Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH CEREBROVACULAR DISEASE, CHRONIC

OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE, COLLITIS


ULSERATIVE

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Penyakit Menular dan Tidak
Menular

Dosen Pengampu

H. Sutisna, SKM.,M.Si.,M.M.Kes

Disusun oleh : Kelompok II/IKP 3B

Ai Epa Nurhasanah

Neng Riris Ariska

Rima Ferdilla R

Tasya Kamila W

Trisna Lindayani

Widia Sukmawati

PRODI ILMU KEPERAWATAN

STIKES SEBELAS APRIL SUMEDANG

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah jurnal tentang
“Cerebrovascular Desease, Chronic Obstructive Pulmonary Desease, dan
Collitis Ulserative” dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam penyusunan
makalah ini mungkin ada hambatan, namun berkat bantuan serta dukungan
dari teman-teman dan bimbingan dari dosen pembimbing. Sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat membantu proses


pembelajaran dan dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca. Kami
juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak, atas bantuan serta
dukungan dan do’a nya.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang


membaca makalah ini. Kami mohon maaf apabila makalah ini mempunyai
banyak kekurangan, karena keterbatasan penulis yang masih dalam tahap
pembelajaran. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya
membangun, sangat diharapkan oleh kami dalam pembuatan makalah
selanjutnya. Semoga makalah sederhana ini bermanfaat bagi pembaca
maupun kami.

Sumedang, Desember 2020

Penyusun,

DAFTAR ISI

i
KATA PENGANTAR..................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.........................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Cerebrovascular Desease..................................................4

2.8 Konsep dasar Chronic Obstructive Pulmonary Desease..........................16

2.15 Konsep dasar Collitis Ulserative............................................................29

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan...............................................................................................35

3.2 Saran.........................................................................................................35

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang saat ini
sedang mengalami masa peralihan, dari masyarakat agraris menjadi
masyarakat industri. Indonesia juga menghadapi dampak perubahan
tersebut dalam bidang kesehatan, yaitu beban ganda pembangunan di
bidang kesehatan. Salah satu tantangan yang harus dihadapi dalam
pembangunan kesehatan tersebut adalah transisi epidemiologi, dimana
masih tingginya jumlah kejadian penyakit menular yang diikuti dengan
mulai meningkatnya penyakit-penyakit tidak menular yang sebagian
besar bersifat multikausal (disebabkan oleh banyak faktor) (Depkes,
2007).
Stroke merupakan salah satu penyakit tidak menular yang
belakangan ini menjadi kekhawatiran banyak orang. Stroke tergolong
dalam Cerebrovascular Desease (CVD) yang merupakan penyakit gawat
darurat dan membutuhkan pertolongan secepat mungkin. Stroke adalah
suatu serangan pada otak akibat gangguan pembuluh darah dalam
mensuplai darah yang membawa oksigen dan glukosa untuk
metabolisme sel-sel otak agar dapat tetap melaksanakan fungsinya.
Serangan ini bersifat mendadak dan menimbulkan gejala sesuai dengan
bagian otak yang tidak mendapat suplai darah tersebut (Soeharto, 2004).
Data epidemiologis menunjukkan bahwa stroke merupakan
penyebab kematian nomor dua di dunia setelah penyakit jantung (WHO,
2008). Stroke merupakan penyakit keenam yang menjadi penyebab
kematian di Negara berpenghasilan rendah dan penyakit kedua penyebab
kematian di Negara berpenghasilan sedang dan tinggi. Di tahun 2008,
stroke dan penyakit cerebrovascular lainnya menyebabkan 6,2 juta orang
di dunia meninggal (WHO, 2008). Dari data WHO di atas dapat dilihat
bahwa stroke merupakan masalah utama kesehatan di Negara maju dan
berkembang serta penyebab utama kecacatan pada orang dewasa. Stroke

1
juga menimbulkan dampak yang besar dari segi sosial ekonomi, karena
biaya pengobatan yang relatif mahal dan akibat kecacatan yang
ditimbulkan pada pasien pasca stroke sehingga berkurangnya
kemampuan untuk bekerja seperti semula dan menjadi beban sosial di
masyarakat.
Setiap tahun, 15 juta orang di dunia menderita stroke. Dari 25 juta
orang tersebut, 5 juta orang meninggal, dan 5 juta orang lainnya
mengalami kecacatan permanen. Stroke jarang ditemukan pada orang
dibawah 40 tahun. 70% kasus stroke ditemukan di negara dengan
penghasilan rendah dan menengah, 87% kematian akibat stroke juga
ditemukan pada negara-negara tersebut. Sedangkan pada negara dengan
penghasilan tinggi, insidensi dtroke telah berkurang sebanyak 42%
dalam beberapa dekade terakhir.
Berdasarkan riset kesehatan dasar tahun 2013 oleh Kementrian
Kesehatan RI, 7% atau sebesar 1.236.825 orang menderita stroke. Jawa
Barat merupakan provinsi dengan angka kejadian stroke terbanyak di
Indonesia yaitu sebesar 238.001 orang, atau 7,4% dari jumlah
penduduknya. Selain itu, penderita ditemukan paling banyak pada
kelompok umur 55-64 tahun. Laki-laki juga lebih banyak mengidap
stroke di Indonesia dibandingkan perempuan. Menurut Sample
Registation System (SRS) Indonseia 2014, stroke merupakan penyakit
yang paling banyak di derita, yaitu sebesar 21,1%.
Berdasarkan WHO, stroke merupakan penyakit dengan
angka kematian tertinggi kedua di dunia, dan ketiga dalam
menyebabkan kecacatan. Berdasarkan laporan pola penyebab kematian
di Indonesia dari analisis data kematian 2010, penyebab kematian
tertinggi adalah stroke, sebesar 17,7%.
Sampai saat ini belum ada pengobatan efektif dan efisien untuk
stroke karena sifatnya multikausal. Upaya pencegahan merupakan salah
satu cara yang paling efektif dan efisien untuk mengurangi angka
kejadian stroke. Upaya pencegahan baru dapat dilakukan jika diketahui
faktor risiko apa saja yang dapat menyebabkan serangan stroke. Oleh

2
karena itu, pengetahuan terhadap faktor risiko penyebab stroke sangat
diperlukan untuk merumuskan cara pencegahan yang efektif.

1.2. Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini,yaitu :

1. Tujuan Umum
Mahasiswa diharapkan memperoleh gambaran dan pemahaman
mengenai penyakit cerebrovascular disease,chronic obstructive
pulmonary disease,lupus erithmatosus.
2. Tujuan Khusus
Pemeriksaan penunjang dan pelaksanaan yang digunakan untuk
mendeteksi dari penyakit-penyakit tersebut .

