Anda di halaman 1dari 62

1

BAB. I

PENDAHULUAN.

1.1. Latar Belakang.

Peredaran dan penyalahgunaan narkoba dikalangan anak-anak, pelajar hingga remaja

terus meningkat. Tentu saja fenomina ini merupakan mimpi buruk bagi orang tua , masa

depan berantakan atau nyawa bisa melayang menjadi taruhannya dan terkadang orang tua

tak sadar anaknya terkena narkoba Seringkali orang tua tidak menyadari anaknya terlibat

penyalahgunaan narkoba. Mereka biasanya baru sadar jika anak mengalami over dosis,

sebagai orang tua upaya pencegahan masih bisa dilakukan salah satunya dengan mengenali

sejak dini penyalahgunaan narkoba pada anak 1

Salah satu kejahatan yang mendapatkan sanksi pidana adalah penyalahgunaan

narkotika, di Indonesia sudah sampai ketingkat yang sangat mengkhawatirkan, fakta

dilapangan menunjukan bahwa 50% penghuni LAPAS (lembaga pemasyarakatan)

disebabkan oleh kasus narkoba atau narkotika. Berita kriminal di media masa, baik media

cetak maupun elektronik dipenuhi oleh berita penyalahgunaan narkotika. Korbannya

meluas kesemua lapisan masyarakat dari pelajar, mahasiswa, artis, ibu rumah tangga,

pedagang , supir angkot, anak jalanan, pejabat dan lain sebagainya. Narkoba dengan

mudahnya dapat diracik sendiri yang sulit didektesi. Pabrik narkoba secara ilegalpun sudah

didapati di Indonesia.2
1
http//dianjanuarfitriawatti. blogspot.com/dampak dari pemakai narkoba, diakses 9 Januari 2019 ,
Pukul 10 WIB
2
Rahmat Illahi Besri-http://ibelboy2.wordpress.com/2011/06/04/makalah penjatuhkan tindak pidana
dalam pespektif hukum pidana, diakses, 9 Januari 2019, Pukul. 11 WIB,
2

Penegakan hukum terhadap tindak pidana narkotika telah banyak dilakukan oleh

aparat penegakan hukum dan telah banyak mendapatkan putusan hakim di sidang

pengadilan. Penegakan hukum ini diharapkan mampu sebagai faktor penangkal terhadap

merebaknya peredaran perdagangan narkoba atau narkotika, tapi dalam kenyataan justru

semakin intensif dilakukan penegakan hukum, semakin meningkat pula peredaran

perdagangan narkotika  tersebut.3

Hukum dibuat untuk mengatur agar kepentingan-kepentingan yang berbeda antara

pribadi, masyarakat, dan negara dapat dijamin dan diwujudkan tanpa merugikan pihak yang

lain.4 Adalah tugas dari hukum pidana untuk memungkinkan terselenggaranya kehidupan

bersama antar manusia, tatkala persoalannya adalah benturan kepentingan antara pihak

yang melanggar norma dengan kepentingan masyarakat umum. Karena itu, karakter publik

dari hukum pidana justru mengemuka dalam fakta bahwa sifat dapat dipidananya suatu

perbuatan tidak akan hilang dan tetap ada, sekalipun perbuatan tersebut terjadi seizin atau

dengan persetujuan orang terhadap siapa perbuatan tersebut ditujukan, dan juga dalam

ketentuan bahwa proses penuntutan berdiri sendiri, terlepas dari kehendak pihak yang

menderita kerugian akibat perbuatan itu. Kendati demikian, tidak berarti bahwa hukum

pidana mengabaikan terhadap kepentingan para pihak.5

Sanksi pidana merupakan penjatuhan hukuman yang diberikan kepada seseorang

yang dinyatakan bersalah dalam melakukan perbuatan pidana. Jenis-jenis pidana ini sangat

3
.Ibid
4
. Andi Hamzah,. dan A. Sumangelipu, Pidana Mati Di Indonesia Di Masa Lalu, Kini Dan Di Masa
Depan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003, h. 31.
5
.Iqbal Albama,Penjatuhan Pidana Mati Dalam Tindak Pidaana Narkotika, Pengadilan Negeri
Nunukan, Kaltim.2016
3

bervariasi, seperti pidana mati, pidana seumur hidup, pidana penjara, pidana kurungan dan

pidana denda yang merupakan pidana pokok, dan pidana pencabutan hak-hak tertentu,

perampasan barang-barang tertentu, dan pengumuman putusan hakim yang kesemuanya

merupakan pidana tambahan. Tujuan dari sanksi pidana menurut Bemmelen adalah untuk

mempertahankan ketertiban masyarakat, dan mempunyai tujuan kombinasi untuk

menakutkan, memperbaiki dan untuk kejahatan tertentu membinasakan. 6

Vonis pidana dalam perspektif negara bisa dikatakan merugikan pemerintah.

Bayangkan berapa dana yang harus dikeluarkan pemerintah untuk memberikan jatah

makan bagi pengguna narkotika didalam penjara, selain itu pemerintah tidak bisa

memberikan jaminan tempat yang layak dipenjara. Hampir semua lembaga

permasyarakatan narkotika di Indonesia penuh sesak, akibatnya penghuni harus

berdesakan karena kondisi yang serba minim, mudah terjadi kekerasan di dalam penjara. 7

Tindak pidana narkoba atau narkotika berdasarkan undang-undang nomor 35 tahun

2009 (UU No.35 tahun 2009), memberikan sangsi pidana cukup berat, di samping dapat

dikenakan hukuman badan dan juga dikenakan pidana denda, tapi dalam kenyataanya para

pelakunya justru semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh faktor penjatuhan sangsi

pidana tidak memberikan dampak atau deterrent effect terhadap para pelakunya.8

Pemuatan ancaman hukuman yang telah ditetapkan berdasarkan perundang-

undangan negara Republik Undonesia, sekaligus bagi setiap pihak yang bertekat

6
.J.M van Bemmelen Hukum Pidana 1 (Hukum Pidana Material Bagian Umum), Terjemahan Hasnan,
Bina Cipta, Bandung 1987, h. 128, dalam Mahrus Ali, Kejahatan Korporasi Kajian Relevansi Sanksi
Tindakan Bagi Penanggulangan Kejahatan Korporasi, Arti Bumi Intaran, Yogyakarta, 2008 h. 137.
7
. http : // www.satudunia.net/ conten/ pengguna napza , diakses 15 Januari 2019, Pukul 9 WIB.
8
. Ibid
4

memerangi narkotika atau pihak yang mendapat ancaman serangan narkotika benar-benar

mengetahui apa saja ancaman hukuman yang diberlakukan di negara ini bagi penggunan

ataupun pengedar narkotika.9

Peredaran dan penyalagunaan narkoba dikalangan anak-anak, pelajar hingga remaja

terus meningkat. Tentu saja fenomina ini merupakan mimpi buruk bagi orang tua , masa

depan berantakan atau nyawa bisa melayang menjadi taruhannya dan terkadang orang tua

tak sadar anaknya terkena narkoba Seringkali orang tua tidak menyadari anaknya terlibat

penyalahgunaan narkoba. Mereka biasanya baru sadar jika anak mengalami over dosis,

sebagai orang tua upaya pencegahan masih bisa dilakukan salah satunya dengan mengenali

sejak dini penyalahgunaan narkoba pada anak 10

Narkoba atau napza yang berarti narkotika, psikotropika dan zat aditif merupakan

zat yang sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh . Selain menimbulkan kencanduan , efek

jangka panjang penggunaan narkoba bisa menyebabkan berbagai macam penyakit

mematikan seperti ginjal, lever, paru-paru dan jantung dan bahkan kematian 11

Narkotika disatu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat dibidang

pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, tetapi pada

sisi lain narkotika dapat merupakan ancaman besar bagi kehidupan bangsa, apabila disalah

gunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama dari semua pihak.

Penyalahgunaan narkotika sekarang ini bukan lagi menjadi masalah nasional, tetapi sudah

merupakan masalah Internasional karena itu diperlukan langkah bersama dalam


9
http://dho 2008.blogspot.com/2010/06/ancaman-hukuman-bagi-pengguna dan pengedar narkoba,
diakses 18 Januari 2019, Pukul 11.30 WIB
10
http//dianjanuarfitriawatti.Loc cit
11
Ibid
5

menanggulangi bahaya narkotika dan hak rehabilitasi bagi pengguna narkotika. Menurut

Ketua PBHI Angger Jati Wijaya, menegaskan bahwa akses mendapatkan rehabilitasi

kesehatan merupakan hak bagi para narapidana narkotika, pelaksanaannya harus terlebih

dulu mengubah doktrin yang dipahami oleh jajaran penegak hukum selama ini, bahwa para

pengguna adalah korban narkotika dan bukan pelaku kejahatan. Semestinya terpidana

korban narkotika ini dipisahkan , mereka layak mendapat akses kesehatan, perspektifnya

yang harus diubah mereka harusnya dipandang sebagai koban bukan pelaku.12

Dalam kedokteran sebahagian besar golongan narkotika,psikotropika dan zat adiktif

lainnya (NAPZA) masih bermanfaat bagi pengobatan, namun bila disalahgunakan atau

digunakan tidak menurut indikasi medis atau standar pengobatan terlebih lagi bila disertai

peredaran dijalur ilegal, akan berakibat sangat merugikan bagi individu maupun masyarakat

luas khususnya generasi muda.13

Selanjutnya dalam hal penyalahgunaan narkoba ini peran penting sektor kesehatan

sering tidak disadari oleh petugas kesehatan itu sendiri, bahkan para pengambil keputusan,

kecuali mereka yang berminat dibidang kesehatan jiwa, khususnya penyalahgunaan

narkotika,psikotropika dan zat adiktif ( NAPSA). Bidang ini perlu dikembangkan secara

lebih profesional sehingga menjadi salah satu pilar yang kokoh dari upaya penanggulangan

penyalahgunaan Napsa.14

Berdasarkan ketentuan undang-undang begitu berat ancaman bagi penyalahgunaan

narkotika di Indonesia, namun pada kenyataannya kasus penyalahgunaan narkotika tetap

12
. http : //www. decik news.com/ read /2011/01/ diakses Tanggal 19 Januari 2019, Pukul 9 WIB.
13
.Ibid.
14
.Ibid
6

saja meningkat. Sejalan dengan perkembangan banyak pandangan masyarakat mengenai

penyalahgunaan narkotika, dr.Al Bachri Husein dari RSKO Cibubur Jakarta Timur,

menyatakan agar korban narkotika tidak melulu dipidana penjara, hak akses kesehatan

hanya khusus bagi terpidana pengguna narkotika dan bukan bagi terpidana terbukti

sebagai pengedar apalagi produsen narkotika. Namun banyak sekali pengedar dan

produsen narkotika saat akan ditangkap polisi buru-buru mengkonsumsi narkotika dengan

harapan diproses sebagai pengguna. Maka perlu ada seleksi ketat yang dilakukan oleh tim

ahli terhadap terpidana narkotika untuk mendapat hak rehabilitasi. 15

Pemerintah selain berupaya mengurangi jumlah penyalahgunaan narkotika,

pengguna, pengedar atau produsen narkotika di Indonesia. Juga bertugas untuk memberikan

pengobatan atau rehabilitasi kepada pengguna narkotika, baik yang dilakukan oleh

pemerintah ataupun swasta, sebagaimana pendapat yang menyatakan bahwa Pemerintah

bertugas mengatur, membina dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan. Upaya

kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang

dilakukan oleh pemerintah atau masyarakat. Penyelenggaraan upaya kesehatan dilakukan

secara serasi dan berkeseimbangan oleh pemerintah dan masyarakat termasuk swasta, agar

penyelenggaraan upaya kesehatan itu berhasil guna dan berdaya guna, maka pemerintah

perlu mengatur membina dan mengawasi baik upayanya maupun sumber dayanya.16

Hakim merupakan salah satu obyek studi sosiologi hukum. Dimana masyarakat banyak

yang mencibir sinis dan pesimis namun ada juga yang menaruh harapan terhadap putusan hakim

dalam suatu perkara. Banyak masalah yang memicu kekecewaan masyarakat, salah satunya adalah
15
. htt : //www.decik news.com/read/2011/01/ Loc cit
16
. Gatot Supramono, Hukum Narkoba Indonesia, Djambatan, Jakarta, 2001, hal 12
7

bagaimana hakim memutuskan perkara perkara yang bisa mengundang pro dan kontra dalam

masyarakat luas, Jangan sampai putusan itu mematikan rasa keadilan masyarakat. 17

Berdasarkan uraian dan penjelasan diatas, maka penulis mencoba untuk mengkaji

permasalahan dengan menuangkannya dalam bentuk skripsi yang berjudul “

Pertimbangan Hakim Menjatuhkan Putusan Hukuman Mati Terhadap Pelaku Tindak

Pidana Narkotika “.

1.2 Permasalahan

1. Apakah Dasar Pertimbangan Hakim Menjatuhkan Putusan Hukuman Mati

Terhadap Pelaku Tindak Pidana Narkotika ?

2. Bagaimana pendapat orang yang pro dan kontra terhadap putusan hakim yang

menjatuhkan hukuman mati pada pelaku tindak pidana narkotika ?

1.3 Ruang Lingkup

Sesuai dengan judul skripsi ini yang menyangkut masalah pertimbangan hakim

menjatuhkan pidana mati bagi pelaku tindak pidana narkotika, maka penulis akan

membahas materi tentang pertimbangan hakim menjatuhkan pidana mati

sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2009 dan beberapa peraturan perundang-undangan lain

yang terkait dengan penyalahgunaan narkotika.

17
.http://Sosiologi Hukum.blog.spon di 20 juni 2011, diakses 20 Januari 2019, Pukul 12 WIB
8

1.4 Tujuan dan Kegunaan Penelitian.

A. Tujuan Penelitian Berdasarkan pokok permasalahan diatas adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana pertimbangan hakim menjatuhkan pidana

mati bagi pelaku tindak pidana narkotika.

2. Untuk mengetahui akibat pertimbangan hakim menjatuhkan pidana mati

dimaksud dan pendapat masyarakat tentang putusan tersebut

B. Kegunaan penelitian.

Hasil penelitian ini diharapkan akan berguna untuk kepentingan teoritis dan

praktis yakni :

i. Secara teoritis berguna untuk memberikan gambaran yang terjadi terhadap

penyalahgunaan narkotika. Lebih luas diharapkan akan memberikan

sumbangan bagi perkembangan hukum pidana di Indonesia.

ii. Secara praktis merupakan salah satu pemikiran masyarakat dalam menjaga

anak-anak nya terhadap pengaruh narkotika bagi anaknya, khususnya

pengaruh narkotika tersebut bagi si pengguna dan masyarakat. Adapun

kegunaan lainnya adalah sebagai informasi dan tambahan kepustakaan bagi

para praktisi, akademisi hukum.

1.5 Metode Penelitian.

Metode penelitian ini sangat penting dalam rangka mendapatkan hasil penelitian

yang memuaskan dan akurat, maka dari itu penulis mengadakan penelitian dengan metode

sebagai berikut :

1. Tipe Penelitian
9

Tipe penelitian yang dilakukan penulis adalah jenis penelitian hukum normative, yaitu

dengan mengkaji berbagai peraturan perundang-undangan dan mengumpulkan data-

data penunjang yang ada diperpustakaan.

2. Metode Pendekatan.

Untuk membahas permasalahan yang penulis ajukan dalam tulisan ini, pendekatan

yang dilakukan adalah secara normative. Pendekatan secara normative dilakukan

dengan mempelajari dan menelaah teori-teori, konsep-konsep serta peraturan yang

berkaitan dengan permasalahan.

3. Sumber Data.

Dalam rangka menyelesaikan tulisan ini, data yang digunakan adalah data sekunder

yang terdiri dari :

a. Bahan Hukum Primer

Adalah bahan hukum yang mengikat, yang digunakan dalam penelitian adalah

KUHP, KUHAP dan Kitab Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 dan

peraturan lain yang berkaitan dengan narkotika

b. Bahan Hukum Sekunder

Adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum

primer yang terdiri dari karya ilmiah, tulisan ilmiah, surat kabar, buku-buku

hukum dan lain-lain.

c. Bahan Hukum Tertier

Adalah bahan hukum yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap

bahan hukum primer dan sekunder. Dalam tulisan ini bahan hukum tertier yang
10

digunakan antara lain, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Hukum dan lain-

lain.

4. Metode Pengumpulan Data dan Pengolahan Data.

a. Prosedur Pengumpulan Data

Dalam upaya mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam tulisan ini, penulis

menggunakan studi kepustakaan. Studi kepustakaan ini dilakukan dengan maksud

memperoleh data sekunder yaitu dengan melalui serangkaian kegiatan, membaca,

mengutif, mencatat buku-buku, menelaah perundang-undangan yang berkaitan

dengan permasalahan.

b. Pengolahan Data

Data yang terkumpul melalui kegiatan pengumpulan data diproses melalui

pengolahan dan penyajian data dengan melakukan editing yaitu data yang

diperoleh diperiksa dan diteliti kembali mengenai kelengkapan, kejelasan dan

kebenarannya, sehingga terhindar dari kekurangan dan kesalahan, kemudian

dilakukan evaluating, yaitu memeriksa ulang dan meneliti kembali data yang telah

diperoleh, baik mengenai kelengkapan maupun kejelasan dan kebenaran atas

jawaban dengan masalah yang ada.

5. Metode Analisis data.

Analitis data dipergunakan analisis kualitatif yang dipergunakan untuk mengkaji

aspek-aspek normative atau yuridis melalui metode yang bersifat deskriptif analitis,
11

yaitu menguraikan gambaran dari data yang diperoleh dan menghubungkannya satu

sama lain untuk mendapatkan suatu kesimpulan yang bersifat umum (secara induktif).

BAB. II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian - Pengertian.

Hakim menurut Pasal 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang- Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah pejabat Peradilan Negara yang diberi wewenang oleh
12

undang undang untuk mengadili. Kemudian kata “mengadili”sebagai rangakain tindakan hakim

untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak

memihak dalam sidang suatu perkara dan menjunjung tinggi 3 (tiga) asas peradilan yaitu sederhana,

cepat dan biaya ringan.18

Narkoba menurut Kurniawan adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan

psikologi seperti perasaan, pikiran, suasana hati serta perilaku jika masuk ke dalam tubuh

manusia baik dengan cara dimakan, diminum, dihirup, suntik, intravena, dan lain

sebagainya. Sedangkan narkoba menurut pakar kesehatan adalah psikotropika yang biasa

dipakai untuk membius pasien saat hendak dioparasi atau obat-obatan untuk penyakit

tertentu. Namun kini presepsi itu disalah gunakan akibat pemakaian yang telah diluar batas

dosis.19

Istilah narkotika sendiri resmi digunakan setelah dikeluarkannya Undang-Undang

Nomor. 22 tahun 1997 tentang Narkotika dan kemudian adanya Undang-Undang Nomor.

35 Tahun 2009. Sedangkan Istilah narkoba dipopulerkan dalam kehidupan masyarakat

Indonesia belum terlalu lama, muncul karena banyaknya terjadi peristiwa penggunaan

atau pemakaian barang-barang atau yang termasuk dalam katagori narkotika dan obat-

obatan adiktif, narkotika, psikotrapika dan bahan adiktif lainnya disingkat narkoba.

Rehabilitasi menurut ketentuan umun Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 ada

rehabilitasi sosial dan medis. Rehabilitasi Sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan

secara terpadu fisik, mental maupun sosial agar bekas pecandu narkotika dapat kembali

18
Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana,Surabaya,Kresindo Pidana,2007, Pasal 1.
19
Belajarpsikologi,.com/Pengertian-narkotika, 6 Februari 2019, Pukul 10 WIB
13

melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat. Sedangkan rehabilitasi medis

adalah suatu proses kegiatan pengobaatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu

dari ketergantungan narkotika. Menurut Kamus Besar bahasa Indonesia rehabilitasi adalah

pemulihan pada kedudukan atau keadaan yang dahulu atau semula.20

NAPZA adalah: 1. Narkotika Zat yang dapat menimbulkan penurunan/ perubahan

kesadaran atau mengurangi/ menghilangkan nyeri, dan dapat menjadikan ketagihan. Yang

termasuk narkotika: - Cannabis: ganja, cimenk, gelek. - Opium: morphin, heroin/ putauw,

etep, PT - Kokain. 2. Psikotropika Zat yang berkhasiat seperti narkotika, namun bersifat

psikoaktif sehingga menimbulkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku. Yang

termasuk golongan psikotropika: - Amphetamin: extacy, shabu. - BK, megadon, lexotan,

dan lainnya. - LSD (Lysergic Acid Diethylamide). 3. Zat/ bahan Adiktif Tidak termasuk

Narkotika dan Psikotropika, namun menimbulkan efek ketagihan. Yaitu: - Nikotin (rokok).-

Kafein (kopi).- Etanol atau alkohol.- Solvent atau lem21.

Narkotika berdasarkan ketentuan umum Undang-Undang Nomor. 35 Tahun 2009,

adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun

semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,

mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri,dan dapat menimbulkan ketergantungan

yang dibedakan kedalam golongan-golongan sebagai mana terlampir dalam undang-undang

ini.

Adapun bahan dan asal narkotika dapat dibagi menjadi tiga golongan sebagai berikut :
20
.http://wawasanhukum.blogspot.com/2007/06/ganti kerugian dan rehabilitasi, diakses 17 Februari
2019, Pukul 8 WIB
21
.bahayanarkoba.blogspot.co.id/2012/10/pengertian tentang napza.html, diakses 18 Februari 2019,,
Pukul 7 WIB
14

1). Alami atau berasal dari tanaman.

Yaitu jenis zat atau obat-obatan yang timbul dan tumbuh dari alam tanpa adanya

proses produksi

2). Semi sintesis atau bukan tanaman.

Yaitu jenis zat atau obat-obatan yang telah mengalami proses sedemikian rupa

melalui proses produksi ektraksi dan isolasi

3). Síntesis Yaitu jenis zat atau obat-obatan narkotika yang diproduksi secara síntesis untuk

keperluan medis dan penelitian yang digunakan sebagai penghilang rasa sakit.22

2.2 Jenis Narkoba yang Disalahgunakan.

1. Narkotika.

Sejalan penggolongan narkotika sebagaimana tersebut diatas, Badan Narkotika

Nasional menyatakan bahwa narkotika dibagi dalam tiga golongan :

1). Narkotika golongan I

Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu

pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat

mengakibatkan terjadi sindroma ketergantungan.

2). Narkotika golongan II.

22
. Zulkarnain Nasution, Memilih Lingkungan Bebas Narkotika, Badan Narkotika Nasional, Jakarta,
2007, Hal. 3.
15

Narkotika yang berhasiat untuk pengobatan dan digunakan dalam hal terapi dan/ atau

tujuan ilmu pengetahuan (akademis) serta mempunyai potensi yang tinggi

mengakibatkan ketergantungan.

3). Narkotika golongan III.

Narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/

atau digunakan untuk keepentingan ilmu pengetahuan, mempunyai potensi yang ringan

dalm hal mengakibatkan terjadinya sindrom ketergantungan.23

2. Psikotropika.

Menurut Undang-Undang RI nomor 5 Tahun 1997 tentang psikotropika, yang dimaksud

dengan psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan

narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf

pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan prilaku.

Psikotropika dibedakan dalam golongan-golongan sebagai berikut :

1) Psikotropika golongan 1 :

Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan

tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan

sindroma ketergantungan, contoh : ekstrasi,shabu,LSD.

2) Psikotropika golongan II :

23
. Badan Narkotika Nasional, Advokasi Pencegahan Penyalagunaan Narkoba, BNN, Jakarta, 2007,
Hal. 42
16

Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi, dan/atau

tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma

ketergantungan, contoh : amfetamin,metifenidat atau ritalin.

3) Psikotropika golongan III :

Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau

untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan

sindroma ketergantungan, contoh : pentobarbital, flunitrazepam.

4) Psikotropika golongan IV :

Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi

dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan

mengakibatkan sindrom ketergantungan.

Contoh : diazepam, bromazepam,fenobarbital, klonazepam, klordiazepoxide,

nitrazepam, seprti pil BK,pil BK, pil Koplo,Rohip,Dum,MG

Psikotropika yang sering disalahgunakan antara lain :

- Psikostimulansia : amfetamin,ekstasi,shabu

- Sedatif dan Hipnotika (obat penenang dan Obat tidur) yaitu MG,BK,DUM,Pil Koplo

dan lain-lain.

3. Zat Adiktif Lain.

Yang dimaksud disini adalah bahan/zat yang berpengaruh psikoaktif diluar Narkotika

dan Psikotropika, meliputi :


17

- Minuman berakohol yaitu mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh

menekan susunan syaraf pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan manusia

sehari-hari dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan sebagai campuran dengan

narkotika atau psikotropika, memperkuat pengaruh obat/zat itu dalam tubuh manusia.

Ada 3 golongan minuman beralkohol yaitu :

- Golongan A yaitu kadar etanol 1-5 % , contohnya : Bir

- Golongan B yaitu kadar etanol 5-20 %, contohnya : berbagai jenis minutan anggur.

- Golongan C yaitu kadar etanol 20-45 %, contohnya : Whiskey, Vodca, TKW,

Manson House, Johny Walker, Kamput.

- Inhalansia ( gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut) mudah menguap berupa

senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang keperluan rumah tangga,

kantor dan sebagai pelumas mesin.

Yang sering disalahgunakan antara lain :

Lem, thinner, penghapus cat kuku, bensin.

- Tembakau, pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di

masyarakat. Pada upaya penanggulangan narkoba di masyarakat, pemakaian rokok

dan alkohol terutama pada remaja, harus menjadi bagian dari upaya pencegahan,

karena rokok dan alkohol sering menjadi pintu masuk penyalahgunaa narkoba lain

yang lebih berbahaya.

2.3. Jenis-Jenis Narkotika.

Dalam upaya pemberantasan peredaran narkotika dan penyelenggaraan kesehatan bagi

pengguna narkotika sudah mulai memasuki tahapan baru karena pemberantasan tidak akan
18

efektif tanpa keikutsertaan masyarakat dan masyarakat sebaiknya juga mengetahui jenis-

jenis narkotika .

Berdasarkan lampiran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 35 Tahun 2009

Tentang Narkotika, disebutkan daftar narkotika golongan I, golongan II dan golongan III

sebagai berikut :

a. Golongan I disebutkan ada enam puluh lima jenis antara lain :

1. Tanaman papver somniferum dan semua bagian- bagiannya termasuk buah dan

jeraminya kecuali biji.

2. Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri diperoleh dari buah tanaman

papaver somneferum yang hanya mengalami pengolahan sekedar untuk

pembungkus dan pengangkutan tanpa memperhatikan kader morfennya.

3. Opium masak terdiri dari :

a. Candu, hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui satu rentetan

pengelolaan khususnya dengan pelarutan, pemanasan dan peragian dengan atau

tanpa penambahan bahan-bahan lain, dengan maksud mengubahnya menjadi

suatu ekstrak yang cocok untuk pemadatan.

b. Jicing, sisa-sisa dari candu setelah dihisap, tanpa memperhatikan apakah

candu itu dicampur dengan daun atau bahan lain.

c. Jingko, hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing.

4. Tanaman koka, tanaman dari semua genus Erythroxylon dari keluarga

Erythroxylaceae termasuk buah dan biji.


19

5. Daun koka, daun yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam bentuk serbuk

dari semua tanaman genus Erythoxylon dari keluarga yang menghasilkan kokain

Erythroxylaceae secara langsung atau melalui perubhan kimia.

6. Kokain mentah, semua hasil yang diperoleh dari daun koka yang dapat diolah

secara langsung untuk mendapat kokaina.

7. Kokaina, metil ester-1 bensol ekgonina.

8. Tanaman ganja, semua tanman genus genus cannabis dan semua bagian dari

tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian

tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasis.

9. Tetrahydrocannabinol, dan semua isomer serta semua bentuk sterio kimianya.

10. Delta 9 tetrahydrocannabinol, dan semua bentuk stereo kimianya.

b. Narkotika golongan II, disebutkan ada 86 jenis antara lain :

Alfasetelmetadol, Alfameprodina, Alfametadol, Alfaprodina, Alfentanil, Allilprodina,

Anlileridina, Asetilmentadol, Benzetidin, Benzilmorfina

c. Narkotika golongan III.

disebutkan ada 64 jenis antara lain: Asetildihidrokodeina.Dekstroproksifena

Dihidrokodeina.Etilmorfina,Codeína,Nikodikodina,Nikokodina,Norkodein,

Polkodeina,Propiram.

Penggolongan sebagaimana disebutkan diatas ádalah jenis narkoba yang dilarang

pemerintah tersebar luas dan disalahgunakan oleh sebahagian masyarakat. Dari beberapa

klasifikasi jenis dan golongan narkotika tersebut ada beberapa jenis narkotika yang

banyak disalahgunakan oleh pengguna, antara lain sebagi berikut :


20

1. Ganja.

Dikenal juga dengan nama : canabis, mariyuana, hasish, gelek,budha stick, ciming,

grass, rumput, sayur. Berdasarkan data dari world Drug Report pada tahun 2006

tercatat 162,4 juta pelaku penyalagunaan narkoba jenis narkotika ganja ini.24

2. Morfine.

Nama lain adalah putaw, smack, junk, horse, h.PT, etep, bedak putih. Adalah opioda

alamiah yang mempunyai daya analgesik yang kuat, berbentuk kristal, berwarna putih

dan berubah menjadi kecoklatan dan tidak berbau.

3. Kokain.

Berasal dari tanaman coca yang banyak dijumpai di kolombia Amerika latin.

Selain jenis narkotika diatas, ada beberapa jenis psikotrapika yang banyak

disalahgunakan oleh para pengguna seperti :

1. Ekstasi.

Adalah zat atau bahan yang tidak termasuk katagori narkotika ataupun alkohol,

tetapi termasuk dalam jenis psikotrapika golongan I artinya pengguna

penyalagunaan zat amphetamine ini akan disanksi dengan hukuman berat.

2. Shabu-Shabu.

24
. Badan Narkotika Nasional, Mengenal Penyalahgunaan Narkoba Buku 2A, BNN, Jakarta, 2007,
Hal. 15
21

Jenis zat yang terlarang dengan nama nimia, Methamfetamin, juga dikenal dengan

istilah speed, meth, ice, atau juga SS.25

2.4. Dampak Penggunaan Narkotika.

Besarnya jumlah penyalahgunaan narkotika dapat menimbulkan berbagai dampak

yang terjadi terhadap penyalahgunaan tersebut. Apabila dilihat secara umum dampak

negatif dari penyalahgunaan narkotika tersebut ada beberapa hal yang meliputi berbagai

dimensi antara lain sebagai berikut :

1. Dimensi Ekonomi.

Menimbulkan beban ekonomi yang tinggi bagi negara akibat mengadakan program

untuk pencegahan terhadap masyarakat agar tidak terkontaminasi untuk menggunakan

narkotika, serta mengadakan program penegakan hukum dan perawatan terhadap pengguna

penyalahgunaan narkotika.26

Sedangkan beban yang timbul sangat merugikan ekonomi bagi keluarga atau

pribadi, terutama apabila sudah mengalami ketergantungan, pengguna akan selalu

mengkomsumsi narkotika akibatnya mengganggu ekonomi keluarga karena memerlukan

biaya tinggi untuk membeli narkotika atupun biaya perawatan dan pengobatan.

2. Dimensi Sosial

25
. OC.Kalingis & Asosiates dari Kompas, Narkoba Dan Peradilannya di Indonesia, PT. Alumni,
Bandung, 2007, Hal. 241.
26
. Badan Narkotika Nasional, Op.cit, Hal. 49.
22

Pada umumnya pengguna narkotika akan mempunyai sifat yang anti sosial

terhadap masyarakat, sehingga menimbulkan hubungan yang tidak harmonis terhadap

masyarakat setempat dan dengan keluarga. Seorang pengguna narkotika apabila telah

mengalami sindrom ketergantungan memerlukan biaya cukup tinggi untuk membeli

narkotika akibatnya dapat menimbulan tindakan kriminal mencuri, menipu bahkan bisa

membunuh.

Sifat anti sosial yang ditunjukkan oleh pengguna narkotika dapat menimbulkan

perbuatan melawan hukum, terutama berkaitan dengan ketertiban, keamanan dan ketahanan

negara dan ini tentu sangatlah merugikan bangsa dan negara.

3. Dimensi Kultural.

Jika penyalahgunaan terus dibiarkan terjadi dalam masyarakat, maka dikhawatirkan

jumlah pengguna akan lebih meningkat dan meliputi berbagai lapisan masyarakat sehingga

akan menjadi suatu budaya. Jika kebiasaan negatif ini telah menjadi bagian dari budaya

masyakat maka akan membahayakan kelangsungan bagi bangsa dan negara.27

Menghancurkan kualitas dan daya saling bangsa serta membunuh masa depan dan

kejayaan bangsa, hal ini juga merupakan kekhawatiran yang terjadi apabila kebiasaan

terhadap pengguna narkotika menjadi suatu budaya baru bagi bangsa Indonesia.

4. Dimensi Kesehatan.

27
. Nogroho Aji Wijayanto, Permasalahan Narkoba di Sumsel dan Narkoba di Tinjau dari Aspek
Hukum, Makalah Ketua Harian Sumatera selatan, 24 Juli 2007.
23

Dipandang dari segi kesehatan terhadap dampak penyalahgunaan narkotika,

sangatlah merugikan bagi pribadi para pengguna, keluarga dan negara.

a. Penyalagunaan akan merusak dan menghancurkan kesehatan manusia baik secara

jasmani, mental, emosional dan kejiwaan.

b. Penyalahgunaan narkotika akan merusak susunan syaraf pusat di otak, organ-organ lain

seperti hati, jantung paru-paru, usus.

c. Penyalahgunaan narkotika akan lebih muda terkena penyakit karena sistem ketahanan

tubuh seseorang sudah tidak berfungsi dengan baik.

d. Pengguna narkotika menimbulkan

gangguan fisik.

e. Pengguna narkotika dapat menimbulkan penyakit AID.28

5. Dimensi Penegakan Hukum.

Dengan meningkatnya jumlah penyalahgunaan terhadap narkotika negara akan

kesulitan dalam memberantas peredaran narkotika, karena sistem peredaran narkotika

sangatlah tertutup dan memakai sistem berjenjang sehingga aparat hukum pemerintah

akan mengalami kesulitan untuk mengetahui apalagi memproses orag-orang yang

menjadi sindikat penting.29

Dalam memberantas penyalahgunaan narkotika yang jumlahnya sangat banyak

tentu sangatlah sulit, melelahkan serta membutuhkan tenaga profesional dan tenaga ahli

yang banyak dan biaya yang besar.

28
. Badan Narkotika Nasional, Loc cit
29
. Arif Sumarsono, Strategi Nasional Pencegahan Pemberantasan Penyalagunaan Dan Peredaran
Gelap Narkoba, Badan Narkotika Nasional, Jakarta, 2007, Hal. 52.
24

6. Dimensi Keamanan Nasional.

Seorang pengguna akan menimbulkan gangguan terhadap ketertiban, keamanan,

ketentraman masyarakat, hal ini yang menyebabkan dampak yang membuat aparat hukum

dalam menjaga keamanan kesulitan dalam mengatasi keadaan tersebut.

2.5 Upaya Penanggulangan Bahaya Narkotika.

Upaya penanggulangan terhadap narkotika ialah seluruh usaha yang ditujukan

untuk mengurangi permintaan dan kebutuhan illegal narkotika yang mempunyai tujuan

untuk memperkecil ruang lingkup penyalahgunaan narkotika agar melakukan

kejahatan,atau memberi pengaruh pada masyarakat yang lain untuk melakukan tindak

pidana narkotika.30

Penanggulangan ini dipandang penting dilakukan pemerintah agar generasi muda

bangsa Indoneisa dapat terbebas dari penyalagunaan narkotika dan dapat menciptakan

bangsa yang sehat, terbebas dari narkotika. Pemerintah telah banyak melakukan

penanggulanagn narkotika antara lain dengan membuat perundang-undangan tentang

narkotika dan membentuk badan khusus yaitu Badan Kordinasi Narkotika Nasional yang

kemudian diubah menjadi Badan Narkotika Nasional.

Melalui Badan Narkotika Nasional inilah pemerintah bangsa Indonesia melakukan

penanggulangan terhadap penyalagunaan narkotika , salah satu penanggulangan terhadap

penyalahgunaan narkotika yang dilakukan Badan Narkotika Nasional ialah dengan

penyuluhan bahaya narkotika kepada seluruh lapisan masyarakat, serta beberapa kebijakan

30
. Badan Narkotika Nasional. Advokasi, Op.cit, Hal. 86
25

lain Kebijakan terhadap penanggulangan dan pemberantasan terhadap penyalahgunaan dan

peredaran illegal narkotika perlu dilakukan secara komperhensif dan multidimensional

dengan melibatkan berbagai pihak yang terkait, baik pemerintah atau masyarakat.

Adapun langkah –langkah penanggulangan narkotika dilakukan dengan cara-cara

sebagai berikut :

1. Deman Reduction.

Pencegahan dilakukan dengan maksud agar dapat mengurangi atau menekan tingkat

permintaan terhadap narkotika.

2. Harm Reduction.

Pencegahan yang dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi atau untuk menekan

akibat buruk dari narkotika.

3. Supply Reduction.

Melakukan pencegahan terhadap penyalahgunaan narkotika terhadap masyarakat

dengan melakukan mengurangi atau menekan pasokan narkotika.31

Dalam hal agar dapat melaksanakan secara baik langkah-langkah dalam menanggulangi

bahaya narkotika diatas, pemerintah membuat atau merencanakan beberapa strategi

untuk mengoptimalkan penanggulangan terhadap bahaya narkotika, strategi tersebut

terdiri dari tiga sebagai berikut:

1. Pencegahan Primer.

31
. Mudji Waluyo, Kebijaksanaan dan Strategi Dalam Pencegahan Program P4PGN, Badan seminar
nasional pada kegiatan pelatihan fasilitator penyuluh pencegahan penyalagunaan narkoba, Tanggal, 23-27
Juli, 2007, Hal. 71
26

Pencegahan ini ditujukan kepada masyarakat yang belum mengetahui tentang

bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, dengan tujuan dari

pencegahan primer adalah :

a. Melindungi masyarakat dari bahaya narkotika.

b. Mengurangi minat terhadap narkotika.

c. Membangun ketahanan para remaja untuk menolak narkotika.

d. Mengembangkan pola hidup sehat bebas narkotika.32

2. Pencegahan Sekunder.

Pencegahan ini ditujukan kepada remaja atau pengguna penyalahgunaan narkotika

yang telah memakai atau mencoba-coba. Tujuan dari pencegahan sekunder ini

adalah untuk mencegah meluasnya penyalahgunaan narkotika, menyelamatkan

dan memperkuat ketahanan individu, mengembangkan program perawatan dan

pemulihan.33

3. Pencegahan Tersier.

Pencegahan yang dilakukan yang ditujukan kepada pecandu atau pengguna yang

sedang dalam perawatan rehabilitasi dengan tujuan agar pecandu atau yang sedang

menjalani pengobatan tidak kambuh dan kembali menggunakan narkotika, serta

mendapatkan bimbingan sosial dan sumbangan moril bagi yang sedang

pengobatan.34

32
. Ibid, Hal. 64.
33
.Muclis Catio, , Pencegahan dan Penanggulangan Penyalagunaan Narkoba Dilingkungan
Pendidikan, Badan Narkoba Nasional, Jakarta, 2006, Hal. 61
34
Ibid, Hal. 62.
27

Penanggulangan masalah narkotika bagi yang telah menggunakan narkotika

penanggulangan yang dilakukan ialah dengan cara rehabilitasi dengan harapan agar

pengguna penyalahgunaan narkotika tersebut dapat kembali dan diterima dalam

masyarakat dan tidak lagi menggunakan narkotika.

2.6 Rehabilitasi.

Rehabilitasi adalah upaya perawatan untuk penyalahgunaan narkotika dengan

memperbaiki kembali dalam segi psikologi maupun pisik penyalahguna. Dalam upaya

terapi dan rehabilitasi bagi korban penyalahgunaan narkotika, selain menjadi tanggung

jawab pemerintah , diberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk

berpartisifasi dalam upaya penyelenggaraan kesehatan bagi masyarakat dengan

berpedoman kepada standarisasi pemerintah.35

Jadi dalam penyelenggaraan rehabilitasi ini merupakan tugas dan tanggung jawab

pemerintah sebagai penyelenggara kesehatan bagi warga negara Indonesia, akan tetapi

masyarakat atau pihak swasta juga diperbolehkan untuk ikut serta dalam penyelenggaraan

kesehatan.

Dalam Undang-Undang Nomor. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika tidak mengatur

secara jelas apakah pengguna narkotika yang termasuk dalam klasifikasi pemakai ini

termasuk yang mendapatkan rehabilitasi, didalam undang-undang tersebut yang diatur

secara jelas pengguna penyalahgunaan narkotika yang mendapat rehabilitasi adalah

pecandu narkotika sebagaimana Pasal 103 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor. 35

35
. Badan Narkotika Nasional, Op.cit, Hal. 95
28

Tahun 2009 tentang Narkotika, tetapi bila dilihat dari surat Edaran Mahkamah Agung

Nomor. 07 Tahun 2009 menyatakan bahwa narapidana yang termasuk dalam kasus

narkotika adalah sebagai korban dan dilihat dari aspek kesehatan pengguna narkotika

adalah orang yang sedang menderita sakit, maka harus direhabilitasi.

Ada beberapa landasan pemikiran yang melatar belakangi seseorang pengguna

narkotika mendapatkan rehabilitasi adalah sebagai berikut :

1). Bahwa setiap korban berhak atas hak-haknya sebagai korban.

2). Bahwa hak atas pemulihan korban salah satunya adalah rehabilitasi.

3). Bahwa istilah rehabilitasi adalah istilah yang sudah umum digunakan bila

menyangkut pada pemulihan/reparasi korban, baik oleh hukum nasional maupun

oleh hukum internasional.

4). Bahwa istilah rehabilitasi yang digunakan sebagai salah satu hak pemulihan dari

korban baik dalam hukum nasional maupun hukum internasional, dari difenisi

yang ada penulis tidak menemukan indikasi pelemahan hak-hak korban ataupun

penurunan derajad korban sebagai manusia. Justru sebaliknya pengertian

rehabilitasi yang ada secara substansi adalah dalam upaya menunjang harkat dan

martabat korban sebagai manusia.36

Hakim dalam memvonis rehabilitasi bagi pengguna narkotika, harus memperhatikan

syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh seseorang pengguna penyalahgunaan

36
http: // Che Gendovara Blok Archive/2009/07/10/ Urgensi Vonis Rehabilitasi Terhadap Korban
Napza di Indonesia, diakses 25 Februari 2019, Pukul 14 WIB.
29

narkotika baik yang sebagai pemula ataupun sebagai pemakai, syarat –syarat tersebut

sebagai berikut :

1). Terdakwa pada saat ditangkap oleh penyidik dalam kondisi tertangkap tangan.

2). Pada saat tertangkap tanggan sesuai dengan butir 1 diatas, ditemukan barang bukti

satu kali pakai, seperti contoh : Heroin/putaw maksimal 0,15 gram. Kokain

maksimal 0,15 gram, Morphin maksimal 0,15 gram, Ganja maksimal 1 linting

rokok dan/ atau 0,05 gram. Ekstasi minimal 1 butir/tablet, Shabu-shabu maksimal

0,25 gram.

3). Surat keterangan uji laboratorium positif menggunakan narkotika berdasarkan

permintaan penyidik.

4). Bukan seseorang residivis kasus narkotika.

5). Perlu surat keterangan dari dokter jiwa atau psikiater (pemerintah) yang ditunjuk

oleh hakim.

6). Tidak terdapat bukti bahwa yang bersangkutan merangkap menjadi pengedar atau

produsen gelap narkotika.37

Ditinjau dari aspek hukumnya, pecandu juga dapat dikatakan adalah seorang

korban, menurut Mulyadi korban (victims) adalah orang yang bukan secara individu

maupun kolektif telah menderita kerugian, termasuk kerugian fisik atau mental, emosional,

ekonomi, atau gangguan subtansi terhadap hak-haknya yang fundamental, melalui suatu

37
. Surat Edaran Mahkamah Agung No. 07 Tahun 2009,Tentang Menempatkan Pemakai Narkoba Ke
panti Terapi dan Rehabilitasi.
30

perbuatan atau komisi yang melanggar hukum pidana di masing-masing negara, termasuk

penyalahgunaan kekuasaan.38

Berdasarkan pendapat ini jelas dikatakan bahwa pecandu adalah korban dan seorang

yang mengalami sakit yang perlu untuk mendapat hak rehabilitasi, merupakan langkah

yang sangat tepat dan tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan

sebagaimana diatur dalam Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56, Pasal 57, Pasal58 dan Pasal 59

Undang-Undang Nomor. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.Hakim didalam memeriksa

perkara pecandu narkotika dapat memutus untuk memerintahkan seorang pecandu untuk

menjalani pengobatan atau rehabilitasi, adapun masa pengobatan atau rehabilitasi

disesuaikan dengan menjalani masa hukuman sebagaimana ketentuan Undang-Undang

Nomor. 35 Tahun 2009 ,Pasal 103 ayat (1) dan ayat (2). Adapun ancaman sanksi bagi

pecandu pengguna penyalahgunaan narkotika dapat kita lihat pada Pasal 128 Undang-

Undang Nomor. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,

Permasalahan yang masih manjadi penghambat bagi pengguna penyalahgunaan

narkotika di Indonesia untuk mendapatkan rehabilitasi, antara lain sebagai berikut :

- Kurangnya Sosialisai yaitu Masih adanya perbedaan sudut pandang masyarakat dalam

menanggapi hak rehabilitasi bagi penguna penyalagunaan narkotika. Menurut Ibu Ani

Yudhoyono menyatakan bahwa seharusnya para pemakai narkotika ditempatkan dipanti

rehabilitasi bukan di penjara. Pendapat serupa datang dari Ketua Badan Narkotika

Nasional Gories Mere, menurutnya sesuai dengan Undang-Undang Nomor. 35 tahun 2009

38
.Ibid..
31

tentang Narkotika, memandang pecandu narkotika bukan sebagai pelaku kriminal tetapi

penderita yang harus direhabilitasi.39

Berdasarkan kedua pendapat ini mendapatkan tanggapan masyarakat yang berbeda

mengenai penanganan narkotika di Indonesia, di satu sisi penyalagunaan narkotika

dipandang sebagai kriminalitas, tetapi disisi lain seorang pengguna yang jelas-jelas

menyalagunakan narkotika justru dianggap bukan kriminalitas. Hanya produsen dan

pengedar saja yang dikriminalkan. Wacana ini justru akan lebih meningkatkan jumlah

pengguna narkotika , sebab mereka tidak takut karena tidak akan dikriminalkan.40

- Finansial Pengguna Penyalahgunaan narkotika yaitu Hal yang juga dapat menjadi

permasalahan bagi pengguna penyalahgunaan narkotika adalah masalah finansial,

terutama rehabilitasi yang dilaksanakan oleh pihak swasta karena biaya tentu akan

menjadi beban bagi pengguna penyalahgunaan narkotika, sedangkan para pengguna tidak

semua dari kalangan atas yang mempunyai biaya cukup dan ada dari kalangan menengah

serta kalangan bawah. Program rehabilitasi memerlukan waktu yang lama dan pengguna

penyalahgunaan narkotika tidak mempunyai biaya yang cukup untuk membiaya selama

masa rehabilitasi, maka inilah salah satu permasalahan sementara undang-undang

mewajibkan bagi pengguna penyalahgunaan narkotika untuk mengikuti perawatan dan

rehabilitasi. Permasalahan diatas merupakan persoalan yang harus diselesaikan atau

dicari jalan keluarnya , agar aturan hukum sebagaiman dalam Undang-Undang Nomor. 35

Tahun 2009 tentang Narkotika yang menyatakan bahwa pengguna penyalahgunaan

39
.Buletin Dakwah, Al Islam,Loc cit
40
. Ibid
32

narkotika wajib menjalani perawatan pengobatan dan rehabilitasi dapat dilaksanakan agar

pengguna penyalahgunaan narkotika tersebut dapat terlepas dari ketergantungan dari

narkotika dan dapat kembali ketengah masyarakat.

- Rendahnya Tingkat Kepedulian Masyarakat yaitu Ketidak tahuan masyarakat terhadap

pengguna penyalahgunaan narkotika menurut Undang-Undang Normor. 35 Tahun 2009

tentang Narkotika dapat direhabilitasi, tidak divonis penjara. Berdampak tidak

mengertinya keluarga korban bahwa pengguna penyalahgunaan narkotika tidaklah harus

mendapat vonis penjara, tetapi dapat diberikan vonis ke panti terapi atau rehabilitasi.

Meningkatnya jumlah penyalahgunaan narkotika juga salah satunya dapat

disebabkan karena kemajuan tehnologi, hal ini dapat kita lihat data Badan Narkotika

Nasional pada tahun 2007 saja kasus tindak pidana narkotika sebanyak 7.017 kasus

terdiri dari jenis Narkotika 3.780 kasus, Jenis Psikotrapika 2. 806 kasus, Bahan Adiktif

431 kasus.41

Penyebab penyalahgunaan narkoba sangat kompleks akibat interaksi antara faktor

yang terkait dengan individu. Didalam meningkatnya jumlah penyalagunaan narkoba di

Indonesia, ada beberapa faktor yang mempengaruhinya dan dapat menjadi penyebab

penyalagunaan narkoba sebagai berikut :

1. Faktor Individu.

Faktor individu termasuk kedalam salah satu penyebab penyalahgunaan narkotika

karena tidak mempunyai seseorang untuk mengontrol dirinya untuk tidak

41
. BNN,.Op,Cit, Hal. 25
33

melakukan hal-hal yang berdampak negatif sehingga dirinya ikut terlibat

penyalahgunaan narkotika.42

Kebanyakan penyalahgunaan narkoba dimulai atau terdapat pada masa remaja, sebab

remaja yang sedang mengalami perubahan biologi, psikologi maupun sosial yang pesat

merupakan individu yang rentan untuk menyalahgunakan narkoba. Anak atau remaja

dengan ciri-ciri tertentu mempunyai risiko lebih besar untuk menjadi penyalahguna

narkoba. Adapun hal-hal yang dapat mempengaruhi individu seseorang untuk terpengaruh

menggunakan narkotika :

a. Rasa ingin tahu/coba-coba.

Bagi para remaja rasa ingin tahu terhadap hal-hal yang baru sangatlah benar sehingga

mudah bagi para pemuda tersebut terpengaruh mencoba-coba menggunakan narkotika

b. Untuk bersenang-senang.

Para pengguna dalam menggunakan narkotika dengan tujuan bersenang-senang tanpa

peduli bahaya dari penggunaan narkotika yang berakibat negatif terhadap tubuhnya.

c. Mengikuti trend.

Menurut pendapat pengguna, menggunakan narkotika merupakan kebanggaan tersendiri

baginya, seakan merasa tidak ketinggalan jaman.

d. Solidaritas terhadap kelompok.

Dalam kelompok pergaulan terkadang seseorang dapat terpengaruh akibat merasa

tidak setia kawan apabila tidak menggunakan narkotika dan terkadang mendapatkan

42
. Muji Waluyo, Loc cit.
34

paksaan dari teman-temannya dengan cara meminta penghormatan terhadap

perkumpulan mereka.

e. Biar terlihat gaya.

Terpengaruhnya seseorang untuk menggunakan narkotika karena ingin terlihat gaya di

depan teman-teman bahwa ia berbeda dengan teman-teman yang lain.

f. Mencari kegairahan atau excitement.

Mencari kegairahan juga termasuk kedalam dampak seseorang untuk menggunakan

narkotika.

g. Melupakan masalah

Terkadang individu seseorang salah mengartikan bahwa setelah ia menggunakan

narkotika maka masalah tersebut akan hilang, pemahaman tersebut jelas salah karena

pengguna akan mendapatkan masalah baru yaitu kesehatannya akan terganggu.

h. Menghilangkan rasa bosan

Pengguna dalam menggunakan narkotika hanya untuk menghilangkan rasa bosan,

merupakan faktor juga kenapa seseorang menggunakan narkotika, untuk itu seseorang

harus aktif dalam sehari-hari agar tidak terpengaruh

i. Merasa sudah dewasa.

Pengguna obat-obatan semata-mata karena ingin bebas seperti layaknya orang dewasa

yang bisa menentukan sendiri jalan hidupnya.

j. Ikut-ikutan tokoh idola.


35

Dalam proses pencarian jati diri seorang terkadang mengidolakan seseorang untuk

dijadikan tokoh dalam hidupnya, akan tetapi remaja tidak lagi berpikir hal-hal negatif

dari tokoh idolanya tersebut.

K Mengurangi rasa sakit. 43

Untuk mengurangi rasa sakit dari adiksi yang ada pada tubuhnya, seseorang

menggunakan narkotika.

Ciri-ciri remaja yang melakukan penyalahgunaan narkoba antara lain :

- Cenderung memberontak dan menolak otoritas, cenderung memiliki gangguan jiwa

lain seperti depresi,cemas psikotik, kepribadian dis sosial.

- Prilaku menyimpang dari aturan atau norma yang berlaku.

- Rasa kurang percaya diri, rendah diri dan memiliki citra diri negatif

- Sifat mudah kecewa, cenderung agresif dan destruktif

- Mudah murung, pemalu, pendiam

- Mudah merasa bosan dan jenuh

- Keinginantahuan yang besar untuk mencoba atau penasaran

- Keinginan untuk bersenang-senang

- Keinginan untuk mengikuti mode, karena dianggap sebagai lambang

keperkasaan dan kehidupan modern

- Keinginan untuk diterima dalam pergaulan

- Identitas diri yang kabur, sehingga merasa diri kurang jantan

43
. Muhlis Catio, Op.Cit, Hal. 17.
36

- Tidak siap mental untuk menghadapi tekanan pergaulan sehingga sulit

mengambil keputusan untuk menolak tawaran narkotika dengan tegas.

- Kemampuan komunikasi rendah

- Melarikan dari sesuatu karena kebosanan, kegagalan, kekecewaan,

ketidakmampuan, kesepian dan kegetiran hidup, malu dan lain-lain.

- Kurang menghayati iman kepercayaannya.

2. Faktor lingkungan.44

Lingkungan merupakan salah satu penyebab terjadinya penyalagunaan narkotika

karena tidak akan lepas dari kontaminasi lingkungan sekitar tempat tinggal, lingkungan

sekolah, lingkungan pergaulan, bahkan didalam keluarga sendiri. Lemahnya penegakan

hukum terhadap penyalahgunaan narkotika sehingga peredaran narkotika sudah masuk

kedalam lingkungan masyarakat bahkan masuk dalam lingkungan pendidikan, berdampak

negatif terhadap generasi muda bangsa Indonesia, karena melalui lingkungan pergaulan

dapat mempengaruhi seseorang untuk menggunakan narkotika melalui rayuan, bujukan

serta rasa solidaritas terhadap satu golongan.

Faktor lingkungan meliputi faktor keluarga dan lingkungan pergaulan baik disekitar

rumah, sekolah, teman sebaya maupun masyarakat. Faktor keluarga terutama faktor orang

tua yang ikut menjadi penyebab seorang anak atau remaja menjadi penyalahguna narkoba

antara lain :

1. Lingkungan Keluarga.

- Komunikasi orang tua dan anak kurang baik /efektif

44
. Mudji Walujo, Op.cit, Hal. 15
37

- Hubungan dalam keluarga kurang harmonis.

- Orang tua bercerai, berselingkuh atau kawin lagi

- Orang tua terlalu sibuk atau tidak acuh

- Orang tua otoriter atau serba melarang

- Orang tua kurang peduli dan tidak tahu dengan masalah narkoba

- Tata tertib atau disiplin keluarga yang selalu berubah (kurang

konsisten)

- Kurangnya kehidupan beragama atau menjalankan ibadah dalam

keluarga.

- Orang tua atau anggota keluarga menjadi penyalahguna narkoba.

2. Lingkungan Sekolah.

- Sekolah yang kurang disiplin

- Sekolah yang terletak dekat tempat hiburan dan penjual narkoba

- Sekolah yang kurang memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan diri

secara kreatif dan positif.

- Adanya murid pengguna narkoba.

3. Lingkungan Teman Sebaya.

- Berteman dengan penyalahguna narkoba

- Tekanan atau ancaman teman kelompok atau pengedar

4. Lingkungan masyarakat/sosial

- Lemahnya penegakan hukum

Situasi politik, sosial dan ekonomi yang kurang mendukung


38

3. Faktor zat dan ketersediaan Narkotika.45

Lemahnya penegakan hukum dan ketidakpedulian masyarakat terhadap bahaya

penyalahgunaan narkotika, berdampak terhadap tidak efektifnya aparat penegak

pemerintah dalam memberantas peredaran narkotika yang terjadi pada bangsa Indonesia.

Dengan cara memberantas jaringan peredaran narkotika maka akan memperkecil

kesempatan terjadinya penyalahgunaan narkotika.

Ketersediaan zat merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya penyalahgunaan

narkotika,karena apabila para pengguna narkotika masih begitu mudahnya untuk

mendapatkan narkotika , maka akan ada kesempatan bagi para pengguna untuk selalu

menggunakan narkotika, bahkan yang sangat menghawatirkan apabila narkotika tersebut

masih dengan mudah didapatkan maka akan mempengaruhi bagi generasi muda yang lain

untuk mencoba menggunakan zat yang terlarang ini.

Selain itu hal ini juga disebabkan oleh :

- Mudahnya narkoba didapat dimana-mana dengan harga terjangkau

- Banyaknya iklan minuman beralkohol dan rokok yang menarik untuk dicoba.

- Khasiat farakologik narkoba yang menenangkan, menghilangkan nyeri,

menidurkan, membuat euforia/fly/teler dan lain-lain.

2.7 Jenis Putusan Hakim Dalam Pengadilan Pidana.

Bentuk putusan yang akan dijatuhkan pengadilan sangat tergantung dari hasil

musyawarah Majelis Hakim yang berpangkal dari Surat Dakwaan dengan segala sesuatu

pembuktian yang berhasil dikemukakan di depan Pengadilan.

45
. Ibid, Hal. 52.
39

Untuk itu, ada beberapa jenis putusan Final yang dapat dijatuhkan oleh Pengadilan

diantaranya:

1. Putusan Bebas, dalam hal ini berarti Terdakwa dinyatakan bebas dari tuntutan

hukum. Berdasarkan Pasal 191 ayat (1) KUHAP putusan bebas terjadi bila

Pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang Pengadilan

kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan tidak terbukti secara sah dan

meyakinkan karena tidak terbukti adanya unsur perbuatan melawan hukum yang

dilakukan oleh Terdakwa

2. Putusan Lepas, dalam hal ini berdasarkan Pasal 191 ayat (2) KUHAP Pengadilan

berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada Terdakwa terbukti,

namun perbuatan tersebut, dalam pandangan hakim, bukan merupakan suatu

tindak pidana.

3. Putusan Pemidanaan, dalam hal ini berarti Terdakwa secara sah dan meyakinkan

telah terbukti melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, oleh karena

itu Terdakwa dijatuhi hukuman pidana sesuai dengan ancaman pasal pidana yang

didakwakan kepada Terdakwa.46

46
http://masriadam.blogspot.co.id/2012/08/jenis-putusan-dalam-pengadilan-pidana.html,diakses
Tanggal 5 maret 2019,Pukul 17.30.Wib.
40

BAB III

ANALISA MASALAH

3.1. Pertimbangan Hakim Menjatuhkan Putusan Hukuman Mati Terhadap Pelaku

Tindak Pidana Narkotika.

Di Indonesia pelaksanaan pidana mati dahulu dilakukan dengan cara mengantung

sampai mati. Sebagaimana diatur dalam Pasal 11 KUHP yang menyebutkan bahwa “

pidana mati dijalankan oleh algojo di lempar gantungan dengan menjeratkan tali yang

terkait ditiang gantungan pada leher terpidana kemudian menjatuhkan pada tempat

terpidana berdiri “.47

Tata cara pelaksanaan hukuman mati atau pidana mati sebagaimana diatur dalam

Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan peraturan perundang-undangan

lain setingkat undang-undang diatur dalam UU No. 2/PNPS/1964 tentang Tata Cara

Pelaksanaan Pidana Mati yang Dijatuhkan Oleh Pengadilan di Lingkungan Peradilan

Umum dan Militer (“UU 2/PNPS/1964”).48

Dalam Pasal 1 UU 2/PNPS/1964 disebutkan antara lain bahwa pelaksanaan pidana

mati, yang dijatuhkan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum atau peradilan

militer, dilakukan dengan ditembak sampai mati.49

Eksekusi pidana mati dilakukan oleh regu penembak dari Brigade Mobil (Brimob)

yang dibentuk oleh Kepala Kepolisian Daerah di wilayah kedudukan pengadilan yang
47
. R.Soesilo, KUHP beserta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal,Bogor, Penerbit
Politeria, 1996,.hlm 15.
48
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl441/hukuman-mati, 3 April 2016,pukul 8.00 Wib.
49
Ibid
41

menjatuhkan pidana mati. Regu tembak tersebut terdiri dari seorang Bintara, 12 orang

Tamtama, di bawah pimpinan seorang Perwira ( Pasal 10 ayat [1] UU 2/PNPS/1964).

Dalam UU 2/PNPS/1964 itu juga diatur bahwa jika terpidana hamil, maka pelaksanaan

pidana mati baru dapat dilaksanakan 40 hari setelah anaknya dilahirkan ( Pasal 7).50

Pengaturan yang lebih teknis mengenai eksekusi pidana mati diatur dalam Peraturan

Kapolri No. 12 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati (“Perkapolri

12/2010”). Dalam Pasal 1 angka 3 Perkapolri 12/2010 disebutkan antara lain bahwa

hukuman mati/pidana mati adalah salah satu hukuman pokok yang dijatuhkan oleh hakim

kepada terpidana yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.51

Kemudian, dalam Pasal 4 Perkapolri 12/2010 ditentukan tata cara pelaksanaan

pidana mati yang terdiri dari tahapan-tahapan sebagai berikut: persiapan; pengorganisasian;

pelaksanaan; dan pengakhiran.52

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika mengatur upaya

pemberantasan terhadap tindak pidana Narkotika melalui ancaman pidana denda, pidana

penjara, pidana seumur hidup, dan pidana mati. Di samping itu, Undang-Undang Nomor 22

Tahun 1997 juga mengatur mengenai pemanfaatan Narkotika untuk kepentingan

pengobatan dan kesehatan serta mengatur tentang rehabilitasi medis dan sosial. Namun,

dalam kenyataannya tindak pidana Narkotika di dalam masyarakat menunjukkan

kecenderungan yang semakin meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan

korban yang meluas, terutama di kalangan anak anak, remaja, dan generasi muda pada

50
Ibid.
51
Ibid
52
Ibid.
42

umumnya.53

Selain itu, untuk melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan Narkotika dan

mencegah serta memberantas peredaran gelap Narkotika, dalam Undang-Undang ini diatur

juga mengenai Prekursor Narkotika karena Prekursor Narkotika merupakan zat atau bahan

pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika. Dalam

Undang-Undang ini dilampirkan mengenai Prekursor Narkotika dengan melakukan

penggolongan terhadap jenis-jenis Prekursor Narkotika.Selain itu, diatur pula mengenai

sanksi pidana bagi penyalahgunaan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika.

Untuk menimbulkan efek jera terhadap pelaku penyalahgunaan dan peredaran gelap

Narkotika dan Prekursor Narkotika, diatur mengenai pemberatan sanksi pidana, baik dalam

bentuk pidana minimum khusus, pidana penjara 20 (dua puluh) tahun, pidana penjara

seumur hidup, maupun pidana mati. Pemberatan pidana tersebut dilakukan dengan

mendasarkan pada golongan, jenis, ukuran, dan jumlah Narkotika.54

Berdasarkan hasil peneilitian kasus penyalahgunaan narkotika oleh warga negara

asing terhadap Hakim pengadilan Negeri Tanggerang bahwa dasar pertimbangan hakim

dalam menjatuhkan pidana mati terhadap pelaku tindak pidana narkotika oleh warga

Negara asing adalah berdasarkan aspek yuridis yaitu keterangan saksi, keterangan ahli,

keterangan terdakwa, dan barang bukti . Aspek non yuridis dipergunakan untuk

mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan yaitu terdakwa secara sah bersalah

membawa narkotika dari negaranya sehingga berpotensi merusak kehidupan seluruh warga

53
.Rahmat Illahi Besri, Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Dalam Perspektif Hukum Pidana,
Makalah. 2011
54
.Ibid
43

Negara Indonesia dan hal yang meringankan terdakwa yaitu terdakwa baru pertama kali

melakukan tindak pidana dan terdakwa juga menyesali atas perbuatan yang dia lakukan.55

Selain itu juga hakim dalam memutus mengacu pada teori retributive (teori absolut

atau teori pembalasan).Penjatuhan pidana mati dilihat dari segi masyarakat sudah

memenuhi rasa keadilan karena narkotika yang dibawa oleh terdakwa adalah narkotika

golongan 1 seberat 6500 gram dan berpotensi merusak generasi bangsa sehingga

penjatuhan pidana mati layak dijatuhkan untuk terdakwa, tetapi bagi terdakwa pidana mati

belum memenuhi rasa keadilan. Terdakwa merupakan kurir serta peran terdakwa cukup

ringan dibandingkan dengan Bandar narkotika selain itu terdakwa baru pertama kali

melakukan tindak pidana.56

Tindak pidana narkotika sangat merugikan dan merupakan bahaya yang sangat

besar bagi kehidupan manusia, masyarakat, bangsa, dan negara serta ketahanan nasional

Indonesia. Oleh karena itu penjatuhan pidana mati terhadap tindak pidana narkotika

dimaksudkan untuk memberikan efek jera bagi para pelaku tindak pidana narkotika dan

pidana mati bertujuan untuk mewujudkan tujuan hukum yaitu keadilan, kemanfaatan dan

kepastian hukum.57

Hakim mempertimbangkan bahwa peredaran gelap narkotika mempunyai dampak

yang cukup luas dan merusak generasi muda pewaris bangsa. Dampak dari penyalahgunaan

narkotika adalah berujung dengan kematian yang disebabkan oleh over dosis, perkelahian
55
Destry Fianica, Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Piidana Mati Terhadap
Pelaku Tindak Pidana Narkotika Warga Negara Asing (Studi Putusan MA Nomor:1599
K/Pid.Sus/2012). Fakultas Hukum, Universitas Lampung. 2015
56
Ibid
57
http://e-journal.uajy.ac.id/4962/1/JURNAL%20SKRIPSI.pdf, Diakses tanggal 9 April 2019,pukul
10.00 wib.
44

ataupun kecelakaan lalu lintas. Dengan pidana mati maka akan menghentikan jaringan

narkotika dan dampak dengan di pidana matinya pengedar narkotika akan menyelamatkan

anak bangsa. Lebih baik menghilangkan satu nyawa bila dapat menyelamatkan ratusan

jiwa.58

Pertimbangan hakim menjatuhkan pidana mati terhadap pelaku tindak pidana

narkotika agar pelaku peredaran gelap narkotika tidak mempengaruhi tahanan lain yang

tingkat kejahatannya masih rendah dan tidak dihukum seumur hidup untuk dapat

meneruskan kejahatannya atau dapat juga apabila pelaku memiliki jaringan melakukan

perekrutan dari dalam tahanan, serta mencegah adanya pengaturan peredaran gelap

narkotika dari dalam lembaga pemasyarakatan. Sehingga selain menghentikan jaringan

narkotika, pidana mati juga diharapkan dapat mencegah adanya regenerasi baik dari dalam

maupun dari luar lembaga pemasyarakatan. Hakim mempertimbangkan bahwa pidana mati

yang dijatuhkan terhadap pelaku peredaran gelap narkotika dapat menjadi pelajaran bagi

orang lain supaya berpikir dua kali untuk melakukan dan membantu peredaran gelap

narkotika.59

Pidana mati merupakan salah satu jenis hukuman yang diatur di dalam Pasal 10 Kitab

Undang-undang Hukum Pidana. Pidana mati merupakan hukuman paling berat, yang

merampas kebebasan hak atas hidup seseorang. Dalam hal penerapan hukuman mati ini,

baik di Indonesia maupun negara-negara di dunia masih banyak terdapat pendapat yang pro

dan kontra. pidana mati tidak bertentangan dengan Hak Asasi Manusia karena pada intinya

58
Ibid
59
Ibid
45

pidana mati dapat dilaksanakan dengan kualifikasi kejahatan karena di dalam Pasal 28A

sampai dengan Pasal 28I UUD 1945 tunduk pada pembatasan yang diatur dalam Pasal 28J

UUD1945. Berdasarkan kasus tindak pidana narkotika, maka unsur-unsur pertimbangan

hakim di dalam penjatuhan pidana mati terhadap kasus ini telah terpenuhi, dimulai dari

pertimbangan yang bersifat yuridis maupun yang bersifat non yuridis.60

3.2. Pendapat pro dan kontra orang terhadap hukuman mati pelaku tindak pidana

Narkotika.

Jika seorang hakim menjatuhkan putusan, maka ia akan selalu berusaha agar

putusannya seberapa mungkin dapat diterima masyarakat, setidak –tidaknya berusaha agar

lingkungan orang yang akan dapat menerima putusannya seluas mungkin. Hakim akan

merasa lebih lega manakala putusannya dapat memberikan kepuasaan pada semua pihak

dalam suatu perkara, dengan memberikan alasan-alasan atau pertimbangan-pertimbangan

yang sesuai dengan nilai- nilai kebenaran dan keadilan.61

Sering terjadi terutama terhadap perkara perkara yang mendapat perhatian

masyarakat luas. Bisa saja sebuah putusan dianggap tidak adil dan dianggap senuansa

dengan koruptif dan kolutif. Secara umum anggapan itu sah-sah saja , setidaknya ada alasan

dari masyarakat yaitu telah hampir hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga

peradilan, disebabkan terbongkarnya berbagai kasus penyuapan yang melibatkan aparat

Pengadilan, terutama hakim. Oleh karena seorang hakim dalam memutus suatu perkara
60
. I Ketut Eka Saputra, dkk, Pro Dan Kontra Pidana Mati Terhadap Pelaku Tindak Pidana
Narkotika ( Study Kasus Di Pengadilan Negeri Denpasar ), Universitas Udayana, Bali. 2016
61
.www. seach.ask.com/web?/dis & q = pertimbangan –hakim- menjatuhkan –pidana-penjara-terhadap
pengguna-narkotika, diakses 23 April 2016, Pukul. 12 WIB
46

harus mempertimbangkan kebenaran yuridis (hukum) dengan kebenaran filosofis

(keadilan), seorang hakim harus membuat keputusan-keputusan yang adil dan bijaksana

dengan mempertimbangkan implikasi hukum dan dampaknya yang terjadi dimasyarakat.62

Pro dan kontra pidana mati memberikan pendapat yang berbeda-beda. Ada pembela

pidana mati yang mengatakan pidana mati itu perlu untuk menjerakan dan menakutkan

penjahat. Yang menentang pidana mati antara lain mengatakan bahwa pidana mati dapat

menyebabkan ketidak adalan, tidak efektif sebagai penjera karena sering kejahatan

dilakukan karena panas hati dan emosi yang diatur diluar jangkauan kontrol manusia.63

Menurut B. Bawaziri ,Wartawan kantor berita antara di Kairo Mesir dalam

tulisannya mengenai sikap pro dan kontra penjatuhan pidaana mati di Mesir dan Lebanon

antara lain mengatakan bahwa pidana penjara seumur hidup adalah lebih kejam karena

penderitaan yang dijatuhi pidana ini adalah lebih hebat dari pada penderitaan orang yang

dalam sekejap mata pindah ke alam baqa. Selain itu pidana penjara seumur hidup dianggap

tidak cukup menakutkan, sehingga pengaruhnya untuk mencegah kejahatan kurang

efektif. Dalam hubungan ini mereka menunjukan kejahatan, bahwa diberbagai negara

yang sudah terlanjur mengahapus kan pidana mati dari Kitab Undang _undang Hukum

Pidaana, terpaksa akhirnya memberlakukan kembali.64

Alasan yang pro terhadap pidana mati antara lain dikemukakan oleh De Bussy yang

membela adanya pidana mati di Indonesia dengn mengatakn bahwa di Indonesia terdapat

62
Ibid,
63
.Kumpulan berbagai makalah. Blogspot.co.id/2013/10/makalah penjatuhan pidana mati bagi.html,
diakses 20 April 2019, Pukul 9 WIB
64
. Andi Hamzah dan Sumangilepu, Ancaaman Pidana Mati di Indonesia di Masa Lalu dan Masa
Depan, Ghalia Indonesia, Jakarta
47

suatu keadaan yang khusus. Bahaya terhadap gangguan ketertiban hukum di Indonesia

adalah lebih besar . Hazewinkel Suringa berpendapat bahwa pidana adalah suatu alat

pembersih radikal yang ada pada setiap masa revolusioner dapat dipergunakan . Van Veen

menganggap pidana mati sebagai alat pertahanan bagi masyarakat yang sangat berbahaya

dan juga pidana mati dapat dan boleh dipergunakan sebagai alat demikian. 65

Penyalagunaan narkotika yang pada awalnya mendapatkan jaminan rehabilitasi

namun dengan memandang asas legalitas yang diterapkan di Indonesia, maka dalam

pelaksanaanya pengguna narkotika harus mengahadapi resiko ancaman pidana

sebagaimana diatur dalam Pasal 127 UU Narkotika. Bila pengguna narkotika dianggap

pelaku kejahatan , maka yang menjadi pertanyaan siapa yang menjadi korban dari

kejahatan yang dilakukan oleh pengguna narkotika, karena dalam hukum pidana dikenal

“tidak ada kejahatan tanpa korban”, menurut Ezzat Abdul Fateh yang menjadi korban

karena dirinya sendiri, menurut Stephen schafer adalah mereka yang menjadi korban

karena kejahatan yang dilakukan sendiri.66

Berdasarkan Pasal 103 UU Narkotika, Mahkamah Agung RI mengeluarkan Surat

Edaran No. 04 Tahun 2010 tentang penetapan penyalahgunaan, korban penyalagunaan, dan

pecandu narkotika kedalam lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, dimana

ditentukan kelasifikasi tindak pidana sebagai berikut : 67

a. Terdakwa pada saat ditanggkap oleh penyidik Polri atau BNN dalam kondisi

tertangkap tangan.
65
.Ibid.
66
.http://www.slideshere.net/adeblonde/kedudukan-hukum-pengguna –narkotika, diakses 25 April
2019, Pukul 14 WIB
67
. Ibid,
48

b. Pada saat tertangkap tangan sesuai butir a diatas ditemukan barang bukti pemakaian

1 (satu) hari.

c. Surat uji laboratorium positif menggunakan narkotika berdasarkan permintaan

penyidik.

d. Perlu surat keterangan dari dokter jiwa/psikiater pemerintah yang ditunjuk oleh

hakim.

e. Tidak dapat terbukti yang bersangkutan terlibat dalam peredaran gelap nerkotika.

Sebagai konsekuinsi penggunana narkotika adalah pelaku tindak pidana dan

sekaligus sebagai korban maka masa menjalani pengobaatan dan/atau perawatan bagi

pecandu narkotika sebagaimana diputus oleh hakim yang mengadili perkara,

diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman , dimana penentuan untuk menjalani

masa pengobatan dan perawatan ditentukan oleh para ahli. Namun surat edaran MA RI

tersebut akan sulit di implementasikan bila aparat penegak hukum lainya (Penyidik,

penuntut umum) tidak memiliki pola pandang yang sama terhadap pengguna narkotika.

Oleh karena SEMA tersebut tidak dapat mengintervensi aparat penegak hukum lainya

(penyidik dan penuntut umum) pelaksanaan surat edaran MA tidak akan mungkin dapat

dilaksanakan bila :68

- Penyidik ditekankan pada keterlibatan tersangka dalam peredaran gelap narkotika

dan tidak mementingkan apakah tersangka pengguna narkotika atau bukan.

- Pihak penyidik tidak mau berkerjasama untuk meminta surat keterangan

laboratorium untuk melihat apakah tersangka positif menggunakan narkotika

68
. Ibid,
49

- Pihak penuntut umum mendakwa dengan dakwaan tunggal terhadap penguasaan

narkotika walaupun terbukti terdakwa positif menggunakan narkotika, sehingga

menggiring hakim untuk menjatuhkan vonis pengusaan narkotika bukann pengguna.

- Pihak penuntut umum tidak mau menerima ahli yang dimintakan oleh hakim untuk

menilai tingkat kecanduan pengguna narkotika, sehingga menghambat putusan

rehabilitasi.

- Pengguna narkotika yang buta hukum , sehingga mengingkari narkotika yang

memang digunakan untuk kepentingan sendiri, dimana ahirnya dihukum karena

penguasaan ,pemilikan, penyimpanan atau pembeliann.

Indonesia saat ini sudah dianggap memasuki tahap yang sangat mengkhawatirkan

dalam penanganan proses hukumnya, baik para penyidik maupun penuntut lebih banyak

menggunakan pendekatan kriminal dari pada pendekatan kesehatan yang sebenarnya juga

sangat diperlukan sebagai bagian pencegahan. Hal ini harus diubah karena beberapa

payung hukum untuk melakukan rehabilitasi sudah diterbitkan seperti Pasal 54 UU No. 35

Tahun 2009 tentang narkotika, Pasal 13 PP Nomor. 25 Tahun 2011, Surat Edaran Jaksa

Agung Muda Tindak Pidana Umum prihal tuntutan rehabilitasi medis dan rehabilitasi

sosial serta Surat Edaran Mahkama Agung No. 3 Tahun 2011 tanggal 29 Juli 2011 tentang

penempatan koban penyalagunaan narkotika dilembaga rehabilitasi.69

Paradigma harus diubah sebenarnya sudah ada pedoman dalam menuntut

rehabilitasi. Namun ini belum tersosialisasi dengan baik, sehingga khususnya Jaksa enggan

69
.http://news.detik.com/read/2012/12/19/130624/2122336/10/terpidana kasus penggunan narkoba
juga harus direhabilitasi, diakses 28 April 2019, Pukul. 11 WIB.
50

untuk menuntut rehabilitasi terhadap pengguna narkotika menurut Jaksa Muda Bidang

Pengawasan Marwan Effendy. Sementara itu Ketua Muda Bidang Tindak Pidana Khusus

Djoko Sarwoko, menyatakan payung hukum tentang rehabilitasi bagi para pengguna

narkotika ini juga diawasi, jangan sampai para penegak hukum menggunakan payung ini

sebagai celah untuk meloloskan bandar besar narkotika “ Jangan sampai Surat Edaran MA

disalah gunakan hakim, masih banyak hakim yang menjadi bagian dari masalah, begitu

juga dengan penyidik maupun penuntut masih banyak yang menjadi bagian dari masalah”

terang Djoko. 70

Hakim seharusnya lebih menggali secara mendalam dengan bantuan Penelitian

Kemasyarakatan (LitMas) oleh Pembimbing kemasyarakatan, kenapa anak tersebut

melakukan narkotika. Akan lebih bijak kalau hakim justru menekankan pada hal-hal

yang meringankan seperti yang terumus dalam putusan, sebagai dasar hakim untuk

memberikan reaksi yang bukan sanksi pidana tetapi berupa pemberian hak rehabilitasi.71

Adapun deteksi dini penyalahgunaan narkoba bukanlah hal yang mudah tapi sangat

penting artinya untuk mencegah berlanjutnya masalah tersebut, maka ada beberapa hal

yang patut dikenali atau diwaspadai adalah :72

1. Kelompok Risiko Tinggi.

Kelompok risiko tinggi adalah orang yang belum menjadi pemakai atau terlibat

dalam penggunaan narkoba tetapi mempunyai risiko untuk terlibat dalam penyalahgunaan
70
. Ibid,
71
. http://eprints.unsri.ac.id/608/wicome to eprints Sriwijaya University-UNSRI Online Institution,
diakses 30 April 2019, Pukul 8 WIB
72
Ibid
51

narkoba. Mereka disebut juga Potential User (calon pemakai,golongan rentan). Sekalipun

tidak mudah untuk mengenalinya, namun seseorang dengan ciri tertentu (kelompok risiko

tinggi), mempunyai potensi lebih besar untuk menjadi penyalahgunaan narkoba

dibandingkan dengan yang tidak mempunyai ciri kelompok risiko tinggi.

Kelompok risiko tinggi ini mempunyai karakteristik sebagai berikut :

a. Anak.

Ciri-ciri pada anak yang mempunyai risiko tinggi menyalahgunakan narkoba antara

lain adalah anak sulit memusatkan perhatian pada suatu kegiatan tidak tekun, anak yang

sering sakit, anak yang mudah kecewa, anak yang mudah murung, anak yang sudah

merokok sejak sekolah dasar, anak sering berbohong mencari atau melawan tatatertib, anak

dengan IQ taraf perbatasan (70-90).

b. Remaja.

Ciri-ciri remaja yang mempunyai risiko tinggi menyalahgunakan narkoba adalah

remaja yang mempunyai rasa rendah diri,kurang percaya diri dan mempunyai citra diri

negatif, remaja yang mempunyai sifat sangat tidak sabar, remaja yang diliputi rasa sedih

(depresi) atau cemas (ansietas), remaja yang cenderung melakukan sesuatu yang

mengandung risiko tinggi atau bahaya, remaja yang cenderung memberontak, remaja yang

tidak mau mengikuti peraturan atau tata nilai yang berlaku, remaja yang kurang taat

beragama, remaja yang berkawan dengan penyalahgunaan narkoba, remaja yang motivasi

belajar rendah, remaja yang tidak suka kegiatan ekstrakurikuler, remaja dengan hambatan

atau penyimpangan dalam perkembangan psikoseksual (sulit bergaul, sering masturbasi,


52

suka menyendir, kurang bergaul dengan lawan jenis), remaja yang mudah menjadi bosan,

jenuh dan murung, remaja yang cenderung merusak diri sendiri.

c. Keluarga.

Ciri-ciri keluarga yang mempunyai risiko tinggi antara lain adalah orang tua kurang

komunikatif dengan anak, orang tua yang terlalu mengatur anak, orang tua yang terlalu

menuntut anaknya secara berlebihan agar berprestasi diluar kemampuannya, orang tua yang

kurang harmonis, sering bertengkar, orang tua berselingkuh, atau ayah menikah lagi, orang

tua yang tidak dapat menjadikan dirinya teladan, orang tua yang tidak memiliki standar

norma baik-buruk atau benar-salah yang jelas, orang tua menjadi penyalahgunaan narkoba.

Secara hukum hak pengguna penyalahgunaan narkotika telah diatur didalam

ketentuan Undang-Undang Nomor. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, tetapi undang-

undang tersebut tidak mengatur secara jelas hak rehabilitasi bagi pengguna

penyalahgunaan narkotika yang termasuk dalam klasifikasi sebagai pemula atau pemakai.

Istilah ini hanya ada dalam surat Edaran Mahkamah Agung Nomo. 07 Tahun 2009,

sehingga pengguna penyalagunaan narkotika dalam klasifikasi pemula dan pemakai juga

mendapatkan hak rehabilitasi.

Akan tetapi pada pelaksanaannya ditemukan beberapa hambatan bagi pengguna

penyalahgunaan narkotika untuk mendapatkan hak rehabilitasi, sejalan mengenai hambatan

ini menurut Lawrence Meir Friedman menyatakan didalam sistem hukum terdapat tiga

unsur yaitu : Substansi ( subtance), Struktur (Structure), Kultur hukum (legal culture).73

73
. http.//Hukum Tata Negara Indonesia /Blok/2009/08/02/ Problem Penegakan Hukum di
Indonesia,diakses Tanggal 9 mei 2016,pukul 11.00 Wib
53

Dari teori Lawrence Mier Friedman diatas bahwa yang menjadi faktor penghambat

untuk mendapatkan hak rehabilitasi bagi pengguna penyalahgunaan narkotika dapat dilihat

berdasarkan sudut pandang yang berbeda, hambatan-hambatan tersebut sebagai berikut :

- Subtansi (subtance). Sesuai ketentuan Pasal 103 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang

Nomor. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Klasula diatas secara sepintas bahwa undang-

undang ini memberikan perlindungan terhadap korban penyalahgunaan narkotika berupa

rehabilitasi baik itu rehabilitasi medis ataupun sosial. Namun bila dicermati lebih dalam

pada klasula diatas dalam kalimat hakim yang memeriksa perkara dapat, ini

menimbulkan suatu penafsiran bahwa hakim mempunyai kekuasaan yang absolut dalam

memutus perkara ,ini berarti dalam memutus perkara hakim dapat dan/atau tidak dapat

memberikan vonis rehabilitasi kepada pecandu narkotika dan psikotrapika

- Struktur (structure) yaitu penempatan para pengguna penyalahgunaan narkotika di panti

terapi atau rehabilitasi terutama bagi pecandu narkotika merupakan solusi terbaik, dalam

pelaksanaan rehabilitasi tersebut berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor. 35

Tahun 2009 tentang Narkotika dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor. 07 Tahun

2009, terdapat beberapa permasalahan bagi pengguna penyalahgunaan narkotika dalam

mendapatkan rehabilitasi, permasalahan tersebut adalah Kesulitan

- Dalam Proses Pembuktian di Persidangan. Didalam Surat Edaran mahkamah agung

Nomor. 07 Tahun 2009 pada syarat-syarat untuk mendapatkan rehabilitasi, salah satunya

adalah tidak terdapat bukti bahwa yang bersangkutan merangkap menjadi pengedar atau

produsen gelap narkotika. Pembuktian tidak terlibat pengedar atau bandar narkotika

dalam persidangan sulit membuktikan bahwa pengguna tersebut murni korban.


54

Sedangkan kasus narkotika kasus yang harus cepat diselesaikan proses peradilannya.

Selanjutnya Kewenangan Hakim Memutus Perkara. Pada Pasal 103 ayat (1) dan ayat (2)

Undang-Undang Nomor. 35 Tahun 2009, dapat diartikan hakim diberikan kewenangan

mutlak untuk memvonis seseorang pecandu atau pengguna narkotika untuk direhabilitasi

atau vonis pidana penjara, dalam kenyataannya hakim sulit menjatuhkan vonis

rehabilitasi, tetapi justru memberikan sanksi pidana penjara kepada pecandu atau

pengguna penyalahgunaan narkotika.

Kultur Hukum ( legal culture)yaitu dalam ketentuan umum Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, menyatakan bahwa

rehabilitasi dibagi dua macam sebagai berikut :

a. Rehabilitasi Medis, adalah suatu proses- kegiatan pengobatan secara terpadu

untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika

b. Rehabilitasi Sosial, adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik

fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu narkotika dapat kembali

melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.

Dalam mengatasi penyebaran narkotika ini pemerintah telah memberikan sanksi

cukup berat bagi produsen dan pengedar, sebagaimana pasal Undang-Undang Nomor. 35

Tahun 2009 tentang Narkotika, antara lain sebagai berikut : Pasal 113, Pasal 118, Pasal

123 .Berdasarkan ketentuan Pasal 113, 118 dan Pasal 123 Undang-Undang Nomor, 35

Tahun 2009 tentang Narkotika bahwa terhadap orang yang menyalagunakan narkotika

dengan memproduksi, mengekspor, mengimpor atau menyalurkan narkotika golongan I, II


55

dan III dapat diancam hukuman mati, hukuman pidana penjara seumur hidup atau hukuman

pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda .

Pengguna atau korban adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa pengetahuan

atau pengawasan dokter karena sebagaimana Pasal 7 Undang-Undang Nomor. 35 Tahun

2009 menyatakan bahwa narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan

kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan technologi.

Adapun alasan pengguna narkotika dapat dikatagorikan sebagai korban dari

penyalahgunaan narkotika dapat dilihat beberapa ketentuan dan pendapat dari beberapa

sarjana tentang pengertian korban sebagai berikut :

Pasal 1 Undang-Undang Nomor. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Sanksi dan

Korban, menyatakan bahwa korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik,

mental dan atau/ kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana.

Menurut Mulyadi, bahwa korban (victims) adalah orang –orang yang baik secara

individu maupun kolektif telah menderita kerugian, termasuk kerugian fisik atau mental,

emosional, ekonomi atau gangguan substansial terhadap hak-haknya yang fundamental,

melalui suatu perbuatan atau komisi yang melanggar hukum pidana dimasing-masing

negara, termasuk penyalagunaan kekuasaan.74

Pasal 1 ayat (1) dan ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor. 3 Tahun 2002 tentang

Restituís, Rehabilitasi dan Pelanggaran HAM , menyatakan bahwa korban adalah orang

perseorangan atau kelompok orang yang mengalami penderitaan, baik fisik, mental,

74
. Muladi, HAM dalam perspektif Sistem Peradilan Pidana, dalam Mulyadi (ed) Hak Asasi Manusia,
Hakikat, Konsep dan Implikasinya Dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat, Refika Aditama, Bandung,
2005, Hal. 108
56

maupun emosional, kerugian ekonomi atau mengalami pengabaian, pengurangan, atau

perampasan hak-hak dasarnya, sebagai akibat pelanggaran hak asasi manusia yang berat,

termasuk ahli warisnya.

Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor. 07 Tahun 2009, menyatakan

Sebagian besar dari nara pidana dan tahanan kasus narkotika adalah termasuk katagori

pemakai atau bahkan sebagai korban. Jika dilihat dari aspek kesehatan mereka

sesungguhnya orang yang menderita sakit. Oleh karena itu memenjarakan yang

bersangkutan bukanlah langkah yang tepat karena telah mengabaikan kepentingan

perawatan dan pengobatan dan juga telah mempertimbangkan kondisi lembaga

permasyarakatan yang ada saat ini tak mendukung serta dampak negatif keterpengaruhan

oleh perilaku kriminal lainnya dapat semakin memperburuk kondisi kejiwaan kesehatan

yang diderita para narapidana narkotika dan psikotrapika.75

BAB. IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan.

1. Adapun dasar pertimbangan hakim Menjatuhkan Hukuman Mati Bagi Pelaku Tindak

Pidana Narkotika. adalah :

75
. Badan Narkotika Nasional, Surat Edaran Mahkamah Agung Pemakai Narkotika Perlu Rehabilitasi
Bukan Penjara, Jurnal BNN, Edisi 2 tahun 2009, Jakarta, Hal. 5.
57

a. berdasarkan aspek yuridis yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, keterangan

terdakwa, dan barang bukti serta.

b. Aspek non yuridis dipergunakan untuk mempertimbangkan hal-hal yang

memberatkan bahwa peredaran gelap narkotika mempunyai dampak yang cukup

luas dan merusak generasi muda pewaris bangsa. Serta bias berujung dengan

kematian yang disebabkan oleh over dosis, perkelahian ataupun kecelakaan lalu

lintas. Dengan pidana mati maka akan menghentikan jaringan narkotika dan dampak

dengan di pidana matinya pengedar narkotika akan menyelamatkan anak bangsa.

Lebih baik menghilangkan satu nyawa bila dapat menyelamatkan ratusan jiwa.

2. Adapun pendapat pro dan kontra penjatuhan pidana mati seperti di Mesir dan

Lebanon antara lain mengatakan bahwa pidana mati lebih efektif terhadap efek jera

dibandingkan dengan pidana penjara seumur hidup yang lebih kejam karena

penderitaan yang dijatuhi pidana ini adalah lebih hebat dari pada penderitaan

orang yang dalam sekejap mata pindah ke alam baqa. Selain itu pidana penjara

seumur hidup dianggap tidak cukup menakutkan, sehingga pengaruhnya untuk

mencegah kejahatan kurang efektif.

4.2 Saran

1. Hakim sebelum menjatuhkan putusan pidana mati terhadap terdakwa tindak pidana

narkotika, diharapkan juga dapat mempertimbangkan tuntutan masyarakat, agar

putusan yang dijatuhkan oleh hakim berdasarkan pertimbangan yang seadil-

adilnya sehingga tegaknya hukum dan keadilan dapat terpenuhi.


58

2. Adanya pro dan kontra terhadp penjatuhan hukuman mati terhadap pelaku tindak

pidana narkotika, diharapkan hakim dapat melihat sisi positif dan mencontoh negara-

negara lain yang telah melaksanakan putusan hukuman mati terhadap pelaku tindak

pidana narkotika tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Literatur :

Andi Hamzah,. dan A. Sumangelipu, Pidana Mati Di Indonesia Di Masa Lalu, Kini Dan
Di Masa Depan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003.
59

Arief Gosita, Masalah Korban Kejahatan, Akademika Pressindo, Jakarta, 2009

Arif Sumarsono, Strategi Nasional Pencegahan Pemberantasan Penyalagunaan Dan


Peredaran Gelap Narkoba, Badan Narkotika Nasional, Jakarta, 2007.

Badan Narkotika Nasional, Advokasi Pencegahan Penyalagunaan Narkoba, BNN, Jakarta,


2007.

Badan Narkotika Nasional, Mengenal Penyalahgunaan Narkoba Buku 2A, BNN, Jakarta,
2007.

Badan Narkotika Nasional, Surat Edaran Mahkamah Agung Pemakai Narkotika Perlu
Rehabilitasi Bukan Penjara, Jurnal BNN, Edisi 2 tahun 2009

Destry Fianica, Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Piidana Mati


Terhadap Pelaku Tindak Pidana Narkotika Warga Negara Asing (Studi
Putusan MA Nomor:1599 K/Pid.Sus/2012). Fakultas Hukum, Universitas Lampung.
2015

Gatot Supramono, Hukum Narkoba Indonesia, Djambatan, Jakarta, 2001

I Ketut Eka Saputra, dkk, Pro Dan Kontra Pidana Mati Terhadap Pelaku Tindak
Pidana Narkotika ( Study Kasus Di Pengadilan Negeri Denpasar ),
Universitas Udayana, Bali. 2016

Iqbal Albama,Penjatuhan Pidana Mati Dalam Tindak Pidaana Narkotika, Pengadilan


Negeri Nunukan, Kaltim.2016

OC.Kalingis & Asosiates dari Kompas, Narkoba Dan Peradilannya di Indonesia, PT.
Alumni, Bandung, 2007.

Mahrus Ali, Kejahatan Korporasi Kajian Relevansi Sanksi Tindakan Bagi


Penanggulangan Kejahatan Korporasi, Arti Bumi Intaran, Yogyakarta, 2008.
Mudji Waluyo, Kebijaksanaan dan Strategi Dalam Pencegahan Program P4PGN, Badan
seminar nasional pada kegiatan pelatihan fasilitator penyuluh pencegahan
penyalagunaan narkoba, Tanggal, 23-27 Juli, 2007.

Muclis Catio, , Pencegahan dan Penanggulangan Penyalagunaan Narkoba Dilingkungan


Pendidikan, Badan Narkoba Nasional, Jakarta, 2006

Muladi, HAM dalam perspektif Sistem Peradilan Pidana, dalam Mulyadi (ed) Hak Asasi
Manusia, Hakikat, Konsep dan Implikasinya Dalam Perspektif Hukum dan
Masyarakat, Refika Aditama, Bandung, 2005
60

Nogroho Aji Wijayanto, Permasalahan Narkoba di Sumsel dan Narkoba di Tinjau dari
Aspek Hukum, Makalah Ketua Harian Sumatera selatan, 24 Juli 2007.

Rahmat Illahi Besri, Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Dalam Perspektif Hukum
Pidana, Makalah. 2011

Zulkarnain Nasution, Memilih Lingkungan Bebas Narkotika, Badan Narkotika Nasional,


Jakarta, 2007

Peraturan Perundang-Undangan :

Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara


Pidana,2007,Surabaya :Kresindo utama, Pasal 1.

R.Soesilo, KUHP beserta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal,Bogor,


Penerbit Politeria, 1996.

Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika

Sumber-Sumber Lain :

Amir Syarifudin, Rehabilitasi Solusi Bagi Pengguna Narkoba, // httpsitus portal resmi,
diakses 2 Mei 2019

Bahayanarkoba.blogspot.co.id/2012/10/pengertian tentang napza.html, diakses 18 Februari


2019,, Pukul 7 WIB

Belajarpsikologi,.com/Pengertian-narkotika, 6 Februari 2019, Pukul 10 WIB


Buletin Dakwah, Al Islam, Edisi : 548/Thn. XVII/1432 H, diakses 19 Februari 2019,
Pukul. 7 WIB

http: // Che Gendovara Blok Archive/2009/07/10/ Urgensi Vonis Rehabilitasi Terhadap


Korban Napza di Indonesia, diakses 25 Februari 2019, Pukul 14 WIB.

http://dho 2008.blogspot.com/2010/06/ancaman-hukuman-bagi-pengguna dan pengedar


narkoba, diakses 8 Januari 2019, Pukul 11.30 WIB
61

http//dianjanuarfitriawatti. blogspot.com/dampak dari pemakai narkoba, diakses 9 Januari


2016 Desember 2019, Pukul 10 WIB

http://eprints.unsri.ac.id/608/wicome to eprints Sriwijaya University-UNSRI Online


Institution, diakses 30 April 2019, Pukul 8 WIB

http://e-journal.uajy.ac.id/4962/1/JURNAL%20SKRIPSI.pdf. Diakses tanggal 9 April


2019,pukul 10.00 wib.

http.//Hukum Tata Negara Indonesia /Blok/2009/08/02/ Problem Penegakan Hukum di


Indonesia,diakses Tanggal 9 mei 2019,pukul 11.00 Wib

http://masriadam.blogspot.co.id/2012/08/jenis- putusan- dalam- pengadilan- pidana,html,di


diakses Tanggal 5 maret 2019,Pukul 17.30.Wib.

http://news.detik.com/read/2012/12/19/130624/2122336/10/terpidana kasus penggunan


narkoba juga harus direhabilitasi, diakses 28 Februari 2019, Pukul. 11 WIB.

http://Sosiologi Hukum.blog.spon di 20 juni 2011, diakses 12 Januari 2019, Pukul 12 WIB


.
http : //www. decik news.com/ read /2011/01/ diakses Tanggal 10 Januari 2019, Pukul 9
WIB.

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl441/hukuman-mati, 3 April 2019,pukul 8.00


Wib.

http : // www.satudunia.net/ conten/ pengguna napza , diakses 15 Januari 2019, Pukul 9


WIB

http://www.slideshere.net/adeblonde/kedudukan-hukum-pengguna –narkotika, diakses 25


April 2019, Pukul 14 WIB.

http://wawasanhukum.blogspot.com/2007/06/ganti kerugian dan rehabilitasi, diakses 17


Februari 2019, Pukul 8 WIB
Kumpulan berbagai makalah. Blogspot.co.id/2013/10/makalah penjatuhan pidana mati
bagi.html, diakses 20 April 2019, Pukul 9 WIB

Rahmat Illahi Besri-http://ibelboy2.wordpress.com/2011/06/04/makalah penjatuhkan tindak


pidana dalam pespektif hukum pidana, diakses, 5 Desember 2019, Pukul. 11 WIB.

Surat Edaran Mahkamah Agung No. 07 Tahun 2009,Tentang Menempatkan Pemakai


Narkoba Ke panti Terapi dan Rehabilitasi.
62

www. seach.ask.com/web?/dis & q = pertimbangan –hakim- menjatuhkan –pidana-penjara-


terhadap pengguna-narkotika, diakses 23 April 2019, Pukul. 12 WIB.

----------------
.

Anda mungkin juga menyukai