Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Penyakit Menular dan Tidak
Menular
Dosen Pengampu
H. Sutisna, SKM.,M.Si.,M.M.Kes
Ai Epa Nurhasanah
Rima Ferdilla R
Tasya Kamila W
Trisna Lindayani
Widia Sukmawati
2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah jurnal tentang
“Cerebrovascular Desease, Chronic Obstructive Pulmonary Desease, dan
Collitis Ulserative” dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam penyusunan
makalah ini mungkin ada hambatan, namun berkat bantuan serta dukungan
dari teman-teman dan bimbingan dari dosen pembimbing. Sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Penyusun,
DAFTAR ISI
i
KATA PENGANTAR..................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan...............................................................................................35
3.2 Saran.........................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
juga menimbulkan dampak yang besar dari segi sosial ekonomi, karena
biaya pengobatan yang relatif mahal dan akibat kecacatan yang
ditimbulkan pada pasien pasca stroke sehingga berkurangnya
kemampuan untuk bekerja seperti semula dan menjadi beban sosial di
masyarakat.
Setiap tahun, 15 juta orang di dunia menderita stroke. Dari 25 juta
orang tersebut, 5 juta orang meninggal, dan 5 juta orang lainnya
mengalami kecacatan permanen. Stroke jarang ditemukan pada orang
dibawah 40 tahun. 70% kasus stroke ditemukan di negara dengan
penghasilan rendah dan menengah, 87% kematian akibat stroke juga
ditemukan pada negara-negara tersebut. Sedangkan pada negara dengan
penghasilan tinggi, insidensi dtroke telah berkurang sebanyak 42%
dalam beberapa dekade terakhir.
Berdasarkan riset kesehatan dasar tahun 2013 oleh Kementrian
Kesehatan RI, 7% atau sebesar 1.236.825 orang menderita stroke. Jawa
Barat merupakan provinsi dengan angka kejadian stroke terbanyak di
Indonesia yaitu sebesar 238.001 orang, atau 7,4% dari jumlah
penduduknya. Selain itu, penderita ditemukan paling banyak pada
kelompok umur 55-64 tahun. Laki-laki juga lebih banyak mengidap
stroke di Indonesia dibandingkan perempuan. Menurut Sample
Registation System (SRS) Indonseia 2014, stroke merupakan penyakit
yang paling banyak di derita, yaitu sebesar 21,1%.
Berdasarkan WHO, stroke merupakan penyakit dengan
angka kematian tertinggi kedua di dunia, dan ketiga dalam
menyebabkan kecacatan. Berdasarkan laporan pola penyebab kematian
di Indonesia dari analisis data kematian 2010, penyebab kematian
tertinggi adalah stroke, sebesar 17,7%.
Sampai saat ini belum ada pengobatan efektif dan efisien untuk
stroke karena sifatnya multikausal. Upaya pencegahan merupakan salah
satu cara yang paling efektif dan efisien untuk mengurangi angka
kejadian stroke. Upaya pencegahan baru dapat dilakukan jika diketahui
faktor risiko apa saja yang dapat menyebabkan serangan stroke. Oleh
2
karena itu, pengetahuan terhadap faktor risiko penyebab stroke sangat
diperlukan untuk merumuskan cara pencegahan yang efektif.
1.2. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa diharapkan memperoleh gambaran dan pemahaman
mengenai penyakit cerebrovascular disease,chronic obstructive
pulmonary disease,lupus erithmatosus.
2. Tujuan Khusus
Pemeriksaan penunjang dan pelaksanaan yang digunakan untuk
mendeteksi dari penyakit-penyakit tersebut .
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
darah (disebut aterosklerosis). Kolesterol, homosistein dan zat
lainnya dapat melekat pada dinding arteri, membentuk zat lengket
yang disebut plak. Seiring waktu, plak menumpuk. Hal ini sering
membuat darah sulit mengalir dengan baik dan menyebabkan
bekuan darah (trombus).
2. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik disebabkan oleh pembuluh darah yang bocor
atau pecah di dalam atau di sekitar otak sehingga menghentikan
suplai darah ke jaringan otak yang dituju. Selain itu, darah
membanjiri dan menempatkan jaringan otak sekitarnya sehingga
mengganggu atau mematikan fungsinya. Jenis-jenis stroke
hemoragik, yaitu:
1. Intracerebral Hemorrhage (perdarahan intraserebral)
Perdarahan Intraserebral terjadi karena adanya ekstravasasi
darah kedalam jaringan parenkim yang disebabkan ruptur arteri
perforantes dalam. Perdarah intraserebral sering terjadi di area
varkularis dalam pada lapisan hemsifer serebral. Perdarah yang
terjadi kebanyakan pada pembuluh darah berkaliber kecil dan
terdapat lapisan dalam (deep arteries). Perdarahan intraserebral
sangat sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis
(hipertensi) melemahkan arteri kecil, menyebabkannya menjadi
pecah.
2. Subarachnoid Hemorrhage (penrdarahan subarakhnoid)
Perdarahan subarakhnoid adalah perdarahan kedalam ruang
(ruang subarachnoid) diantara lapisan dalam (pia meter) dan
lapisan tengah (arachnoid mater) para jaringan yang melindungi
otak (meninges). Penyebab yang palin umur adalah pecahnya
tonjolan pada pembuluh (aneurisma).
Perdarahan spontan biasanya diakbitkan dari pecahnya secara
tiba-tiba aneurisma didalam arteri cerebral. Aneurisma menonjol
pada daerah yang lemah pada dinding arteri. Aneurisma biasanya
terjadi dimana cabang nadi. Aneurisma kemungkinan hadir ketika
5
lahir (congenital), atau mereka berkembang kemudian stelah
tahunan tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri.
Kebanyakan perdaraha subarakhnoid diakibatkan dari aneurisma
sejak lahir. Perdarahan subrarahnoid terkadang diakibatkan dari
pecahnya jaringan tidak normal antara arteri dengan pembuluh
(arteri ovenous malformation) di otak atau sekitarnya.
6
pembunuh nomor 1 di RS pemerintah diseluruh penjuru Indonesia
(Anonym, 2007).
2.3 Gejala Penyakit Stroke
Gejala stroke dapat diamati dari beberapa hal, yaitu :
1. Serangan kecil atau serangan awal stroke biasanya diawali dengan
daya ingat menurun dan sering kebingungan secara tiba-tiba dan
kemudian menghilang dalam waktu 24 jam.
2. Adanya serangan neurologis fokal berupa kelemahan atau
kelumpuhan lengan, tungkai atau salah satu sisi tubuh.
3. Melemahnya otot (hemiplegia), kaku dan menurunnya fungsi
sensorik.
4. Hilangnya rasa atau adanya sensasi abnormal pada lengan atau
tungkai atau salah satu sisi tubuh seperti baal, mati rasa sebelah
badan, terasa kesemutan.
5. Rasa perih bahkan seperti rasa terbakar dibagian bawah kulit.
6. Gangguan penglihatan seperti hanya dapat melihat secara parsial
ataupun tidak dapat melihat keseluruhan karena penglihatan gelap
dan pandangan ganda sesaat.
7. Menurunnya kemampuan mencium bau dan mengecap.
8. Berjalan menjadi sulit dan langkahnya tertatih-tatih bahkan
terkadang mengalami kelumpuhan total.
9. Hilangnya kendali terhadap kandung kemih sehingga sering kencing
tanpa disadari.
10. Kehilangan keseimbangan, gerakan tubuh tidak terkoordinasi
dengan baik.
11. Tidak memahami pembicaraan orang lain, tidak mampu membaca,
menulis dan berhitung dengan baik .
12. Adanya gangguan dan kesulitan dalam menelan makanan ataupun
minuman (cenderung keselek).
13. Adanya gangguan bicara dan sulit berbahasa yang ditunjukkan
dengan bicara tidak jelas (rero), sengau, pelo, gagap dan berbicara
7
haya sepatah kata bahkan sulit memikirkan atau mengucapkan kata-
kata yang tepat.
14. Menjadi Pelupa (Dimensia) dan tidak mampu mengenali bagian
tubuh . Vertigo (pusing, puyeng) atau perasaan berputar yang
menetap saat tidak beraktivitas.
15. Kelopak mata sulit dibuka.
16. Menjadi lebih sensitif, mudah menangis ataupun tertawa.
17. Banyak tidur dan selalu ingin tidur.
18. Gangguan kesadaran, pingsan sampai tak sadarkan diri.
8
4. Hereditas
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke,
misalnya hipertensi, jantung, diabetes dan kelainan pembuluh darah.
Riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota
keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun,
meningkatkan risiko terkena stroke. Menurut penelitian Tsong Hai
Lee, riwayat stroke pada keluarga meningkatkan risiko terkena
stroke sebesar 29,3%.
5. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya stroke.
Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak 4 sampai
6 kali. Makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar
karena terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah sehingga
memudahkan terjadinya penyumbatan atau perdarahan otak.
6. Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun
tidak sekuat hipertensi. Diabetes melitus dapat mempercepat
terjadinya aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah) yang lebih
berat sehingga berpengaruh terhadap terjadinya stroke.
7. Penyakit Jantung
Penyakit jantung yang paling sering menyebabkan stroke
adalah fibrilasi atrium/atrial fibrillation (AF), karena memudahkan
terjadinya penggumpalan darah di jantung dan dapat lepas hingga
menyumbat pembuluh darah di otak. Di samping itu juga penyakit
jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, pasca
operasi jantung juga memperbesar risiko stroke.
8. Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan
diabetes melitus. Obesitas meningkatkan risiko stroke sebesar 15%.
Obesitas dapat meningkatkan hipertensi, jantung, diabetes dan
aterosklerosis yang semuanya akan meningkatkan kemungkinan
terkena serangan stroke.
9
9. Hiperkolesterolemia
Kondisi ini secara langsung dan tidak langsung meningkatkan
faktor risiko, tingginya kolesterol dapat merusak dinding pembuluh
darah dan juga menyebabkan penyakit jantung koroner.
10. Merokok
Berdasarkan penelitian Siregar F (2002) di RSUP Haji Adam
Malik Medan dengan desain case control, kebiasaan merokok
meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 4 kali. Merokok
menyebabkan penyempitan dan pengerasan arteri diseluruh tubuh
(termasuk yang ada di otak dan jantung), sehingga merokok
mendorong terjadinya aterosklerosis, mengurangi aliran darah, dan
menyebabkan darah mudah menggumpal.
11. Alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu
metabolisme tubuh, sehingga terjadi dislipidemia, diabetes melitus,
mempengaruhi berat badan dan tekanan darah, dapat merusak sel-sel
saraf tepi, saraf otak dan lain-lain. Semua ini mempermudah
terjadinya stroke.
12. Stress
Stress psiokososial dapat menyebabkan depresi. Jika depresi
berkombinasi dengan faktor risiko lain (misalnya, aterosklerosis
berat, penyakit jantung atau hipertensi) dapat memicu terjadinya
stroke.
13. Penyalahgunaan Obat
Pada orang-orang yang menggunakan narkoba terutama jenis
suntikan akan mempermudah terjadinya stroke, akibat dari infeksi
dan kerusakan dinding pembuluh darah otak. Disamping itu, zat
narkoba itu sendiri akan mempengaruhi metabolisme tubuh,
sehingga mudah terserang stroke. Hasil pengumpulan data dari
rumah sakit Jakarta tahun 2001 yang menangani narkoba, didapatkan
bahwa lebih dari 50% pengguna narkoba dengan suntikan berisiko
terkena stroke.
10
2.5 Diagnosis Penyakit Stroke
11
menentukan lokasi kerusakan pada otak. Ada dua jenis teknik
pemeriksaan imaging (pencitraan) untuk mengevaluasi kasus stroke atau
penyakit pembuluh darah otak (Cerebrovaskuler Desease/CVD), yaitu
Computed Thomography Scanning (CT Scan) dan Magnetic Resonance
Imaginng (MRI).
CT Scan diketahui sebagai pendeteksi imaging yang paling mudah,
cepat dan relatif murah untuk kasusu stroke. Namun dalam beberapa hal,
CT Scan kurang sensitif dibanding dengan MRI, misalnya pada kasus
stroke hiperakut.
Untuk memperkuat diagnosis biasany dilakukan pemeriksaan CT
Scan/MRI. Kedua pemeriksaan tersebut juga bisa membaantu
menentukn penyeban dari stroke, apakah perdarahan atau tumor otak.
Kadang dilakukan angiografi yaitu penentuan susunan pembuluh darah
atau getah bening melalui kapilaroskopi atau fluoroskopi (Anonym,
2007).
12
Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya
faktor risiko stroke bagi individu yang mempunyai faktor risiko
dengan cara melaksanakan gaya hidup sehat bebas stroke, antara lain
a. Menghindari : Rokok, stress, alkohol, kegemukan,
konsumsi garam berlebihan, obat-obatan golongan amfetamin,
kokain dan sejenisnya.
b. Mengurangi : Kolesterol dan lemak dalam makanan.
c. Mengendalikan : Hipertensi, DM, penyakit jantung (misalnya
fibrilasi atrium, infark miokard akut, penyakit jantung reumatik).
d. Menganjurkan : Konsumsi gizi yang seimbang seperti, makan
banyak sayuran, buah-buahan, ikan terutama ikan salem dan
tuna, minimalkan junk food dan beralih pada makanan
tradisional yang rendah lemak dan gula, serealia dan susu rendah
lemak serta dianjurkan berolahraga secara teratur.
3. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah
menderita stroke. Pada tahap ini ditekankan pada pengobatan
terhadap penderita stroke agar stroke tidak berlanjut menjadi kronis.
Tindakan yang dilakukan adalah :
a. Obat-obatan, yang digunakan adalah Asetosal (asam asetil
salisilat) digunakan sebagai obat antiagregasi trombosit pilihan
pertama dengan dosis berkisar antara 80-320mg/hari,
antikoagulan oral diberikan pada penderita dengan faktor resiko
penyakit jantung (fibrilasi atrium, infark miokard akut, kelainan
katup) dan kondisi koagulopati yang lain.
b. Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko stroke, misalnya
mengkonsumsi obat antihipertensi yang sesuai pada penderita
hipertensi, mengkonsumsi obat hipoglikemik pada penderita
diabetes, diet rendah lemak dan mengkonsumsi obat
antidislipidemia pada penderita dislipidemia, berhenti merokok,
berhenti mengkonsumsi alkohol, hindari kelebihan berat badan
dan kurang gerak.
13
4. Pencegahan Tersier
Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mereka yang telah
menderita stroke agar kelumpuhan yang dialami tidak bertambah
berat dan mengurangi ketergantungan pada orang lain dalam
melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Pencegahan tersier dapat
dilakukan dalam bentuk rehabilitasi fisik, mental dan sosial.
Rehabilitasi akan diberikan oleh tim yang terdiri dari dokter,
perawat, ahli fisioterapi, ahli terapi wicara dan bahasa, ahli
okupasional, petugas sosial dan peran serta keluarga.
a. Rehabilitasi Fisik
Pada rehabilitasi ini, penderita mendapatkan terapi yang dapat
membantu proses pemulihan secara fisik. Adapun terapi yang
diberikan yaitu yang pertama adalah fisioterapi, diberikan untuk
mengatasi masalah gerakan dan sensoris penderita seperti
masalah kekuatan otot, duduk, berdiri, berjalan, koordinasi dan
keseimbangan serta mobilitas ditempat tidur. Terapi yang kedua
adalah terapi okupasional (Occupational Therapist), diberikan
untuk melatih kemampuan penderita dalam melakukan aktivitas
sehari-hari seperti mandi, memakai baju, makan dan buang air.
Terapi yang ketiga adalah terapi wicara dan bahasa, diberikan
untuk melatih kemampuan penderita dalam menelan makanan
dan minuman dengan aman serta dapat berkomunikasi dengan
orang lain.
b. Rehabilitasi Mental
Sebagian besar penderita stroke mengalami masalah emosional
yang dapat mempengaruhi mental mereka, misalnya reaksi sedih,
mudah tersinggung, tidak bahagia, murung dan depresi. Masalah
emosional yang mereka alami akan mengakibatkan penderita
kehilangan motivasi untuk menjalani proses rehabilitasi. Oleh
sebab itu, penderita perlu mendapatkan terapi mental dengan
melakukan konsultasi dengan psikiater atau ahli psikologi klinis.
c. Rehabilitasi Sosial
14
Pada rehabilitasi ini, petugas sosial berperan untuk membantu
penderita stroke menghadapi masalah sosial seperti, mengatasi
perubahan gaya hidup, hubungan perorangan, pekerjaan, dan
aktivitas senggang. Selain itu, petugas sosial akan memberikan
informasi mengenai layanan komunitas lokal dan badan-badan
bantuan sosial, seperti mandi, memakai baju, makan dan buang
air. Terapi yang ketiga adalah terapi wicara dan bahasa,
diberikan untuk melatih kemampuan penderita dalam menelan
makanan dan minuman dengan aman serta dapat berkomunikasi
dengan orang lain.
2.7 Penatalaksanaan Penyakit Stroke
Dalam perjalanan penyakitnya, stroke memiliki beberapa fase yang
perlu diperhatikan dalam tatalaksana pengobatan. Fase atau tahapan
proses sejak stroke akut sampai fase ke kehidupan sehari-hari adalah
sebagai berikut (Junaidi, 2004):
1. Fase akut berlangsung antara 4-7 hari. Tujuan pada fase ini adalah
pasien selamat dari serangan stroke.
2. Fase stabilisasi, berlangsung antara 2-4 minggu. Tujuan pada fase ini
adalah pasien belajar lagi keterampilan motorik yang terganggu dan
belajar penyesuaian baru untuk mengimbangi keterbatasan yang
terjadi.
3. Rehabilitasi, yang bertujuan untuk melanjutkan proses pemulihan
untuk mencapai perbaikan kemampuan fisik, mental, sosial,
kemampuan bicara dan ekonomi.
4. Fase ke kehidupan sehari-hari, dimana pasien harus menghindari
terulangnya stroke akut, biasanya dianjurkan untuk:
a. Melakukan kontrol tensi secara rutin
b. Kendalikan kadar gula darah
c. Berhenti merokok
d. Diet rendah lemak
e. Menghindari risiko terjadinya stres
15
2.8. Pengertian PPOK
16
namun diperkirakan berkisar antara 7-19%. The Burden of Obstructive
Lung Disease (BOLD) mengungkapkan angka prevalensi global adalah
10.1%. Pria ditemukan memiliki prevalensi 8.5% dan wanita 8.5%. Angka
prevalensi bervariasi di berbagai daerah di dunia. Kota Cape Town di Afrika
Selatan memiliki angka prevalensi tertinggi, yaitu 22.2% pada pria dan
16.7% pada wanita. Kota Hannover di Jerman memiliki angka prevalensi
terendah, yaitu 8,6% pada pria dan 3.7% pada wanita. Angka kematian
karena PPOK di seluruh dunia diperkirakan mencapai 3 juta kematian pada
tahun 2015. Ini berarti sekitar 5% dari seluruh kematian di dunia. Lebih dari
95% kematian karena PPOK terjadi pada Negara berpenghasilan rendah dan
sedang. PPOK merupakan penyebab kematian ketiga di amerika serikat
dengan angka kematian mencapai 120000 orang per tahun.
a. Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama,
mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum
17
nasi).Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara,
b. Faring
belakang rongga hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang leher.
istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang (ke depan lubang laring dan ke
c. Laring
rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring.
d. Trakea
yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C) sebelah dalam diliputi oleh
18
selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak
e. Bronkus
struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus
kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8
cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping
mengandung bahan tulang rawan dan dilapisi epitelium bersilia. Makin kecil
19
salurannya, makin berkurang tulang rawannya dan akhirnya tinggal dinding
fibrosa berotot dan lapisan silia. Bronkus terminalis masuk kedalam saluran
yang agak lain yang disebut vestibula, dan disini membran pelapisnya mulai
itu terdiri atas satu lapis tunggal sel epitelium pipih, dan disinilah darah
sampai menjadi arteriol halus; arteriol itu membelah belah dan membentuk
jaringan kapiler dan kapiler itu menyentuh dinding alveoli atau gelembung
udara.
Kapiler halus itu hanya dapat memuat sedikit , maka praktis dapat
lambat dan dipisahkan dari udara dalam alveoli hanya oleh dua membran
yang sangat tipis, maka pertukaran gas berlangsung dengan difusi, yang
sampai menjadi pembuluh darah lebih besar dan akhirnya dua vena
20
ke atrium kiri jantung untuk didistribusikan keseluruh tubuh melalui aorta.
tampak jelas dan terpisah dari yang terbentuk oleh cabang akhir arteri
pulmonaris, tetapi beberapa dari kapiler ini akhirnya bersatu dalam vena
pulmonaris. Sisa darah itu dihantarkan dari setiap paru-paru oleh vena
bronkialis dan ada yang dapat mencapai vena cava superior. Maka dengan
21
struktur paru-paru dapat menyalurkan kedalam kelenjar yang ada ditampuk
paru-paru.
pleura. Pleura viseralis erat melapisi paru-paru, masuk kedalam fisura, dan
dengan demikian memisahkan lobus satu dari yang lain. Membran ini
pleura parietalis dan melapisi bagian dalam dinding dada. Pleura yang
adalah pleura diafragmatika, dan bagian yang terletak dileher ialah pleura
servikalis. Pleura ini diperkuat oleh membran yang kuat bernama membran
subklavia.
dinding dada yang sewaktu bernafas bergerak. Dalam keadaan sehat kedua
lapisan itu satu dengan yang lain erat bersentuhan . ruang atau rongga pleura
itu hanyalah ruang yang tidak nyata, tetapi dalam keadaan tidak normal atau
cairan memisahkan kedua pleura itu dan ruang diantaranya menjadi jelas.
f. Paru-paru
rongga dada. Terletak disebelah kanan dan kiri dan ditengah dipisahkan oleh
22
jantung beserta pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak
dengan apeks (puncak) diatas dan sedikit muncul lebih tinggi daripada
paru, sisi belakang yang menyentuh tulang belakang,dan sisi depan yang
belahan atau lobus oleh fisura. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus dan
paru-paru kiri dua lobus. Setiap lobus tersusun atas lobula. Jaringan paru
2. Fisiologi pernafasan
dipungut melalui hidung dan mulut pada waktu bernafas; oksigen masuk
melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli, dan dapat behubungan erat
merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa didalam arteri kesemua
23
mmHg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95% jenuh oksigen.
setelah melalui pipa bronkial dan trakea, dinapaskan keluar melalui hidung
paru-paru menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada waktu gerak badan,
lebih
sedikit O2; jumlah CO2 itu tidak dapat dikeluarkan, maka konsentrasinya
dalam darah arteri bertambah. Hal ini merangsang pusat pernafasan dalam
otak
24
untuk memperbesar kecepatan dan dalamnya pernafasan. Penambahan
ventilasi
dihembuskan jenuh dengan uap air dan mempunyai suhu yang sama dengan
badan (20 persen panas badan hilang untuk pemanasan udara yang
dikeluarkan).
Daya muat udara oleh paru-paru,besar daya muat udara oleh paru-
paru ialah 4.500 ml sampai 5000 ml atau 4½ sampai 5 liter udara. Hanya
sebagian
kecil dari udara ini, kira-kira 1/10-nya atau 500 ml adalah udara pasang
surut (tidal air ), yaitu yang dihirup masuk dan diembuskan keluar pada
pernafasan biasa dengan tenang.Kapasitas vital,volume udara yang dapat
dicapai masuk dan keluar paru-paru pada penarikan napas paling kuat
disebut kapasitas paru paru. Diukurnya dengan alat spirometer. Pada
seorang laki-laki, normal 4-5 liter dan pada seorang perempuan ,3-4 liter.
25
Kapasitas itu berkurang pada penyakit paru-paru, penyakit jantung (yang
menimbulkan kongesti paru-paru),dan kelemahan otot pernafasan.
C. Etiologi
(PPOK) adalah :
1. Kebiasaan merokok
2. Polusi udara
3. Paparan debu,asap,dan gas-gas kimiawi akibat kerja
4. Riwayat infeksi saluran nafas
5. Bersifat genetik yaitu difisiensi α-1 antitripsin merupakan
predisposisi untuk
2.11. Patofisiologi
terjadi karena metaplasia sel goblet. Saluran nafas besar juga menyempit
(Mansjoer, 2001)
26
Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan nafas yaitu:
kehilangan rekoil elastik jalan nafas, dan kolaps bronkiolus serta redistribusi
area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara
1. Batuk
2. Sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau
mukopurulen.
3. Sesak, sampai menggunakan otot-otot pernafasan tambahan untuk
bernafas (mansjoer, 2001)
2.13. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
27
a. Berhenti merokok harus menjadi prioritas.
dengan PaO2 sebesar 7,3 kPa dan FEV 1 sebesar 1,5 L).
2. Penatalaksanaan keperawatan
2.14. Komplikasi
28
1. Bronkhitis akut
2. Pneumonia
3. Emboli pulmo
29
Faktor Perilaku: Kegemukan (obesitas). Merokok. Stress / emosi.
Pemakaian laksatif yang berlebihan. Kebiasaan makan makanan tinggi serat,
tinggi gula, alkohol, kafein, kacang, popcorn, makanan pedas. Kurang
kesadaran untuk berobat dini. Keterlambatan dalam mencari pengobatan.
Tidak melakukan pemeriksaan rutin kesehatan.
2.16. Etiologi
Penyakit ini lebih sering dijumpai pada orang kulit putih daripadaorang
kulit
hitam dan orang Cina, dan insidensinya meningkat (3sampai 6 kali lipat) pa
da orang
Yahudi dibandingkan dengan orangnon Yahudi. Hal ini menunjukkan bahw
a dapat
30
Inflamasi : Lymphoplasmacytic, eoshinophilic,
granulopmatous, histiocytic
Neoplasia : Lymphosarcoma, Adenocarcinoma
Sindrom iritasi usus besar (Irritable Bowel Syndrome)
2.17. Klasifikasi
2.18. Patofisiologi
Suatu serangan bisa mendadak dan berat, menyebabkan diare hebat,
demam tinggi, sakit perut dan peritonitis (radang selaput perut). Selama
serangan, penderita tampak sangat sakit. Yang lebih sering terjadi adalah
serangannya dimulai bertahap, dimana penderita memiliki keinginan untuk
buang air besar yang sangat, kram ringan pada perut bawah dan tinja yang
berdarah dan berlendir.
Jika penyakit ini terbatas pada rektum dan kolon sigmoid, tinja
mungkin normal atau keras dan kering. Tetapi selama atau diantara waktu
buang air besar, dari rektum keluar lendir yang mengandung banyak sel
darah merah dan sel darah putih. Gejala umum berupa demam, bisa ringan
31
atau malah tidak muncul. Jika penyakit menyebar ke usus besar, tinja lebih
lunak dan penderita buang air besar sebanyak 10-20 kali/hari.
Penderita sering mengalami kram perut yang berat, kejang pada
rektum yang terasa nyeri, disertai keinginan untuk buang air besar yang
sangat. Pada malam haripun gejala ini tidak berkurang. Tinja tampak encer
dan mengandung nanah, darah dan lendir. Yang paling sering ditemukan
adalah tinja yang hampir seluruhnya berisi darah dan nanah.
Penderita bisa demam, nafsu makannya menurun dan berat badannya
berkurang.Kolitis ulseratif adalah penyakit ulseratif dan inflamasi berulang
dari lapisan mukosa kolon dan rectum. Penyakit ini umumnya mengenai
orang kaukasia, termasuk keturunan Yahudi. Puncak insidens adalah pada
usia 30-50 tahun. Kolitis ulseratif adalah penyakit serius, disertai dengan
komplikasi sistemik dan angka mortalitas yang tinggi. Akhirnya 10%-15%
pasien mengalami karsinoma kolon.
2.19.Penatalaksanaan
1. Terapi farmakologi
32
Agen ini mencegah sitokin endogen dari mengikat ke reseptor
permukaan sel dan mengarahkan aktivitas biologis.
b. Immunomodulators
c. Antibiotik
d. Kortikosteroid
2. Terapi bedah
33
c. Pendarahan parah.
d. Kolitis fulminan tidak responsif terhadap pengobatan.
e. Megakolon toksik.
f. Perforasi.
g. Obstruksi dan striktur dengan kecurigaan untuk kanker.
h. Sistemik komplikasi dari obat, khususnya steroid.
i. Gagal tumbuh pada anak-anak
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
34
peredaran pada pembuluh darah yang mensuplai darah ke otak, biasanya
berlangsung lebih dari 24 jam.
Stroke dibagi menjadi dua jenis, yaitu stroke iskemik dan stroke
hemoragik. Stroke ditemukan pada semua golongan usia, namun sebagian
besar akan dijumpai pada usia diatas 55 tahun.Beberapa faktor risiko yang
dapat menimbulkan penyakit stroke diantaranya yaitu usia, jenis kelamin,
Ras, Hereditas dan beberapa penyakit seperti DM, Hipertensi, dll.
3.2 Saran
35
Daftar Pustaka
36
D’Colour Shop, 2011, Makalah Stroke, Diakses 22 Desember 2020,
<https://id.sribd.com/doc /56381876/Makalah-Stroke>
www.alomedika.com/penyakit/neurologi/stroke/epidemiologi
37