1.3. Ruang Lingkup

Pada makalah ini penulis hanya membahas mengenai penyakit


Cerebrovascular Desease, Chronic Obstructive Pulmonary Desease, dan
Collitis Ulserative. Yang meliputi beberapa bahasan yaitu :

1. Apa pengetian ,etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis dan


komplikasi yang terjadi pada masing-masing penyakit tersebut
2. Pemeriksaan penunjang dan pelaksanaan yang digunakan untuk
mendeteksi masing-masing penyakit tersebut.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi dan Klasifikasi Penyakit Stroke


Menurut WHO, Cerebrovaskuler Desease atau Stroke adalah
gangguan fungsional otak sebagian atau menyeluruh yang timbul secara
mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam, yang
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak (WHO, 1998).
Stroke (berasal dari kata strike) berarti pukulan pada sel otak.
Biasanya terjadi karena adanya gangguan distribusi oksigen ke sel otak.
Hal ini disebabkan gangguan aliran darah pada pembuluh darah otak,
mungkin karena aliran yang terlalu perlahan, atau karena aliran yang
terlalu kencang sehingga pecah (perdarahan), akhirnya sel-sel otak yang
diurus oleh pembuluh darah tersebut mati (Yatim F, 2005).
Stroke adalah kondisi yang terjadi ketika sebagian sel-sel otak
mengalami kematian akibat gangguan aliran darah karena sumbatan atau
pecahnya pembuluh darah di otak. Aliran darah yang terhenti membuat
suplai oksigen dan zat makanan ke otak juga terhenti, sehingga sebagian
otak tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya (Utami P, 2009).
Dari beberapa definisi stroke di atas, dapat disimpulkan bahwa
stroke adalah suatu serangan mendadak yang terjadi di otak dan dapat
mengakibatkan kerusakan pada sebagian atau secara keseluruhan dari
otak yang disebabkan oleh gangguan peredaran pada pembuluh darah
yang mensuplai darah ke otak, biasanya berlangsung lebih dari 24 jam.
Stroke dibagi menjadi dua jenis, yaitu stroke iskemik dan stroke
hemoragik.
1. Stroke Iskemik
Stroke iskemik terjadi bila pembuluh darah yang memasok
darah ke otak tersumbat. Jenis stroke ini yang paling umum, karena
hampir 90% stroke adalah iskemik. Kondisi yang mendasari stroke
iskemik adalah penumpukan lemak yang melapisi dinding pembuluh

4
darah (disebut aterosklerosis). Kolesterol, homosistein dan zat
lainnya dapat melekat pada dinding arteri, membentuk zat lengket
yang disebut plak. Seiring waktu, plak menumpuk. Hal ini sering
membuat darah sulit mengalir dengan baik dan menyebabkan
bekuan darah (trombus).
2. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik disebabkan oleh pembuluh darah yang bocor
atau pecah di dalam atau di sekitar otak sehingga menghentikan
suplai darah ke jaringan otak yang dituju. Selain itu, darah
membanjiri dan menempatkan jaringan otak sekitarnya sehingga
mengganggu atau mematikan fungsinya. Jenis-jenis stroke
hemoragik, yaitu:
1. Intracerebral Hemorrhage (perdarahan intraserebral)
Perdarahan Intraserebral terjadi karena adanya ekstravasasi
darah kedalam jaringan parenkim yang disebabkan ruptur arteri
perforantes dalam. Perdarah intraserebral sering terjadi di area
varkularis dalam pada lapisan hemsifer serebral. Perdarah yang
terjadi kebanyakan pada pembuluh darah berkaliber kecil dan
terdapat lapisan dalam (deep arteries). Perdarahan intraserebral
sangat sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis
(hipertensi) melemahkan arteri kecil, menyebabkannya menjadi
pecah.
2. Subarachnoid Hemorrhage (penrdarahan subarakhnoid)
Perdarahan subarakhnoid adalah perdarahan kedalam ruang
(ruang subarachnoid) diantara lapisan dalam (pia meter) dan
lapisan tengah (arachnoid mater) para jaringan yang melindungi
otak (meninges). Penyebab yang palin umur adalah pecahnya
tonjolan pada pembuluh (aneurisma).
Perdarahan spontan biasanya diakbitkan dari pecahnya secara
tiba-tiba aneurisma didalam arteri cerebral. Aneurisma menonjol
pada daerah yang lemah pada dinding arteri. Aneurisma biasanya
terjadi dimana cabang nadi. Aneurisma kemungkinan hadir ketika

5
lahir (congenital), atau mereka berkembang kemudian stelah
tahunan tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri.
Kebanyakan perdaraha subarakhnoid diakibatkan dari aneurisma
sejak lahir. Perdarahan subrarahnoid terkadang diakibatkan dari
pecahnya jaringan tidak normal antara arteri dengan pembuluh
(arteri ovenous malformation) di otak atau sekitarnya.

2.2 Epidemiologi Penyakit Stroke

Stroke ditemukan pada semua golongan usia, namun sebagian besar


akan dijumpai pada usia diatas 55 tahun. Ditemukan kesan bahwa
insiden stroke meningkat secara eksponensial dengan bertambahnya
usia, dimana akan terjadi peningkatan 100 kali lipat pada mereka yang
berusia 80-90 tahun. Insiden usia 80-90 tahun adalah 300/10.000
dibandingkan dengan 3/10.000 pada golongan usia 20-40 tahun. Stroke
banyak ditemukan dipria dibandingkan wanita. Variasi gender ini
bertahan tanpa pengaruh umur (Bustan, 2007). Tetapi perempuan,
khususnya perempuan yang pada menopause (usia 40-55 tahun) lebih
beresiko terserang stroke dibandingkan laki-laki (Utama, 2008).

Kasus stroke meningkat dinegara maju seperti Amerika dimana


kegemukan dan junk food telah mewabah. Berdasarkan data statistik di
Amerika, setiap tahun terjadi 750.000 kasus stroke baru di Amerika.
Dari data tersebut menunjukan bahwa setiap 45 menit, ada satu orsng di
Amerika yang terkena serangan strke (Anonym, 2007).

Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk


terkena serangan stroke, sekitar 2,5% atau 125.000 orang meninggal,
dan sisanya cacat ringan maupun berat (Anonym, 2008). Stroke
merupakan penyakit nomor 3 yang mematikan setelah jantung dan
kanker. Bahkan menurut survei tahun 2004, stroke merupakan

6
pembunuh nomor 1 di RS pemerintah diseluruh penjuru Indonesia
(Anonym, 2007).
2.3 Gejala Penyakit Stroke
Gejala stroke dapat diamati dari beberapa hal, yaitu :
1. Serangan kecil atau serangan awal stroke biasanya diawali dengan
daya ingat menurun dan sering kebingungan secara tiba-tiba dan
kemudian menghilang dalam waktu 24 jam.
2. Adanya serangan neurologis fokal berupa kelemahan atau
kelumpuhan lengan, tungkai atau salah satu sisi tubuh.
3. Melemahnya otot (hemiplegia), kaku dan menurunnya fungsi
sensorik.
4. Hilangnya rasa atau adanya sensasi abnormal pada lengan atau
tungkai atau salah satu sisi tubuh seperti baal, mati rasa sebelah
badan, terasa kesemutan.
5. Rasa perih bahkan seperti rasa terbakar dibagian bawah kulit.
6. Gangguan penglihatan seperti hanya dapat melihat secara parsial
ataupun tidak dapat melihat keseluruhan karena penglihatan gelap
dan pandangan ganda sesaat.
7. Menurunnya kemampuan mencium bau dan mengecap.
8. Berjalan menjadi sulit dan langkahnya tertatih-tatih bahkan
terkadang mengalami kelumpuhan total.
9. Hilangnya kendali terhadap kandung kemih sehingga sering kencing
tanpa disadari.
10. Kehilangan keseimbangan, gerakan tubuh tidak terkoordinasi 
dengan baik.
11. Tidak memahami pembicaraan orang lain, tidak mampu membaca,
menulis dan berhitung dengan baik .
12. Adanya gangguan dan kesulitan dalam menelan makanan ataupun
minuman (cenderung keselek).
13. Adanya gangguan bicara dan sulit berbahasa yang ditunjukkan
dengan bicara tidak jelas (rero), sengau, pelo, gagap dan berbicara

7
haya sepatah kata bahkan sulit memikirkan atau mengucapkan kata-
kata yang tepat.
14. Menjadi Pelupa (Dimensia) dan tidak mampu mengenali bagian
tubuh . Vertigo (pusing, puyeng) atau perasaan berputar yang
menetap saat tidak beraktivitas.
15. Kelopak mata sulit dibuka.
16. Menjadi lebih sensitif, mudah menangis ataupun tertawa.
17. Banyak tidur dan selalu ingin tidur.
18. Gangguan kesadaran, pingsan sampai tak sadarkan diri.

