Anda di halaman 1dari 15

TEORI BELAJAR DAN PENERAPANNYA DALAM

PEMBELAJARAN

Disusun oleh Kelompok 7 :

1. Al muhania (20035109)
2. Silvi Yuliza ( 20018151 )
3. Aglin Velly ( 20035106 )
4. Afifiah Novita Sri Lathifah ( 20035105 )

Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Herman Nirwana, M.Pd., Kons.

UNIVERSITAS NEGERI PADANG


2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah kita ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan
Karunia-Nya serta nikmat Kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas kelompok
berbentuk makalah yang berjudul “ Teori Belajar danPenerapannyaDalam Pembelajaran “.

Shalawat dan salam kami sampaikan kepada nabi Muhammad SAW yang telah membawa
kita dari lembah kebodohan hingga kepuncak ilmu pengetahuan yang dapat kita rasakan saat
ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kesalahan,baik dari sisi bentuk
penyusunan ataupun materi.Oleh karena itu,kami mengharapkan kepada pembaca untuk
penyempurnaan makalah ini.Semoga makalah ini dapat memberikan banyak manfaat baik
dari segi peserta didik maupun kalangan umum.

Padang,28 April 2021


DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR..................................................... i
DAFTAR ISI................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................... 1
C. Tujuan...................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian belajar menurut teori behavioristik..........................................2
2. Prinsip-prinsip belajar menurut teori behavioristik....................................2
3. Penerapan teori behavioristik dalam pembelajaran....................................2

BAB III PENUTUP

A. .Saran dan Kritik.............................................................. 7


B. Kesimpulan........................................................................ 7

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Belajar merupakan fase terpenting dalam usia anak-anak.Dengan belajar,anak-anak akan
lebih mudah mengenali bakat dan minatnya.Dengan belajar,anak-anak akan lebih peka
terhadap dunia luar.Anak-anak lebih menyerap pembelajaran dan itu akan baik di
masanya.Dengan begitu,pembelajaran harus di buat semenarik mungkin.

B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka didapat rumusan masalah:

1. Apa yang dimaksud dengan belajar pada teori behavioristik?


2. Apa saja prinsip-prinsip belajar yang terdapat pada teori behavioristik?
3. Bagaimana cara penerapan belajar pada teori behavioristik?

C.Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:

1. Mengetahui pengertian belajar pada teori behavioristik


2. Mengetahui prinsip-prinsip belajar pada teori behavioristik
3. Mengetahui cara penerapan belajar pada teori behavioristik
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Belajar Menurut Teori Behavioristik


Menurut teori behavioristik,belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
adanya interaksi antara stimulus dan respon.Dengan kata lain,belajar merupakan bentuk
perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara
yang baru sebagai hasil interaksi stimulus dan respon.

Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah
laku.Sebagai contoh,anak belum dapat berhitung perkalian,walaupun ia sudah berusaha giat,
dan gurunya sudah mengajarkannya dengan tekun.Namun jika anak tersebut belum dapat
mempraktekkan perhitungan perkalian, maka ia belum dianggap belajar,karena ia belum
dapat menunjukan perubahan perilaku sebagai hasil belajar.

Dalam contoh di atas,stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa,misalnya
daftar perkalian,alat peraga,pedoman kerja,atau cara-cara tertentu, untuk membantu belajar
siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut.

Menurut teori behavioristik, apa yang terjadi diantara stimulus dan respon dianggap tidak
penting diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur.Yang dapat diamati
hanyalah stimulus dan respon.Oleh sebab itu, apa saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa
yang dihasilkan siswa (respon), semuanya harus dapat diamati dan diukur.

Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behaviotistik adalah faktor penguatan
(reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila
penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu
juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) responpun akan tetap dikuatkan.
Misalnya, ketika siswa diberi tugas oleh guru, ketika tugasnya ditambahkan maka ia akan
semakin giat belajarnya. Maka penambahan tugas tersebut merupakan penguatan positif
(positive reinforcement) dalam belajar. Bila tugas-tugas dikurangi dan pengurangan ini justru
meningkatkan aktivitas belajarnya, maka pengurangan tugas merupakan penguatan negatif
(negative reinforcement) dalam belajar. Jadi penguatan merupakan suatu bentuk stimulus
yang penting diberikan (ditambahkan) atau dihilangkan (dikurangi) untuk memungkinkan

terjadinya respons.

B. Prinsip – Prinsip Belajar Menurut Teori Behavioristik


Terdapat empat prinsip filosofis utama dalam pengembangan teori ini yaitu : Manusia adalah
binatang yang sangat berkembang dan manusia belajar dengan cara yang sama seperti yang
telah dilakukan binatang lainnya; pendidikan adalah proses perubahan perilaku; peran guru
adalah menciptakan lingkungan pembelajaran yang efektif; efisiensi, ekonomi, ketepatan dan
obyektivitas merupakan perhatian utama dalam pendidikan.

Sedangkan menurut mukinan, teori belajar behavioristik,yaitu;

1. Apabila seseorang sudah mampu menunjukkan perubahan perilaku, maka dikatakan


sudah belajar. Artinya, kegiatan belajar yang tidak membawa perubahan perilaku
tidak dianggap belajar menurut teori ini.
2. Hal yang paling penting pada teori ini adalah stimulus dan respon karena bisa diamati.
Hal-hal selain stimulus dan respon tidak dianggap penting karena tidak bisa diamati.
3. Adanya penguatan (reinforcement), yaitu hal-hal yang bisa memperkuat respon.
Penguatan bisa berupa penguatan positif dan negatif.

Belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif
menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses
tingkah laku yang timbul akibat proses kematangan fisik, keadaan mabuk, lelah, dan jenuh
tidak dapat dipandang sebagai proses belajar (Syah, 2003). Belajar merupakan akibat adanya
interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu
jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Proses yang terjadi antara stimulus dan
respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur.
Dapat diamati adalah stimulus dan respon.

Oleh karena itu, apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa
(respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab
pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan
tingkah laku tersebut. Dalam proses pembelajaran input ini bisa berupa alat peraga, gambar-
gambar, atau cara-cara tertentu untuk membantu proses belajar (Budiningsih, 2003). Teori
belajar Behavioristik memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon
terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka.

Tokoh-Tokoh Aliran Behavioristik

1. Edward Lee Thorndike (1874 – 1949)

Menurut Thorndike, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon.
Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran,
perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Respon adalah
reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, juga dapat berupa pikiran,
perasaan, gerakan atau tindakan. Teori Thorndike ini sering disebut teori
koneksionisme.
Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan membentuk
asosiasi (connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak.
Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan jahit-menjahit, maka ia
akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan
belajar menjahit akan menghasilkan prestasi memuaskan. Dengan adanya pandangan-
pandangan Thorndike yang memberikan sumbangan cukup besar di dunia pendidikan
tersebut, maka ia dinobatkan sebagai salah satu tokoh pelopor dalam psikologi
pendidikan. Selain itu, bentuk belajar yang paling khas baik pada hewan maupun pada
manusia menurutnya adalah “trial and error learning atau selecting and connecting
learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu.

Menurut Thorndike terdapat tiga hukum belajar yang utama yaitu :

 The Law of Effect (Hukum Akibat)


Hukum akibat yaitu hubungan stimulus respon yang cenderung diperkuat bila
akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan.
Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil
perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung
dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti
akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.
Koneksi antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak dapat menguat
atau melemah, tergantung pada “buah” hasil perbuatan yang pernah dilakukan.
Misalnya, bila anak mengerjakan PR, ia mendapatkan muka manis gurunya. Namun,
jika sebaliknya, ia akan dihukum. Kecenderungan mengerjakan PR akan membentuk
sikapnya.
 The Law of Exercise (Hukum Latihan)
Hukum latihan yaitu semakin sering tingkah laku diulang/dilatih (digunakan), maka
asosiasi tersebut akan semakin kuat. Dalam hal ini, hukum latihan mengandung dua
hal: The Law of Use : hubungan-hubungan atau koneksi-koneksi akan menjadi
bertambah kuat, kalau ada latihan yang sifatnya lebih memperkuat hubungan itu. The
Law of Disue : hubungan-hubungan atau koneksi-koneksi akan menjadi bertambah
lemah atau terlupa kalau latihan-latihan dihentikan, karena sifatnya yang melemahkan
hubungan tersebut.
 The Law of Readiness (Hukum Kesiapan).
Hukum kesiapan yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan
tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan
individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.Prinsip pertama teori koneksionisme
adalah belajar merupakan suatu kegiatan membentuk asosiasi (connection) antara
kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa
senang atau tertarik pada kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderung
mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit
akan menghasilkan prestasi memuaskan.

2. John Watson (1878 – 1958)


Watson adalah seorang behavioris murni, kajiannya tentang belajar disejajarkan
dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada
pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.
Menurut Watson, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon,
namun stimulus dan respon tersebut harus dapat diamati dan diukur. Jadi perubahan-
perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, tidak perlu
diperhitungkan karena tidak dapat diamati.
Pandangan utama Watson:
a) Psikologi mempelajari stimulus dan respons (S-R Psychology). Yang
dimaksud dgn stimulus adalah semua obyek di lingkungan, termasuk juga
perubahan jaringan dalam tubuh. Respon adalah apapun yang dilakukan
sebagai jawaban terhadap stimulus, mulai dari tingkat sederhana hingga
tingkat tinggi, juga termasuk pengeluaran kelenjar. Respon ada yang overt dan
covert, learned dan unlearned.
b) Tidak mempercayai unsur herediter (keturunan) sebagai penentu perilaku.
Perilaku manusia adalah hasil belajar sehingga unsur lingkungan sangat
penting (lihat pandangannya yang sangat ekstrim menggambarkan hal ini pada
Lundin, 1991 p.173). Dengan demikian pandangan Watson bersifat
deterministik, perilaku manusia ditentukan oleh faktor eksternal, bukan
berdasarkan free will.
c) Dalam kerangka mind-body, pandangan Watson sederhana saja. Baginya,
mind mungkin saja ada, tetapi bukan sesuatu yang dipelajari ataupun akan
dijelaskan melalui pendekatan ilmiah. Jadi bukan berarti bahwa Watson
menolak mind secara total. Ia hanya mengakui body sebagai obyek studi
ilmiah. Penolakan dari consciousness, soul atau mind ini adalah ciri utama
behaviorisme dan kelak dipegang kuat oleh para tokoh aliran ini, meskipun
dalam derajat yang berbeda-beda. [Pada titik ini sejarah psikologi mencatat
pertama kalinya sejak jaman filsafat Yunani terjadi penolakan total terhadap
konsep soul dan mind. Tidak heran bila pandangan ini di awal mendapat
banyak reaksi keras, namun dengan berjalannya waktu behaviorisme justru
menjadi populer.
d) Sejalan dengan fokusnya terhadap ilmu yang obyektif, maka psikologi harus
menggunakan metode empiris. Dalam hal ini metode psikologi adalah
observation, conditioning, testing, dan verbal reports.
e) Secara bertahap Watson menolak konsep insting, mulai dari karakteristiknya
sebagai refleks yang unlearned, hanya milik anak-anak yang tergantikan oleh
habits, dan akhirnya ditolak sama sekali kecuali simple reflex seperti bersin,
merangkak, dan lain-lain.
f) Sebaliknya, konsep learning adalah sesuatu yang vital dalam pandangan
Watson, juga bagi tokoh behaviorisme lainnya. Habits yang merupakan dasar
perilaku adalah hasil belajar yang ditentukan oleh dua hukum utama, recency
dan frequency. Watson mendukung conditioning respon Pavlov dan menolak
law of effect dari Thorndike. Maka habits adalah proses conditioning yang
kompleks. Ia menerapkannya pada percobaan phobia (subyek Albert). Kelak
terbukti bahwa teori belajar dari Watson punya banyak kekurangan dan
pandangannya yang menolak Thorndike salah.
g) Pandangannya tentang memory membawanya pada pertentangan dengan
William James. Menurut Watson apa yang diingat dan dilupakan ditentukan
oleh seringnya sesuatu digunakan/dilakukan. Dengan kata lain, sejauh smana
sesuatu dijadikan habits. Faktor yang menentukan adalah kebutuhan.
h) .Proses thinking and speech terkait erat. Thinking adalah subvocal talking.
Artinya proses berpikir didasarkan pada keterampilan berbicara dan dapat
disamakan dengan proses bicara yang ‘tidak terlihat’, masih dapat
diidentifikasi melalui gerakan halus seperti gerak bibir atau gesture lainnya.
i) Sumbangan utama Watson adalah ketegasan pendapatnya bahwa perilaku
dapat dikontrol dan ada hukum yang mengaturnya. Jadi psikologi adlaah ilmu
yang bertujuan meramalkan perilaku. Pandangan ini dipegang terus oleh
banyak ahli dan diterapkan pada situasi praktis. Dengan penolakannya pada
mind dan kesadaran, Watson juga membangkitkan kembali semangat
obyektivitas dalam psikologi yang membuka jalan bagi riset-riset empiris pada
eksperimen terkontrol.
3. Clark L. Hull (1884 – 1952)
Clark Hull juga menggunakan variable hubungan antara stimulus dan respon untuk
menjelaskan pengertian belajar. Menurut Clark Hull, semua fungsi tingkah laku
bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab
itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis
(drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan
manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu
dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin
dapat berwujud macam-macam.
Prinsip-prinsip utama teorinya :
Reinforcement adalah faktor penting dalam belajar yang harus ada. Namun fungsi
reinforcement bagi Hull lebih sebagai drive reduction daripada satisfied factor.
Dalam mempelajari hubungan S-R yang diperlu dikaji adalah peranan dari intervening
variable (atau yang juga dikenal sebagai unsure O (organisma)). Faktor O adalah
kondisi internal dan sesuatu yang disimpulkan (inferred), efeknya dapat dilihat pada
faktor R yang berupa output. Karena pandangan ini Hull dikritik karena bukan
behaviorisme sejati. Proses belajar baru terjadi setelah keseimbangan biologis terjadi.
Di sini tampak pengaruh teori Darwin yang mementingkan adaptasi biologis
organism.
4. Edwin Guthrie.
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-
stimulus yang disertai suatu gerakan. Guthrie juga menggunakan variabel hubungan
stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi
karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak
ada respon lain yang dapat terjadi. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat
sementara, sehingga dalam kegiatan belajar peserta didik perlu diberi stimulus dengan
sering agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie
juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses
belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah
tingkah laku seseorang.

5. Burrhus Frederic Skinner (1904 – 1990).


Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep
para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana,
namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon
yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan
perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh
sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu,
karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar
stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini
memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya
mempengaruhi munculnya perilaku. Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku
seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan
lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai
konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga
mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai
alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah karena
perlu penjelasan lagi.

C. Penerapan Teori Behavioristik Dalam Pembelajaran

Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal
seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa,media dan
fasilitas pembelajaran yang tersedia.Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada
teori behvioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak
berubah.

Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan


pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of
knowledge) ke orang yang belajar atau siswa.Fungsi mind atau pikiran adalah untuk
menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat
dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini
ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut.

Siswadiharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang


diajarkan.Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus
dipahami oleh murid (Degeng, 2006).Demikian halnya dalam proses belajar
mengajar, siswa dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan
penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum
yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses
pembelajaran yang harus dicapai oleh para siswa. Begitu juga dalam proses evaluasi
belajar siswa diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal
yang bersifat unobservable kurang dijangkau dalam proses evaluasi. Guru yang
menggunakan paradigma behaviorisme akan menyusun bahan pelajaran yang sudah
siap sehingga tujuan pembelajaran yang dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh
guru.

Guru tidak hanya memberi ceramah tetapi juga contoh-contoh.Bahan pelajaran


disusun hierarki dari yang sederhana sampai yang kompleks.Hasil dari pembelajaran
dapat diukur dan diamati, kesalahan dapat diperbaiki. Hasil yang diharapkan adalah
terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan.Metode ini sangat cocok untuk
memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang
mengandung unsur kecepatan, spontanitas, kelenturan, daya tahan, contohnya
percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang,
olahraga dan sebagainya.

Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan
dominansi orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan
senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung.

Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang


memberikan ruang gerak yang bebas bagi siswa untuk berkreasi, bereksperimentasi
dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut
bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga
terkesan seperti kinerja mesin atau robot.

Akibatnya siswa kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada
pada diri mereka karena teori behavioristik memandang bahwa sebagai pengetahuan
telah terstruktur rapi dan teratur, maka siswa atau orang yang belajar harus
dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat.
Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga
pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau
ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan
yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai
bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan
dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Siswa atau peserta didik adalah objek
yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh
sistem yang berada di luar diri siswa (Degeng, 2006). Kesimpulan mengenai
kekurangan secara umum metode ini adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada
guru bersifat mekanistik dan hanya berorientasi pada hasil. Murid dipandang pasif,
murid hanya mendengarkan, menghafal penjelasan guru sehingga guru sebagai sentral
dan bersifat otoriter.
BAB III

PENUTUP

A.SARAN DAN KRITIK


Saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis perlukan daripembaca untuk

memperbaiki makalah ini yang jauh dari kata sempurna.

B.KESIMPULAN
Fokus utama dalam teori belajar behavioristik adalah perilaku yang terlihat dan
penyebab luar yang menstimulasinya. Belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai
hasil dari pengalaman.Pembelajaran yang didasarkan pada tingkah laku diperoleh dari
pengkondisian lingkungan.Pengkondisian tersebut terjadi melalui interaksi dengan
lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat
antara reaksi-reaksi behavioristik dengan stimulusnya.Teori belajar behavioristik
mempunyai ciri-ciri, yaitu. Pertama,aliran ini mempelajari perbuatan manusia bukan
dari kesadarannya,melainkan hanya mengamati perbuatan dan tingkah laku yang
berdasarkan kenyataan.Pengalaman-pengalaman batin di kesampingkan dan hanya
perubahan serta gerak-gerak pada badan yang dipelajari.Oleh sebab itu,behaviorisme
adalah ilmu jiwa tanpa jiwa.
DAFTAR PUSTAKA

Sumber:

https://www.quipper.com/id/blog/info-guru/teori-belajar-behavioristik/

Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Slavin, R.E. 2000. Educational Psychology: Theory and Practice. Sixth Edition.
Boston: Allyn and Bacon

Budiningsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Penerbit Rineka


Cipta.

Degeng, I Nyoman Sudana. 2006. Ilmu Pengajaran Taksonomi Variable.


Jakarta: Depdikbud.

Anda mungkin juga menyukai