Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
“TANIN”
Disusun oleh :
JAKARTA 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini dapat
tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah turut
ambil bagian dalam proses penyusunan makalah ini.
Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak, khususnya kepada
Dosen Pengampuh mata kuliah Fitokimia 2 Ibu. Munawarohthus Sholikha, M.Si., dan teman- teman
anggota kelompok yang telah bersama- sama menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya atas keterbatasan ilmu maupun dari segi penyampaian materi yang
menjadikan makalah ini masih jauh dari kata sempura. Oleh karena itu , kritik dan saran yang membangun
sangat diperlukan dari semua pihak untuk kesempurnaan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar......................................................................................................... i
Daftar Isi................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah....................................................................................... 1
C. Tujuan......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Tanin............................................................................................. 3
B. Penggolongan.............................................................................................. 4
C. Biosintesis Tanin......................................................................................... 5
D. Tanaman Penghasil Tanin........................................................................... 7
E. Metode Pemisahan Senyawa Tanin.......................................................... 12
F. Identifikasi Senyawa Tanin....................................................................... 14
G. Efek Farmakologi.......................................................................................16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 19
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanin merupakan senyawa polifenol yang berasal dari tumbuhan, memiliki rasa pahit dan kelat, dan
dapat menggumpalkan protein. Tanin pada tumbuhan banyak terkandung pada bagian kulit batang, daun
pada tumbuhan yang berfungsi untuk melindungi tumbuhan dari hama. Tanin yang terlarut dalam air
memberikan warna coklat kehitaman seperti air teh. Tanin merupakan golongan senyawa polifenol yang
sifatnya polar, dapat larut dalam gliserol, alcohol dan hidroalkoholik, air dan aseton, tetapi tidak larut
dalam kloroform, petroleum eter dan benzen (Artati dan Fadilah, 2007).
Tanin memiliki beberapa kegunaan sebagai zat anti septik pada luka karena dapat menggumpalkan
protein, sebagai campuran obat cacing dan anti kanker, sebagai zat pemberi warna pada industri tinta dan
cat, sebagai pengendap serat-serat organik pada industri minuman anggur dan bir, sebagai pengikat protein
pada industri kulit agar kulit tidak mudah membusuk. Salah satu tanaman yang banyak mengandung tanin
adalah pohon alpukat. Pada pohon alpukat tanin banyak terkandung pada bagian daun. Kandungan tanin
pada daun alpukat sekitar 22% (Lestari, 2014). Daun alpukat merupakan salah satu yang dapat
dikembangkan lebih lanjut menjadi zat warna alami untuk pewarnaan tekstil. Pemilihan bahan baku berupa
daun alpukat ini dikarenakan ketersediaan bahan yang banyak dan memiliki kandungan tanin yang cukup
tinggi.
Tanin pada tumbuhan dapat diambil dengan cara ekstraksi padat-cair (leaching).Ekstraksi padat-cair
(leaching) merupakan proses pelarutan zat yang terkandung dalam zat padat dengan cara mengontakkan zat
padat dengan pelarutnya. Faktor yang berpengaruh pada proses ekstraksi adalah suhu ekstraksi, waktu
ekstraksi jenis pelarut yang digunakan, ukuran partikel, jumlah tahap ekstraksi dan perbandingan berat
pelarut terhadap berat zat padat (Herrick dan Buck, 1958). Karena tanin mempunyai banyak kegunaan
dalam berbagai aspek, maka pada penelitian ini akan dilakukan ekstraksi tanin dari daun alpukat dengan
menggunakan pelarut organik. Sebelumnya telah dilakukan penelitian ekstraksi tanin dengan berbagai
bahan alam sebagai bahan bakunya.
B. Rumusan Masalah
1) Apa saja yang dimaksud Tanin ?
2) Apa saja yang termasuk dalam penggolongan Tanin ?
3) Bagaimana biosintesis dari Tannin?
4) Tanaman apa saja yang menghasilkan Tanin?
1
5) Bagaimana cara memisahkan senyawa Tanin?
6) Bagaimana cara mengidentifikasi Tanin ?
7) Bagaimana efek farmakologi dari Tanin?
