Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar


1. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia
Kebutuhan dasar manusia adalah unsur-unsur yang dibutuhkan manusia
dalam memepertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis, yang
tentunya untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan. Ada beberapa
pendapat ahli tentang model kebutuhan dasar manusia salah satunya yaitu
kebutuhan dasar manusia menurut Virginia Handerson. Yang termaut dalam
Taksonomi II NANDA I. Kebutuhan oksigenasi terdapat dalam domain
eliminasi dan pertukaran yang tepatnya pada kelas fungsi pernafasan.
(Herdman & Kamitsuru, 2016)
Adapula kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow.
Kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow lebih dikenal dengan
istilah Hieraki Kebutuhan Dasar Manusia Maslow. Kebutuhan oksigenasi
menurut Abraham Maslow terdapat beberapa kebutuhan fisiologis
(physiologic needs). Kebutuhan fisiologis ini mencakup :
1) Kebutuhan oksigenasi dan pertukaran gas
2) Kebutuhan cairan dan elektrolit
3) Kebutuhan makanan
4) Kebutuhan lemininasi urine dan alvi
5) Kebutuhan istirahat tidur
6) Kebutuhan aktivitas
7) Kebutuhan kesehatan temperature tubuh
8) Kebutuhan seksual
(Mubarak & Chayatin, 2008)
Menurut Jean Watson kebutuhan dasar manusia dibagi menjadi dua
peringkat pertama, yaitu kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi (higher
order need). Kebutuhan oksigenasi termasuk kebutuhan dasar oksigenasi ini
menurut Jean Watson termasuk dalam kebutuhan untuk hidup bertahan
hidup (biofisikal) yang mencakup makan, eliminasi, dan ventilasi. (Haswita
& Sulistyowati, 2017)

8
9

2. Pengertian Oksigenasi
oksigen merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam kehidupan manusia.
Dalam tubuh. oksigen berperan penting di dalam proses metabolisme sel.
Kekurangan oksigen akan menimbulkan dampak yang bermakna bagi tubuh,
salah satunya kematian. Karenanya, berbagai upaya perlu selalu dilakukan
untuk menjamin agar kebutuhan dasar ini terpenuhi dengan baik. Adapun
pengertian oksigenasi itu sendiri yaitu salah satu komponen gas dan unsur vital
dalam proses metabolisme untuk kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh.
(Haswita & Sulistyowati, 2017)
3. Pengertian Fisiologis Dalam Oksigenasi
Proses oksigenasi melibatkan sistem pernafasan dan kardiovaskular.
Prosesnya terdiri dari 3 tahapan :
a. Ventilasi merupakan proses pertukaran udara atmosfer dengan alveoli.
Masuknya oksigen atmosfer ke dalam alveoli dan keluarnya
karbondioksida dari alveoli ke atmosfer yang terjadi saat respirasi
(inspirasi-ekspirasi)
b. Difusi proses pertukaran gas oksigen dengan karbondioksida antar
alveoli dengan darah pada membran kapiler alveolar paru.
c. Transportasi gas merupakan perpindahan gas ke paru ke jaringan dan
dari jaringan ke paru dengan bantuan darah (aliran darah)
(Haswita & Sulistyowati, 2017)
4. Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigenasi
Keadekuatan sirkulasi, ventilasi, dan transportasi gas ke jaringan di
pengaruhi oleh empat hal : fisiologis, perkembangan, perilaku, dan
lingkungan.
a. Faktor fisiologis
Tahap perkembangan setiap kondisi yang mempengaruhi fungsi kerja
kardiopulmonar secara langsung akan mempengaruhi kebutuhan
oksigen, berikut ini beberapa factor fisiologis yang mempengaruhi
oksigenasi :
1) Menurunya kapasitas oksigen seperti pada anemia
10

2) Menurunya konsentrasi oksigen yang di inspirasi seperti pada


obstruksi saluran pernafasan bagian atas
3) Hipovolemi sehingga tekanan darah menurun menagakibatkan
transport oksigen terganggu
4) Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam, ibu
hamil, luka, dan lain-lain
5) Kondisi yang mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti
pada kehamilan, obesitas, musculoskeletal yang abnormal, serta
penyakit kronis seperti TB paru
b. Faktor Perkembangan
1) Bayi prematur : yang disebabkan kurangnya pembentukan
surfaktan.
2) Bayi dan toddler : adanya resiko infeksi saluran pernapasan
akut.
3) Anak usia sekalah dan remaja : resiko infeksi saluran
pernafasan dan merokok
4) Dewasa muda dan pertengahan : diet yang tidak sehat, kurang
aktivitas, stress yang mengakibatkan penyakit jantung dan
paru-paru.
5) Dewasa tua : adanya proses penuaan yang mengakibatkan
kemungkinan arteriosclerosis, elastisitas menurun, dan
ekspansi paru
c. Faktor perilaku
1) Nutrisi : misalnya pada obesitas mengakibatkan penurunan
ekspansi paru, gizi yang buruk menjadi anemia sehingga daya
ikat oksigen berkurang, diet yang tinggi lemak menimbulkan
arteriokorosis.
2) Latihan : dapat meningkatkan kebutuhan oksigen
3) Merokok : nikotin menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah
perifer dan coroner
4) Penyalah gunaan substansi (alkohol dan obat-obatan)
menyebabkan intake nutrisi/Fe menurun mengakibatkan
11

penurunan hemoglobin, alkohol menyebabkan depresi pusat


pernapasan.
5) Kecemasan : menyebabkan metabolisme meningkat.
d. Faktor lingkungan
1) Tempat kerja (polusi).
2) Temperature lingkungan.
3) Ketinggian tempat dari permukaan laut.
(Tarwoto & Wartonah, 2010)
5. Masalah Kebutuhan Oksigenasi
Permasalahan dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi tidak terlepas
dari adanya gangguan yang terjadi dalam sistem pernapasan/respirasi baik
pada anatomi maupun fisiologi. Berikut ini beberapa masalah kebutuhan
oksigenasi:
a. Hipoksia
Hipoksia merupakan kondisi tidak tercukupnya pemenuhan kebutuhan
oksigen dalam tubuh akibat defisiensi oksigen atau peningkatan penggunaan
oksigen dalam tingkat sel, ditandai dengan adanya warna kebiruan pada
kulit (sianosis) secara umum, terjadinya hipoksia disebabkan oleh
menurunnya kadar Hb, menurunnya difusi oksigen dari alveoli kedalam
darah, menurunnya perfusi jaringan atau gangguan ventilasi yang dapat
menurunkan konsentrasi oksigen.
b. Perubahan Pola Pernapasan
1. Tachypnea, merupakan pernapasan yang memiliki frekuensi lebih dari
24 kali per menit. Proses ini terjadi karena paru dalam keadaan
atelektaksis atau terjadi emboli.
2. Bradypnea, merupakan pola pernapasan yang lambat dan kurang dari
10 kali permenit. Pola ini dapat ditemukan dalam keadaan peningkatan
tekanan intracranial yang disertai narkotik atau sedatif.
3. Hiperventilasi, merupakan cara tubuh dalam mengompensasi
peningkatan jumlah oksigen dalam paru agar pernapasan lebih cepat
dan dalam. Proses ini ditandai dengan adanya peningkatan denyut nadi,
napas pendek, adanya nyeri dada, menurunnya konsentrasi
12

