Anda di halaman 1dari 10

1.

Potensial aksi pada otot


Hampir semua yang dibicarakan di Bab 5 mengenai permulaan dan penghantaran
potensial aksi dalam serat saraf dapat diterapkan pada serat otot rangka, kecuali untuk
perbedaan jumlah. Beberapa aspek kuantitatif dari potensial otot adalah sebagai berikut.

1. Potensial membran istirahat sekitar -80 sampai -90 milivolt pada serat otot rangka-
sama seperti yang terdapat pada serat saraf besar bermielin.
2. Durasi potensial aksi adalah 1 sampai 5 milidetik di otot rangka-kira-kira lima kali
lebih lama daripada di saraf besar bermielin.
3. Kecepatan penghantaran adalah 3 sampai 5 m/ detik- kira-kira 1/13 kali kecepatan
penghantaran pada serat saraf besar bermielin yang merangsang otot rangka.

Potensial Aksi Menyebar ke Bagian Dalam Serat Otot melalui "Tubulus


Transversa"

Serat otot rangka demikian besarnya sehingga potensial aksi yang menyebar di
sepanjang permukaan membrannya hampir tidak menimbulkan aliran arus di dalam serat.
Sedangkan untuk terjadinya kontraksi otot maksimum, arus harus menembus jauh ke
dalam serat otot di sekitar setiap miofibril. Penetrasi ini dicapai melalui penyebaran
potensial aksi sepanjang tubulus transversa (tubulus T) yang menembus sepenuhnya
melalui serat otot, dari satu sisi serat ke sisi lainnya, seperti yang digambarkan pada
Gambar 7-5. Potensial aksi tubulus T menyebabkan pelepasan ion kalsium di dalam serat
otot di miofibril sekitarnya, dan ion kalsium ini kemudian menimbulkan kontraksi.
Seluruh proses ini disebut rangkaian eksitasi kontraksi.
RANGKAIAN EKSITASI KONTRAKSI SISTEM TUBULUS TRANSVERSA
RETIKULUM SARKOPLASMA

Gambar 1. Sistem tubulus transversa (T)-retikulum sarkoplasma. Perhatikan bahwa


tubulus T berhubungan dengan bagian luar memb set, dan di dalam serat otot, setiap
tubulus T terletak berdekatan dengan ujung tubulus retikulum sarkoplasma longitudinal
yang melingku seluruh sisi miofibril sesungguhnya yang berkontraksi. ilustrasi ini
gambar dari otot katak, yang mempunyai satu tubulus T tiap sarkomer, van beriokasi
pada lempeng Z. Susunan yang serupa ditemukan pada otot jantung mamalia, tetapi otot
rangka mamalia mempunyai dua tubulus tiap sarkomer, yang berlokasi di sambungan pita
A-l

Gambar 1 memperlihatkan miofibril yang dikelilingi oleh sistem tubulus T-


retikulum sarkoplasma. Tubulus T ukurannya kecil dan berjalan melintang terhadap
miofibril. Tubulus ini bermula pada membran sel dan terus menembus dari satu sisi serat
otot ke sisi di hadapannya. Tidak terlihat dalam gambar adalah kenyataan bahwa tubulus-
tubulus ini bercabang di antara tubulus itu sendiri dan membentuk hamparan tubulus T
yang saling menjalin di antara seluruh miofibril yang terpisah. Demikian pula, pada awal
tubulus T di membran sel, tubulus tersebut terbuka ke bagian luar serat otot. Oleh sebab
itu, tubulus tersebut berhubungan dengan cairan ekstraseluler yang mengelilingi serat
otot, dan mengandung cairan ekstrasel di dalam lumennya. Dengan kata lain, tubulus T
sebenarnya merupakan perluasan bagian dalam membran sel. Oleh karena itu, bila suatu
potensial aksi menyebar ke membran serat otot, suatu perubahan potensial juga menyebar
di sepanjang tubulus T ke bagian dalam serat otot. Arus listrik yang mengelilingi tubulus
T ini kemudian menyebabkan kontraksi otot. Gambar 1 sarkoplasma, dalam juga
menunjukkan retikulum warna kuning. Retikulum sarkoplasma ini terdiri atas dua bagian
utama: (1) ruangan besar yang disebut sisterna terminalis yang berbatasan dengan tubulus
T, dan (2) tubulus longitudinal yang panjang dan melingkupi seluruh permukaan
miofibril yang benar-benar berkontraksi.

PELEPASAN ION KALSIUM OLEH RETIKULUM SARKOPLASMA

Gambar 2. Rangkaian eksitasi-kontraksi pada otot rangka. Panel atas menggambarkan


potensial aksi pada tubulus transversa yang menyebabkan perubahan konformasi pada
voltage sensing dihydropiridine receptors (DHP), membuka kanal yang melepaskan
kalsium pada ujung sisterna retikulum sarkoplasma dan memungkinkan Cat dengan cepat
berdifusi masuk ke dalam sarkoplasma dan menimbulkan kontraksi otot. Selama
repolarisasi (panel bawah) perubahan konformasi reseptor DHP menutup kanal yang
melepaskan Ca** dan Ca* diangkut dari sarkoplasma masuk ke retikulum sarkoplasma
oleh pompa kalsium yang bergantung pada ATP (ATP-dependent calcium pump)
Gambar 3. Rangkaian eksitasi-kontraksi di otot, yang memperlihatkan (1) sebuah
potensial aksi yang menyebabkan pelepasan ion-ion kalsium dari retikulum sarkoplasma
dan kemudian (2) pengambilan kembali ion-ion kalsium oleh pompa kalsium. ATP,
adenosin trifosfat.

Salah satu ciri istimewa dari retikulum sarkoplasma ialah bahwa di dalam tubulus
vesikularnya terdapat kelebihan ion kalsium dalam konsentrasi tinggi, dan banyak dari
ion ini akan dilepaskan dari setiap vesikel bila suatu potensial aksi terjadi di tubulus T
yang berdekatan.
Gambar 2 dan 3 menunjukkan bahwa potensial aksi dari tubulus T menyebabkan aliran
arus ke dalam sisterna retikulum sarkoplasma di tempat sisterna tersebut berbatasan
dengan tubulus T. Saat potensial aksi sampai pada tubulus-T, perubahan voltase ini
diterima oleh reseptor dihidropiridin yang terikat dengan kanal pelepas kalsium, yang
disebut kanal reseptor ryanodine (ryanodine receptor channels), yang berdekatan dengan
sisterna retikulum sarkoplasma (lihat Gambar 2). Aktivasi reseptor dihidropiridin
mencetuskan pembukaan kanal pelepas kalsium dalam sisterna, dan juga dalam tubulus
longitudinal yang melekat padanya. Kanal ini tetap terbuka selama beberapa milidetik,
melepaskan ion kalsium ke dalam sarkoplasma di sekeliling miofibril dan menimbulkan
kontraksi.
Suatu Pompa Kalsium Membuang lon Kalsium Cairan Miofibril Setelah Terjadi
Kontraksi. Segera setelah ion kalsium dikeluarkan dari tubulus sarkoplasma dan telah
berdifusi di antara miofibril, kontraksi otot terus berlangsung selama konsentrasi ion
kalsium tetap tinggi. Namun, sebuah pompa kalsium yang terus-menerus aktif yang
terletak di dinding retikulum sarkoplasma akan memompa ion kalsium keluar dari
miofibril kembali ke dalam tubulus sarkoplasma (lihat Gambar 2). Pompa ini dapat
memekatkan ion kalsium kira-kira 10.000 kali lipat di dalam tubulus. Selain itu, di dalam
retikulum terdapat sebuah protein yang disebut calsequestrin yang dapat mengikat hingga
40 kali lebih banyak kalsium.

"Denyut" Eksitatorik lon Kalsium.


Konsentrasi ion kalsium dalam sitosol yang melingkupi miofibril pada keadaan
istirahat normal (< 10 molar) terlalu sedikit untuk menimbulkan kontraksi. Oleh sebab
itu, kompleks troponin-tropomiosin menjaga agar filamen aktin tetap terhambat dan
mempertahankan keadaan relaksasi otot. Sebaliknya, perangsangan penuh sistem tubulus
T dan sistem retikulum sarkoplasma menyebabkan cukup banyak ion kalsium yang
dilepaskan untuk meningkatkan konsentrasinya di dalam cairan miofibril sebanyak 2 x
10* molar konsentrasi, yaitu peningkatan 500 kali aktif lipat, yang kira-kira 10 kali kadar
yang dibutuhkan untuk menyebabkan kontraksi otot maksimum. Segera sesudahnya,
pompa kalsium akan mengosongkan ion kalsium lagi. Lamanya "denyut" kalsium ini
dalam serat otot rangka biasa berlangsung kira-kira 1/20 detik, meskipun pada beberapa
serat dapat berlangsung beberapa kali lebih lama dan pada serat lain lebih singkat. (Di
otot jantung, denyut kalsium berlangsung sekitar sepertiga detik karena durasi potensial
aksi jantung yang panjang).

Selama denyut kalsium ini, terjadilah kontraksi otot. Bila kontraksi berlangsung
terus-menerus tanpa jeda selama interval waktu yang lama, serangkaian denyut kalsium
harus ditimbulkan oleh serangkaian potensial aksi yang berulang-ulang dan terus-
menerus.
2. Mekanisme kontraksi otot polos

Dasar Kimiawi untuk Kontraksi Otot Polos


Otot polos mengandung baik filamen aktin dan miosin, yang mempunyai sifat
kimiawi mirip dengan sifat kimiawi filamen aktin dan miosin di otot rangka. Otot polos
tidak memiliki kompleks troponin yang dibutuhkan pada pengaturan kontraksi otot
rangka, sehingga mekanisme pengaturan kontraksinya berbeda. Topik ini dibicarakan
secara lebih rinci selanjutnya dalam bab ini. Penelitian kimiawi telah menunjukkan
bahwa filamen aktin dan miosin yang berasal dari otot polos saling berinteraksi antara
satu sama lain dengan cara yang hampir sama dengan yang terjadi di otot rangka.
Selanjutnya, proses kontraksi diaktifkan oleh ion kalsium, dan adenosin trifosfat (ATP)
dipecah menjadi adenosin difosfat (ADP) untuk memberikan energi bagi kontraksi.
Namun, terdapat perbedaan besar antara susunan fisik otot polos dan otot rangka,
demikian juga perbedaan pada rangkaian eksitasi-kontraksi, pengaturan proses kontraksi
oleh ion kalsium, lamanya kontraksi, dan jumlah energi yang dibutuhkan untuk kontraksi.
Dasar Fisika Kontraksi Otot Polos

Gambar 3. Struktur fisik otot polos. Serat di kiri atas memperlihatkan filamen aktin yang
memancar dari dense bodies. Serat di kiri bawah dan kanan memperlihatkan hubungan
antara filamen miosin dengan filamen aktin.

Otot polos tidak mempunyai gambaran lurik filamen aktin dan miosin yang sama
seperti yang dijumpai di otot rangka. Namun, teknik mikrografi elektron memberikan
kesan adanya susunan fisik seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3, yang menunjukkan
sejumlah besar filamen aktin yang terlekat pada badan padat (dense bodies). Beberapa
dari badan ini melekat pada membran sel, sedangkan yang lainnya tersebar di dalam sel.
Beberapa membran badan padat dari sel-sel yang berdekatan terikat bersama-sama oleh
jembatan protein antar sel. Terutama melalui ikatan inilah kekuatan kontraksi dihantarkan
dari satu sel ke sel berikutnya.
Tersebar di antara filamen aktin dalam serat otot terdapat filamen miosin. Filamen
miosin ini memiliki diameter dua kali lebih besar daripada filamen aktin. Pada mikrograf
elektron, kita biasanya dapat menemukan filamen aktin, kira-kira 5 hingga 10 kali lebih
banyak daripada filamen miosin.
Di sisi kanan Gambar 3 tampak dugaan struktur suatu unit kontraktil tunggal di
dalam suatu sel otot polos, memperlihatkan sejumlah besar filamen aktin yang memancar
dari dua badan padat; ujung dari filamen filamen ini tumpang tindih dengan filamen
miosin yang terletak di bagian tengah antara badan padat. Unit kontraktil ini mirip
dengan unit kontraktil pada otot rangka, tetapi tidak disertai dengan keteraturan seperti
pada struktur otot rangka; pada kenyataannya, badan padat pada otot polos memiliki
peran yang sama seperti lempeng Z pada otot rangka.
Perbedaan lainnya adalah kebanyakan filamen miosin mempunyai jembatan
silang "sidepolar" yang tersusun sehingga jembatan pada satu sisi berayun ke satu arah
dan yang lainnya berayun ke arah sebaliknya. Konfigurasi ini memungkinkan miosin
menarik filamen aktin ke satu arah pada satu sisi ketika secara bersamaan menarik
filamen aktin yang lain ke arah sebaliknya pada sisi yang lain. Keuntungan dari susunan
ini adalah memungkinkan otot polos berkontraksi hingga 80 persen dari panjangnya,
dibandingkan terbatas hanya kurang dari 30 persen, seperti yang terjadi pada otot rangka.

POTENSIAL MEMBRAN DAN POTENSIAL AKSI DI OTOT POLOS

Potensial Membran di Otot Polos. Voltase kuantitatif dari potensial membran otot
polos bergantung pada keadaan otot saat itu. Pada keadaan istirahat yang normal,
potensial intraseluler biasanya kira-kira -50 sampai -60 milivolt, yaitu sekitar 30 milivolt
kurang negatif daripada potensial yang ada di otot rangka. Potensial Aksi di Otot Polos
Unit-Tunggal. Potensial aksi terjadi di otot polos unit-tunggal (seperti otot viseral)
dengan cara yang serupa dengan yang terjadi pada otot rangka. Potensial aksi ini biasanya
tidak terjadi pada sebagian besar otot polos tipe multi-unit, seperti yang akan dibicarakan
di bagian berikut.
Potensial aksi di otot polos viseral terjadi dalam salah satu dari dua bentuk: (1)
spike potential atau (2) potensial aksi dengan plateau (pendataran).
Gambar 4. Potensial aksi otot polos yang khas (spike potential) yang ditimbulkan
oleh rangsang eksternal B, Serangkaian spike potential, yang ditimbulkan oleh
gelombang listrik berirama lambat yang terjadi secara spontan di otot polos dinding usus.
C, Potensial aksi dengan pendataran, direkam dari suatu serat otot polos uterus.

Spike Potential. Spike potential yang khas, seperti yang tampak pada otot rangka,
timbul pada sebagian besar tipe otot polos unit-tunggal. Lamanya tipe potensial aksi ini
10 sampai 50 milidetik, seperti yang digambarkan pada Gambar 4 . Potensial aksi
semacam ini dapat ditimbulkan melalui banyak cara, misalnya, melalui rangsang listrik,
melalui kerja hormon terhadap otot polos, melalui kerja substansi transmiter serat saraf,
melalui peregangan, atau sebagai hasil pembentukan spontan dalam serat otot itu sendiri,
seperti yang dibicarakan kemudian.
Potensial Aksi dengan Pendataran.
Gambar 4C memperlihatan suatu potensial aksi otot polos dengan suatu
pendataran. Permulaan potensial aksi ini mirip dengan spike potential yang khas. Namun,
berbeda dengan repolarisasi cepat pada membran serat otot, repolarisasi serat otot polos
akan ditunda selama beberapa ratus sampai 1.000 milidetik (1 detik). Makna dari
pendataran ial ini adalah pendataran memegang peran pada kontraksi panjang yang
terjadi di beberapa jenis otot polos, seperti cot ureter, uterus pada keadaan tertentu, dan
tipe tertentu da otot polos pembuluh darah. (Ini juga merupakan jenis ng potensial aksi
yang terlihat pada serat otot jantung yang memiliki masa kontraksi yang lama Kanal
Kalsium Penting dalam Pembentukan Potensial Aksi Otot Polos. Membran sel otot polos
mempunyai jauh lebih banyak kanal kalsium berpintu listrik daripada otot rangka, namun
lebih sedikit kanal natrium berpintu listrik. Oleh sebab itu, pada sebagian besar otot
polos, peran natrium dalam mencetuskan potensial aksi lebih kecil. Justru aliran ion
kalsium ke bagian dalam serat itulah yang terutama bertanggung jawab atas terjadinya
potensial aksi. Aliran ini timbul dengan proses regenerasi sendiri yang sama seperti yang
terjadi di kanal natrium dalam serat saraf dan serat otot rangka. Namun demikian,
pembukaan kanal kalsium beberapa kali lebih lambat daripada kanal natrium, dan terus
dalam keadaan terbuka lebih lama. Karakteristik tersebut berperan pada beberapa serat
otot polos besar dalam menyebabkan potensial aksi dengan pendataran yang panjang.
Sifat penting lain masuknya ion kalsium ke dalam sel selama berlangsungnya
potensial aksi adalah bahwa ion kalsium akan bekerja secara langsung pada mekanisme
kontraksi otot polos untuk menyebabkan kontraksi. Jadi, kalsium melakukan dua tugas
sekaligus.

Potensial Gelombang Lambat di Otot Polos Unit-Tunggal dapat Menyebabkan


Pembentukan Potensial Aksi secara Spontan.
Beberapa otot polos dapat tereksitasi sendiri-artinya, potensial aksi dapat timbul
di dalam sel otot polos tanpa rangsangan ekstrinsik. Aktivitas ini sering kali dihubungkan
dengan adanya suatu irama gelombang lambat dasar potensial membran. Suatu
gelombang lambat yang khas pada otot polos viseral usus diperlihatkan pada Gambar 4B.
Gelombang lambat itu sendiri bukanlah potensial aksi. Artinya, gelombang lambat
tersebut bukan proses regenerasi sendiri yang menyebar secara progresif di seluruh
membran serat otot. Justru gelombang lambat merupakan sifat lokal serat otot polos yang
membentuk massa otot.
Penyebab terjadinya irama gelombang lambat belum diketahui. Salah satu dugaan
adalah bahwa gelombang lambat disebabkan oleh meningkat dan menurunnya
pemompaan ion positif (mungkin ion natrium) ke luar melalui membran serat otot; yaitu,
potensial membrane menjadi lebih negatif bila natrium dipompa dengan cepat. dan
menjadi kurang negatif bila pompa natrium kurang. aktif. Dugaan lain adalah bahwa
konduktansi kanal ion meningkat dan menurun secara berirama. Makna penting
gelombang lambat adalah bahwa ketika gelombang tersebut menjadi cukup kuat,
gelombang ini dapat mencetuskan potensial aksi. Gelombang lambat itu sendiri tidak
dapat menimbulkan kontraksi otot. Tetapi, bila puncak potensial gelombang lambat yang
negatif di dalam membran sel meningkat ke arah positif dari -60 menjadi sekitar -35
milivolt (kurang lebih ambang batas untuk mencetuskan potensial aksi pada sebagian
besar otot polos viseral), suatu potensial aksi akan timbul dan menyebar ke seluruh massa
otot, dan terjadilah kontraksi. Gambar 8-7B menunjukkan pengaruh ini, yang
memperlihatkan bahwa pada setiap puncak gelombang lambat, terjadi satu atau lebih
potensial aksi. Urutan potensial aksi yang berulang ini menimbulkan kontraksi massa otot
polos yang berirama. Oleh karena itu, gelombang lambat disebut gelombang pemicu
(pacemaker waves).
Perangsangan Otot Polos Viseral oleh Peregangan Otot.
Bila otot polos viseral (unit-tunggal) diregang secukupnya, biasanya akan timbul
potensial aksi secara spontan. Potensial aksi ini adalah hasil penggabungan (1) potensial
gelombang lambat normal dan (2) suatu penurunan keseluruhan kenegatifan potensial
membran yang disebabkan oleh peregangan. Respons terhadap peregangan ini
memungkinkan dinding usus, bila teregang secara hebat, untuk berkontraksi secara
otomatis dan berirama. Contohnya, bila usus terisi secara berlebihan oleh isi usus,
kontraksi setempat yang otomatis sering kali menimbulkan suatu gelombang peristaltik
yang mendorong isi usus menjauhi bagian usus yang sangat teregang tersebut, biasanya
ke arah anus.
DEPOLARISASI OTOT POLOS MULTI-UNIT TANPA POTENSIAL AKSI
Pada keadaan normal, serat otot polos dari otot polos multi-unit (seperti otot di
iris mata atau otot piloerektor di setiap rambut) akan berkontraksi terutama sebagai
respons terhadap rangsang saraf. Pada beberapa otot polos multi-unit, ujung saraf akan
mengeluarkan asetilkolin, dan pada tipe yang lain, mengeluarkan norepinefrin. Pada
kedua contoh tersebut, substansi transmiter ini menimbulkan depolarisasi pada membran
otot polos, dan depolarisasi ini kemudian akan mencetuskan kontraksi. Potensial aksi
biasanya tidak timbul karena seratnya terlalu kecil untuk menimbulkan suatu potensial
aksi. (Bila potensial aksi dicetuskan dalam otot polos viseral unit-tunggal, sebanyak 30
sampai 40 serat otot polos harus berdepolarisasi secara simultan guna menimbulkan
potensial aksi yang menyebar sendiri). Akan tetapi, pada sel otot polos kecil, bahkan
tanpa adanya potensial aksi, depolarisasi lokal (disebut potensial taut) yang ditimbulkan
oleh substansi transmiter saraf itu sendiri menyebar secara elektrotonik ke seluruh serat,
dan hanya hal inilah yang diperlukan untuk menimbulkan kontraksi otot.
Pengaruh Faktor Jaringan dan Hormon Setempat untuk Menimbulkan
Kontraksi Otot Polos Tanpa Potensial Aksi
Sekitar separuh dari kontraksi otot polos kemungkinan m dicetuskan oleh faktor
perangsang yang bekerja langsung pada perangkat kontraksi otot polos dan tanpa
potensial k aksi. Kedua tipe faktor perangsang yang bersifat nonsaraf dan nonpotensial
aksi yang sering terlibat adalah: (1) faktor kimiawi jaringan setempat, dan (2) bermacam
macam hormon.

REFERENSI

1. Guyton, A.C, hall, J.E, 1997, Fisiologi kedokteran dialih bahasakan oleh setiawan, I.,
Tegadi, K.A., Santoso, A., EKG: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai