Relevansi Pendidikan Kritis Paulo Freire Dengan Pendidikan Islam Ainul Yaqin
Relevansi Pendidikan Kritis Paulo Freire Dengan Pendidikan Islam Ainul Yaqin
Ainul Yaqin
Sekolah Tinggi Agama Islam Miftahul Ulum Panyepen Palenggaan Pamekasan
ainulyaqinsyakir@gmail.com
Abstract
Criticisms which always come up in Islamic Education is a doctrinal, dogmatic
learning model that gives no freedom to learners. It is theoretically on the basis
of the epistemology of Paulo Friere on oppressed people. According to him the
oppressed people who internalize themselves with those oppressing them and
adapted themselves with their way of thinking will bring a feeling of severe
threat. Islam prioritizes mankind, upholds democratic values and justice,
appreciates what men have done, teaches people how to speak truly and behave
properly, and loves the week and the oppressed. It is in this position that
freedom fits those values.
Keywords: Relevance, Paulo Friere, Islamic education.
Pendahuluan
Pendidikan merupakan masalah yang sangat penting dan tidak bisa
dipisahkan dari seluruh rangkaian kehidupan manusia. Pendidikan selalu
menjadi tumpuan kebanyakan manusia memandang pendidikan sebagai
sebuah kegiatan mulia yang akan mengarahkan manusia pada nilai-nilai yang
memanusiakan.1 Pendidikan memiliki tujuan mengembalikan jati diri manusia
yang sesungguhnya sebagai manusia yang merdeka, berhak untuk hidup, tidak
ditindas, tidak diperlakukan secara sewenang-wenang.2 Dalam pendidikan
Islam, pendidikan mengandung makna memelihara dan mengembangkan
fitrah serta potensi atau sumber daya insani menuju terbentuknya manusia
seutuhnya (insan kamil). Dengan demikian pendidikan bukanlah merupakan
1
Sudarwan Danim, Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), 4.
2
Moh Yamin, Menggugat Pendidikan di Indonesia: Belajar dari Paolo Freire dan Ki Hajar Dewantara
(Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2009), 135.
13 Tarbiyatuna, Vol. 8 No. 1 Pebruari 2015
Ainul Yaqin
3
Immawati Dwi Setyowati, Pendidikan Humanistik, STAIN Purwokerto. (diakses 01-03-2014).
14 Tarbiyatuna, Vol. 8 No. 1 Pebruari 2015
Relevansi Pendidikan
telah menderita dan tertindas, sistem ini berjalan karena adanya mazhab
pendidikan yang terpengaruh oleh pemikiran positivisme.4
Dalam mazhab positivisme, sistem pendidikan yang dikenal adalah
sistem “bank” (banking concept of educational), secara cermat Freire
menganalisa konsep pendidikan gaya bank yang memelihara, bahkan
mempertajam, kontradiksi guru dan murid. Pendidikan gaya bank adalah
konsep di mana pelajar diberikan ilmu pengetahuan agar daripadanya kelak
diharapkan suatu hasil lipat ganda. Jadi anak didik adalah obyek investasi dan
sumber deposito potensial. Depositor atau investornya adalah para guru yang
mewakili lembaga-lembaga kemasyarakatan mapan dan berkuasa, sementara
depositnya adalah ilmu pengetahuan yang diajarkan kepada anak didik. Anak
didik pun lantas diperlakukan sebagai “bejana kosong” yang akan diisi,
sebagai sarana tabungan atau penanaman “modal ilmu pengetahuan” yang
akan dipetik hasilnya kelak. Pendidikan akhirnya bersifat negatif di mana guru
memberi informasi yang harus ditelan oleh murid, yang wajib diingat dan
dihafalkan.5
Dari sinilah pendidikan kritis hadir untuk membangkitkan kesadaran
masyarakat untuk peduli dan kritis terhadap segala persoalan yang terjadi
dalam lingkungan mereka. Freire mengharapkan pendidikan kritis bisa
membenahi carut-marut kehidupan bangsa terutama pendidikan.6 Bagi Freire,
selaku tokoh penggagas pendidikan kritis. Pendidikan haruslah berorientasi
kepada pengenalan realitas diri manusia dan dirinya sendiri. Pengenalan akan
realitas bagi Freire tidak hanya bersifat objektif atau subjektif, tapi harus
4
Positivisme, adalah aliran filsafat yang berpendapat bahwa manusia tidak pernah mengetahui lebih dari
fakta-fakta yang Nampak, menurut positivisme tugas ilmu pendidikan dan filsafat hanya menyelidiki fakta-
fakta tanpa menyelidiki sabab-sebabnya. Baca Muh. Hanif Dhakiri, Paulo Freire Islam dan Pembebasan.
(Salatiga: Djambatan dan Pena, 2000), 4-6. Baca juga Mansour Fakih, Pendidikan Popular :Membangun
Kesadaran Kritis (Yogyakarta: Insist, 2010), xvii dan 47.
5
Ngainun Naim, Rekontruksi Pendidikan Nasional Membangun Paradigma yang Mencerahkan (Yogyakarta:
Teras, 2010), 116. Lihat juga Dhakiri, Paulo Freire, 8.
6
Yamin, Menggugat Pendidikan, 166.
15 Tarbiyatuna, Vol. 8 No. 1 Pebruari 2015
Ainul Yaqin
Metode Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif deskriptif dengan jenis library
research. Kajian pustaka berusaha mengungkapkan konsep-konsep baru
dengan cara membaca dan mencatat informasi-informasi yang relevan dengan
kebutuhan. Bahan bacaan mencakup buku-buku, jurnal, dan karya ilmiah yang
terkait dengan judul penelitian ini. Dalam penelitian ini peneliti berhadapan
langsung dengan teks atau data yang bukan dengan pengetahuan langsung
dari lapangan atau saksi mata tempat kejadian. Sumber data dalam proses
penelitian ini adalah dokumentasi, meliputi: 1). Sumber data primer adalah
sumber data yang utama (pokok) berupa karya-karya yang ditulis sendiri oleh
Paulo Freire, seperti buku Pendidikan Masyarakat kota, Politik Pendidikan
kebudayaan kekuasaaan dan Pembebasan, Pendidikan Kaum Tertindas,
Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi dan lain-lain; dan 2). Sumber
7
Paulo Freire, Politik Pendidikan kebudayaan kekuasaaan dan Pembebasan. Terj. Agung Prihantoro
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), ix.
16 Tarbiyatuna, Vol. 8 No. 1 Pebruari 2015
Relevansi Pendidikan
data sekunder adalah sumber data yang mendukung data primer yang
membahas konsep pendidikan kritis dan konsep pendidikan Islam, misalnya
melalui dokumen atau karya orang lain yang secara intelektual tidak terjadi
kontak, tetapi ada kesamaan tema-tema pemikiran yang dikembangkannya,
seperti buku Pendidikan Madzhab Kritis, Paradigma Pendidikan Islam dan lain-
lain.8
8
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R & D (Bandung: ALFABETA, 2009), 225. Lihat
juga Marzuki, Metodologi Riset (Yogyakarta: Ekonisia, 2005), 60.
17 Tarbiyatuna, Vol. 8 No. 1 Pebruari 2015
Ainul Yaqin
9
Paulo Freire, Pendidikan Kaum Tertindas, terj. F Danuwinata (Jakarta: LP3ES, 2008), x-xi. Lihat juga Hanif
Dhakiri, Paulo Freire Islam dan Pembebasan (Jakarta: Djambatan, 2000), 17.
18 Tarbiyatuna, Vol. 8 No. 1 Pebruari 2015
Relevansi Pendidikan
10
Immawati, Pendidikan Humanistik.
11
Lihat Mansour Fakih, Mansour Fakih, Pendidikan Popular: Membangun Kesadaran Kritis (Yogyakarta:
Insist, 2010), 23-27. Lihat juga Ainurrofiq Dawam, Emoh Sekolah: Menolak Komersialisasi Pendidikan
dan Kanibalisme Intelektual Menuju Pendidikan Multikultural (Yogyakarta: Inspeal Press, 2003), 138-143.
19 Tarbiyatuna, Vol. 8 No. 1 Pebruari 2015
Ainul Yaqin
16
Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, terj. Hasan Langgulung (Jakarta:
Bulan Bintang, 1983), 47.
21 Tarbiyatuna, Vol. 8 No. 1 Pebruari 2015
Ainul Yaqin
manusia (pendidik dan peserta didik) menjadi diri yang memiliki independensi
akal, dengan mengacu pada nilai-nilai Islami, sehingga mampu
mengembangkan dan mengamalkan pengetahuannya secara praktis dengan
dilandasi kesadaran dan tanggung jawab. Pengakuan terhadap potensi
peserta didik tersebut, berarti mengupayakan kebebasan peserta didik untuk
memiliki daya kretivitas yang termanifestasikan dalam bentuk aktivitas yang
memerankan dirinya sebagai subjek dalam pencarian pengetahuan. Hal
tersebut mencerminkan kebebasan manusia untuk berfikir dan bertindak,
sehingga menjadi manusia yang berkesadaran, kreatif, dan inovatif serta
mandiri.20
Keberadaan peserta didik sebagai subjek menghendaki manusia tersebut
untuk selalu aktif dan bertanggung jawab atas pemikiran dan tindakannya. Hal
ini diungkapan Paulo Freire, dengan mengutip kata-kata Erick Fromm, dalam
The Heart of Man, mengatakan:
...kebebasan untuk menciptakan dan membangun, untuk
mempertanyakan dan mencoba-coba. Kebebasan semacam ini
menghendaki manusia yang aktif dan bertanggung jawab, bukan budak
atau sekrup mati dalam mesin..tidak cukup sekedar bahwa manusia
bukanlah budak: jika kondisi sosial mengarah kepada kehidupan
otomaton, hasilnya bukan cinta kehidupan, tetapi cinta kematian.21
20
Abdurracman Assegaf, Pendidikan Madhab Kritis: Perbandingan Teori Pendidikan Timur dan Barat
(Yogyakarta: Gama Media, 2008), 226-227.
21
Paulo Freire, Pendidikan Kaum Tertindas, terj. F Danuwinata (Jakarta: LP3ES, 2008), 48.
23 Tarbiyatuna, Vol. 8 No. 1 Pebruari 2015
Ainul Yaqin
22
Depag RI, Al- Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: PT. Intermasa, 1986), 332.
23
Assegaf, Pendidikan Madhab Kritis, 228.
24
Faqih, Pendidikan Kritis, 29.
24 Tarbiyatuna, Vol. 8 No. 1 Pebruari 2015
Relevansi Pendidikan
pendidikan kritis maupun pendidikan Islam. Hal ini didasarkan pada firman
Allah berikut:
Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini,
niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. mereka tidak lain
hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah
berdusta kepada Allah. (Qs. Al-An’am: 116 ).25
Dalam pandangan Freire, fanatisme akan merusak pikiran manusia dan
mematikan rasio serta kreativiatasnya. Fanatisme ini, mencirikan bahwa
manusia belum memiliki kesadaran, hal ini diungkapkan Freire sebagai berikut:
Dalam kenyataannya, penyadaran diri tidak akan mengarahkan
seseorang kepada sikap fanatik yang merusak. Sebaliknya, dengan
memungkinkan seseorang untuk memasuki proses sejarah sebagai
subyek yang bertanggung jawab, penyadaran ini mengantarkan mereka
ke dalam penacarian diri sendiri, dan menghindari fanatisme”.26
Paradigma pendidikan kritis juga memiliki relevansi dengan paradigma
pendidikan Islam pada cara pandang mengenai manusia dengan dunia.
Sebagaimana telah dijelaskan di bab sebelumnya, paradigma pendidikan kritis
menolak pandangan paradigma pendidikan liberal yang menganggap adanya
keterpisahan antara manusia dengan dunia. Dalam paradigma pendidikan
Islam, menurut al-Taomy, alam adalah mitra manusia dalam mengembangkan
segenap potensi yang dimilki untuk mencapai kemajuannya Dalam pandangan
Islam, antara manusia dan alam bukanlah dua entitas yang harus
diperlawankan. Alam semesta adalah sumber ilham dan tanda yang menolong
dan mengantarkan manusia untuk menemukan cahaya kebenaran dan
kebaikan.27
Manusia adalah bagian yang tak terpisahkan dari alam semesta. Oleh
karena itu, dalam paradigma pendidikan Islam menolak dengan tegas
dikotomi yang dilakukan oleh paradigma pendidikan liberal antara manusia
dan alam. Akhirnya, baik pendidikan kritis maupun Islam, menjadikan
25
Depag RI, Al- Qur’an dan Terjemahnya, 116.
26
Freire, Pendidikan Kaum Tertindas, 2.
27
Al-Saybany, Falsafah Pendiidkan, 76.
25 Tarbiyatuna, Vol. 8 No. 1 Pebruari 2015
Ainul Yaqin
28
Assegaf, Pendidikan Madhab Kritis, 229.
26 Tarbiyatuna, Vol. 8 No. 1 Pebruari 2015
Relevansi Pendidikan
luar Islam. Dalam hal ini, pendidikan Islam bukanlah paradigma yang harus
dipertentangkan dengan paradigma pendidikan sekuler. Pendidikan kritis
adalah paradigma yang digagas oleh pemikir-pemikir non muslim, yang tidak
terlalu menekankan aspek spritualitas dan keimanan sebagai fondasi, atau
dengan kata lain paradigma pendidikan kritis adalah termasuk paradigma
pendidikan sekuler. Namun, proses pembelajaran yang ada dalam pendidikan
kritis dapat dijadikan sebuah acuan metodologis bagi pendidikan Islam dalam
merumuskan proses pembelajaran yang humanis serta dapat menjadi sarana
yang dapat menunjang tercapainya tujuan pendidikan.
Paradigma pendidikan Islam, juga sangat menentang keras pola
pendidikan liberal atau konservatif, yang disebut oleh Freire dengan pola
pendidikan “gaya bank”. Dalam paradigma pendidikan Islam, peserta didik
bukanlah saran investasi yang akan dipetik hasilnya kelak. Selain pola
pendidikan dalam pandangan paradigma pendidikan Islam, juga bukan ajang
indoktrinasi untuk melegitimasi dan melanggengkan struktur sosial politik,
dan ekonomi yang menindas. Namun, satu hal yang perlu digarisbawahi,
pendidikan Islam dalam pembahasan ini, mengutip dari salah satu batasan
pendidikan Islam menurut Hasan Langgulung adalah tarbiyah al-muslimin dan
tarbiyah ‘inda al- muslimin.29
Berdasakan kesamaan prinsip pembelajaran tersebut, para pendidik
muslim dapat menjadikan pola-pola pembelajaran yang ada dalam paradigma
pendidikn kritis sebagai sebuah model pembelajaran yang akan diterapkan
dalam pendidikan Islam. Menurut al-Toumy, metode pembelajaran dalam
Islam, memiliki beberapa cirri-ciri umum yang menonjol, yaitu: 1). Berpadunya
metode dan cara-cara, dari segi tujuan dan alat, dengan jiwa ajaran dan akhlak
Islam yang mulia; 2). Metode pembelajaran Islam bersifat luwes serta dapat
menerima perubahan dan penyesuaian sesuai dengan keadan dan suasana
29
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah
(Bandung : Remaja Rosdakarya, 2008), 36.
27 Tarbiyatuna, Vol. 8 No. 1 Pebruari 2015
Ainul Yaqin
serta mengikuti sifat peserta didik. Juga menerima perbedaan sesuai dengan
pembelajarn dari ilmu dan topik pelajaran tertentu, serta perbedaan pada
tingkat kemampuan dan kematangan peserta didik; 3). Metode pembelajaran
dalam Islam, dengan sungguh-sungguh berusaha mengaitkan antara teori dan
praktek atau antara ilmu dan amal; 4). Membuang cara-cara dalam mengambil
jalan pintas pada proses belajar mengajar; dan 5). Menekankan kebebasan
peserta didik berdiskusi, berdebat, berdialog dalam batas-batas kesopanan
dan saling hormat menghormati. Peserta didik memiliki kebebasan mutlak
untuk menyatakan pendapat di depan pendidik dan untuk berbeda dengan
pendidik dalam pendapat dan pikiran, jika ia mempunyai bukti-bukti yang
benar dan menguatkan pendiriannya. Menurut Prof. Muhammad al-Toumy,
berkaitan dengan ciri-ciri metode pembelajaran Islam tersebut. Metode
pembelajaran dalam Islam memiliki beberapa tujuan, yaitu : 1). Membantu
peserta didik dalam mengembangkan pengetahuan, pengalaman,
keterampilan, dan sikapnya; 2). Membiasakan peserta didik untuk memahami,
berpikiran sehat, memperhatikan dengan tepat, mengamati dengan tepat,
sabar, rajin, dan teliti dalam menuntut ilmu, serta mendorong untuk memiliki
pendapat yang benar serta dapat melontarkannya secara berani dan bebas;
dan 3). Menciptakan suasana yang kondusif bagi proses pembelajaran.30
Dari pemaparan ciri dan tujuan metode pengajaran Islam di atas, maka
kita dapat menarik benang merah antara proses pembelajaran dalam
paradigma pendidikan kritis dan paradigma pendidikan Islam. Sebagaimana
dalam pendidikan kritis, dalam pendidikan Islam pada proses pembelajaran
peserta didik dan pendidik sama-sama berposisi sebagai subjek yang bersama-
sama menjadi pelaku aktif, sedangkan objek dari pembelajaran adalah ilmu
pengetahuan yang akan dikaji bersama. Penerapan pendidikan kritis, dapat
kita jadikan inspirasi dan acuan dalam mengembangkan pendidikan Islam.
Realitas umat Islam hari ini yang berada dalam masa-masa kemundurannya,
30
Al-Saybany, Falsafah Pendidikan Islam, 583-585.
28 Tarbiyatuna, Vol. 8 No. 1 Pebruari 2015
Relevansi Pendidikan
31
Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, 287-288.
29 Tarbiyatuna, Vol. 8 No. 1 Pebruari 2015
Ainul Yaqin
32
Al-Saybany, Falsafah Pendiidkan, 561-582.
30 Tarbiyatuna, Vol. 8 No. 1 Pebruari 2015
Relevansi Pendidikan
Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemikiran pendidikan kritis
Paulo Freire dapat direlevansikan dengan konsep pendidikan Islam,
sebagaimana sajian tabel berikut:
Konsep Pendidikan Islam Konsep Pendidikan Paulo Freire
1. Paradigma pendidikan Islam 1. Paradigma pendidikan kritis yang
mengkritik terhadap kegagalan digagas oleh Freire menampilkan
paradigma pendidikan yang telah kritik yang sangat mendasar
ada, serta memiliki orientasi yang terhadap paradigma pendidikan
secara umum sama, yaitu konservatif dan liberal yang telah
pencapaian humanisasi baik secara dianggap gagal menjalankan visi
individu maupun sosial. dan misi pendidikan sebagai
proses humanisasi.
2. Peserta didik ditempatkan sebagai 2. Peserta didik ditempatkan sebagai
objek sekaligus subjek (pelaku) subjek (pelaku) dalam proses
dalam proses pendidikan. Peserta pendidikan.
didik ditempatkan sebagai subjek
(pelaku) dalam proses pendidikan.
33
Paulo Freire, Politik Pendidikan kebudayaan kekuasaaan dan Pembebasan, terj. Agung Prihantoro
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), xix.
31 Tarbiyatuna, Vol. 8 No. 1 Pebruari 2015
3. Omar Muhammad al-Toumy al-
Syaibany. Beliau mengatakan, 3. Dalam pengembangan kurikulum,
pendidikan Islam harus berkaitan Freire menyatakan bahwa
erat dengan realitas masayarakat, pendidikan mestilah
kebudayaan, dan sistem sosial, mengantarkan manusia untuk
ekonomi, dan politik. Pendidikan memahami seluruh aspek
harus juga berkaitan dengan kehidupan sosial masyarakat
aspirasi, harapan, kebutuhan, dan memiliki keterkaitan yang erat
masalah-masalah manusia di antara satu bidang dengan bidang
dalamnya. yang lain dan bersifat horisontal.
4. Islam selalu mengajak manusia 4. Pendidikan kritis yang menolak
untuk berfikir dan bernalar, hegemoni ideologi dominan
pernyataan di atas menunjukkan sebagai sumber otoritas
arti penting ”akal kritis” yang pengetahuan, norma, dan nilai
dimanifestasikan melalui yang mesti diyakini mutlak
pemberdayaan potensi fitrah kebenarannya oleh masyarakat.
manusia. Paradigma kritis ini
membawa kepada pemahaman
bahwa kebenaran hakiki akan
ditemukan melalui proses berfikir
(tafakkur), bukan hanya fanatik 5. Karakterstik paradigma
atau taklid semata. pendidikan kritis yang berorientasi
5. Pendidikan Islam identik dengan mewujudkan segenap potensi-
proses pengembangan yang potensi dasar yang dimiliki oleh
bertujuan membangkitkan manusia secara maksimal demi
sekaligus mengaktifkan potensi- tercapainya cita-cita yang ideal.
potensi yang dimiliki manusia. 6. Konsep pendidikan kritis Freire
menggunakan metode andragogi
6. Menekankan kebebasan peserta dialogis.
Referensi
Arif, Arifudin. Pengantar Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kultura, 2008.
Asy-syaibany, Omar Muhammad At-Toumy. Falsafah Pendidikan Islam. terj.
Hasan Langgulung Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
Dawam, Ainurrofiq. Emoh Sekolah: Menolak Komersialisasi Pendidikan dan
Kanibalisme Intelektual Menuju Pendidikan Multikultural. Yogyakarta:
Inspeal Press, 2003.
Depag RI. Al- Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: PT. Intermasa, 1986.
Dhakiri, Muh. Hanif. Paulo Freire Islam dan Pembebasan. Salatiga: Djambatan
dan Pena, 2000.
Fakih, Mansour. Pendidikan Popular :Membangun Kesadaran Kritis. Yogyakarta:
Insist, 2010.
Freire, Paulo. Pendidikan Masyarakat kota. Yogyakarta: Lkis, 2003.
_________. Politik Pendidikan kebudayaan kekuasaaan dan Pembebasan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.
_________. Pendidikan Kaum Tertindas. Jakarta: LP3ES, 2008.
_________. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2008.
Ihsan, Hamdani dan Fuad Ihsan. Filsafat Pendidikan Islam: untuk Fakultas
Tarbiyah komponen MKK. Bandung: Pustaka Setia, 2001.
Marzuki, Metodologi Riset. Yogyakarta: Ekonisia, 2005.