TINJAUAN PUSTAKA
8
9
2. Pengertian Oksigenasi
oksigen merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam kehidupan manusia.
Dalam tubuh. oksigen berperan penting di dalam proses metabolisme sel.
Kekurangan oksigen akan menimbulkan dampak yang bermakna bagi tubuh,
salah satunya kematian. Karenanya, berbagai upaya perlu selalu dilakukan
untuk menjamin agar kebutuhan dasar ini terpenuhi dengan baik. Adapun
pengertian oksigenasi itu sendiri yaitu salah satu komponen gas dan unsur vital
dalam proses metabolisme untuk kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh.
(Haswita & Sulistyowati, 2017)
3. Pengertian Fisiologis Dalam Oksigenasi
Proses oksigenasi melibatkan sistem pernafasan dan kardiovaskular.
Prosesnya terdiri dari 3 tahapan :
a. Ventilasi merupakan proses pertukaran udara atmosfer dengan alveoli.
Masuknya oksigen atmosfer ke dalam alveoli dan keluarnya
karbondioksida dari alveoli ke atmosfer yang terjadi saat respirasi
(inspirasi-ekspirasi)
b. Difusi proses pertukaran gas oksigen dengan karbondioksida antar
alveoli dengan darah pada membran kapiler alveolar paru.
c. Transportasi gas merupakan perpindahan gas ke paru ke jaringan dan
dari jaringan ke paru dengan bantuan darah (aliran darah)
(Haswita & Sulistyowati, 2017)
4. Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigenasi
Keadekuatan sirkulasi, ventilasi, dan transportasi gas ke jaringan di
pengaruhi oleh empat hal : fisiologis, perkembangan, perilaku, dan
lingkungan.
a. Faktor fisiologis
Tahap perkembangan setiap kondisi yang mempengaruhi fungsi kerja
kardiopulmonar secara langsung akan mempengaruhi kebutuhan
oksigen, berikut ini beberapa factor fisiologis yang mempengaruhi
oksigenasi :
1) Menurunya kapasitas oksigen seperti pada anemia
10
3. Agitasi.
4. Lelah, letargi
5. Meningkatkan tahanan vascular paru.
6. Menurunnya saturasi oksigen, meningkatnya pCO2.
7. Sianosis.
(Hidayat A. A., 2009)
6. Pola napas tidak efektif
a. Definisi
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi
adekuat (PPNI, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, 2017)
b. Penyebab
1) Depresi pusat pernapasan
2) Hambatan upaya napas (misalnya, nyeri saat bernapas,
kelemahan otot pernapasan)
3) Deformitas dinding dada
4) Deformitas tulang dada
5) Gangguan nueromuskular
6) Gangguan neurologis (misalnya, elektroensefalogram [eeg]
positif, cidera kepala, gangguan kejang)
7) Imaturitas neurologis
8) Penurunan energy
9) Obesitas
10) Posisi tubuh yang menghambat eksapansi paru
11) Sindrom hipoventilasi
12) Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf c5 ke atas)
13) Cedera pada medulla spinalis
14) Efek agen farmalogis
15) Kecemasan
c. Gejala dan tanda mayor (harus ada)
1) Subjektif
a) Dyspnea
2) Objektif
15
tetapi melalui suatu interaksi atau wawancara dengan klien. Data subjektif
diperoleh dari riwayat keperawatan termasuk persepsi klien, perasaan, dan
ide tentang status kesehatannya. Sedangkan, data objektif adalah data yang
dapat diobservasi dan diukur oleh perawat (lyer et al dalam Nursalam 2009).
Data ini diperoleh melalui kepekaan perawat (senses) selama melakukan
pemeriksaan fisik melalui 2S (sight, smell) dan HT (hearing, touch/taste).
Yang termasuk data objektif adalah frekuensi pernapasan, tekanan darah,
adanya edema dan berat badan. (Nursalam, 2009)
Pengkajian data ini meliputi riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, dan
melalui pemeriksaan diagnostik. Untuk memudahkan dalam pengkajian
sebaiknya dilakukan secara berurutan, terutama pada pemeriksaan fisik yang
dimulai dari mata, hidung, mulut dan bibir, vena leher, kulit, jari dan kuku,
serta dada dan thoraks. (Andarmoyo, 2012)
b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatau pernyataan yang menjelaskan
respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu
atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi
dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan,
membatasi, mencegah dan mengubah (Carpenito dalam Nursalam 2009).