C. Tujuan Penulisan
1) Untuk mengetahui apa yang dimaksud Tanin
2) Untuk mengetahui apa saja yang termasuk dalam penggolongan Tanin
3) Untuk mengetahui bagaimana biosintesis dari Tannin
4) Untuk mengetahui tanaman apa saja yang menghasilkan Tanin
5) Untuk mengetahui cara memisahkan senyawa Tanin
6) Untuk mengetahui cara mengidentifikasi Tanin
7) Untuk mengetahui efek farmakologi dari Tanin
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definis Tanin
Tanin adalah kelas utama dari metabolit sekunder yang tersebar luas pada tanaman.Tanin
merupakan polifenol yang larut dalam air dengan berat molekul biasanya berkisar1000-3000 (Waterman
dan Mole tahun 1994, Kraus dll., 2003). Menurut definisi, taninmampu menjadi pengompleks dan
kemudian mempercepat pengendapan protein sertadapat mengikat makromolekul lainnya (Zucker,
1983). Tanin merupakan campuransenyawa polifenol yang jika semakin banyak jumlah gugus fenolik
maka semakin besarukuran molekul tanin.Pada mikroskop, tanin biasanya tampak sebagai massa
butiran bahan berwarna kuning, merah, atau cokelat.
Tanin dapat ditemukan di daun, tunas, biji, akar, dan batang jaringan. Sebagai contohdari lokasi
tanin dalam jaringan batang adalah tanin sering ditemukan di daerah pertumbuhan pohon, seperti xylem
dan lapisan antara korteks dan epidermis. Tanin dapat membantu mengatur pertumbuhan jaringan
ini.Tanin berikatan kuat dengan protein & dapat mengendapkan protein dari larutan. Tanin terdapat luas
dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat khususdalam jaringan kayu. Menurut
batasannya, tanin dapat bereaksi dengan protein membentukkopolimer mantap yang tak larut dalam air.
Dalam industri, tannin adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mampu mengubah kulit hewan
yang mentah menjadi kulit siap pakai karena kemampuannya menyambung silang protein.Secara fisika,
tanin memiliki sifat-sifat: jika dilarutkan kedalam air akan membentukkoloid dan memiliki rasa asam
dan sepat, jika dicampur dengan alkaloid dan glatin akan terjadiendapan, tidak dapat mengkristal, dan
dapat mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut sehingga tidak
dipengaruhi oleh enzim protiolitik.Secara kimiawi, memiliki sifat-sifat diantaranya: merupakan senyawa
kompleksdalam bentuk campuran polifenol yang sukar dipisahkan sehingga sukar mengkristal, tanin
dapat diidentifikasikan dengan kromotografi, dan senyawa fenol dari tanin mempunyai aksiadstrigensia,
antiseptik dan pemberi warna (Najebb, 2009). Senyawa phenol yang secara biologis dapat berperan
sebagai khelat logam. Proses pengkhlatan akan terjadi sesuai pola subtitusi dan pH senyawa phenolik itu
sendiri. Karena itulah tanin terhidrolisis memiliki potensial untuk menjadi pengkhelat logam. Hasil
khelatdari tanin ini memiliki keuntungan yaitu kuatnya daya khelat dari senyawa tanin inimembuat
khelat logam menjadi stabil dan aman dalam tubuh. Tetapi jika tubuhmengkonsumsi tanin berlebih
maka akan mengalami anemia karena zat besi dalam darahakan dilkhelat oleh senyawa tanin tersebut
(Hangerman, 2002).
3
B. Penggolongan
Senyawa tanin termasuk ke dalam senyawa polifenol yang artinya senyawa yangmemiliki bagian
berupa fenolik. Senyawa tanin dibagi menjadi dua berdasarkan pada sifatdan struktur kimianya, yaitu
tanin yang terhidrolisis dan tanin yang terkondensasi.
1. Tanin Terhidrolisis
Tanin terhidrolisis biasanya ditemukan dalam konsentrasi yang lebih rendah pada tanaman
biladibandingkan dengan tanin terkondensasi. Tanin dalam bentuk ini adalah tannin yang
terhidrolisis oleh asam atau enzim menghasilkan asam galat dan asam elagat. Secara kimia, tannin
terhidrolisis dapat merupakan ester atau asam fenolat. Asam galat dapat ditemukan dalam cengkeh
sedangkan asam elagat ditemukan dalam daun Eucalyptus.
Gambar 1. Rumus Struktur Asam Galat & Asam Elagat (Julianto, 2019)
Tanin terhidrolisis biasanya berikatan dengan karbohidrat dengan membentuk jembatan
oksigen, maka dari itu tanin ini dapat dihidrolisis dengan menggunakan asam sulfat atau asam
klorida. Salah satu contoh jenis tanin ini adalah gallotanin yang merupakan senyawa gabungan dari
karbohidrat dengan asam galat. Selain membentuk gallotanin, dua asam galat akan membentuk
tanin terhidrolisis yang biasa disebut Ellagitanins. Ellagitanin sederhana disebut juga ester asam
hexahydroxy diphenic (HHDP). Senyawa ini dapat terpecah menjadi asam galic jika dilarutkan
dalam air. Senyawa tanin bila direaksikan dengan feri klorida akan menghasilkan perubahan warna
menjadi biru atau hitam (Julianto, 2019).
