Anda di halaman 1dari 34

KATA PENGANTAR

Kebutuhan data dan informasi spasial Daya Dukung dan


Daya Tampung Lingkungan Hidup (D3TLH) saat ini sangat tinggi
terutama oleh pemerintah daerah khususnya dalam rangka
penyusunan RPPLH (Rencana Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup) dan KLHS (Kajian Lingkungan Hidup
Strategis).
Sejalan dengan hal tersebut, Pusat Pengendalian
Pembangunan Ekoregion Jawa (P3EJ), Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan sesuai dengan tugas dan fungsinya, pada
tahun 2015 telah menyelesaikan penyusunan D3TLH Berbasis
Jasa Ekosistem di wilayah Ekoregion Jawa dengan pendekatan
spasial.
Dalam upaya mempermudah memahami dan meman-
faatkan serta menggunakan data D3TLH tersebut maka disusun-
lah Buku Panduan Penggunaan Data Spasial Daya Dukung dan
Daya Tampung Lingkungan Hidup Berbasis Jasa Ekosistem di
wilayah Ekoregion Jawa.
Akhir kata kami sampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang terlibat dalam penyusunan buku ini dan semoga
bermanfaat.

Yogyakarta, Agustus 2017


Kepala Pusat Pengendalian
Pembangunan Ekoregion Jawa

Dr. Drs. Sugeng Priyanto, M.Si.

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……………………….…………….………..……………. i

Daftar Isi ……………………………….…….………………..……. ii

Daftar Gambar ……………………………….…….…………………...……. iii

Daftar Tabel ……………………………….…….………………..…….…. iv

I. Pengertian Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan


Hidup Berbasis Jasa Ekosistem ……………………………………. 1

II. Dasar Hukum Penyusunan Daya Dukung dan Daya


Tampung Lingkungan Hidup ….…..…………...………....………… 7

III. Manfaat Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan


Hidup Berbasis Jasa Ekosistem ..................................................... 9

IV. Tata Cara Penggunaan Data dan Informasi Daya Dukung


dan Daya Tampung Lingkungan Hidup Berbasis Jasa
Ekosistem …....…………….....…………………………………...…...…… 10

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Faktor Penentu Daya Dukung dan Daya


Tampung Lingkungan ……………………………… 2

Gambar 2 Alur Pemanfaatan D3TLH ………………………... 10

Gambar 3 Tata Cara Overlay D3TLH ………………………… 12

Gambar 4 Peta D3TLH Kegiatan Pembangunan Pada


Jasa Ekosistem Pangan di Provinsi Jawa
Tengah ……………………………………………………. 13

Gambar 5 Karakteristik Data Spasial Daya Dukung


Daya Tampung Berbasis Jasa Ekosistem ….. 14

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Klasifikasi Layanan Jasa Ekosistem ………….. 3