Gordon dalam Nursalam 2009, mendefinisikan bahwa diagnosa
keperawatan adalah masalah kesehatan aktual dan potensial dimana
berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat mampu dan
mempunyai kewenangan untuk memberikan asuhan keperawatan.
kewenangan tersebut dapat diterapkan berdasarkan standar praktik
keperawatan dan kode etik perawat yang berlaku di Indonesia.
c. Perencanaan keperawatan
Tahap perencanaan memberikan kesempatan kepada perawat, klien,
keluarga dan orang terdekat klien untuk merumuskan rencana tindakan
keperawatan guna mengatasi masalah yang dialami klien. Perencanaan ini
merupakan suatu petunjuk tertulis yang menggambarkan secara tepat
rencana tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap klien sesuai dengan
kebutuhannya berdasarkan diagnosis keperawatan.
18
Tahap perencanaan dapat disebut sebagai inti atau pokok dari proses
keperawatan sebab perencanaan merupakan keputusan awal yang memberi
arah bagi tujuan yang ingin dicapai, hal yang akan dilakukan, termasuk
bagaimana, kapan, dan siapa yang akan melakukan tindakan keperawatan.
Karenanya, dalam menyusun rencana tindakan keperawatan untuk klien,
keluarga dan orang terdekat perlu dilibatkan secara maksimal. (Asmadi,
2008)
d. Pelaksanaan keperawatan
Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan
adalah katagori dari prilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan
untuk mencapai tujuan dan hasil yang dipekirakan dari asuhan keperawatan
dilakukan dan diselesaikan. Dalam teori, implementasi dari rencana asuhan
keperawatan mengikuti komponen perencanaan dari proses keperawatan.
Namun demikian, di banyak lingkungan perawatan kesehatan, implementasi
mungkin dimulai secara langsung setelah pengkajian. (Potter & Perry, 2009)
e. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati
dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi
dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga
kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukkan tercapainya tujuan dan
kriteria hasil, klien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Jika
sebaliknya, klien akan masuk kembali ke dalam siklus tersebut mulai dari
pengkajian ulang (reassessment). Secara umum, evaluasi ditujukan untuk:
1) Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan.
2) Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum.
3) Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai
(Asmadi, 2008).
3. Penerapan Asuhan keperawatan
a. Pengkajian
1) Riwayat keperawatan
a) Masalah pernafasan yang pernah dialami
19
(3) Alergi.
(4) Tempat tinggal.
e) Riwayat kesehatan keluarga
Pengkajian riwayat penyakit keluarga dalam gangguan pernafasan
sangat penting untuk mendukung keluhan dari penderita, perlu dicari
riwayat keluarga yang memberikan predisposisi keluhan seperti adanya
riwayat sesak nafas, batuk lama, batuk darah dari generasi terdahulu.
Adanya penyakit tekanan darah tinggi dan kencing manis dapat
memperberat keluhan penderita. Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan
sosial pasien penyakit paru-paru sekurang-kurangnya ada tiga, yaitu :
(1) Penyakit infeksi tertentu : khususnya tuberkulosa, ditularkan melalui
satu orang ke orang lainnya; jadi dengan menanyakan riwayat kontak
dengan orang terinfeksi dapat diketahui sumber penularannya.
(2) Kelainan alergis, seperti asthma bronchial, menunjukkan suatu
predisposisi keturunan tertentu; selain itu serangan asthma mungkin
dicetuskan oleh konflik keluarga atau kenalan dekat.
(3) Pasien bronchitis kronik mungkin bermukim di daerah yang polusi
udaranya tinggi. Tapi polusi udara tidak menimbulkan bronchitis
kronik, hanya memperburuk penyakit tersebut.
f) Riwayat pekerjaan dan kebiasaan
Perawat menanyakan situasi tempat kerja dan lingkungannya. Kebiasaan
sosial: menanyakan kebiasaan dalam pola hidup, mis. minum alkohol, atau
obat tertentu. Kebiasaan merokok: menanyakan tentang kebiasaan merokok
terkait sudah berapa lama, berapa batang per hari, jenis rokok yang
dikonsumsi (filter, kretek), Situasi kerja: menanyakan apakah pekerjaan
penuh dengan stress, bagaimana menanggani stress, apa dampak stress
terhadap kesehatannya, apakah lingkungan juga dipenuhi dengan polusi
udara, alergen yang berdampak dalam masalah kesehatannya, penting juga
untuk diidentifikasikan.
g) Pengkajian psikologi
(1) Persepsi/tanggapan klien terhadap masalahnya penyakitnya
(2) Pengaruh sakit terhadap cara hidup
22
Prekuensi Pernafasan
Tipe /Pola Makna Klinis
Tiap Menit
Eupnea 16-20 Normal
Takipnea >35 Kegagalan pernafasan, respons pada demam,
ansietas, nafas pendek, infeksi pernafasan
25
Adalah jumlah udara didalam paru pada akhir ekspirasi biasa ( FRC
= ERV + RV). Bermakna untuk memepertahankan O2 dan CO2
yang relatif stabil di alveoli selama proses inspirasi dan ekspirasi.
g) Kapasitas vital (Vital Capacity-VC)
Merupakan volume udara maksimal yang dapat masuk dan keluar
paru selama satu siklus pernafasan yaitu setelah inspirasi maksimal
dan ekspirasi maksimal (VC = IRV + TV + ERV). Bermakna untuk
menggambarkan kamampuan pengembangan paru dan dada.
h) Kapasitas paru total (Total Lung Capacity-TLC )
Yaitu jumlah udara maksimal yang dapat dikandung paru (TLC =
VC + TV). Normal L = ± 6000 ml, P = ±4200 ml.
i) Ruang rugi (Anatomical Dead Space)
Adalah ruang disepanjang saluran nafas yang tidak terlibat proses
pertukaran gas (±150 ml). Pada pria dengan TV = 500 ml, maka
hanya ± 350 ml yang mengalami pertukaran gas.
j) Frekuensi nafas (f)
Frekuensi napas adalah jumlah pernafasan yang dilakukan
permenit. Dalam keadaan istirahat kecepatan pernafasan sekitar 15
kali per menit.
Masing-masing volume dan kapasitas paru-paru itu memiliki
makna khasnya sendiri. Setiap nilai dapat berubah bila posisi tubuh
berganti. Umumnya menurun bila seseorang berbaring dan
meningkat bila dalam posisi berdiri. Ada dua faktor yang
menimbulkan perubahan ini yaitu sebagai berikut.
a) Waktu berbaring isi perut menekan keatas atau kediafragma
b) Volume darah paru-paru meningkat waktu berbaring. Kedua hal
ini mengurangi ruangan yang dapat diisi oleh udara didalam
paru-paru.
2) Analisa gas darah
Darah yang digunakan untuk menganalisis tes ini adalah darah arteri,
dan yang terpilih adalah arteri radialis dan femoralis karena arteri ini mudah
dicapai.
29
e. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan merupakan tahapan selanjutnya dari diagnosis
keperawatan yang sudah ditegakkan. Dalam rencana keperawatan pada
gagal jantung kongestif penulis akan lebih fokus pada rencana untuk pola
nafas tidak efektif.
Intervensi menurut (PPNI, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia,
2017) & (PPNI, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, 2018)
berdasarkan diagnosa diatas yaitu sebagai berikut :
31
a) Kelas I. tidak ada batasan, aktivitas fisik yang biasa tidak menybabkan
dispnea napas, palpitasi atau keletihan berlebihan.
b) Kelas II. Gangguan aktivitas ringan, merasa nyaman ketika
beristirahat, tetapi aktivitas biasa menimbulkan keletihan dan palpitasi
c) Kelas III. Keterbatasan aktivitas fisik yang nyata, merasa nyaman
ketika beristirahat, tetapi aktivitas yang kurang dari biasa dapat
menimbulkan gejala
d) Kelas IV. Tidak dapat melakukan aktivitas fisik apa pun tanpa merasa
tidak nyaman, gejala gagal jantung kengostif bahkan dapat ditemukan
pada saat istirahat dan ketidaknyamanan semakin bertambah ketika
melakukan aktivitas fisik apapun.
4. Patofisiologi
Kelainan fungsi otot jantung disebebkan oleh aterosklerosis coroner,
hipertensi arterial, dan penyakit otot degenerative atau inflamasi.
Aterosklerosis mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya
aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat). Infark miokard biasanya mendahului terjadinya
gagal jantung. Hipertensi sistemik/pulmonal (peningkatan afterload)
meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi miokard) dapat
dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan
kontraktilitas jantung. Akan tetapi, untuk alasan yang tidak jelas, hipertrofi
otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal, dan akhirnya terjadi
gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokarium degeneratif
berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah.
Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventrikel kanan. Gagal
ventrikel kiri murni sinonim dengan edema paru akut. Karena curah
ventrikel berpasangan atau sinkron, maka kegagalan salah satu fungsi
ventrikel dapat dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.