4
2. Tanin Terkondensasi
Tanin terkondensasi terdiri dari beberapa unitflavanois (flavan-3-ol) dihubungkan oleh ikatan –
ikatan karbon. Pada penambahan asam atau enzim, senyawaan ini akan terdekomposisi menjadi
plobapen. Pada proses destilasi, tannin terkondensasi berubah menjadi katekol, oleh karenanya
sering disebut sebagai tannin katekol (Julianto, 2019). Tanin terkondensasi banyak ditemukan
dalam berbagai jenis tanaman seperti Acacia spp, Sericea L Espedeza serta spesies padang rumput
seperti Lotus spp. Tanin terkondensasi (condensed tannins) biasanya tidak dapat dihidrolisis tetapi
dapat terkondensasi menghasilkan asam klorida. Tanin jenis ini kebanyakan terdiri
dari polimer flavonoid yang merupakan senyawa fenol.
Nama lain dari tanin ini adalah Proanthocyanidin. Proanthocyanidin merupakan polimer dari
flavonoid yang dihubungkandengan melalui ikatan C-8 dengan C-4. Salah satu contohnya adalah
Sorghum procyanidin, senyawa ini merupakan trimer yang tersusun dari epiccatechin dan catechin.
Senyawa ini jika dikondensasikan maka akan menghasilkan flavonoid jenis flavan dengan bantuan
nukleofil berupa floroglusinol. Tanin terkondensasi akan menghasilkan senyawa berwarna hijau
ketika ditambahkan dengan ferri klorida (Julianto, 2019).
Proanthocyanidins
Gambar 4. Struktur Proanthocynidins (Hagerman, 2011).
C. Biosintesis Tanin
5
Ada dua rute biosintetik utama yang menghasilkan tanin dengan kompleksitas struktural yang
berbeda (Sieniawska & Taj, 2017).
1. Rute Biosintesis Tanin Terhidrolisis
Rute ini terdiri dari tiga tahap, diturunkan dari asam kuinat, dan menghasilkan asam galat. Di
sini, galloyl digunakan dalam pembentukan 1-galloyl-β-D-glukosa, zat dasar dan kunci-metabolit
dalam biosintesis tanin hidrolisis (HT).
a) Pada langkah pertama, 1-galloyl-β-D-glukosa berfungsi sebagai akseptor asil dan donor asil,
untuk membentuk di-, tri- galloylglucose, dan, terakhir, pentagalloylglucose (produknya
adalah turunan galloylglucose “sederhana” ). 2,3,4,6-tetra-O-galloyl-D-glucopyranose
(TGG) dan 1,2,3,4,6-penta-O-galloyl-β-D-glucopyranose (β-PGG), ditemukan di banyak
famili tumbuhan, merupakan kunci dalam semua biosintesis hidrolisis polifenol tumbuhan.
b) Pada langkah kedua, galloylation pentagalloylglucose terus menghasilkan heksa-, hepta-,
octa-, dll, turunan –galloylglucose dan membentuk hubungan esterik antara dua gugus
galoy (galotannin atau metabolit depsidik).
c) Langkah ketiga adalah melalui oksidasi, yang mengarah ke ikatan C-C antara residu galloyl
yang berorientasi dari molekuk glukogalloyl, yang membentuk hexahydroxydiphenoyl
(HHDP) bagian (ellagitannins).
6
2. Rute Biosisntesis Tanin Kompleks dan Terkondensasi
Gambar 6. Rute Biosisntesis Tanin Komplek dan Terkondensasi (Sieniawska & Taj, 2017).
Pada rute ini, p-coumaroyl-CoA, jika dipadatkan dengan malonil CoA, menghasilkan
chalcone, yang merupakan prekursor naringenin dan flavan-3-ols (misalnya, katekin).
a) Langkah pertama dalam proses ini adalah glikosilasi unit katekin menjadi unit galotannin
atau ellagitannin (keduanya merupakan tanin kompleks).
b) Langkah kedua melibatkan oligomerisasi unit katekin, melalui hubungan C-4 dari satu
bagian katekin, dengan C-8 atau C-6 dari bagian katekin berikutnya (tanin terkondensasi).
Mesir, melintasi
Maghreb dan
Sahel, selatan ke Gallocatechin-
Mozambik dan gallate, methyl Demam, diare,
Acacia nilotica
KwaZulu-Natal, gallate, catechin, kencing manis,
(L.) Willd. ex Polong
Afrika Selatan, catechin gallate, sakit gusi, dan
Delile. Fabaceae
dan timur melalui galloylglucose, penyakit kulit.
Penisula Arab ke epicatechin
Pakistan, India,
dan Burma
Infeksi mata,
Catechin;
Agrimonia diare, dan
procyanidin B3,
eupatoria L. Herb gangguan
procyanidin trimer,
Rosaceae kandung empedu,
agrimoniin
hati, dan ginjal
Radang amandel;
Oligomer asam
mencuci luka,
Caesalpinia poligalik yang terikat
demam, masuk
spinosa (Molina) Polong Peru dengan ester link ke
angin, dan sakit
Kuntze Fabaceae asam kuinat, asam
perut, produksi
galat hingga 53%
asam galat
Membantu
pencernaan,
Catechin, epicatechin pemurnian darah,
southeastern Asia
Camellia sinensis gallate, memperkuat gigi
— China, Tibet,
(L.) Kuntze Daun epigallocatechin dan tulang,
dan northern
Theaceae gallate, meningkatkan
India
epigallocatechin sistem kekebalan
tubuh,
meningkatkan
8
fungsi jantung,
antivirus,
menurunkan
darah dan kadar
gula
Diospyros kaki Oligomer
Antiseptik,
proanthocyanidin
menurunkan
berdasarkan katekin,
kadar kolestrol,
Thunb. Buah China gallocatechin,
mencegah
Ebenaceae catechin-3-O-gallate,
penyakit jantung
gallocatechin-3-O-
serta stroke
gallate
Geranium
thunbergii Siebold Gangguan
Daun Geraniin
ex Lindl. & Paxt. Pencernaan
Geraniaceae
O-galloyl-beta-
glucoside,
pedunculagin, 2,3-
(S)-
hexahydroxydipheno
Diuretic and
Geum japonicum yl-
Herb astringent,
L. Rosaceae D-glucose,
anticoagulant
tellimagrandin II,
2,6-di- O-galloyl-D-
glucose, casuariin,
and 5-
desgalloylstachyurin
Berasal dari
Amerika Utara
Hamamelitannin, bengkaka,
bagian timur, dari
pentagalloylglucose, penyembuhan
Hamamelis Nova Scotia di
kulit dan derivatives of luka, luka bakar
virginiana L. barat hingga
daun epicatechin-(4B-8)- ekternal yang
Hamamelidaceae Minnesota, dan
catechin; membengkak dan
selatan ke Florida
proanthocyanidins Tumor
tengah hingga
Texas timur
Diare kronis,
disentri,
menoragia,
Tannic acid:
inkontinensia
rhataniatannic acid,
urin, hematuria,
peculiar acid
Krameria Pegunungan dan perdarahan
principle: krameric
trianda L. Akar Andes di Bolivia pasif dari usus
acid, phlobaphene,
Krameriaceae dan Peru. besar; sakit
phloroglucin,
tenggorokan;
oligomeric
sebagai astringent
proanthocyanidins
untuk selaput
lendir mata,
hidung, gusi
Mallotus Penyakit
Kulit China 3,4,11-Tri-O-
japonicas gastrointestinal
9
seperti gastritis,
(L.) Mull. Arg. tukak lambung,
galloylbergenin
Euphorbiaceae, diare dan
konstipasi
Pentameric
ellagitannins:
Monochaetum melastoflorins A—D
multiflorum(Bonpl.) Infeksi dan luka
Daun Colombia oligomeric
Naudin pada kulit
hydrolyzable tannins:
Melastomataceae nobotanins
Q, R, S, T
Mouriri pusa
Catechins and gastritis dan
Gardn. Daun Brazil
condensed tannins tukak lambung
Melastomataceae
Peradangan,
pengobatan luka,
perdarahan,
Potentilla erecta Pentadigalloylglucose, disentri, diare,
(L.) Rauschal Eropa Tengah,
pedunculagin, penyakit radang
Italia, Swedia,
agrimoniin, usus, bakteri,
Serbia dan
Akar epigallocatechin, jamur, dan virus
Montenegro,
catechins, their dimers
Rusia, Bulgaria, infeksi, jenis
and trimers,
Turki kanker tertentu,
proanthocyanidins
Rosaceae antiseptik untuk
mulut dan
tenggorokan
Diare,
perdarahan,
influenza, batuk,
parotitis,
Potentilla China, Korea,
Bagian Agrimoniin, limfadenitis,
kleiniana Wight & Japan, Nepal,
