Anda di halaman 1dari 9

RANGKUMAN MAKALAH SISTEM BELAJAR MANDIRI MODEL-MODEL PTJJ

Oleh : Prima Rahman (19040274003)

A. Berbagai Model yang Dipakai untuk Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh
a. Sekolah Korespondensi
Sekolah Korespondensi kadang disebut Pendidikan melalui Korespondensi atau
Belajar melalui Korespondensi. Sekolah Korespondensi mempunyai riwayat yang panjang
dalam pendidikan anak-anak dan orang dewasa. Sampai sekarang Sekolah Korespondensi
dianggap masih ada, sebab masih banyak Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh yang dikelola
melalui hubungan surat-menyurat dengan bantuan pos. UNESCO memberi batasan Sekolah
Korespondensi sebagai berikut: “Pendidikan yang dilakukan dengan menggunakan jasa pos
tanpa adanya pertemuan tatap muka antara guru dan siswa”. Pengajaran dilakukan melalui
bahan belajar dalam bentuk cetakan atau rekaman kaset suara yang dikirimkan kepada siswa
melalui pos. Kemajuan belajar siswa dimonitor dengan menggunakan latihan atau tugas-tugas
tertulis atau latihan yang direkam dalam kaset. Siswa mengerjakan latihan itu menggunakan
tulisan atau rekaman kaset juga yang dikirimkan kepada guru yang ada di Pusat Lembaga
PT/JJ. Guru memeriksa pekerjaan siswa dengan memberi komentar dan saran-saran secara
tertulis atau melalui rekaman kaset. Hasil koreksi itu dikirimkan kembali kepada siswa.
Beberapa tahun yang lalu, Sekolah Korespondensi di Australia dikelola sebagai berikut:
1. Kurikulum dan bahan belajar disusun oleh guru-guru yang berkantor di lembaga yang
mengelola Sekolah Korespondensi itu.
2. Bahan belajar dikirimkan kepada siswa melalui pos ke rumah siswa.
3. Siswa mempelajari bahan belajar itu dengan pengawasan dan bimbingan orang tua
masing-masing.
4. Siswa mengerjakan tugas atau latihan yang disediakan dalam bahan belajar itu.
5. Pekerjaan siswa dikirimkan kepada guru di Kantor Pusat Sekolah Korespondensi.
6. Guru mengoreksi, memberi komentar, dan memberikan saran-saran secara tertulis
pada pekerjaan siswa itu.
7. Pekerjaan siswa yang telah dikoreksi dikirimkan kembali kepada siswa. Dengan
demikian siswa akan mengetahui kemajuan belajar masing-masing.
8. Pada waktu-waktu tertentu (biasanya pada musim panas) diadakan acara “camping”
yang diikuti oleh para siswa. Pada saat itu dipelajari pelajaran yang memerlukan
praktek seperti kesenian, olah raga, pekerjaan tangan.
Di Australia kerjasama antara PT/JJ dan Pos sangat baik. Surat-surat atau
pelajaran yang dikirimkan melalui pos tidak dipungut biaya. Untuk memudahkan proses
pengiriman, oleh Kantor Pos disediakan amplop mondar-mandir. Sebuah amplop yang
bertanda khusus digunakan berulang kali, mondar-mandir dari guru ke siswa dan dari
siswa ke guru. Sekolah Korespondensi sangat tergantung pada jasa pos. Karena itu bila
sistem pengiriman melalui pos belum terjamin kelancarannya, sistem ini sulit
dilaksanakan.

b. Pendidikan Terbuka
Banyak pendidikan terbuka yang diselenggarakan di berbagai negara. Mungkin
Anda pernah mendengar nama-nama pendidikan terbuka seperti SMP Terbuka, SMA
Terbuka dan Universitas Terbuka di Indonesia, Sukhothai Thammthirat Open University
(STOU) di Thailand, The British Open University di United Kingdom, The Univeristy of
Manila Open Universisty di Pilipina. Pendidikan Terbuka ini mempunyai karakteristik
umum yang sama dengan belajar terbuka/jarak jauh (BT/JJ). Namun menurut para
penyelenggara Pendidikan Terbuka ada perbedaan yang khas antara Pendidikan Terbuka
dan BT/JJ. Apakah perbedaannya? Seperti halnya dalam BT/JJ, siswa Pendidikan
Terbuka dapat belajar dari jauh, maksudnya belajar jauh atau terpisah dari guru atau
dosen dan mungkin juga jauh dari lembaga penyelenggaranya. Sebagai contoh, beribu-
ribu mahasiswa Universitas Terbuka menghabiskan sebagian waktu belajarnya untuk
belajar sendiri di tempat mereka masing-masing. Mereka menghadiri pelajaran secara
tatap muka dengan dosen atau tutor hanya dalam waktu-waktu tertentu saja. Namun
demikian belajar terbuka (open learning) atau pendidikan terbuka dapat terjadi di ruang
kuliah yang penuh dengan siswa.
Menurut Race (1989), seorang siswa yang sedang belajar sendiri dengan
mempelajari buku teks, buku acuan, atau hand out untuk menjawab pertanyaan yang
diberikan oleh guru, dapat dikatakan bahwa dia sedang belajar secara terbuka (open
learning), sungguhpun hal itu dilakukan dalam kelas bersama dengan siswa lain. Dengan
pengertian yang sama, belajar terbuka dapat terjadi di laboratorium, pusat pelatihan,
tempat lokakarya, dan sebagainya. Pokoknya hampir di semua tempat belajar terbuka
dapat terjadi, tidak peduli apakah pada saat itu siswa itu menjadi bagian dari kelompok
atau sendirian saja.
Konsep di atas diterapkan dalam sistem SLTP Terbuka. Setiap hari siswa wajib
belajar di Tempat Kegiatan Belajar (TKB) bersama siswa lain. Namun demikian masing-
masing siswa aktif belajar sendiri secara mandiri. Di TKB itu mereka tidak belajar dengan
mendengarkan guru mengajar, melainkan belajar sendiri dengan menggunakan modul
dengan bimbingan terbatas dari tutor yang disebut guru pamong. Sungguhpun duduk di
satu ruangan bersama dengan siswa lain, mereka boleh mempelajari modul yang berbeda-
beda.
Apakah arti terbuka dalam konsep “pendidkan terbuka” atau “belajar terbuka”
itu? Terbuka berarti bahwa siswa atau peserta pendidikan lebih leluasa dalam menentukan
pilihan dari pada siswa pendidikan konvensional. Leluasa dalam memilih apa?
1. Siswa atau peserta didik mempunyai keleluasaan dalam menentukan kecepatan
belajarnya. Lama waktu untuk mempelajari sesuatu penggalan isi pelajaran (learning
chunk) ditentukan oleh siswa sendiri. Keleluasaan seperti ini tidak dimiliki oleh siswa
pendidikan konvensional, sebab dalam sistem pendidikan konvensional siswa harus
menyesuaikan kecepatan belajarnya dengan kecepatan guru dalam mengajar. Kalau
dosen atau guru memberikan penjelasan mengenai sesuatu topik terlalu lambat atau
lama siswa yang pandai harus tetap mengikutinya sungguhpun mereka telah mengert
dan menjadi bosan. Sebaliknya kalau guru mengajar terlalu cepat siswa yang lamban
harus berusaha untuk mengikutinya meskipun barangkali mereka mendapatkan
kesulitan dalam memahaminya, sehingga akibatnya dapat menjadi frustrasi.
2. Siswa atau peserta didik mempunyai keleluasaan dalam memilih tempat belajar.
Belajar terbuka dapat dilakukan di rumah, di perpustakaan, di tempat kerja, atau di
mana saja yang dianggap tepat oleh siswa itu sendiri.
3. Siswa atau peserta didik dapat menentukan sendiri waktu belajarnya, sesuai dengan
kemauan dan waktu yang dimilikinya.
4. Siswa atau peserta didik dapat menentukan sendiri cara belajar yang sesuai untuk
dirinya. Siswa dapat menyusun rencana belajar dengan memilih sebuah modul dan
dipelajarinya sampai selesai dalam batas waktu tertentu, baru kemudian pindah ke
modul lain. Siswa juga bebas menentukan apakah semua modul akan dipelajari setiap
hari. Dalam hal ini masing-masing modul diberi jatah waktu tertentu, misalnya
masing-masing 60 menit. Kalau jumlah modulnya ada 4 buah, maka setiap hari belajar
4 x 60 menit=240 menit. .Siswa juga bebas menentukan media belajar yang akan
digunakannya, apakah membaca buku, melihat program video, belajar dengan bantuan
komputer, mendengarkan kaset audio, menghadiri diskusi atau seminar, dan
sebagainya.
Pengertian terbuka seringkali juga mengacu pada kriteria penerimaan siswa. Banyak
Pendidikan Terbuka yang membebaskan calon siswa dari persyaratan masuk atau
kualifikasi dalam menerima mahasiswa baru. Di samping itu siswa juga dapat tidak aktif
untuk sementara waktu, dan kemudian aktif lagi di lain waktu.

c. Distance Teaching, Distance Learning, dan Distance Education


Mungkin Anda menjadi bingung bila membaca istilah-istilah yang hampir sama
di atas, lebih-lebih karena istilah-istilah tersebut seringkali digunakan secara bergantian
atau tumpang tindih (interchangable).
Keegan (1986) membedakan ketiga istilah tersebut sebagai berikut.
Distance Teaching berusaha mengembangkan bahan belajar mandiri yang bermutu yang
dapat digunakan oleh lembaga pendidikan untuk memberikan pelajaran dari jauh. Orang-
orang yang menggunakan istilah ini lebih menekankan pada penyediaan bahan belajar
untuk mengajar, tetapi kurang memperhatikan bagaimana proses belajar dapat terjadi
pada diri siswa. Padahal bahan belajar yang dikembangkan dengan biaya mahal itu
kadang-kadang tidak dapat mengajarkan apa-apa, karena tidak dipakai oleh siswa atau
karena siswa tidak tahu cara memakainya. Dengan perkataan lain istilah distance
teaching itu terlalu berorientasi pada guru (teacher oriented).
Sebaliknya Distance Learning lebih banyak menekankan pada proses belajar
siswa. Orang yang menggunakan istilah ini banyak memikirkan mengenai bantuan-
bantuan yang perlu diberikan kepada siswa supaya mereka belajar dan dapat memahami
isi pelajarannya. Tetapi sayang orang-orang ini kurang memikirkan bagaimana bahan
belajar jarak jauh yang bermutu dan mudah dipelajari siswa harus dikembangkan.
Dengan perkataan lain istilah distance learning terlalu berorientasi pada siswa (student
oriented).
Istilah Distance Education merupakan perpaduan istilah Distance Teaching dan
Distance Learning tersebut dan lebih tepat untuk digunakan. Dalam sistem Distance
Education siswa belajar secara terpisah dari guru, karena itu bahan belajar yang
digunakan harus disusun secara khusus supaya relatif lebih mudah untuk dipelajari siswa
sendiri. Bahan belajar ini tidak cukup hanya dikembangkan oleh ahli isi pelajaran
(content specialist) sendiri saja, melainkan perlu melibatkan ahli pengembang
pembelajaran, ahli media, dsb. dalam penyusunannya. Namun perlu disadari bahwa
betapapun bahan belajar itu telah disusun supaya dapat dicerna sendiri oleh siswa,
kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa waktu belajar secara mandiri selalu ada. Karena
itu perlu adanya bantuan pelayanan dan bantuan belajar bagi siswa. Dengan perkataan
lain perlu adanya sistem pengelolaan belajar jarak jauh yang baik supaya di samping
penyediaan bahan belajar yang baik dapat juga disediakan bantuan belajar yang cukup.

d. External Study, Home Study dan Independent Study


Istilah-istilah ini seringkali dipakai orang untuk pengertian BT/JJ.
External Studies. External studies adalah istilah yang dipakai secara luas di Australia.
Istilah ini menggambarkan etos Belajar Terbuka/Jarak Jauh yang dijumpai di universitas-
universitas di Australia. Istilah External Studies mengandung arti “di luar” tetapi “tidak
terpisah” dari tanggung jawab staf dosen dari suatu universitas atau perguruan tinggi.
Jelasnya staf dosen yang sama mempunyai dua kelompok siswa yang berbeda. Kelompok
pertama disebut kelompok “on campus” adalah kelompok siswa yang belajar di kampus
seperti laiknya mahasiswa yang belajar di universitas. Kelompok kedua disebut kelompok
“external” atau “off campus”. Kelompok yang kedua ini tidak harus mengikuti kuliah di
kampus tetapi belajar sendiri di luar kampus. Namun demikian tujuan yang ingin dicapai,
dan bahan belajar yang akan dipelajari siswa external itu perlu dikonsultasikan dan
didiskusikan dengan dosen di kampus. Dengan demikian dosen di kampus harus
menyiapkan kedua kelompok mahasiswa tadi supaya mereka dapat menempuh ujian yang
sama untuk mendapatkan gelar yang sama.
Home Study. Menurut Keegan (1986) istilah home study diciptakan pada saat
para Direktur Sekolah Korespondensi mengadakan konferensi dan mendirikan asosiasi
yang disebut National Home Study Council bukannya National Correspondence Study
Council. Istilah Home Study ini hanya dipakai di Amerika Serikat dan hanya mengacu
pada pendidikan lanjutan untuk orang dewasa. Home Study bukan bagian dari universitas,
melainkan sekolah korespondensi untuk orang-orang dewasa di Amerika Serikat. Dalam
sistem ini siswa tidak harus belajar di sekolah atau di pusat pendidikan dan pelatihan.
Walaupun istilah yang dipakai home study, tetapi dalam praktiknya mahasiswanya tidak
selalu atau tidak hanya belajar di rumah saja. Biasanya sebagian bahan belajar dipelajari di
rumah, sebagian yang lain dipelajari di Pusat-pusat Sumber Belajar, di perpustakaan, di
pusat-pusat pelatihan, atau di tempat-tempat lain yang dipandang sesuai bagi mereka.
Independent Study. Istilah ini diperkenalkan oleh Charles Wedemeyer dari Universitas
Wiscounsin sebagai istilah umum untuk jenis-jenis pendidikan yang di Amerika Serikat
biasa disebut sebagai “belajar melalui korespondensi, pendidikan terbuka, pengajaran
melalui radio dan TV, atau belajar mandiri.” Sedangkan di Eropa jenis-jenis yang
disebutkan tadi digolongkan ke dalam Belajar Terbuka/Jarak Jauh.
Istilah Independent Study ini seringkali dipakai sebagai ganti istilah Belajar
Terbuka/Jarak Jauh di Amerika Serikat. Kelemahan istilah ini kadang-kadang ditafsirkan
sebagai ketidakterikatan pada lembaga pendidikan, Padahal Belajar Terbuka/Jarak Jauh itu
selalu terikat dan dikelola oleh suatu lembaga pendidikan. Di Amerika Serikat sendiri
orang seringkali ragu-ragu untuk menggunakan istilah ini sebab istilah tersebut sudah
sering dipakai sebagai pengganti istilah belajar secara individual. Memang proses belajar
dalam sistem PT/JJ seringkali dilakukan secara individual, tetapi tidak semua belajar
secara individual adalah pendidikan jarak jauh. Pada sistem belajar konvensional kadang
kala siswa diminta belajar secara individual. Tujuan dan hasil yang ingin dicapai
ditentukan melalui kontrak yang disepakati oleh dosen dan mahasiswa secara individual.

B. Penerapan Model Pembelajaran Jarak Jauh untuk Meningkatkan Kompetensi


Guru Di Sekolah
Salah satu komponen penting dalam upaya meningkatkaan mutu pendidikan
nasional adalah adanya guru yang berkualitas, profesional dan berpengetahuan. Guru,
tidak hanya sebagai pengajar, namun guru juga mendidik, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik.
Dalam menjalankan tugasnya sebagai agen pembelajaran, maka guru diharapkan
memiliki empat kompetensi dasar, yaitu kompetensi pedagogis, kompetensi sosial,
kompetensi kepribadian dan kompetensi profesional. Menurut Zamroni (2006), guru yang
profesional adalah guru yang menguasai materi pembelajaran, menguasai kelas dan
mengendalikan perilaku anak didik, menjadi teladan, membangun kebersamaan,
menghidupkan suasana belajar dan menjadi manusia pembelajar (learning person).
Selain sebagai sebuah profesi, seorang guru adalah motivator dan fasilitator
dalam transformasi IPTEK pada anak didik. Oleh karena itu, guru pada abad ke XXI
adalah seorang saintis yang menguasai ilmu pengetahuan yang ditekuninya. Sebagai
ilmuwan, guru tergolong elit intelektual. Guru bukanlah profesi kelas dua. Sebab itu, calon
guru sebaiknya adalah insan terpilih untuk jabatan profesi mulia.
Menurut Rustaman (2006) profesi guru adalah profesi “saintis plus” yang harus menguasai
IPTEK dan mampu sebagai motivator dan fasilitator. Sebagai motivator dan fasilitator
proses belajar, guru adalah seorang komunikator ulung karena ia harus mampu memberi
jiwa terhadap informasi yang diberikan oleh saran komunikasi yang super canggih.
Pasca pemberlakuan UU Guru dan Dosen, guru yang mengajar di pendidikan dasar dan
pendidikan menengah disyaratkan memiliki kualifikasi pendidikan sarjana (S-1) atau
diploma IV (D-IV). Karena itu, guru yang belum berkualifikasi sarjana diberikan
kesempatan mencapai kualifikasi minimal tersebut dalam waktu 10 tahun. Berdasarkan
data Balitbang Depdiknas (2004) guru SMA yang berkualifikasi sarjana baru 72,75
persen; guru SMK 62,16 persen; SMP 42,03 persen; SD 8,30 persen dan TK 3,88 persen.
Sisanya sekitar 1,9 juta orang belum berkualifikasi sarjana. Semakin tinggi kualitas guru
diharapkan kualitas pendidikan nasional akan meningkat. Faktanya, hingga kini kualitas
pendidikan masih sangat rendah. Menurut Shanghai Jiaotong University (2005) tak
satupun perguruan tinggi di Indonesia yang masuk rangking dalam 100 perguruan tinggi
terbaik di Asia dan Australia.
Pendidikan merupakan pilar utama dalam membangun sumber daya manusia
(SDM) berkualitas. Semakin terdidik suatu masyarakat semakin besar peluang memiliki
SDM yang berkualitas. Semakin tinggi kualitas SDM, semakin besar kesempatan untuk
meningkatkan kesejahteraan. Kuatnya kaitan antara pendidikan dengan SDM dalam
mengukur keberhasilan pembangunan SDM suatu negara diperlihatkan oleh United Nation
Development Program (UNDP).
Dalam kondisi tersebut, perlu dicari alternatif lain seperti menerapkan pendidikan
tinggi jarak jauh (PTJJ) untuk menyediakan kesempatan belajar yang lebih murah dan
pemerataan kesempatan belajar di pendidikan tinggi. Gagasan tentang universitas terbuka
dan PTJJ, virtual university, e-learning, open learning, flexible learning dan home
schooling menjadi komponen penting dalam strategi nasional dan global untuk mendidik
mahasiswa dalam jumlah besar.
Ditinjau dari metode penyampaian materi ajar dalam proses pembelajaran di
perguruan tinggi, dikenal dua model pendidikan, yaitu model pendidikan tinggi tatap muka
(konvensional) dan PTJJ. Berbeda dengan pendidikan tatap muka, pada PTJJ, dosen dan
mahasiswa dibatasi oleh jarak karena faktor geografis. Komunikasi antara dosen dan
mahasiswa lebih banyak dilakukan melalui surat, telepon, faksimili atau e-mail (Rusfidra,
2002, 2006a,b).

C. Kualitas Dalam Pembelajaran Pendidikan Terbukan dan Jarak Jauh


Negara Indonesia yang tersusun dari 17.508 buah pulau terbentang dari Sabang
sampai Merauke memiliki potensi besar dalam mengembangkan sistem PTJJ, meskipun
masih banyak sinyalemen di masyarakat bahwa PTJJ dianggap sebagai pendidikan kelas
dua. Anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar. Tuduhan lain yang agak mengusik pelaku
PTJJ adalah rendahnya mutu lulusan institusi PTJJ. Namun hal itu berhasil ditepis oleh
Selim (1989) dalam Suparman (1989). Di Australia, hasil studi Selim (1989) menunjukkan
bahwa prestasi mahasiswa PTJJ justru lebih baik dari mahasiswa perguruan tinggi
konvensional. Begitu pula temuan Sunarwan (1982), tidak terdapat perbedaan signifikan
prestasi belajar antara siswa pendidikan yang menggunakan modul dan pengajaran tatap
muka.
Meskipun memiliki beberapa keunggulan, namun sistem PTJJ yang
dikembangkan UT tak bebas dari kritik. Sebagai misal, salah satu kritik itu adalah berita di
harian Kompas (9/5/2005) yang berjudul ”Kuliah jarak jauh tidak menjamin kompetensi
guru”. Kritik terbuka Markus Wanandi (Direktur Yayasan Perkumpulan Strada, Jakarta),
terkesan mendiskreditkan UT. Markus mengaku pernah memecat seorang guru lulusan UT
yang bekerja di sekolahnya, karena tidak kompeten dalam mengajar.
Tuduhan Markus mengenai rendahnya kompetensi guru lulusan UT sangat prematur dan
dapat diperdebatkan. Perlu diketahui bahwa guru-guru yang melanjutkan pendidikan di
UT merupakan lulusan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) dan LPTK. Diasumsikan metode
belajar mengajar dan teknik pengelolaan kelas sudah mereka dapatkan di lembaga
pendidikan terdahulu. Lagi pula, guru-guru tersebut telah berpengalaman mengajar
bertahun-tahun. Oleh karena itu, tidak tepat bila Markus menyalahkan UT semata-mata.
Ketidakakuratan Markus yang lain adalah kekeliruan dalam penarikan kesimpulan.
Bagaimana mungkin hanya dari satu kasus, Markus lantas membuat kesimpulan umum.
Penarikan kesimpulan seperti itu tidak memenuhi kaidah metode ilmiah dengan metode
statistik yang sahih (Rusfidra, 2006b).
DAFTAR PUSTAKA

Aristohadi. 2008. Konsepsi Pendidikan Terbuka/Jarak jauh http://aristohadi.wordpress.com.


13 Oktober 2008, 20:48 WIB http://saina-kurtekdik.blogspot.com. 2008.
Pengembangan Model Pembelajaran Jarak Jauh. 28 Oktober 2008, 10:03 WIB
http://anakciremai.blogspot.com. 2008. 29 Oktober 2008, 10:55 WIB
http://tpers.net. 2008.
Model Pendidikan dengan Sistem Belajar Mandiri. Rusfidra. 2008.
Penerapan Model Pembelajaran Jarak Jauh untuk Meningkatkan Kompetensi Guru IPA.
http://undp.org. 29 Oktober 2008, 10:46 WIB
Sudjana, D. (2000).
Strategi Pembelajaran. Bandung : Falah Production.

Anda mungkin juga menyukai