2.4 Faktor Risiko Penyakit Stroke

Beberapa faktor risiko yang dapat menimbulkan penyakit stroke


antara lain:
1. Usia
Risiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun. Setiap
penambahan usia tiga tahun akan meningkatkan risiko stroke sebesar
11-20%. Dari semua stroke, orang yang berusia lebih dari 65 tahun
memiliki risiko paling tinggi yaitu 71%, sedangkan 25% terjadi pada
orang yang berusia 65-45 tahun, dan 4% terjadi pada orang berusia
<45 tahun.
2. Jenis Kelamin
Menurut data dari 28 RS di Indonesia, ternyata laki-laki
banyak menderita stroke dibandingkan perempuan. Insiden stroke
1,25 kali lebih besar pada laki-laki dibanding perempuan.
3. Ras/Bangsa
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada
orang kulit putih. Hal ini disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan
gaya hidup. Pada tahun 2004 di Amerika terdapat penderita stroke
pada laki-laki yang berkulit putih sebesar 37,1% dan yang berkulit
hitam sebesar 62,9% sedangkan pada wanita yang berkulit putih
sebesar 41,3% dan yang berkulit hitam sebesar 58,7%.

8
4. Hereditas
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke,
misalnya hipertensi, jantung, diabetes dan kelainan pembuluh darah.
Riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota
keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun,
meningkatkan risiko terkena stroke. Menurut penelitian Tsong Hai
Lee, riwayat stroke pada keluarga meningkatkan risiko terkena
stroke sebesar 29,3%.
5. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya stroke.
Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak 4 sampai
6 kali. Makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar
karena terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah sehingga
memudahkan terjadinya penyumbatan atau perdarahan otak.
6. Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun
tidak sekuat hipertensi. Diabetes melitus dapat mempercepat
terjadinya aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah) yang lebih
berat sehingga berpengaruh terhadap terjadinya stroke.
7. Penyakit Jantung
Penyakit jantung yang paling sering menyebabkan stroke
adalah fibrilasi atrium/atrial fibrillation (AF), karena memudahkan
terjadinya penggumpalan darah di jantung dan dapat lepas hingga
menyumbat pembuluh darah di otak. Di samping itu juga penyakit
jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, pasca
operasi jantung juga memperbesar risiko stroke.
8. Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan
diabetes melitus. Obesitas meningkatkan risiko stroke sebesar 15%.
Obesitas dapat meningkatkan hipertensi, jantung, diabetes dan
aterosklerosis yang semuanya akan meningkatkan kemungkinan
terkena serangan stroke.

9
9. Hiperkolesterolemia
Kondisi ini secara langsung dan tidak langsung meningkatkan
faktor risiko, tingginya kolesterol dapat merusak dinding pembuluh
darah dan juga menyebabkan penyakit jantung koroner.
10. Merokok
Berdasarkan penelitian Siregar F (2002) di RSUP Haji Adam
Malik Medan dengan desain case control, kebiasaan merokok
meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 4 kali. Merokok
menyebabkan penyempitan dan pengerasan arteri diseluruh tubuh
(termasuk yang ada di otak dan jantung), sehingga merokok
mendorong terjadinya aterosklerosis, mengurangi aliran darah, dan
menyebabkan darah mudah menggumpal.
11. Alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu
metabolisme tubuh, sehingga terjadi dislipidemia, diabetes melitus,
mempengaruhi berat badan dan tekanan darah, dapat merusak sel-sel
saraf tepi, saraf otak dan lain-lain. Semua ini mempermudah
terjadinya stroke.
12. Stress
Stress psiokososial dapat menyebabkan depresi. Jika depresi
berkombinasi dengan faktor risiko lain (misalnya, aterosklerosis
berat, penyakit jantung atau hipertensi) dapat memicu terjadinya
stroke.
13. Penyalahgunaan Obat
Pada orang-orang yang menggunakan narkoba terutama jenis
suntikan akan mempermudah terjadinya stroke, akibat dari infeksi
dan kerusakan dinding pembuluh darah otak. Disamping itu, zat
narkoba itu sendiri akan mempengaruhi metabolisme tubuh,
sehingga mudah terserang stroke. Hasil pengumpulan data dari
rumah sakit Jakarta tahun 2001 yang menangani narkoba, didapatkan
bahwa lebih dari 50% pengguna narkoba dengan suntikan berisiko
terkena stroke.

10
2.5 Diagnosis Penyakit Stroke

Diagnosis dini dapat dilakukan dengan cara bersiul. Saat seseorang


mengalami kesulitan bersiul diduga orang tersebut mengalami
kelumpuhan pada  nervus facialis yang merupakan salah satu dari 12
saraf cranial (saraf kranialis ke-7) dimana saraf ini berperan besar
mengatur ekspresi dan indra perasa di kulit wajah manusia. Saraf fasialis
sendiri memiliki 2 komponen utama yang berperan dalam persarafan
otot ekspresi wajah. Komponen inilah yang merupakan saraf fasialis
sesungguhnya,  Itulah sebabnya kenapa saat terjadi stroke, gangguan
pada saraf facialis ini akan menyebabkan seseorang menjadi kesulitan
untuk bersiul karena pusat pengaturan otot-otot disekitar wajah dan
mulutnya terganggu.
Cara deteksi adanya kelumpuhan otot wajah akibat gangguan saraf
facialis yang lainnya adalah dengan mengamati ada tidaknya
kelumpuhan otot-otot wajah seperti kesulitan dalam menutup kelopak
mata, gangguan rasa pengecap, gangguan pendengaran (hiperakusis).
Selain itu kelumpuhan fungsi motorik nervus fasialis mengakibatkan
otot-otot wajah satu sisi tidak berfungsi, ditandai dengan hilangnya
lipatan hidung, bibir, turunnya sudut mulut sehingga bibir tertarik kesisi
yang sehat (bibir perot). Selain itu penderita akan mengalami kesulitan
mengunyah dan menelan sehingga air ludah akan keluar dari sudut
mulut yang turun. Gejala lain yang mudah dideteksi biasanya penderita
mengalami sulit berbicara (pelo).
Pada serangan stroke terdapat tanda dan gejala kelumpuhan nervus
facialis hanya merupakan sebagian pemeriksaan pendukung untuk
menegakkan diagnose stroke. Dari pemeriksaan-pemeriksaan tersebut
dapat diketahui jenis serangan stroke sekaligus upaya menilai berat
ringannya stroke yang dialami seseorang sehingga akan mempermudah
dalam penanganan selanjutnya.
Diagnosis dtroke biasanya ditegakkan berdasarkan perjalanan
penyakit dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik dapat membantu

11
menentukan lokasi kerusakan pada otak. Ada dua jenis teknik
pemeriksaan imaging (pencitraan) untuk mengevaluasi kasus stroke atau
penyakit pembuluh darah otak (Cerebrovaskuler Desease/CVD), yaitu
Computed Thomography Scanning (CT Scan) dan Magnetic Resonance
Imaginng (MRI).
CT Scan diketahui sebagai pendeteksi imaging yang paling mudah,
cepat dan relatif murah untuk kasusu stroke. Namun dalam beberapa hal,
CT Scan kurang sensitif dibanding dengan MRI, misalnya pada kasus
stroke hiperakut.
Untuk memperkuat diagnosis biasany dilakukan pemeriksaan CT
Scan/MRI. Kedua pemeriksaan tersebut juga bisa membaantu
menentukn penyeban dari stroke, apakah perdarahan atau tumor otak.
Kadang dilakukan angiografi yaitu penentuan susunan pembuluh darah
atau getah bening melalui kapilaroskopi atau fluoroskopi (Anonym,
2007).

2.6 Pencegahan Penyakit Stroke

Menurut Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke (1999) di


Indonesia, upaya yang dilakukan untuk pencegahan penyakit stroke
yaitu :
1. Pencegahan Primordial
Tujuan pencegahan primordial adalah mencegah timbulnya
faktor risiko stroke bagi individu yang belum mempunyai faktor
risiko. Pencegahan primordial dapat dilakukan dengan cara
melakukan promosi kesehatan, seperti berkampanye tentang bahaya
rokok terhadap stroke dengan membuat selebaran atau poster yang
dapat menarik perhatian masyarakat. Selain itu, promosi kesehatan
lain yang dapat dilakukan adalah program pendidikan kesehatan
masyarakat, dengan memberikan informasi tentang penyakit stroke
melalui ceramah, media cetak, media elektronik dan billboard.
2. Pencegahan Primer

12
Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya
faktor risiko stroke bagi individu yang mempunyai faktor risiko
dengan cara melaksanakan gaya hidup sehat bebas stroke, antara lain
a. Menghindari : Rokok, stress, alkohol, kegemukan,
konsumsi garam berlebihan, obat-obatan golongan amfetamin,
kokain dan sejenisnya.
b. Mengurangi : Kolesterol dan lemak dalam makanan.
c. Mengendalikan : Hipertensi, DM, penyakit jantung (misalnya
fibrilasi atrium, infark miokard akut, penyakit jantung reumatik).
d. Menganjurkan : Konsumsi gizi yang seimbang seperti, makan
banyak sayuran, buah-buahan, ikan terutama ikan salem dan
tuna, minimalkan junk food dan beralih pada makanan
tradisional yang rendah lemak dan gula, serealia dan susu rendah
lemak serta dianjurkan berolahraga secara teratur.
3. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah
menderita stroke. Pada tahap ini ditekankan pada pengobatan
terhadap penderita stroke agar stroke tidak berlanjut menjadi kronis.
Tindakan yang dilakukan adalah :
a. Obat-obatan, yang digunakan adalah Asetosal (asam asetil
salisilat) digunakan sebagai obat antiagregasi trombosit pilihan
pertama dengan dosis berkisar antara 80-320mg/hari,
antikoagulan oral diberikan pada penderita dengan faktor resiko
penyakit jantung (fibrilasi atrium, infark miokard akut, kelainan
katup) dan kondisi koagulopati yang lain.
b. Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko stroke, misalnya
mengkonsumsi obat antihipertensi yang sesuai pada penderita
hipertensi, mengkonsumsi obat hipoglikemik pada penderita
diabetes, diet rendah lemak dan mengkonsumsi obat
antidislipidemia pada penderita dislipidemia, berhenti merokok,
berhenti mengkonsumsi alkohol, hindari kelebihan berat badan
dan kurang gerak.

13
4. Pencegahan Tersier
Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mereka yang telah
menderita stroke agar kelumpuhan yang dialami tidak bertambah
berat dan mengurangi ketergantungan pada orang lain dalam
melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Pencegahan tersier dapat
dilakukan dalam bentuk rehabilitasi fisik, mental dan sosial.
Rehabilitasi akan diberikan oleh tim yang terdiri dari dokter,
perawat, ahli fisioterapi, ahli terapi wicara dan bahasa, ahli
okupasional, petugas sosial dan peran serta keluarga.
a. Rehabilitasi Fisik
Pada rehabilitasi ini, penderita mendapatkan terapi yang dapat
membantu proses pemulihan secara fisik. Adapun terapi yang
diberikan yaitu yang pertama adalah fisioterapi, diberikan untuk
mengatasi masalah gerakan dan sensoris penderita seperti
masalah kekuatan otot, duduk, berdiri, berjalan, koordinasi dan
keseimbangan serta mobilitas ditempat tidur. Terapi yang kedua
adalah terapi okupasional (Occupational Therapist), diberikan
untuk melatih kemampuan penderita dalam melakukan aktivitas
sehari-hari seperti mandi, memakai baju, makan dan buang air.
Terapi yang ketiga adalah terapi wicara dan bahasa, diberikan
untuk melatih kemampuan penderita dalam menelan makanan
dan minuman dengan aman serta dapat berkomunikasi dengan
orang lain.
b. Rehabilitasi Mental
Sebagian besar penderita stroke mengalami masalah emosional
yang dapat mempengaruhi mental mereka, misalnya reaksi sedih,
mudah tersinggung, tidak bahagia, murung dan depresi. Masalah
emosional yang mereka alami akan mengakibatkan penderita
kehilangan motivasi untuk menjalani proses rehabilitasi. Oleh
sebab itu, penderita perlu mendapatkan terapi mental dengan
melakukan konsultasi dengan psikiater atau ahli psikologi klinis.
c. Rehabilitasi Sosial

14
Pada rehabilitasi ini, petugas sosial berperan untuk membantu
penderita stroke menghadapi masalah sosial seperti, mengatasi
perubahan gaya hidup, hubungan perorangan, pekerjaan, dan
aktivitas senggang. Selain itu, petugas sosial akan memberikan
informasi mengenai layanan komunitas lokal dan badan-badan
bantuan sosial, seperti mandi, memakai baju, makan dan buang
air. Terapi yang ketiga adalah terapi wicara dan bahasa,
diberikan untuk melatih kemampuan penderita dalam menelan
makanan dan minuman dengan aman serta dapat berkomunikasi
dengan orang lain.
2.7 Penatalaksanaan Penyakit Stroke
Dalam perjalanan penyakitnya, stroke memiliki beberapa fase yang
perlu diperhatikan dalam tatalaksana pengobatan. Fase atau tahapan
proses sejak stroke akut sampai fase ke kehidupan sehari-hari adalah
sebagai berikut (Junaidi, 2004):
1. Fase akut berlangsung antara 4-7 hari. Tujuan pada fase ini adalah
pasien selamat dari serangan stroke.
2. Fase stabilisasi, berlangsung antara 2-4 minggu. Tujuan pada fase ini
adalah pasien belajar lagi keterampilan motorik yang terganggu dan
belajar penyesuaian baru untuk mengimbangi keterbatasan yang
terjadi.
3. Rehabilitasi, yang bertujuan untuk melanjutkan proses pemulihan
untuk mencapai perbaikan kemampuan fisik, mental, sosial,
kemampuan bicara dan ekonomi.
4. Fase ke kehidupan sehari-hari, dimana pasien harus menghindari
terulangnya stroke akut, biasanya dianjurkan untuk:
a. Melakukan kontrol tensi secara rutin
b. Kendalikan kadar gula darah
c. Berhenti merokok
d. Diet rendah lemak
e. Menghindari risiko terjadinya stres

15
2.8. Pengertian PPOK

Penyakit Paru Obstruktif Kronis adalah gangguan progresif lambat


kronis ditandai oleh obstruksi saluran pernafasan yang menetap atau sedikit
reversibel, tidak seperti obstruksi saluran pernafasan reversibel pada asma.
(Davey, 2003)

Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah kelainan dengan klasifikasi


yang luas, termasuk bronkitis, brokiektasis, emfisema, dan asma. Ini
merupakan kondisi yang tidak dapat pulih yang berkaitan dengan dispnea
pada aktivitas fisik dan mengurangi aliran udara . (Suzanne C. Smeltzer,
2001)

Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan sekumpulan


penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan
resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaraan patofisiologi
utamanya.Bronkitis kronis, emfisema paru, dan asma bronkial membentuk
satu kesatuan yang disebut Chronic Obstructive Pulmonary Disease
(COPD). (Sylvia Anderson Price, 2005)

Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah sejumlah gangguan yang


mempengaruhi pergerakan udara dari dan ke luar paru. Gangguan yang
penting adalah bronkitis obstruktif, efisema, dan asma bronkial. (Muttaqin,
2008)

2.9. Epidemiologi Penyakit PPOK

Epidemiologi penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau chronic


obstructive pulmonary disease (COPD) di seluruh dunia tidak diketahui
secara pasti, namun diperkirakan berkisar antara 7-19%.

Epidemiologi penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau chronic


obstructive pulmonary disease di seluruh dunia tidak diketahui secara pasti,

16
namun diperkirakan berkisar antara 7-19%. The Burden of Obstructive
Lung Disease (BOLD) mengungkapkan angka prevalensi global adalah
10.1%. Pria ditemukan memiliki prevalensi 8.5% dan wanita 8.5%. Angka
prevalensi bervariasi di berbagai daerah di dunia. Kota Cape Town di Afrika
Selatan memiliki angka prevalensi tertinggi, yaitu 22.2% pada pria dan
16.7% pada wanita. Kota Hannover di Jerman memiliki angka prevalensi
terendah, yaitu 8,6% pada pria dan 3.7% pada wanita. Angka kematian
karena PPOK di seluruh dunia diperkirakan mencapai 3 juta kematian pada
tahun 2015. Ini berarti sekitar 5% dari seluruh kematian di dunia. Lebih dari
95% kematian karena PPOK terjadi pada Negara berpenghasilan rendah dan
sedang. PPOK merupakan penyebab kematian ketiga di amerika serikat
dengan angka kematian mencapai 120000 orang per tahun.

Berdasarkan hasil survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)


Departemen Kesehatan Republik Indonesia (DEPKES) tahun 1992
menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronik dan emfisema
menduduki peringkat keenam dari 10 penyebab tersering kematian di
Indonesia. Dari hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013
menunjukkan bahwa prevalensi PPOK di Indonesia sebanyak 3,7%.[6] Pada
tahun 2015 saja, dapat dilihat bahwa penduduk berusia 15 tahun keatas yang
mengkonsumsi rokok sebesar 22,57% di perkotaan dan 25,05% di pedesaan.
Rata-rata jumlah batang rokok yang dihabiskan selama seminggu mencapai
76 batang di perkotaan dan 80 batang di pedesaan. Hal ini menunjukkan
tingginya angka perokok di Indonesia yang merupakan faktor risiko utama
PPOK.[7]

2.10. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernafasan

1. Anatomi sistem pernafasan

a. Hidung

Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama,

mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum

17
nasi).Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara,

debu, dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung.

b. Faring

Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan

pernapasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di

belakang rongga hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang leher.

Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas berhubungan

dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama koana, ke

depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama

istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang (ke depan lubang laring dan ke

belakang lubang esofagus).

c. Laring

Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan

bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring

sampai ketinggian vertebra servikal dan masuk ke dalam trakhea di

bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang

tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang

rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring.

d. Trakea

Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang

dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan

yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C) sebelah dalam diliputi oleh

18
selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak

ke arah luar. Panjang trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang terdiri dari

jarigan ikat yang dilapisi oleh otot polos.

e. Bronkus

Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea,


ada 2

buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai

struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus

itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru-paru.Bronkus

kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8

cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping

dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang.

Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut


bronkiolus

(bronkioli).Pada bronkioli tidak terdapat cincin lagi, dan pada ujung

bronkioli terdapat gelembung paru atau gelembung hawa atau alveoli.

Bronkus pulmonaris,trakea terbelah menjadi dua bronkus utama :

bronkus ini bercabang lagi sebelum masuk paru-paru. Dalam


perjalanannya

menjelajahi paru-paru,bronkus-bronkus pulmonaris bercabang dan beranting

lagi banyak sekali. Saluran besar yang mempertahankan struktur serupa

dengan yang dari trakea mempunyai diinding fibrosa berotot yang

mengandung bahan tulang rawan dan dilapisi epitelium bersilia. Makin kecil

19
salurannya, makin berkurang tulang rawannya dan akhirnya tinggal dinding

fibrosa berotot dan lapisan silia. Bronkus terminalis masuk kedalam saluran

yang agak lain yang disebut vestibula, dan disini membran pelapisnya mulai

berubah sifatnya : lapisan epitelium bersilia diganti dengan sel epitelium

yang pipih. Dari vestibula berjalan beberapa infundibula dan didalam

dindingnya dijumpai kantong-kantong udara itu . kantong udara atau alveoli

itu terdiri atas satu lapis tunggal sel epitelium pipih, dan disinilah darah

hampir langsung bersentuhan dengan udara suatu jaringan pembuluh darah

kapiler mengitari alveoli dan pertukaran gas pun terjadi.Pembuluh darah

dalam paru-paru. Arteri pulmonaris membawa darah yang sudah tidak

mengandung oksigen dari ventikel kanan jantung ke paru-paru; cabang

cabangnya menyentuh saluran-saluran bronkial, bercabang-cabang lagi

sampai menjadi arteriol halus; arteriol itu membelah belah dan membentuk

jaringan kapiler dan kapiler itu menyentuh dinding alveoli atau gelembung

udara.

Kapiler halus itu hanya dapat memuat sedikit , maka praktis dapat

dikatakan sel-sel darah merah membuat garis tungggal. Alirannnya bergerak

lambat dan dipisahkan dari udara dalam alveoli hanya oleh dua membran

yang sangat tipis, maka pertukaran gas berlangsung dengan difusi, yang

merupakan fungsi pernafasan.Kapiler paru-paru bersatu dan bersatu lagi

sampai menjadi pembuluh darah lebih besar dan akhirnya dua vena

pulmonaris meninggalkan setiap paru-paru membawa darah berisi oksigen

20
ke atrium kiri jantung untuk didistribusikan keseluruh tubuh melalui aorta.

Pembuluh darah yang dilukiskan sebagai arteri bronkialis membawa

darah berisi oksigen langsung dari aorta toraksika ke paru-paru guna

memberi makan dan menghantarkan oksigen kedalam jaringan paru-paru

sendiri. Cabang akhir arteri-arteri ini membentuk pleksus kapiler yang

tampak jelas dan terpisah dari yang terbentuk oleh cabang akhir arteri

pulmonaris, tetapi beberapa dari kapiler ini akhirnya bersatu dalam vena

pulmonaris dan darahnya kemudian dibawa masuk ke dalam vena

pulmonaris. Sisa darah itu dihantarkan dari setiap paru-paru oleh vena

bronkialis dan ada yang dapat mencapai vena cava superior. Maka dengan

demikian paru-paru mempunyai persendian darah ganda.

Hilus (tampuk) paru-paru dibentuk oleh struktur berikut : Arteri

pulmonaris,yang mengembalikan darah tanpa oksigen kedalam paru-paru

untuk diisi Oksigen,vena pulmonalis yang mengembalikan darah berisi

oksigen dari paru-paru ke jantung.Bronkus yang bercabang dan


beranting

membentuk pohon bronkial, merupakan jalan utama udara.Arteri bronkialis,

keluar dari aorta dan menghantarkan darah arteri ke jaringan paru-paru.Vena

bronkialis, mengembalikan sebagian darah dari paru-paru ke vena kava

superior. Pembuluh limfe, yang masuk keluar paru-paru, sangat

banyak.Persyarafan . Paru-paru mendapat pelayanandari saraf vagus dan

saraf simpati.Kelenjar limfe. Semua pembuluh limfe yang menjelajahi

21
struktur paru-paru dapat menyalurkan kedalam kelenjar yang ada ditampuk

paru-paru.

Pleura,setiap paru-paru dilapisi membran serosa rangkap dua yaitu

pleura. Pleura viseralis erat melapisi paru-paru, masuk kedalam fisura, dan

dengan demikian memisahkan lobus satu dari yang lain. Membran ini

kemudian dilipat kembali disebelah tampuk paru-paru dan membentuk

pleura parietalis dan melapisi bagian dalam dinding dada. Pleura yang

melapisi iga-iga ialah pleura kostalis, bagian yang menutupi diafragma

adalah pleura diafragmatika, dan bagian yang terletak dileher ialah pleura

servikalis. Pleura ini diperkuat oleh membran yang kuat bernama membran

suprapleuralis (fasia sibson) dan diatas membran ini terletak arteri

subklavia.

Diantara kedua lapisan pleura itu terdapat sedikit eksudat untuk

minyaki permukaannya dan menghindarkan gesekan antara paru-paru dan

dinding dada yang sewaktu bernafas bergerak. Dalam keadaan sehat kedua

lapisan itu satu dengan yang lain erat bersentuhan . ruang atau rongga pleura

itu hanyalah ruang yang tidak nyata, tetapi dalam keadaan tidak normal atau

cairan memisahkan kedua pleura itu dan ruang diantaranya menjadi jelas.

f. Paru-paru

Paru-paru ada dua, merupakan alat pernfasan utama. Paru-paru


mengisi

rongga dada. Terletak disebelah kanan dan kiri dan ditengah dipisahkan oleh

22
jantung beserta pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak

didalam media stinum. Paru-paru adalah organ yang berbentuk kerucut

dengan apeks (puncak) diatas dan sedikit muncul lebih tinggi daripada

clavikula didalam dasar leher. Pangkal paru-paru duduk diatas landae

rongga thoraks,diatas diafraghma. Paru-paru mempunyai permukaan luar

yang menyentuh iga-iga, permukaan dalam yang memutar tampuk paru

paru, sisi belakang yang menyentuh tulang belakang,dan sisi depan yang

menutup sebagian sisi depan jantung.Paru-paru dibagi menjadi beberapa

belahan atau lobus oleh fisura. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus dan

paru-paru kiri dua lobus. Setiap lobus tersusun atas lobula. Jaringan paru

paru elastis,berpori, dan seperti spons.

2. Fisiologi pernafasan

Fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbondoksida .

pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan eksterna, oksigen

dipungut melalui hidung dan mulut pada waktu bernafas; oksigen masuk

melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli, dan dapat behubungan erat

dengan darah didalam kapiler pulmonaris.Hanya satu lapisan membran,

yaitu membran alveoli kapiler,yang memisahkan oksigen dari darah.

Oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel


darah

merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa didalam arteri kesemua

bagian tubuh. Dan meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100

23
mmHg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95% jenuh oksigen.

Di dalam paru-paru,karbondioksida, salah satu hasil buangan

metabolisme, menembus membran alveoler kapiler darah ke alveoli, dan

setelah melalui pipa bronkial dan trakea, dinapaskan keluar melalui hidung

dan mulut.Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner

atau pernafasan eksterna :

1. Ventilasi pulmoner, atau gerak pernafasan yang menukar udara


dalam
2. alveoli dengan udara luar.
3. Arus darah melalui paru-paru.
4. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam
jumlah
5. tepat dapat mencapai semua bagian tubuh.
6. Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler,
CO2

lebih mudah berdifusi daripada oksigen.

Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang


meninggalkan

paru-paru menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada waktu gerak badan,
lebih

banyak darah datang di paru-paru membawa terlalu banyak CO2 dan


terlampau

sedikit O2; jumlah CO2 itu tidak dapat dikeluarkan, maka konsentrasinya

dalam darah arteri bertambah. Hal ini merangsang pusat pernafasan dalam
otak

24
untuk memperbesar kecepatan dan dalamnya pernafasan. Penambahan
ventilasi

ini mengeluarkan CO2 dan memungut lebih banyak O2.

Pernafasan jaringan atau pernafasan interna,darah yang telah


menjenuhkan

hemoglobinnya dengan oksigen (oksihemoglobin) mengitari seluruh tubuh


dan

akhirnya mencapai kapiler, di mana darah bergerak sangat lambat. Sel


jaringan

memungut oksigen dari hemoglobin untuk memungkinkan oksigen

berlangsung, dan darah menerima, sebagai gantinya, hasil buangan oksidasi,

yaitu karbondioksida.Perubahan-perubahan berikut terjadi pada komposisi

udara dalam alveoli, yang disebabkan pernafasan eksterna dan pernafasan

eksterna dan pernafasan interna atau pernafasan jaringan. Udara yang

dihembuskan jenuh dengan uap air dan mempunyai suhu yang sama dengan

badan (20 persen panas badan hilang untuk pemanasan udara yang

dikeluarkan).

Daya muat udara oleh paru-paru,besar daya muat udara oleh paru-
paru ialah 4.500 ml sampai 5000 ml atau 4½ sampai 5 liter udara. Hanya
sebagian

kecil dari udara ini, kira-kira 1/10-nya atau 500 ml adalah udara pasang
surut (tidal air ), yaitu yang dihirup masuk dan diembuskan keluar pada
pernafasan biasa dengan tenang.Kapasitas vital,volume udara yang dapat
dicapai masuk dan keluar paru-paru pada penarikan napas paling kuat
disebut kapasitas paru paru. Diukurnya dengan alat spirometer. Pada
seorang laki-laki, normal 4-5 liter dan pada seorang perempuan ,3-4 liter.

25
Kapasitas itu berkurang pada penyakit paru-paru, penyakit jantung (yang
menimbulkan kongesti paru-paru),dan kelemahan otot pernafasan.

C. Etiologi

Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya Penyakit Paru Obstruksi Kronik

(PPOK) adalah :

1. Kebiasaan merokok
2. Polusi udara
3. Paparan debu,asap,dan gas-gas kimiawi akibat kerja
4. Riwayat infeksi saluran nafas
5. Bersifat genetik yaitu difisiensi α-1 antitripsin merupakan
predisposisi untuk

berkembangnya Penyakit Paru Obstruksi Kronik dini. (mansjoer,


2001)

2.11. Patofisiologi

Pada bronkitis kronik terjadi penyempitan saluran nafas.


Penyempitan ini

dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas dan menimbulkan sesak. Pada

bronkitis kronik, saluran pernafasan kecil yang berdiameter kurang dari 2


mm

menjadi lebih sempit. Berkelok-kelok, dan berobliterasi. Penyempitan ini

terjadi karena metaplasia sel goblet. Saluran nafas besar juga menyempit

karena hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mukus. Pada emfisema paru

penyempitan saluran nafas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-


paru.

(Mansjoer, 2001)

26
Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan nafas yaitu:

inflamasi dan pembengkakan bronki, produksi lendir yang berlebihan,

kehilangan rekoil elastik jalan nafas, dan kolaps bronkiolus serta redistribusi

udara ke alveoli yang berfungsi. Karena dinding alveoli mengalami


kerusakan,

area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara

kontinu berkurang mengakibatkan kerusakan difusi oksigen.


Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir,
eliminasikarbondioksida mengalami kerusakan mengakibatkan peningkatan
tekanan karbon dalam darah arteri (hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis

respirastorius individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik


kealiran masuk dan aliran keluar dari paru. Untuk mengalirkan udara ke
dalam dan keluar paru-paru, dibutuhkan tekanan negatif selama inspirasi
dan tekanan positifdalam tingkat yang adekuat harus dicapai dan
dipertahankan selama ekspirasi. (Mansjoer, 2001) (Diane C. Baughman,
2000)

2.12. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah :

1. Batuk
2. Sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau
mukopurulen.
3. Sesak, sampai menggunakan otot-otot pernafasan tambahan untuk
bernafas (mansjoer, 2001)

2.13. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan medis

penatalaksanaan medis dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:

27
a. Berhenti merokok harus menjadi prioritas.

b. Bronkodilator (β-agonis atau antikolinergik) bermanfaat pada


240% kasus.

c. Pemberian terapi oksigen jangka panjang selama >16 jam

memperpanjang usia pasien dengan gagal nafas kronis (yaitu pasien

dengan PaO2 sebesar 7,3 kPa dan FEV 1 sebesar 1,5 L).

d. Rehabilitasi paru (khususnya latihan olahraga) memberikan


manfaatsimtomatik yang signifikan pada pasien dengan pnyakit
sedang-berat.

e. Operasi penurunan volume paru juga bisa memberikan perbaikan


dengan meningkatkan elastic recoil sehingga mempertahankan
patensi jalan nafas. (Davey, 2002)

2. Penatalaksanaan keperawatan

Penatalaksanaan keperawatan dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik


adalah:

a. Mempertahankan patensi jalan nafas

b. Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas

c. Meningkatkan masukan nutrisi

d. Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi

e. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan


program

pengobatan (Doenges, 2000)

2.14. Komplikasi

Komplikasi dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:

28
1. Bronkhitis akut

2. Pneumonia

3. Emboli pulmo

4. Kegagalan ventrikel kiri yang bersamaan bisa memperburuk


PPOK stabil (Lawrence M. Tierney, 2002)

2.15. Pengertian Colitis

Kolitis adalah radang pada kolon. Radang ini disebabkan akumulasi


cytokine yang mengganggu ikatan antar sel epitel sehingga menstimulasi
sekresi kolon, stimulasi sel goblet untuk mensekresi mucus dan
mengganggu motilitas kolon. Mekanisme ini menurunkan kemampuan
kolon untuk mengabsorbsi air dan menahan feses ( Tilley et al, 1997).

  Kolitis dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain infeksi


akut atau kronik oleh virus, bakteri, dan amoeba, termasuk keracunan
makanan. Kolitis dapat juga disebabkan gangguan aliran darah ke daerah
kolon yang dikenal dengan kolitis iskemik. Adanya penyakit autoimun
dapat menyebabkan kolitis, yaitu kolitis ulseratif dan penyakit Cohrn.
Kolitis limfositik dan kolitis kolagenus disebabkan beberapa lapisan dinding
kolon yang ditutupi oleh sel-sel limfosit dan kolagen. Selain itu, kolitis
dapat disebabkan zat kimia akibat radiasi dengan barium enema yang
merusak lapisan mukosa kolon, dikenal dengan kolitis kemikal.

Faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya kolitis ditinjau dari


teori Blum dibedakan menjadi empat faktor, yaitu: faktor biologi, faktor
lingkungan, faktor pelayanan kesehatan, dan faktor prilaku.

Faktor Biologi: Jenis kelamin: Wanita beresiko lebih besar


dibanding laki-laki. Usia: 15-25 tahun, dan lebih dari 50 tahun. Genetik/
familial: Riwayat keluarga dengan kolitis.

 Faktor Lingkungan: Lingkungan dengan sanitasi dan higienitas


yang kurang baik. Nutrisi yang buruk.

29
Faktor Perilaku: Kegemukan (obesitas). Merokok. Stress / emosi.
Pemakaian laksatif yang berlebihan. Kebiasaan makan makanan tinggi serat,
tinggi gula, alkohol, kafein, kacang, popcorn, makanan pedas. Kurang
kesadaran untuk berobat dini. Keterlambatan dalam mencari pengobatan.
Tidak melakukan pemeriksaan rutin kesehatan.

Faktor Pelayanan Kesehatan: Minimnya pengetahuan petugas


kesehatan. Kurangnya sarana dan prasarana yang memadai. Keterlambatan
dalam diagnosis dan terapi. Kekeliruan dalam diagnosis dan terapi.   Tidak
adanya program yang adekuat dalam proses skrining awal penyakit.

2.16. Etiologi

   Kolitis bisa menjalar ke belakang sehingga menyebabkan proktitis.


Penyebab dari kolitis ada beberapa macam antara lain ( Tilley et al, 1997) :

 Infeksi : Trichuris vulpis, Ancylostoma sp, Entamoeba


histolytica, Balantidium coli, Giardia spp, Trichomonas spp,
Salmonella spp, Clostridium spp, Campylobacter spp, Yersinia
enterolitica, Escherichia coli, Prototheca, Histoplasma
capsulatum, dan Phycomycosis.
 Faktor familial/genetik

Penyakit ini lebih sering dijumpai pada orang kulit putih daripadaorang 
kulit
hitam dan orang Cina, dan insidensinya meningkat (3sampai 6 kali lipat) pa
da orang
Yahudi dibandingkan dengan orangnon Yahudi. Hal ini menunjukkan bahw
a dapat

 ada predisposisi genetik terhadap perkembangan penyakit ini


 Trauma : benda asing, material yang bersifat abrasif.
 Alergi : protein dari pakan atau bisa juga protein bakteri.
 Polyps rektokolon
 Intususepsi ileokolon

30
 Inflamasi : Lymphoplasmacytic, eoshinophilic,
granulopmatous, histiocytic
 Neoplasia : Lymphosarcoma, Adenocarcinoma
 Sindrom iritasi usus besar (Irritable Bowel Syndrome)

2.17. Klasifikasi

Berdasarkan penyebab dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Kolitis infeksi, misalnya: 


shigelosis, kolitis tuberkulosa, kolitisamebik,
kolitis pseudomembran, kolitis karena virus/bakteri/parasit.
b. Kolitis non-infeksi, misalnya :
kolitis ulseratif, penyakit  Crohn’s kolitis radiasi, kolitis iskemik,
kolitis mikroskopik, kolitis non-spesifik (simple colitis).

Pembahasan ini difokuskan pada kolitis infeksi yang sering


ditemukan di Indonesia sebagai daerah tropik, yaitu
kolitisamebik, shigellosis, dan kolitis tuberkulosa serta infeksi E.colipatogen
yang dilaporkan sebagai salah satu penyebab utama diare kronik di
Indonesia.

2.18. Patofisiologi

      Suatu serangan bisa mendadak dan berat, menyebabkan diare hebat,
demam tinggi, sakit perut dan peritonitis (radang selaput perut). Selama
serangan, penderita tampak sangat sakit. Yang lebih sering terjadi adalah
serangannya dimulai bertahap, dimana penderita memiliki keinginan untuk
buang air besar yang sangat, kram ringan pada perut bawah dan tinja yang
berdarah dan berlendir.

Jika penyakit ini terbatas pada rektum dan kolon sigmoid, tinja
mungkin normal atau keras dan kering. Tetapi selama atau diantara waktu
buang air besar, dari rektum keluar lendir yang mengandung banyak sel
darah merah dan sel darah putih. Gejala umum berupa demam, bisa ringan

31
atau malah tidak muncul. Jika penyakit menyebar ke usus besar, tinja lebih
lunak dan penderita buang air besar sebanyak 10-20 kali/hari.

         Penderita sering mengalami kram perut yang berat, kejang pada
rektum yang terasa nyeri, disertai keinginan untuk buang air besar yang
sangat. Pada malam haripun gejala ini tidak berkurang. Tinja tampak encer
dan mengandung nanah, darah dan lendir. Yang paling sering ditemukan
adalah tinja yang hampir seluruhnya berisi darah dan nanah.

       Penderita bisa demam, nafsu makannya menurun dan berat badannya
berkurang.Kolitis ulseratif adalah penyakit ulseratif dan inflamasi berulang
dari lapisan mukosa kolon dan rectum. Penyakit ini umumnya mengenai
orang kaukasia, termasuk keturunan Yahudi. Puncak insidens adalah pada
usia 30-50 tahun. Kolitis ulseratif adalah penyakit serius, disertai dengan
komplikasi sistemik dan angka mortalitas yang tinggi. Akhirnya 10%-15%
pasien mengalami karsinoma kolon.

Kolitis ulseratif mempengaruhi mukosa superfisisal kolon dan


dikarakteristikkan dengan adanya ulserasi multiple, inflamasi menyebar, dan
deskuamasi atau pengelupasan epitelium kolonik. Perdarahan terjadi sebagai
akibat dari ulserasi. Lesi berlanjut, yang terjadi satu secara bergiliran, satu
lesi diikuti lesi yang lainnya. Proses penyakit mulai pada rectum dan
akhirnya dapat mengenai seluruh kolon. Akhirnya usus menyempit,
memendek dan menebal akibat hipertrofi muskuler dan deposit lemak.

2.19.Penatalaksanaan

1.      Terapi farmakologi

Tujuan terapi farmakologi adalah untuk mengurangi morbiditas dan


untuk mencegah komplikasi, dengan pertimbangan terapi berikut ini.

a.         Tumor necrosis factor (TNF) inhibitors.

32
Agen ini mencegah sitokin endogen dari mengikat ke reseptor
permukaan sel dan mengarahkan aktivitas biologis.

b.        Immunomodulators

 Agen ini mengatur faktor-faktor kunci dari sistem kekebalan tubuh.

c.         Antibiotik

 Antibiotik belum terbukti memberikan keuntungan yang konsisten


dari beberapa uji coba terkontrol untuk pengobatan kolitis ulseratif aktif.
Akan tetapi, biasanya diberikan pada dasar empiris pada pasien dengan
kolitis yang parah dan dapat membantu menghindari suatu infeksi yang
mengancam jiwa.

d.        Kortikosteroid

Digunakan dalam moderat hingga berat kasus aktif untuk induksi


remisi. Agen ini tidak memiliki manfaat dalam mencegah remisi;
penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan efek samping.

2.      Terapi bedah

Bedah memainkan peran integral dalam pengobatan kolitis ulseratif


untuk mengontrol dan mengobati gejala komplikasi. Pembedahan dilakukan
sesuai dengan kondisi klinik individu. Beberapa jenis pembedahan pada
kolitis ulseratif, meliputi : Subtotal Colectomy with Ileostomy and
Hartmann’s Pouch, Total Proctocolectomy with Ileostomy, Total
Abdominal Colectomy with Ileal Rectal Anastomosis, Total
Proctocolectomy with Continent (Kock) Pouch, Total Proctocolectomy with
Ileal Pouch Anal Anastomosis, Anal Transition Zone
Preservation, dan Doverting Ileostomy.

Pertimbangan untuk total kolektomi adalah sebagai berikut (Becker, 1999).

a. Refraktori penyakit dengan kegagalan terapi medis.


b. Terdapat bukti karsinoma atau dysplasia.

33
c. Pendarahan parah.
d. Kolitis fulminan tidak responsif terhadap pengobatan.
e. Megakolon toksik.
f. Perforasi.
g. Obstruksi dan striktur dengan kecurigaan untuk kanker.
h. Sistemik komplikasi dari obat, khususnya steroid.
i. Gagal tumbuh pada anak-anak

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Cerebrovaskuler Desease atau Stroke adalah suatu serangan


mendadak yang terjadi di otak dan dapat mengakibatkan kerusakan pada
sebagian atau secara keseluruhan dari otak yang disebabkan oleh gangguan

34
peredaran pada pembuluh darah yang mensuplai darah ke otak, biasanya
berlangsung lebih dari 24 jam.

Stroke dibagi menjadi dua jenis, yaitu stroke iskemik dan stroke
hemoragik. Stroke ditemukan pada semua golongan usia, namun sebagian
besar akan dijumpai pada usia diatas 55 tahun.Beberapa faktor risiko yang
dapat menimbulkan penyakit stroke diantaranya yaitu usia, jenis kelamin,
Ras, Hereditas dan beberapa penyakit seperti DM, Hipertensi, dll.

Penyakit Paru Obstruktif Kronis adalah gangguan progresif


lambatkronis ditandai oleh obstruksi saluran pernafasan yang menetap atau
sedikit reversibel, tidak seperti obstruksi saluran pernafasan reversibel pada
asma.

Kolitis adalah radang pada kolon. Radang ini disebabkan akumulasi


cytokine yang mengganggu ikatan antar sel epitel sehingga menstimulasi
sekresi kolon, stimulasi sel goblet untuk mensekresi mucus dan
mengganggu motilitas kolon. Mekanisme ini menurunkan kemampuan
kolon untuk mengabsorbsi air dan menahan feses

3.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, kami mempunyai beberapa saran:


1. Agar pembaca dapat mengetahui tentang apa itu penyakit Stroke.
2. Agar pembaca dapat mengetahui tentang apa itu penyakit paru
obstruktif kronik dan penyekit collitis

Kami sebagai penulis menyadari bahwa makalah ini belum


sempurna. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran guna
penyempurnaan dalam membuat makalah dikemudian hari. Dengan
membaca kita dapat menambah ilmu pengetahuan kita, jangan pernah malas
untuk membaca meski hanya satu kalimat yang berisi suatu ilmu
pengetahuan.

35
Daftar Pustaka

Wanda Ramadhani, 2017, Makalah PTM Stroke, Diakses 22 Desember


2020,
<https://www.academia.edu/31736047/Makalah_PTM_STROKE_WANDA
>

Mikicchan, 2015, Makalah Stroke, Diakses 22 Desember 2020,


<https://id.sribd.com/doc /292618488/Makalah-Stroke>

36
D’Colour Shop, 2011, Makalah Stroke, Diakses 22 Desember 2020,
<https://id.sribd.com/doc /56381876/Makalah-Stroke>

www.alomedika.com/penyakit/neurologi/stroke/epidemiologi

37

Anda mungkin juga menyukai