Aerial potentillin hepatitis,
Arnott Rosaceae India
ketakutan, mati
rasa anggota
badan,
dismenore, maag
Quercus astringen,
infectoria inflamasi,
anastesi lokal,
Empedu Tannic acid
antibakteri,
Oliv. Fagaceae
antijamur dan
antivirus
Quercus robur L. Grandinin, castalagin, Diare,
Kulit Ireland
Fagaceae glucogallin peradangan
10
ringan pada
mukosa mulut
atau kulit, gatal
dan rasa terbakar
yang
berhubungan
dengan wasir
Antiseptik,
Structures containing astringent, dan
1 to 14 galloyl hemostatik. diare
residues, yielding kronis,
tri-, tetra-, penta-, berkeringat
Rhus chinensis hepta- dan spontan, keringat
Cina dan Asia
Mill. Empedu nonagalloylglucose malam, luka
Tenggara
Anacardiaceae up to 70 %, gallic bakar eksternal,
acid and derivatives: pendarahan
3-galloyl- gallic acid akibat luka
and 4-galloyl- gallic traumatis, wasir,
acid dan bisul di
mulut
Eropa utara, Asia Disentri berdarah,
Sanguisorba
utara, dan mimisan, luka
officinalis L. Akar Sanguiin H-6
Amerika Utara bakar, dan gigitan
Rosaceae
bagian utara serangga
Sakit
tenggorokan,
Afrika sampai Corilagin and related bronkitis, asma,
Syzygium cumini Kulit
Madagaskar ellagitannins haus, biliousness,
disentri, dan
maag
Terminalia 2,4-Chebulyl-β-D-
chebula glucopyranose,
batuk
chebulinic acid,
Buah mengganggu
Retz. punicalagin, terflavin
karena pilek, maag
Combretaceae A, terchebin, tannic
acid
Sumber : Sieniawska & Taj (2017)
11
yang terbentuk diperiksa dengan lampu UV 254 nm dan 366 nm, dan masing - masing noda diukur
harga Rfnya. Selanjutnya pengembang yang menunjukkan noda terbanyak dan terpisah dengan
baik, digunakan sebagai fase gerak pada KLT preparative (Hagerman, 2011).
Pemisahan dengan KLT Preparative menggunakan eluen n-butanol : asam asetat : air (BAA)
(4:1:5) yang memberikan pemisahan terbaik pada KLT. Noda yang terbentuk berupa pita diperiksa
di bawah sinar UV 254 nm dan 366 nm. Noda pada KLT Preparatif dikeruk dan dilarutkan dengan
aseton yang selanjutnya diuji fitokimia dan diuji kemurnian dengan KLT. Isolat yang menunjukkan
hasil positif tanin selanjutnya diuji aktivitas dan diidentifikasi dengan spektrofotometer UV - Vis
dan FTIR. Isolat – isolat hasil dari KLT preparatif diuji kemurnian menggunakan KLT dengan
beberapa eluen, noda diperiksa dengan lampu UV 366 nm dan diukur harga Rfnya. Apabila
diperoleh satu noda, maka dapat diasumsikan bahwa isolat yang diperoleh relatif murni secara KLT
(Hagerman, 2011).
Metode:
- Ekstrak tumbuhan diterapkan ke kolom setelah mengeluarkan semua aseton dari sampel, dan
mengurangi volume sebanyak mungkin.
- Tambahkan etanol agar sampel tetap dalam larutan.
- Centrifuge sebelum diaplikasikan kolom untuk menghilangkan bahan yang tidak dapat larut
(Anda dapat melarutkan kembali fraksi yang tidak dapat larut ini dan mengujinya dengan Biru
Prussia; kami menemukan fraksi ini menyumbang kurang dari 10% dari total fenolat).
- Oleskan sampel ke kolom dan elusi dengan etanol (1 mL / menit).
- Elute sampai absorbansi pada 280 tidak lagi berubah dan mendekati nilai dasar. Eluat etanol
dapat digabungkan, berputar diuapkan untuk mengurangi volume, dan diuji dengan Uji biru
prusia untuk menentukan fenolat non-tannin. Itu juga dapat dikeringkan sampai berat konstan
dan nontannin fenolat ditentukan secara gravimetri (Zhao, M.S. Thesis, Miami University
12
1995). Elute kolom dengan aseton 70%; tanin biasanya terlihat sebagai pita pigmen berwarna
coklat. Eluate ini tidak bisa dipantau di UV karena absorbansi UV yang kuat dari aseton.
- Tes titik biru Prusia dapat digunakan untuk menentukan kapan semua tanin telah dielusi.
Gabungkan pecahan tanin dan gunakan biru Prusia untuk menentukan tanin. Tanin juga dapat
ditentukan secara gravimetri setelah dikeringkan berat konstan. Kami menemukan bahwa
pemulihan total secara rutin lebih besar dari 75%. Sebagian besar belum dipulihkan bahan
adalah tanin yang diserap secara ireversibel ke kolom.
3. Metode Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan kelarutannya terhadap dua
cairan tidak saling larut yang berbeda. Prinsip ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar dalam
pelarut polar dan senyawa non polar dalam senyawa non polar. Secara umum ekstraksi dilakukan
secara berturut-turut mulai dengan pelarut non polar (n-heksan) lalu pelarut yang kepolarannya
menengah (diklor metan atau etil asetat) kemudian pelarut yang bersifat polar (metanol atau etanol)
(Sa’adah, 2010).
- Maserasi
Maserasi merupakan metode ekstraksi dengan caramerendam serbuk sampeldalam
pelarutyang sesuai pada temperatur ruangan. Ditimbang serbuk tumbuhan yang akan diperiksa
dengan penambahan masing-masing pelarut (metanol, etanol 96% dan etil asetat) sesuai
perhitungan dibagi menjadi 3 bagian dengan lama ekstraksi 3x24 jam pada suhu ruangan (15˚C
- 30˚C). Maserat kemudian dipekatkan dengan menggunakan rotavapor (Kusumo, 2017).
- Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi dengan cara serbuk sampel ditempatkan dalam kelongsong atau
tabung yang bentuknya bulat panjang (berbentuk silinder) yang telah dilapisi kertas saring
pelarut dipanaskan dalam labu alas bulat sehingga menguap dan dikondensasikan oleh
kondensor bola menjadi molekul-molekul pelarut yang jatuh ke dalam kelongsong melarutkan
zat aktif di dalam sampel dan pelarut telah mencapai permukaan kertas saring, seluruh cairan
akan turun kembali ke labu alas bulat melalui pipa kapiler hingga terjadi sirkulasi (Sibuea,
2015).
- Perkolasi
perkolasi adalah ekstraksi yang dilakukan dengan cara serbuk sampel dimaserasi selama 3
jam, kemudian dipindahkan ke dalam bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat
berpori, cairan pelarut dialirkan dari atas ke bawah melalui sampel tersebut, pelarut akan
melarutkan zat aktif dalam sampel yang dilalui sampai keadaan jenuh (Sibuea, 2015).
- Metode Ekstraksi dengan sonikator (Menurut Hagerman, 2011).
13
Sebuah sonikator menggunakan gelombang suara berenergi tinggi untuk memaksa pelarut
menembus material yang "tidak bisa ditelan". Di sebuah sonicating bath, beberapa sampel
dapat dengan mudah ditangani sekaligus.
Cara kerja :
a. Gunakan sekitar 2 g berat kering atau 8 g basah berat jaringan tanaman. Jika menggunakan
tisu segar atau beku, giling terlebih dahulu dengan nitrogen cair dengan lesung dan alu.
b. Pindahkan sampel ke tabung sentrifugasi plastik tutup ulir 50 mL dan catat sampelnya
bobot. Tambahkan 20,0 mL aseton 70% (aseton: air, 70:30) dan sonikasi 30 menit pada suhu
4 C.
c. Centrifuge 10 menit pada 2500 x g. Pindahkan supernatan dan catat volume yang tepat.
Simpan supernatan pada 4 C. Ulangi ekstraksi tiga kali lagi. kemudian yang biasa dilakukan
setelahnya yaitu menggabungkan dua ekstraksi pertama (sekitar 75% dari total fenolat) dan
dua ekstraksi kedua (sekitar 20% dari total fenolat) untuk analisis.
14
3. Identifikasi Tanin dengan Spektrofotometer UV-vis
Spektrofotometer UV-Vis merupakan suatu metode identifikasi struktur dari suatu senyawa.
Spektrofotometer UV-Vis digunakan untuk menentukan secara deskriptif senyawa tanin yang
didapat dari hasil pemisahan senyawa dengan KLT preparatif. Metode ini digunakan untuk
membantu mengidentifikasi senyawa tanin dan menentukan pola oksigenasinya. Spektrofotometer
UV-Vis juga memberikan informasi adanya kromofor dari senyawa organik dan membedakan
senyawa aromatik atau senyawa ikatan rangkap yang terkonjugasi dan senyawa alifatik rantai jenuh
(Sa’adah, 2010).
Dari panjang gelombang maksimum senyawa tanin terdapat satu pita yang mempunyai panjang
gelombang 300-550 nm yang diperkirakan adanya ikatan π–π*, seperti ikatan C=C terkonjugasi dan
ikatan n-π* berupa kromofor tunggal seperti ikatan C=O (Sastrohamidjojo, 1991). Jika suatu
molekul sederhana dikenakan radiasi elektromagnetik maka molekul tersebut akan menyerap
radiasi elektromagnetik yang energinya sesuai. Apabila pada molekul yang sederhana hanya terjadi
transisi elektronik pada satu macam gugus yang terdapat pada molekul maka akan terjadi satu
absorpsi yang merupakan garis spectrum (Sa’adah, 2010).
G. Efek Farmakologi
Kandungan tannin yang terdapat dalam makanan sering dianggap merugikan karena potensinya
yang dapat mempengaruhi pencernaan protein dan juga pengkelat ion logam yang potensial namun
tannin juga dapat memberikan beberapa efek farmakologis, termasuk antioksidan dan aktivitas
penangkap radikal bebas serta sifat antimikroba, anti-kanker, anti-nutrisi dan pelindung jantung. Namun
demikian selain efek farmakologis yang diberikan secara lokal di usus, tanin harus tersedia secara hayati
untuk memberikan efek kesehatannya. Artikel yang ditulis oleh Hernawan dan Setyawan
mengemukakan bahwa aktivitas biologi ellagitanin yang telah diketahui antara lain sebagai antidiabetes,
anti-mikrobia, anti-virus, anti-hipertensi, anti-oksidan, dan anti-kanker/tumor. Serta belum ada
penelitian yang menunjukan efek toksik ellagitanin (Hagerman, 2011; Smeriglio dkk, 2017).
1. Aktivitas antioksidan dan penangkap radikal bebas
15
Sebagian besar aktivitas proanthocyanidins dan tanin terhidrolisis, termasuk antioksidan dan
kapasitas penangkap radikal bebas, sangat bergantung pada strukturnya; misalnya, peningkatan efek
anti-radikal diamati dengan peningkatan derajat polimerisasi. Beberapa procyanidins seperti
procyanidin B1 dan procyanidin B3 telah dikenal sebagai antioksidan yang lebih kuat daripada
asam askorbat atau α-tokoferol (Smeriglio dkk, 2017).
2. Properti Anti-kanker
Mekanisme kerja proanthocyanidins oleh bebrapa penelitian (tahap embrio) telah
mengidentifikasi beberapa target molekuler yang berpotensi berguna untuk pencegahan dan
pengobatan kanker (Smeriglio dkk, 2017).
3. Aktivitas antimicrobial
Sifat antimikroba proanthocyanidins dan tannin terhidrolisis yang ada di banyak tanaman obat
dan makanan tampaknya mempengaruhi pertumbuhan bakteri melalui beberapa mekanisme seperti
penghambatan enzim ekstraseluler, perampasan substrat esensial mikroba (misalnya dengan
pengompleksan ion logam), disintegrasi membran luar bakteri dengan kebocoran sitoplasma atau
dengan aksi langsung pada metabolisme mikroba. Selain itu, senyawa ini dapat mengganggu
polipeptida dinding sel mikroba yang bereaksi dengan gugus sulfhidril, seringkali menyebabkan
hilangnya fungsi protein membran. Beberapa tanaman yang kaya ellagitanin juga menunjukan
aktivitas antibakteri. Asam ellagic juga diteliti menunjukan efek antimalarial.
Aktivitas antivirus tanin juga tampaknya terkait erat dengan struktur tanin. Tanin paling aktif
menunjukan efek paling sitotoksik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tanin dapat
mengganggu penyerapan virus Herpes simpleks serta penyerapan HIV dan efek sitopatiknya
(Smeriglio dkk, 2017).
4. Aktivitas anti-nutrisi
Tanin dikenal sebagai senyawa astringen karena kemampuannya untuk membentuk kompleks
dan mengendapkan protein. Sebuah penelitian terbaru dilakukan untuk menjelaskan interaksi antara
procyanidin B3, tanin makanan yang umum, dan fraksi peptida kaya prolin yang diturunkan dari
gandum, yang bertanggung jawab atas timbulnya penyakit celiac (CD). Studi ini mengidentifikasi
beberapa kompleks peptida B3 terlarut yang mengandung peptida imunoreaktif, dengan ukuran dan
keragaman yang berbeda dalam epitop CD, menunjukkan potensi efek menguntungkan dari
proanthocyanidins sebagai pendekatan nutrisi dalam modulasi penyakit usus (Smeriglio dkk, 2017).
16
Banyak penelitian in vitro dan pada hewan baru-baru ini telah dilakukan untuk menjelaskan
peran proanthocyanidins sebagai molekul yang menjanjikan yang dapat mencegah perkembangan
beberapa sindrom koroner dengan menghambat proses aterogenik dan menyeimbangkan tekanan
darah dan homeostasis lipid. Salah satu hasil penelitian menunjukan peran potensial senyawa ini
dalam tahap awal perkembangan aterosklerosis. Proanthocyanidine dalam biju anggur juga telah
ditemukan memiliki efek antioksidan, anti-inflamasi dan antiapoptosis yang dengannya mampu
melindungi hati dari cedera iskemia/reperfusi dengan mengurangi stres retikulum endoplasma
(Smeriglio dkk, 2017).
17
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tanin merupakan senyawa polifenol yang berasal dari tumbuhan, memiliki rasa pahit dan kelat, dan
dapat menggumpalkan protein. Tanin pada tumbuhan banyak terkandung pada bagian kulit batang, daun
pada tumbuhan yang berfungsi untuk melindungi tumbuhan dari hama. Tanin yang terlarut dalam air
memberikan warna coklat kehitaman seperti air teh. Tanin merupakan golongan senyawa polifenol yang
sifatnya polar, dapat larut dalam gliserol, alcohol dan hidroalkoholik, air dan aseton, tetapi tidak larut
dalam kloroform, petroleum eter dan benzene, berdasarkan sifat dan struktur kimia tannin dibedakan
menjadi tannin terhidrolisis dan tannin yang terkondensasi.
Tanin pada tumbuhan dapat diambil dengan cara ekstraksi padat-cair (leaching).Ekstraksi padat-
cair (leaching) merupakan proses pelarutan zat yang terkandung dalam zat padat dengan cara
mengontakkan zat padat dengan pelarutnya. Faktor yang berpengaruh pada proses ekstraksi adalah suhu
ekstraksi, waktu ekstraksi jenis pelarut yang digunakan, ukuran partikel, jumlah tahap ekstraksi dan
perbandingan berat pelarut terhadap berat zat padat metode yang biasa digunakan yaitu dengan
menggunakan metode maserasi, sokletasi, perkolasi, ekstrasi menggunakan sonikator, menggunakan
homogenizer, pemisahan dengan menggunakan KLT
Efek farmakologis dari tannin yaitu aktivitas antioksidan dan penangkap radikal bebas, property
anti kanker, aktivitas microbial, aktivitas anti-nutris dan sebagai property pelindung jantung.
18
DAFTAR PUSTAKA
Hernawan, U. E., Setyawan, A. D. 2003. REVIEW: Ellagitanin; Biosintesis, Isolasi, dan Aktivitas Biologi.
Biofarmasi 1(1).
Julianto, T. S. (2019). Fitokimia Tinjauan Metabolit Sekunder dan Skrining Fitokimia. Universitas Islam
Indonesia. Yogyakarta
Kusumo G.G, Ferry M.A.H, Asroriyah H. 2017. Identifikasi Senyawa Tanin Pada Daun Kemuning
(Murraya Panicullata L. Jack) dengan Berbagai Jenis Pelarut Pengekstraksi. Journal of Pharmacy
and Science. Vol. 2 No 1.
Sa’adah Lailis. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Tanin dari Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.).
Skripsi. Malang
Sari P.P, Rita W.S, dan Puspawati N.M. 2015. Identifikasi Dan Uji Aktivitas Senyawa Tanin Dari Ekstrak
Daun Trembesi (Samanea saman (Jacq.) Merr) Sebagai Antibakteri Escherichia coli (E. coli).
Jurnal Kimia 9(1) : 27-34. Bali.
Sibuea Fridaqua .S.Y. (2015). Ekstraksi Tanin dari Kluwak (Pangium edule R) menggunakan pelarut etanol
dan aquades dan aplikasinya sebagaipewarna makanan. Tugas Akhir. Semarang.
Sieniawska, E. & Baj, T. (2017). Tannins. Medical University Of Lublin. Lublin, Poland.
Smeriglio A., Barreca D., Bellocco E., Trombetta D. (2017). Proanthocyanidins and Hydrolysable Tannins:
Occurrence, Dietary Intake and Pharmacological Effects. British Journal of Pharmacology: 174.
19