Anda di halaman 1dari 19

BAB I

TINJAUAN TEORITIS ANEMIA

A. Definisi
Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel
darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal.
Anemia bukan merupakan penyakit, melainkan merupakan pencerminan
keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh. Secara fisiologis,
anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk
mengangkut okesigen ke jaringan (Smeltzer& Bare, 2013).
Anemia adalah berkurangnya kadar Hb dalam darah sehingga
terjadi gangguan perfusi O2 ke jaringan tubuh. Disebut gravis yang artinya
berat  dan nilai Hb  di bawah 7 g/dl sehingga memerlukan tambahan
umumnya melalui transfusi. Anemia adalah berkurangnya hingga di
bawah nilai normal sel darah merah, kualitas hemoglobin dan
volume packedredbloodscells (hematokrit) per 100 ml darah (Price, 2013).

B. Etiologi
Penyebab anemia pada dewasa terbagi menjadi dua, yakni :
1. Kehilangan sel darah merah
a.    Perdarahan
     Perdarahan dapat diakibatkan berbagai penyebab diantaranya
adalah trauma, ulkus, keganasan, hemoroid, perdarahan
pervaginam, dan lain-lain.
b.    Hemolisis yang berlebihan
Penghancuran sel darah merah dalam sirkulasi dikenal sebagai
hemolisis, terjadi jika gangguan pada sel darah merah itu sendiri
memperpendek siklus hidupnya (kelainan intrinsik) atau
perubahan lingkungan yang menyebabkan penghancuran sel darah
merah (kelainan ekstrinsik). Sel darah merah mengalami kelainan
padae keadaan :
-     Hemoglobinopati atau hemoglobin abnormal yang diwariskan,
contohnya adalah pada penderita penyakit sel sabit (sicklecell
anemia)
-     Gangguan sintesis globin, contohnya pada penderita
thalasemia
-     Kelainan membrane sel darah merah, contohnya pada
sferositosis herediter dan eliptositosis
-     Difisiensi enzim, seperti defisiensi glukosa 6-fosfat
dehidrogenase (G6PD) dan defisiensi piruvatkinase
2.     Kekurangan zat gizi seperti Fe, asam folat, dan vitamin B12.
(Price, 2013).

C. Patofisiologi
Timbulnya  anemia  mencerminkan adanya kegagalan sumsum
tulang atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya.
Kegagalan sumsum tulang dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan
toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak
diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis
(destruksi) pada kasus yang disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel
darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal
atau akibat beberapa factordiluar sel darah merah yang menyebabkan
destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam
systemfagositik atau dalam sistem retikuloendotelial terutama dalam hati
dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini bilirubin yang sedang
terbentuk dalam  fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan
destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan
meningkatkan bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau
kurang kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera.
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi,
seperti yang terjadi pada berbagai kelainan hemolitik, maka hemoglobin
akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi
plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat
hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya (mis., apabila jumlahnya
lebih dari sekitar 100 mg/dL), hemoglobin akan terdifusi dalam
glomerulus ginjal dan ke dalam urin (hemoglobinuria). Jadi ada atau tidak
adanya hemoglobinemia dan hemoglobinuria dapat memberikan informasi
mengenai lokasi penghancuran sel darah merah abnormal pada pasien
dengan hemolisis dan dapat merupakan petunjuk untuk mengetahui sifat
hemolitik tersebut.
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien tertentu
disebabkan oleh penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah
merah yang tidak mencukupi, biasanya dapat diperoleh dengan dasar (1)
hitung retikulosit dalam sirkulasi darah, (2) derajat proliferasi sel darah
merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang
terlihat dengan biopsy; dan (3) ada atau tidaknya hiperbilirubinemia dan
hemoglobinemian.
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai
rendahnya kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi
darah adalah membawa makanan dan oksigen ke seluruh organ tubuh. Jika
suplai ini kurang, maka asupan oksigen pun akan kurang. Akibatnya dapat
menghambat kerja organ-organ penting. Salah satunya otak, otak terdiri
dari 2,5 miliar sel bioneuron. Jika kapasitasnya kurang, maka otak akan
seperti komputer yang memorinya lemah, lambat menangkap. Dan kalau
sudah rusak, tidak bisa diperbaiki (Price, 2013).
D. Pathway

(Price, 2013).
E. Tanda dan Gejala
Selain beratnya anemia, berbagai faktor mempengaruhi berat dan
adanya gejala: (1) kecepatan kejadian anemia, (2) durasinya, (3) kebutuhan
metabolism pasien bersangkutan, (4) adanya kelainan lain atau kecacatan,
dan (5) komplikasi tertentu atau keadaan yang mengakibatkan anemia.
Semakin cepat perkembangan anemia, semakin berat gejalanya.
Pada orang yang normal penurunan hemoglobin, hitung darah merah, atau
hematokrit tanpa gejala yang tampak atau ketidakmampuan yang jelas
secara bertahap biasanya dapat ditoleransi sampai 50%, sedangkan
kehilangan cepat sebanyak 30% dapat menyebabkan kolaps  vaskuler pada
individu yang sama. Individu yang telah mengalami anemia selama waktu
yang cukup lama, dengan kadar hemoglobin antara 9 dan 11 g/dl, hanya
mengalami sedikit gejala atau tidak ada gejala sama sekali selain takikardi
ringan di saat latihan. Dispneau latihan biasanya terjadi hanya di bawah
7,5 g/dl; kelemahan hanya terjadi di bawah 6 g/dl; dispneau istirahat di
bawah 3 g/dl; dan gagal jantung pada kadar yang sangat rendah 2 - 2,5
g/dl.
Secara umum gejala klinis anemia yang muncul merefleksikan
gangguan fungsi dari berbagai sistem dalam tubuh antara lain penurunan
kinerja fisik, gangguan neurologik (syaraf) yang dimanifestasikan dalam
perubahan perilaku, anorexia. Sering pula terjadi abnormalitas
pertumbuhan, gangguan fungsi epitel, dan berkurangnya keasaman
lambung. Cara mudah mengenal  anemia  dengan 5L, yakni lemah, letih,
lesu, lelah, lalai. Kalau muncul 5  gejala ini, bisa dipastikan seseorang
terkena anemia. Gejala lain adalah munculnya sklera (warna pucat pada
bagian kelopak mata bawah).
Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga
dan kepala terasa melayang. Namun pada  anemia  berat, bisa
menyebabkan stroke atau serangan jantung (Price, 2013).
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Anugrah P, dkk(2012) pemeriksaan yang dapat
dilakukan untuk memperkuat penegakkan diagnosa anemia antara lain:
1. Pemeriksaan Laboratorium
a.    Hemoglobin
Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu
ukuran kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah
anemia berkembang. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat
dilakukan dengan menggunakan  alat sederhana seperti Hb  sachli.
b.   Penentuan Indeks Eritrosit Penentuan indeks eritrosit secara tidak
langsung dengan  flowcytometri atau menggunakan rumus:
-     MeanCorpusculer Volume (MCV)
MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun
apabila kekurangan zat besi semakin parah, dan pada saat
anemia mulai berkembang. MCV merupakan indikator
kekurangan zat besi yang spesiflk setelah thalasemia dan
anemia penyakit kronis disingkirkan. Dihitung dengan
membagi hematokrit dengan angka sel darah merah. Nilai
normal 70-100 fl, mikrositik< 70 fl dan makrositik> 100 fl.
-     MeanCorpuscleHaemoglobin (MCH)
MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah
merah. Dihitung dengan  membagi hemoglobin dengan angka
sel darah merah. Nilai normal 27-31 pg, mikrositikhipokrom<
27 pg dan makrositik> 31 pg.
-     MeanCorpuscularHaemoglobinConcentration (MCHC)
MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata.
Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan hematokrit.
Nilai normal 30-35% dan hipokrom< 30%.
c.       Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer
Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual.
Pemeriksaan menggunakan pembesaran 100 kali dengan
memperhatikan ukuran, bentuk inti, sitoplasma sel darah merah.
Dengan menggunakan flowcytometryhapusan darah dapat
dilihat pada kolom morfologyflag.
d.      Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide =
RDW)
Luas distribusi sel  darah merah adalah parameter sel darah
merah yang masih relatif baru, dipakai secara kombinasi dengan
parameter lainnya untuk membuat klasifikasi anemia. RDW
merupakan variasi dalam ukuran sel merah untuk mendeteksi
tingkat  anisositosis yang tidak kentara. Kenaikan nilai RDW
merupakan manifestasi  hematologi paling awal dari kekurangan
zat besi, serta lebih peka dari besi  serum,  jenuh transferin,
ataupun serum feritin. MCV rendah bersama dengan naiknya
RDW adalah pertanda meyakinkan dari kekurangan zat besi, dan
apabila disertai dengan eritrosit protoporphirin dianggap menjadi
diagnostik. Nilai normal 15 %.
e.      Eritrosit Protoporfirin (EP)
EP diukur dengan memakai  haematofluorometer  yang hanya
membutuhkan beberapa tetes darah dan pengalaman tekniknya
tidak terlalu dibutuhkan. EP naik pada tahap lanjut kekurangan
besi eritropoesis, naik secara perlahan setelah serangan
kekurangan besi terjadi. Keuntungan EP adalah stabilitasnya
dalam individu, sedangkan besi serum dan jenuh transferin rentan
terhadap variasi individu yang luas. EP secara luas dipakai dalam
survei populasi walaupun dalam praktik klinis masih jarang.
f.       Besi Serum (Serum Iron = SI)
Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta
menurun setelah cadangan besi habis sebelum tingkat
hemoglobin jatuh. Keterbatasan besi serum karena variasi diurnal
yang luas dan spesitifitasnya yang kurang. Besi serum yang
rendah ditemukan setelah kehilangan darah maupun donor, pada
kehamilan, infeksi kronis, syok, pireksia, rhematoidartritis, dan
malignansi. Besi serum dipakai kombinasi dengan parameter 
lain, dan bukan ukuran mutlak status besi yang spesifik.
g.      Serum Transferin (Tf)
Transferin adalah protein tranport besi  dan diukur bersama
-sama dengan besi serum. Serum transferin dapat meningkat pada
kekurangan besi dan dapat menurun secara keliru pada
peradangan akut, infeksi kronis, penyakit ginjal dan keganasan.
h.      TransferrinSaturation (Jenuh Transferin)
Jenuh transferin adalah rasio besi serum dengan kemampuan
mengikat besi, merupakan indikator yang paling akurat dari
suplai besi ke sumsum tulang. Penurunan jenuh
transferindibawah 10% merupakan indeks kekurangan suplai besi
yang meyakinkan terhadap perkembangan eritrosit. Jenuh
transferin dapat menurun pada penyakit peradangan. Jenuh
transferin umumnya dipakai pada studi populasi yang disertai
dengan indikator status besi lainnya. Tingkat jenuh transferin
yang menurun dan serum feritin sering dipakai untuk
mengartikan kekurangan zat besi. Jenuh transferin dapat diukur
dengan perhitungan  rasio besi serum dengan kemampuan
mengikat besi total (TIBC), yaitu jumlah besi yang bisa diikat
secara khusus oleh plasma.
i.        Serum Feritin
Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan
sensitif untuk menentukan cadangan besi orang sehat. Serum
feritin secara luas dipakai dalam praktek klinik dan pengamatan
populasi. Serum feritin < 12 ug/l sangat spesifik untuk
kekurangan zat besi, yang berarti kehabisan semua cadangan
besi, sehingga dapat dianggap sebagai diagnostik untuk
kekurangan zat besi. Rendahnya serum feritin menunjukan
serangan awal kekurangan zat besi, tetapi tidak menunjukkan
beratnya kekurangan zat besi karena variabilitasnya sangat
tinggi. Penafsiran yang benar dari serum feritin terletak pada
pemakaian range referensi yang tepat dan spesifik untuk usia
dan jenis kelamin. Konsentrasi serum feritin cenderung lebih
rendah pada wanita dari pria, yang menunjukan cadangan besi
lebih rendah pada wanita. Serum feritin pria meningkat pada
dekade kedua, dan tetap stabil atau naik secara lambat sampai
usia 65 tahun. Pada wanita tetap saja rendah sampai usia 45
tahun, dan mulai meningkat sampai sama seperti pria yang
berusia 60-70 tahun, keadaan ini mencerminkan penghentian
mensturasi dan melahirkan anak. Pada wanita hamil serum
feritin jatuh secara dramatis dibawah 20 ug/ l selama trimester II
dan III  bahkan pada wanita yang mendapatkan suplemen zat
besi.
Serum feritin adalah reaktan  fase akut, dapat juga meningkat
pada inflamasi kronis, infeksi, keganasan, penyakit hati, alkohol.
Serum feritin diukur dengan mudah memakai 
Essayimmunoradiometris  (IRMA), Radioimmunoassay (RIA),
atau Essayimmunoabsorben (Elisa).
2.      Pemeriksaan Sumsum Tulang
Masih dianggap sebagai standar emas untuk penilaian cadangan besi,
walaupun mempunyai beberapa keterbatasan. Pemeriksaan histologis
sumsum tulang dilakukan untuk menilai jumlah hemosiderin dalam
sel-sel retikulum. Tanda karakteristik dari kekurangan zat besi adalah
tidak ada besi retikuler. Keterbatasan metode ini seperti sifat
subjektifnya sehingga tergantung keahlian pemeriksa, jumlah struma
sumsum yang memadai dan  teknik yang dipergunakan. Pengujian
sumsum tulang adalah suatu teknik invasif, sehingga sedikit dipakai
untuk mengevaluasi cadangan besi dalam populasi umum.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan
mengganti darah yang hilang:
1. Anemia aplastik:
a. Transplantasi sumsum tulang 
b. Pemberian terapi imunosupresif dengan globolin antitimosit(ATG) 
2. Anemia pada penyakit ginjal
a. Pada paien dialisis harus ditangani denganpemberian besi dan asam
folat 
b. Ketersediaan eritropoetin rekombinan 
3. Anemia pada penyakit kronis Kebanyakan pasien tidak menunjukkan
gejala dan tidak memerlukan penanganan untuk aneminya, dengan
keberhasilan penanganan kelainan yang mendasarinya, besi sumsum
tulang dipergunakan untuk membuat darah, sehingga Hb meningkat.
4. Anemia pada defisiensi besi
a. Dicari penyebab defisiensi besi 
b. Menggunakan preparat besi oral: sulfat feros, glukonat ferosus dan
fumarat ferosus. 
5. Anemia megaloblastik
a. Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12,
bila difisiensi disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya
faktor intrinsik dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.
b. Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus
diteruskan selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa
atau malabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi. 
c. Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan
penambahan asam folat 1 mg/hari, secara IM pada pasien dengan
gangguan absorbsi.
H. Komplikasi
Komplikasi umum akibat anemia adalah:
1. gagal jantung
2. kejang
3. Perkembangan otot buruk ( jangka panjang )
4. Daya konsentrasi menurun
5. Kemampuan mengolah informasi yang didengar menurun
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Pengkajian
        Data-data yang perlu dikaji pada penderita anemia meliputi :
1) Aktivitas / istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produktivitas ;
penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah.
Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak.
Tanda : takikardia/ takipnae ; dispnea pada waktu bekerja atau istirahat.
Letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya.
Kelemahan otot, dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak.
Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang
menunujukkan keletihan.
2) Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronik, misalnya perdarahan GI kronis,
menstruasi berat (DB), angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan).
Riwayat endokarditis infektif kronis. Palpitasi (takikardia kompensasi).
Tanda : TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi
melebar, hipotensi postural. Disritmia : abnormalitas EKG, depresi
segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T; takikardia. Bunyi
jantung : murmur sistolik (DB). Ekstremitas (warna) : pucat pada kulit dan
membrane mukosa (konjuntiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku.
(catatan: pada pasien kulit hitam, pucat dapat tampak sebagai keabu-
abuan). Kulit seperti berlilin, pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon
terang (AP). Sklera : biru atau putih seperti mutiara (DB). Pengisian
kapiler melambat (penurunan aliran darah ke kapiler dan vasokontriksi
kompensasi) kuku : mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia)
(DB). Rambut : kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara
premature (AP).
3) Integritas ego
Gejala : keyakinanan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan,
misalnya penolakan transfusi darah.
Tanda : depresi.
4) Eleminasi
Gejala : riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi
(DB). Hematemesis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau
konstipasi. Penurunan haluaran urine.
Tanda : distensi abdomen.
5) Makanan/cairan
Gejala : penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani
rendah/masukan produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah,
kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia.
Adanya penurunan berat badan. Tidak pernah puas mengunyah atau peka
terhadap es, kotoran, tepung jagung, cat, tanah liat, dan sebagainya (DB).
Tanda : lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat dan
vitamin B12). Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk,
kering, tampak kisut/hilang elastisitas (DB). Stomatitis dan glositis (status
defisiensi). Bibir : selitis, misalnya inflamasi bibir dengan sudut mulut
pecah. (DB).
6) Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak
mampuan berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan
pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ; parestesia
tangan/kaki (AP) ; klaudikasi. Sensasi manjadi dingin.
Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental :
tak mampu berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina
(aplastik, AP). Epitaksis : perdarahan dari lubang-lubang (aplastik).
Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa getar, dan posisi, tanda
Romberg positif, paralysis (AP).
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB)
8) Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.
9) Keamanan
Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia,. Riwayat
terpajan pada radiasi; baik terhadap pengobatan atau kecelekaan. Riwayat
kanker, terapi kanker. Tidak toleran terhadap dingin dan panas. Transfusi
darah sebelumnya. Gangguan penglihatan, penyembuhan luka buruk,
sering infeksi.
Tanda : demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati
umum. Ptekie dan ekimosis (aplastik).
10) Seksualitas
Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore
(DB). Hilang libido (pria dan wanita). Imppoten.
Tanda : serviks dan dinding vagina pucat.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang biasa muncul pada pasien dengan sindrom nefrotik
menurut Nurarif & Kusuma (2013), meliputi :
a. Ketidakefektifanperfusi jaringan perifer
b. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
c. Keletihan
C.  Perencanaan keperawatan

Diagnosa Tujuan Intervensi

Ketidakefektif-an Setelah dilakukan tindakan -   Kaji warna kulit,


perfusi jaringan keperawatan diharapkan perfusi suhu dan kelembaban,
perifer jaringan perifer pasien efektif apakah seluruh tubuh
dengan kriteria hasil : atau terlokalisir

Indikator -   Ukur CRT

Tissue perfusion: cellular -   Palpasi nadi perifer


Tekanan darah sistol
-   Kaji fungus motorik
Tekanan darah diastol
dan sensorik
Saturasi oksigen
-   Kolaborasi dengan
Capillary refill
dokter untuk
Mual pemberian tablet
Penurunan kesadaran penambah darah atau
agen yang sesuai
dengan kondisi
Keterangan :
anemia klien
1.     Keluhan ekstrim
-   Berikan cairan,
2.     Keluhan berat elektrolit dan okesigen
sesuai indikasi
3.     Keluhan sedang

4.     Keluhan ringan

5.     Tidak ada keluhan

Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan Nutrition Therapy


nutrisi: kurang dari keperawatan diharapkan status
-   Lengkapi
kebutuhan tubuh nutrisi: intake nutrient dan
pengkajian nutrisi
biochemical measures sesuai kebutuhan
menunjukkan perbaikan dengan
-   Monitor
kriteria hasil :
makanan/cairan yang
Indikator dicerna dan hitung

Nutritional status: nutrient intake kalori sehari-

intake hari

Intake besi -   Tentukan dengan

Intake protein kolaborasi dengan ahli


diet, jumlah kaloro
Intake kalori
dan tipe kalori yang
Intake vitamin
dibutuhkan untuk
Intake mineral mendapatkan
Nutritional status : kebutuhan nutrisi yang
tepat
biochemical measures

Hemoglobin -   Berikan edukasi


pada pasien dan
Hematokrit
keluarga untuk
Serum albumin
konsumsi makanan
Total iron binding yang tinggi protein,
capacity kalori, zat besi dan
vitamin

-   Tentukan apakah
klien
Keterangan :
membutuhkan enteral
1.     Keluhan ekstrim feeding

2.     Keluhan berat -   Berikan nutrisi


melalui enteral apabila
3.     Keluhan sedang
dibutuhkan
4.     Keluhan ringan -   Berikan penjelasan
kepada keluarga
Tidak ada keluhan
mengenai kebutuhan
nutrisi yang
dibutuhkan oleh klien

Nutritional Monitoring

-   Monitor albumin,
total protein,
hemoglobin dan
hematokrit

-   Monitor
mual/ muntah

Monitor kalori
danintake makanan

Keletihan Setelah dilakukan tindakan -   Kaji tingkat


keperawatan diharapkantingkat keletihan klien dan
keletihan pasien berkurang tanyakan perasaan
dengan kriteria hasil : klien dengan adanya
keletihan yang dialami
klien

Indikator
-   Review
Fatigue level kemampuan dan
Kelelahan kebutuhan bantuan
dalam melakukan
Kelesuan aktivitas sehari -hari

Sakit kepala -   Berikan terapi


Aktivitas sehari-hari oksigen sesuai
kebutuhan

Keterangan : -   Sarankan untuk


beristi-rahat & tidak
1.     Tidak pernah menunjukkan
terlalu lelah dalam
2.     Jarang menunjukkan melakukan aktivitas

3.     Kadang-kadang
menunjukkan

4.     Sering menunjukkan

5.     Selalu menunjukkan

DAFTAR PUSTAKA

Anugrah P, dkk. 2012. Anemia Gravis Et Causa Perdarahan


Pervaginam. Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu kesehatan, Universitas
Jenderal Soedirman: Purwokerto.
NANDA International. (2012). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2012 - 2014. (M. Ester, Ed., M. Sumarwati, D. Widiarti, & E. Tiar, Trans.)
Jakarta: EGC.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2013). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan
diagnosa medis dan NANDA NIC-NOC (Jilid 2 ed.). Yogyakarta: Med
Action Publishing.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2013). Patofisiologi : konsep klinis proses-proses
penyakit (6 ed., Vol. II). (H. Hartanto, Ed., & B. U. Pendit, Trans.) Jakarta:
EGC.
Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth, Ed.8 Vol.1. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai