Anda di halaman 1dari 21

PENGARUH INFLASI DAN JUMLAH UANG BEREDAR

TERHADAP PERGERAKAN INDEKS KONSUMER BEI

Miftahur Rahman
091724553034

Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji hubungan jangka pendek dan
jangka panjang antara variabel inflasi dan variabel jumlah uang beredar terhadap
pergerakan indeks konsumer di BEI. Data penelitian menggunakan data bulanan
terkait variabel makroekonomi yaitu, inflasi dan jumlah uang beredar dengan
mencakup periode 4 tahun dari Januari 2014 hingga Desember 2017. Penelitian ini
menggunkan pendekatan pengujian VECM untuk menetapkan hubungan antara
variabel independen dan variabel dependen.
Dari hasil pengujian ditemukan bahwa terdapat hubungan jangka pendek dan
jangka panjang antara variabel inflasi dan jumlah uang beredar terhadap indeks
konsumer. Dalam jangka pendek Variable inflasi memiliki pengaruh positif dan tidak
signifikan terhadap indeks consumer. Sedangkan variable jumlah uang beredar
memiliki pengaruh positif dan signifikan dalam jangka pendek terhadap indeks
konsumer. Dalam jangka panjang kedua variabel mempengaruhi indeks consumer.

1. PENDAHULUAN.
Pasar saham memiliki peran yang sangat penting dalam pertumbuhan dan
perkembangan ekonomi setiap negara. Pasar saham yang sehat dan berkembang
telah dianggap relevan untuk pertumbuhan ekonomi nasional dengan menyalurkan
modal kepada investor dan pengusaha. Ekonomi dikatakan efisien jika memiliki
sistem perbankan yang baik dan pasar saham yang baik menunjukkan tren naik.
Telah diakui bahwa pasar saham memberikan pengaruh yang lebih besar
pada ekonomi nasional. Pasar saham dan ekonomi riil adalah bagaikan dua sisi
mata uang koin yang keduanya adalah seperti barang yang saling melengkapi
antara satu sama lain dan tidak dapat mencapai tujuan dasar pengembangan
keseluruhan suatu negara tanpa satu sama lain.
Oshaibat (2016) mengemukakan bahwa investasi saham merupakan salah
satu kegiatan yang sangat penting di bidang investasi keuangan negara manapun
yang memiliki pasar keuangan yang diatur yang beroperasi dalam undang-undang
dan aturan yang mengatur transaksi untuk memastikan keamanan transaksi
tersebut untuk melindungi investor.
Banyak investor yang tertarik pada saham karena investasi pada saham dapat
memberi mereka peluang yang bagus untuk mendapatkan imbal hasil yang sesuai,
di samping kemampuan mereka untuk mengkonversi ke likuiditas dalam biaya
yang lebih rendah, terutama di pasar yang dicirikan oleh persaingan dan likuiditas
tinggi.
Kenaikan dan penurunan yang tidak biasa di Bursa Efek Indonesia (BEI)
telah menerima banyak perhatian baik dari pengamat ekonomi, pemerintah, dan
pelaku pasar modal. Dalam beberapa penelitian bahkan sering memasukkan
variable makroekonomi sebagai pengaruh yang sangat besar dalam perubahan
harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Di pasar global saat ini, ada kebutuhan penting untuk masing-masing
pedagang dan investor institusi besar untuk menjadi lebih baik dalam kemampuan
perkiraan mereka berkaitan dengan pergerakan nilai tukar mata uang. Ketika
ekonomi menjadi lebih terhubung melalui transaksi pasar keuangan global dan
mata uang terus berfluktuasi, ada kebutuhan untuk memahami dan dapat
mengevaluasi faktor-faktor yang mempengaruhi pasar valuta asing ketika kita
membuat keputusan perdagangan atau investasi. Pasar valuta asing selalu berubah,
dan hanya peserta dengan akses ke informasi berkualitas tentang pasar akan
memiliki kesempatan yang lebih baik untuk meramalkan pergerakan nilai tukar
mata uang.
Pasar modal dianggap sebagai cermin bagi perekonomian dalam hal refleksi
dari variabel ekonomi dalam kinerjanya. Oleh karena itu, pentingnya penelitian ini
muncul dari dampak inflasi dan jumlah uang beredar terhadap indeks consumer
pada Bursa Efek Indonesia (BEI). Studi ini menggunakan indikator makroekonomi
utama yang sangat penting seperti inflasi, dan jumlah uang beredar terhadap
indeks consumer pada Bursa Efek Indonesia (BEI), serta melihat hubungan jangka
pendek dan jangka panjang dari variabel-variabel yang digunakan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji hubungan jangka pendek
dan jangka panjang antara variabel inflasi dan variabel jumlah uang beredar
terhadap pergerakan indeks konsumer di BEI. Penelitian ini menggunkan
pendekatan pengujian VECM untuk menetapkan hubungan antara variabel
independen dan variabel dependen.

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengaruh Inflasi terhadap Indeks Konsumer BEI.
Inflasi merupakan salah satu masalah dalam perekonomian yang selalu
dihadapi oleh setiap Negara.Dalam banyak literatur disebutkan bahwa inflasi
didefinisikan sebagai kenaikan harga umum secara terus menerus dari suatu
perekonomian. Inflasi terjadi ketika tekanan ekonomi yang sebenarnya dan
antisipasi perkembangan masa depan menyebabkan permintaan barang dan jasa
melebihi pasokan yang tersedia pada harga yang ada atau ketika output yang
tersedia dibatasi oleh produktivitas yang goyah dan kendala tempat pasar.
Indikator inflasi adalah ukuran yang digunakan untuk menghitung nilai
inflasi untuk mengetahui tingkat inflasi pada waktu tertentu. Indikator inflasi
umumnya dihitung dengan menggunakan angka indeks sekelompok harga barang
dan jasa. Secara umum ada tiga indikator inflasi yaitu IHK, IHPB dan PDB
deflator. Di Indonesia, IHK digunakan sebagai indikator untuk mengukur
perkembangan harga secara umum.
Saekhu (2015) memberikan penjelasan dalam penggunaan inflasi IHK
sebagai berikut yaitu Sebagai alat ukur perubahan harga (Price Changes), Sebagai
alat ukur biaya hidup (Cost of Living), Sebagai alat ukur daya beli (Purchasing
Power) dan Sebagai alat ukur inflasi (General Measure of Inflation).
Hubungan antara variabel makroekonomi dan kinerja bursa efek telah
dipelajari oleh sebagian besar peneliti baik di negara maju maupun negara
berkembang dan sebagian besar hasilnya bertentangan. Seth, (2014) menemukan
korelasi yang signifikan antara indikator pasar saham dan faktor makroekonomi.
Salah satu dari tiga variable makroekonomi yang digunakan yaitu inflasi
berpengaruh terhadap pasar saham yang ditunjukkan dari model regresi adalah
23,8 untuk Sensex, kapitalisasi Pasar dan Perputaran Pasar. Ada kausalitas satu
arah dari pasar saham ke ekonomi riil. Pergerakan harga saham tidak hanya
dipengaruhi dari hasil perilaku variabel makroekonomi utama tetapi juga
merupakan salah satu alasan penting pergerakan harga saham dimensi makro lain
dalam perekonomian. Itu artinya ada variable lain dari variable utama yang
digunakan yang dapat mempengaruhi pergerakan harga saham.
Oshaibat (2016) mengukur pengaruh inflasi terhadap pengembalian saham
di Bursa Efek Amman (ASE). Model pengujian yang digunakan adalah model
self-Modeling non-liner regression (Vector Autoregressive): analisis
Dekomposisi varians, uji ko-integrasi dan kausalitas Granger untuk menganalisis
hubungan kausal antara variabel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
pengaruh positif, pada rata-rata sedang, dengan rata-rata pada tingkat inflasi
terhadap pengembalian saham di Bursa Efek Amman (ASE).
Najaf (2017) terdapat hubungan yang kuat di antara variabel-variabel.
Variabel inflasi memiliki hubungan yang kuat dengan indeks saham KSE.
Peningkatan dan penurunan harga saham akan mempengaruhi kinerja ekonomi.
Peneliti menemukan variabel marc mendasar yang berdampak pada bursa saham
serta mengetahui bahwa apa dampak dari variabel-variabel ini terhadap kebijakan
pemerintah seperti kebijakan moneter. Ansah (2018) menemukanbahwa dalam
jangka panjang terdapat hubungan yang signifikan antara pengembalian pasar
GSE dan inflasi. Namun, dalam jangka pendek tidak ada hubungan yang
signifikan antara pengembalian pasar GSE dan inflasi.
2.2. Pengaruh Jumlah Uang Beredar terhadap Indeks Konsumer BEI.
Definisi uang beredar terdiri dari dua bagian. Pertama, uang dalam arti
sempit (M1), yaitu penjumlahan uang kartal dan uang giral. Uang kartal adalah
uang tunai yang terdiri dari uang kertas dan logam (yang dikeluarkan oleh
pemerintah atauu bank sentral) yang langsung dapat digunakan oleh masyarkat
umum. Sedangkan uang giral adalah seluruh nilai saldo rekening Koran (giro)
yang dimiliki masyarakat pada bank umum. Jadi uang beredar (M1) adalah
jumlah uang kartal dan uang giral. Kedua, uang beredar dalam arti luas yang
disimbolkan dengan (M2), yaitu penjumlahan antara uang beredar dalam arti
sempit (M1) dengan deposito berjangka (time deposits) dan tabungan (savings)
baik dalam bentuk Rupiah maupun valuta asing. Jadi, uang beredar dalam arti
luas dapat disimpulkan bahwa M2 = M1 + TD + SD.
Hubungan antara variabel makroekonomi dan kinerja bursa efek telah
dipelajari oleh sebagian besar peneliti baik di negara maju maupun negara
berkembang dan sebagian besar hasilnya bertentangan. Adapun variabel
makroekonomi yang digunakan sebagai pengukur adalah jumlah uang beredar.
Nugroho (2008)jumlah uang beredar signifikan mempengaruhi variabel
dependen yaitu indeks LQ45 karena memiliki tingkat signifikansi < 0.005 dan
memiliki t – hitung lebih besar dari t-tabel. sedangkan variabel inflasi tidak
berpengaruh terhadap indeks LQ 45. Penyebab inflasi tidak berpengaruh terhadap
indeks LQ45 karena ditunjang dengan kondisi kinerja perusahaan – perusahaan
dalam LQ45 memiliki fundamental ekonomi yang kuat, sehingga mampu
bertahan dalam kondisi perekonomian sulit.
Moraa (2015) menemukan bahwa inflasi dan jumlah uang beredar adalah
sebagai penentu signifikan dari NSE All Share Index di Kenya. Secara khusus
hasil menunjukkan bahwa peningkatan inflasi dan jumlah uang beredar
meningkatkan NSE All Share Index. Efek terbesar diwujudkan dari jumlah uang
beredar di 169 persen diikuti oleh tingkat inflasi pada 8,42 ditemukan untuk
mengurangi NSE All Share Index sebesar 11%. Mengingat perubahan signifikan
baru-baru ini dalam lanskap ekonomi makro seperti meningkatnya inflasi dan
jumlah uang beredar yang dapat menyebabkan pergeseran pada indeks NSE.
Direkomendasikan bahwa variabel makroekonomi terutama inflasi dan jumlah
uang beredar harus dipantau secara cermat dan langkah-langkah yang tepat
diambil karena pada akhirnya berdampak pada kinerja pasar saham dan ekonomi
secara keseluruhan.
Mahakud (2015) menemukan bahwa terdapat hubungan antara jumlah uang
beredar dan inflasi dalam mempengaruhi volatilitas return saham. Ini
mencerminkan bahwa volatilitas dalam fundamental ekonomi makro memainkan
peran minimal sebagai berita ekonomi sistematis untuk mempengaruhi volatilitas
pasar saham. Hal ini dapat menujukkan bahwa jumlah uang beredar dan inflasi
dapat mempengaruhi volatilitas pasar saham yang bisa digunakan oleh para
investor untuk mendapatkan keuntungan dari capital gain.
Barakat (2016) jumlah uang beredar memiliki hubungan dengan pasar
saham baik hubungan jangka panjang atau hubungan kausal di Mesir dan
Tunisia.Ini menjelaskan bahwa sebenarnya ada hubungan antara pasar saham dan
faktor-faktor makroekonomi ini. Hal ini juga menunjukkan bahwa faktor ekonomi
makro memainkan peran besar dalam fluktuasi pasar saham. Picha (2017)
mengamati pengaruh jumlah uang beredar di pasar saham melalui saluran
keseimbangan portofolio sebagai mekanisme transmisi kebijakan moneter. Serta
menganalisis hubungan jangka pendek dan jangka panjang di antara variabel yang
diteliti. Hasil menunjukkan jumlah uang beredar mempengaruhi penilaian indeks
S & P 500 dengan 6 bulan lag. Dampaknya juga dapat dibedakan dalam jangka
panjang.

3. DATA dan METODOLOGI


Data tersebut terdiri dari observasi berkala bulanan terkait variabel
makroekonomi yaitu, inflasi dan jumlah uang beredar dengan mencakup periode 4
tahun dari Januari 2014 hingga Desember 2017. Data untuk variabel
makroekonomi seperti inflasi yang diambil dari data publikasi Bank Indonesia
(www.bi.go.id) dan data jumlah uang beredar diambil dari data publikasi BPS
(www.bps.go.id) dan Kementerian perdagangan (http://www.kemendag.go.id/),
sedangkan data untuk Indeks Konsumer diperoleh dari data publikasi Yahoo
Finance (www.finance.yahoo.com).
Pemilihan metode VECM supaya memudahkan dalam menganalisa adanya
hubungan jangka panjang dan jangka pendek antara variabel independen dan
variabel dependen pada data time-series. VECM (Vector Error Correction Model)
adalah metode yang berfungsi sebagai pendekatan untuk memperkirakan
hubungan jangka panjang dan jangka pendek pada satu data time-series terhadap
data time-series lainnya. Metode-metode yang dilakukan sebelum menjalankan
metode VECM, yaitu Unit Root Test dan Johansen’s Co-integration Test dengan
menggunakan aplikasi statistik EViews.
Unit Root Test merupakan tes untuk menganalisa keadaan stasioner atau
tidak stasioner pada suatu variabel dari data time-series. Uji Unit Root Test yang
digunakan adalah Augmented Dickey-Fuller (ADF) Unit Root Test. Hipotesis dari
uji ADF ini adalah:
H0: γ = 0
H1: γ < 0
Hipotesis Null diterima dengan nilai probabilitas (5%) dan diatas nilai
probabilitas akan ditolak. Persyaratan yang dibutuhkan untuk lanjut ke metode
selanjutnya adalah bahwa variabel harus stasioner.
Johansen’s Co-integration Test merupakan metode yang digunakan untuk
menguji hubungan kointegrasi pada variabel data time-series. Pendekatan uji
kointegrasi yang digunakan adalah metode VECM adalah pendekatan Johansen.
Hipotesis dari uji kointegrasi pendekatan Johansen ini adalah:
H0: r = r* < k
H1: r = k
Hipotesis Null diterima ketika nilai kritis pada 5% lebih besar dari nilai Trace
Statistic maupun nilai dari Max-Eigen Statistic. Sebaliknya, hipotesis Null akan
ditolak ketika nilai kritis pada 5% lebih rendah dari nilai Trace Statistic dan nilai
Max-Eigen Statistic. Hipotesis Null ditolak pada uji ini memiliki arti bahwa
persamaan yang diujikan memiliki hubungan kointegrasi.
Ketika hasil uji pendekatan Johansen menunjukkan bahwa ada hubungan
kointegrasi pada persamaan variabel, metode selanjutnya yang dapat digunakan untuk
menentukan hubungan jangka panjang dan jangka pendek adalah metode VECM.
Tetapi, ketika hasil uji pendekatan Johansen menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
kointegrasi pada persamaan variabel, metode yang digunakan bukanlah metode
VECM, tetapi Unrestricted Vector Auto-Regression (Unrestricted VAR).

4. PEMBAHASAN
4.1. Uji Stasioneritas.
Tahap pertama yang harus dilalui untuk mendapatkan estimasi VECM
adalah pengujian stasioneritas data masing-masing variabel, baik variable
dependen, maupun variabel independen. Seperti yang telah dijelaskan di atas,
data stasioner dibutuhkan untuk mempengaruhi hasil pengujian estimasi VECM.
Tabel.1 Hasil Uji ADF Menggunakan Intercept pada Tingkat Level
Variabel ADF t- Mc Kinnon Probabilitas Keterangan
Statistik Critical P-
Value 5%
Indeks Konsumer -6.735130 -2.926622 0.000 Stasioner
Inflasi -5.117937 -2.929734 0.0001 Stasioner
Jumlah Uang -2.293857 -2.935001 0.1787 Tidak
Beredar Stasioner

Dari tabel 1 diatas, dapat dijelaskan bahwa variabel indeks


konsumerstasioner pada tingkat level. Keadaan tersebut dapat diketahui bahwa
pada probabilitas ADF t-statistik variabel inflasi lebih besar daripada nilai
Mckinnon P-Value 5 persen (5%), yaitu -6.735130<-2.926622. Artinya, H0
ditolak dan H1 diterima atau dengan kata lain, data stasioner.
Variabel inflasi stasioner pada tingkat level. Keadaan tersebut dapat
diketahui bahwa pada probabilitas ADF t-statistik variabel inflasi lebih besar
daripada nilai Mckinnon P-Value 5 persen (5%), yaitu -5.117937<-2.929734.
Artinya, H0 ditolak dan H1 diterima atau dengan kata lain, data stasioner.
Sedangkan variable jumlah uang beredar tidak stasioner. Keadaan tersebut dapat
diketahui bahwa pada probabilitas ADF t-statistik variabel jumlah uang beredar
lebih besar daripada nilai Mckinnon P-Value 5 persen (5%), yaitu -2.293857>-
2.935001. Artinya, H0 diterima dan H1 ditolak atau dengan kata lain, data tidak
stasioner.
Tabel 2. Hasil Uji ADF Menggunakan Intercept pada Tingkat First Difference
Variabel ADF t- Mc Kinnon Probabilitas Keterangan
Statistik Critical P-
Value 5%
Indeks Konsumer -13.27522 -2.928142 0.0000 Stasioner
Inflasi -7.692787 -2.933158  0.0000 Stasioner
Jumlah Uang -8.545479 -2.935001  0.0000 Stasioner
Beredar

Dari table 2 diatas dikathui bahwa variabel indeks konsumer pada tingkat
pengujian ADF model intercept pada tingkat second difference menunjukkan
bahwa nilai ADF t-statistik lebih kecil daripada nilai Mc Kinnon Ctitical Value 5
persen (0.05), yaitu -13.27522<-2.928142yang artinya, H0 ditolak dan H1
diterima atau dengan kata lain, data telah stasioner.
Variabel inflasi pada tingkat pengujian ADF model intercept pada tingkat
second difference menunjukkan bahwa nilai ADF t-statistik lebih kecil daripada
nilai Mc Kinnon Ctitical Value 5 persen (0.05), yaitu -7.692787 < -2.933158
yang artinya, H0 ditolak dan H1 diterima atau dengan kata lain, data telah
stasioner. Begitu juga dengan variabel jumlah uang beredar pada tingkat
pengujian ADF model intercept pada tingkat second difference menunjukkan
bahwa nilai ADF t-statistik lebih kecil daripada nilai Mc Kinnon Ctitical Value 5
persen (0.05), yaitu -8.545479 < -2.935001yang artinya, H0 ditolak dan H1
diterima atau dengan kata lain, data telah stasioner.
4.2. Penentuan Panjang Lag.
Estimasi VECM sangat sensitif terhadap panjang lag dari data yang
digunakan. Panjang lag digunakan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan
pengaruh dari masing-masing variabel terhadap variabel masa lalunya. Panjang
lag yang diikutsertakan 0 sampai dengan 3, karena data yang dipakai adalah
bulanan dan hanya 4 tahun. Panjang lag tersebut dirasa cukup untuk
menggambarkan indeks konsumer dalam periode 2014 sampai 2017. Panjang lag
optimal dapat ditunjukkan dalam tabel 3 sebagai berikut:
Table 3. Pengujian Panjang Leg

 Lag LogL LR FPE AIC SC HQ

0 -972.0711 NA*   9.11e+16*   47.56445*   47.68983*   47.61010*


1 -966.9431  9.255456  1.10e+17  47.75332  48.25486  47.93595
2 -958.1103  14.64959  1.12e+17  47.76148  48.63916  48.08108
3 -955.4593  4.008696  1.56e+17  48.07119  49.32502  48.52776

Dari tabel 3 diatas, dapat diketahui bahwa panjang lag optimal terletak pada
lag 0. Pemilihan lag 0 sebagai lag optimal karena berdasarkan hasil pengujian
menggunakan eviews bahwa jumlah bintang terbanyak berada pada lag 0.
Kemudian, karena panjang lag optimal sudah ditemukan, maka dapat dilakukan
pengujian selanjutnya, yaitu uji kointegrasi.
4.3 Uji Kointegrasi.
Pengujian kointegrasi dimaksud untuk mengetahui hubungan dalam jangka
panjang masing-masing variabel. Syarat dalam estimasi VECM, yaitu
adahubungan kointegrasi di dalamnya. Apabila tidak terdapat hubungan
kointegrasi, maka estimasi VECM batal digunakan, melainkan harus
menggunakan model VAR (Vector Atouregression). Dalam penelitian ini,
pengujian kointegrasi digunakan metode Johansen’s Cointegration Testyang
tersedia dalam software eviews dengan critical value 0.05. Hasil uji kointegrasi
ditunjukkan oleh tabel 5 sebagai berikut:
Table 4. Hasil Uji Kointegrasi (Johansen’s Cointegration Test)

Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)

Hypothesized Trace 0.05


No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**

None *  0.652930  70.56861  29.79707  0.0000


At most 1 *  0.359896  26.12297  15.49471  0.0009
At most 2 *  0.161257  7.385757  3.841466  0.0066
 Trace test indicates 3 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
 * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
 **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values

Dari
tabel 4 diatas, dapat dijelaskan bahwa dalam taraf uji 5% (0,05), terdapat
semuavariabel berhubungan secara kointegrasi. Hal tersebut dapat terbukti dari
nilai trace statistic yaitu 70.56861, 26.12297,  dan 7.385757 lebih besar dari
Critical Value 0.05, yaitu 29.79707, 15.49471, dan 3.841466 yang artinya, H0
ditolak dan H1 diterima atau dengan kata lain, variable-variabel yang digunakan
memiliki hubungan dalam jangka panjang satu dengan lainnya. Oleh karena itu,

5. Interpretasi Hasil Estimasi VECM (Vector Error Correction Model)


Setelah melakukan serangkaian tahap pra estimasi, yaitu uji stasioneritas
data, penentuan panjang lag, uji kointegrasi, dan stabilitas VECM, dan faktanya
terdapat tiga rank kointegrasi dalam taraf uji 0,05 (5 persen) dalam penelitian ini,
maka model yang digunakan, yaitu VECM (Vector Error Correction Model).
Penggunaan estimasi VECM sesuai dengan rumusan masalah dalam penelitian ini,
yaitu untuk mengidentifikasi hubungan jangka pendek dan jangka panjang
pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Adapun hasil dari
estimasi VECM dapat diregresikan sebagai berikut:
D(Dindeks_Konsumer) = C(1)*( Dindeks_Konsumer(-1) + 0.875721691416*Dinflasi(-
1)-0.00423467586181 *Djumlah_Uang_Beredar (-1) + 134.365938113) + C(2)
*D(Dindeks_Konsumer(-1)) + C(3)*D(Dindeks_Konsumer(-2))  + C(4)*D(Dinflasi(-1))
+ C(5)*D(Dinflasi(-2)) + C(6)*D(Djumlah_Uang_Beredar(-1)) + C(7)
*D(Djumlah_Uang_Ber Edar(-2)) + C(8)
Dari hasil regresi tersebut kemudian dilakukan uji Least Squares (Gauss-
Newton/Marquardt steps) untuk melihat pengaruh variabel inflasi dan jumlah uang
beredar terhadap indeks consumer, baik itu pengaruh dalam jangka pendek
maupun jangka panjang. Berikut disajikan dalam table 5 dibawah ini:
Tabel 5. Hasil Uji VECM (Vector Error Correction Model) Jangka Pendek

Test Statistic Value df Probability

F-statistic  1.663127 (2, 34)  0.2046


Chi-square  3.326254  2  0.1895

Null Hypothesis: C(4)=C(5)=0


Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

C(4)  0.185188  0.185567


C(5) -0.125160  0.167064

Restrictions are linear in coefficients.

Variable inflasi memiliki pengaruh positif dalam jangka pendek terhadap


indeks consumer, akan tetapi tidak menunjukkan adanya tingkat signifikansi. Hal
ini dapat dilihat pada table 5 menunjukkan bahwa dari hasil F-
statistic yaitu1.663127 dengan tingkat signifikansi 0.2046 (lebih besar dari 5%).
Hasil penelitian ini sejalan dengan Ansah (2018) dalam jangka pendek tidak ada
hubungan yang signifikan antara pengembalian pasar GSE dan inflasi. Dalam
jangka pendek inflasi memang tidak berpangaruh secara seignifikanmelainkan
dapat mempengaruhi prilaku pasar dalam perubahan indeks consumer. Pada
grafik perbandingan inflasi dan indeks consumer dapat dilihat bahwa pada kuartal
I sampai dengan kuartal III 2014 tingkat inflasi mengalami penurunan, akan
tetapi setlah itu di kuartal ke IV 2014 tingkat mulai bergerak mendkati tingkat
inflasi pada kuartl ke I 2014. Kemudian pada kuartal I 2015 inflasi terus
mengalami penurunan sampai pada kuartal ke IV 2017. Dengan terus menurunnya
tingkat inflasi direspon baik oleh para pelaku di pasar modal untuk terus
meningkatkan portofolio mereka sehingga berdampak terhadap pergerakan
indeks consumer terus naik selama kurun waktu dari kuartal I 2014 sampai
kuartal IV 2017.
INFLASI
9

2
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016 2017

INDEKS_KONSUMER
3,000

2,800

2,600

2,400

2,200

2,000

1,800
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016 2017

Pergerakan indeks consumer yang terus meningkat bisa jadi akbiat adanya
penurunan tingkat inflasi dapat mempengaruhi masyarakat untuk terus menambah
jumlah konsumsi mereka. Penambahan jumlah konsumsi tersebut dapat
meningkatkan penjualan perusahaan dari tahun ke tahun. Pertumbuhan
pendapatan perusahaan diresonn baik oleh para investor sehingga mereka lebih
cedurng untuk memilih saham-saham consumer. Permintaan yang banyak
tersebut dapat mempengaruhi pergerakan indeks consumer.
Tabel 6. Hasil Uji VECM (Vector Error Correction Model) Jangka Pendek
Test Statistic Value df Probability

F-statistic  3.941826 (2, 34)  0.0289


Chi-square  7.883653  2  0.0194

Null Hypothesis: C(6)=C(7)=0


Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

C(6) -0.000982  0.000407


C(7) -0.000286  0.000273

Restrictions are linear in coefficients.

Variable jumlah uang beredar memiliki pengaruh positif dan signifikan


dalam jangka pendek terhadap indeks consumer. Hal ini dapat dilihat pada
table 6 menunjukkan bahwa dari hasil F-statistic yaitu 3.941826 dengan
tingkat signifikansi 0.0289 (lebih kecil dari 5%). Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian Moraa(2015) bahwa jumlah uang beredar berpengaruh
signifikan terhadap NSE All Share Index di Kenya. Mengingat perubahan
signifikan baru-baru ini dalam lanskap ekonomi makro seperti meningkatnya
jumlah uang beredar yang dapat menyebabkan pergeseran pada indeks NSE.
Jumlah uang beredar harus dipantau secara cermat dan mengambil langkah-
langkah yang tepat karena pada akhirnya berdampak pada kinerja pasar saham
dan ekonomi secara keseluruhan.
Selain itu, Barakat (2016) mengungkapkan bahwa jumlah uang beredar
memiliki hubungan dengan pasar saham baik hubungan jangka panjang atau
hubungan jangka pendek di Mesir dan Tunisia. Faktor ekonomi makro
memainkan peran besar dalam fluktuasi pasar saham. Picha (2017) mengamati
pengaruh jumlah uang beredar di pasar saham melalui saluran keseimbangan
portofolio sebagai mekanisme transmisi kebijakan moneter. Serta menganalisis
hubungan jangka pendek di antara variabel yang diteliti. Hasil menunjukkan
jumlah uang beredar mempengaruhi penilaian indeks S & P 500 dengan 6 bulan
lag. Dapat dilihat juga pada grafik antara jumlah uang beredar terhadap indeks
consumer yang memilki pergerakan yang searah.
JUMLAH_UANG_BEREDAR
5,600,000

5,200,000

4,800,000

4,400,000

4,000,000

3,600,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016 2017

INDEKS_KONSUMER
3,000

2,800

2,600

2,400

2,200

2,000

1,800
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016 2017

Tabel 5. Hasil Uji VECM (Vector Error Correction Model) Jangka Panjang
Variable
Coefficient t-Statistic Prob.  
D(Inflasi (1))
-0.286246 2.118170 0.0415
D(JUB (2))
-0.595988 3.448606 0.0015
Untuk melihat pengaruh dalam jangka panjang akan dilihat data koefesien
yang negatif dan tingkat signifikan (p-value). Dari tabel 5 hasi estimasi VECM
dalam jangka panjang di atas, dapat dijelaskan bahwa variabel inflasi pada lag 1
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap indeks kunsumer sebesar -0.28.
Artinya, apabila terjadi penurunan tingkat inflasi sebesar 0.28% pada bulan
sebelumnya maka akan menaikkan pergerakan indeks konsumer pada bulan
sekarang sebesar Rp. 2.11.
Hasil dari penelitian ini sejalan dengan Najaf (2017), dan Seth, (2014)
menemukan korelasi. Ada kausalitas satu arah dari pasar saham ke ekonomi riil.
Pergerakan harga saham tidak hanya dipengaruhi dari hasil perilaku variabel
makroekonomi utama tetapi juga merupakan salah satu alasan penting
pergerakan harga saham dimensi makro lain dalam perekonomian. Oshaibat
(2016) juga menunjukkan bahwa ada pengaruh positif, pada rata-rata sedang,
dengan rata-rata pada tingkat inflasi terhadap pengembalian saham di Bursa
Efek Amman (ASE). Ansah (2018) menemukanbahwa dalam jangka panjang
terdapat hubungan yang signifikan antara pengembalian pasar GSE dan inflasi.
Namun, dalam jangka pendek tidak ada hubungan yang signifikan antara
pengembalian pasar GSE dan inflasi.
Dari tabel 5 hasi estimasi VECM dalam jangka panjang di atas, dapat
dijelaskan bahwa variabel jumlah uang beredar pada lag 2 berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap indeks konsumer sebesar -0.59. Artinya, apabila terjadi
penurunan jumlah uang beredar sebesar Rp. 0.59 pada bulan sebelumnya maka
akan menaikkan pergerakan indeks konsumer pada bulan sekarang sebesar Rp.
3.44. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nugroho
(2008) jumlah uang beredar signifikan mempengaruhi variabel dependen yaitu
indeks LQ45 karena memiliki tingkat signifikansi < 0.005 dan memiliki t –
hitung lebih besar dari t-tabel. Moraa (2015) menemukan jumlah uang beredar
adalah sebagai penentu signifikan dari NSE All Share Index di Kenya.
Direkomendasikan bahwa variabel makroekonomi terutama inflasi dan jumlah
uang beredar harus dipantau secara cermat dan langkah-langkah yang tepat
diambil karena pada akhirnya berdampak pada kinerja pasar saham dan
ekonomi secara keseluruhan.
Mahakud (2015) terdapat hubungan antara jumlah uang beredar dalam
mempengaruhi volatilitas return saham. Hal ini dapat menujukkan bahwa
jumlah uang beredar dapat mempengaruhi volatilitas pasar saham yang bisa
digunakan oleh para investor untuk mendapatkan keuntungan dari capital gain.
Barakat (2016) jumlah uang beredar memiliki hubungan dengan pasar saham
baik hubungan jangka panjang atau hubungan kausal di Mesir dan Tunisia. Hal
ini juga menunjukkan bahwa faktor ekonomi makro memainkan peran besar
dalam fluktuasi pasar saham.
6. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan Metode VECM untuk
melihat hubungan jangka panjang dan jangka pendek antara variabel independen
yaitu inflasi dan jumlah uang beredar, dan variabel dependen yaitu indeks
konsumer pada data time-series. Dalam pengujian metode VECM melewati
beberapa tahapan.
Pertama uji stasioneritas. Hasil dari uji stasioneritas dapat dilihat pada tabel
1 dan 2. Pada tabel 1 dari ketiga variable yang diuji pada tingkat level hanya 2
yaitu indeks consumer dan inflasi, sedangkan jumlah uang berdedar tidak
stasioner. Pada tabel 2 hasil pengujian dengan menggunakan tingkat First
Difference semua variable mengalami data stasioner.
Kedua penentuan panjang lag, Estimasi VECM sangat sensitif terhadap
panjang lag dari data yang digunakan. Berdasarkan hasil pengujian dari tabel 3
dapat diketahui bahwa panjang lag optimal terletak pada lag 0. Pemilihan lag 0
sebagai lag optimal karena berdasarkan hasil pengujian menggunakan eviews
bahwa jumlah bintang terbanyak berada pada lag 0.
Ketiga Uji Kointegrasi, pada tabel 4 dapat dilihat bahwa dalam taraf uji 5%
(0,05), terdapat semua variabel berhubungan secara kointegrasi. Hal tersebut dapat
terbukti dari nilai trace statistic yaitu 70.56861, 26.12297,  dan 7.385757 lebih
besar dari Critical Value 0.05, yaitu 29.79707, 15.49471, dan 3.841466 yang
artinya, H0 ditolak dan H1 diterima atau dengan kata lain, variable-variabel yang
digunakan memiliki hubungan dalam jangka panjang satu dengan lainnya. Oleh
karena itu, estimasi VECM dalam penelitian ini dapat digunakan.
Keempat uji VECM, yaitu untuk mengidentifikasi hubungan jangka pendek
dan jangka panjang pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.
Dalam jangka pendek Variable inflasi memiliki pengaruh positif terhadap indeks
consumer, akan tetapi tidak menunjukkan adanya tingkat signifikansi. Hal ini
dapat dilihat pada table 5 bahwa dari hasil F-statistic yaitu 1.663127 dengan
tingkat signifikansi 0.2046 (lebih besar dari 5%). Pengaruh inflasi terhadap indeks
consumer dapat diketahui dari pergerakan indeks consumer yang terus meningkat
bisa jadi akibat adanya penurunan tingkat inflasi sehingga dapat mempengaruhi
masyarakat untuk terus menambah jumlah konsumsi mereka. Penambahan jumlah
konsumsi tersebut dapat meningkatkan penjualan perusahaan dari tahun ke tahun.
Pertumbuhan pendapatan perusahaan diresonn baik oleh para investor sehingga
mereka lebih cedurng untuk memilih saham-saham consumer. Permintaan yang
banyak tersebut dapat mempengaruhi pergerakan indeks consumer.
Variable jumlah uang beredar memiliki pengaruh positif dan signifikan
dalam jangka pendek terhadap indeks consumer. Hal ini dapat dilihat pada table 6
menunjukkan bahwa dari hasil F-statistic yaitu 3.941826 dengan tingkat
signifikansi 0.0289 (lebih kecil dari 5%). Dapat dilihat juga pada grafik antara
jumlah uang beredar terhadap indeks consumer yang memilki pergerakan yang
searah. Perubahan pada jumlah uang beredar dapat menyebabkan pergeseran pada
indeks konsumer. Jumlah uang beredar harus dipantau secara cermat dan
mengambil langkah-langkah yang tepat karena pada akhirnya berdampak pada
kinerja pasar saham dan ekonomi secara keseluruhan.
Berdasarkan pengujian jangka panjang bahwa kedua variabel mempengaruhi
indeks consumer. Pada tabel 5 menunjukkan bahwa variabel inflasi pada lag 1
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap indeks kunsumer sebesar -0.28.
Artinya, apabila terjadi penurunan tingkat inflasi sebesar 0.28% pada bulan
sebelumnya maka akan menaikkan pergerakan indeks konsumer pada bulan
sekarang sebesar Rp. 2.11. sedangkan variabel jumlah uang beredar pada lag 2
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap indeks konsumer sebesar -0.59.
Artinya, apabila terjadi penurunan jumlah uang beredar sebesar Rp. 0.59 pada
bulan sebelumnya maka akan menaikkan pergerakan indeks konsumer pada bulan
sekarang sebesar Rp. 3.44.

DAFTAR PUSTAKA
Ansah, C. K. (2018). A Study of the Effect of Inflation and Exchange Rate on Stock
Market Returns in Ghana. International Journal of Mathematics and
Mathematical Sciences, Article ID 7016792, 8 .
Barakat, M. R. (2016). Impact of Macroeconomic Variables on Stock Markets:
Evidence from Emerging Markets. International Journal of Economics and
Finance Vol. 8, No. 1, 203.
Mahakud, J. K. (2015). Relationship Between Conditional Volatility of Domestic
Macroeconomic Factors and Conditional Stock Market Volatility: Some
Further Evidence from India. Asia-Pacific Finan Markets 22, 102.
Moraa, M. A. (2015). The Effect Of Interest Rates, Inflation And Money Supply On
The Market Index: A Case Of The Nairobi Securities Exchange. Kenya:
University of Nairobi.
Najaf, R. N. ( 2017). Impact Of Macro Variables On Karachi Stock Exchange.
International Journal of Information, Business and Management, Vol. 9,
No.1, 291.
Nugroho, H. (2008). Analisis Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, Kurs Dan Jumlah Uang
Beredar Terhadap Indeks LQ45 (Studi Kasus Pada BEI Periode 2002-2007).
Semarang: Universitas Diponegoro.
Oshaibat, A. M. (2016 ). The Relationship Between Stock Returns And Each Of
Inflation, Interest Rates, Share Liquidity And Remittances Of Workers In The
Amman Stock Exchange. Journal of Internet Banking and Commerce, vol.
21, no. 2, 2.
Picha, V. (2017). Effect Of Money Supply On The Stock Market. Acta Universitatis
Agriculturae Et Silviculturae Mendelianae Brunensis, Volume 65, No 22, 465.
Seth, V. T. (2014). Stock Market Performance and Macroeconomic Factors: The
Study of Indian Equity Market. Global Business Review 15 (2), 291–316.

Anda mungkin juga menyukai