Tabel 2 Kelas Penutupan Lahan Skala 1:50.000 /


1:25.000 …………………………………………………. 4

Tabel 3 Contoh Klasifikasi Ekoregion Berdasarkan


Pendekatan Bentang Lahan (Menurut
Verstappen, 1983) …………………………………... 5

Tabel 4 Attribute Field Data Spasial D3TLH …………... 14

Tabel 5 Kode Jasa Ekosistem dan Keterangannya


Jenis Jasa Ekosistem ………………………………… 15

iv
I. PENGERTIAN DAYA DUKUNG DAN DAYA TAMPUNG
LINGKUNGAN HIDUP BERBASIS JASA EKOSISTEM

Daya Dukung Lingkungan Hidup adalah kemampuan


lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia,
makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar keduanya. Makna
daya dukung lingkungan adalah adanya supply (ketersediaan)
dari alam dan lingkungan serta adanya demand (kebutuhan) dari
manusia dan makhluk hidup lain. Sedangkan tujuan interaksinya
adalah tercapainya keseimbangan antara ketersediaan dan
kebutuhan.
Daya Tampung Lingkungan Hidup adalah kemampuan
lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau kompo-
nen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya. Makna daya
tampung lingkungan hidup adalah adanya supply atau kapasitas
penampungan atau penyerapan di alam dan lingkungan, serta
adanya demand atau hasil produksi dan ekses dari suatu
kegiatan. Sedangkan tujuan interaksinya adalah kemampuan
alam dan lingkungan untuk menampung atau menetralisir
buangan atau ekses dari suatu kegiatan tanpa mengurangi
kemampuan alam.
Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang
merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempenga-
ruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas dan produk-
tivitas lingkungan hidup.
Jasa Ekosistem adalah manfaat yang diperoleh oleh
manusia dari berbagai sumberdaya dan proses alam yang secara
bersama-sama diberikan oleh suatu ekosistem yang dikelom-
pokkan ke dalam 4 (empat) macam manfaat:
 penyediaan (provisioning);
 pengaturan (regulating);
 pendukung (supporting); dan
 kultural (cultural).

1
Ekoregion adalah wilayah geografis yang memiliki kesa-
maan ciri iklim, tanah, air, flora, dan fauna asli, serta pola inter-
aksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas
sistem alam dan lingkungan hidup (UU PPLH no. 32 tahun 2009
Pasal 1 angka 29).
Penetapan wilayah ekoregion dilaksanakan dengan
mempertimbangkan kesamaan (Pasal 7 ayat 2):
– karakteristik bentang alam;
– daerah aliran sungai;
– iklim;
– flora dan fauna;
– sosial budaya;
– ekonomi;
– kelembagaan masyarakat; dan
– hasil inventarisasi lingkungan hidup.
Gambar 1
Faktor Penentu Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan

2
Sistem klasifikasi jasa ekosistem tersebut menggunakan
standar dari Millennium Ecosystem Assessment - United Nation
(MEA-UN, 2005). Asumsinya, semakin tinggi jasa ekosistem,
maka semakin tinggi kemampuan daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup (D3TLH).
Adapun klasifikasi layanan jasa ekosistem dan definisi
operasionalnya, dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1
Klasifikasi Layanan Jasa Ekosistem
Klasifikasi Layanan Definisi Operasional
Ekosistem
Fungsi Penyediaan (Provisioning)
Hasil laut, pangan dari hutan (tanaman dan hewan),
1 Pangan hasil pertanian & perkebunan untuk pangan, hasil
peternakan
Penyediaan air dari tanah (termasuk kapasitas penyim-
2 Air bersih
panannya), penyediaan air dari sumber permukaan
Hasil hutan, hasil laut, hasil pertanian & perkebunan
3 Serat (fiber)
untuk material
4 Bahan bakar (fuel) Penyediaan kayu bakar dan bahan bakar dari fosil
Fungsi Pengaturan (Regulating)
Pengaturan suhu, kelembaban dan hujan, pengendalian
1 Pengaturan iklim
gas rumah kaca & karbon
Pengaturan tata aliran Siklus hidrologi, serta infrastruktur alam untuk penyim-
2
air & banjir panan air, pengendalian banjir, dan pemeliharaan air
Pencegahan dan Infrastruktur alam pencegahan dan perlindungan dari
3 perlindungan dari kebakaran lahan, erosi, abrasi, longsor, badai dan
bencana tsunami
Kapasitas badan air dalam mengencerkan, mengurai
4 Pemurnian air
dan menyerap pencemar
Pengolahan dan Kapasitas lokasi dalam menetralisir, mengurai dan
5
penguraian limbah menyerap limbah dan sampah
Pemeliharaan kualitas
6 Kapasitas mengatur sistem kimia udara
udara
Pengaturan
Distribusi habitat spesies pembantu proses penyerbuk-
7 penyerbukan alami
an alami
(pollination)
Pengendalian hama & Distribusi habitat spesies trigger dan pengendali hama
8
penyakit dan penyakit
Fungsi Budaya (Cultural)
Tempat tinggal & ruang Ruang untuk tinggal dan hidup sejahtera, jangkar
1
hidup (sense of place) “kampung halaman” yang punya nilai sentimental
Fitur lansekap, keunikan alam, atau nilai tertentu yang
2 Rekreasi & ecotourism
menjadi daya tarik wisata
3 Estetika Keindahan alam yang memiliki nilai jual

3
Klasifikasi Layanan Definisi Operasional
Ekosistem
Fungsi Pendukung (Supporting)
Pembentukan lapisan
1 tanah & pemeliharaan Kesuburan tanah
kesuburan
2 Siklus hara (nutrient) Kesuburan tanah, tingkat produksi pertanian
3 Produksi primer Produksi oksigen, penyediaan habitat spesies

D3TLH P3E Jawa disusun menggunakan data dasar


penutup lahan hasil interpretasi citra landsat dan spot 6 tahun
2015 yang mengacu pada kasifikasi menurut SNI 7645-1-2014.
Adapun contoh penutup lahan tersebut dapat dilihat pada tabel
2 di bawah ini.
Tabel 2
Kelas Penutupan Lahan Skala 1:50.000 / 1:25.000
No Penutup Lahan Deskripsi
1.2.3.2.6 Pelabuhan Bangunan yang menjadi pusat aktivitas pe-
ngendalian kedatangan dan keberangkatan
kapal, baik kapal barang, ikan maupun pe-
ngangkut penumpang. Terletak berdamping-
an dengan perairan laut atau sungai besar,
agar terkoneksi dengan jalur pelayaran dan
jaringan jalan maupun jalur kereta api, serta
bukan rel serta mempunyai area parkir luas.
1.2.3.2.7 Bangunan non- Semua bentuk bangunan dengan fungsi yang
permukiman lain belum dideskripsikan pada kelas-kelas yang
telah disebutkan terdahulu.
2.1.1.1.1 Hutan lahan Hutan yang tumbuh berkembang pada habitat
tinggi primer lahan kering pada perbukitan dan pegunung-
kerapatan tinggi an maupun hutan tropis dataran tinggi, belum
mengalami intervensi manusia. Jika kerapat-
annya > 70%
2.1.1.1.2 Hutan lahan Hutan yang tumbuh berkembang pada habitat
tinggi primer lahan kering pada perbukitan dan pegunung-
kerapatan sedang an maupun hutan tropis dataran tinggi, belum
mengalami intervensi manusia. Jika kerapat-
annya 41%-70%
2.1.1.1.3 Hutan lahan Hutan yang tumbuh berkembang pada habitat
tinggi primer lahan kering pada perbukitan dan pegunung-
kerapatan rendah an maupun hutan tropis dataran tinggi, belum
mengalami intervensi manusia. Jika kerapat-
annya 10%-41%

4
No Penutup Lahan Deskripsi
2.1.1.1.4 Hutan lahan Hutan yang tumbuh berkembang pada habitat
tinggi sekunder lahan kering pada perbukitan dan pegunung-
kerapatan tinggi an maupun hutan tropis dataran tinggi, sudah
mengalami intervensi manusia. Jika kerapat-
annya >70%
2.1.1.1.5 Hutan lahan Hutan yang tumbuh berkembang pada habitat
tinggi sekunder lahan kering pada perbukitan dan pegunung-
kerapatan sedang an maupun hutan tropis dataran tinggi, sudah
mengalami intervensi manusia. Jika kerapat-
annya 41%-70%
2.1.1.1.6 Hutan lahan Hutan yang tumbuh berkembang pada habitat
tinggi sekunder lahan kering pada perbukitan dan pegunung-
kerapatan rendah an maupun hutan tropis dataran tinggi, sudah
mengalami intervensi manusia. Jika kerapat-
annya 10%-40%
2.1.1.2.1 Hutan lahan Hutan yang tumbuh dan berkembang di
rendah primer habitat lahan kering yang berupa hutan
kerapatan tinggi dataran rendah, belum mengalami intervensi
manusia. Jika kerapatannya >70%
Penutup lahan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran D SNI 7645-1-2014

Klasifikasi ekoregion berdasarkan pendekatan bentang


lahan dapat dilihat pada tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3
Contoh Klasifikasi Ekoregion Berdasarkan Pendekatan Bentang Lahan
(Menurut Verstappen, 1983)
Kode Skala Skala 1:250.000 Skala 1:50.000 atau
1:1.000.000 Skala 1:25.000
V Bentang Perbukitan Gunungapi V1. Kerucut Gunungapi
lahan V1. Kerucut Gunungapi (Volcanic Cone)
Vulkanik (Volcanic Cone) V2. Lereng Gunungapi
(Aktivitas V2. Lereng Gunungapi (Volcanic Slope)
Gunungapi (Volcanic Slope) V3. Kaki Gunungapi
V3. Kaki Gunungapi (Volcanic Foot)
(Volcanic Foot) V4. Dataran Kaki
Gunung (Volcanic
Pegunungan Gunungapi: Foot Plain)
V1. Kerucut Gunungapi V5. Kerucut Parasiter
(Volcanic Cone) (Paraciter Cone)
V2. Lereng Gunungapi V6. Medan Lava (Lava
(Volcanic Slope) Field)
V3. Kaki Gunungapi V7. Medan Lahar
(Volcanic Foot) (Lahar Field)

5
Kode Skala Skala 1:250.000 Skala 1:50.000 atau
1:1.000.000 Skala 1:25.000
V8 Leher Gunungapi
(Volcanic Neck)
V9. Punggungan
Gunungapi
(Volcanic Dyke)
V10. Kaldera / Krater
(Caldera/Crater)
V11. Lembah antar
Gunungapi
Sumber: Verstappen (1983) dan Pengembangan (Langgeng, 2012)

Muatan D3TLH adalah karakteristik jasa ekosistem


spasial yang terdiri dari 20 Jasa Ekosistem. Dalam bahasa
hukum akan disebut sebagai JASA LINGKUNGAN.

6
II. DASAR HUKUM PENYUSUNAN DAYA DUKUNG DAN
DAYA TAMPUNG LINGKUNGAN HIDUP

Sebagai dasar hukum baik teknis dan administrasi


pelaksanaan penyusunan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup (D3TLH) adalah :
1. Undang-Undang RI Nomor 32 tahun 2014 tentang Kelautan,
Pasal 42 ayat 1 huruf a disebutkan bahwa pengelolaan ruang
laut dilakukan untuk melindungi sumberdaya dan
lingkungan dengan berdasar pada daya dukung lingkungan
dan kearifan lokal;
2. Undang-Undang RI Nomor 23 tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah, Pasal 260-266 terkait dengan
perencanaan pembangunan, kewenangan dan pembagian
urusan;
3. Undang-Undang RI Nomor 3 tahun 2014 tentang
Perindustrian, Pasal 10 dan 11 disebutkan bahwa setiap
rencana pembangunan industri memperhatikan daya
dukung lingkungan;
4. Undang-Undang RI Nomor 41 tahun 2009 tentang
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan,
Pasal 9 ayat 5 serta penjelasannya, bahwa daya dukung
lingkungan menjadi dasar dalam menentukan kesesuaian
lahan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
(LP2B);
5. Undang-Undang RI Nomor 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal
12, 15, 16, dan 17 terkait dengan penetapan D3TLH,
pengganti RPPLH dan KLHS;
6. Undang-Undang RI Nomor 10 tahun 2009 tentang
Kepariwisataan, Pasal 12 disebutkan bahwa penetapan
kawasan strategis pariwisata dilakukan dengan
memperhatikan aspek fungsi dan daya dukung lingkungan;
7. Undang-Undang RI Nomor 4 tahun 2009 tentang
Pertambangan Minerba, Pasal 28, 32, 95, dan 113
mengamanatkan bahwa daya dukung lingkungan menjadi
dasar pertimbangan dalam pengelolaan dan penentuan
7
Wilayah Penambangan (WP) dan Izin Usaha Penambangan
(IUP);
8. Undang-Undang RI Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan
Ruang, Pasal 19, 22 dan 25 disebutkan bahwa penyusunan
rencana tata ruang wilayah (RTRW) harus memperhatikan
D3TLH;
9. Undang-Undang RI Nomor 41 tahun 1999 tentang
Kehutanan, Pasal 3, 18, 33 dan 40 disebutkan bahwa daya
dukung menjadi pertimbangan dalam pelestarian dan
pemanfaatan hutan;
10. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI No.
P.5/2016 tentang Pedoman Teknis Evaluasi Capaian Sasaran
Strategis KLHK Dalam Rangka Efektifitas Pengendalian
Pembangunan Berbasis Ekoregion, Pasal 9 ayat (2) huruf a.
disebutkan bahwa dalam melakukan analisis capaian
sasaran stretegis dilakukan dengan mempertimbangkan
daya dukung daya tampung SDA dan LH;
11. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI No.
P.18/2015 tentang Organisasi Dan Tata Kerja KLHK, terkait
dengan tugas pokok dan fungsi Pusat Pengendalian
Pembangunan Ekoregion Jawa bahwa P3E Jawa mempunyai
tugas untuk melakukan inventarisasi, penyusunan dan
penghitungan daya dukung dan daya tampung sumberdaya
alam dan lingkungan hidup.

8
III. MANFAAT DAYA DUKUNG DAN DAYA TAMPUNG
LINGKUNGAN HIDUP BERBASIS JASA EKOSISTEM

Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup


(D3TLH) berbasis jasa ekosistem akan menghasilkan indikasi
potensi sumberdaya alam di daerah yang akan bermanfaat
sebagai :
1. Acuan pemanfaatan sumber daya alam;
2. Muatan dalam penyusunan Rencana Perlindungan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) dan Kajian
Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) baik KLHS untuk RTRW
maupun RPJMD;
3. Indikator pada instrumen pengendalian lingkungan hidup;
4. Informasi dan pertimbangan pengambilan keputusan
pembangunan;
5. Prediksi dampak dan risiko lingkungan dari sebuah rencana
pembangunan;
6. Arahan lokasi kegiatan yang tepat sesuai D3TLH dan
minimalisasi risiko lingkungan;
7. Upaya pengendalian pemanfaatan ruang yang dapat
menimbulkan kerugian lingkungan;
8. Bahan evaluasi suatu produk perencanaan pembangunan.

9
IV. TATA CARA PENGGUNAAN DATA DAN INFORMASI
DAYA DUKUNG DAN DAYA TAMPUNG LINGKUNGAN
HIDUP BERBASIS JASA EKOSISTEM

Penggunaan data dan informasi daya dukung dan daya


tampung lingkungan hidup (D3TLH) baik untuk kepentingan
perencanaan maupun evaluasi sebenarnya sangat mudah, akan
tetapi dibutuhkan keterampilan dalam menggunakan aplikasi
Geographical Information System (GIS). Adapun alur
pemanfaatan D3TLH adalah seperti pada gambar 2 di bawah.

Gambar 2
Alur Pemanfaatan D3TLH

10
1. OVERLAY (TUMPANG SUSUN)
Tahapan teknis paling penting adalah overlay atau
tumpang susun peta menggunakan aplikasi GIS. Bahan yang
harus disiapkan dalam kegiatan overlay adalah:
1) Data spasial D3TLH;
2) Data spasial RTRW, RPJMD, kebijakan, rencana, program
dan kegiatan lain;
3) Software GIS (Quantum GIS, ArcGIS, Map Info).
Proses overlay adalah proses analisis dua data spasial
yang berbeda informasi dan saling bertampalan sehingga
diperoleh satu data spasial yang memiliki karakteristik
atribut yang sama dengan dua data spasial tersebut dan
menghasilkan informasi yang baru. Dalam tahapan overlay
ini ada tiga macam tahapan overlay antara lain :.
a) Overlay polygon dengan titik (misalnya: data spasial
D3TLH dengan titik/lokasi rencana pembangunan sumur
bor, titik pengamatan kualitas air);
b) Overlay polygon dengan polygon (misalnya: data
spasial D3TLH dengan polygon rencana pembangunan
kawasan industri, rencana pembangunan TPA, rencana
pembangunan embung/waduk, dll;
c) Overlay polygon dengan garis/polyline (misalnya data
spasial D3TLH dengan polyline rencana pelebaran jalan,
rencana pembangunan jalan tol, rencana pembangunan
rel kereta api, rencana pembuatan saluran air).

2. HASIL OVERLAY
Hasil overlay dari kegiatan pengolahan data peren-
canaan dan evaluasi kegiatan menggunakan data spasial
D3TLH ini adalah sebagai berikut:
a) Analisis spasial join antara D3TLH dengan titik
(misalkan lokasi kegiatan) kemudian menghasilkan data
spasial titik yang menunjukkan keberadaan lokasi
kegiatan/titik koordinat kegiatan pada Jasa Ekosistem
dengan klasifikasi tertentu (sangat tinggi/tinggi/sedang/
rendah/sangat rendah);
11
b) Analisis spasial join antara D3TLH dengan polygon
kemudian menghasilkan data spasial polygon yang
menunjukkan luasan kegiatan pada Jasa Ekosistem
dengan klasifikasi tertentu (sangat tinggi/tinggi/sedang/
rendah/sangat rendah);
c) Analisis spasial join antara D3TLH dengan polyline
kemudian menghasilkan data spasial polyline yang
menunjukkan panjang kegiatan pada Jasa Ekosistem
dengan klasifikasi tertentu (sangat tinggi/tinggi/sedang/
rendah/sangat rendah);
d) Hasil analisis spasial kemudian diolah kembali dengan
analisis tabulasi di microsoft excel dengan analisis
pivotable tool untuk mendapatkan informasi atribut dan
nilai kwantitas sesuai dengan yang dikehendaki.

Gambar 3
Tata Cara Overlay D3TLH

3. ANALISIS HASIL OVERLAY D3TLH


Hasil overlay data D3TLH dengan rencana dan/atau
evaluasi kebijakan, rencana, program (KRP) maupun
kegiatan didapatkan informasi sebagai berikut :
12
a) Lokasi pelaksanaan kebijakan/rencana/program (KRP)
dan kegiatan yang direncanakan/dievaluasi mempunyai
D3TLH dengan klasifikasi tertentu. Apabila KRP dan
kegiatan bersifat ekstraktif berada pada lokasi yang
mempunyai D3TLH dengan jasa ekosistem penyediaan
air bersih, penyedia pangan yang berklasifikasi sangat
tinggi atau tinggi, maka akan beresiko terhadap
penurunan D3TLH. Berdasarkan hasil tersebut, maka
dapat dicarikan alternatif lain, misalnya relokasi,
intervensi teknologi, dan penundaan kegiatan;
b) KRP/kegiatan yang direncanakan/evaluasi juga dapat
diketahui luasannya, sehingga dapat diketahui berapa
luas areal yang mempunyai resiko lingkungan.
Apabila informasi KRP/kegiatan yang diketahui hanya
berupa garis (panjang), maka dapat diketahui sampai batas
mana KRP/kegiatan tersebut berada. Contohnya rencana
pembangunan jalan tol yang berada di D3TLH dengan jasa
ekosistem pangan sangat tinggi (tol ditandai garis merah).

Gambar 4
Peta D3TLH Kegiatan Pembangunan pada Jasa Ekosistem Pangan
di Provinsi Jawa Tengah

13
Analisis pivotable tool yang dilakukan akan mendapatkan
informasi atribut dan nilai kwantitas sesuai dengan analisis
yang dikehendaki.
Gambar 5
Karakteristik Data Spasial Daya Dukung Daya Tampung Berbasis
Jasa Ekosistem

Metadata tabulasi data spasial D3TLH berbasis jasa


ekosistem perlu dipahami sehingga dapat dikenali
karakteristik data spasial yang akan diolah. Data spasial
D3TLH yang dihasilkan terdiri dari beberapa attribute field
sebagai mana pada tabel 4 berikut.
Tabel 4
Attribute Field Data Spasial D3TLH
No. Nama Field Keterangan
1 MORFOGEN Nama bentang lahan skala 1:50.000, misalnya
Pegunungan Denudasional Kebumen-Purworejo
2 SIMBOL_EKO Simbol bentang lahan, misalnya D1-KP
(Pegunungan Denudasional Kebumen-
Purworejo)
D2-KP (Perbukitan Denudasional Jalur
Kebumen-Purworejo Material Gunungapi Tua)
14
No. Nama Field Keterangan
3 N_EKO50K Simbol bentang lahan dan nama bentang lahan,
misal D1-KP (Pegunungan Denudasional
Kebumen-Purworejo)
4 KM_P1, s.d., Koefisien Matrik Pairwise Ekoregion Penyedia
KM_D4 Pangan (P1) s.d. Pendukung Biodiversitas (D4)
5 KABUPATEN Nama kabupaten
6 PL_50K Nama penutupan lahan
7 KPL_P1, s.d., Koefisien Matrik Pairwise Tutupan Lahan
KPL_D4 Penyedia Pangan (P1) s.d. Pendukung
Biodiversitas (D4)
8 JEP1, s.d., Jasa ekosistem P1 s.d. D4, nilai yang diperoleh
JED4 dari = SQRT (KM_P1*KPL_P1)
KJEP1, s.d.,
Rentang nilai jasa ekosistem P1 s.d. D4 dari 0-1
KJED4
9 KLASP1, s.d., Pengkelasan jasa ekosistem P1 s.d. D4 antara
KLASD4 lain Rendah, Sedang, Tinggi
10 LUAS_HA Luas Polygon data SHP (id)
11 INDEKSP1, Hasil perkalian luas polygon data SHP dengan
s.d., KJEP1 s.d. KJED4
INDEKSD4 (INDEKSP1 = LUAS_HA*KJEP1 s.d. INDEKSD4 =
LUAS_HA*KJED4)

Tabel 5
Kode Jasa Ekosistem dan Keterangannya Jenis Jasa Ekosistem
KODE JASA
NO KETERANGAN
EKOSISTEM
1 JEP1/P1 PENYEDIA BAHAN PANGAN
2 JEP2/P2 PENYEDIA AIR BERSIH
3 JEP3/P3 PENYEDIA SERAT
4 JEP4/P4 PENYEDIA BAHAN BAKAR
5 JEP5/P5 PENYEDIA SUMBER DAYA GENETIK
6 JER1/R1 PENGATURAN IKLIM
7 JER2/R2 PENGATURAN TATA ALIRAN AIR
DAN BANJIR
8 JER3/R3 PENGATURAN PENCEGAHAN DAN
PERLINDUNGAN DARI BENCANA
9 JER4/R4 PENGATURAN PEMURNIAN AIR

15
KODE JASA
NO EKOSISTEM KETERANGAN
10 JER5/R5 PENGATURAN PENGOLAHAN DAN
PENGURAIAN LIMBAH
11 JER6/R6 PENGATURAN PEMELIHARAAN
KUALITAS UDARA
12 JER7/R7 PENGATURAN PENYERBUKAN ALAMI
13 JER8/R8 PENGATURAN PENGENDALIAN
HAMA DAN PENYAKIT
14 JEC1/C1 FUNGSI TEMPAT TINGGAL DAN
RUANG HIDUP
15 JEC2/C2 FUNGSI REKREASI DAN EKOWISATA
16 JEC3/C3 FUNGSI BUDAYA ESTETIKA ALAM
17 JED1/D1 PENDUKUNG PEMBENTUKAN
LAPISAN TANAH DAN
PEMELIHARAAN KESUBURAN
18 JED2/D2 PENDUKUNG SIKLUS HARA
19 JED3/D3 PENDUKUNG PRODUKSI PRIMER
20 JED4/D4 PENDUKUNG BIODIVERSITAS

Penjelasan proses overlay secara teknis GIS dapat


dilihat di bawah ini atau dapat diunduh di
webgis.ppejawa.com

16
Teknik Overlay Menggunakan Aplikasi ArcGIS
1. Overlay Polygon (Data Spasial D3TLH) dengan Titik
(Titik Sumur Bor, Titik Pengamatan Kualitas Air)
a) Buka Aplikasi ArcGIS

b) Kemudian tampilkan data D3TLH dan data titik dengan


klik kanan layer dan klik add data

17
c) Add data D3TLH

d) Kemudian muncul layer data D3TLH

18
e) Add data point (misalnya : titik koordinat rencana
pembangunan sumur bor )

f) Muncul layer titik bor

19
g) Overlay data D3TLH dengan titik sumur bor dengan
analysis Tool Spatial Joint

Bila Kolom Arc toolbox tidak bisa dijumpai di kanan layar


maka bisa juga dibuka dengan mengklik di menu toolbar
geoprocessing kemudian pilih arc toolbox.
h) Hasil proses overlay antara titik dengan polygon

20
Dibuat nama folder untuk penyimpanan data hasil
analisis.
i) Analisis data hasil overlay dengan menggunakan
microsoft excel
1) Buka file data dengan nama Sumur_bor_D3TLH_Jateng
dengan file tipe dbf menggunakan window explore

2) Kemudian muncul tampilan jendela seperti di bawah

21
3) Data excel masih dalam format *dbf kemudian di
save as menjadi data *xlsx

Hindari melakukan editing file excel yang masih


berbentuk file dbf karena hal ini akan menyebabkan
rusaknya peta yang sudah dibuat.
4) Setelah menjadi data excel kemudian lakukan klik
insert dan pilih Pivottable

22
5) Kemudian langkah berikutnya adalah

6) Kemudian muncul window

23
7) Tampilan data dan hasil analisa

8) Hasil analisis menggambarkan jumlah sumur bor


pada kelas jasa ekosistem tinggi pada tahun 2010
yaitu 1 buah, 2011 yaitu 2 buah dan 2012 sebanyak 1
buah sumur bor.
9) Hasil analisis (shp) untuk menentukan lokasi yang
lebih detail dapat dioverlay dengan data administrasi
kecamatan atau kelurahan.
2. Overlay Polygon (Data Spasial D3TLH) dengan Polygon
(misalnya : Rencana Pembangunan Kawasan Industri,
Rencana Pembangunan TPA, Rencana Pembangunan
Embung/Waduk)
Tahapan overlay polygon dengan polygon sama dengan
tahapan overlay titik dengan polygon yaitu dengan
menggunakan tool spatial joint. Lihat poin 1. A. Overlay
Polygon (data spasial D3TLH) dengan titik (titik bor sumur,
titik pengamatan kualitas air). Perbedaannya hanya di file
yang akan dijadikan analisa adalah file polygon dengan
24
polygon. Misalnya file shp rencana pembangunan waduk
dengan file shp D3TLH.
a) Tahapan sama dengan poin 1.a. s.d. 1.f.
b) Tahapan overlay data D3TLH rencana pembangunan
waduk dengan Analysis Tool Spatial Joint

Bila kolom Arc toolbox tidak bisa dijumpai di kanan layar


maka bisa juga dibuka dengan mengklik di menu toolbar
geoprocessing kemudian pilih arc toolbox.

25
c) Hasil proses overlay antara polygon dengan polygon

d) Karena data berupa polygon (area), maka luasan file


yang baru perlu diupdate kembali dengan cara
menghitung geometri data shp. Adapun langkah-
langkahnya adalah sebagai berikut:

26
27
e) Hasil analisa dapat dibuka dengan melakukan langkah-
langkah seperti di poin 1.e sehingga hasilnya dapat
ditampilkan seperti berikut

3. Overlay Polygon (Data Spasial D3TLH) dengan Polyline


(Rencana Pelebaran Jalan, Rencana Pembangunan Jalan
Tol, Rencana Pembangunan Rel Kereta Api, Rencana
Pembuatan Saluran Air)
Tahapan overlay polygon dengan polyline sama dengan
tahapan overlay titik dengan polygon yaitu dengan
menggunakan tool spatial joint. (1.a Overlay Polygon (data
28
spasial D3TLH) dengan titik (titik sumur bor, titik
pengamatan kualitas air). Perbedaannya hanya di file yang
yang akan dijadikan analisa adalah file polyline dengan
polygon. Misalnya file shp rencana jalan (garis) dengan file
shp D3TLH.
a) Tahapan sama dengan poin 1.a. s.d. 1.f.
b) Tahapan overlay data D3TLH dengan rencana pemba-
ngunan jalan dengan analysis tool spatial joint

Bila Kolom Arc toolbox tidak bisa dijumpai di kanan layar


maka bisa juga dibuka dengan mengklik di menu toolbar
geoprocessing kemudian pilih arc toolbox.

c) Data overlay polyline dengan polygon menghasilkan data


berupa analisis Panjang (Length). Tahapan perhitungan
panjang dengan table sama dengan analisis pada polygon
dan polygon (mulai dari koordinat data frame), yang
membedakan pada saat perhitungan field.

29
d) Hasil Analisa

30

Anda mungkin juga menyukai