Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Aspek Hukum Dalam Ekonomi


(Hukum Ketenagakerjaan)

Disusun oleh:
KELOMPOK 12:
1. Encik Nanda Riski Saputra
2. Nen Putri Juliastuti
3. Sugi Afriansyah
4. Thomas Hardianto
5. Viska Erdiyanti

Dosen Pembimbing:
Yusnedi, SH.M.Hum

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE)


INDRAGIRI RENGAT
Tp.2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, dan
Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana. Harapan kami semoga makalah ini membantu
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca.

makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat
kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaannya.

Dalam penulisan karya ilmiah ini kami mengucapkan banyak terima kasih yang
sebesar-besarnya, kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan ini
yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu semoga Allah SWT memberikan balasan yang
setimpal kepada mereka amin yaa rabbal alamin.

Rengat, 14 Januari 2019

                             Penyusun


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....…...............................................................................................


DAFTAR ISI..........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................................
B.     Rumusan Masalah.............................................................................................
C.    Tujuan Penulisan................................................................................................
BAB II  PEMBAHASAN
A. Pengantar Hukum Perburuhan..............................................................................
B. Hubungan Kerja Dan Norma Kerja.......................................................................
C. Perlindungan Tenaga Kerja...................................................................................
D. Perselisihan Hubungan Industrial Dan Pemutusan Tenaga Kerja........................
E. Oganisasi Perburuhan Internasional Dan Pengawasan Ketenagakerjaan..............
BAB III PENUTUP
A.Kesimpulan............................................................................................................
B. Saran......................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Di negara-negara berkembang pada umumnya memiliki angka pengangguran yang jauh
lebih tinggi dari angka resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Hal ini terjadi karena ukuran
sektor informal masih cukup besar sebagai salah satu lapangan nafkah bagi tenaga kerja yang
tidak terdidik. Sektor informal tersebut dianggap sebagai katup pengaman bagi
pengangguran.Masalah ketenagakerjaan adalah salah satu masalah pokok yang harus
dihadapi oleh negara-negara berkembang seperti halnya Indonesia. Jumlah penduduk yang
terus meningkat tanpa diikuti pertambahan lapangan pekerjaan selalu menjadi pemicu
menjamurnya pengangguran.

Disadari bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja memiliki peran
dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku untuk mencapai tujuan
pembangunan. Sejalan dengan itu pembangunan ketenagakerjaan diarahkan untuk
meningkatkan kualitas dan kontribusinya dalam pembangunan serta untuk melindungi hak
dan kepentingan sesuai dengan harkat dan martabat manusia. Mengingat faktor tenaga kerja
dalam proses pembangunan ini harus diperhatikan, oleh karena itu diperlukan usaha-usaha
untuk membina, mengarahkan serta perlindungan bagi tenaga kerja untuk menciptakan
kesejahteraan yang berkaitan dengan yang dilakukannya. Pada dasarnya perlindungan bagi
tenaga kerja dimaksudkan untuk menjaga agar tenaga kerja menjadi lebih dimanusiakan. Para
tenaga kerja mendapatkan kesempatan untuk melaksanakan berbagai tugas dan kewajiban
sosialnya, dapat mengembangkan potensi dirinya, sehingga pada giliriannya dapat
meningkatkan kualitas hidup dan karenanya dapat hidup layak sebagai manusia.
1.2Pokok Permasalahan

1. Apa yang dimaksud dengan pengantar hukum perburuhan?


2. Apa saja hubungan kerja dan norma kerja?
3. Bagaiamana cara untuk melindungi tenaga kerja?
4. Apa saja perselisihan hubungan industrial dan pemutusan hubungan kerja?
5. Apa yang dimaksud dengan organisasi perburuhan internasional dan pengawasan
ketenagakerjaan?

1.3Tujuan
Tujuan penulisan makalah ilmiah ini adalah untuk mengetahui maksud dari pengantar
hukum perburuhan , hubungan kerja dan norma kerja, perlindungan tenaga kerja, Apa saja
perselisihan hubungan industrial dan pemutusan hubungan kerja, Apa yang dimaksud dengan
organisasi perburuhan internasional dan pengawasan ketenagakerjaan. Di samping itu,
makalah ini ditulis sebagai tugas kelompok pada mata kuliah Aspek Hukum dalam Ekonomi
yang diberikan oleh pengajar.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hukum Perburuhan


Hukum perburuhan adalah seperangkat aturan dan norma, baik tertulis maupun tidak
tertulis, yang mengatur pola hubungan industrial antara pemberi kerja
(pengusaha,perusahaan, atau badan hukum) di satu sisi dan penerima kerja (pekerja
atau buruh) di sisi yang lain.
Hukum perburuhan terletak di antara hukum publik dan hukum privat. Dikatakan
hukum privat karena mengatur hubungan antara dua individu (pemberi kerja dan penerima
kerja), dan dikatakan hukum publik karena negara melakukan campur tangan melalui
pengikatan aturan yang mengurus hubungan antara dua individu.
Hukum perburuhan terbagi menjadi:

1. hukum perburuhan individu (mengenai kontrak kerja), dan


2. hukum perburuhan kolektif (mengenai serikat buruh, pemogokan, dan lain-lain),yang
secara bersama-sama membentuk hukum sosial.
Sejarah hukum perburuhan
Pasca reformasi, hukum perburuhan mengalami perubahan luar biasa; baik secara
regulatif, politik, maupun ideologis; bahkan ekonomi global. Proses industrialisasi sebagai
bagian dari gerak historis ekonomi politik suatu bangsa dalam perkembangannya mulai
menuai momentumnya. Hukum perburuhan, setidaknya menjadi peredam konflik
kepentingan antara pekerja dan pengusaha sekaligus.
Sebagai peredam konflik, tentu ia tidak bisa diharapkan maksimal. Faktanya, berbagai
hak normatif perburuhan yang mestinya tidak perlu lagi jadi perdebatan, namun
kenyataannya Undang-undang memberi peluang besar untuk memperselisihkan hak-hak
normatif tersebut. Memang undang-undang perburuhan juga mengatur aturan pidananya
namun hal tersebut masih dirasa sulit oleh penegak hukumnya. Di samping seabrek
kelemahan lain yang ke depan mesti segera dicarikan jalan keluarnya.
Masa Orde baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto benar-benar membatasi
gerakan serikat bBuruh dan serikat pekerja. Saat itu organisasi buruh dibatasi hanya satu
organisasi, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI).
Pola penyelesaian hubungan industrial pun dianggap tidak adil dan cenderung
represif. Oknum militer saat itu, misalnya, terlibat langsung bahkan diberikan wewenang
untuk turut serta menjadi bagian dari pola penyelesaian hubungan industrial. Saat itu, sejarah
mencatat kasus-kasus buruh yang terkenal di Jawa Timur misalnya Marsinah dan lain-lain.
2.2 Hubungan Kerja Dan Norma Kerja

Perjanjian Kerja dan hubungan Industrial 


Dalam Hukum Ketenagakerjaan memang belum dapat diberikan batasan yang jelas
tentang definisi dari hubungan kerja, namun dapat diperoleh pengertian bahwa : hubungan
kerja itu timbul sebagai akibat dari pelaksanaan perjanjian kerja, dimana pekerja atau serikat
pekerja disatu pihak mengikatkan dirinya untuk melakukan pekerjaan pada pengusaha atau
organisasi pengusaha dilain pihak selama suatu waktu, dengan menerima upah. 

Peraturan yang mengatur perjanjian kerja adalah sebagaimana diatur dalam


KUHPerdata tentang perjanjian untuk melakukan pekerjaan. Pengertian hubungan kerja
antara pelaku proses produksi baik barang maupun jasa pada dewasa ini lebih dikenal dengan
istilah “Hubungan Industrial” yang merupakan suatu peningkatan tata nilai kaidah hukum
ketenagakerjaan. 

Peraturan Perusahaan 
Kesepakatan Kerja adalah perjanjian perburuhan antara pekerja atau serikat pekerja
dengan pengusaha atau organisasi pengusaha sebagaimana dimaksud oleh UU No.13 Tahun
2003 Istilah Kesepakatan Kerja merupakan perubahan istilah perjanjian perburuhan atau
perjanjian kerja sebagai pencerminan Hubungan Industrial Pancasila. Kesepakatan Kerja
merupakan salah satu sarana pendukung pelaksanaan Hubungan Industrial Pancasila yang
dari waktu kewaktu perlu ditingkatkan baik kuantitas maupun kualitasnya. 

Perjanjian Kerja Bersama 


Perjanjian Kerja Bersama (PKB) merupakan salah satu sarana hubungan Industrial
Pancasila yang pada hakikatnya merupakan perjanjian perburuhan sebagaimana dimaksud
dalam Undang _ Undang Nomor 13 Tahun 2003 Permintaan pembuatan PKB selain harus
diajukan oleh salah satu pihak, juga harus diikuti oleh itikad baik, jujur, tulus, dan terbuka.
Sedang tempat pembuatannya dilakukan di Kantor Perusahaan yang bersangkutan dengan
biaya perusahaan, kecuali bila Serikat Pekerja mampu ikut membiayai. 

Pembinaan Norma Kerja 


Pemerintah membina perlindungan kerja termasuk norma kerja yang meliputi :
perlindungan tenaga kerja yang berkaitan dengan waktu kerja, system pengupahan, istirahat,
cuti, pekerja anak dan wanita, tempat kerja, perumahan, kesusilaan, beribadat menurut agama
dan kepercayaan yang diakui oleh pemerintah, kewajiban sosial dan sebagainya. Hal ini wajib
dilakukan untuk memelihara kegairahan dan noral kerja yang dapat menjamin daya guna
kerja yang tinggi serta menjaga perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral
agama. 

Sedang yang dimaksud dengan pembinaan norma perlindungan adalah pembentukan,


pengertian dan pengawasannya. Norma adalah standard/ukuran tertentu yang harus dijadikan
pegangan.
2.3 Perlindungan Tenaga Kerja

Menurut Soepomo, perlindungan tenaga kerja dibagi menjadi 3 (tiga ) macam, yaitu :

1. Perlindungan ekonomis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk penghasilan yang
cukup, termasuk bila tenaga kerja tidak mampu bekerja di luar kehendaknya.
2. Perlindungan sosial, yaitu : perlindungan tenaga kerja dalam bentuk jaminan kesehatan
kerja, dan kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi.
3. perlindungan teknis, yaitu : perlindungan tenaga kerja dalam bentuk keamanan dan
keselamatan kerja.

Berdasarkan objek perlindungan tenaga kerja Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan mengatur perlindungan khusus pekerja/buruh perempuan, anak dan
penyandang cacat sebagai berikut :

1. Perlindungan pekerja/buruh Anak


1. Pengusaha dilarang mempekerjakan anak (Pasal 68), yaitu setiap orang yang berumur
dibawah 18 (delapan belas) tahun (Pasal 1 nomor 26).
2. Ketentuan tersebut dapat dikecualikan bagi anak yang berumur antara 13 tahun sampai
15 tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan
dari kesehatan fisik, mental dan sosial (Pasal 69 ayat( 1)).
3. Pengusaha yang memperkerjakan anak pada pekerjaan ringan tersebut harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
- Ijin tertulis dari orang tua/wali.
- Perjanjian kerja antara orang tua dan pengusaha
- Waktu kerja maksimal 3 (tiga) jam
- Dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah.
- Keselamatan dan kesehatan kerja
- Adanya hubungan kerja yang jelas
4. Dalam hal anak dipekerjakan bersama-sama pekerja/buruh dewasa, maka tempat kerja
anak harus dipisahkan dari tempat kerja pekerja/buruh dewasa (Pasal 72).
5. Anak dianggap bekerja bilamana berada di tempat kerja, kecuali dapat dibuktikan
sebaliknya (Pasal 73).
6. Siapapun dilarang mempekerjakan anak pada pekerjaan yang buruk.

2. Perlindungan Pekerja/Buruh Perempuan


Pekerjaan wanita/perempuan di malam hari diatur dalam Pasal 76 UU No 13 tahun
2003 tentang ketenagakerjaan yaitu sebagai berikut :

1. Pekerjaan perempuan yang berumur kurang dari 18 tahun dilarang dipekerjakan antara
pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 pagi.
2. Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja perempuan hamil yang menurut keterangan
dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya, bila
bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 pagi,
3. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan
pukul 07.00 pagiwajib :
a.     Memberikan makanan dan minumanbergizi
b.     Menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja
4. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan
pukul 05.00 pagi wajib menyediakan antar jemput.
5. Tidak mempekerjakan tenaga kerja melebihi ketentuan Pasal 77 ayat (2) yaitu 7 (tujuh)
jam sehari dan 40 (empat puluh) jam seminggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam
seminggu atau 8 (delapan) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam seminggu untuk 5 (lima)
hari kerja dalam seminggu.
6. Bila pekerjaan membutuhkan waktu yang lebih lama, maka harus ada persetujuan dari
tenaga kerja dan hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam sehari dan 14
(empat belas) jam dalam seminggu, dan karena itu pengusaha wajib membayar upah
kerja lembur untuk kelebihan jam kerja tersebut. Hal ini merupakan ketentuan dalam
Pasal 78 ayat (1) dan ayat (2).
7. Tenaga kerja berhak atas waktu istirahat yang telah diatur dalam Pasal 79 ayat (2) yang
meliputi waktu istirahat

Perlindungan kerja terhadap tenaga kerja/buruh merupakan sesuatu yang mutlak dalam
pemborongan pekerjaan, hal ini sesuai dengan KEPMENAKERTRANS No. KEP-
101/MEN/IV/2004 tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/buruh.
Setiap pekerjaan yang diperoleh perusahaan dari perusahaan lainnya, maka kedua belah pihak
harus membuat perjanjian tertulis yang memuat sekurang-kurangnya :

1.      Jenis pekerjaan yang akan dilakukan oleh pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa;
2.      Pengesahan dalam melaksanakan pekerjaan

2.4 Perselisihan Hubungan Industrial Dan Pemutusan Hubungan Kerja

Hubungan industrial pada dasarnya merupakan suatu hubungan hukum yang


dilakukan antara pengusaha dengan pekerja. Adakalanya hubungan itu mengalami suatu
perselisihan. Perselisihan itu dapat terjadi pada siapapun yang sedang melakukan hubungan
hukum.

Perselisihan dibidang hubungan industrial yang selama ini dikenal dpaat terjadi
mengenai hak yang telah ditetapkan, atau mengenai keadaan ketenagakerjaan yang belum
ditetapkan, baik dalam perjanjian kerja, peraturan perushaan, perjanjian kerja bersama,
maupun peraturan perundang-undangan.
Perselisihan hubungan industrial dapat pula disebabkan oleh pemutusan hubungan
kerja. Hal ini terjadi karena hubungan pekerja/buruh dan pengusaha merupakan hubungan
yang didasari oleh kesepakatan para pihak untuk mengikat diri dalam suatu hubungan kerja.
Apabila salah satu pihak tidak menghendaki lagi untuk tetap mempertahankan hubungan
yang harmonis. Oleh karena itu, perlu dicari jalan keluar yang terbaik bagi kedua belah pihak
untuk menentukan bentuk penyelesaian, sehingga Pengadilan Hubungan Industrial yang
diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 akan dapat menyelesaikan kasus-kasus
pemutusan hubungan kerja yang tidak diterima oleh salah satu pihak.

Jenis Perselisihan Hubungan Industrial

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 undang-Undang No. 2 Tahun 2004, jenis Perselisihan


Hubungan Industrial meliputi :
a. Perselisihan hak;
b. Perselisihan kepentngan;
c. Perselisihan pemutusan hubungan kerja; dan
d. Perselisihan antarserikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.
Dalam ketentuan tersebut, dapat diketahui bahwa bentuk Perselisihan Hubungan Industrial
ada empat, yaitu :

1. Perselisihan Hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat
adanya perbedaam pelaksanaan atau penafsiaran terhadap ketentuan perundang-undangan,
perjanjian kerja, peraturan perushaan, atau perjanjian kerja bersama.

2.Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubunga kerja karena tidak
adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan/atau peraturan syarat-syarat kerja
yang ditetapkan dalam perjanjian kerja,atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama.

3. Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak


adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh
salah satu pihak.
 
4. Perselisiahan antarseriakt pekerja/serikat buruh adalah perselisihan antara serikat
pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu perushaan,
karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak dan
kewajiban keserikatpekerjaan.
2.5 Organisasi Perburuhan Internasional Dan Pengawasan
Ketenagakerjaan

Organisasi Buruh Internasional (ILO) adalah merupakan wakil dari badan


Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menangani masalah Internasional ketenagakerjaan  atau
buruh international  sesuai standart international , perlindungan sosial, dan kesempatan kerja
untuk semua orang.
Organisasi Perburuhan Internasional atau ILO adalah badan Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) yang terus berupaya mendorong terciptanya peluang bagi perempuan dan laki-
laki untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan produktif secara bebas, adil, aman dan
bermartabat. 
Tujuan utama ILO adalah mempromosikan hak-hak di tempat kerja, mendorong
terciptanya peluang kerja yang layak, meningkatkan perlindungan sosial serta memperkuat
dialog untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang terkait dengan dunia kerja

Pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan didasarkan pada UU No 3 Tahun 1951


tentang pernyataan berlakunya UU Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 No 23 dari Republik
Indonesia untuk seluruh Indonesia Jo Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 03/Men/1984
Tentang Pengawasan Ketenagakerjaan juga tercantum dalam UU No 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan Bab XIV yang berhubungan dengan Pengawasan dan juga UU No 21 Tahun
2003 tentang Pengesahan Konvensi ILO serta No 81 Tahun 1947 mengenai Pengawasan
Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan. Pengawasan Ketenagakerjaan dilakukan
untuk mengawasi ditaatinya peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan, yang secara
operasional dilakukan oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan. Berdasarkan Peraturan
Menteri Tenaga Kerja No Per.03/Men/1984 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan Terpadu,
pelaksanaan pengawasan bertujuan: Mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan
ketenagakerjaan. Memberi penerangan teknis serta nasehat kepada pengusaha atau pengurus
dan atau tenaga kerja tentang hal-hal yang dapat menjamin pelaksanaan efektif daripada
Peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan tentang hubungan kerja dan keadaan
ketenagakerjaan dalam arti yang luas. Mengumpulkan bahan-bahan keterangan guna
pembentukan dan penyempurnaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang
baru.

Peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan pada dasarnya mengatur berbagai


norma yang mencakup norma pelatihan, norma penempatan, norma kerja, norma keselamatan
dan kesehatan kerja, dan norma hubungan kerja. Sementara itu dari seluruh norma
ketenagakerjaan tersebut diberlakukan bagi objek pengawasan ketenagakerjaan yang meliputi
antara lain perusaan, pekerja, mesin, peralatan, pesawat, bahan instalasi dan lingkungan
kerja. 
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Dari hasil pencatatan bahwa dapat kita simpulkan bahwa hukum dalam penerimaan
tenaga kerja itu sangat tegas dan keras, maka dari itu kita sebagai pencari kerja harus
memperjuangkan masa depan kita dengan memperoleh pekerjaan dan selain itu kita perlu
mengetahui tentang mekanisme tenaga kerja yang ada.

3.2 Saran :

Didalam sistem ketenagakerjaan seorang pekerja memiliki hak-hak yang telah


mendapatkan dasar hukum bagi mereka untuk mendapatkan perlakuan yang baik dari
pengusaha atau perusahaan dimana tempat mereka bekerja, dan hak bagi mereka untuk
mendapatkan pekerjaan yang sesuai. Di sisi lain pemerintah juga turut serta dalam
penempatan tenaga kerja baik didalam maupun diluar negeri.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

H. Manulang, Sendjun, 2001, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia, Jakarta:


PT. Rineka Cipta
Husni, Lalu, 2003, Pengantar Hukum KetenagaKerjaan Indonesia, Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada
UU No. 14 Tahun 1969 Tentang ketentuan-ketentuan pokok mengenai tenaga kerja
Darwan Prinst, Hukum ketenaga kerjaan Indonesia, 1994
Sendjung H. Manulang, pokok-pokok hokum ketenaga kerjaan di Indonesia 2001
Lalu Husni. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. 2003.
HusniPengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. 2003

Anda mungkin juga menyukai