Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Perpajakan
Yang dibina oleh Ibu Dr. Makaryanawati, SE., M.Si. Ak
Oleh
Kelompok 4 :
Hardina Permata Hati (190422627630)
Imam Setiawan (190422627652)
Kharismaya Nugrahanti (190422627642)
Lailya Syifa Camila (190422627648)
Pembayaran angsuran PPh 25 untuk wajib pajak badan yaitu = Penghasilan Kena
Pajak (PKP) x 25% (Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh).
Contoh 5:
SPT PPh 2009 yang disampaikan oleh WP dalam bulan maret 2010 menunjukkan
kelebihan pembayaran pajak sebesar Rp 40.000.000,00, sedangkan angsuran bulan
dalam tahun 2009 sebesar Rp 1.000.000,0. Atas permohonan pengembalian pajak
tahun 2009 tersebut, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan pada bulan
Agustus 2010 yang menghasilkan besarnya angsuran pajak setiap bulan untuk bulan
Januari sampai dengan bulan Agustus 2010 adalah sebesar Rp 1.000.000,00 dan mulai
bulan September 2010 adalah nihil.
Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 bagi wajib pajak badan
Pajak Penghasilan yang dipungut oleh pihak lain (PPh Pasal 22) sebesar
Rp30.000.000.
Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pihak lain (PPh Pasal 23) sebesar
Rp15.000.000.
Pajak Penghasilan yang dibayar di luar negeri sebesar Rp42.500.000, tetapi
berdasarkan ketentuan yang dapat dikreditkan (PPh Pasal 24) sebesar
Rp40.000.000.
Pajak Penghasilan yang telah dipotong/dipungut oleh pihak lain yang dibayarkan atau
terutang di luar negeri tersebut untuk bagian tahun pajak yang meliputi masa 8 bulan
dalam tahun 2016.
Angsuran PPh Pasal 25 untuk tahun 2017 adalah:
PPh terutang berdasar SPT Tahunan PPh tahun 2016 Rp125.000.000
PPh Pasal 22 Rp30.000.000
PPh Pasal 23 Rp15.000.000
PPh Pasal 24 Rp40.000.000
Total kredit pajak Rp 85.000.000 (-)
Dasar penghitungan angsuran Rp 40.000.000
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setiap bulan
(PPh Pasal 25) dalam tahun 2017 adalah :
Rp40.000.000 ÷ 8 = Rp5.000.000
Penyetor dan Pelaporan
Angsuran pajak bulanan (PPh Pasal 25) tersebut dibayari/disetor sendiri oleh Wajib
Pajak paling lambat tanggal 15 bulan takwim berikutnya. Angsuran pajak bulan Maret
2017 disetor paling lambat tanggal 15 April 2017.
Pelaporan (penyampaian SPT) masa atas angsuran pajak tersebut dilakukan paling
lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir. Angsuran pajak bulan Maret 2017
dilaporkan paling lambat tanggal 20 April 2017. Sarana untuk melaporkan angsuran
tersebut adalah SSP lembar ketiga.
Yang dimaksud dengan perhitungan PPh Pasal 25 dalam hal-hal tertentu adalah
perhitungan PPh Pasal 25 dalam hal:
1. Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian.
Kompensasi kerugian adalah kompensasi kerugian fiskal berdasarkan Surat
Pemberitahuan Tahunan, Suat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Keberatan atau
putusan banding sesuai ketentuan Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 31A Undang-undang
Pajak Penghasilan. Besarnya angsuran Pajak Penghasilan dalam hal Wajib Pajak
berhak atas kompensasi keruian adalah sebesar pajak penghasilan yang dihitung
dengan dasar perhitungan dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang dipotong atau
dipungut serta Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang
boleh dikreditkan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 21, 22, 23 dan 24,
kemudian dibagi dua belas (banyaknya bulan dalam pembagian tahunpajak). Dasar
perhitungan Pajak Penghasian ini adalah menurut SPT Tahunan PPh Tahun Pajak
yang lalu ataudasar perhitungan lainnya (Wajib Pajak Bank, Wajib Pajak sewa
dengan hak opsi, dan Wajib Pajak BUMN/BUMD). Apabila SPT Tahunan PPh
Tahun Pajak yang lalu atau dasar perhitungan lainnya ternyata rugi,maka PPh Pasal
25 adalah NIHIL.
Contoh:
a. Penghailan neto PT A tahun 2009 Rp 120.000.000,00
b. Sisa kerugian tahun sebelumnya
yang masih dapat dikompensasikan (Rp 150.000.000,00)
c. Sisa kerugian yang belum
dikompensasikan tahun 2009 (Rp 30.000.000,00)
d. d. PPh terutang tahun 2009 NIHIL
e. Kredit pajak (pasal 21, 22, 23, dan 24) (Rp 2.000.000,00)
(Rp 2.000.000,00)
f. PPh Pasal 25 tahun 2009 (Rp 30.000.000,00)
g. Pajak yang kurang/lebih bayar (Rp 32.000.000,00)
Apabila pada tahun 2009 tidak ada Pajak Penghasilan yang dipotong atau dipungut
oleh pihak lain dan pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri sesuai dengan
ketentuan dalam Pasal 24 maka besarnya angsuran bulanan PT A tahun 2010 = 1/12
x Rp 25.200.000.000,00 = Rp 2.100.000,00
Contoh :
Penghasilan PT Dira tahun 2009 adalah sebesar Rp 250.000.000,00. Sisa kerugian
tahun 2007 yang masih dapat dikompensasikan adalah sebesar Rp 300.000.000,00.
Sisa kerugian yang belum dikompensasikan adalah sebesar Rp 50.000.000,00.
Pada tahun 2009 PPh yang dipotong atau dipungut pihak lain adalah sebesar Rp
8.000.000,00, dan tidak ada pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri.
Perhitungan PPh Pasal 25 tahun 2010:
Penghasilan yang dipakai sebagai dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25 adalah
sebesar Rp 250.000.000,00 - Rp 50.000.000,00 = Rp 200.000.000,00.
PPh terutang
28% X Rp 200.000.000,00 = Rp 56.000.000,00
PPh dipotong atau dipungut = Rp 8.000.000,00
Rp 48.000.000,00
Besarnya angsuran pajak bulanan PT Dira tahun 2010 = 1/12 x Rp 48.000.000,00 =
Rp 4.000.000,00
Dalam hal jumlah kerugian tidak habis dikompensasi sehingga masih dapat
dikompensasi pada tahun beikutnya, dicontohkan berikut ini:
Contoh :
- Data SPT Tahunan PPh Badan 2009
Penghasilan Neto Rp 100.000.000,00
Sisa kompensasi kerugian tahun 2008 Rp 320.000.000,00
Sisa kerugian yang dikompensasikan
pada tahun 2009 Rp 100.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak NIHIL
Angsuran PPh Pasal 25 NIHIL
- Data SKP Tahun Pajak 2009 yang diterbitkan Juni 2010
Penghasilan Neto Rp 150.000.000,00
Kompensasi di tahun 2009 Rp 150.000.000,00
Sisa kerugian tahun 2008 yang
masih dapat dikompensasikan
(Rp 320.000.000,00 – Rp 150.000.000,00) Rp 170.000.000,00
Angsuran PPh Pasal 25 adalah NIHIL, karena sisa kerugian yang dapat
dikompensasikan dengan penghasilan neto Tahun Pajak 2009 lebih besar dari
penghasilan menurut SKP Tahun Pajak 2009.
2. Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur.
Penghasilan tidak teratur adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh
selain dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan, dan/atau modal, misalnya
keuntungan dari pengalihan harta. Sedangkan penghasilan teratur adalah
penghasilan yang lazimnya diterima atau diperoleh secara berkala sekurang-
kurangnya sekali dalam Tahun Pajak yang bersumber dari kegiatan usaha,
pekerjaan bebas, pekerjaan, harta dan atau modal kecuali penghasilan yang telah
dikanakan Pajak Penghasilan bersifat final.
Bila wajib pajak memperoleh penghasilan tidak teratur, maka dasar
perhitungan Pajak Penghasilan Pajak 25 adalah hanya penghasilan neto yang
diterima atau diperoleh secara teratur menurut SPT PPh Tahun Pajak yang lalu.
Besarnya PPh Pasal 25 adalah sebesar PPh yang dihitung dengan dasar
perhitungan sebagaimana dimaksud di atas, dikurangi dengan Pajak Penghasilan
yang dipotong atau dipungut serta Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang
di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21,
Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24, dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian
Tahun Pajak.
Misalkan, Penghasilan teratur Wajib Pajak dari usaha dagang dalam tahun
2009 Rp 51.000.000,00 dan penghasilan tidak taratur dari menyewakan mobil
selama 3 tahun yang dibayar sekaligus pada tahun 2009 sebesar Rp
21.000.000,00. Mengingat penghasilan yang tidak teratur sekaligus diterima pada
tahun 2009, maka penghasilan yang dipakai sebagai dasar perhitungan Pajak
Penghasilan Pasal 25 dari Wajib Pajak pada tahun 2010 adalah hanya dari
penghasilan teratur tersebut.
3. SPT Tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu
yang ditentukan.
Apabila Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu
disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan (selambat-lambatnya tiga
bulan setelah akhir Tahun Pajak), maka besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25
dihitung sebagai berikut:
a. Bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh tersebut
sampai dengan bulan disampaikannya Surat Pemberitahuan Tahunan yang
bersangkutan,besarnya PPh Pasal 25 adalah sama dengan besarnya
angsuran PPh Pasal 25 bulan terakhir dari Tahun Pajak yang lalu dan
bersifat sementara.
b. Setelah Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan,
besarnya PPh Pasal 25 dihitung kembali sebagai berikut:
- Sebesar PPh yang terutang menurut SPT Tahunan PPh Tahun Pajak yang
lalu dikurangi dengan PPh yang dipotong atau dipungut serta PPh yang
dibayar atau tetutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24, dibagi 12 atau
banyaknya bulan dalam Bagian Tahun Pajak yang berlaku surut mulai bulan
batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh.
- Dalam hal Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian atau dalam hal
Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur, maka besarnya PPh Pasal
25 dihitung kembali berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi Wajib Pajak
yang berhak atas kompensasi kerugian atau bagi Wajib Pajak memperoleh
penghasilan tidak tertatur sebagaimana telah diuraikan di atas. Perhitungan
kembali tersebut berlaku mulai bulan batas waktu penyampaian SPT
Tahunan PPh, yaitu tiga bulan setelah akhir Tahun Pajak.
Apabila besarnya PPh Pasal 25 yang dihitung kembali sebagaimana dimaksud
pada 2 butir di atas, lebih besar daripada PPh Pasal 25 yang dihitung mulai bulan
batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai dengan bulan disampaikan SPT
tahunan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada butirdi atas, maka atas
kekurangan setoran PPh Pasal 25 terutang bunga sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,
untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25
dari masing-masing bulan sampai dengan tanggal penyetoran.
Contoh :
1. SPT Tahunan PPh Badan tahun Pajak 2009 disampaikan tanggal 25 Mei 2010,
dengan data sebagai berikut:
a. Penghasilan Neto/Penghasilan Kena Pajak Rp 500.000.000,00
b. Pajak Penghasilan zterutang 28% x Rp 50.000.000,00 = Rp140.000.000,00
c. PPh Pasal 22, Pasal 23,dan Pasal 24 yang dapat dikreditkan Rp 42.500.000,00
2. PPh Pasal 25 untuk bulan Desember 2009 sebesar Rp 5.000.000,00
a. Besarnya PPh Pasal 25 untuk masa Januari dan Februari 2010 masing-masing
adalah sama besarnya dengan PPh Pasal 25 untuk masa bulan Desember 2009
sebesar Rp 5.000.000,00.
b. Besarnya PPh Pasal 25 untuk masa bulan Maret sampai dengan April 2010
masing-masing sama besarnya dengan PPh pasal 25 untuk bulan Desember 2009
yaitu sebesar Rp 5.000.000,00
c. Besarnya PPh Pasal 25 untuk masa Maret sampai dengan Desember 2010
dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan PPh Tahun pajak 2009, sebagai
berikut:
Penghasilan Neto 2009/Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar
perhitungan, sebesar Rp 500.000.000,00.
PPh terutang atas Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 500.000.000,00
adalah 28% x Rp 500.000.000,00 = Rp 140.000.000,00
PPh Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24
Tahun Pajak 2009 Rp 42.500.000,00
Rp 97.500.000,00
PPh Pasal 25 untuk masa bulan Maret sampai dengan Desember 2010
Rp 97.500.000,00 x 1/12 = Rp 8.125.000,00 setiap bulan
d. Oleh karena PPh Pasal 25 masa bulan Maret sampai dengan April 2010 yang
telah disetor, masing-masing sebesar Rp 5.000.000,00, maka atas kekurangan
masing-masing sebesar Rp 3.125.000,00 harus disetor dan terutang bunga
sebesar :
Untuk masa Maret 2010 sebesar 2% per bulan dihitung sejak 16 April
2010 sampai dengan tanggal penyetoran.
Untuk masa April 2010 sebesar 2% per bulan dihitung sejak 16 Mei 2010
sampai dengan tanggal penyetoran.
7 . ANGSURAN PPh PASAL 25 BAGI WAJIB PAJAK BARU, BANK, BUMN, BUMD
DAN WAJIB PAJAK TERTENTU LAINYA.
Sesuai pasal 25 ayat 7 UU PPh, perhitungan PPh pasal 25 bagi Wajib Pajak Baru,
BUMN, BUMD dan Wajib Pajak tertentu lainnya ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.
Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah kredit
pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), maka setelah dilakukan
pemeriksaan, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan setelah diperhitungkan dengan
utang pajak berikut sanksi-sanksinya. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 17B ayat (1)
Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Direktur Jenderal
Pajak atau pejabat yang ditunjuk berwenang untuk mengadakan pemeriksaan sebelum
dilakukan pengembalian atau perhitungan kelebihan pajak.
Oleh karena itu untuk kepentingan pemeriksaan, Direktur Jenderal Pajak atau pejabat lain
yang ditunjuk diberi wewenang untuk mengadakan pemeriksaan atas laporan
keuangan,buku-buku, dan catatan lainnya serta pemeriksaan lain yang berkaitan dengan
penentuan besarnya pajak penghasilan yang terutang, kebenaran jumlah pajak dan jumlah
pajak yang telah dikreditkan dan untuk menentukan besarnya kelebihan pembayaran pajak
yang harus dikembalikan. Maksud pemeriksaan ini untuk memastikan bahwa uang yang
akan dibayar kembali kepada Wajib Pajak sebagai restitusi itu adalah benar merupakan
hak Wajib Pajak.
Sedangkan dalam PPh pasal 29 Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak
ternyata lebih besar daripada kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1),
maka kekurangan pajak yang terutang harus dilunasi selambat-lambatnya tanggal 25 (dua
puluh lima) bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir, sebelum Surat Pemberitahuan
Tahunan disampaikan. Ketentuan ini mewajibkan Wajib Pajak untuk melunasi kekurangan
pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan Undang-undang ini sebelum Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan. Apabila tahun buku sama
dengan tahun takwim maka kekurangan pajak tersebut wajib dilunasi selambat-lambatnya
tanggal 25 Maret setelah tahun pajak berakhir, sedangkan apabila tahun buku tidak sama
dengan tahun takwim, misalnya dimulai tanggal 1 Juli sampai dengan 30 Juni, maka
kekurangan pajak wajib dilunasi selambat-lambatnya tanggal 25 September.
*Jumlah ini harus sudah dikurangkan dengan biaya jabatan/pensiun, dan iurang yang dibayar
sendiri kepada dana pensiun.
**Kerugian di luar negeri tidak dapat dikompensasi dengan penghasilan dalam negeri
Format Penentuan Besarnya PPh pasal 29 untuk WP Badan (form 1771 atau 1771/$)
Nona Fitri, status TK/0, adalah pengusaha sekaligus eksportir batik. Dalam tahun 2010, Nona
Fitri membukukan laba Rp650.000.000. Selama tahun 2010, Nona Fitri juga memberikan
zakat kepada Badan Amil Zakat yang disahkan pemerintah (BAZIS) sebesar Rp50.000.000
dan telah membayar angsuran PPh 25 dengan total Rp180.000.000. Selama tahun 2010, Nona
Fitri melakukan 7 kali perjalanan ke luar negeri dalam rangka usaha ekspor batik dengan
menggunakan pesawat. Berapakah PPh yang lebih atau kurang bayar?
Karena jumlah PPh terutang Nona Fitri selama tahun 2010 lebih kecil dari angsuran
pajaknya, maka terdapat kelebihan pembayaran PPh (PPh Pasal 28A) sebesar Rp66.752.000.
Jumlah kelebihan ini dapat dimintakan restitusi pajak, atau dapat dikompensasi untuk
pembayaran pajak tahun 2011.
4. CONTOH KASUS PPh PASAL 29
PT. KPSG senantiasa taat dan patuh dalam memenuhu kewajiban perpajakannya. Selama
tahun 2009, PT. KPSG membukukan laba fiskal Rp.800.000.000. Kewajiban perpajakan yang
telah diselesaikan selama tahun 2009 antara lain:
- Membayar PPh pasal 25 sebesar Rp.30.000.000
- PPh pasal 22 yang telah dipungut sebesar Rp. 2.500.000
- PPh ditanggung pemerintah dalam rangka proyek bantuan luar negeri sebesar Rp.
4.500.000
Jawaban: