Anda di halaman 1dari 35

KONSEP DAN PERHITUNGAN PPh PASAL 25, 28, 29

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Perpajakan
Yang dibina oleh Ibu Dr. Makaryanawati, SE., M.Si. Ak
Oleh

Kelompok 4 :
Hardina Permata Hati (190422627630)
Imam Setiawan (190422627652)
Kharismaya Nugrahanti (190422627642)
Lailya Syifa Camila (190422627648)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
Maret 2020
A. Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25)

1. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25)


Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25) adalah pajak yang dibayar secara
angsuran. Tujuannya adalah untuk meringankan beban wajib pajak, mengingat
pajak yang terutang harus dilunasi dalam waktu satu tahun. Pembayaran ini harus
dilakukan sendiri dan tidak bisa diwakilkan.
2. Perhitungan PPh Pasal 25
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun berjalan (tahun pajak berikutnya setelah
tahun yang dilaporkan di SPT tahunan PPh) dihitung sebesar PPh yang terutang
pajak tahun lalu, yang dikurangi dengan:
 Pajak penghasilan yang dipotong sesuai Pasal 21 (yaitu sesuai tarif pasal 17
ayat (1) bagi pemilik NPWP dan tambahan 20% bagi yang tidak memiliki
NPWP) dan Pasal 23 (15% berdasarkan dividen, bunga, royalti, dan hadiah
– serta 2% berdasarkan sewa dan penghasilan lain serta imbalan jasa) –
serta pajak penghasilan yang dipungut sesuai pasal 22 (pungutan 100%
bagi yang tidak memiliki NPWP);
 Pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh
dikreditkan sesuai pasal 24; lalu dibagi 12 atau total bulan dalam pajak
masa setahun.
3. Tarif PPh Pasal 25
Terdapat dua (2) jenis pembayaran angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal
25) untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP), yaitu:
 Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP – OPPT), yaitu
yang melakukan usaha penjualan barang, baik grosir maupun eceran, serta jasa
– dengan satu atau lebih tempat usaha. PPh 25 bagi OPPT = 0.75% x omzet
bulanan tiap masing-masing tempat usaha.
 Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (WP – OPSPT),
yaitu pekerja bebas atau karyawan, yang tidak memiliki usaha sendiri. PPh 25
bagi OPSPT = Penghasilan Kena Pajak (PKP) x Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a
UU PPh (12 bulan).

Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh adalah:


 Sampai Rp 50.000.000 = 5%
 Rp 50.000.000 – Rp 250.000.000 = 15%
 Rp 250.000.000 – Rp 500.000.000 = 25%
 Di atas Rp 500.000.000 = 30%

Pembayaran angsuran PPh 25 untuk wajib pajak badan yaitu = Penghasilan Kena
Pajak (PKP) x 25% (Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh).

Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

PPh menurut SPT Tahunan PPh tahun lalu Rpxxx

Pengurangan/Kredit pajak tahun lalu:

PPh Pasal 21 Rpxxx

PPh Pasal 22 Rpxxx

PPh Pasal 23 Rpxxx

PPh Pasal 24 Rpxxx

Total kredit pajak Rpxxx (-)

Dasar penghitungan angsuran tahun ini Rpxxx

Angsuran PPh Pasal 25 tahun ini = Dasar penghitungan angsuran ÷ 12 atau


banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak
tahun lalu
Contoh 1

Jumlah Pajak Penghasilan Tuan Dias yang


Terutang sesuai dengan SPT Tahunan PPh 2009                Rp 30.000.000,00
Pada tahun 2009, telah dibayar dan dipotong atau dipungut:
    PPh Pasal 21                     Rp   8.000.000,00
     PPh Pasal 22                     Rp   2.000.000,00
PPh Pasal 23                     Rp   2.000.000,00
Total Kredit Pajak                                Rp 24.000.000 (-)
Dasar Penghitungan Pajak Rp 6.000.000
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak pada
setiap bulan (PPH Pasal 25) dalam tahun 2010 adalah:
Rp 6.000.000 : 12 Rp 500.000

4. Beberapa Masalah/Kasus untuk Menghitung Besarnya PPh Pasal


25:
1. Angsuran bulanan untuk bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh
Besarnya angsuran bulanan untuk bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT
Tahunan PPh adalah sebesar angsuran pajak untuk bulan terakhir dari tahun pajak
yang lalu.
Contoh 2:
Tuan Dias menyampaikan SPT Tahunan PPh pasal 2009 pada bulan Maret 2010.
Angsuran PPh Pasal 25 pada bulan Desember 2009 adalah Rp 1.000.000,00.
Maka, besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan Januari dan Februari 2010
masing-masing adalah: Rp 1.000.000,00.
Jadi Tuan Dias harus membayar sendiri angsuran PPh Pasal 25 pada bulan Januari dan
Februari 2010 masing-masing adalah: Rp 1.000.000,00
2. Apabila dalam tahun berjalan, diterbitkan SKP untuk tahun pajak yang lalu.
Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak untuk tahun
pajak yang lalu maka angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan SKP tersebut dan
berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan Surat Ketetapan Pajak.
Contoh 3:
        Berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak 2007 yang
disampaikan Wajib Pajak dalam Bulan Maret 2008, perhitungan besarnya angsuran
pajak yang harus dibayar adalah sebesar Rp 1.250.000,00. Dalam bulan Juli 2008
diterbitkan Surat Ketetapan Pajak tahun pajak 2007 yang menghasilkan besarnya
angsuran pajak setiap bulan sebesar Rp 2.000.000,00. Berdasarkan ketetentuan yang
berlaku, maka besarnya angsuran pajak mulai bulan Agustus 2008 adalah sebesar Rp
2.000.000,00. Penetapan besarnya angsuran pajak berdasarkan Surat Ketetapan Pajak
tersebut bisa sama, lebih besar atau lebih kecil dari angsuran pajak sebelumnya
berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).
Contoh 4:
a. Berdasarkan Data SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2009
Penghasilan Kena Pajak                                               Rp 100.000.000,00
PPh Terutang                                                               Rp   10.000.000,00
Kredit Pajak                                                                 Rp     3.250.000,00
b. Data SKP Tahun Pajak 2008 yang terlihat bulan Juni 2010
Penghasilan Kena Pajak                                               Rp 200.000.000,00
PPh Terutang                                                               Rp   25.000.000,00
Kredit PPh                                                                   Rp     3.250.000,00
PPh yang harus dibayar sendiri                                    Rp   21.750.000,00
c. Berdasarkan ketentuan
PPh Pasal 25 mulai Juli 2010 dan seterusnya =
1/12 x Rp 21.750.000,00 =                                          Rp     1.812.500,00
3. Angsuran PPh Pasal 25 untuk setiap bulan dan sesudah adanya keputusan mengenai
kelebihan pembayaran pajak
Apabila PPh yang terutang menurut SPT Pajak Penghasilan Tahun Pajak yang lalu
lebih kecil dari jumlah PPh yang telah dibayar, dipotong/ dipungut selama Tahun
Pajak yang bersangkutan, dan oleh karena itu Wajib Pajak mengajukan permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak atau permohonan untuk memperhitungkan
dengan utang pajak lain, sebelum Direktur Jenderal Pajak memberikan keputusan
mengenai pengembalian atau memperhitungkan kelebhihan tersebut, maka besarnya
angsuran pajak untuk tiap bulan adalah sama dengan angsuran pajak untuk bulan
terakhir dari Tahun Pajak yang lalu. Setelah dikeluarkan surat keputusan, angsuran
pajak untuk bulan-bulan berikutnya setelah tanggal keputusan itu, dihitung
berdasarkan jumlah pajak yang terutang menurut keputusan tersebut.

Contoh 5:
SPT PPh 2009 yang disampaikan oleh WP dalam bulan maret 2010 menunjukkan
kelebihan pembayaran pajak sebesar Rp 40.000.000,00, sedangkan angsuran bulan
dalam tahun 2009 sebesar Rp 1.000.000,0. Atas permohonan pengembalian pajak
tahun 2009 tersebut, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan pada bulan
Agustus 2010 yang menghasilkan besarnya angsuran pajak setiap bulan untuk bulan
Januari sampai dengan bulan Agustus 2010 adalah sebesar Rp 1.000.000,00 dan mulai
bulan September 2010 adalah nihil.
Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 bagi wajib pajak badan

PPh menurut SPT Tahunan PPh tahun lalu Rpxxx

Pengurangan/Kredit pajak tahun lalu:


PPh Pasal 22 Rpxxx

PPh Pasal 23 Rpxxx

PPh Pasal 24 Rpxxx

Total kredit pajak Rpxxx (-)

Dasar penghitungan angsuran tahun ini

Angsuran PPh Pasal 25 tahun ini = Dasar penghitungan angsuran ÷ 12 atau


banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak
tahun lalu
Contoh :

Pajak Penghasilan yang terutang untuk PT Perdana berdasarkan Surat Pemberitahuan


Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2016 sebesar Rp125.000.000. Pajak yang telah
dipotong aatau dipungut oleh pihak ketiga serta yang terutang atau dibayar di luar
negeri dalam tahun 2016 sebagai berikut.

 Pajak Penghasilan yang dipungut oleh pihak lain (PPh Pasal 22) sebesar
Rp30.000.000.
 Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pihak lain (PPh Pasal 23) sebesar
Rp15.000.000.
 Pajak Penghasilan yang dibayar di luar negeri sebesar Rp42.500.000, tetapi
berdasarkan ketentuan yang dapat dikreditkan (PPh Pasal 24) sebesar
Rp40.000.000.
Pajak Penghasilan yang telah dipotong/dipungut oleh pihak lain yang dibayarkan atau
terutang di luar negeri tersebut untuk bagian tahun pajak yang meliputi masa 8 bulan
dalam tahun 2016.
Angsuran PPh Pasal 25 untuk tahun 2017 adalah:
PPh terutang berdasar SPT Tahunan PPh tahun 2016 Rp125.000.000
PPh Pasal 22 Rp30.000.000
PPh Pasal 23 Rp15.000.000
PPh Pasal 24 Rp40.000.000
Total kredit pajak Rp 85.000.000 (-)
Dasar penghitungan angsuran Rp 40.000.000
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setiap bulan
(PPh Pasal 25) dalam tahun 2017 adalah :
Rp40.000.000 ÷ 8 = Rp5.000.000
Penyetor dan Pelaporan
Angsuran pajak bulanan (PPh Pasal 25) tersebut dibayari/disetor sendiri oleh Wajib
Pajak paling lambat tanggal 15 bulan takwim berikutnya. Angsuran pajak bulan Maret
2017 disetor paling lambat tanggal 15 April 2017.
Pelaporan (penyampaian SPT) masa atas angsuran pajak tersebut dilakukan paling
lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir. Angsuran pajak bulan Maret 2017
dilaporkan paling lambat tanggal 20 April 2017. Sarana untuk melaporkan angsuran
tersebut adalah SSP lembar ketiga.

5. PERHITUNGAN PPh PASAL 25 DALAM HAL-HAL


TERTENTU

Yang dimaksud dengan perhitungan PPh Pasal 25 dalam hal-hal tertentu adalah
perhitungan PPh Pasal 25 dalam hal:
1. Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian.
      Kompensasi kerugian adalah kompensasi kerugian fiskal berdasarkan Surat
Pemberitahuan Tahunan, Suat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Keberatan atau
putusan banding sesuai ketentuan Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 31A Undang-undang
Pajak Penghasilan. Besarnya angsuran Pajak Penghasilan dalam hal Wajib Pajak
berhak atas kompensasi keruian adalah sebesar pajak penghasilan yang dihitung
dengan dasar perhitungan dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang dipotong atau
dipungut serta Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang
boleh dikreditkan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 21, 22, 23 dan 24,
kemudian dibagi dua belas (banyaknya bulan dalam pembagian tahunpajak). Dasar
perhitungan Pajak Penghasian ini adalah menurut SPT Tahunan PPh Tahun Pajak
yang lalu ataudasar perhitungan lainnya (Wajib Pajak Bank, Wajib Pajak sewa
dengan hak opsi, dan Wajib Pajak BUMN/BUMD). Apabila SPT Tahunan PPh
Tahun Pajak yang lalu atau dasar perhitungan lainnya ternyata rugi,maka PPh Pasal
25 adalah NIHIL.
Contoh:
a. Penghailan  neto PT A tahun 2009                       Rp 120.000.000,00
b. Sisa kerugian tahun sebelumnya
yang masih dapat dikompensasikan                      (Rp 150.000.000,00)
c. Sisa kerugian yang belum
dikompensasikan tahun 2009                                (Rp   30.000.000,00)
d. d. PPh terutang tahun 2009                                      NIHIL
e. Kredit pajak (pasal 21, 22, 23, dan 24)                 (Rp    2.000.000,00)
                                                                              (Rp    2.000.000,00)
f. PPh Pasal 25 tahun 2009                                      (Rp   30.000.000,00)
g. Pajak yang kurang/lebih bayar                              (Rp   32.000.000,00)

Perhitungan PPh Pasal 25 Tahun 2010 dilakukan :


Penghasilan Neto PT A tahun 2009                      Rp   120.000.000,00
Sisa kerugian yang belum dikompensasikan
tahun 2009                                                            Rp     30.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak                                        Rp     90.000.000,00
PPh Terutang dasar penghitungan PPh Pasal 25
28% x Rp 90.000.000,00        =  Rp 25.200.000,00
PPh Pasal 25 per bulan tahun 2010
(Rp 25.200.000,00-Rp 2.000.000,0012=Rp 1.933.330,00

Apabila pada tahun 2009 tidak ada Pajak Penghasilan yang dipotong atau dipungut
oleh pihak lain dan pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri sesuai dengan
ketentuan dalam Pasal 24 maka besarnya angsuran bulanan PT A tahun 2010 = 1/12
x Rp 25.200.000.000,00 = Rp 2.100.000,00
Contoh :
Penghasilan PT Dira tahun 2009 adalah sebesar Rp 250.000.000,00. Sisa kerugian
tahun 2007 yang masih dapat dikompensasikan adalah sebesar Rp 300.000.000,00.
Sisa kerugian yang belum dikompensasikan adalah sebesar Rp 50.000.000,00.
Pada tahun 2009 PPh yang dipotong atau dipungut pihak lain adalah sebesar Rp
8.000.000,00, dan tidak ada pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri.
Perhitungan PPh Pasal 25 tahun 2010:
Penghasilan yang dipakai sebagai dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25 adalah
sebesar Rp 250.000.000,00 - Rp 50.000.000,00 = Rp 200.000.000,00.
PPh terutang
           28% X Rp 200.000.000,00    =   Rp 56.000.000,00
           PPh dipotong atau dipungut  =   Rp   8.000.000,00
                                                                Rp 48.000.000,00
Besarnya angsuran pajak bulanan PT Dira tahun 2010 = 1/12 x Rp 48.000.000,00 =
Rp 4.000.000,00
Dalam hal jumlah kerugian tidak habis dikompensasi sehingga masih dapat
dikompensasi pada tahun beikutnya, dicontohkan berikut ini:
Contoh :
- Data SPT Tahunan PPh Badan 2009
Penghasilan Neto                                                  Rp 100.000.000,00
Sisa kompensasi kerugian tahun 2008               Rp 320.000.000,00
Sisa kerugian yang dikompensasikan
pada tahun 2009                                                   Rp 100.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak                                                  NIHIL
Angsuran PPh Pasal 25                                                    NIHIL
- Data SKP Tahun Pajak 2009 yang diterbitkan Juni 2010
Penghasilan Neto                                                  Rp 150.000.000,00
Kompensasi di tahun 2009                                   Rp 150.000.000,00
Sisa kerugian tahun 2008 yang
masih dapat dikompensasikan
(Rp 320.000.000,00 – Rp 150.000.000,00)          Rp 170.000.000,00
Angsuran PPh Pasal 25 adalah NIHIL, karena sisa kerugian yang dapat
dikompensasikan dengan penghasilan neto Tahun Pajak 2009 lebih besar dari
penghasilan menurut SKP Tahun Pajak 2009.
2. Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur.
Penghasilan tidak teratur adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh
selain dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan, dan/atau modal, misalnya
keuntungan dari pengalihan harta. Sedangkan penghasilan teratur adalah
penghasilan yang lazimnya diterima atau diperoleh secara berkala sekurang-
kurangnya sekali dalam Tahun Pajak yang bersumber dari kegiatan usaha,
pekerjaan bebas, pekerjaan, harta dan atau modal kecuali penghasilan yang telah
dikanakan Pajak Penghasilan bersifat final.
Bila wajib pajak memperoleh penghasilan tidak teratur, maka dasar
perhitungan Pajak Penghasilan Pajak 25 adalah hanya penghasilan neto yang
diterima atau diperoleh secara teratur menurut SPT PPh Tahun Pajak yang lalu.
Besarnya PPh Pasal 25 adalah sebesar PPh yang dihitung  dengan dasar
perhitungan sebagaimana dimaksud di atas, dikurangi dengan Pajak Penghasilan
yang dipotong atau dipungut  serta Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang
di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21,
Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24, dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian
Tahun Pajak.
Misalkan, Penghasilan teratur Wajib Pajak dari usaha dagang dalam tahun
2009 Rp 51.000.000,00 dan penghasilan tidak taratur dari menyewakan mobil 
selama 3 tahun yang dibayar sekaligus pada tahun 2009 sebesar Rp
21.000.000,00. Mengingat penghasilan yang tidak teratur sekaligus diterima pada
tahun 2009, maka penghasilan yang dipakai sebagai dasar perhitungan Pajak
Penghasilan Pasal 25 dari Wajib Pajak pada tahun 2010 adalah hanya dari
penghasilan teratur tersebut.
3. SPT Tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu
yang ditentukan.
Apabila Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu
disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan (selambat-lambatnya tiga
bulan setelah akhir Tahun Pajak), maka besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25
dihitung sebagai berikut:
a. Bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh tersebut
sampai dengan bulan disampaikannya Surat Pemberitahuan Tahunan yang
bersangkutan,besarnya PPh Pasal 25 adalah sama dengan besarnya
angsuran PPh Pasal 25 bulan terakhir dari Tahun Pajak yang lalu dan
bersifat sementara.
b. Setelah Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan,
besarnya PPh Pasal 25 dihitung kembali sebagai berikut:
- Sebesar PPh yang terutang menurut SPT Tahunan PPh  Tahun Pajak yang
lalu dikurangi dengan PPh yang dipotong atau dipungut serta PPh yang
dibayar atau tetutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24, dibagi 12 atau
banyaknya bulan dalam Bagian Tahun Pajak yang berlaku surut mulai bulan
batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh.
- Dalam hal Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian atau dalam hal
Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur, maka besarnya PPh Pasal
25 dihitung kembali berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi Wajib Pajak
yang berhak atas kompensasi kerugian atau bagi Wajib Pajak memperoleh
penghasilan tidak tertatur sebagaimana telah diuraikan di atas. Perhitungan
kembali tersebut berlaku mulai bulan batas waktu penyampaian SPT
Tahunan PPh, yaitu tiga bulan setelah akhir Tahun Pajak.
Apabila besarnya PPh Pasal 25 yang dihitung kembali sebagaimana dimaksud
pada 2 butir di atas, lebih besar daripada PPh Pasal 25 yang dihitung mulai bulan
batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai dengan bulan disampaikan SPT
tahunan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada butirdi atas, maka atas
kekurangan setoran PPh Pasal 25 terutang bunga sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,
untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25
dari masing-masing bulan sampai dengan tanggal penyetoran.
Contoh :
1. SPT Tahunan PPh Badan tahun Pajak 2009 disampaikan tanggal 25 Mei 2010,
dengan data sebagai berikut:
a.   Penghasilan Neto/Penghasilan Kena Pajak Rp 500.000.000,00
b. Pajak Penghasilan zterutang 28% x Rp 50.000.000,00 = Rp140.000.000,00
c. PPh Pasal 22, Pasal 23,dan Pasal 24 yang dapat dikreditkan Rp 42.500.000,00
2. PPh Pasal 25 untuk bulan Desember 2009 sebesar Rp 5.000.000,00
a. Besarnya PPh Pasal 25 untuk masa Januari dan Februari 2010 masing-masing
adalah sama besarnya dengan PPh Pasal 25 untuk masa bulan Desember 2009
sebesar Rp 5.000.000,00.
b. Besarnya PPh Pasal 25 untuk masa bulan Maret sampai dengan April 2010
masing-masing sama besarnya dengan PPh pasal 25 untuk bulan Desember 2009
yaitu sebesar Rp 5.000.000,00
c. Besarnya PPh Pasal 25 untuk masa Maret sampai dengan Desember 2010
dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan PPh Tahun pajak 2009, sebagai
berikut:
 Penghasilan Neto 2009/Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar
perhitungan, sebesar Rp 500.000.000,00.
 PPh terutang atas Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 500.000.000,00
adalah 28% x Rp 500.000.000,00                         = Rp  140.000.000,00
 PPh Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24
Tahun Pajak 2009                                         Rp    42.500.000,00
                                                                      Rp    97.500.000,00
 PPh Pasal 25 untuk masa bulan Maret sampai dengan Desember 2010
Rp 97.500.000,00 x 1/12 = Rp 8.125.000,00 setiap bulan
d. Oleh karena PPh Pasal 25 masa bulan Maret sampai dengan April 2010 yang
telah disetor, masing-masing sebesar Rp 5.000.000,00, maka atas kekurangan
masing-masing sebesar Rp 3.125.000,00 harus disetor dan terutang bunga
sebesar :
 Untuk masa Maret 2010 sebesar 2% per bulan dihitung sejak 16 April
2010 sampai dengan tanggal penyetoran.
 Untuk masa April 2010 sebesar 2% per bulan dihitung sejak 16 Mei 2010
sampai dengan tanggal penyetoran.

4. Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT


Tahunan PPh.
Dalam hal wajib pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT
Tahunan Pajak Penghasilan, maka besarnya Pajak Penghasilan Tahun 2005
dihitung sebagai berikut:
a. Bulan-bulan mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh sampai
dengan bulan sebelum disampaikan SPT Tahunan yang bersangkutan adalah sama
dengan besarnya PPh Pasal 25 yang dihitung berdasakan perhitungan sementara
yang disampaikan oleh Wajib Pajak pada saat mengajukan permohonan izin
perpanjangan.
b. Setelah WP menyampaikan SPT Tahunan PPh, besarnya PPh Pasal 25 dihitung
kembali:
- Menurut SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi
dengan PPh yang dipotong atau dipungut serta PPh yang dibayar atau
terutang diluar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24, kemudian dibagi 12 atau
banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak dan berkaku surut mulai bulan
batas waktu penyampaian SPT Tahunan.
- Apabila wajib pajak berhak atas kompensasi kerugian atau dalam hal wajib
pajak memperoleh penghasilan tidak beratur, maka besarnya PPh Pasal 25,
dihitung kembali berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi wajib pajak
yang berhak atas kompensasi kerugian atau bagi wajib pajak memperoleh
penghasilan tidak teratur sebagaimana telah diuraikan sebelumnya.
Penghitungan kembali tersebut berlaku mulai bulan batas waktu penyampaian
SPT PPh, yaitu 3 bulan setelah akhir tahun pajak.
Contoh :
1. Permohonan perpanjangan waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Badan
Tahun Pajak 2009 disampaikan pada tanggal 10 Januari 2010, dengan
menyampaikan perhitungan sementara sebagai berikut:
a. Penghasilan netto Rp 400.000.000,00
b. PPh terutang
28% x Rp 400.000.000,00 = Rp 112.000.000,00
c. PPh Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 tahun Pajak 2009 Rp
42.500.000,00
PPh Pasal 25 = (Rp 112.500.000,00 – Rp 42.500.000,00) x 1/12 = Rp
5.791.660,00
2. Diberikan izin perpanjangan waktu penyampaian SPT Tahunan PPh
Tahun Pajak 2009 sampai dengan 30 Juni 2010.
3. PPh Pasal 25 masa Desember 2009 sebesar Rp 4.000.000,00.
4. SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2009 disampaikan pada tanggal 5 Juni
2010, dengan data sebagai berikut:
a. Penghasilan neto/penghasilan kena pajak Rp 500.000.000,00
b. Penghasilan terutang
28% x Rp 500.000.000,00 = Rp 140.000.000,00
c. PPh Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24 yang dikreditkan Rp 42.500.000,00
5. Berdasarkan data tersebut, maka besarnya angsuran PPh Pasal 25 Tahun
Pajak 2010 dihitung sebagai berikut:
a. Besarnya PPh Pasal 25 untuk masa Januari dan Februari 2010 masing-masing
adalah sama besarnya dengan PPh Pasal 25 untuk masa Desember 2009 yaitu
sebesar Rp 4.000.000,00
b. Besarnya PPh Pasal 25 untuk masa bulan Maret sampai dengan Mei 2010
masing-masing sama besarnya dengan PPh Pasal 25 menurut perhitungan
sementara yaitu sebesar Rp 5.791.660,00.
c. Besarnya PPh Pasal 25 untuk masa Maret sampai dengan Desember 2010
dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan PPh Tahun pajak 2009 sebagai
berikut:
 Penghasilan Neto 2009/ Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar
perhitungan, sebesar Rp 500.000.000,00.
 PPh terutang atas PPh Kena Pajak sebesar Rp 500.000.000,00 adalah
28% x Rp 500.000.000,00 =  Rp 140.000.000,00
 PPh Pasal 22, Pasal 23,dan
Pasal 24 Tahun Pajak 2009     Rp   42.500.000,00
Rp   97.500.000,00
d. PPh Pasal 25 untuk masa bulan Maret sampai dengan Desember 2010 sebesar
Rp 97.500.000,00 x 1/12 = Rp 8.125.000,00 untuk setiap bulan.
e. Oleh karena PPh Pasal 25 Masa Bulan Maret sampai dengan Mei 2010 yang
telah disetor masingmasing sebesar Rp 5.791.660,00 maka atas kekurangan
masing-masing sebesar Rp 3.125.000,00 harus disetor dan terutang bunga
sebesar:
 Untuk masa Maret 2010 sebesar 2 % per bulan dihitung sejak 16 April
2010 sampai dengan tanggal penyetoran
 Untuk masa April 2010 sebesar 2 % per bulan dihitung sejak 16 Mei
2010 sampai dengan tanggal penyetoran
 Untuk masa Mei 2010 sebesar 2 % per bulan dihitung sejak 16 Juni
2010 sampai dengan tanggal penyetoran
Untuk perhitungan PPh pasal 25 tahun 2009 menghasilkan jumlah yang lebih
kecil dari jumlah PPh Pasal 25 masa bulan Maret sampai dengan Mei 2010. Maka
kelebihan setran bulan Maret dan Mei tahun 2010 dapat diperhitungkan dengan
setoran bulan Juni 2010 dan seterusnya.
5. Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan
angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan.
Apabila dalam Tahun Pajak berjalan Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT
Tahunan Pajak Penghasilan Taahun Pajak yang lalu maka besarnya PPh Pasal 25
dihitung kembali berdasarkan SPT Pembetulan tersebut dan berlaku surut mulai
bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan. Apabila besarnya Pajak Penghasilan
Pasal 25 yang dihitung berdasarkan pembetulan tersebut lebih besar dari PPh Pasal
25 sebelum dilakukan pembetulan, maka kekurangan setoran PPh Pasal 25 Terutang
bunga.
Kekurangan Setoran PPh Pasal 25 Terutang bunga sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang KUP untuk jangka waku yang dihitung sejak 
jatuhtempo penyetoran PPh Pasal25 dari masing-masing bulan sampai dengan
tanggal penyetoran.
Contoh :
a. SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2009 disampaikan tanggal25 Maret 2010,
dengan data sebagai berikut:
 Penghasilan Neto
 Penghasilan Kena Pajak Rp 500.000.000,00
b. Pajak Penghasilan Terutang:
28 x Rp 500.000.000,00 = Rp 140.000.000,00
c. PPh Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 yang dapat dikreditkan Rp 42.500.000,00
 PPh Pasal 25 untuk masa bulan Desember 2009 sebesar Rp 5.000.000,00
 WP melakukan pembetulan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2009 pada
tanggal 16 Agustus 2010, dengan data baru sebagai berikut:
 Penghasilan Neto Tahun Pajak 2010 Rp 600.000.000,00
 Pajak Penghasilan Terutang:
28 % x Rp 600.000.000,00 = Rp 168.000.000,00
d. PPh Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 yang dapat dikreditkan Rp 42.500.000,00
Berdasarkan data tersebut di atas, besarnya angsuran PPh Pasal 25 Tahun
Pajak 2010 dihitung sebagai berikut:
 Besarnya PPh Pasal 25 untuk masa Januari dan Februari 2010
masing-masing adalah sama besarnya dengan  PPh Pasal 25 untuk
masa Desember 2009, yaitu sebesar Rp 5.000.000,00
 Besarnya PPh Pasal 25 untuk masa bulan Maret sampai dengan Juli
2010 dihitung berdasarkan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2009
sebelum pembetulan sebagai berikut:
 Penghasilan Neto 2009  dengan Penghasilan Kena Pajak sebagai
dasar perhitungan, sebesar Rp 500.000.000,00.
 PPh Terutang atas Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp
500.000.000,00 adalah 28% x Rp 500.000.000,00        =                   
Rp 140.000.000,00
 PPh Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24
 Tahun Pajak 2009                           Rp    42.500.000,00
                                                                             
Rp    97.500.000,00
e. PPh Pasal 25 untuk masa bulan Maret sampai dengan Desember 2010 sebesar Rp
97.500.000,00 x 1/12 = Rp 8.125.000,00 untuk tiap bulan.
Dengan adanya pembetulan SPT Tahunan PPh pada tanggal 16 Agustus 2010, maka
besarnya PPh Pasal 25 untuk masa bulan Maret sampai dengan Desember  2010
dihitung kembali berdasarkan SPT  Tahunan PPh Tahunan Pajak 2009sesudah
pembetulan, sebagai berikut:
 Penghasilan Neto 2009/Penghasilan Kena Pajak sebagaidasar perhitungan,
sebesar Rp 600.000.000,00.
 PPh terutang atas Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 600.000.000,00 adalah
28 % x Rp 600.000.000,00 =                     Rp 168.000.000,00
 PPh Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 tahun
Pajak 2009                                                                   Rp    42.500.000,00
                                                                                 Rp  125.500.000,00
PPh Pasal 25 untuk bulan Maret sampai dengan Desember 2010 sebesar
Rp 125.500.000,00 x1/12 = Rp 10.458.330,00 untuk tiap bulan.
f. Oleh karena PPh Pasal 25 masa bulan Maret sampai dengan Juli 2010 yang yang telah
disetor masing-masing sebesar Rp 7.500.000,maka atas kekurangan masing-masing
sebesar Rp 2.958.330,00 harus disetor dan terutang bunga sebesar:
- Untuk masa bulan Maret 2 % per bulan dihitung sejak 16 April 2010 sampai
dengan tanggal penyetoran;
- Untuk masa April 2010 sebesar 2 % per bulan dihitung sejak 16 Mei 2010
sampai dengan tanggal penyetoran;
- Untuk masa Mei 2010 sebesar 2 % per bulan dihitung sejak 16 Juni 2010
sampai dengan tanggal penyetoran;
-  Untuk masa Juni 2010 sebesar 2 % per bulan dihitung sejak 16 Juli 2010
sampai dengan tanggal penyetoran;
- Untuk masa Juli 2010 sebesar 2 % per bulan dihitung sejak 16 Agustus 2010
sampai dengan tanggal penyetoran;
6. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak
Perubahan keadaan badan usaha ataukegiatan WP dapat terjadi karena penurunan
atau peningkatan usaha. Apabila sudah 3 bulan atau lebih berjalannya satu Tahun
Pajak (Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep. 537/Pj./2000 tanggal 29
Desember 2000) WP dapat menunjukkan bahwa PPh yang terutang untuk Tahun
Pajak tersebut kurang dari 75 % dari PPh yang terutang yang menjadi dasar
perhitungan besarnya PPh Pasal 25, WP dapat mengajukan permohonan pengurangan
besarnya PPh Pasal 25.
Pengajuan permohonan pengurangan tersebut dilaksanakan dengan syarat:
- Diajukan secara tertulis kepada kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat WP
terdaftar;
- Wajib Pajak harus menyampaikan perhitungan besarnya PPH yang akan
terutang berdasarkan perkiraan  penghasilan yang akan diterima atau diperoleh
dan besarnya PPH Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari Tahun Pajak
yang bersangkutan.
Apabila dalam jangka waktu satu bulan sejak tangga diterima surat permohonan
pengurangan tersebut,  Kepala Kantor Pelayanan pajak tidak memberi keputusan,
maka permohonan pengurngan tersebut dianggap diterima dan WP dapat melakukan
pembayaran PPh Pasal 25 sesuai dengan perhitungannya untuk bulan-bulan yang
tersisa dari Tahun Pajak yang bersangkutan.
Apabila dalam satu tahun WP mengalami peningkatan usaha dan diperkirakan
PPh yang akan terutang untuk Tahun Pajak tersebut lebih dari 150 % dari PPh yang
terutang yang menjadi dasar perhitungan besarnya PPh Pasal 25, maka besarnya PPh
pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisadari tahun pajak yang bersangkutan harus
dihitung kembali berdasarkan perkiraan kenaikan Pajak Penghasilan yang terutang
eleh WP sendiri atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat WP terdaftar.
Contoh :
PT Buana yang bergerak di bidang produksi benang dalam tahun 2009 membayar
angsuran bulanan sebesar Rp 15.000.000,00. Bulan Juni 2009 pabrik milik PT Buana
terbakar, oleh karena itu berdasarkan keputusan Direktur Jenderal Pajak mulai bulan
Juli 2009 angsuran bulanan PT Buana dapat disesuaikan menjadi lebih kecil dari Rp
15.000.000,00. Sebaliknya apabila PT Buana mengalami peningkayan usaha,
misalnya ada usaha peningkatan penjualan dan diperkirakan Penghasilan Kena
Pajaknya akan lebih besar dibandingkan dengan tahun sebelumnya, maka kewajiban
angsuran bulanan PT Buana dapat disesuaikan oleh Direktur Jenderal  Pajak.
Dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor per10/Pj./2009 Tanggal 11 Februari
2009 bahwa WP yang mengalami perubahan keadaan usaha atau memenuhi
Ketentuan Keputusan Direktur Jenderal Pajak  Nomor Kep.537/Pj./2000 dapat
mengajukan permohonan pengurangan PPh Pasal 25 sesuai Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Per 10/Pj./2009.

7 . ANGSURAN PPh PASAL 25 BAGI WAJIB PAJAK BARU, BANK, BUMN, BUMD
DAN WAJIB PAJAK TERTENTU LAINYA.
Sesuai pasal 25 ayat 7 UU PPh, perhitungan PPh pasal 25 bagi Wajib Pajak Baru,
BUMN, BUMD dan Wajib Pajak tertentu lainnya ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.

a. Angsuran PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak Baru


- Wajib Pajak Baru adalah Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang
baru pertama kali memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan
bebas dalam tahun pajak berjalan, sesuai Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 255/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 yang
diberlakukan sejak 1 Januari 2009.
- Besarnya angsuran PPh pasal 25 setiap bulan untuk WP Baru dihitung
berdasarkan penerapan tarif umum atas penghasilan netto sebulan
yang disetahunkan, dibagi dua belas.
- Dalam hal WP Baru menyelenggarakan pembukuan dan dari
pembukuannya dapat dihitung besarnya penghasilan netto tiap bulan,
penghasilan netto fiskal dihitung berdasarkan pembukuannya.
- Dalam hal WP Baru hanya menyelenggarakan pencatatan dengan
menggunakan Norma Penghitungan Netto atau menyelenggarakan
pembukuan tetapi dari pembukuannya tidak dapat dihitung besarnya
penghasilan netto setiap bulan, penghasilan netto fiskal dihitung
berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Netto atas peredaran
atau penerimaan bruto.
- Untuk Wajib Pajak orang pribadi Baru, jumlah penghasilan neto fiskal
yang disetahunkan dikurangi terlebih dahulu dengan PTKP.
Contoh :
PT Almond, perusahaan yang baru berdiri terdaftar sebagai Wajib Pajak pada
bulan Juni 2009. Selama Bulan Juni penjualan PT Almond sebesar Rp
100.000.000,00 dan biaya-biaya yang terjadi adalah sebesar Rp 60.000.000,00.
Perhitungan PPh Pasal  25 untuk masa Juni 2009 adalah sebagai berikut:
Penjualan                                        Rp 100.000.000,00
Biaya                                               Rp   60.000.000,00
Penghasilan netto sebulan               Rp   40.000.000,00
Penghasilan netto disetahunkan
(12 x Rp 40.000.000,00)                                               Rp 480.000.000,00
PPh terutang
           28% x Rp 480.000.000,00 =                              Rp 134.400.000,00
PPh Pasal 25 masa Juni:
Rp 134.400.000,00/12 = Rp 11.200.000,00
Untuk bulan berikutnya sampai dengan penyampaian SPT Tahunan dihitung lagi
PPh pasal 25 tiap-tiap bulan seperti pada perhitungan di atas.
Contoh :
Setiawan memulai usaha bengkel 3 Februari 2009, penerimaan bruto bulan
Februari 2009 Rp 40.000.000,00. Persentase norma perhitungan misalnya untuk
usaha bengkel motor 22,5%. Setiawan kawin dan mempunyai dua anak.
Penghitungan PPh Pasal 25:
Penghasilan netto Bulan Februari
(22,5% x Rp 40.000.000,00)                 Rp 9.000.000,00
Penghasilan neto setahun
12 x Rp 9.000.000,00                                                    Rp 108.000.000,00
PTKP (K/2)                                                                   Rp   18.480.000,00
Penghasilan Kena Pajak                                                Rp   89.520.000,00
PPh Terutang
           5% x Rp 50.000.000,00  =          Rp  5.000.000,00
           15% x Rp 39.520.000,00=          Rp  5.928.000,00
                                                               Rp 10.928.000,00
PPh Pasal 25 Bulan Februari:
Rp 10.928.000,00/12 = Rp 910.666,00
b. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan bagi WP bank atau sewa guna
usaha dengan hak opsi (financial lease), adalah sebesar jumlah pajak
penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi
fiskal menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan
dikurangi pajak penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri
untuk tahun pajak yang lalu, dibagi dua belas.
Apabila WP bank atau sewa dengan hak opsi adalah WP baru, maka besarnya
angsuran PPh setiap bulan untuk triwulan pertama adalah jumlah PPh yang
dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas penerimaan laba rugi fiskal
triwulan pertama yang disetahunkan dibagi 12.
Contoh :
PT Bank Dana Sejahtera dalam laporan triwulan April s.d.juni 2009 menunjukkan
penghasilan netto Rp 250.000.000,00.
Perhitunngan PPh Pasal 25 untuk masa Juli, Agustus, September 2009 adalah sebagai
berikut:
Penghasilan netto triwulan                    Rp   250.000.000,00
Penghasilan netto disetahunkan
4 x Rp 250.000.000,00                          Rp 1.000.000.000,00
PPh Terutang
28% x Rp 1.000.000.000,00 = Rp 280.000.000,00
PPh Pasal 25 masa Juli, Agustus, September 2009:
Rp 280.000.000,00/12 = Rp 23.333.333,00
Untuk triwulan berikutnya dihitung kembali PPh Pasal 25 tiap-tiap triwulan seperti
perhitungan di atas.
c. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak BUMN dan BUMD
dengan nama dan bentuk apapun, kecuali Wajib Pajak bank dan sewa guna
usaha dengan hak opsi, adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung
berdasarkan penerapan tarif umum atas laba rugi fiskal menurut Rencana
Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan
yang telah disahkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dikurangi
dengan pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 22 dan Pasal 23 serta PPh
Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu,
dibagi dua belas.
Dalam hal Rencana Kerja Anggaran Pendapatan (RKAP) sebagaimana diatur
pada ayat (1) belum disahkan, maka besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk
bulan-bulan sebelum bulan pengesahan adalah sama dengan angsuran PPh
Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak sebelumnya.
Contoh :
Menurut RKAP tahun 2010 yang sudah disahkan, PT Jogja Bangkit (sebuah BUMD
yang dimiliki pemerintah Kota Yogyakarta) diperkirakan mempunyai penghasilan
netto sebesar Rp 1.000.000.000,00. Kredit Pajak (PPh Pasal 22, pasal 23 dan pasal 24
yang dapat dikreditkan) Tahun 2009 berjumlah Rp 40.000.000,00.
Perhitungan PPh Pasal 25 untuk tahun 2010 adalah sebagai berikut:
Penghasilan netto                                                        Rp 1.000.000.000,00   
PPh terutang
           28% x Rp 1.000.000.000,00 =                         Rp   280.000.000,00
Kredit pajak (PPh Pasal 22,23, dan 24)                      Rp     40.000.000,00
PPh yang dibayar sendiri                                            Rp   240.000.000,00  
          
PPh Pasal 25:
           Rp 240.000.000,00/12 = Rp 20.000.000,00
d. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak Masuk Bursa dan Wajib
Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan
keuangan berkala, adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung
berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan
keuangan berkala erakhir yang disetahunkan dikurangi dengan pemotongan
dan pemungutan PPh Pasal 22 dan Pasal 23 serta PPh Pasal 24 yang dibayar
atau terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu, dibagi dua belas.
e. Angsuran Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha tertentu
WP yang melakukan kegiatan usaha dibidang perdagangan yang melakukan
kegiatan usaha di bidang perdagangan yang mempunyai tempat usaha lebih
dari satu, atau mempunyai tempat usaha yang berbeda alamat dengan
domisili.
Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak orang
pribadi pengusaha tertentu, ditetapkan sebesar 0,75% dari jumlah peredaran
bruto setiap bulan dari masing-masing tempat usaha. Kewajiban yang
melekat pada WP Orang Pribadi Pengusaha Tertentu baik administrasi
maupun kewajiban pembayaran pajaknya diatur lebih lanjut dalam
Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. Kep. 171/Pj./2002 tanggal 28 Maret
2002 yang berlaku per 1 April 2002 sebagai berikut:
1. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu wajib mendaftarkan
diri untuk memperoleh NPWP bagi setiap tempat usaha/gerai di
Kantor Pelayanan Pajak lokasiyang wilayah kerjanya meliputi tempat
usaha/gerai tersebut dan di Kantor Pelayanan Pajak domisili yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal wajib pajak.
2. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu harus membayar
angsuran PPh Pasal 25 sebesar 2% dari jumlah berdasarkan
pembukuan atau pencatatan setiap bulan yang dibayarkan atas nama
NPWP WP masing-masing tempat usaha
3. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu wajib menyampaikan
SPT Tahunan Pajak Penghasilan dengan melampirkan daftar jumlah
penghasilan dan pembayaran PPh Pasal 25 dari masing-masing tempat
usaha/gerai dalam formulir.
4. Wajib Pajang Orang Pribadi Pengusaha Tertentu wajib menyampaikan
SPT.
Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu Menerima Penghasilan
Lainnya dalam tahun berjalan menerima atau memperoleh penghasilan lain
yang bersifat final, besarnya angsuran PPh Pasal 25 atas penghasilan lain
tersebut berlaku ketentuan:
- Besarnya angsuran PPh pasal 25 atas penghasilan lain yang diterima
atau diperoleh WP untuk bulan-bulan sebelum batas waktu
penyampaian SPT PPh, sama dengan besarnya angsuran pajak untuk
bulan terakhir dari Tahun Pajak yang lalu;
- Besarnya angsuran PPh pasal 25 atas penghasilan lain yang diterima
atau diperoleh WP untu bulan-bulan setelah batas waktu penyampaian
SPT PPh adalah sebesar perbandingan antara penghasilan lain neto
dengan total penghasilan neto dikalikan besarnya angsuran yang
terutang berdasarkan SPT Tahunan tahun sebelumnya.
Perlakuan kompensasi kerugian untuk tahun-tahun sebelumnya diatur:
- Dalam hal Wajib pajak tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain
yang dikenakan PPh yang bersifat tidak final, kompensasi kerugian tidak
dapatdiperhitungkan;
- Dalam hal Wajib Pajak menerima atau memperoleh penghasilan lain yang
dikenakan PPh yang bersifat tidak final, kompensasi kerugian dapat
diperhitungkan dengan penghasilan pengusaha tertentu sepanjang belum habis
masa kompensasinya.
Dasar perhitungan pokok pajak terutang dalam rangka penerbitan Surat
Tagihan Pajak Penghasilan Pasal 25 bagi wajib pajak orang pribadi pengusaha
tertentu didasarkan pada:
a. Hasil pemeriksaan lapangan dalam rangka pelaksanaan ekstensifikasi
Wajib Pajak
b. Peredaran bruto menurut SPT masa Pajak Pertambahan Nilai meliputi satu
outlet yang dimiliki Wajib Pajak terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak
yang sama dengan Kantor Pelayanan Pajak di mana Pengusaha Kena Pajak
terdaftar.
Tata cara pengajuan permohonan mengenai pengurangan besarnya Pajak
Penghasilan Pasal 25 untuk masa pajak Juli sampai dengan Desember 2009
diatur:
a. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala
KPP tempat WP terdaftar paling lama 30 Juni 2009, apabila WP dapat
menunjukkan bahwa besarnya PPh yang akan terutang untuk tahun 2009
kurang dari 75 % dari PPh yang terutang yang menjadi dasar perhitungan
besarnya PPh Pasal 25 masa pajak Januari sampai Juni 2009.
b. Pengajuan permohonan pengurangan besarnya PPh Pasal 25 disertai
dengan perkiraan penghitungan besarnya PPh yang akan terutang tahun
2009 berdasarkan:
- Penghasilan yang diterima atau diperoleh sampai dengan bulan
terakhir sebelum bulan pengajuan permohonan.
- Perkiraan penghasilan yang akan diterima atau diperoleh sejak
bulan pengajuan permohonan samapai dengan Desember 2009.
c. Atas permohonan yang diajukan WP KPP melakukan evaluasi dengan
mempertimbangkan kondisi WP di tahun 2009.
d. Kepala KPP menerbitkan surat keputusan tentang besarnya PPh Pasal 25
masa pajak Juli sampai dengan Desember 2009 berdasarkan hasil evaluasi,
paling lama 15 hari kerja sejak permohonan diterima lengkap.
e. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada butir 4 Kepala
KPP tidak memberikan keputusan, permohonan WP sebagaimana
dimaksud pada butir 1 dianggap dikabulkan dan Kepala KPP harus
menerbitkan surat keputusan tersebut paling lama 3 hari kerja sejak jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada butir terakhir.
Terhadap WP yang mengalami perubahan keadaan usaha atau kegiatan usaha dan
memenuhi ketentuan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep.
537/Pj./2000 tentang perhitungan besarnya angsuran pajak dalam Tahun Pajak
berjalan dalam hal-hal tertentu dapat mengajukan permohonan pengurangan
besarnya PPh Pasal 25.
8 . PPh PASAL 25 BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI YANG BERTOLAK KE
LUAR NEGERI
Orang pribadi dalam negeri yang akan bertolak ke luar negeri diwajibkan
membayar PPh berupa Fiskal Luar Negeri. Pembayaran Fiskal Luar Negeri dilakukan
dengan menggunakan Tanda Bukti Pembayaran Fiskal Luar Negeri dan pelunasannya
dilakukan di Unit Pelaksanaan Fiskal Luar Negeri di pelabuhan atau tempat lain yang
ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Pembayaran Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dalam Negeri ini merupakan
pembayaran angsuran pajak dalam Tahun Pajak berjalan(merupakan pembayaran PPh
Pasal 25), sehingga dapat dikreditkan dengan PPh yang terutang pada akhir tahun
dalam Surat Pemberitahuan Tahunan PPh untuk Tahun Pajak bersangkutan. Agar
pembayaran fiskal luar negeri dapat dikreditkan dengan pajak yang terutang bagi
karyawan, maka karyawan tersebut hendaknya mendaftarkan diri untuk memperoleh
NPWP di Kantor Pelayanan Pajak tempat domisili karyawan yang bersangkutan dan
menyampaikan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi dengan mengkreditkanpembayaran
Fiskal Luar Negeri tersebut terhadap PPh yang  terutang.
Bila pembayaran Fiskal Luar Negeri bagi karyawan yang bertolek ke luar negeri
ditanggung oleh pemberi kerja, maka pembayaran Fiskal Luar Negeri tersebut
merupakan angsuran PPh Pasal 25 bagi pemberi kerja yang dapat dikreditkan dengan
PPh yang terutang dalam SPT PPh pemberi kerja dengan syarat kepergian karyawan
yang bersangkutandalam rangka tugas perusahaan dan hanya berlaku untuk karyawan
dari pemberi kerja itu sendiri, tidak termasuk anggota keluarga karyawan.
Besarnya Fiskal Luar Negeri yang wajib dibayar oleh orang pribadi yang akan
bertolak ke luar negeri adalah:
- Rp 2.500.000,00 bagi setiap orang untuk tiap kali bertolak ke luar negeri dengan
menggunakan pesawat udara.
- Rp 500.000,00bagi setiap orang untuk tiap kali bertolak ke luar negeri dengan
menggunakan kapal laut.
Orang pribadi yang bertolak ke luar negeri dengan maksud dan tujuan
dikecualikan dari kewajiban untuk melakukan pembayaran PPh, yaitu:
 Anggota Korps Diplomatik, pegawai Perwakilan Negara Asing, staf dari badan-badan
Perserikatan Bangsa-Bangsa, tenaga ahli dalam rangka kerja sama teknik, dan staf
dari Badan/Organisasi Internasional yang mendapat persetujuan Pemerintah Republik
Indonesia, sepanjang mereka bukan WNI dan di samping jabatan resmi tidak
melakukan pekerjaan lain atau kegiatan usaha di Indonesia beserta anggota keluarga
dan pembantu rumah tangganya yang bukan WNI, dengan menggunakan paspor
diplomatik.
 Pejabat Negara, Anggota TNI atau Polisi Republik Indonesia atau PNS yang bertolak
ke luar negeri dalam rangka dinas yang menggunakan paspor dinas dan dilengkapi
dengan surat tugas/surat perjalanan dinas ke luar negeri untuk tiap kali keberangkatan,
tidak termasuk anggota keluarga. Tapi bila keberangkatannya ke luar negeri dalam
rangka penempatan ke luar negeri, pembebasan diberikan juga pada istri dan anaknya
yang belum berusia 25 tahun, belum kawin, belum berpenghasilan.
 Anggota TNI dan Polisi Republik Indonesia yang mendapat tugas sebagai pasukan
PBB atau dalam rangka latihan bersama dengan pasukan negara lain, dengan
menyerahkan surat tugas dari kesatuan yang bersangkutan dengan menunjukkan
daftar anggota pasukan oleh pemimpin rombongan.
 Petugas imigrasi yang melakukan tugas pemeriksaan keimigrasian dalam pesawat
terbang perusahaan penerbangan nasional atau kapal laut perusahaan pelayanan
nasional dengan memperlihatkan surat tugas atau identitas lainnya.
 Jemaah haji yang penyelenggarannya dilakukan oleh Departemen Agama dengan
menunjukkan daftar nama para jemaah haji.
 Penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan lintas batas wilayah Republik
Indonesia dengan mempergunakan Pas Lintas Batas sesuai dengan perjanjian lintas
batas dengan negara terkait, dan lain-lain
Tata Cara Pemberian Surat Keterangan Bebas Fiskal Luar Negeri (SKBFLN) 
yang diterbitkan oleh oleh UPFLN:
 Di Bandar udara, keberangkatan ke luar negeri.
 Di pelabuhan laut, keberangkatan ke luar negeri.
 Di tempat lain yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Pihak-pihak yang diberikan SKBFLN:
1. Anggota TNI atau Polisi RI dan PNS yang melakukan tugas dibidang keamanan
dan pelayanan pemerintahan di daerah perbatasan yang melaksanakan tugas dinas 
ke luar negeri dalam rangka kerja sama dengan negara yang berbatasan, dengan
menyerahkan surat tugas dariatasan langsung.
2. Penduduk Indonesia yang bertempattinggal tetap di Pulau Batam yang mempunyai
Kartu TandaPenduduk yang diterbitkan oleh yang berwenang di pulau tersebut,
sepanjang mereka telah dipotong PPh oleh pemberi atau telah terdaftar sebagai WP
dan telah memenuhi keajiban pajak penghasilannya pada Kantor Pelayanan Pajak
Batam.
3. Tenaga Kerja Warga Negara Asing pendatang yang bekerja di Pulau Batam, Bintan
dan, Karimun, sepanjang mereka telah dipotong PPh Pasal 21 atau Pasal 26 oleh
pemberi kerja dan Tanda Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 atau Pasal 26 yang telah
dilegalisir.
4. Orang asing yang menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia yang
tidak bertempat tinggal atau bermaksud menetap di Indonesia dan berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, sepanjang atas
penghasilan tersebut telah dipotong PPh Pasal 26 oleh pemberi penghasilan.
5. Mahasiswa atau pelajar asing yang berada di Indonesia dalam rangha belajar
dengan rekomendasi dari pimpinan sekolah atau perguruan tinggi yang
bersangkutan dan tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia
dengan menyerahkan surat rekomendasi sebagai mahasiswa atau pelajar dari
Pimpinan Sekolah atau Perguruan Tinggi yang bersangkutan(pembebasan berlaku
juga bagi istri dan anak-anaknya).
6. Orang asing yang berada di Indonesia dalam rangka penelitian di Bidang ilmu
pengetahuan dan kebudayaan di bawah  koordinasi LembagaIlmu Pengetahuan
Indonesia. Sepanjang tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia
dengan menyerahkan surat rekomendasi dari instansi terkait dan surat pernyataan
tidak memperoleh penghasilan dari indonesia. Dan lain-lain.
Pengecualian dari Kewajiban Pembayaran PPh Orang Pribadi yang akan
Bertolek ke Luar Negeri terhadap Pihak lainnya:
1. WNI yang akan bekerja di luar negeri dalam rangka program pengiriman tenaga
kerja Indonesia.
2. Misi kesenian, misi olahraga, dan misi keagamaan.
3. Pilot Indonesia yang berkerja di maskapai penerbangan asing dan pelaut Indonesia
yang berkerja di kapal yang berbendera asing.
Tata Cara Pengkreditan Fiskal Luar Negeri:
1. Karyawan yang tidak mendaftarkan diri atau tidak memiliki NPWP, Fiskal Luar
Negeri tidak dapat dikreditkan dengan pembayaran PPh Pasal 21 karena merupakan
pembayaran PPh Pasal 25.
2. Karyawan yang telah mempunyai NPWP, fiskal luar negerinya tidakdapat
dikreditkan dengan pembayaran PPh Pasal 21 maupun angsuran masa PPh Pasal 25
dalam tahun berjalan.
3. Pembayaran fiskal luar negeri oleh orang pribadi yang telah mendaftarkan diri
sebagai WP dan memperoleh NPWP dapat dikreditkan  terhadap PPh Terutang
dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang bersangkutan.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 118/KMK.03/2003 tanggal 1 April 2003
mengatur tentang orang pribadi yang berangkat ke luar negeri melalui pelabuhan atau
tempat pemberangkatan ke luar negeri dalam daerah kerja sama ekonomi subregional
ASEAN dikecualikan  dari Kewajiban pembayaran PPh Orang pribadi. Pelabuhan atau
tempat pemberangkatan ke luar negeri di Indonesia yang termasuk dalam Kawasan
Kerja Sama SP-IMT meliputi pelabuhan laut dan bandar udara.
B. PAJAK PENGHASILAN PASAL 28 dan 29 (PPh Pasal 28 dan 29)

1. PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 28 DAN 29

Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah kredit
pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), maka setelah dilakukan
pemeriksaan, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan setelah diperhitungkan dengan
utang pajak berikut sanksi-sanksinya. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 17B ayat (1)
Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Direktur Jenderal
Pajak atau pejabat yang ditunjuk berwenang untuk mengadakan pemeriksaan sebelum
dilakukan pengembalian atau perhitungan kelebihan pajak.

Hal-hal yang harus menjadi pertimbangan sebelum dilakukan pengembalian atau


perhitungan kelebihan pajak adalah:

a. kebenaran materiil tentang besarnya pajak penghasilan yang terutang;


b. keabsahan bukti-bukti pungutan dan bukti-bukti potongan pajak serta bukti
pembayaran pajak oleh Wajib Pajak sendiri selama dan untuk tahun pajak yang
bersangkutan.

Oleh karena itu untuk kepentingan pemeriksaan, Direktur Jenderal Pajak atau pejabat lain
yang ditunjuk diberi wewenang untuk mengadakan pemeriksaan atas laporan
keuangan,buku-buku, dan catatan lainnya serta pemeriksaan lain yang berkaitan dengan
penentuan besarnya pajak penghasilan yang terutang, kebenaran jumlah pajak dan jumlah
pajak yang telah dikreditkan dan untuk menentukan besarnya kelebihan pembayaran pajak
yang harus dikembalikan. Maksud pemeriksaan ini untuk memastikan bahwa uang yang
akan dibayar kembali kepada Wajib Pajak sebagai restitusi itu adalah benar merupakan
hak Wajib Pajak.

Sedangkan dalam PPh pasal 29 Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak
ternyata lebih besar daripada kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1),
maka kekurangan pajak yang terutang harus dilunasi selambat-lambatnya tanggal 25 (dua
puluh lima) bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir, sebelum Surat Pemberitahuan
Tahunan disampaikan. Ketentuan ini mewajibkan Wajib Pajak untuk melunasi kekurangan
pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan Undang-undang ini sebelum Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan. Apabila tahun buku sama
dengan tahun takwim maka kekurangan pajak tersebut wajib dilunasi selambat-lambatnya
tanggal 25 Maret setelah tahun pajak berakhir, sedangkan apabila tahun buku tidak sama
dengan tahun takwim, misalnya dimulai tanggal 1 Juli sampai dengan 30 Juni, maka
kekurangan pajak wajib dilunasi selambat-lambatnya tanggal 25 September.

2. MENGHITUNG PPh PASAL 28 dan 29


Tata cara/ format dalam penentuan besarnya PPh terutang dalam satu tahun pajak
yang kurang dibayar (PPh Pasal 29) mengikuti susunan yang ada dalam SPT Tahunan.
Format Penentuan Besarnya PPh pasal 29 untuk WP Orang Pribadi (form 1770)
Penghasilan neto fiskal dalam negeri dari usaha atau pekerjaan bebas xxx
Penghasilan neto dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan* xxx
Penghasilan neto lainnya xxx
Penghasilan neto luar negeri** xxx
Jumlah penghasilan neto xxx
Dikurangi:
Zakat atas penghasilan xxx
Kompensasi kerugian xxx
PTKP xxx
(xxx)
Penghasilan Kena Pajak xxx
PPh terutang (tarif Pasal 17 UU PPh) xxx
Pengembalian/Pengurangan PPh pasal 24 yang telah dikreditkan xxx
Jumlah PPh yang terutang xxx

Dikurangi Kredit Pajak:

- PPh yang dipungut /dipotong pihak lain atau ditanggung pemerintah


PPh pasal 21 xxx
PPh pasal 22 xxx
PPh pasal 23 xxx
PPh pasal 24 xxx
- PPh yang dibayar sendiri
PPh pasl 25 xxx
STP PPh Pasal 25 (Hanya Pokok Pajak) xxx
Fiskal Luar Negeri xxx
(xxx)

PPh kurang dibayar (PPh Pasal 29), atau xxx

PPh yang lebih dibayar (PPh pasal 28A)

*Jumlah ini harus sudah dikurangkan dengan biaya jabatan/pensiun, dan iurang yang dibayar
sendiri kepada dana pensiun.

**Kerugian di luar negeri tidak dapat dikompensasi dengan penghasilan dalam negeri

Format Penentuan Besarnya PPh pasal 29 untuk WP Badan (form 1771 atau 1771/$)

Penghasilan neto fiskal*** xxx

Dikurangi kompensasi kerugian (xxx)

Penghasilan Kena Pajak xxx

PPh terutang (tarif pasal 17 UU PPh) xxx

Pengembalian/pengurangan PPh pasal 24 yang telah dikreditkan xxx

Jumlah PPh terutang xxx

Dikurangi Kredit Pajak

- PPh ditanggung Pemerintah (Proyek bantuan LN) xxx


- PPh yang dipungut/ dipotong pihak lain
PPh pasal 22 xxx
PPh pasal 23 xxx
PPh pasal 24 xxx
- PPh yang dibayar sendiri
PPh pasal 25 xxx
STP PPh pasal 25 (Hanya Pokok Saja) xxx
Fiskal Luar Negeri xxx
(xxx)
PPh yang kurang dibayar (PPh pasal 29), atau xxx
PPh yang lebih dibayar (PPh pasal 28A)
***Penghasilan neto fiskal termasuk juga penghasilan neto komersial dari luar
negeri, namun kerugian di luar negeri tidak dapat dikompensasi dengan penghasilan
dalam negeri.
a. Penyetoran PPh Pasal 28A dan 29
Jika pada akhir tahun ada pajak yang lebih bayar (PPh Pasal 28A), maka kelebihan
pembayaran pajak tersebut akan diakumulasi pada pembayaran Tahun Pajak berikutnya.
Sedangkan jika pada akhir tahun pajak ternyata masih ada pajak yang masih kurang
dibayar (PPh Pasal 29), maka perlu dilakukan penyetoran PPh pasal 29 dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak paling lambat sebelum SPT Tahunan PPh
disampaikan.
b. Pelaporan PPh Pasal 28A dan PPh Pasal 29
Dalam pelaporan PPh pasal 28A yang lebih bayar maka kelebihan pajak tersebut
harus dikembalikan kepada WP atau diakumulasi pada Tahun Pajak berikutnya.
Sedangkan Pelaporan PPh pasal 29 sudah terintegrasi/menyatu dalam SPT Tahunan PPh.
Prosedur penyampaian SPT Tahunan PPh harus sesuai dengan UU KUP. SPT Tahunan
untuk WP Badan dalam negeri yang menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa asing
dan mata uang selain Rupiah menggunakan form 1771/$ dan lampirannya.
c. Akuntansi PPh Pasal 28A dan PPh Pasal 29
Prosedur pencatatan akuntansi PPh pasal 29 harus didasarkan pada PSAK No.46.
Dalam Laporan Laba Rugi, besarnya PPh yang terutang selama satu tahun pajak dicatat
dengan mengurangi laba bersih sebelum pajak. Pencatatan jurnal penyetoran PPh Pasal
29 dilakukan dengan mendebit Uang muka PPh Pasal 29 dan mengkredit Kas. Namun,
apabila terjadi kelebihan pembayaran Pajak Penghasilan (PPh Pasal 28A), maka
kelebihan pembayaran pajak dicatat dalam akun piutang PPh.
Dokumen dasar/sumber Wajib Pajak untuk membuat jurnal adalah SPT Tahunan PPh.
Dengan kata lain, jurnal atas PPh pasal 29 ini dibuat setelah SPT Tahunan PPh selesai
dibuat. Dalam mekanisme PPh Pasal 29 ini, terlebih dahulu WP harus menghitung jumlah
PPh yang kurang/lebih bayar. Jika ternyata ada PPh yang kurang dibayar, maka WP harus
menyetorkan kekurangan pembayaran PPh sebelum disampaikannya SPT Tahunan.

3. CONTOH KASUS PPh PASAL 28A

Nona Fitri, status TK/0, adalah pengusaha sekaligus eksportir batik. Dalam tahun 2010, Nona
Fitri membukukan laba Rp650.000.000. Selama tahun 2010, Nona Fitri juga memberikan
zakat kepada Badan Amil Zakat yang disahkan pemerintah (BAZIS) sebesar Rp50.000.000
dan telah membayar angsuran PPh 25 dengan total Rp180.000.000. Selama tahun 2010, Nona
Fitri melakukan 7 kali perjalanan ke luar negeri dalam rangka usaha ekspor batik dengan
menggunakan pesawat. Berapakah PPh yang lebih atau kurang bayar?

Penghasilan neto fiskal dalam negeri dan usaha 650.000.000


Dikurangi:
Zakat atas penghasilan 50.000.000
PTKP 15.840.000 (65.840.000)
Penghasilan Kena Pajak 584.160.000

PPh Terutang (tarif Pasal 17 UU PPh)


5% x 50.000.000 2.500.000
15% x 200.000.000 30.000.000
25% x 250.000.000 62.500.000
30% x 84.160.000 25.248.000 120.248.000
Pengembalian PPh Ps. 24 yang telah dikreditkan 0
Jumlah PPh yang terutang 120.248.000
Dikurangi kredit pajak
PPh yang dibayar sendiri
PPh Pasal 25 180.000.000
STP PPh Pasal 25 (Hanya Pokok Pajak) 0
Fiskal Luar Negeri 7.000.000
(187.000.000)
PPh yang lebih dibayar (PPh Ps. 28A) (66.752.000)

Karena jumlah PPh terutang Nona Fitri selama tahun 2010 lebih kecil dari angsuran
pajaknya, maka terdapat kelebihan pembayaran PPh (PPh Pasal 28A) sebesar Rp66.752.000.
Jumlah kelebihan ini dapat dimintakan restitusi pajak, atau dapat dikompensasi untuk
pembayaran pajak tahun 2011.
4. CONTOH KASUS PPh PASAL 29
PT. KPSG senantiasa taat dan patuh dalam memenuhu kewajiban perpajakannya. Selama
tahun 2009, PT. KPSG membukukan laba fiskal Rp.800.000.000. Kewajiban perpajakan yang
telah diselesaikan selama tahun 2009 antara lain:
- Membayar PPh pasal 25 sebesar Rp.30.000.000
- PPh pasal 22 yang telah dipungut sebesar Rp. 2.500.000
- PPh ditanggung pemerintah dalam rangka proyek bantuan luar negeri sebesar Rp.
4.500.000

Berapakah PPh yang lebih atau kurang dibayar?

Jawaban:

Penghasilan neto fiskal Rp.800.000.000

Dikurangi kompensasi kerugian 0

Penghasilan kena pajak Rp. 800.000.000

PPh terutang (tarif pasal 17 UU PPh)

28% X Rp. 800.000.000 Rp. 224.000.000

Pengembalian PPh pasal 24 yang telah dikreditkan 0

Jumlah PPh terutang Rp. 224.000.000

Dikurangi kredit pajak:

- PPh ditanggung pemerintah (proyek bantuan LN) Rp. 4.500.000


- PPh yang dipungut/dipotong pihak lain
PPh pasal 22 Rp. 2.500.000
PPh pasal 23 0
PPh pasal 24 0
- PPh yang dibayar sendiri
PPh pasal 25 Rp. 120.000.000
STP PPh pasal 25 (hanya pokok pajak) 0
Fiskal Luar negeri 0
(Rp.127.000.000)

PPh yang kurang dibayar (pph pasal 29) Rp. 97.000.000


DAFTAR RUJUKAN :
Resmi S. 2019. Perpajakan Teori & Kasus. Jakarta: Salemba Empat
https://www.online-pajak.com/pph-pajak-penghasilan-pasal-25

Anda mungkin juga menyukai