karbondioksida, dan lain-lain. Keadaan demikian dapat disebabkan


oleh adanya infeksi, keseimbangan asam basa, atau gangguan
psikologis. Hiperventilasi dapat menyebabkan hipokapnea, yaitu
berkurangnya karbondioksida tubuh di bawah batas normal, sehingga
rangsangan terhadap pusat pernapasan menurun.
4. Kusmaul, merupakan pola pernapasan cepat dan dangkal yang dapat
ditemukan pada orang dalam keadaan asidosis metabolik.
5. Hipoventilasi, merupakan upaya tubuh untuk mengeluarkan
karbondioksida dengan cukup yang dilakukan pada saat ventilasi
alveolar serta tidak cukupnya penggunaan oksigen yang ditandai
dengan adanya nyeri kepala, penurunan keasadaran, disorientasi, atau
ketidakseimbangan elektrolit yang dapat terjadi akibat atelektasis,
lumpuhnya otot-otot pernapasan, depresi pusat pernapasan,
peningkatan tahanan jalan udara, penururan tahanan jaringan paru dan
toraks, serta penurunan compliance paru dan thoraks keadaan
demikian dapat menyebabkan hiperkapnea, yaitu retensi
karbondioksida dalam tubuh sehingga pCO2 meningkat (akibat
hipoventilasi) dan mengakibatkan depresi susunan saraf pusat.
6. Dyspnea, merupakan perasaan sesak dan berat saat pernapasan. Hal ini
dapat disebabkan oleh perubahan kadar gas dalam darah/jaringan, kerja
berat/berlebihan, dan pengaruh psikis.
7. Orthopnea, merupakan kesulitan bernapas kecuali dalam posisi duduk
atau berdiri dan pola ini sering ditemukan pada seseorang yang
mengalami kongestif paru.
8. Cheyne stokes, merupakan siklus pernapasan yang amplitudonya mula-
mula naik, turun, berhenti, kemudian mulai dari siklus baru.
9. Pernapasan paradoksial, merupakan pernapasan yang ditandai dengan
pergerakan dinding paru berlawanan arah dari keadaan normal, sering
ditemukan pada keadaan atelektaksis.
10. Biot, merupakan pernapasan dengan irama yang mirip dengan
pergerakan Cheyne stokes tetapi aplitudonya tidak teratur, pola ini
13

sering dijumpai pada rangsangan selaput otak, tekanan intracranial


yang meningkat, trauma kepala, dan lain-lain.
11. Stridor, merupakan pernapasan bising yang terjadi karena penyempitan
pada saluran pernapasan. Pola ini pada umumnya ditemukan pada
kasus spasme trackea atau obstruksi laring.
(Hidayat A. A., 2009)
c. Obstruksi jalan nafas
Obstruksi jalan nafas (bersihan jalan nafas) merupakan kondisi
pernapasan yang tidak normal akibat ketidakmampuan batuk secara efektif
dapat disebabkan oleh sekresi yang kental atau berlebihan akibat penyakit
infeksi, imobilisasi, statis sekresi, dan batuk tidak efektif karena penyakit
persyarafan seperti cerebro vascular accident (CVA), efek pengobatan
sediatif, dan lain-lain.
Tanda Klinis :
1. Batuk tidak efektif.
2. Tidak mampu mengeluarkan sekresi di jalan nafas.
3. Suara napas menunjukan adanya sumbatan.
4. Jumlah, irama, dan kedalaman pernapasan tidak normal.
(Hidayat A. A., 2009)
d. Gangguan pertukaran gas
Pertukaran gas merupakan kondisi penurunan gas, baik oksigen maupun
karbondioksida antara alveoli paru dan sistem vascular, dapat disebabkan
oleh sekresi yang kental atau imobilisasi akibat penyakit sistem saraf,
depresi susunan saraf pusat, atau penyakit radang pada paru. Terjadinya
gangguan pertukaran gas ini menunjukan kapasitas difusi menurun, antrara
lain disebabkan oleh punurunan kapasitas luas permukaan difusi, penebalan
membran alveolar kapiler, terganggunya pengangkutan oksigen dari paru ke
jaringan akibat rasio ventilasi perfusi tidak baik, anemia, keracunan
karbondioksida, dan tergangguya irama aliran darah.
Tanda Klinis :
1. Dyspnea pada usaha napas.
2. Napas dengan bibir pada fase ekspirasi yang panjang
14

3. Agitasi.
4. Lelah, letargi
5. Meningkatkan tahanan vascular paru.
6. Menurunnya saturasi oksigen, meningkatnya pCO2.
7. Sianosis.
(Hidayat A. A., 2009)
6. Pola napas tidak efektif
a. Definisi
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi
adekuat (PPNI, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, 2017)
b. Penyebab
1) Depresi pusat pernapasan
2) Hambatan upaya napas (misalnya, nyeri saat bernapas,
kelemahan otot pernapasan)
3) Deformitas dinding dada
4) Deformitas tulang dada
5) Gangguan nueromuskular
6) Gangguan neurologis (misalnya, elektroensefalogram [eeg]
positif, cidera kepala, gangguan kejang)
7) Imaturitas neurologis
8) Penurunan energy
9) Obesitas
10) Posisi tubuh yang menghambat eksapansi paru
11) Sindrom hipoventilasi
12) Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf c5 ke atas)
13) Cedera pada medulla spinalis
14) Efek agen farmalogis
15) Kecemasan
c. Gejala dan tanda mayor (harus ada)
1) Subjektif
a) Dyspnea
2) Objektif
15

a) Penggunaan otot bantu pernapasan


b) Fase ekspirasi memanjang
c) Pola napas abnormal (misalmya, takipnea, bradipnea,
hiperventilasi, kusmaul, Cheyne-stokes)
d. Gejala dan tanda minor (mungkin terdapat)
1) Subjektif
a) Ortopnea (kondisi sesak yang muncul saat posisi berbaring
lurus dan biasanya terjadi pada pasien yang gagal jantung).
2) Objektif
a) Pernapsan pussed-lip (bernapas dengan cara Tarik napas
melalui hidung dua hitungan (satu-dua), jaga mulut agar
tetap tertutup. Jangan menghirup napas terlalu dalam
(Tarik napas seperti biasa. Bentuk mulut mengkerut
mecucu/agak manyun) seperti orang mau bersiul atau
meniup lilin
b) Pernapasan cuping hidung
c) Diameter thoraks anterior posterior meningkat
d) Ventilasi semenit menurun
e) Kapasits vital menurun
f) Tekanan inspirasi menurun
g) Tekanan ekspirasi menurun
h) Ekskursi dada berubah
e. Kondisi klinis terkait
1) Depresi sistem saraf pusat
2) Cedera kepala
3) Trauma thorak
4) Gullian barre syndrome
5) Multiple sclerosis
6) Myasthenia gravis
7) Stroke
8) Kuadriplegia
9) Intotsikasi alkohol
16

B. Tinjauan Asuhan Keperawatan


1. Konsep Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan pada
praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien pasien di
berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Dilaksanakan berdasarkan kaidah-
kaidah keperawatan sebagai suatu profesi yang berdasarkan ilmu dan kiat
keperawatan, bersifat humanistik ,dan berdasarkan pada kebutuhan objektif
klien untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien. Salah satu bagian yang
terpenting dari asuhan keperawatan ialah dokumentasi. Dokumentasi
merupakan tanggung jawab dan tugas perawat setelah melakukan intervensi
keperawatan. Tetapi akhir-akhir ini tanggung jawab perawat terhadap
dokumentasi sudah berubah. Oleh karena perubahan tersebut, maka perawat
perlu menyusun suatu dokumentasi yang efisien dan lebih bermakna dalam
pencatatannya dan penyimpanannya. (Nursalam, 2009)
2. Langkah-Langkah Asuhan Keperawatan
Tahapan–tahapan asuhan keperawatan terdiri dari pengkajian data, diagnosa
keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan
(implementasi), dan evaluasi keperawatan.
a. Pengkajian Data
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. (Nursalam,
2009). Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan
keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu (klien). Oleh karena itu,
pengkajian yang benar, akurat, lengkap dan sesuai dengan kenyataan sangat
penting sebagai data untuk merumuskan diagnosis keperawatan dan dalam
memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan respon individu yang sesuai
dengan standar praktik yang telah ditentukan oleh American Nurse
Association (ANA).
Pada pengkajian terdapat dua tipe data, yaitu data subjektif dan data
objektif. Data subjektif adalah data yang didapatkan dari klien sebagai suatu
pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. (lyer et al dalam Nursalam
2009). Data tersebut tidak dapat ditentukan oleh perawat secara independen
17

tetapi melalui suatu interaksi atau wawancara dengan klien. Data subjektif
diperoleh dari riwayat keperawatan termasuk persepsi klien, perasaan, dan
ide tentang status kesehatannya. Sedangkan, data objektif adalah data yang
dapat diobservasi dan diukur oleh perawat (lyer et al dalam Nursalam 2009).
Data ini diperoleh melalui kepekaan perawat (senses) selama melakukan
pemeriksaan fisik melalui 2S (sight, smell) dan HT (hearing, touch/taste).
Yang termasuk data objektif adalah frekuensi pernapasan, tekanan darah,
adanya edema dan berat badan. (Nursalam, 2009)
Pengkajian data ini meliputi riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, dan
melalui pemeriksaan diagnostik. Untuk memudahkan dalam pengkajian
sebaiknya dilakukan secara berurutan, terutama pada pemeriksaan fisik yang
dimulai dari mata, hidung, mulut dan bibir, vena leher, kulit, jari dan kuku,
serta dada dan thoraks. (Andarmoyo, 2012)
b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatau pernyataan yang menjelaskan
respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu
atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi
dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan,
membatasi, mencegah dan mengubah (Carpenito dalam Nursalam 2009).
Gordon dalam Nursalam 2009, mendefinisikan bahwa diagnosa
keperawatan adalah masalah kesehatan aktual dan potensial dimana
berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat mampu dan
mempunyai kewenangan untuk memberikan asuhan keperawatan.
kewenangan tersebut dapat diterapkan berdasarkan standar praktik
keperawatan dan kode etik perawat yang berlaku di Indonesia.
c. Perencanaan keperawatan
Tahap perencanaan memberikan kesempatan kepada perawat, klien,
keluarga dan orang terdekat klien untuk merumuskan rencana tindakan
keperawatan guna mengatasi masalah yang dialami klien. Perencanaan ini
merupakan suatu petunjuk tertulis yang menggambarkan secara tepat
rencana tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap klien sesuai dengan
kebutuhannya berdasarkan diagnosis keperawatan.
18

Tahap perencanaan dapat disebut sebagai inti atau pokok dari proses
keperawatan sebab perencanaan merupakan keputusan awal yang memberi
arah bagi tujuan yang ingin dicapai, hal yang akan dilakukan, termasuk
bagaimana, kapan, dan siapa yang akan melakukan tindakan keperawatan.
Karenanya, dalam menyusun rencana tindakan keperawatan untuk klien,
keluarga dan orang terdekat perlu dilibatkan secara maksimal. (Asmadi,
2008)
d. Pelaksanaan keperawatan
Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan
adalah katagori dari prilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan
untuk mencapai tujuan dan hasil yang dipekirakan dari asuhan keperawatan
dilakukan dan diselesaikan. Dalam teori, implementasi dari rencana asuhan
keperawatan mengikuti komponen perencanaan dari proses keperawatan.
Namun demikian, di banyak lingkungan perawatan kesehatan, implementasi
mungkin dimulai secara langsung setelah pengkajian. (Potter & Perry, 2009)
e. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati
dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi
dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga
kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukkan tercapainya tujuan dan
kriteria hasil, klien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Jika
sebaliknya, klien akan masuk kembali ke dalam siklus tersebut mulai dari
pengkajian ulang (reassessment). Secara umum, evaluasi ditujukan untuk:
1) Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan.
2) Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum.
3) Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai
(Asmadi, 2008).
3. Penerapan Asuhan keperawatan
a. Pengkajian
1) Riwayat keperawatan
a) Masalah pernafasan yang pernah dialami
19

(1) Apakah pernah mengalami perubahan pola nafas ?


(2) Apakah mengalami atuk dan sputum ?
(3) Apakah pernah mengalmi nyeri dada ?
(4) Aktifitas apa saja yang mengakibatkan gejala-gejala di
atas?
b) Riwayat penyakit pernafasan
(1) Apakah sering mengalami ISPA, alergi batuk, asma, TBC,
dan lain-lain ?
(2) Bagaimana freukensi setiap kejadian ?
c) Riwayat penyakit kardiovaskuler
(1) Apakah pernah mengalami penyakit jantung, atau gangguan
peredaran darah ?
d) Gaya hidup
(1) Apakah mempunyai kebiasaan hidup yang tidak sehat
seperti merokok, berasal dari keluarga perokok, apakah
lingkungan kerja penuh dengan kebiasaan merokok, asap
rokok, polusi dsb.
(Andarmoyo, 2012)
2) Pengkajian secara umum
Secara umum pengkajian dimulai dengan mengumpulkan data
mengenai biodata, keluahn utama riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat pekerjaan dan
kebiasaan, riwayat psikososial dan pemeriksaan fisik.
a) Biodata pasien (umur, sex, pekerjaan, pendidikan)
Umur bisa menunjukan tahap pekembangan pasien baik secara fisik
maupun psikologis, jenis kelamin dan pekerjaan perlu dikaji untuk
mengetahui hubungan dan pengaruhnya terhadap terjadinya maslah atau
penyakit, dan itngkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap
pengetahuan klien tentang masalahnya atau penyakitnya.
b) Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan menggagu oleh
pasien. Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan
20

mengkaji tingkat pengetahuan klien tentang kondisinya saat ini. Keluhan


utama yang biasanya muncul pada klien gangguan kebutuhan oksigenasi
dan karbondioksida antar lain : batuk, peningkatan produksi sputum,
dyspnea, hemoptysis, mengi, dan chest pain.
c) Riwayat kesehatan saat ini
Pengkajian riwayat penyakit sekarang sistem pernafasan dimulai
dengan perawat menanyakan tentang perjalanan penyakit sejak timbul
keluhan hingga klien meminta pertolongan dan dilakukannya pengkajian
saat itu. Misalnya: sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama dan
berapa kali keluhan tersebut terjadi, bagaimana sifat dan hebatnya
keluhan, dimana pertama kali keluhan timbul, apa yang dilakukan ketika
keluhan ini terjadi, keadaan apa yang memperberat atau memperingan
keluhan, adakah usaha mengatasi keluhan ini sebelum meminta

pertolongan, berhasil atau tidakkah usaha tersebut, dan sebagainnya.

Setiap keluhan utama harus ditanyakan kepada klien sedetail-


detailnya, dan semuannya diterangkan pada riwayat penyakit sekarang.
Pada umumnya, beberapa hal yang harus diungkapkan pada setiap gejala
adalah lama timbulnya (durasi), lokasi penjalarannya terutama untuk
nyeri : sifat keluhan (karakter), berat ringannya, mula timbulnnya (onset),
faktor-faktor yang meringankan atau memperberat, dan gejala yang
menyertainnya.
d) Riwayat kesehatan masa lalu
Perawat menanyakan tentang riwayat penyakit pernapasan klien. Secara
umum pertanyaan yang dapat diajukan pada klien adalah sebagai berikut.
(1) Riwayat merokok.
Merokok sigaret merupakan penyebab penting terjadinya kanker paru-
paru, emfrsema, dan bronkitis kronik. Semua kondisi tersebut sangat
jarang menimpa nonperokok. Anamnesis harus mencakup hal-hal
berikut ini. & ' Usia ketika mulai merokok secara rutin. Rata-rata
jumlah rokok yang di hisap per hari. 0 Usia ketika melepas kebiasaan
merokok.
(2) Pengobatan saat ini dan masa lalu.
21

(3) Alergi.
(4) Tempat tinggal.
e) Riwayat kesehatan keluarga
Pengkajian riwayat penyakit keluarga dalam gangguan pernafasan
sangat penting untuk mendukung keluhan dari penderita, perlu dicari
riwayat keluarga yang memberikan predisposisi keluhan seperti adanya
riwayat sesak nafas, batuk lama, batuk darah dari generasi terdahulu.
Adanya penyakit tekanan darah tinggi dan kencing manis dapat
memperberat keluhan penderita. Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan
sosial pasien penyakit paru-paru sekurang-kurangnya ada tiga, yaitu :
(1) Penyakit infeksi tertentu : khususnya tuberkulosa, ditularkan melalui
satu orang ke orang lainnya; jadi dengan menanyakan riwayat kontak
dengan orang terinfeksi dapat diketahui sumber penularannya.
(2) Kelainan alergis, seperti asthma bronchial, menunjukkan suatu
predisposisi keturunan tertentu; selain itu serangan asthma mungkin
dicetuskan oleh konflik keluarga atau kenalan dekat.
(3) Pasien bronchitis kronik mungkin bermukim di daerah yang polusi
udaranya tinggi. Tapi polusi udara tidak menimbulkan bronchitis
kronik, hanya memperburuk penyakit tersebut.
f) Riwayat pekerjaan dan kebiasaan
Perawat menanyakan situasi tempat kerja dan lingkungannya. Kebiasaan
sosial: menanyakan kebiasaan dalam pola hidup, mis. minum alkohol, atau
obat tertentu. Kebiasaan merokok: menanyakan tentang kebiasaan merokok
terkait sudah berapa lama, berapa batang per hari, jenis rokok yang
dikonsumsi (filter, kretek), Situasi kerja: menanyakan apakah pekerjaan
penuh dengan stress, bagaimana menanggani stress, apa dampak stress
terhadap kesehatannya, apakah lingkungan juga dipenuhi dengan polusi
udara, alergen yang berdampak dalam masalah kesehatannya, penting juga
untuk diidentifikasikan.
g) Pengkajian psikologi
(1) Persepsi/tanggapan klien terhadap masalahnya penyakitnya
(2) Pengaruh sakit terhadap cara hidup
22

(3) Perasaan klien terhadap sakit dan therapy


(4) Persepsi/tanggapan keluarga terhadap masalah yang dihadapi klien/
penyakit dan therapy
(5) Harapan klien tentang masalah ang dihadapi sekarang
(Andarmoyo, 2012)
b. Pemeriksaan Fisik
1) Mata
a) Xantelasma/lesi kuning pada kelopak mata (dikarenakan
hiperlipidemia)
b) Konjungtiva pucat (karena anemia)
c) Konjungtiva sianosis (karena hipoksemia)
d) Konjungtiva terdapat pethechia (karena emboli lemak atau
endokarditis akibat bakteri)
2) Hidung
a) Pernapasan dengan cuping hidung (megap-megap, dispnea)
3) Mulut dan bibir
a) Membran mukosa sianosis (karena penurunan oksigen)
b) Bernapas dengan mengerutkan mulut (dikaitkan dengan
penyakit paru kronik)
4) Vena leher
a) Adanya distensi/bendungan (dikaitkan dengan gagal jantung
kanan)
5) Kulit
a) Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunya aliran darah
perifer)
b) Sianosis secara umum (hipoksemia)
c) Penurunan turgor (dehidrasi)
d) Edema (dikaitkan dengan gagal jantung kiri dan gagal
jantung
kanan)
e) Edema periorbital (dikaitkan dengan penyakit ginjal)
6) Jari dan kuku
23

a) Sianosis perifer (karena kurangnya suplai oksigen ke perifer)


b) Clubing finger (karena hipoksemia kronik)
7) IPPA (Thoraks)
a) Inspeksi
(1) Pemeriksaan dada dimulai dari torak posterior, klien pada
posisi duduk
(2) Dada diobservasi dengan membandingkan satu sisi dengan
yang lainnya
(3) Tindakan dilakukan diatas (apeks) sampai kebawah
(4) Inspeksi torak posterior, meliputi warna kulit dan
kondisinya, skar, lesi, massa, dan gangguan tulang
belakang, seperti kifosis, skoliosis, dan lordosis.
(5) Catat jumlah, irama, kedalaman pernapasan, dan
kesimetrisan pergerakan dada.
(6) Observasi tipe pernafasan, seperti pernafasan hindung atau
pernafasan diafragma, dan penggunaan otot bantu
pernafasan.
(7) Kaji konfigurasi dada dan bandingkan diameter
anteroposterior (AP) dengan diameter transversal/lateral
(T). Rasio ini normalnya berkisar 1:2 sampai 5:7,
bergantung pada cairan tubuh klien.
(8) Kelainan bentuk dada
a) Barrel chest.
b) Funnel Chest
c) Pigeon Chest
d) Kifoskiliosis
b) palpasi
(1) Dilakukam untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan
mengobservasi abnormailtas, mengidentifikasi keaadaan kulit,
dan mengetahui vocal/tactile premitus.
(2) Palpasi torak untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat
inspeksi seperti massa, lesi, bengkak.
24

(3) Kaji kelembutan kulit, terutama jika klien mengeluh nyeri.


(4) Vocal premitus, yaitu getaran dinding dada yang dihasilkan
ketika berbicara.
c) Perkursi
pada perkursi, didapatkan suara normal sampai hiper sonor
sedangkan diafragma mendatar atau menurun. Normalnya dada
menghasilkan bunyi resonan.
d) Auskultasi
pada auskultasi, mencakup mendengarkan bunyi napas normal,
bunyi napas tambahan (abnormal). Suara napas normal meliputi
bronkial, bronkovesikular, dan vesicular. Sedangkan suara napas
tambahan meliputi wheezing, ronchi, plueral frictition rub, dan
crackels. (Somantri, 2009)

Tabel 2.1. Kelainan Bentuk Tulang Belakang Dan Deskripsinya


Bentuk Diskripsi
Skoliosis Kelainaan pada tulang belakang yang ditandai dengan
pembengkokan pada tulang belakang yang mengarah kearah lateral
Kifosis Kelainaan pada tulang belakang yang ditandai dengan kenaikan
kervatura/ pembengkokan tulang belakang pada dada
Lordosis Kelainaan pada tulang belakang yang ditandai dengan membebek
(kondisi seperti bebek), dimana terjadi akibat kervatura/
pembengkokan tulang belakang bagian pinggangyang berlebihan

Tabel 2.2 Interprestasi Frekuensi Pernafasan Berdasarkan Tingkat Usia

Tingkat Usia Hasil Normal


Bayi baru lahir 35-40 kali/menit
Bayi 1 minggu - 11 bulan 30-50 kali/menit
Todler 2-4 tahun 25-32 kali/menit
Anak umur 4-12 tahun 20-30 kali/menit
Remaja 14 – 18 tahun 16-19 kali/menit
Dewasa 12-20 kali/menit
Lansia ( diatas 65 tahun ) Jumlah respirasi per menit biasanya meningkat secara
bertahap dari dewasa

Tabel 2.3 Gambaran Pola Pernafasan Klien Dan Makna Klinisnya

Prekuensi Pernafasan
Tipe /Pola Makna Klinis
Tiap Menit
Eupnea 16-20 Normal
Takipnea >35 Kegagalan pernafasan, respons pada demam,
ansietas, nafas pendek, infeksi pernafasan
25

Bradipnea <10 Tidur, depresi pernafasan, overdosis obat,


lesi sistem saraf pusat
Apnea Periode tidak bernafas Dapat terjadi sebentar-sebentar seperti tidur
berlangsung >15 detik apnea, gagal nafas
Hiperpnea 16-20 Akibat ansietas atau respon pada nyeri,
menyebabkan alkalosis pernafasan,
parastesia, tetani, konfusi telihat nyata
Kussmaul Biasanya >35 dapat Pola takipnea berhubungan dengan
menjadi lambat atau ketoasidosis diabetikum, asidosis metabolic,
normal atau gagal ginjal
Cheyne stokes Variabel Pola nafas yang meningkat dan menurun
disebabkan perubahan dalam status asam
basa, masalah metabolic yang mendasari dan
menderita neuroserebral
Biot Variabel Periode apnea dan nafas dangkal disebabkan
gangguan sistem saraf pusat, ditemukan pada
beberapa pasien sehat
Apneustik Meningkat Peningkatan pada waktu inspirasi dengan
waktu ekspirasi bunyi norok (grunting) yang
pendek, terlihat pada lesi sistem saraf pusat
pada pusat pernafasan
(1) Catat jumlah, irama, kedalaman pernapasan, dan
kesimetrisan pergerakan dada
(2) Observasi tipe pernapasan, seperti pernapasan
hidung atau pernapasan diagfragma, dan penggunaan otot
bantu pernapasan
(3) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase
inspirasi dan ekspirasi. Rasio pada fase ini normalnya 1 : 2.
Fase ekspirasi yang memanjang menunjukkan adanya
obstruksi pada jalan napas dan sering ditemukan pada klien
chronik Airflow Limitation ( CAL)/ Chronic Obstruksi
Pulmanary Diseases (COPD)
(4) Kaji konfusi dada dan bandingkan diameter
anteroposterior (AP) dengan diameter lateral/ tranversal
(T). Rasio ini normalnya berkisar 1 : 2 sampai 5 : 7,
bergantung pada cairan tubuh klien
(5) Kelainan pada bentuk dada
c. Pemeriksaan penunjang
Menurut (Somantri, 2009) pemeriksaan penunjang pada sistem
pernafasan dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu antara lain
26

metode morfologi dan metode fisiologis. Berikut ini macam-macam


pemeriksaan penunjang dengan menggunakan metode morfologi.
1) Radiologi
Torak merupakan tempat yang ideal untuk pemeriksaan radiologi.
Parenkim paru-paru yang berisi udara memberikan resistensi yang kecil
terhadap jalannya sinar-X. Oleh karena itu, parenkim hanya memberikan
bayangan yang sangat memancar. Bagian yang lebih padat, sukar untuk
ditembus sinar-X, sehingga bayangannya lebih padat. Benda yang lebih
padat akan memberikan . kesan berwarna lebih putih dibandingkan benda
yang berbentuk udara.
2) Bronkoskopi
Bronkoskopi merupakan teknik yang memungkinkan visualisasi
langsung dari trakea dan cabang-cabang utamanya. Cara ini paling sering
digunakan untuk memastikan diagnosis karsinoma bronkogenik, tetapi
dapat juga digunakan untuk membuang benda asing. Klien yang telah
menjalani prosedur bronkoskopi, tidak boleh makan atau minum selama
minimal 2-3 jam sampai refleks muntah muncul kembali. Jika tidak,
mungkin klien akan mengalami aspirasi ke dalam cabang trakeabronkial.
3) Pemeriksaan biopsi
Contoh jaringan yang dapat digunakan untuk pemeriksaan biopsi adalah
jaringan yang diperoleh dari saluran pernafasan bagian atas atau bawah
dengan menggunakan teknik endoskopi yang memakai laringoskop.
Manfaat utama biopsi paru-paru terutama berkaitan dengan penyakit paru-
paru difusi yang tidak dapat didiagnosis dengan cara lain.
4) Pemeriksaan sputum
Penting dilakukan untuk mendiagnosis etiologi berbagai penyakit
pernapasan. Pemeriksaan mikroskopik dapat menjelaskan organisme
penyebab pada berbagai pneumonia bakterial, tuberkulosis, serta berbagai
infeksi jamur. Pemeriksaan sitologi eksfoliatif pada sputum dapat membantu
dalam mendiagnosis karsinoma paru. Waktu terbaik untuk pengumpulan
sputum adalah saat bangun tidur, karena sekresi abnormal bronkus
cenderung untuk berkumpul pada waktu tidur.
27

Adapun metode fisiologis yang digunakan dalam pemeriksaan


penunjang pada sistem pernafasan antara lain.
1) Tes fungsi paru
Pada tes ini digunakan alat spirometer yang dapat menggambarkan
fungsi paru.
a) Isi alun nafas (Tidal Volume-TV)
Merupakan volume udara yang masuk dan keluar paru pada
pernafasan biasa ketika dalam keadaan istirahat (N = ± 500ml)
b) Volume cadangan inspirasi (Inspiration Reserve Volume-IRV)
Adalah volume udara yang masih dapat masuk kedalam paru pada
inspirasi maksimal setekah biasa (L = ± 3300 ml ; P = ± 1900 ml)
c) Volume cadangan ekspirasi (Ekspiration Reserve Volume-ERV)
Yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan secara aktif dari dalam
paru melalui kontraksi otot-otot ekspirasi setelah ekspirasi biasa (L
= ± 1000 ml)
d) Volume residu (Residu Volume-RV)
Yaitu udara yang tersisa dalam paru setelah ekspirasi maksimal
(L= ±1200 ml, P= ±1100 ml) Jika keempat volume itu
dijumlahkan, diperoleh volume maksimum, dan itulah kapasitas
maksimum paru-paru berkembang. Jika dua atau lebih volume
tersebut digabungkan sebagai satu kesatuan, maka dinamakan
kapasitas pulmonal.
Volume kolaps terjadi jika paru mengalami kolaps, dan volume
minimal terjadi bila paru kolaps, sedangkan udara tidak bisa
dikeluarkan lagi dengan cara apapun.
e) Kapasitas inspirasi (Inspiration Capacity-IC)
Yaitu jumlah udara yang dapat dimasukan kedalam paru setelah
akhir ekspirasi biasa (IC = IRV + TV). Menunjukan banyaknya
udara yang dapart dihirup mulai dari taraf ekspirasi normal hingga
mengembangkan paru-paru secara maksimal.
f) Kapasitas residu fungsional (Functional Residu Capacity-FRC)
28

Adalah jumlah udara didalam paru pada akhir ekspirasi biasa ( FRC
= ERV + RV). Bermakna untuk memepertahankan O2 dan CO2
yang relatif stabil di alveoli selama proses inspirasi dan ekspirasi.
g) Kapasitas vital (Vital Capacity-VC)
Merupakan volume udara maksimal yang dapat masuk dan keluar
paru selama satu siklus pernafasan yaitu setelah inspirasi maksimal
dan ekspirasi maksimal (VC = IRV + TV + ERV). Bermakna untuk
menggambarkan kamampuan pengembangan paru dan dada.
h) Kapasitas paru total (Total Lung Capacity-TLC )
Yaitu jumlah udara maksimal yang dapat dikandung paru (TLC =
VC + TV). Normal L = ± 6000 ml, P = ±4200 ml.
i) Ruang rugi (Anatomical Dead Space)
Adalah ruang disepanjang saluran nafas yang tidak terlibat proses
pertukaran gas (±150 ml). Pada pria dengan TV = 500 ml, maka
hanya ± 350 ml yang mengalami pertukaran gas.
j) Frekuensi nafas (f)
Frekuensi napas adalah jumlah pernafasan yang dilakukan
permenit. Dalam keadaan istirahat kecepatan pernafasan sekitar 15
kali per menit.
Masing-masing volume dan kapasitas paru-paru itu memiliki
makna khasnya sendiri. Setiap nilai dapat berubah bila posisi tubuh
berganti. Umumnya menurun bila seseorang berbaring dan
meningkat bila dalam posisi berdiri. Ada dua faktor yang
menimbulkan perubahan ini yaitu sebagai berikut.
a) Waktu berbaring isi perut menekan keatas atau kediafragma
b) Volume darah paru-paru meningkat waktu berbaring. Kedua hal
ini mengurangi ruangan yang dapat diisi oleh udara didalam
paru-paru.
2) Analisa gas darah
Darah yang digunakan untuk menganalisis tes ini adalah darah arteri,
dan yang terpilih adalah arteri radialis dan femoralis karena arteri ini mudah
dicapai.
29

Tabel 2.4 Nilai Normal Gas Darah Arteri


Rentang normal
Tes Interprestasi
dewasa
PaO2 80-100 mmHg Elevasi menandakan pemberian oksigen berlebih
Menurun, mengidentifikasi penyakit CAL, bronkitis
kronis, kanker bronkus dan paru, kistik fribrosis, RDS,
anemia, atelaktasis atau npenyebab yang menyebabkan
hipoksia.
PaCO2 35-45 mmHg Elevasi, menandakan kemungkina CAL, efek anastesi,
atau penggunaan opioid (asisdosis respiratori)
Menurun, mengidentifikasi hiperventilasi/ alkalosis
respiratori.
Ph 7,35-7,45 Elevasi, menandakan alkalosis metabolik/respiratori
Menurun menandakan asidosis metabolik/respiratori
HCO2 21-28 mEq/L Elevasi, mengidentifikasi kemungkinan asidosis
respiratori sebagai kompensasi awal dari alkalosis
metabolik
Menurun, mengidentifikasi kemungkinan alkalosis
respiratori sebagai kompensasi awal dari asidosis
metabolic
SaO2 95-100% Menurun, mengidentifikasi kerusakan kemampuan
hemoglobin untuk mengantarkan oksigen

PaCO2 merupakan petunjuk yang terbaik untuk mengetahui fungsi


ventilasi alveolar. Jika nilai PaCO2 meningkat, maka penyebab
langsungnya berupa hipoventilasi alveolar umum.
d. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatau pernyataan yang menjelaskan
respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu
atau kelompok di mana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi
dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan,
membatasi, mencegah dan mengubah (Carpenito dalam dalam Nursalam,
2009).
(Gordon dalam Nursalam, 2009), mendefinisikan bahwa diagnosa
keperawatan adalah masalah kesehatan aktual dan potensial di mana
berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat mampu dan
mempunyai kewenangan untuk memberikan asuhan keperawatan .
30

kewenangan tersebut dapat diterapkan berdasarkan standar praktik


keperawatan dan kode etik perawat yang berlaku di Indonesia.
Cirri dari diagnosa keperawatan adalah berfokus pada reaksi atau
respon klien terhadap intervensi keperawatan dan tindakan media/lainnya,
orientasi sesuai dengan kebutuhan dasar individu yang terganggu, dapat
berubah sesuai dengan respon klien, mengarah pada fungsi mandiri perawat
dalam melaksanakan tindakan dan evaluasinya, dan diagnosa keperawatan
melengkapi diagnosa medis. Adapun tujuan dari diagnosis keperawatan
digunakan untuk mengidentifikasi masalah dimana adanya respons klien
terhadap status kesehatan atau penyakit, faktor-faktor yang menunjang atau
menyebabkan suatu masalah (etiologi) dan kemampuan klien untuk
mencegah atau menyelesaikan masalah.
Menurut (PPNI, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, 2017),
diagnosis yang sering muncul pada pasien pasien CHF adalah:
1) Pola napas tidak efektif
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi
adekuat.
2) Intoleransi aktivitas
Intoleransi aktivitas merupakan ketidakcukupan energy psikologis
atau fisiologis untuk melanjutkan atau menyelesaikan aktifitas kehidupan
sehari-hari yang harus atau dilakukan.

3) Kelebihan volume cairan (hypervolemia)


Kelebihan volume cairan merupakan peningkatan retensi cairan isotonik.

e. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan merupakan tahapan selanjutnya dari diagnosis
keperawatan yang sudah ditegakkan. Dalam rencana keperawatan pada
gagal jantung kongestif penulis akan lebih fokus pada rencana untuk pola
nafas tidak efektif.
Intervensi menurut (PPNI, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia,
2017) & (PPNI, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, 2018)
berdasarkan diagnosa diatas yaitu sebagai berikut :
31

TABEL 2.5 Rencana Keperawatan


No Standar Diagnosa Keperawatan Standar Intervensi Keperawatan Intervensi pendukung
Indonesia (SIKI)
Indonesia (SDKI)
1. Pola napas tidak efektif Monitor pernapasan 1. Dukungan
Definisi : inspirasi atau 1. Monitor kecepatan, irama,
emosional
ekspirasi yang tidak
kedalaman dan kesulitan
memberikan ventilasi adekuat 2. Dukungan
Penyebab : bernapas
kepatuha program
a. Depresi pusat pernapasan
2. Catat pergerakan dada, catat
pengobatan
b. Hambatan upaya napas (
ketidak simetrisan,
3. Dukungan ventilasi
mis, nyeri saat bernapas,
penggunaan otot-otot bantu
4. Edukasi
kelemahan otot pernapasan)
napas dan retraksi pada otot
pengukuran
c. Deformitas dinding dada
supraclavikula dan interkosta
respirasi
d. Deformitas dinding dada
3. Monitor suara napas
5. Konsultasi via
e. Gangguan nueromuskular
tambahan seperti mengorok
telepon
f. Gangguan neurologis
atau mengi
6. Manajemen energy
(misalnya,
4. Monitor pola napas (
7. Manajaemen jalan
elektroensefalogram [eeg]
misalnya, bradipnea,
napas buatan
positif, cidera kepala,
takipnea, hiperventilasi,
8. Manajaemen
gangguan kejang
pernapasan kusmaul,
medikasi
g. Imaturitas neurologis
pernapasan apneutik,
9. Manajemen
h. Penurunan energy
resipirasi biot, dan pola ataxic
ventilasi mekanik
i. Obesitas
5. Auskultasi suara napas, catat
10. Pemantauan
j. Posisi tubuh yang
area dimana terjadinya
neurologis
menghambat ekspansi paru
penurunan atau tidak adanya
11. Pemberian
k. Sindrom hipoventilasi
ventilasi dan keberadaan
analgesic
l. Kerusakan inervasi
suara napas tambahan
12. Pemberian obat
diafragma (kerusakan saraf
6. Monitor kemampuan batuk
c5 keatas)
efektif pasien
m. Cedera pada medulla
7. Monitor sekresi pernapasan
spinalis
8. Monitor keluhan sesak napas
n. Efek agen farmalogis
pasien, termasuk kegiatan
o. Kecemasan
yang meningkatkan atau
Gejala dan tanda mayor (harus
memperburuk sesak napas
ada)
Subjektif tersebut
b) Dyspnea
Manajemen jalan napas
Objektif 1. Posisikan pasien untuk
d) Penggunaan otot bantu
memaksimalkan ventilasi
pernapasan
32

e) Fase ekspirasi 2. Instruksikan bagaimana agar


memanjang bisa melakukan batuk efektif
f) Pola napas abnormal 3. Posisikan untuk meringankan
(misalmya, takipnea, sesak napas
bradipnea, hiperventilasi, 4. Monitor status pernapasan
kusmaul, Cheyne-stokes) dan oksigenasi sebagaimana
Gejala dan tanda minor mestinya
Subjektif
Monitor TTV
a. Ortopnea
1. Monitor tekanan darah, nadi,
Objektif
suhu, dan status pernapasan
a. Pernapasan pursed-lip
dengan tepat
b. Pernapasan cuping
Pemberian obat
hidung
Kolaborasi dengan dokter dalam
c. Diameter thoraks interior-
pemberian obat
posterior meningkat
d. Ventilsasi semenit turun
e. Kapasitas vital menurun
f. Tekanan ekspansi
menurun
g. Tekanan inspirasi
menurun
Ekskursi dada berubah
2. Intoleransi aktivitas 1. Manajemen energy 1. Dukungan ambulansi
Definisi : Ketidakcukupan a. Observasi identifikasi gangguan
2. Dukungan kepetuhan
energi untu fungsi tubuh yang mengakibatkan
melakukan aktivitas kelelahan. program pengobatan
sehari-hari. b. Monitor kelelahan fisik dan
3. Dukungan meditasi
Penyebab : emosional.
a. Ketidakseimbangan antara c. Monitor pola dan jam tidur. 4. Dukungan
suplai dan kebutuhan d. Monitor lokasi dan
pemeliharaan rumah
oksigen. ketidaknyamanan selama
b. Tirah baring. melakukan aktivitas. 5. Dukungan perawatan
c. Kelemahan. Terapeutik
diri
d. Imobilitas. a. Sediakan lingkungan yang aman
e. Gaya hidup monoton. dan rendah stimulus (mis. Cahaya, 6. Dukungan spiritual
Gejala dan tanda mayor : suara, dan kunjungan).
7. Dukungan tidur
Subjektif b. Lakukan latihan rentang gerak
a. Mengeluh lelah. pasif dan/atau aktif. 8. Edukasi latihan fisik
c. Berikan aktivitas distraksi yang
9. Edukasi teknik
Objektif menenangkan.
a. Frekuensi jantung d. Fasilitasi duduk disisi tempat ambulansi
meningkat >20% dari kondisi tidur jika tidak dapat berpindah
10. Edukasi
istirahat. atau berjalan.
Gejala dan tanda minor : Edukasi pengukuran nadi
Subjektif a. Anjurkan tirah baring.
radialis
a. Dispnea saat/setelah b. Anjurkan melakukan aktivitas
33

beraktivitas. secara bertahap. 11. Manajemen


b. Merasa tidak nyaman saat c. Anjurkan menghubungi perawat
aritmia
beraktivitas. jika tanda dan gejala kelelahan
c. Merasa lemah. tidak berkurang. 12. Manajemen
d. Ajarkan strategi koping untuk
lingkungan
Objektif mengurangi kelelahan .
a.Tekanan darah berubah >20% Kolaborasi 13. Manajemen
dari kondisi istirahat. a. Kolaborasi dengan ahli gizi
medikasi
b. Gambaran EKG menunjukan tentang cara meningkatkan asupan
aritmia saat/setelah makanan 14. Manajemen mood
beraktivitas.
15. Manajemen
c.Gambaran EKG menunjukan
iskemia. nutrisi
d. Sianosis.
16. Manajemen nyeri
Kondisi klinis terkait
a. Anemia
b. Gagal jantung kongestif
c. Penyakit jantung koroner
d. Penyakit katup jantung
e. Aritmia
f. Penyakit Paru Obstruksi
Kronis (PPOK)
g. Gangguan metabolik
h. Gangguan musculoskeletal
3. Hipervolemia Manajemen Cairan 1. Dukungan
Definisi : Peningkatan volume Observasi kepatuhan
cairan intravaskuler a. Monitor status pengobatan
interstitial dan atau hidrasi(mis,frekuensi nadi, 2. Dukungan dialysis
intraseluler kekuatan nadi, akral, pengisian peritoneal
Penyebab kapiler, kelembapan mukosa, 3. Edukasi
a. Gangguan mekanisme turgor kulit, tekanan darah). hemodialisis
regulasi b. Monitor berat badan harian. 4. Edukasi nutrisi
b. Kelebihan asupan cairan c. Monitor pemeriksaan parenteral
c. Kelebihan asupan natrium laboratorium (mis.hematokrit, 5. Edukasi pemberian
d. Gangguan aliran balik vena Na, K, Cl, berat jenis urine). makanan parenteral
e. Efek agen farmakologis 6. Insersi intravena
Terapeutik 7. Insersi selang
(misal kortikosteroid,
a. Catat intake-output dan balance nasogastrik
chlorpropamide tolbutamide,
cairan. 8. Katerisasi urine
vinscristine)
b. Beri asupan cairan sesuai 9. Konsultasi
Gejala dan tanda mayor kebutuhan. 10. Manajemen asam-
Subjektif c. Berikan cairan itravena, jika basa
a. Ortopnea perlu. 11. Manajemen cairan
b. Dispnea 12. Manajemen dialisis
Kolaborasi
c. Paroxysmal Nokturnal perintoneal
Kolaborasi pemberian diuretik,
Dispnea (PND) 13. Manajemen
jika perlu. elektrolit
Objektive
14. Manajemen
a. Edema anasarka dan/atau
hemodialisis
edema perifer.
b. Berat badan meningkat
dalam waktu singkat.
c. Jugular Venous Pressure
(JVP) dan /atau Central
34

Venous Pressure (CVP)


meningkat.
d. Refleks hepatojugular positif.
Gejala dan Tanda minor

Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana keperawatan untuk


mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana
keperawatan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu
klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu, rencana
keperawatan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor
yang mempengaruhi masalah kesehatan klien. Tujuan dari implementasi
adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang
mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan
kesehatan dan memfasilitasi koping. Perencanaan keperawatan lain dapat
dilaksanakan dengan baik jika klien mempunyai keinginan untuk
berpartisispasi dalam implementasi keperawatan. (Nursalam, 2009)
g. Evaluasi
Evaluasi merupakan tindakan untuk melengakapi proses keperawatan
yang dapat dilihat dari perkembangan dan hasil kesehatan klien. Tujuannya
untuk mengetahui sejauh mana perawatan dapat dicapai dan memberikan
umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan. Langkah-langkah
evaluasi adalah sebagi berikut:
a) Daftar tujuan klien
b) Lakukan pengkajian apakah pasien dapat melakukan sesuatu
c) Bandingkan antara tujuan dan kemampuan klien
d) Diskusikan dengan klien, apakah tujuan dapat tercapai atau tidak
(Nursalam, 2009)
C. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah
ke seluruh, sehingga tidak memenuhi kebutuhan oksigen metabolism tubuh
35

atau terjadinya defisit penyaluran oksigen ke organ tubuh. (Asikin &


Nuralamsyah, 2016)
Penyakit gagal jantung yang dalam istilah medisnya disebut dengan
“heart failure atau cardiac failure” merupakan suatu keadaan darurat medis
dimana jumlah darah yang dipompa oleh jantung seseorang setiap menitnya
(curah jantung [cardiac output]) tidak mampu memenuhi kebutuhan normal
metabolisme tubuh. (Madjid, 2017)
2. Etiologi
Mekanisme fisiologi yang dapat menyebabkan timbulnya gagal jantung
yaitu kondisi yang menimbulkan preload, afterload, atau menurunkan
kontraktilitas miokardium. Kondisi yang meningkatkan preload, misalnya
regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel. Afterload meningkat pada
kondisi dimana terjadi stenosis aorta dan dilatasi ventrikel. Pada infark
miokard dan kardiomiopiati, kontraktilitas niokardium dapat menurun.
Selain mekanisme diatas, terdapat faktor fisiologis lain yang dapat
menyebabkan gagal jantung selain pompa, antara lain adanya gangguan
pengisian ventrikel (stenosis katup atrioventrikularis), serta adanya
gangguan pada pengisian ejeksi ventrikel (perikarditis konstruktif dan
tamponade jantung). Berdasarkan seluruh penyebab tersebut, diduga yang
paling mungkin terjadi yaitu pada setiap kondisi tersebut menyebabkan
gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau di dalam sintesis
atau fungsi protein kontraktil (Asikin & Nuralamsyah, 2016).
3. Klasifikasi
Menurut Nanda (2015), Klasifikasi gagal jantung dapat dibedakan
berdasarkan akut-kronik, kanan-kiri, sistolik-diastolik dan kelas terhadap
toleransi aktivitas.
Berdasarkan gejala dan intensitasnya gagal jantung dibedakan menjadi
dua, yaitu:
a) Gagal jantung akut
36

Gagal jantung akut terjadi secara tiba-tiba, ditandai dengan penurunan


cardiac output dan tidak adekuatnya perfusi jaringan. Ini dapat
mengakibatkan edema paru dan kolaps pembuluh darah.
b) Gagal jantung kronik
Gagal jantung kronik terjadi secara perlahan-lahan ditandai dengan
penyakit jantung iskemik, penyakit paru kronis, pada gagal jantung kronik
terjadi retensi air dan sodium pada ventrikel sehingga menyebabkan
hipervolemia, akibatnya ventrikel dilatasi dan hipertrofi.
Berdasarkan letaknya gagal jantung dibedakan menjadi dua yaitu
gagal jantung kiri dan kanan.
a) Gagal jantung kiri
Gagal jantung kiri terjadi karena ventrikel gagal untuk memompa darah
secara adekuat sehingga menyebabkan kongesti pulmonal, hipertensi dan
kelainan pada katup aorta/mitral.
b) Gagal jantung kanan
Gagal jantung kanan disebabkan peningkatan tekanan pulmo akibat gagal
jantung kiri yang berlangsung cukup lama sehingga cairan yang terbendung
akan berakumulasi secara sistemik di kaki, asites, hepatomegali, efusi pleura
dan lain-lain.
Berdasarkan istilah gagal jantung dibedakan menjadi dua yaitu, gagal
jantung sitolik dan diastolik.
a.) Gagal jantung sistolik
Gagal jantung sistolik biasanya terjadi penurunan kontraktilitas ventrikel
sehingga ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang berakibat
cardiac output menurun dan ventrikel hipertrofi.
b.) Gagal jantung diastolik
Gagal jantung diastolik disebabkan karena ketidakmampuan ventrikel
dalam pengisian darah yang mengakibatkan stroke volume cardiac output
turun.
Menurut New York Heart Association (NYHA) klasifikasi gagal jantung
Kongestif dibagi menjadi 4 kelas, yaitu:
37

a) Kelas I. tidak ada batasan, aktivitas fisik yang biasa tidak menybabkan
dispnea napas, palpitasi atau keletihan berlebihan.
b) Kelas II. Gangguan aktivitas ringan, merasa nyaman ketika
beristirahat, tetapi aktivitas biasa menimbulkan keletihan dan palpitasi
c) Kelas III. Keterbatasan aktivitas fisik yang nyata, merasa nyaman
ketika beristirahat, tetapi aktivitas yang kurang dari biasa dapat
menimbulkan gejala
d) Kelas IV. Tidak dapat melakukan aktivitas fisik apa pun tanpa merasa
tidak nyaman, gejala gagal jantung kengostif bahkan dapat ditemukan
pada saat istirahat dan ketidaknyamanan semakin bertambah ketika
melakukan aktivitas fisik apapun.
4. Patofisiologi
Kelainan fungsi otot jantung disebebkan oleh aterosklerosis coroner,
hipertensi arterial, dan penyakit otot degenerative atau inflamasi.
Aterosklerosis mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya
aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat). Infark miokard biasanya mendahului terjadinya
gagal jantung. Hipertensi sistemik/pulmonal (peningkatan afterload)
meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi miokard) dapat
dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan
kontraktilitas jantung. Akan tetapi, untuk alasan yang tidak jelas, hipertrofi
otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal, dan akhirnya terjadi
gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokarium degeneratif
berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah.
Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventrikel kanan. Gagal
ventrikel kiri murni sinonim dengan edema paru akut. Karena curah
ventrikel berpasangan atau sinkron, maka kegagalan salah satu fungsi
ventrikel dapat dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.
38

Gagal jantung dapat dimulai dari sisi kiri atau kanan jantung. Sebagai
contoh, hipertensi sistemik yang kronis akan menyebabkan ventrikel kiri
mengalami hipertrofi dan melemah. Letak suatu infark miokardium akan
menentukan sisi jantung yang pertama kali terkena setelah terjadi serangan
jantung.
Karena ventrikel kiri yang melemah akan menyebabkan darah kembali
ke atrium, lalu ke sirkuasi paru, ventrikel kanan dan atrium kanan, maka
jelaslah bahwa gagal jantung kiri akhirnya akan menyebabkan gagal jantung
kanan. Pada kenyataanya, penyebab utama gagal jantung kanan adalah gagal
jantung kiri. Karena tidak dipompa secara optimum keluar dari sisi kanan
jantung, maka darah mulai terkumpul di sistem vena parifer. Hasil akhirnya
adalah semakin berkurangnya volume darah dalam sirkulasi dan
menurunnya tekanan darah serta perburukan siklus jantung.
(Madjid, 2017)
5. PATHWAY CHF (CONGESTIVE HEART FAILURE) 39

Gangguan aliran darah arteriosklerosis koroner faktor sistemik (hipoksia, penyakit jantung (stenosis, katup AV, stenosis katup
ke otot jantung anemia temponade pericardium, perikarditis konstruktif

disfungsi mikardium beban volume berlebihan pasokan oksigen ke jantung

kontraktilitas beban systole beban tekanan berlebihan beban sistolik berlebihan

hambatan pengoso- peningkatan kebu- hipertensi sistemik pulmonal preload


ngan ventrikel tuhan metabolisme

COP beban jantung atrofi serabut otot Gagal Jantung

kelainan otot kontraktilitas disfungsi miokard


jantung (AMI) miokarditis

peradangan dan serabut otot jan-


penyakit miokar- tung rusak
dium

gagal pompa back failure LVED naik gagal pompa


ventrikel kiri ventrikel kanan

forward failure renal flow RAA penyempitan lumen ventrikel kanan

aldosteron tekanan vena pulmonalis hipertropi ventrikel kanan


40

tekanan kapiler paru


ADH
Suplai darah suplai O2
jaringan otak retensi Na + H2O
edema paru beban ventrikel
Nutrisi dan O2 sinkop Kelebihan Volume
ke jaringan Cairan

Metabolisme sel Resiko penurunan


perfusi perifer gangguan
ATP pertukaran gas

Fatigue pitting edema kerusakan integritas kulit ronki basah iritasi mukosa paru

Intoleransi retensi cairan bersihan jalan napas tidak penumpukan sekret reflek batuk
Aktivitas ekstremitas bawah efektif

Tidak dapat mengakomodasi semua darah bendungan vena sistemik bendungan atrium kanan tekanan diastole
Yang normal kembali ke sirkulasi vena

Lien hepar

Pembesaran vena di abdomen splenomegali hepatomegali Nyeri

Anoreksia dan mual mendesak diafragma tekanan pembuluh portal cairan terdorong ke Ansietas
Rongga abdomen / asites

Ketidakseimbangan nutrisi Sesak napas Ketidakefektifan pola napas


Kurang dari kebutuhan tubuh dan Defisit perawatan diri
Ansietas
42

6. Manifestasi Klinis
Tanda
1) Gagal nafas total
- Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat di dengar/di rasakan.
- Pada gerakan nafas spontan terlihat reaksi supra klavikula dan
sela iga serta tidak ada pengembanan dada pada inspirasi.
- Adanya kesulitan inflamasi paru dalam usaha memberikan
ventilasi buatan.
2) Gagal nafas parsial
- Terdengar suara nafas tambahan gargling, snoring, growing
dan whizzing.
- Ada retraksi dada
Gejala
1. Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
2. Hipoksemia yaitu takikkardia, gelisah, berkeringat atau sianosis
(Po2 menurun)
(NANDA, 2015)
7. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan analisa gas darah arteri (AGD).
2) Pemeriksaan darah lengkap, elektrolit serum, sitologi, urinalisis,
bronkogram, bronkospi.
3) Pemeriksaan rontgen dada
4) Pemeriksaan sputum, fungsi paru, angiografi, pemindahan
ventilasi-perfusi
5) Hemodinamik
Tipe I : peningkatan PCWP
6) EKG
EKG untuk mengukur kecepatan dan keteraturan denyut jantung,
untuk mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler,
penyimpangan aksis, iskemia, dan kerusakan pola. (Nurarif &
Kusuma, 2015)
43

8. Penatalaksaanaan
Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk menurunkan
beban kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap tiga penentu utama
dari fungsi miokardium, baik secara sendiri maupun secara gabungan dari :
a. Penurunan beban awal
Pembatasan asupan garam dalam mengurangi beban awal dengan
menurunkan retensi cairan. Jika gejala menetap dengan pembatasan
garam yang sedang, maka diperluakan diuretik oral untuk mengatasi
retensi natrium dan air. Regimen diuretic maksimum biasanya
diberikan sebelum dilakukan pembatasan asupan nutrisi yang ketat.
b. Peningkatan kontraktilitas
Obat inotropik meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium.
Mekanisme dalam kerja dalam gagal jantung masih belum jelas
c. Pengurangan beban akhir
Dua respon kompensatorik terhadap gagal jantung (aktivitas sistem
saraf simpatis dan sistem renin-anginotensin-aldosteron)
menyebabkan terjadinya vasokontriksi dan selanjutnya
meningkatkan tahanan terhadap injeksi ventrikel dan beban akhir.
Dengan meningkatknya beban akhir, maka kerja jantung meningkat
dan curah jantung menurun. Obat vasodilator arteri akan menekan
efek negative tersebut.
(Asikin dan Nuralamsyah, 2016).

Anda mungkin juga menyukai