38
Gagal jantung dapat dimulai dari sisi kiri atau kanan jantung. Sebagai
contoh, hipertensi sistemik yang kronis akan menyebabkan ventrikel kiri
mengalami hipertrofi dan melemah. Letak suatu infark miokardium akan
menentukan sisi jantung yang pertama kali terkena setelah terjadi serangan
jantung.
Karena ventrikel kiri yang melemah akan menyebabkan darah kembali
ke atrium, lalu ke sirkuasi paru, ventrikel kanan dan atrium kanan, maka
jelaslah bahwa gagal jantung kiri akhirnya akan menyebabkan gagal jantung
kanan. Pada kenyataanya, penyebab utama gagal jantung kanan adalah gagal
jantung kiri. Karena tidak dipompa secara optimum keluar dari sisi kanan
jantung, maka darah mulai terkumpul di sistem vena parifer. Hasil akhirnya
adalah semakin berkurangnya volume darah dalam sirkulasi dan
menurunnya tekanan darah serta perburukan siklus jantung.
(Madjid, 2017)
5. PATHWAY CHF (CONGESTIVE HEART FAILURE) 39
Gangguan aliran darah arteriosklerosis koroner faktor sistemik (hipoksia, penyakit jantung (stenosis, katup AV, stenosis katup
ke otot jantung anemia temponade pericardium, perikarditis konstruktif
Fatigue pitting edema kerusakan integritas kulit ronki basah iritasi mukosa paru
Intoleransi retensi cairan bersihan jalan napas tidak penumpukan sekret reflek batuk
Aktivitas ekstremitas bawah efektif
Tidak dapat mengakomodasi semua darah bendungan vena sistemik bendungan atrium kanan tekanan diastole
Yang normal kembali ke sirkulasi vena
Lien hepar
Anoreksia dan mual mendesak diafragma tekanan pembuluh portal cairan terdorong ke Ansietas
Rongga abdomen / asites
6. Manifestasi Klinis
Tanda
1) Gagal nafas total
- Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat di dengar/di rasakan.
- Pada gerakan nafas spontan terlihat reaksi supra klavikula dan
sela iga serta tidak ada pengembanan dada pada inspirasi.
- Adanya kesulitan inflamasi paru dalam usaha memberikan
ventilasi buatan.
2) Gagal nafas parsial
- Terdengar suara nafas tambahan gargling, snoring, growing
dan whizzing.
- Ada retraksi dada
Gejala
1. Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
2. Hipoksemia yaitu takikkardia, gelisah, berkeringat atau sianosis
(Po2 menurun)
(NANDA, 2015)
7. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan analisa gas darah arteri (AGD).
2) Pemeriksaan darah lengkap, elektrolit serum, sitologi, urinalisis,
bronkogram, bronkospi.
3) Pemeriksaan rontgen dada
4) Pemeriksaan sputum, fungsi paru, angiografi, pemindahan
ventilasi-perfusi
5) Hemodinamik
Tipe I : peningkatan PCWP
6) EKG
EKG untuk mengukur kecepatan dan keteraturan denyut jantung,
untuk mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler,
penyimpangan aksis, iskemia, dan kerusakan pola. (Nurarif &
Kusuma, 2015)
43
8. Penatalaksaanaan
Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk menurunkan
beban kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap tiga penentu utama
dari fungsi miokardium, baik secara sendiri maupun secara gabungan dari :
a. Penurunan beban awal
Pembatasan asupan garam dalam mengurangi beban awal dengan
menurunkan retensi cairan. Jika gejala menetap dengan pembatasan
garam yang sedang, maka diperluakan diuretik oral untuk mengatasi
retensi natrium dan air. Regimen diuretic maksimum biasanya
diberikan sebelum dilakukan pembatasan asupan nutrisi yang ketat.
b. Peningkatan kontraktilitas
Obat inotropik meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium.
Mekanisme dalam kerja dalam gagal jantung masih belum jelas
c. Pengurangan beban akhir
Dua respon kompensatorik terhadap gagal jantung (aktivitas sistem
saraf simpatis dan sistem renin-anginotensin-aldosteron)
menyebabkan terjadinya vasokontriksi dan selanjutnya
meningkatkan tahanan terhadap injeksi ventrikel dan beban akhir.
Dengan meningkatknya beban akhir, maka kerja jantung meningkat
dan curah jantung menurun. Obat vasodilator arteri akan menekan
efek negative tersebut.
(Asikin dan Nuralamsyah, 2016).