Anda di halaman 1dari 6

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/273127735

Optimasi Proses Pembuatan Bioetanol dari Ubikayu Kualitas Rendah dan


Limbah Kulit Ubikayu

Conference Paper · May 2009

CITATION READS

1 1,958

2 authors:

Roni Maryana Satriyo Krido Wahono


Indonesian Institute of Sciences Indonesian Institute of Sciences
43 PUBLICATIONS   224 CITATIONS    96 PUBLICATIONS   372 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Biogas Upgrading View project

Lignocellulosic biomass conversion into bioethanol. View project

All content following this page was uploaded by Satriyo Krido Wahono on 05 March 2015.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Seminar Nasional 2008
“Sistem Informasi sebagai Penggerak Pembangunan di Daerah”
Yogyakarta, 27 November 2008 ISBN 9-793-688893-9
OPTIMASI PROSES PEMBUATAN BIOETANOL DARI UBIKAYU KUALITAS
RENDAH DAN LIMBAH KULIT UBIKAYU
Roni Maryana dan Satriyo Krido Wahono

UPT Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia LIPI


Jl. Yogya-Wonosari KM 32 Desa Gading, Playen, Gunungkidul, Yogyakarta
Email : roni002@lipi.go.id; roni_yogya@yahoo.co.id

Abstrak

Telah dilakukan optimasi proses pembuatan bioetanol untuk mendapatkan rendemen etanol optimal
dengan cara memvariasikan bahan bakunya. Bahan baku yang digunakan adalah ubikayu, pati,
gaplek dan kulit ubikayu. Varietas yang digunakan adalah Uji dan Markonah dari Gunungkidul yang
jarang dikonsumsi karena rasanya pahit. Pembuatan etanol dilakukan dengan cara homogenisasi
bahan, penambahan enzim α-amilase, penambahan enzim β-amilase dan penambahan ragi pada
proses fermentasi. Fermentasi dilakukan selama 72 jam. Filtrat yang didapat di destilasi
0
menggunakan vacuum evaporator panjang 30 cm; diameter 8,5 cm pada suhu 79 C. Etanol yang
didapat dihitung volumenya dan diukur kemurniannya dengan alat alkoholmeter. Dari hasil proses
tersebut didapatkan kadar etanol 70% untuk masing-masing bahan kecuali kulit ubikayu. Volume
etanol yang didapatkan dengan bahan baku 7 kg ubikayu adalah 1,625 L; volume etanol dari 2 kg pati
yang berasal dari 7 kg ubikayu adalah 1,35 L; volume etanol dari 2,5 kg gaplek adalah 1,75 L dan dari
0,7 kg kulit ubikayu didapatkan 26 ml etanol kadar 10% .

Kata kunci: bioetanol, ubikayu, pati, gaplek.

PROCESS OPTIMALIZATION OF BIOETHANOL PRODUCTION FROM LOW


GRADE CASSAVA AND WASTE CASSAVA PEEL

Abstract

The optimalization process has been done to improve ethanol quantity and quality. Raw materials that
were used are cassava, cassava powder, gaplek (low water concentration of cassava after dried) and
waste of cassava peel. Cassava variety is Uji and Markonah from Gunungkidul region, these varieties
are rarely consumed. The production of bioethanol was carried out through several process such as
homogenization, adding of α-amylase, β-amylase and yeast (Saccharomyces c.). Fermentation
performed in 72 h. Filtrates from this process are distillated using 30 cm length and 8.5 cm diameter
0
vacuum evaporator, the temperature was 79 C. The volume and concentration of bioethanol are
measured by measurement glass and alcohol meter. The concentration of ethanol was 70% except for
cassava peel. Seven kg of cassava yielding 1.625 L of ethanol; 2 kg of cassava powder from 7 kg of
cassava yielding 1.35 L; 2.5 kg of gaplek yielding 1.75L and 0.7 kg of cassava peel yielded 26 ml,
10% of bioethanol.

Keywords: bioethanol, cassava, cassava powder, gaplek.

