran. Kawin pertama yang
dilakukan kurang dari 36 hari setelah beranak dapat terjadi akibat kelalaian
petugas koperasi pada saat memasukkan data dari bukti pelayanan ke dalam
komputer. Petugas dapat keliru memasukkan data tanggal kawin pertama setelah
beranak karena terdapat perbedaan format penanggalan untuk tanggal beranak dan
tanggal kawin pertama setelah beranak.

4
Evaluasi Atas Keberhasilan Pelaksanaan Kawin………………...……Afghan Arif Arandi

Data kawin pertama yang dilakukan lebih dari satu kali juga tidak dapat
digunakan karena tidak dapat diketahui pelaksanaan kawin yang mana yang benar.
Contohnya sapi dengan ID C 5839-KPBS milik Bapak Gugun yang tercatat
dikawinkan pada tanggal 2 Juni 2010 dengan petugas pelaksana Bapak Ikhsan
Santika, namun sapi tersebut memiliki catatan kawin lain pada tanggal 6 Juni
2010 dengan petugas pelaksana yang berbeda yaitu Bapak Witana Sopian. Maka
kedua data tersebut dinyatakan tidak valid. Dalam hal ini, persentase data yang
bermasalah tidak terlalu besar yaitu hanya sebesar 1,86%. Terjadinya data kawin
pertama yang dilakukan lebih dari satu kali juga dapat disebabkan oleh kelalaian
petugas koperasi yang memasukkan data ke komputer karena kesalahan
pencatatan ID sapi atau periode laktasi.
Berdasarkan keseluruhan data reproduksi yang tercatat di KPBS
Pangalengan dari tahun 2010-2015, data yang dapat dikatakan valid hanya sebesar
69,35%. Hal ini menunjukkan pencatatan reproduksi di KPBS Pangalengan masih
memerlukan perbaikan sehingga pelaksanaan reproduksi untuk sapi perah milik
peternak anggota KPBS Pangalengan dapat lebih optimal. Dengan memperbaiki
manajemen pencatatan di tingkat peternak dan koperasi, kekeliruan dalam
pencatatan akan berkurang dan data reproduksi yang dimiliki koperasi dapat lebih
akurat.

2 Keberhasilan Kawin Pertama


Keberhasilan kawin pertama setelah beranak akan dilihat berdasarkan
selang kawin pertama setelah beranak, periode laktasi, pejantan yang digunakan
dan petugas yang melakukan inseminasi. Persentase keberhasilan kawin pertama
didapatkan dari jumlah kawin yang berhasil atau jumlah sapi yang bunting dari
total keseluruhan kawin yang dilakukan.

2.1 Keberhasilan Kawin Pertama berdasarkan Waktu Pelaksanaan


Kawin Pertama Setelah Beranak
Selang kawin pertama setelah beranak dapat menentukan tingkat
keberhasilan kawin pertama yang akan dilakukan oleh peternak inseminator.
Waktu pelaksanaan kawin yang tepat akan memperbesar kemungkinan
keberhasilan kawin yang dilakukan. Selang kawin pertama setelah beranak yang
memiliki persentase keberhasilan paling besar di KPBS Pangalengan dapat dilihat
pada Tabel 2.

Tabel 2. Persentase keberhasilan kawin pertama berdasarkan waktu


pelaksanaan kawin pertama setelah beranak
Waktu Pelaksanaan Jumlah Sapi bunting Keberhasilan
IB sapi yang hasil IB
di IB
…. hari …. ekor …. ekor …. %
< 41 200 113 56,50
41-61 1.176 710 60,37

5
Evaluasi Atas Keberhasilan Pelaksanaan Kawin………………...……Afghan Arif Arandi

Waktu Pelaksanaan Jumlah Sapi bunting Keberhasilan


IB sapi yang hasil IB
di IB
61-80 1.464 917 62,63
81-100 1.356 876 64,60
101-120 1.164 789 67,78
121-140 851 544 63,92
141-160 656 441 67,22
161-180 422 289 68,48
>180 816 544 66,66
Total 8.105 5.223 64,44

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa persentase keberhasilan kawin


pertama di KPBS Pangalengan jika dilihat berdasarkan selang kawin pertama
dengan beranak yang paling tinggi adalah pada hari ke 161 hingga hari ke 180.
Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Barret dan Larkin (1974) yang mengatakan
masa kosong yang optimal adalah 85 hari. Namun pada Tabel 2 dapat diketahui
bahwa tidak ada perbedaan besar pada persentase keberhasilan di setiap selang
kawin setelah beranak di KPBS Pangalengan. Hal ini menunjukkan bahwa waktu
pelaksanaan kawin pertama setelah beranak di KPBS Pangalengan tidak
berpengaruh banyak pada persentase keberhasilan, namun perlu diperhatikan juga
bahwa banyaknya kawin pertama yang dilakukan setelah ternak beranak lebih dari
100 hari menunjukkan bahwa manajemen kawin pertama setelah beranak di
KPBS Pangalengan masih belum optimal.
Makin (2012) menyatakan bahwa rataan kawin pertama setelah beranak
pada sapi perah FH yang dilakukan di daerah Jawa Barat adalah sebesar 86,45
±20,64 hari dengan kisaran antara 42-150 hari. Hal ini tidak sesuai dengan kondisi
peternakan sapi perah di KPBS Pangalengan yang memiliki rataan kawin pertama
setelah beranak pada kisaran 102,6 hari. Besarnya nilai rataan kawin pertama
setelah beranak di KPBS Pangalengan disebabkan oleh banyaknya kawin pertama
yang dilakukan lebih dari 100 hari setelah beranak. Hal ini dapat menyebabkan
kerugian untuk peternak baik dari segi waktu dan juga dari segi ekonomi karena
akan memperpanjang masa laktasi dan memperlebar calving interval.
Menurut Setiawan dkk., (2014) beberapa peternak berpendapat bahwa
menginseminasi pada bulan kedua atau ketiga setelah melahirkan, dimana
produksi susu tinggi akan menurunkan produksi susu, sehingga peternak memilih
untuk menunda inseminasi guna mempertahankan produksi susu. Hal ini juga
terjadi di KPBS Pangalengan sehingga banyak pelaksanaan kawin pertama setelah
beranak yang dilakukan lebih dari 100 hari. Rukayah (2012) berpendapat bahwa
semakin panjang selang beranak mengakibatkan pendapatan aktual semakin
rendah. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya biaya input yang dikeluarkan
mengingat masa kosong ikut bertambah. Setiap penambahan masa kosong, ada
penambahan biaya terutama biaya layanan inseminasi buatan dan keswan.
2.2 Keberhasilan Kawin Pertama berdasarkan Periode Laktasi

6
Evaluasi Atas Keberhasilan Pelaksanaan Kawin………………...……Afghan Arif Arandi

Selang kawin pertama setelah beranak dapat dikelompokkan berdasarkan


periode laktasi untuk mengetahui perbedaan pelaksanaan kawin pertama yang
optimal pada setiap periode laktasi. Persentase keberhasilan pelaksanaan kawin
pertama berdasarkan selang kawin pertama dengan beranak pada setiap periode
laktasi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Tingkat keberhasilan kawin pertama berdasarkan periode laktasi


Periode Laktasi Jumlah sapi Keberhasilan
yang di IB
…. ekor …. %
1 1.402 62,53
2 2.589 64,11
3 1.612 73,82
4 997 64,69
5 591 65,31
6 296 61,48
7 201 67,16
8 131 71,42

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa persentase keberhasilan kawin


pertama di KPBS Pangalengan jika dilihat berdasarkan selang kawin pertama
setelah beranak pada setiap periode laktasi memiliki nilai yang berbeda. Periode
laktasi 2 dan 3 adalah puncak produksi pada ternak sapi perah sehingga
seharusnya keberhasilan pelaksanaan kawin pertama setelah beranak pada laktasi
2 dan 3 lebih tinggi daripada periode yang lain. Berdasarkan Tabel 3 dapat
diketahui bahwa periode laktasi 3 memiliki persentase keberhasilan yang paling
tinggi.
Menurut Norman et al. (2009), kawin pertama setelah beranak pada sapi
FH adalah 78-92 hari dan sapi berusia lebih tua mempunyai jarak waktu kawin
pertama setelah beranak lebih panjang daripada sapi berusia lebih muda.
Berdasarkan Tabel 3 dapat dinyatakan bahwa persentase keberhasilan kawin
pertama di KPBS Pangalengan sesuai dengan pernyataan Norman (2009) karena
semakin tua induk maka besarnya persentase keberhasilan pelaksanaan kawin
pertama berada pada selang yang lebih jauh.

2.3 Keberhasilan Kawin Pertama berdasarkan Pejantan yang


Digunakan
Pejantan yang digunakan memiliki peran penting dalam keberhasilan
pelaksanaan kawin pertama yang dilakukan di KPBS Pangalengan. Persentase
keberhasilan masing-masing pejantan yang digunakan di KPBS Pangalengan
dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Persentase keberhasilan kawin pertama berdasarkan pejantan yang


digunakan

7
Evaluasi Atas Keberhasilan Pelaksanaan Kawin………………...……Afghan Arif Arandi

No Pejantan Jumlah sapi Sapi bunting Keberhasilan


yang di IB hasil IB
…. ekor …. ekor …. %
30687 2.338 1.625 69,50
30686 1.818 1.214 66,67
30781 1.393 857 61,52
31084 838 516 61,57
30780 732 401 54,78
308107 333 211 63,36
30775 181 121 66,85
307105 158 90 56,96
30698 97 46 47,42
307104 39 22 56,41
30695 34 23 67,64
309109 24 17 70,83
30693 15 10 66,67
30664 14 9 64,28
307101 14 10 71,42
10499 13 10 76,92
308103 12 9 75,00
30697 8 6 75,00
31087 8 7 87,50
312110 8 5 62,50
97HO7826 8 6 75,00
30667 6 1 16,66
30691 6 2 33,33
31089 5 3 60,00
30694 3 2 66,67

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa persentase keberhasilan


masing-masing pejantan yang digunakan di KPBS Pangalengan berkisar antara
47%-87%. KPBS Pangalengan memiliki kebijakan untuk menggunakan pejantan
yang sama dalam satu tahun pelaksanaan. Jika peternak menggunakan pejantan
yang disediakan oleh KPBS Pangalengan tersebut maka peternak tidak perlu
membayar biaya inseminasi yang dilakukan karena biaya tersebut sudah termasuk
dalam dana kesehatan ternak yang disediakan oleh koperasi. Pejantan yang
digunakan dalam satu tahun tersebut memiliki persentase keberhasilan yang
cukup baik yaitu berkisar antara 55%-70%.
Peternak dapat menggunakan pejantan lain selain yang disediakan oleh
KPBS Pangalengan namun ketersediaan semen pejantan lain tersebut lebih sedikit
dan peternak harus membayar biaya straw tersebut sebesar Rp 8.000,00 karena
biaya tersebut tidak termasuk dalam dana kesehatan ternak yang disediakan oleh
koperasi. Pejantan yang digunakan oleh beberapa peternak di KPBS Pangalengan
memiliki persentase keberhasilan antara 70%-87% atau dapat dikatakan lebih baik
daripada persentase keberhasilan pejantan yang disediakan oleh koperasi.
Tingginya persentase keberhasilan tersebut sesuai dengan biaya yang harus

8
Evaluasi Atas Keberhasilan Pelaksanaan Kawin………………...……Afghan Arif Arandi

dikeluarkan oleh peternak sehingga peternak dapat mempersingkat masa kosong


ternak yang dimilikinya.
2.4 Keberhasilan Kawin Pertama berdasarkan Petugas Inseminasi
Petugas inseminasi memiliki pengaruh pada keberhasilan pelaksanaan
kawin pertama yang dilakukan di KPBS Pangalengan. Keterampilan dan
pengalaman petugas inseminasi menjadi salah satu faktor utama yang
mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kawin pertama. Persentase keberhasilan
masing-masing petugas inseminasi dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Persentase keberhasilan kawin pertama berdasarkan petugas


inseminasi
Petugas Jumlah sapi Sapi bunting Keberhasilan
yang di IB hasil IB
…. ekor …. ekor …. %
Dadang Permana 662 430 64,95
Witana Sopian 563 302 53,64
Ajang Suwandi 546 374 68,49
Ikhsan Santika 510 327 64,11
Sopian 494 349 70,64
Wijaya Supari 461 303 65,72
Yayat Ruchiat 451 316 70,06
Tedi Mulyadi 408 261 63,97
Hadi Kusmayadi 399 292 73,18
Asep Rohmat 392 273 69,64
Pendi Sugandi 375 250 66,66
Ayep Waslimin 356 207 58,14
Rodiana 337 205 60,83
Toto Arianto 329 175 53,19
Asep Supriatna 302 211 69,86
Dida Rosida 293 169 57,67
Uman Suherman 273 168 61,53
Yayan T 236 151 63,98
Andang Suryana 209 135 64,59
Budi Susanto 203 135 66,50
Asep Rukman 165 108 65,45
Dolih Suryana 107 68 63,55
Nana 29 14 48,27
Rata-rata 289 186 64,35

Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa persentase keberhasilan kawin


pertama di KPBS Pangalengan jika dilihat berdasarkan petugas inseminasi
memiliki rata-rata keberhasilan 64,35%. Keberhasilan petugas inseminasi
dipengaruhi oleh keterampilan, pengalaman, dan juga ketepatan waktu dalam
melakukan inseminasi (Hastuti, 2008). Hal ini dibuktikan dengan tingginya

9
Evaluasi Atas Keberhasilan Pelaksanaan Kawin………………...……Afghan Arif Arandi

persentase keberhasilan petugas yang melakukan inseminasi lebih banyak jika


dibandingkan dengan petugas yang melakukan inseminasi lebih sedikit.
Keberhasilan pelaksanaan inseminasi oleh petugas juga dapat dipengaruhi
oleh waktu pelaksanaan kawin yang tepat. Jika pelaksanaan kawin yang dilakukan
oleh petugas inseminasi tidak pada puncak birahi maka persentase keberhasilan
kawin tersebut akan mengecil. Peran peternak dalam melaporkan sapi yang
sedang birahi juga berpengaruh terhadap waktu pelaksanaan kawin yang
dilakukan oleh petugas. Jika peternak tidak segera melaporkan pada saat tenak
birahi maka petugas inseminasi akan terlambat datang dan melewatkan puncak
birahi sehingga pelaksanaan kawin akan terlambat dilakukan.
Laporan dari peternak melalui kartu laporan birahi di KPBS Pangalengan
kurang efektif karena tidak terdapat waktu birahi sapi sehingga dapat terjadi
keterlambatan pelaksanaan inseminasi yang dilakukan oleh petugas pelaksana
inseminasi yang memperbesar kemungkinan kegagalan inseminasi. Hal yang
sama juga berlaku jika peternak melaporkan melalui short message service (SMS)
karena peternak hanya mencamtumkan informasi bahwa ternaknya sedang birahi
dan tidak menyebutkan perkiraan mulai birahinya. Untuk mengatasi masalah ini
sebaiknya KPBS Pangalengan memberikan penyuluhan kepada peternak agar
memberikan informasi lebih lengkap terutama mengenai waktu mulai birahi
sapinya.

2.5 Perkembangan Keberhasilan Kawin Pertama


Keberhasilan pelaksanaan kawin pertama sebaiknya menunjukkan
peningkatan setiap tahunnya. Kenaikan persentase keberhasilan pelaksanaan
kawin pertama menunjukkan bahwa ada perbaikan manajemen reproduksi yang
dilakukan baik oleh peternak dan juga KPBS Pangalengan. Persentase
keberhasilan pelaksanaan kawin pertama setiap tahunnya pada periode 2010-2015
dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Persentase keberhasilan kawin pertama peroide 2010-2015


berdasarkan tahun pelaksanaan
Tahun Jumlah sapi Sapi bunting Keberhasilan
yang di IB hasil IB
…. ekor …. ekor …. %
2010 923 529 57,31
2011 1.230 752 61,13
2012 1.389 881 63,42
2013 1.738 1.202 69,15
2014 1.861 1.276 68,56
2015 964 583 60,53
Total 8.105 5.223 64,44

10
Evaluasi Atas Keberhasilan Pelaksanaan Kawin………………...……Afghan Arif Arandi

Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa sejak tahun 2010 sampai


dengan tahun 2013 terjadi peningkatan persentase keberhasilan kawin pertama.
Tahun 2013 memiliki persentase keberhasilan kawin pertama yang paling tinggi
yaitu sebesar 69,15%. Pada tahun 2014 terjadi penurunan persentasi keberhasilan
kawin pertama menjadi 68,56% namun penurunan ini tidak signifikan dari tahun
sebelumnya sehingga hal ini tidak menjadi masalah.
Persentase keberhasilan kawin pertama pada tahun 2015 cukup rendah
yaitu sebesar 60,53%. Hal ini dapat terjadi karena banyak ternak yang telah
dikawinkan pada tahun 2015 tetapi belum dilakukan pemeriksaan kebuntingan
sehingga persentase keberhasilan di tahun ini menurun jauh dari tahun
sebelumnya. Perlu diperhatikan juga bahwa belum dilakukannya pemeriksaan
kebuntingan hingga penelitian ini dilakukan menunjukkan masih perlu perbaikan
manajemen reproduksi di KPBS Pangalengan pasca dilakukannya perkawinan.
Rata-rata keberhasilan kawin pertama di KPBS Pangalengan selama 6
tahun dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2015 adalah sebesar 64,44%. Hal ini
menunjukkan bahwa keberhasilan kawin pertama di KPBS Pangalengan masih
perlu ditingkatkan agar siklus reproduksi sapi perah dapat berjalan dengan lebih
baik dan produksi susu sapi perah anggota KPBS Pangalengan optimal.

KESIMPULAN
1. Manajemen pencatatan reproduksi di KPBS Pangalengan masih perlu
ditingkatkan, karena masih terdapat banyak kesalahan dalam pencatatan
sehingga data reproduksi yang dimiliki koperasi kurang akurat, dengan
tingkat validasi data hasil pencatatan kawin pertama setelah beranak
sebesar 69,35%,
2. Tingkat keberhasilan pelaksanaan kawin pertama setelah beranak di KPBS
Pangalengan berdasarkan waktu pelaksanaan perkawinan hasil tertinggi
dicapai pada hari ke 161-180 hari (68,48%), berdasarkan pejantan yang
digunakan berkisar antara 47%-87%, dan berdasarkan petugas pelaksana
inseminasi di KPBS Pangalengan memiliki persentase keberhasilan rata-
rata sebesar 64,35%.
3. Tingkat keberhasilan kawin pertama setelah beranak dari tahun 2010
sampai tahun 2015 berkisar antara 57%-69%, dan prestasi terbaik didapat
pada tahun 2013 (69,15%).

UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis ingin menyampaikan ucapan banyak terima kasih kepada
pembimbing utama Ir. Hermawan, MS. dan pembimbing anggota Dr. Ir. Didin S.
Tasripin, M.Si yang telah memberikan banyak masukan dalam penelitian ini.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua tercinta Ayahanda
Aun Gunawan, S.E dan Ibunda Yulis Artati, yang selalu memberikan doa,
dukungan, perhatian, dan kasih sayang untuk penulis.

11
Evaluasi Atas Keberhasilan Pelaksanaan Kawin………………...……Afghan Arif Arandi

DAFTAR PUSTAKA

Barret, M. A and P. J. Larkin. 1974. Milk and Beef Production in the Tropics.
Oxford University Press. Oxford.

Hastuti, Dewi. 2008. Tingkat Keberhasilan Inseminasi Buatan Sapi Potong


Ditinjau dari Angka Konsepsi dan Service per Conception. Mediagro.
Semarang.

Hastuti, Dewi., Sudi Nurtini, dan Rini Widiati 2008. Kajian Sosial Ekonomi
Pelaksanaan Inseminasi Buatan Sapi Potong di Kabupaten Kebumen.
Mediagro. Semarang.

Makin, Moch. dan Dwi Suharwanto. 2012. Performa Sifat-Sifat Produksi Susu
dan Reproduksi Sapi Perah Fries Holland di Jawa Barat. Jurnal Ilmu
Ternak Vol. 12 No. 2. Sumedang.

Rukayah, Dewi Siti. 2012. Potensi Kerugian Finansial Akibat Abnormalitas


Selang Beranak pada Usaha Ternak Sapi Perah. Fakultas Peternakan
Unversitas Padjadjaran. Sumedang.

Setiawan, Rangga., Kundrat Hidajat., dan Dwi Cipto Budinuryanto. 2014. Studi
Asosiasi antara Masa Kosong (Days Open) Terhadap Produksi Susu dan
Kerugian Ekonomi pada Peternakan Sapi Perah di Kabupaten Garut.
Jurnal Ilmu Ternak Vol. 1 No. 4. Sumedang.

Toelihere, MR. 1993. Ilmu Kebidanan dan Kemajiran Pada Ternak Sapi dan
Kerbau. Penerbit Angkasa. Bandung.

Tophianong, Tarsisius Considus., Agung B., dan Arif Maha N. 2014. Tinjauan
Hasil Inseminasi Buatan Berdasarkan Anestrus Pasca Inseminasi Pada
Peternakan Rakyat Sapi Bali di Kabupaten Sikka Nusa Tenggara Timur.
Jurnal Sain Veteriner. Kupang.

12

Anda mungkin juga menyukai