Pendahuluan

Singkong (Manihot esculenta) merupakan tanaman yang terdapat hampir diseluruh wilayah
Indonesia. Tanaman ini berasal dari daerah Amerika selatan dan telah ditanam di daerah tropis dan
subtropics. Singkong atau ubikayu mengandung senyawa utama karbohidrat dan biasa dikonsumsi
sebagai makanan. Selain itu, singkong dapat juga diproses dengan cara fermentasi menjadi bioetanol.
Bioetanol adalah bahan bakar alkohol yang dibuat dari sumber biomassa selulosa yang terbarukan
seperti pohon, rumput, berbagai bahan dalam sampah padat perkotaan, dan hasil pertanian serta

Bidang Energi dan Lingkungan EL17-1


Seminar Nasional 2008
“Sistem Informasi sebagai Penggerak Pembangunan di Daerah”
Yogyakarta, 27 November 2008 ISBN 9-793-688893-9
hutan (Ferrel dan Glasner, 1997). Etanol adalah pelarut yang sangat diperlukan dalam proses industri,
rumah sakit, maupun bidang pendidikan. Sekarang etanol murni telah dijadikan sebagai bahan adisi
pada bensin, bahkan pada April 2006 Brazil mengumumkan bahwa mereka tidak tergantung lagi
terhadap minyak bumi dari timur tengah (www.wikipedia.com). Pada tahun 1995, sekitar 93% etanol
dihasilkan dari proses fermentasi dari bahan biomasa, sedangkan 7% disintesis dari minyak bumi
(Badger,2002).
Penggunaan etanol sebagai biofuel mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya adalah
mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi, menciptakan lapangan kerja di daerah dan
mengurangi polusi udara karena meminimalkan pembentukan gas CO. Pembentukan gas CO bisa
diminimalkan karena etanol mempunyai atom oksigen sehingga pembakaran lebih sempurna. Bahan
baku pembuatan etanol dari biomasa berdasarkan senyawa penyusunnya dapat dibagi menjadi tiga
kelompok yaitu: tetes tebu, starchy materials,dan lignoselulosa. Beberapa variabel yang bisa
mempengaruhi efisiensi produksi etanol diantaranya adalah temperatur, jenis mikroba dan sumber
penghasil gula seperti biji-bijian, buah-buahan dan selulosa (Emily dan Sherow).
Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu daerah dengan banyak lahan kering dan
merupakan penghasil ubikayu/singkong yang potensial dengan jumlah produksi pada tahun 2007
sebesar 864.137,96 kwintal (www.gunungkidulkab.go.id). Perkembangan areal tanam ubikayu di
Kabupaten Gunungkidul dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan pemanfaatan Ubikayu di Kabupaten
Gunungkidul disajikan pada tabel 2.

Tabel 1. Perkembangan Areal dan produksi ubikayu di Gunungkidul


No Tahun Ubikayu
Luas Panen (Ha) Produktivitas (ku/Ha) Produksi (Ton)
1 2001 50.701 160,22 812.321
2 2002 51.771 134,24 694.982
3 2003 52.500 127,25 668.399
4 2004 52.236 133,87 669.290
5 2005 53.453 149,56 799.454
Sumber: Diperta Kab. Gunungkidul tahun 2001-2005.

Tabel 2. Pemanfaatan ubikayu di Kabupaten Gunungkidul


No Pemanfaatan Jumlah (%)
1 Dibuat gaplek
a. Dijual dalam bentuk gaplek 65
b. Disimpan sebagai cadangan makanan 15
2 Dibuat makanan rakyat dan dijual sebagai bahan tapioka 20
Sumber : Diperta Kab. Gunungkidul rata-rata per tahun

Berdasarkan data-data di atas maka bisa dilihat bahwa potensi ubikayu di gunungkidul cukup
besar. Penjualan dalam bentuk gaplek sebagian bisa ditingkatkan menjadi bioetanol dan diharapkan

Bidang Energi dan Lingkungan EL17-2


Seminar Nasional 2008
“Sistem Informasi sebagai Penggerak Pembangunan di Daerah”
Yogyakarta, 27 November 2008 ISBN 9-793-688893-9
mempunyai nilai ekonomis yang lebih untuk masyarakat, seperti harga penjualan yang lebih tinggi dan
kemungkinan menjadikan bioetanol sebagai usaha home industries Varietas ubikayu yang akan
digunakan adalah varietas uji yang merupakan turunan dari Adira dan varietas Markonah, kedua
varietas ini jarang dikonsumsi masyarakat karena rasanya yang pahit. Dengan harga minyak bumi
yang terus meningkat, maka bioetanol bisa menjadi salah satu energi alternatif yang bisa
dikembangkan di Indonesia. Potensi pemanfaatan bioetanol kadar 40-50% untuk kompor, kadar 80-
90% untuk rumah sakit dan apotek, kadar 90% keatas untuk ekspor, industri farmasi dan bahan bakar
alternatif (Maryana, 2008).
Berdasarkan uraian tersebut di atas, bioetanol dari singkong merupakan energi alternatif yang
layak dikembangkan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melakukan optimasi proses
pembuatan bioetanol dari ubikayu kualitas rendah dan limbah kulit ubikayu.

Metode

Bahan dan Alat


Ubi kayu varietas Uji dan Markonah dari Gunungkidul, tapioka, gaplek, kulit ubi kayu, air, enzim -
amilase, enzim -amilase, Saccharomyces cereviciae, pemanas, panci, pengaduk, fermentor anaerob,
vacuum evaporator, alkoholmeter, gelas ukur.

Langkah Kerja
Bahan baku pertama, 7 kg singkong segar ditimbang, dikupas, dicuci dan dihomogenisasi dengan
cara pemarutan. Bahan baku kedua digunakan 2 kg pati berasal dari pemerasan 7 kg singkong.
Bahan baku ketiga digunakan 2,5 kg gaplek. Bahan baku keempat adalah 0,7 kg kulit ubi kayu baik
bagian coklat maupun bagian putih. Keempat bahan tadi ditambahkan air dan dimasak kemudian
ditambahkan enzim -amilase, dimasak kembali dan ditambahkan enzim -amilase kemudian
ditambahkan Saccharomyces cereviciae. Kemudian difermentasi selama 72 jam. Filtrat yang didapat
0
di destilasi menggunakan vacuum evaporator panjang 30 cm; diameter 8,5 cm pada suhu 79 C.
Etanol yang didapat dihitung volumenya dan diukur kemurniannya dengan alat alkoholmeter.

Hasil dan Pembahasan

Pati mengandung molekul amilosa (20-30%) dan amilopektin (70-80%). Semuanya berupa
polimer dari α-D-glukosa yang terdiri dari ikatan  dan . Penambahan enzim -amilase dan -
amilase dimaksudkan untuk memutuskan ikatan rantai ini sehingga terbentuk monomer glukosa.
Salah satu cara mengetahui bahwa proses ini telah sempurna yaitu dengan mencicipi bahan
singkong, singkong yang telah mengandung glukosa akan terasa manis. Tahap selanjutnya adalah
penambahan ragi Sachharomyces c. yang akan mengubah glukosa menjadi etanol, proses fermentasi
dilakukan dalam keadaan anaerob. Proses fermentasi yang sempurna ditandai keluarnya gelembung
CO2 dan wangi khas fermentasi. Selanjutnya Etanol dipisahkan dari residunya dengan cara

Bidang Energi dan Lingkungan EL17-3


Seminar Nasional 2008
“Sistem Informasi sebagai Penggerak Pembangunan di Daerah”
Yogyakarta, 27 November 2008 ISBN 9-793-688893-9
penyaringan. Etanol yang didapatkan kemudian didestilasi dengan bantuan vakum evaporator. Hasil
yang didapatkan seperti pada tabel 3.

Tabel 3. Pembuatan bioetanol Menggunakan Berbagai Bahan Baku


Bahan baku Jumlah (kg) Volume Etanol (L) Kadar (%) Volume etanol/kg
Ubikayu 7 1,625 70 0.163
Pati 2 1,350 70 0.473
Gaplek 2,5 1,750 70 0.490
Kulit ubikayu 0,7 0,026 10 0.004

Berdasarkan hasil pada tabel 3 dapat diperoleh data bahwa semua bahan baku yang diteliti dapat
diproses untuk menghasilkan etanol. Berdasarkan kualitas etanol yang dihasilkan ditinjau dari kadar
etanolnya diperoleh hasil bahwa kulit ubi kayu hanya menghasilkan etanol kadar 10 % sedangkan
bahan yang lain menghasilkan etanol kadar 70 %. Hal ini disebabkan oleh kulit ubi kayu memiliki
kadar sukrosa yang rendah berasal dari sisa – sisa daging ubi kayu yang masih menempel pada kulit
atau adanya selulosa yang telah terkonversi menjadi sukrosa, sedangkan sukrosa merupakan
senyawa yang diubah menjadi glukosa atau fruktosa kemudian dikonversi menjadi etanol. Dari tabel
3 dapat dilihat bahwa gaplek merupakan bahan baku yang paling potensial dibandingkan bahan
lainnya. Dari 1 kg gaplek dihasilkan hampir 0,5 L etanol kadar 70%. Proses pembuatan gaplek di
daerah Gunungkidul dilakukan secara manual yaitu memanaskan singkong yang telah dipotong-
potong dibawah sinar matahari. Kadar air pada gaplek setelah proses ini berkisar 15%. Sedangkan
bahan pati singkong diambil dengan cara melarutkan singkong yang telah dihomogenisasi ukurannya
dengan air. Setelah diaging selama 24 jam pati singkong akan mengendap dan berada dibagian
bawah reaktor. Pati menghasilkan etanol 70% sebanyak 0.473 L. Secara kimia pati terdiri dari amilosa
dan amilopektin yang cenderung lebih mudah diputus rantainya dibandingkan ubikayu, karena
ubikayu masih tercampur dengan komponen-komponen lainnya. Reaksi pembentukan etanol dari
sukrosa, seperti pada reaksi (1) dan (2).

invertase
C12H22O11 + H2O C6H12O6 + C6H12O6 ...........(1)
sukrosa air katalis fruktosa glukosa

zymase
C6H12O6 2C2H5OH + 2 CO2 ...........(2)
glukosa katalis etanol
(www.esru.strath.ac.uk)

Berdasarkan hasil etanol yang diperoleh setiap per kg bahan baku diperoleh hasil etanol tertinggi
dari bahan baku gaplek yaitu 0,490 liter/kg bahan baku, sedangkan urutan berikutnya adalah pati, ubi
kayu dan kulit ubi kayu. Seperti kondisi serupa dengan kadar etanol yang dihasilkan, kondisi jumlah
etanol yang lebih besar pada gaplek tersebut juga dipengaruhi oleh kadar sukrosa yang lebih tinggi

Bidang Energi dan Lingkungan EL17-4


Seminar Nasional 2008
“Sistem Informasi sebagai Penggerak Pembangunan di Daerah”
Yogyakarta, 27 November 2008 ISBN 9-793-688893-9
pada bahan baku yang digunakan dibandingkan bahan baku yang lain. Gaplek dan tapioka
menghasilkan alkohol relatif lebih tinggi daripada bahan yang lain karena kedua bahan ini merupakan
produk olahan ubi kayu yang telah mengalami pengurangan kadar non sukrosa sehingga kadar
sukrosa lebih tinggi. Dari keempat bahan yang diproses menjadi etanol, gaplek merupakan bahan
yang menghasilkan bioetanol paling optimal yaitu 0,490 liter etanol/kg dengan kemurnian etanol yang
dihasilkan sebesar 70%. Pemurnian etanol kearah 99-100% masih terus dilakukan supaya memenuhi
syarat sebagai biofuel, sebagai bahan campuran bensin. Beberapa penyerap air yang dipakai masih
mengalami kendala karena mengurangi juga volume etanol secara signifikan. Gunungkidul sebagai
salah satu daerah penghasil ubikayu yaitu kurang lebih 800 ton per tahun merupakan daerah yang
potensial untuk dikembangkan area penanaman ubikayu. Seiring dengan membaiknya tingkat
ekonomi masyarakat bahan makanan dari ubikayu bukan merupakan pokok lagi.

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa hasil paling optimal proses
pembuatan bioetanol dari ubikayu kualitas rendah dan limbah kulit ubikayu diperoleh dari bahan baku
gaplek yaitu 0,490 liter etanol/kg dengan kemurnian etanol yang dihasilkan sebesar 70%. Ubikayu
adalah bahan yang relative potensial untuk dikembangkan sebagai bahan baku bioetanol karena
bahan lignoselulose masih mengalami beberapa hambatan terutama nilai ekonomis prosesnya.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung
dalam penulisan ini, khususnya kepada Tim Pengembangan Energi Alternatif UPT BPPTK LIPI
Yogyakarta.

Daftar Pustaka

Anonim, Potensi Daerah, www.gunungkidulkab.go.id


Anonim, What is Bioethanol?, www.esru.strath.ac.uk
Anonim, Ethanol, www.wikipedia.com, the free encyclopedia
Badger, P.C. 2002. Ethanol From Cellulose: A General Review. Trends in new crops and new uses. J
Janick and A. Whipkey (eds.). ASHS Press, Alexandria, VA.
Dinas Pertanian Kabupaten Gunungkidul – Yogyakarta, Data Tahun 2001 – 2005
Emily Reith dan Tom Sherow. Biofuel Production. National Science Education Standards by the
National Academy of Sciences.
Ferrel, John and David Glasner, 1997, “Bioethanol – The Climate – Cool Fuel”, Biofuel for The Global
Environment, US. Department of Energy – National Renewable Energy Laboratory
Maryana, Roni, 2008, Pengembangan Usaha Pembuatan Bioetanol dari Ubi Kayu di Kabupaten
Gunungkidul – Yogyakarta, Usulan Kegiatan Iptekda LIPI (Program Bottom- up Tahun 2009),
UPT BPPTK – LIPI Yogyakarta
Maryana, Roni,. 2006. Review: Pengembangan bioetanol dari bahan berpati dan lignoselulosa
sebagai energi alternatif. Seminar Kimia dan Pendidikan Kimia Universitas Semarang.
Tanggal 16 September. Semarang.

Bidang Energi dan Lingkungan EL17-5

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai