Anda di halaman 1dari 68

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kelenjar endokrin atau kelenjar buntu adalah kelenjar yang nengirimkan hasil sekresinya
langsung ke dalam darah ang beredar dalam jaringan kelenjar tanpa melewati duktus atau
saluran dan hasil sekresinya disebut hormon.

Secara umum sistem endokrin adalah sistem yang berfungsi untuk memproduksi hormon
yang mengatur aktivitas tubuh. Terdiri atas kelenjar tiroid, kelenjar hipofisa/putuitari,
kelenjar pankreas, kelenjar kelamin, kelenjar suprarenal, kelenjar paratiroid dan kelenjar
buntu. Beberapa dari organ endokrin ada yang menghasilkan satu macam hormon
(hormon tunggal) disamping itu juga ada yang menghasilkan lebih dari satu macam
hormon atau hormon ganda misalnya kelenjar hipofise sebagai pengatur kelenjar yang
lain.

Sistem endokrin, dalam kaitannya dengan sistem saraf, mengontrol dan memadukan
fungsi tubuh. Kedua sistem ini bersama-sama bekerja untuk mempertahankan
homeostasis tubuh. Fungsi mereka satu sama lain saling berhubungan, namun dapat
dibedakan dengan karakteristik tertentu. Misalnya, medulla adrenal dan kelenjar hipofise
posterior yang mempunyai asal dari saraf (neural). Jika keduanya dihancurkan atau
diangkat, maka fungsi dari kedua kelenjar ini sebagian diambil alih oleh sistem saraf.
Bila sistem endokrin umumnya bekerja melalui hormon, maka sistem saraf bekerja
melalui neurotransmiter yang dihasilkan oleh ujung-ujung saraf. kelenjar endokrin
melepaskan sekresinya langsung ke dalam darah . Kelenjar endokrin ini termasuk hepar,
pancreas (kelenjar eksokrin dan endokrin), payudara, dan kelenjar lakrimalis untuk air
mata. Sebaliknya, Kelenjar eksokrin melepaskan sekresinya kedalam duktus pada
permukaan tubuh, sepertikulit, atau organ internal, seperti lapisan traktusintestinal.
Jika kelenjar endokrin mengalami kelainan fungsi, maka kadar hormon di dalam darah
bisa menjadi tinggi atau rendah, sehingga mengganggu fungsi tubuh.
Untuk mengendalikan fungsi endokrin, maka pelepasan setiap hormon harus diatur dalam
batas-batas yang tepat. Tubuh perlu merasakan dari waktu ke waktu apakah diperlukan
lebih banyak atau lebih sedikit hormon.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Skenario
SISTEM ENDOKRIN

Seorang wanita berusia 28tahun tinggal di daerah edemis datang ke poliklinik penyakit
dalam dengan keluhan benjolan di leher sejak lima tahun yang lalu. Dua tahun yang lalu,
penderita berobat ke puskesmas karena benjolan leher depan makin membesar , badan
panas dan nyeri, oleh dokter dikatakan kemungkinan menderita thyroiditis. Satu bulan
ini, penderita merasakan banyak keringat, suka hawa dingin, sering berdebar-debar , dan
kedua tangan gemeteran bila memegang sesuatu. Tetangganya juga memiliki anak laki-
laki usia 10 tahun menderita cretinism dan keliatan kecil . pendidikannya masih di
sekolah dasar kelas dua karena sering tidak naik kelas.

Hasil pemeriksaan didapatkan nadi 110 kali/menit dan matanya terlihat exopthalamus .
hasil pemeriksaan fisik: benjolan dileher konsistensi lunak, tidak nyeri, dan mudah
digerakkan. Hasil pemeriksaan laboratorium : TSHs < 0,005 IU/ml , FT4 = 20 pg/dl
dokter perhitungan indeks wayne dan indeks New Castel di atas normal . penderita
disarankan untuk melakukan pemeriksaan iodium radioaktif dan fine needle
aspirationbiopsy , tapi menolak disarankan untuk control rutin tiap bulan.

Setelah berobat selama satu tahun, karena benjolan tersebut dirasa mengurangi
kecantikannya penderita ingin penyakitya dioperasi. Namun setelah diberitahu bahwa
operasi dapat berefek samping berupa hypotiroid , hypoparatiroid, hyperparatiroid, dan
krisistiroid , penderita memutuskan membatalkan operasinya.
2.2 Step 1
2.2.1 Mencari Istilah yang Kurang Dimengerti
1. Tiroitis adalah radang kelenjar tiroid
2. Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang dihubungkan dengan
iritasi atau inflamasi jarring
3. Kreatinism adalah pertahanannya pertumbuhan fisik dan mental dengan
distrofi tulang dan jaringan lunak akibat tidak adanya sekresi tiroid secara
kongenital
4. Endemis adalah terdapat atau biasanya prevalen di dalam kopulasi setiap saat
5. Ekshoptalmus adalah kondisi yang mana salah satu atau kedua bola mata
menonjol keluar , hal ini disebabkan oleh pembengkakan dari jaringan halus
dalam kantung mata
6. Propranolol adalah bahan pemblok betanergik yang digunakan untuk
hipertensi , aritmia , agina pectoris, hipertensi porta
7. TSHs adalah pemeriksaan menggunakan sempel darah dilengan untuk
megukur konsentrasi thyroid stimulating hormone ( TSH dalam darah )
8. FT4 adalah pemeriksaan menggunakan sampel darah vena dilengan untuk
mengukur kosentrasi thyroine (T4) dalam bentuk bebas dalam darah
9. FT3 adalah pemeriksaan menggunakan sampel darah vena dilengan untuk
mengukur kosentrasi trilodothyronine (T3) dalam bentuk bebas dalam darah
10. Iodium radioaktif adalah suatu senyawa iodium yang banyak terkandung
didalam makanan
11. Fine needle aspirationbiopsy (FNAB) adalah suatu metode atau tindakan
pengambilan sebagian jaringan tubuh manusia dengan suatu alat aspirator
berupa jarum suntik yang bertujuan untuk membantu diagnosis berbagai
penyakit tumor
12. Antithyroid adalah obat untuk melawan fungsi tiroid khususnya pada sintesis
hormone thyroid
13. Propoitiourasil adalah obat antithyroid untuk hipertiroidisme
14. Hypotiroid adalah kondisi berkurangnya produksi hormone tiroid
15. Hypoparatiroid adalah kelainan langka berupa rendahnya jumlah hormone
paratiroid (parathyroid hormone atau PTH) yang dihasilkan didalam tubuh
16. Hyperparatiroid adalah aktivitas kelenjar paratiroid yang berlebihan kondisi
ketika kelejar paratiroid yang terletak dalam memproduksi terlalu banyak
hormone paratiroid
17. Krisistiroid adalah suatu keadaan klinis hipertiroidisme yang paling berat dan
mengancam jiwa
18. Ideks wayne da indeks new castel untuk penapisan kasus hipertiroid

2.3 Step 2
2.3.1 Identifikasi Masalah
1. Apa yang menyebabkan pasien mengalami thyroiditis ?
2. Apa yang meyebabkan pasien mengalami dalam 1 bulan ini merasakan
banyak keringat , suka hawa dingin, sering berdebar-debar dan tangan gemetar
bila memegang sesuatu ?
3. Apa yang menyebabkan anak tetangga pasien menderita cretinism dan
kelihata kecil ?
4. Apa yang menyebabkan nadi pasien meningkat (110 x/menit) ?
5. Apa yang menyebabkan mata pasien mengalami cexopthalamus?
6. Mengapa dari pemeriksaan fisik didapatkan hasil : benjolan dileher ,
konsistensi lunak ?
7. Apakah dari pemeriksaan laboratorium normal ?
8. Mengapa dokter memberikan obat antithyroid , propoiltiourasi 3x200 mg dan
propanol 3x10 mg
Bagaimana cara menghitung indeks wayne dan indeks new castel ?
9. Mengapa pasien disarankan untuk melakukan pemeriksaan iodium radioaktif
dan fine needle aspirationbiopsy ?
10. Apa yang menyebabkan operasi berefek samping hypotiroid , hypoparatiroid,
hyperparatiroid dan krisistiroid ?
2.4 Step 3
2.4.1 Analisa masalah
1. Disebabkan karena sistem kekebalan tubuh menyerang seltiroid sehingga
menyebabkan pembengkakan kelenjar tiroid yang dipilih oleh infeksi virus
2. Pada penderita tiroiditis ditandai dengan gejala sensitive terhadap panas ,
sehingga mengeluar cairan berlebihan rasa berdebar-debar diakibatkan
peningkatan kerja jantung sehingga mengakibatkan tagan tremor
3. Disebabkan karena kekurangan yodium , dan terjadi pada anak-anak yang
kekurangan hormone thyroid
4. Nadi meningkat diakibatkan karena kerja jantung meningkat , kondisi yang
memicu nadi meningkat seperti : stress panas dan efek obat tertentu
5. Disebabkan oleh pembengkakan bola mata sehingga bola mata terdorong
keluar dan disebabkan aktivitas berlebih pada kelenjar tiroid
6. Disebabkan oleh pembengkakan pada kelenjar thyroid sehingga
menimbulkan adanya massa lunak pada leher
7. Untuk hasil pemeriksaan laboratorium kemungkinan hasilnya ada beberapa
yang tidak normal
8. Karena adanya masalah pada kelenjar thyroid
9. Pemeriksaan iodium radioaktif dilakukan untuk menilai senyawa iodium
yang didalam tubuh. Pemeriksaan fine needle aspirationbiopsy dilakukan
untuk mengetahui adanya tumor untuk tidak akibat benjolan dileher pasien
10. Jika dilakukan operasi pada benjolan dileher akan mengakibatkan fungsi
kelenjar thyroid terganggu
2.5 Step 4
2.5.1 Hipotesis Masalah

Sistem endokrin

Kelenjar thyroid

Gangguan pada Pemeriksaan pada Asuhan


Anatomi dan
kelenjar thyroid kelenjar thyroid keperawatan
fisiologi
teori
thyroiditis

1. thyroiditis

2. criatinism

3. hypotiroid Pemeriksaan Pemeriksaan


fisik lab
4. hypoparatiroid

5. hyperparatiroid

6. krisistiroid
2.6 Step 5
2.6.2 Tujuan pembelajaran
1. Mahasiswa mampu memahami tentang anatomi dan fisiologi kelenjar thyroid
2. Mahasiswa mampu memahami tentang gangguan pada kelenjar thyroiditis
3. Mahasiswa mampu memahami tentang pemeriksaan pada kelenjar thyroiditis
4. Mahasiswa mampu memahami dan membuat asuhan keperawatan teori pada
thyroiditis

2.7 Step 6
2.7.1 Referensi
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI KELENJAR TIROID
1. pengertian anatomi kelenjar tiroid
Kelenjar tiroid mulai terlihat terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm,
yaitu pada akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari
lekukan faring antara branchial pouch pertama dan kedua. Dari bagian
tersebut timbul divertikulum, yang kemudian membesar, tumbuh ke arah
bawah mengalami decencus dan akhirnya melepaskan diri dari faring.
Sebelum lepas, berbentuk sebagai duktus tiroglosus, yang berawal dari
foramen sekum di basis lidah. Pada umumnya duktus ini akan
menghilang setelah dewasa, tetapi pada beberapa keadaan masih
menetap, atau terjadi kelenjar disepanjang jalan ini, yaitu antara letak
kelenjar yang seharusnya dengan basis lidah. Dengan demikian sebagai
kegagalan desensus atau menutupnya duktus akan ada kemungkinan
terbentuk kelenjar tiroid yang abnormal , persistensi duktus tiroglosus,
tiroid lingual, tiroid servikal, sedangkan desensus yang terlalu jauh akan
memberikan tiroid substernal. Branchial pouch keempat pun ikut
membentuk bagian kelenjar tiroid dan merupakan asal sel-sel
parafolikuler atau sel C yang memproduksi kalsitonin

Kelenjar tiroid terletak di bagian bawah leher, terdiri atas dua lobus, yang
dihubungkan oleh ismus sehingga bentukya menyerupai kupu-kupu atau
huruf H, dan menutupi cincin trakea 2 dan 3. Pada usia dewasa berat
kelenjar ini kira-kira 20 gram. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar
ini pada fasia pretrakea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu
diikuti dengan gerakan terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat inilah
yang digunakan di klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan di
leher berhubungan dengan kelenjar tiroid atau tidak. Pengaliran darah ke
kelenjar berasal dari a. Tiroidea superior dan a. Tiroidea inferior.
Ternyata setiap folikel tiroid diselubungi oleh jala-jala kapiler, dan jala-
jala limfatik, sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular.
Pembuluh getah bening kelenjar tiroid berhubungan secara bebas dengan
pleksus trakealis. Selanjutnya dari pleksus ini kearah nodus prefaring
yang tepat berada diatas ismus serta ke kelenjar getah bening pretrakealis,
sebagian lagi bermuara di kelenjar getah bening brakiosefalikus.
Hubungan getah bening ini penting untuk menduga penyebaran
keganasan yang berasal dari tiroid.

2. Fungsi kelenjar tiroid


Fungsi utama dari kelenjar tiroid adalah untuk memproduksi hormon
yang dapat mengatur kecepatan metabolisme tubuh. Karena berhubungan
dengan proses metabolisme tubuh, maka kelenjar tiroid akan
mempengaruhi banyak proses vital yang terjadi di dalam tubuh, beberapa
proses tersebut antara lain adalah :
a. Peningkatan denyut jantung, curah jantung dan laju pernapasan
seseorang
b. Peningkatan konsumsi oksigen dan tingkat pengeluaran energi tubuh
c. Meningkatkan penyerapan glukosa oleh usus dan meningkatkan
produksi glukosa oleh hati
d. Penting untuk portumbuhan dan pematangan sistem saraf pusat.
e. Mempengaruhi siklus menstruasi seseorang
3. Struktur dan bagian kelenjar tiroid

Kelenjar tiroid dapat terbagi menjadi dua lobus, yaitu lobus kiri dan lobus
kanan. Struktur yang menghubungkan kedua lobus ini disebut isthmus.
Masing masing lobus panjangnya sekitar 5 cm, lebar sekitar 3 cm dan
memiliki ketebalan sekitar 2 cm, sedangkan isthmusnya memiliki
panjang dan lebar sekitar 1,25 cm

Jika diamati lebih lanjut secara mikroskopik, ada beberapa struktur


penyusun kelenjar tiroid. 3 struktur penyusun utamanya adalah :
a. Folikel Tiroid
Folikel tiroid adalah kumpulan sel kecil yang diameternya antara
0,02 sampai 0,9 mm. Folikel tiroid ini merupakan komponen utama
untuk menjalankan fungsi tiroid. Folikel tiroid memiliki banyak
pembuluh darah, pembuluh saraf dan pembuluh limfe yang
mengelilingi intinya. Inti dari folikel tiroid ini merupakan protein
prekursor hormon tiroid yang kita sebut dengan thyroglobullin.

b. Sel Folikular
Inti dari folikel tiroid diselimuti oleh lapisan sel yang disebut
follicular sel. Ketika distimulasi oleh Thyroid Stimulating Hormon
(TSH), maka mereka akan mesekresikan hormon tiroid T3 dan T4.
Bentuk dari follicular sel bermacam macam tergantung dari
keaktifannya, ada yang berbentuk datar, kuboid, atau kolumnar.

c. Sel Parafolikular
Sel parafolikular atau juga yang sering disebut dengan “sel C”,
merupakan sel minoritas yang memproduksi kalsitonin. Kalsitonin
ini berperan dalam homeostasis kalsium.

4. Mekanisme kerja kelenjar tiroid dalam mekanisme hormone

Kelenjar tiroid memerlukan yodium untuk mensekresikan hormon tiroid


dalam skala yang normal. Yodium diperlukan sebagai bahan dasar untuk
membuat hormon tiroid. Tubuh memiliki mekanisme unik untuk
menyesuaikan kadar hormon tiroid dalam tubuh. Awalnya Hipotalamus
akan menghasilkan Tyrotropin Releasing Hormone yang akan
merangsang kelenjar hipofisis (pituitari) mengeluarkan Thyroid
Stimulating Hormone (TSH). Sesuai dengan namanya TSH berfungsi
untuk menstimulasi kelenjar tiroid untuk mensekresikan hormon tiroid
dalam darah. Penting untuk menjaga keseimbangan hormon tiroid dalam
tubuh, Keadaan tubuh dimana tidak memiliki hormon tiroid yang cukup
disebut hipotiroid, sedangkan keadaan dimana tubuh memiliki terlalu
banyak hormon tiroid disebut hipertioid.

Kelenjar tiroid menggunakan yodium dari makanan untuk membuat dua


hormon utama, yaitu:Triiodothyronine (T3)Tiroksin (T4)Hormon T3 dan
T4 dikeluarkan oleh kelenjar tiroid kemudian mengikuti aliran darah
untuk mencapai hampir setiap sel dalam tubuh. Hormon ini akan
mengatur kecepatan kerja dan metabolisme sel-sel. Misalnya, T3 dan T4
mengatur detak jantung dan seberapa cepat makanan diproses usus. Jadi
ketika T3 dan T4 kadarnya rendah, detak jantung bisa lebih lambat dari
biasanya, dan pengaruhnya terhadap pencernaan adalah sembelit dan
meningkatnya berat badan. Jika T3 dan T4 kadarnya tinggi, maka detak
jantung bisa lebih cepat dan pengaruhnya pada pencernaan adalah diare
dan penurunan berat badan. Oleh karena itu, sangatlah penting agar T3
dan T4 berada dalam kadar/tingkat yang tidak terlalu tinggi atau terlalu
rendah. Dua kelenjar yang ada di otak, hipotalamus dan hipofisis
(pituitari) berkomunikasi untuk menjaga T3 dan T4 agar selalu
seimbang.Hipotalamus menghasilkan TSH Releasing Hormone (TRH)
yang memberikan sinyal kepada hipofisis agar menghasilkan hormon
thyroid stimulating hormone (TSH) yang fungsinya untuk memberitahu
kelenjar tiroid agar memproduksi hormon T3 dan T4 lebih banyak atau
leih sedikit sesuai kebutuhan tubuh.Ketika T3 dan T4 kadarnya rendah
dalam darah, maka kelenjar pituitari akan melepaskan lebih banyak TSH
untuk memberitahu kelenjar tiroid agar menghasilkan hormon tiroid yang
lebih banyak. Namun, apabila T3 dan T4 kadarnya sudah tinggi, maka
hipofisis akan mengurangi pengeluaran TSH agar kelenjar tiroid
memperlambat produksi hormon tiroid. Begitu seterusnya sehingga
terjadi keseimbangan.

Jika terjadi ketidakseimbangan, maka terjadilah masalah atau penyakit,


baik karena rendahnya kadar hormon tiroid (Hipotiroid) ataupun karena
tingginya kadar hormon tiroid (hipertiroid) yang ditandai dengan gejala-
gejala sebagai berikut:Gejala Hipotiroid (hormon tiroid rendah) Kesulitan
tidur Kelemahan dan kelelahan Kesulitan berkonsentrasi Kulit dan
rambut kering depresi Sensitif terhadap suhu dingin Menstruasi sering,
atau pendarahan banyak nyeri sendi dan otot Gejala Hipertiroid (hormon
tiroid tinggi)Kegelisahan Lekas marah atau kemurungan Gugup,
hiperaktif Berkeringat atau sensitif terhadap suhu tinggi (gampang
gerah)Tangan gemetar (tremor) Rambut rontok Menstruasi telat atau
darah haid sedikit.

Ada dua bentuk hormon tiroid yang dapat ditemukan dalam tubuh, yaitu :

a. Tiroksin (T4)

Tiroksin merupakan hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang


memiliki efek ringan terhadap kecepatan metabolisme tubuh secara
langsung. Di dalam hati dan beberapa organ lain, T4 akan dirubah
menjadi T3 agar kerjanya lebih efektif dan efisien.

b. Tri-iodothyronin (T3)

Tri-iodothyronin merupakan bentuk aktif dari Tiroksin. T3 ini


merupakan bentuk aktif dari Tiroksin (T4) yang kerjaya lebih cepat,
efektif dan efisine. Perubahan T4 menjadi T3 terjadi di dalam hati dan
beberapa organ lain

Selain 2 hormon tersebut, kelenjar tiroid juga memproduksi hormon


kalsitonin, yaitu hormon yang berfungsi untuk mengatur kadar
kalsium dalam darah. Sel yang bertanggung jawab untuk produksi ini
adalah parafolikular sel. Kalsitonin dapat menurunkan pelepasan
protein dari tulang dengan menurunkan aktivitas osteoklas di tulang
tersebut

5. Fisiologi kelenjar tiroid

Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid, yang mengendalikan


kecepatan metabolisme tubuh. Hormon tiroid mempengaruhi kecepatan
metabolisme tubuh melalui 2 cara :

a. Merangsang hampir setiap jaringan tubuh untuk menghasilkan protein


b. Meningkatkan jumlah oksigen yang digunakan oleh sel

Jika sel-sel bekerja lebih keras, maka organ tubuh akan bekerja lebih
cepat. Untuk menghasilkan hormon tiroid, kelenjar tiroid memerlukan
iodium yaitu elemen yang terdapat di dalam makanan dan air. Iodium
diserap oleh usus halus bagian atas dan lambung, dan kira-kira sepertiga
hingga setengahnya ditangkap oleh kelenjar tiroid, sedangkan sisanya
dikeluarkan lewat air kemih. Hormon tiroid dibentuk melalui penyatuan
satu atau dua molekul iodium ke sebuah glikoprotein besar yang disebut
tiroglobulin yang dibuat di kelenjar tiroid dan mengandung asam amino
tirosin. Kompleks yang mengandung iodium ini disebut iodotirosin.

Pembentukan dan Sekresi Hormon Tiroid Ada 7 tahap, yaitu:

1. Trapping
Proses ini terjadi melalui aktivitas pompa iodida yang terdapat pada
bagian basal sel folikel. Dimana dalam keadaan basal, sel tetap
berhubungan dengan pompa Na/K tetapi belum dalam keadaan aktif.
Pompa iodida ini bersifat energy dependent dan membutuhkan ATP.
Daya pemekatan konsentrasi iodida oleh pompa ini dapat mencapai
20-100 kali kadar dalam serum darah. Pompa Na/K yang menjadi
perantara dalam transport aktif iodida ini dirangsang oleh TSH.
2. Oksidasi
Sebelum iodida dapat digunakan dalam sintesis hormon, iodida
tersebut harus dioksidasi terlebih dahulu menjadi bentuk aktif oleh
suatu enzim peroksidase. Bentuk aktif ini adalah iodium. Iodium ini
kemudian akan bergabung dengan residu tirosin membentuk
monoiodotirosin yang telah ada dan terikat pada molekul
tiroglobulin (proses iodinasi). Iodinasi tiroglobulin ini dipengaruhi
oleh kadar iodium dalam plasma. Sehingga makin tinggi kadar
iodium intrasel maka akan makin banyak pula iodium yang terikat
sebaliknya makin sedikit iodium di intra sel, iodium yang terikat
akan berkurang sehingga pembentukan T3 akan lebih banyak
daripada T4.

3. Coupling
Dalam molekul tiroglobulin, monoiodotirosin (MIT) dan
diiodotirosin (DIT) yang terbentuk dari proses iodinasi akan saling
bergandengan (coupling) sehingga akan membentuk triiodotironin
(T3) dan tiroksin (T4). Komponen tiroglobulin beserta tirosin dan
iodium ini disintesis dalam koloid melalui iodinasi dan kondensasi
molekul tirosin yang terikat pada ikatan di dalam tiroglobulin.
Tiroglobulin dibentuk oleh sel-sel tiroid dan dikeluarkan ke dalam
koloid melalui proses eksositosis granula

4. Penimbunan (storage)
Produk yang telah terbentuk melalui proses coupling tersebut
kemudian akan disimpan di dalam koloid. Tiroglobulin (dimana di
dalamnya mengandung T3 dan T4), baru akan dikeluarkan apabila
ada stimulasi TSH.
5. Deiodinasi
Proses coupling yang terjadi juga menyisakan ikatan iodotirosin.
Residu ini kemudian akan mengalami deiodinasi menjadi
tiroglobulin dan residu tirosin serta iodida. Deiodinasi ini
dimaksudkan untuk lebih menghemat pemakaian iodium.

6. Proteolisis
TSH yang diproduksi oleh hipofisis anterior akan merangsang
pembentukan vesikel yang di dalamnya mengandung tiroglobulin.
Atas pengaruh TSH, lisosom akan mendekati tetes koloid dan
mengaktifkan enzim protease yang menyebabkan pelepasan T3 dan
T4 serta deiodinasi MIT dan DIT.

7. Pengeluaran hormon dari kelenjar tiroid (releasing)


Proses ini dipengaruhi TSH. Hormon tiroid ini melewati membran
basal dan kemudian ditangkap oleh protein pembawa yang telah
tersedia di sirkulasi darah yaitu Thyroid Binding Protein (TBP) dan
Thyroid Binding Pre Albumin (TBPA). Hanya 0,35% dari T4 total
dan 0,25% dari T3 total yang berada dalam keadaan bebas. Ikatan T3
dengan TBP kurang kuat daripada ikatan T4 dengan TBP. Pada
keadaan normal kadar T3 dan T4 total menggambarkan kadar
hormon bebas. Namun dalam keadaan tertentu jumlah protein
pengikat bisa berubah. Pada seorang lansia yang mendapatkan
kortikosteroid untuk terapi suatu penyakit kronik cenderung
mengalami penurunan kadar T3 dan T4 bebas karena jumlah protein
pembawa yang meningkat. Sebaliknya pada seorang lansia yang
menderita pemyakit ginjal dan hati yang kronik maka kadar protein
binding akan berkurang sehingga kadar T3 dan T4 bebas akan
meningkat.
Sel-sel sasaran untuk hormon tiroid adalah hampir semua sel di
dalam tubuh. Efek primer hormon tiroid adalah:
a. Merangsang laju metabolik sel-sel sasaran dengan
meningkatkan metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat.
b. Merangsang kecepatan pompa natrium-kalium di sel sasaran
Kedua fungsi bertujuan untuk meningkatkan penggunaan energi
oleh sel,terjadi peningkatan laju metabolisme basal, pembakaran
kalori, dan peningkatan produksi panas oleh setiap sel
c. Meningkatkan responsivitas sel-sel sasaran terhadap
katekolamin sehingga meningkatkan frekuensi jantung
d. meningkatkan responsivitas emosi
e. Meningkatkan kecepatan depolarisasi otot rangka, yang
meningkatkan kecepatan kontraksi otot rangka
f. Hormon tiroid penting untuk pertumbuhan dan perkembangan
normal semua sel tubuh dan dibutuhkan untuk fungsi hormon
pertumbuhan pengaturan Faal Tiroid

Ada 3 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid :

1. TRH (Thyrotrophin Releasing Hormone)


Hormon ini merupakan tripeptida, yang telah dapat disintesis,
dan dibuat di hipotalamus. TRH menstimulasi keluarnya
prolaktin, kadang-kadang juga Follicle Stimulating Hormone
(FSH) dan Luteinizing Hormone (LH)

2. TSH ( Thyroid Stimulating Hormone)


TSH yang masuk dalam sirkulasi akan mengikat reseptor di
permukaan sel tiroid (TSH-Reseptor-TSH-R) dan terjadilah efek
hormonal sebagai kenaikan trapping, peningkatan iodinasi,
coupling, proteolisis sehingga hasilnya adalah produksi hormon
meningkat.
3. Umpan balik sekresi hormone
Kedua hormon ini mempunyai efek umpan balik di tingkat
hipofisis. T3 selain berefek pada hipofisis juga pada tingkat
hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipofisis
terhadap rangsangan TRH.

B. Gangguan Pada Kelenjar Tyroid


A). Tyroiditis
1. Pengertian
Tiroiditis adalah suatu peradangan pada kelenjar tiroid yang
menyebabkan hipertiroidisme sementara yang sering kali diikuti
oleh hipotiroiditis sementara atau sama sekali tidak terjadi
perubahan dalam fungsi tiroid.
Tiroiditis merupakan inflamasi kelenjar tiroid. Keadaan ini bisa
bersifat akut, sub akut atau kronis. Masing-masing tipe tiroiditis
ditandai oleh inflamasi, fibrosis atau implemantasi limfotik pada
kelenjar tiroid.

2. Klasifikasi
a. Tiroiditis Akut
Merupakan kelainan langka yang disebabkan oleh infeksi
bakteri, jamur, mikrobakteri atau parasit pada kelenjar tiroid.
Stapilokokus aureus atau jenis stafilokokus lain merupakan
penyebab yang paling sering dijumpai. Secara khas, penyakit
ini menyebabkan nyeri serta pembengkakan leher pada bagian
anterior, panas, disfagia, dan dispocia. Faringitis atau gejala
sakit leher sering ditemukan. Pemeriksaan dapat menunjukkan
rasa hangat, eritema (kemerahan) dan nyeri tekan pada kelenjar
tiroid. Tetapi tiroiditis akut mencakup pemberian preperat
antibiotik dan penggantian cairan. Tindakan insisi dan drainase
diperlukan jika terdapat abses.

b. Tiroiditis Sub Akut


Tiroiditis Sub Akut dapat berupa tiroiditis garanula matosa sub
akut (tiroiditis de quervam) atau tiroiditis tanpa nyeri (silent
thiroiditis atau tiroiditis limpfositik sub akut). Tiroiditis
granulomatosa sub akut merupakan kelainan inflamasi pada
kelenjar tiroid yang terutama mennterang wanita berusia antara
40 hingga 50 tahun. Kelainan ini ditemukan sebagai
pembengkakan yang nyeri pada leher bagian anterior, dan
berlangsung selama 1atau 2 bulan dan kemudian menghilang
spontan tanpa gejala sisa. Tiroiditis ini sering terjadi setelah
infeksi respiratorius. Kelenjar tiroid membesar secra simetris
dan kadang-kadang terasa nyeri. Kulit diatasnya sering tampak
kemerah dan terasa hangat. Pasien merasa sulit menelan dan
mengalami gangguan rasa nyaman, iritabilitas, kegelisahan
insomnia dan penurunan berat badan yang kesemuanya
merupakan manifestasi dari hipertiroidisme sering dijumpai,
dan banyak pasien juga merasakan gejala demam serta
menggigil. Tiroiditis tanpa nyeri (tiroiditis limposifik sub akut)
sering terjadi pada periode pasca partus dan diperkirakan
disebabka oleh autoimun. Gejala hipertiroidisme atau
hipertiroidisme mungkin saja timbul, tetapi ditunjukkan untuk
menangani gejala dan pemeriksaan tindak lanjut yang
dilakukan setahun sekali perlu dianjurkan untuk menentukan
apakah pasien memerlukan terapi guna mengatasi
hipertiroidisma.
c. Tiroiditis kronis (tiroiditis hashimoto)
Tiroiditis kronis yang paling sering dijumpai pada wanita
berusia 30 hingga 50 tahun diberi nama penyakit hashimoto
atau tiroiditis limfosik kronis. Penegakan diagnostiknya
dilakukan berdasarkan gambaran histopatologis kelenjar tiroid
yang mengalami inflamasi. Berbeda dengan tiroiditis akut,
bentuk yang kronis ini biasanya tidak disertai nyeri, gejala
penekanan ataupun rasa panas, aktifitas kelenjar tiroid biasaya
normal atau rendah dan bukan meningkat.

3. Etiologi
Etiologi dari tiroiditis dibagi berdasarkan klasifikasi:
a. Tiroiditis subakut
Yang jelas sampai sekarang tidak diketahui, pada umumnya
diduga oleh virus. Pada beberapa kasus dijumpai antibody
autoimun.

b. Tiroiditis akut supuratif


Kuman penyebab biasanya stafhylococcus aureus,
stafhylocaccus hemolyticus dan pneumococcus. Infeksi dapat
terjadi melalui aliran darah, penyebaran langsung dari
jaringan sekitarnya, saluran getah bening, trauma langsung
dan duktuk tiroglosus yang persisten, kelainan yang terjadi
dapat disertai terbentuknya abses atau tanpa abses. Abses ini
dapat menjurus ke mediastinum, bahkan dapat pecah ke
trakea dan esophagus.

c. Tiroiditis hashimoto
Untuk alasan yang tidak diketahui, tubuh melawan dirinya
sendiri dalam suatu reaksi autoimun,
membentuk antibodi yang menyerang kelenjar tiroid.
Penyakit ini 8 kali lebih sering terjadi pada wanita dan bisa
terjadi pada orang-orang yang memiliki
kelainan kromosom tertentu, seperti sindroma Turner,
sindroma Down dan sindroma Kleinefelter.

d. Tiroiditis limfosotik laten


Penyebabnya tidak diketahui. Terjadi
penyusupan limfosit (sejenis sel darah putih) ke dalam
kelenjar tiroid.

4. Tanda Dan Gejala


Tergantung pada ciri-cirinya, gejala tiroiditis dapat meniru tiroid
kurang aktif atau terlalu aktif. Gejala-gejala ini bisa meliputi:
a. Penurunan atau kenaikan berat badan yang tidak diketahui
penyebabnya
b. Nyeri otot atau rasa lesu dan lemah
c. Depresi, gelisah atau cemas
d. Kelelahan atau sulit tidur
e. Detak jantung cepat
f. Sering buang air besar
g. Keringat bertambah
h. Periode menstruasi tidak teratur(pada wanita)
i. Iritabilitas
j. Kram otot
k. Berat badan menurun

5. Penatalaksanaan
Tujuan terapi adalah mengembalikan inflamasi. Secara umum,
preparat anti-inflamasi konsteroid (NSAID) digunakan untuk
menguirangi rasa sakit pada leher, panggunaan asam asetil
salisilat (aspirin) perlu dihindari bila gejala hipertiroidisme
timbul, karena aspirin akan mengusir hormon tiroid dari tempat
penyikatannya hingga meningkatkan jumlah hormon tersebut
dalam darah. Preparat penyekat beta dapat digunakan untuk
mengendalikan gejala hipertiroidisme. Preparat antitiroid yg akan
menyekat sintetis T3 dan T4 efektif untuk mengobati tiroiditis
karena tirotoksikosis, yang menyertai keadaan ini, terjadi akibat
pelepasan hormon tiroid yang tersimpan dan bukan akibat
peningkatan siufesisunya, pada kasus-kasus yang lebih berat,
preparat kortikostroid oral kadang-kadang dapat diresepkan untuk
meredakan rasa nyeri dan mengurangi pembengkakan.

Meskipun demikian, preparat tersebut biasanya tidak


mempengaruhi penyebab yang mendasari infeksi ini. Pada
sebagian kasus, keadaan hipertiroidisme dapat terjadi untuk
sementara waktu dan memerlukan terapi penggantian dengan
hormon tiroid. Pemantauan lebih lanjut diperlukan untuk lebih
lanjut diperlukan untuk mengetahui pulihnya pasien pada keadaan
eutiroid.

Aspirin atau obat anti peradangan non-steroid lainnya (misalnya


ibuprofen) bisa mengurangi nyeri dan peradangan.

Pada kasus yang sangat berat, bisa diberikan kortikosteroid


(misalnya prednison) selama 6-8 minggu. Jika pemberian
kortikosteroid dihentikan, gejalanya sering kembali muncul.

6. Pemeriksaan penunjang
a. T4 dan T3 serum
b. Tiroksin bebas
c. Kadar TSH serum
d. Ambilan isodium radioskopi
Pemeriksaan fungsi tiroid dapat dilakukan pada tingkat
hipotalamus, hipofise, tiroid, serum atau jaringan
perifer.Pemeriksaan yang paling sering dilakukan adalah
pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum dan T3 resin uptake.
Pemeriksaan T3 resin uptake dilakukan untuk menilai perubahan
konsentrasi protein serum yang dapat merubah ikatan T3 dan T4,
T4 merupakan hormon yang lebih poten. Perubahan tiroxine-
binding globulin (TBG) dan prealbumin dapat merubah
konsentrasi T4 bebas, dan sedikit merubah T3.

Peningkatan kadar  T4 biasanya sesuai dengan keadaan klinis


hipertiroid berat, sedangkan pemeriksaan T3 lebih sensitif dalam
menentukan hipertiroid ringan. Radioimmunoassay TSH dan tes
stimulasi dapat membantu membedakan hipertiroid primer dan
sekunder. Pemeriksaan nodul tiroid mungkin memerlukan biopsi
jarum dan eksplorasi bedah.

7. Komplikasi
a. Hipotiroidisme & Hipertiroidisme
b. Kerusakan pita suara (bisu)
c. DM tipe 1
d. Penyakit Addison
e. Leukemia
f. Sklerosis multiple
g. Kanker gastrik
B). Hipotiroid
1. Definisi
Hipotiroid adalah suatu kondisi yang dikarakteristikan oleh
produksi hormon tiroid yang rendah. Ada banyak kekacauan-
kekacauan yang berakibat pada hipotiroid. Kekacauan-
kekacauan ini mungkin langsung atau tidak langsung
melibatkan kelenjar tiroid. Karena hormon tiroid
mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan banyak
proses-proses sel, hormon tiroid yang tidak memadai
mempunyai konsekuensi-konsekuensi yang meluas untuk
tubuh.

2. Etiologi
Hipotiroid adalah suatu kondisi yang sangat umum.
Diperkirakan bahwa 3% sampai 5% dari populasi mempunyai
beberapa bentuk hipotiroid. Kondisi yang lebih umum terjadi
pada wanita dari pada pria dan kejadian-kejadiannya
meningkat sesuai dengan umur.

Dibawah adalah suatu daftar dari beberapa penyebab-penyebab


umum hipotiroid pada orang-orang dewasa diikuti oleh suatu
diskusi dari kondisi-kondisi ini :
a) Hashimoto's thyroiditis
b) Lymphocytic thyroiditis (yang mungkin terjadi setelah
hipertiroid)
c) Penghancuran tiroid (dari yodium ber-radioaktif atau
operasi)
d) Penyakit pituitari atau hipotalamus
e) Obat-obatan
f) Kekurangan yodium yang berat
3. Jenis-Jenis Hipotiroid
Lebih dari 95% penderita hipotiroid mengalami hipotiroid primer
atau tiroidal yang mengacu kepada disfungsi kelenjar tiroid itu
sendiri. Apabila disfungsi tiroid disebabkan oleh kegagalan
kelenjar hipofisis, hipotalamus atau keduanya hipotiroid sentral
(hipotiroid sekunder) atau pituitaria. Jika sepenuhnya disebabkan
oleh hipofisis hipotiroid tersier
1. Primer
Goiter : Tiroiditis Hashimoto, fase penyembuhan setelah
tiroiditis, defisiensi yodium
Non-goiter : destruksi pembedahan, kondisi setelah pemberian
yodium radioaktif atau radiasi eksternal, agenesis, amiodaron.

2. Sekunder: kegagalan hipotalamus (↓ TRH, TSH yang


berubah-ubah, ↓ T4 bebas) atau kegagalan pituitari (↓ TSH, ↓
T4 bebas)

4. Gejala-Gejala Hipotiroid
Gejala-gejala hipotiroid adalah seringkali tidak kelihatan. Mereka
tidak spesifik (yang berarti mereka dapat meniru gejala-gejala dari
banyak kondisi-kondisi lain) dan adalah seringkali dihubungkan
pada penuaan. Pasien-pasien dengan hipotiroid ringan mungkin
tidak mempunyai tanda-tanda atau gejala-gejala. Gejala-gejala
umumnya menjadi lebih nyata ketika kondisinya memburuk dan
mayoritas dari keluhan-keluhan ini berhubungan dengan suatu
perlambatan metabolisme tubuh.
Gejala-gejala umum sebagai berikut:
a) Kelelahan
b) Depresi
c) Kenaikkan berat badan
d) Ketidaktoleranan dingin
e) Ngantuk yang berlebihan
f) Rambut yang kering dan kasar
g) Sembelit
h) Kulit kering
i) Kejang-kejang otot
j) Tingkat-tingkat kolesterol yag meningkat
k) Konsentrasi menurun
l) Sakit-sakit dan nyeri-nyeri yang samar-samar
m) Kaki-kaki yang bengkak
n) Ketika penyakit menjadi lebih berat, mungkin ada bengkak-
bengkak disekeliling mata, suatu denyut jantung yang
melambat, suatu penurunan temperatur tubuh, dan gagal
jantung. Dalam bentuknya yang amat besar, hipotiroid yang
berat mungkin menjurus pada suatu koma yang mengancam
nyawa (miksedema koma). Pada seorang yang mempunyai
hipotiroid yang berat, suatu miksedema koma cenderung
dipicu oleh penyakit-penyakit berat, operasi, stres, atau luka
trauma.
o) Kondisi ini memerlukan opname (masuk rumah sakit) dan
perawatan segera dengan hormon-hormon tiroid yang
diberikan melalui suntikan di diagnosis secara benar,
hipotiroid dapat dengan mudah dan sepenuhnya dirawat
dengan penggantian hormon tiroid. Pada sisi lain, hipotiroid
yang tidak dirawat dapat menjurus pada suatu pembesaran
jantung (cardiomyopathy), gagal jantung yang memburuk,
dan suatu akumulasi cairan sekitar paru-paru (pleural
effusion).
5. Patofisiologi
Hipotiroid dapat disebabkan oleh gangguan sintesis hormon tiroid
atau gangguan pada respon jaringan terhadap hormon tiroid.
Sintesis hormon tiroid diatur sebagai berikut :
a) Hipotalamus membuat Thyrotropin Releasing Hormone (TRH)
yang merangsang hipofisis anterior.
b) Hipofisis anterior mensintesis thyrotropin (Thyroid Stimulating
Hormone = TSH) yang merangsang kelenjar tiroid.
c) Kelenjar tiroid mensintesis hormon tiroid (Triiodothyronin =
T3 danTetraiodothyronin = T4 = Thyroxin) yang merangsang
metabolisme jaringan yang meliputi: konsumsi oksigen,
produksi panas tubuh, fungsi syaraf, metabolisme protrein,
karbohidrat, lemak, dan vitamin-vitamin, serta kerja daripada
hormon-hormon lain.
Hipotiroid dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis,
atau hipotalamus. Apabila disebabkan oleh malfungsi kelenjar
tiroid, maka kadar HT yang rendah akan disertai oleh peningkatan
kadar TSH dan TRH karena tidak adanya umpan balik negatif oleh
HT pada hipofisis anterior dan hipotalamus.

Apabila hipotiroid terjadi akibat malfungsi hipofisis, maka kadar


HT yang rendah disebabkan oleh rendahnya kadar TSH. TRH dari
hipotalamus tinggi karena tidak adanya umpan balik negatif baik
dari TSH maupun HT. Hipotiroid yang disebabkan oleh malfungsi
hipotalamus akan menyebabkan rendahnya kadar HT, TSH, dan
TRH

6. Gambaran Klinis
a) Kelambanan, perlambatan daya pikir, dan gerakan yang
canggung lambat
b) Penurunan frekuensi denyut jantung, pembesaran jantung
(jantung miksedema), dan penurunan curah jantung.
c) Pembengkakkan dan edema kulit, terutama di bawah mata
dan di pergelangan kaki.
d) Penurunan kecepatan metabolisme, penurunan kebutuhan
kalori, penurunan nafsu makan dan penyerapan zat gizi dari
saluran cema
e) Konstipasi
f) Perubahan-perubahan dalam fungsi reproduksi
g) Kulit kering dan bersisik serta rambut kepala dan tubuh yang
tipis dan rapuh

7. Pemeriksaan Diagnostik
a) Untuk mendiagnosis hipotiroidisme primer, kebanyakan
dokter hanya mengukur jumlah TSH (Thyroid-stimulating
hormone) yang dihasilkan oleh kel. hipofisis.
b) Level TSH yang tinggi menunjukkan kelenjar tiroid tidak
menghasilkan hormon tiroid yg adekuat (terutama tiroksin(T4)
dan sedikit triiodotironin(fT3).
c) Tetapi untuk mendiagnosis hipotiroidisme sekunder dan tertier
tidak dapat dgn hanya mengukur level TSH.
d) Oleh itu, uji darah yang perlu dilakukan (jika TSH normal dan
hipotiroidisme masih disuspek), sbb:
1. free triiodothyronine (fT3)
2. free levothyroxine (fT4)
3. total T3
4. total T4
5. 24 hour urine free T3
8. Penatalaksanaan Medis dan Komplikasi
Koma miksedema adalah situasi yang mengancam nyawa yang
ditandai oleh eksaserbasi (perburukan) semua gejala hipotiroidisme
termasuk hipotermi tanpa menggigil, hipotensi, hipoglikemia,
hipoventilasi, dan penurunan kesadaran hingga koma. Kematian
dapat terjadi apabila tidak diberikan HT dan stabilisasi semua
gejala. Dalam keadaan darurat (misalnya koma miksedem),
hormon tiroid bisa diberikan secara intravena.

Hipotiroidisme diobati dengan menggantikan kekurangan hormon


tiroid, yaitu dengan memberikan sediaan per-oral (lewat mulut).
Yang banyak disukai adalah hormon tiroid buatan T4. Bentuk yang
lain adalah tiroid yang dikeringkan (diperoleh dari kelenjar tiroid
hewan).

Pengobatan pada penderita usia lanjut dimulai dengan hormon


tiroid dosis rendah, karena dosis yang terlalu tinggi bisa
menyebabkan efek samping yang serius. Dosisnya diturunkan
secara bertahap sampai kadar TSH kembali normal. Obat ini
biasanya terus diminum sepanjang hidup penderita. Pengobatan
selalu mencakup pemberian tiroksin sintetik sebagai pengganti
hormon tiroid. Apabila penyebab hipotiroidism berkaitan dengan
tumor susunan saraf pusat, maka dapat diberikan kemoterapi,
radiasi, atau pembedahan.
C). Hipoparatiroidisme
1. Definisi
Hipoparatiroidisme adalah suatu ketidakseimbangan
metabolisme kalsium dan fosfat yang terjadi karena produksi
hormon paratiroid yang kurang sehingga menyebabkan
hipokalsemia (Kowalak, 2011). Hipoparatyroidisme adalah
hiposekresi kelenjar paratyroid yang menimbulkan syndroma
berlawanan dengan hiperparatyroid, konsentrasi kalsium
rendah tetapi phosfatnya tinggi dan bisa menimbulkan tetani
akibat dari pengangkatan atau kerusakan kelenjar paratyroid
(Kowalak, 2011).

2. Etiologi Hipoparatiroidisme
Hipoparatiroidisme dapat bersifat akut atau kronis dan bisa
diklasifikasikan sebagai kelainan idiopatik atau didapat
(akuisitas). Keadaan yang mungkin menyebabkan
hipoparatiroidisme meliputi:
a. Pankreatitis akut atau malabsorbsi 
b. Gagal ginjal 
c. Osteomalasia 
d. Gangguan genetik autoimun atau kondisi konginetal tidak
adanya kelenjar paratiroid (idiopatik) 
e. Secara tidak sengaja terjadi pengangkatan atau cedera
kelenjar paratiroid (idiopatik) ketika dilakukan tiroidektomi
atau pembedahan leher lain atau kadang-kadang radiasi
yang masif pada kelenjar paratiroid (akuisitas) 
f. Infark iskemik kelenjar paratiroid selama pembedahan,
amiloidosis, neoplasma, atau trauma (akuisitas) 
g. Kerusakan sintesis dan pelepasan hormon akibat
hipomaknesemia, supresif fungsi kelenjar yang normal
akibat hiperkalsemia, dan keterlambatan maturasi fungsi
paratiroid (akuisitas).

3. Patofisiologi Hipoparatiroidisme
Gejala hipoparatiroidisme disebabkan oleh defisiensi
parathormon yang menyebabkan kenaikkan kadar fosfat
darah (hiperfosfatemia) dan penurunan konsentrasi kalsium
darah (hipokalsemia). Tanpa adanya parathormon akan
terjadi penurunan absorpsi intestinal kalsium dari makanan
dan penurunan resorpsi kalsium dari tulang dan sepanjang
tubulus renalis. Penurunan ekskresi fosfat melalui ginjal
menyebabkan hipofosfaturia, dan kadar kalsium serum
yang rendah mengakibatkan hipokalsiuria (Smeltzer, 2002).

4. Manifestasi Klinis Hipoparatiroidisme


a. Hipoparatiroidisme yang ringan dapat asimtomatik,
namun biasanya menyebabkan:
Hipokalsemia dan kadar fosfat serum yang tinggi yang
mengenai sistem saraf pusat dan sistem lain.

b. Hipoparatiroidisme kronis, meliputi :


1) Iritabilitas neuromuskuler, peningkatan refleks
tendon dalam, tanda Chvostek (spasme nervus
fasialis yang hiperiritabel ketika saraf tersebut
diketuk), disfagia, sindrome otak organik,
psikosis, defisiensi mental pada anak-anak dan
tetani
2) Sulit berjalan dan tendensi terjatuh atau roboh
(tetani kronis)
c. Hipoparatiroidisme akut, meliputi :
1) Rasa kesemutan pada ujung-ujung jari tangan,
disekitar mutut dan kadang-kadang pada kaki
(gejala pertama), ketegangan serta spasme otot
yang menjalar serta bertambah parah dan
akibatnya aduksi ibu jari tangan, pergelangan
tangan, serta sendi siku, rasa nyeri yang bervariasi
menurut derajat ketegangan otot tetapi jarang
mengenai wajah, tungkai dan kaki (overt tetany
yang akut)
2) Laringospasme, stridor, sianosis dan serangan
kejang/bangkitan (kelainan SSP) semakin parah
pada hiperventilasi, kehamilan, infeksi,
penghentian terapi hormon tiroid atau pemberian
diuretik dan sebelum menstruasi (tetani akut)
3) Nyeri abdomen, malabsorbsi intestinal disertai
steatore, rambut kering dan kusam, kerontokan
rambut spontan, kuku jari tangan rapuh dan
memiliki garis tonjolan (krista) atau terlepas, kulit
kering dan bersisik, dermatitis eksfoliatif, infeksi
kandida, katarak dan email gigi yang lemah
sehingga gigi mudah berubah warna, pecah dan
keropos (efek hipokalsemia).

5. Pemeriksaan Diagnostik Hipoparatiroidisme


a) Radioimmunoassay untuk hormon paratiroid yang
memperlihatkan penurunan kadar hormon tersebut 
b) Penurunan kadar kalsium serum dan urine yang
berkisar dari 5-6 mg/dl (1,2-1,5 mmol/L)
c) Peningkatan kadar fosfor serum 
d) Penurunan kadar kreatinin 
e) EKG yang memperlihatkan pemanjangan interval QT
dan ST akibat hipokalsemia 
f) Tindakan menggelembungkan manset tensimeter yang
dipasang pada lengan atas hingga mencapai tekanan di
antara tekanan sistolik dan diastolik serta
mempertahankan penggelembungan manset tersebut
pada tekanan ini selama tiga menit akan menimbulkan
gejala Trousseau (spasme karpal) yang merupakan
bukti klinis hipoparatiroidisme. 
g) Menunjukkan hasil positif pada pemeriksaan tanda
Chvostek, yaitu apabila pengetukan yang dilakukan
secara tiba-tiba di daerah nervus fasialis tepat di depan
kelenjar parotis dan di sebelah anterior telinga
menyebabkan spasme atau gerakan kedutan pada
mulut, hidung dan mata (Smeltzer : 2002)
h) Pada pemeriksaan sinar-X tulang akan
memperlihatkan peningkatan densitas.

6. Penatalaksanaan Hipoparatiroidisme
Tujuan terapi pada pasien hipoparatiroidisme adalah untuk
menaikkan kadar kalsium serum sampai 9 hingga 10 mg/dl
(2,2 hingga 2,5 mmol/L) dan menghilangkan gejala
hipoparatiroidisme dan hipokalsemia. Penatalaksanaan
pada pasien hipoparatiroidisme, antara lain:
a) Penyuntikan segera garam kalsium secara IV, seperti
larutan kalsium glukonat 10% untuk meningkatkan
kadar kalsium serum terionisasi (tetani akut yang
mengancam nyawa pasien). Jika terapi ini tidak
segera menurunkan iritabilitas neuromuskuler dan
serangan kejang, preparat sedatid seperti
pentobarbital dapat diberikan (Smeltzer, 2002)
b) Bernapas di dalam kantung kertas dan menghirup gas
CO2 yang dihembuskan pasien sendiri akan
menimbulkan asidosis respiratorik ringan yang
meningkatkan kadar kalsium serum (pasien yang
sadar dapat bekerja sama)
c) Pemberian sedatif dan antikonvulasan untuk
mengendalikan spasme sampai kadar kalsium
meningkat
d) Peningkatan asupan kalsium dari makanan
e) Terapi rumatan dengan pemberian suplemen kalsium
dan vitamin D per oral (tetani kronis)
f) Pemberian suplemen vitamin D dan kalsium, karena
absorbsi kalsium dalam usus halus memerlukan
keberadaan vitamin D (terapi penyakit yang
reversibel dan biasanya harus dilakukan seumur
hidup)
g) Pemberian kalsitriol (Calcijex, Rocaltrol) jika ada
gangguan hepar atau renal yang membuat pasien tidak
toleran terhadap vitamin D
h) Pemberian preparat parathormon parenteral dapat
dilakukan untuk mengatasi hipoparatiroidisme akut
disertai tetanus. Pasien yang mendapatkan
parathormon memerlukan pemantauan akan adanya
perubahan kadar kalsium serum dan reaksi alergi 

7. Komplikasi Hipoparatiroidisme
Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita
hipoparatiroidisme, meliputi:
a) Aritmia jantung, gagal jantung
b) Katarak
c) Kalsifikasi ganglia basalis
d) Pertumbuhan yang terhenti, malformasi gigi, dan
retardasi mental
e) Gejala parkinson

D). Hyperparatiroidisme
1. Definisi
Hiperparatiroidisme adalah berlebihnya produksi hormon
paratiroid oleh kelenjar paratiroid ditandai dengan dekalsifikasi
tulang dan terbentuknya batu ginjal yang mengandung kalsium.
Hiperparatiroidisme dibagi menjadi 2, yaitu
hiperparatiroidisme primer dan sekunder. Hiperparatiroidisme
primer terjadi dua atau tiga kali lebih sering pada wanita
daripada laki-laki dan pada pasien-pasien yang berusia 60-70
tahun. Sedangkan hiperparatiroidisme sekunder disertai
manifestasi yang sama dengan pasien gagal ginjal kronis.
Rakitisi ginjal akibat retensi fosfor akan meningkatkan
stimulasi pada kelenjar paratiroid dan meningkatkan sekresi
hormon paratiroid. (Brunner & Suddath, 2001).

2. Klasifikasi
a) Hiperparatiroidisme primer (Primary hyperparathyroidism)
Kebanyakan orang  yang menderita hiperparatiroidisme
primer mempunyai konsentrasi serum hormon paratiroid
yang tinggi. Kira-kira 85% dari keseluruhan hiperparatiroid
primer disebabkan oleh adenoma tunggal. Sedangkan 15%
lainnya melibatkan berbagai kelenjar (contoh berbagai
adenoma atau hiperplasia). Sedikit hiperparatiroidisme
utama disebabkan oleh paratiroid karsinoma.
b) Hiperparatiroidisme sekunder (Secondary
hyperparathyroidisme)
Hiperparatiroidisme sekunder adalah produksi hormon
paratiroid yang berlebihan kerana rangsangan produksi
yang tidak normal. Secara khusus, kelainan ini berkaitan
dengan kegagalan ginjal akut. Penyebab umum lainnya
adalah disebabkan oleh kekurangan vitamin D.

c) Hiperparatiroidisme tersier (Tertiary hyperparathyroidisme)


Hiperparatiroidisme tersier adalah perkembangan dari
hiperparatiroidisme sekunder yang telah diderita lama.
Penyakit hiperparatiroidisme tersier ini ditandai dengan
perkembangan hipersekresi hormon paratiroid dan ini akan
menyebabkan peningkatan kalsium di dalam darah yaitu
hiperkalsemia(hypercalcemia).

4. Etiologi
Menurut Lawrence Kim, MD. 2005, etiologi hiperparatiroid yaitu:
a) Kira-kira 85% dari kasus hiperparatiroid primer disebabkan
oleh adenoma tunggal.
b) Sedangkan 15% lainnya melibatkan berbagai kelenjar
(contoh berbagai adenoma atau hyperplasia).Biasanya
herediter dan frekuensinya berhubungan dengan kelainan
endokrin lainnya.
c) Sedikit kasus hiperparatiroidisme utama disebabkan oleh
paratiroid karsinoma. Etiologi dari adenoma dan hyperplasia
pada kebanyakan kasus tidak diketahui. Kasus keluarga
dapat terjadi baik sebagai bagian dari berbagai sindrom
endrokin neoplasia, syndrome hiperparatiroid tumor atau
hiperparatiroidisme turunan. Familial hypocalcuric dan
hypercalcemia dan neonatal severe hyperparathyroidism
juga termasuk kedalam kategori ini.
d) Beberapa ahli bedah dan ahli patologis melaporkan bahwa
pembesaran dari kelenjar yang multiple umumnya jenis
adenoma yang ganda. Pada ± 15 % pasien semua kelenjar
hiperfungsi; chief cell parathyroid hyperplasia

5. Patofisiologi
Hiperparatiroidisme dapat bersifat primer (yaitu yang disebabkan
oleh hiperplasia atau neoplasma paratiroid) atau sekunder, dimana
kasus biasanya berhubungan dengan gagal ginjal kronis.

Pada 80% kasus, hiperparatiroidisme primer disebabkan oleh


adenoma paratiroid jinak; 18% kasus diakibatkan oleh hiperplasia
kelenjar paratiroid: dan 2% kasus disebabkan oleh karsinoma
paratiroid (damjanov,1996). Normalnya terdapat empat kelenjar
paratiroid. Adenoma atau karsinoma paratiroid ditandai oleh
pembesaran satu kelenjar, dengan kelenjar lainnya tetap normal.
Pada hiperplasia paratiroid, keempat kelenja membesar. Karena
diagnosa adenoma atau hiperplasia tidak dapat ditegakan
preoperatif, jadi penting bagi ahli bedah untuk meneliti keempat
kelenjar tersebut. Jika teridentifikasi salah satu kelenjar tersebut
mengalami pembesaran adenomatosa, biasanya kelenjar tersebut
diangkat dan laninnya dibiarkan utuh. Jika ternyata keempat
kelenjar tersebut mengalami pembesaran ahli bedah akan
mengangkat ketiga kelenjar dan meninggalkan satu kelenjar saja
yang seharusnya mencukupi untuk mempertahankan homeostasis
kalsium-fosfat.

Hiperparatiroidisme ditandai oleh kelebihan PTH dalam sirkulasi.


PTH terutama bekerja pada tulang dan ginjal. Dalam tulang, PTH
meningkatkan resorpsi kalsium dari limen tubulus ginjal. Dengan
demikian mengurangi eksresi kalsium dalam urine. PTH juga
meningkatkan bentuk vitamin D3 aktif dalam ginjal, yang
selanjutnya memudahkan ambilan kalsium dari makanan dalam
usus. Sehingga hiperkalsemia dan hipofosatmia kompensatori
adalah abnormlitas biokimia yang dideteksi melalui analisis
darah. Konsentrasi PTH serum juga meningkat.

Pada saat kadar kalsium serum mendekati 12 mg/dL, tubular


ginjal mereabsorpsi kalsium secara berlebihan sehingga terjadi
keadaan hiperkalsiuria. Hal ini dapat meningkatkan insidens
nefrolithiasis, yang mana dapt menimbulkan penurunan kreanini
klearens dan gagal ginjal. Peningkatan kadar kalsium ekstraselular
dapat mengendap pada jaringan halus. Rasa sakit timbul akibat
kalsifikasi berbentuk nodul pada kulit, jaringan subkutis, tendon
(kalsifikasi tendonitis), dan kartilago (khondrokalsinosis).
Vitamin D memainkan peranan penting dalam metabolisme
kalsium sebab dibutuhkan oleh PTH untuk bekerja di target organ

6. Manifestasi Klinis
Pasien mungkin tidak atau mengalami tanda-tanda dan gejala
akibat terganggunya beberapa sistem organ. Gejala apatis,
keluhan mudah lelah, kelemahan otot, mual, muntah, konstipasi,
hipertensi dan aritmia jantung dapat terjadi; semua ini berkaitan
dengan peningkatan kadar kalsium dalam darah. Manifestasi
psikologis dapat bervariasi mulai dari emosi yang mudah
tersinggung dan neurosis hingga keadaan psikosis yang
disebabkan oleh efek langsung kalsium pada otak serta sistem
saraf. Peningkatan kadar kalsium akan menurunkan potensial
eksitasi jaringan saraf dan otot.
Gejala muskuloskeletal yang menyertai hiperparatiroidisme dapat
terjadi akibat demineralisasi tulang atau tumor tulang, yang
muncul berupa sel-sel raksasa benigna akibat pertumbuhan
osteoklast yang berlebihan. Pasien dapat mengalami nyeri skeletal
dan nyeri tekan, khususnya di daerah punggung dan persendian;
nyeri ketika menyangga tubuh; fraktur patologik; deformitas; dan
pemendekkan badan. Kehilangan tulang yang berkaitan dengan
hiperparatiroidisme merupakan faktor risiko terjadinya fraktur.

Insidens ulkus peptikum dan prankreatis meningkat pada


hiperparatiroidisme dan dapat menyebabkan terjadinya gejala
gastroitestinal. (Brunner & Suddath, 2001).

7. Komplikasi
a) Peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor
b) Dehidrasi
c) Batu ginja
d) Hiperkalsemia
e) Osteoklastik
f) Osteitis fibrosa cystica

8. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan darah yang mengukur kadar HT (T3 dan T4),
TSH, dan TRH akan memastikan diagnosis keadaan dan
lokalisasi masalah di tingkat susunan saraf pusat atau
kelenjar tiroid.
b) Bebas T4 (tiroksin)
c) Bebas T3 (triiodotironin)
d) Kalsium serum meninggi
e) Fosfat serum rendah
f) Fosfatase alkali meninggi
g) Kalsium dan fosfat dalam urin bertambah
h) Rontgen

9. Penatalaksanaan
a) Kausal: Tindakan bedah, ekstirpasi tumor.
b) Simptomatis: Hiperkalsemia ringan (12 mgr % atau 3
mmol / L) dan Hidrasi dengan infuse
c) Sodium chloride per os
d) Dosis-dosis kecil diuretika (furosemide) Hiperkalsemia
berat (> 15 mgr % atau 3,75 mmol / L):
e) Koreksi (rehidrasi) cepat per infuse
f) Forced diuresis dengan furosemide
g) Plicamycin (mitramcin) 25 ug / kg BB sebagai bolus atau
infus perlahn-lahan (1-2 kali seminggu)
h) Fosfat secara intravena (kalau ada indikasi)
i) Dialysis peritoneal, kalau ada insufisiensi ginjal

E). Krisis Tyroid


1. Definisi
Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa
dan ditandai oleh demam tinggi dan disfungsi sistem
kardiovaskular, sistem saraf, dan sistem saluran cerna.Awalnya,
timbul hipertiroidisme yang merupakan kumpulan gejala akibat
peningkatan kadar hormon tiroid yang beredar dengan atau tanpa
kelainan fungsi kelenjar tiroid. Ketika jumlahnya menjadi sangat
berlebihan, terjadi kumpulan gejala yang lebih berat, yaitu
tirotoksikosis.
Krisis tiroid merupakan keadaan dimana terjadi dekompensasi
tubuh terhadap tirotoksikosis tersebut.Tipikalnya terjadi pada
pasien dengan tirotoksikosis yang tidak terobati atau tidak tuntas
terobati yang dicetuskan oleh tindakan , infeksi, atau trauma.

Krisis tiroid/thyrotoxic crisis/thyroid storm adalah kedaruratan


medis yang disebabkan oleh eksaserbasi akut dari gejala-gejala
hipertiroid. Hal ini dapat berakibat fatal dan mematikan. Namun
jarang terjadi apabila deteksi dini dilaksanakan dan pengobatan
diberikan secepatnya (Hannafi,2011).

Krisis tiroid adalah suatu keadaan dimana gejala-gejala dari


tirotoksikosis dengan sekonyong-konyong menjadi hebat dan
disertai oleh hyperpireksia, takikardia dan kadang-kadang
vomitus yang terus menerus.

2. Etiologi
Etiologi krisis tiroid sampai saat ini belum banyak diketahui.
Namun ada tiga mekanisme fisiologis yang diketahui dapat
mengakibatkan krisis tiroid, yaitu :
a. Pelepasan seketika hormone tiroid dalam jumlah yang besar.
Pelepasan tiba-tiba hormon tiroid diduga dapat menyebabkan
manifestasi hipermetabolik yang terjadi selama krisis tiroid,
namun analisis laboratorium T3 & T4 mungkin tidak nyata
dalam fenomena ini.

b. Hiperaktivitas adrenegik.
Telah banyak diketahui bahwa hormon tiroid dan
katekolamin saling mempengaruhi satu sama lain. Walaupun
masih belum pasti apakah efek hipersekresi hormon tiroid
atau peningkatan kadar katekolamin menyebabkan
peningkatan sensitivitas dan fungsi organ efektor. Namun
interaksi tiroid katekolamin dapat mengakibatkan
peningkatan kecepatan reaksi kimia, meningkatkan konsumsi
nutrien dan oksigen, meningkatkan produksi panas,
perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit, dan status
katabolik.

c. Lipolisis dan pembentukan asam lemak yang berlebihan.


Lipolisis berlebihan, peningkatan jumlah asam lemak
mengoksidasi dan menghasilkan energi panas yang berlebih
yang sulit untuk dihilangkan melalui jalan vasodilatasi.
Energi ini bukan berbentuk adenosin trifosfat pada tingkat
molekuler, dan juga tidak dapat digunakan oleh sel.

Walaupun etiologinya belum jelas, namun terdapat beberapa


faktor yang disinyalir memicu krisis tiroid, diantaranya :
infeksi, trauma, pembedahan non tiroid, tiroidectomi, reaksi
insulin, kehamilan, pemberhentian terapi anti tiroid
mendadak, hipertiroid yang tidak terdiagnosa

Etiologi krisis tiroid antara lain penyakit Graves, goiter


multinodular toksik. Etiologi yang paling banyak
menyebabkan krisis tiroid adalah penyakit Graves.Meskipun
tidak biasa terjadi, krisis tiroid juga dapat merupakan
komplikasi dari operasi tiroid. Kondisi ini diakibatkan oleh
manipulasi kelenjar tiroid selama operasi pada pasien
hipertiroidisme. Krisis tiroid dapat terjadi sebelum, selama,
atau sesudah operasi. Operasi umumnya hanya
direkomendasikan ketika pasien mengalami penyakit Graves
dan strategi terapi lain telah gagal atau ketika dicurigai
adanya kanker tiroid. Krisis tiroid berpotensi pada kasus-
kasus seperti ini dapat menyebabkan kematian.
 
3. Patofisiologi
Patogenesis krisis tiroid belum sepenuhnya diketahui. Yang jelas
bahwa kadar hormon tiroid di sirkulasi lebih tinggi daripada yang
terlihat pada tirotoksikosis tanpa komplikasi, yang memperburuk
keadaan tirotoksik. Tampaknya kecepatan peningkatan hormon
tiroid di sirkulasi lebih penting daripada kadar absolut. Perubahan
yang mendadak dan kadar hormon tiroid akan diikuti perubahan
kadar protein pengikat. Hal ini terlihat pada pasca bedah atau
penyakit nontiroid sistemik. Pada penyakit nontiroid sistemik juga
ditemukan produksi penghambat ikatan hormon bebas akan
meningkat. Kemungkinan lain adalah pelepasan hormon tiroid
yang cepat ke dalam aliran darah, seperti halnya setelah
pemberian yodium radioaktif, pembedahan tiroid, atau dosis
berlebih hormon tiroid. Meningkatnya hormon bebas
menyebabkan peningkatan ambilan selular hormon tiroid. Di
pihak lain, kemungkinan juga terjadi intoleransi jaringan terhadap
T3 dan T4 sehingga berkembang menjadi krisis tiroid. Aktivasi
sistem saraf adrenergik tampaknya berperan juga, mengingat
pemberian penghambat adrenergik memberikan respons yang
dramatik pada krisis tiroid.

Faktor pencetus krisis tiroid yang sering ditemukan adalah:


infeksi, pembedahan (tiroid atau nontiroid), terapi radioaktif,
pewarna kontras yang mengandung yodium, penghentian obat
antitiroid, amiodaron, minum hormon tiroid, ketoasidosis
diabetik, gagal jantung kongestif, hipoglikemia, toksemia
gravidarum, partus, stres emosi berat, emboli paru, cerebral
vascular accident, infark usus, trauma, ekstraksi gigi, palpasi
kelenjar tiroid yang berlebihan.
 
4. Manifestasi Klinis
Penderita umumnya menunjukkan semua gejala tirotoksikosis
tetapi biasanya jauh lebih berat.
a. Demam  > 370 C
b. Takikardi > 130 x/menit
c. Gangguan sistem gastrointestinal seperti diare berat
d. Gangguan sistem neurologik seperti keringat yang berlebihan
sampai dehidrasi,gangguan kesadaran sampai koma
 

5. Komplikasi
Komplikasi dapat ditimbulkan dari tindakan bedah, yaitu antara
lain hipoparatiroidisme, kerusakan nervus laringeus rekurens,
hipotiroidisme pada tiroidektomi subtotal atau terapi RAI,
gangguan visual atau diplopia akibat oftalmopati berat,
miksedema pretibial yang terlokalisir, gagal jantung dengan curah
jantung yang tinggi, pengurangan massa otot dan kelemahan otot
proksimal. Hipoglikemia dan asidosis laktat adalah komplikasi
krisis tiroid yang jarang terjadi. Sebuah kasus seorang wanita
Jepang berusia 50 tahun yang mengalami henti jantung satu jam
setelah masuk rumah sakit dilakukan pemeriksaan sampel darah
sebelumnya.

Hal yang mengejutkan adalah kadar plasma glukosa mencapai 14


mg/dL dan kadar asam laktat meningkat hingga 6,238 mM.
Dengan demikian, jika krisis tiroid yang atipik menunjukkan
keadaan normotermi hipoglikemik dan asidosis laktat, perlu
dipertimbangkan untuk menegakkan diagnosis krisis tiroid lebih
dini karena kondisi ini memerlukan penanganan
kegawatdaruratan. Penting pula untuk menerapkan prinsip-prinsip
standar dalam penanganan kasus krisis tiroid yang atipik.
C. PEMERIKSAAN FISIK PADA KELENJAR THYROIDITIS

1. Definisi
Penyakit tiroid adalah berbagai gangguan atau masalah yang terjadi
pada kelenjar tiroid. Kelenjar yang terletak di bawah jakun ini
bertugas mengatur berbagai sistem metabolisme dalam tubuh
sehingga perannya sangat penting bagi manusia. Kinerja kelenjar
tiroid dikendalikan oleh otak, tepatnya oleh kelenjar hipofisis
(pituitary) dan hipotalamus. Ketika tubuh mengalami kekurangan
atau kelebihan hormon tiroid, otak akan merangsang kelenjar tiroid
untuk menyesuaikan kinerjanya agar kadar hormon tersebut
kembali seimbang
2. Penyebab Penyakit Tiroid
Kadar hormon tiroid yang terlalu tinggi atau terlalu rendah yang
terjadi dalam sebagian besar kasus penyakit tiroid, dapat dipicu oleh
berbagai faktor seperti:
1. Masal pada kelenjar hipofisis atau hipotalamus di otak.
2. Kelenjar tiroid yang rusak, misalnya karena pajanan radiasi.
3. Pengaruh obat yang mengandung litium (Li).
4. Operasi pengangkatan kelenjar tiroid.
5. Kadar iodin yang berlebihan dalam tubuh

3. Jenis-jenis Penyakit Tiroid

Penyakit tiroid yang umum ditemukan di antaranya adalah:

a) Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah kondisi ketika jumlah hormon tiroksin
yang diproduksi oleh kelenjar tiroid terlalu sedikit, sehingga
tubuh mengalami defisiensi. Kondisi ini lebih sering dialami
oleh wanita (terutama lansia di atas 60 tahun) dan memiliki
gejala-gejala umum seperti: konstipasi, kulit kering, lebih
sensitif terhadap hawa dingin, kelelahan, lemas, serta kenaikan
berat badan tanpa sebab yang jelas.

b) Hipertiroidisme
Keadaan di mana kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid
yang berlebihan dalam tubuh disebut hipertiroidisme.Penyakit
ini umumnya ditandai dengan detak jantung yang cepat atau
tidak beraturan (dada terasa berdebar), penurunan berat badan
yang cepat, banyak berkeringat, gelisah, serta suasana hati
yang cepat berubah
c) Penyakit gondok
Penyakit gondok adalah pembengkakan kelenjar tiroid yang
terlihat sebagai benjolan di leher.Apabila benjolan tersebut
sudah menekan tenggorokan atau kerongkongan, bisa terjadi
perubahan suara, batuk, kesulitan bernapas dan menelan.

d) Nodul tiroid
Nodul tiroid adalah benjolan padat atau berisi air yang
terbentuk dalam kelenjar tiroid.Benjolan ini dapat berupa
tumor jinak atau kista, dan jumlahnya juga bisa lebih dari
satu.Nodul tiroid jarang menyebabkan gejala, sehingga
umumnya hanya terdeteksi saat penderitanya menjalani
pemeriksaan kesehatan umum.Namun apabila nodul yang
tumbuh berukuran besar, kondisi ini bisa menyebabkan
kesulitan bernapas atau menelan.Terkadang nodul tiroid dapat
memproduksi hormon tiroksin sehingga menimbulkan gejala
hipertiroidisme.

4. Diagnosis Penyakit Tiroid


Proses diagnosis penyakit tiroid membutuhkan beberapa langkah
pemeriksaan yang mendetail. Jenis pemeriksaan tersebut meliputi
pemeriksaan darah, USG, pemindaian dengan isotop radioaktif,
serta biopsi melalui aspirasi jarum halus.

Tes darah yang dianjurkan adalah evaluasi fungsi kelenjar tiroid.


Pemeriksaan ini berfungsi untuk mengukur kadar hormon tiroid
dan TSH (thyroid-stimulating hormone) guna menentukan kondisi
hipertiroidisme atau hipotiroidisme yang dialami oleh pasien.

Dari pemeriksaan USG dan pemindaian isotop radioaktif, dapat


diketahui ukuran serta jenis benjolan yang dialami
pasien.Sementara dengan biopsi melalui aspirasi jarum halus dapat
diketahui jenis sel yang ada dalam benjolan.

5. Pengobatan Penyakit Tiroid


Setelah mengetahui jenis penyakit tiroid yang dialami pasien,
dokter akan menentukan tindakan pengobatan sesuai dengan
penyakit tersebut. Selain itu, penentuan pengobatan juga
tergantung pada usia serta kondisi kesehatan pasien.

Terdapat tiga cara yang biasanya dilakukan dalam penanganan


penyakit tiroid, yaitu pemberian obat-obatan, terapi ablasi iodium
radioaktif, dan/atau prosedur operasi. Terapi ablasi iodium
biasanya dilakukan pada kasus hipertiroidisme yang sulit
terkontrol dengan pemberian obat-obatan

Obat-obatan yang diberikan memiliki fungsi yang berbeda-beda,


tergantung dari jenis penyakit tiroid yang dialami. Fungsi obat-
obatan dan terapi radioaktif umumnya adalah untuk:
1. Menggantikan hormon tiroid dalam tubuh pada hipotiroid.
2. Menurunkan produksi hormon tiroid dalam tubuh pada
hipertiroid.
3. Menghancurkan sel-sel tiroid.

Pemberian obat-obatan juga ditujukan untuk mengatasi gejala lain


yang timbul pada hipertiroidisme, seperti detak jantung yang
meningkat atau dada berdebar.

Operasi yang biasanya dilakukan pada penyakit tiroid adalah


operasi pengangkatan kelenjar tiroid atau tiroidektomi.Prosedur ini
bisa dilakukan untuk mengangkat kelenjar tiroid yang membesar
atau benjolan yang terdapat di dalam kelenjar.

Sebagian besar penyakit tiroid tidak membahayakan penderitanya


dan dapat dikendalikan melalui penanganan medis.Tetapi jika
dibiarkan, terdapat risiko untuk berkembang menjadi kanker tiroid
yang dapat mengancam nyawa.

6. Pemeriksaan Fisik Kelenjar Tiroid

Melalui pemeriksaan fisik ada dua aspek utama yang dapat di


gambarkan yaitu:
1. Kondisi kelenjar endokrin
2. Kondisi jaringan atau organ sebagai dampak dari kondisi
endokrin
Pemeriksaan fisik terhadap kondisi kelenjar hanya dapat dilakukan
terhadap kelenjar tiroid dan kelenjar gomad pria (testis).Secara
umum,tekhnik pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan dalam
memperoleh berbagai penyimpangan fungsi adalah :
a. Inspeksi
Disfungsi sistem endokrin akan menyebabkan perubahan fisik
sebagai dampaknya terhadap pertumbuhan dan perkembangan,
keseimbangan cairan dan elektrolit, seks dan reproduksi,
metabolisme dan energi. Berbagai perubahan fisik dapat
berhubungan dengan satu atau lebih gangguan endokrin, oleh
karena itu dalam melakukan pemeriksaan fisik, perawat tetap
berpedoman pada pengkajian yang komprehensif dengan
penekanan pada gangguan hormonal tertentu dan dampaknya
terhadap jaringan sasaran dan tubuh secara keseluruhan. Jadi
menggunakan pendekatan head-to-toe saja atau
menggabungkannya dengan pendekatan sistem, kedua-duanya
dapat digunakan.

1. Amati bentuk dan ukuran dada, pergerakan dan Pertama-


tama, amatilah penampilan umum klien apakah tampak
kelemahan berat, sedang dan ringan dan sekaligus amati
bentuk dan proporsi tubuh. Pada pemeriksaan wajah,
fokuskan pada abnormalitas struktur, bentuk dan ekspresi
wajah seperti bentuk dahi, rahang dan bibir.
2. pada mata amati adannya edema periorbita dan
exopthalmus serta apakah ekspresi wajah datar atau tumpul.
3. Amati lidah klien terhadap kelainan bentuk dan penebalan,
ada tidaknya tremor pada saat diam atau bila digerakkan.
Kondisi ini biasanya terjadi pada gangguan tiroid. Didaerah
leher, apakah leher tampak membesar, simetris atau tidak.
Pembesaran leher dapat disebabkan pembesaran kelenjar
tiroid dan untuk meyakinkannya perlu dilakukan palpasi.
Distensi atau bendungan pada vena jugularis dapat
mengidentifikasikan kelebihan cairan atau kegagalan
jantung. Amati warna kulit(hiperpigmentasi atau
hipopigmentasi) pada leher, apakah merata dan cacat
lokasinya dengan jelas. Bila dijumpai kelainan kulit leher,
lanjutkan dengan memeriksa lokasi yang lain di tubuh
sekaligus. Infeksi jamur, penumbuhan luka yang lama,
bersisik dan petechiae lebih sering dijumpai pada klien
dengan hiperfungsi adrenokortikal.
4. Hiperpigmentasi pada jari, siku dan lutut dijumpai pada
klien hipofungsi kelenjar adrenal.Vitiligo atau
hipopigmentasi pada kulit tampak pada hipofungsi kelenjar
adrenal sebagai akibat destruksi melanosit dikulit oleh
proses autoimun. Hipopigmentasi biasa terjadi di wajah,
leher, dan ekstremitas. Penumpukan masa otot yang
berlebihan pada leher bagian belakang yang biasa disebut
Bufflow neck atau leher/punuk kerbau dan terus sampai
daerah clavikula sehingga klien tampak seperti bungkuk,
terjadi pada klien hiperfungsi adrenokortikal.
5. simetris tidaknya. Ketidakseimbangan hormonal khususnya
hormon seks akan menyebabkan perubahan tanda seks
sekunder, oleh sebab itu amati keadaan rambut axila dan
dada. Pertumbuhan rambut yang berlebihan pada dada dan
wajah wanita disebut hirsutisme.
6. Pada buah dada amati bentuk dan ukuran, simetris
tidaknya, pigmentasi dan adanya pengeluaran cairan. Striae
pada buah dada atau abdomen sering dijumpai pada
hiperfungsi adrenokortikal.
7. Bentuk abdomen cembung akibat penumpukan lemak
centripetal dijumpai pada hiperfungsi adrenokortikal.Pada
pemeriksaan genetalia, amati kondisi skrotum dan penis
juga klitoris dan labia terhadap kelainan bentuk.

b. Palpasi
Kelenjar tiroid dan testes, dua kelenjar yang dapat diperiksa
melalui rabaan. Pada kondisi normal, kelenjar tiroid tidak
teraba namun isthmus dapat diraba dengan menengadahkan
kepala klien. Lakukan palpasi kelenjar tiroid perlobus dan kaji
ukuran, nodul tinggal atau multipel, apakah ada rasa nyeri pada
saat di palpasi. Pada saat melakukan pemeriksaan, klien duduk
atau berdiri samasaja namun untuk menghindari kelelahan
klien sebaiknya posisi duduk. Untuk hasil yang lebih baik,
dalam melakukan palpasi pemeriksa berada dibelakang klien
dengan posisi kedua ibu jari perawat dibagian belakang leher
dan keempat jari-jari lain ada diatas kelenjar tiroid.
Selain itu, cara palpasi pada kelenjar tiroid ini dilakukan
dengan pendekatan anterior dan posterior yaitu:
a) Pendekatan posterior
1. Perawat meminta klien untuk duduk dengan leher pada
tinggi yang nyaman.
2. Kedua tangan perawat ditempatkan disekeliling leher,
dengan dua jari dari setiap tangan pada kedua sisi
trakea tepat dibawah kartilago krikoid.
3. Pada saat klien menelan, perawat merasakan gerakan
istmus tiroid. Tiroid akan bergerak dibawah jari pada
saat menelan
4. Untuk memeriksa setiap lobus, perawat meminta klien
untuk menelan sementara perawat menggeser trakea
kekiri atau kekanan.

b) Pendekatan anterior
Pada pendekatan ini mengharuskan klien duduk dan
perawat berdiri disampingnya. Dengan menggunakan buku-
buku jari telunjuk dan jari tengah, perawat memalpasi lobus
kiri dengan tangan kanan dan lobus kanan dengan tangan
kiri pada saat klien menelan. jika kelenjar tampak
membesar, perawat menempatkan diafragma stetoskop
diatas tiroid. Jika kelenjar tsb membesar, darah yang
mengalir melewati arteri tiroid bertambah dan akan
terdengar bunyi bruit.

Palpasi tes di lakukan dengan posisi tidur dan tangan


perawat harus dalam keadaan hangat. Perawat memegang
lembut dengan ibu jari dan dua jari lain, bandingkan yang
satu dengan yang lainnya terhadap ukuran/besarnya,
simetris tidaknya nodul. Normalnya testes teraba lembut,
peka terhadap sinar dan sinyal seperti karet.

c. Auskultasi
Mendengarkan bunyi tertentu dengan bantuan stetoskop dapat
menggambarkan berbagai perubahan dalam tubuh. Auskultasi
pada daerah leher, diatas kelenjar tiroid dapat
mengidentifikasi“ bruit“. Bruit adalah bunyi yang dihasilkan
oleh karena turbulensi pada pembuluh darah tiroidea. Dalam
keadaan normal, bunyi ini tidak terdengar. Dapat diidentifikasi
bila terjadi peningkatan sirkulasi darah ke kelenjar tiroid
sebagai dampak peningkatan aktivitas kelenjar tiroid.
Auskultasi dapat pula dilakukan untuk mengidentifikasi
perubahan pada pembuluh darah dan jantung seperti tekanan
darah, ritme dan rate jantung yang dapat menggambarkan
gangguan keseimbangan cairan, perangsangan katekolamin dan
perubahan metabilisme tubuh.

7. Pemeriksaan Tiroid
Triidothyronine (T3) adalah hormon tiroid yang ada dalam darah
dengan kadar yang sedikit yang mempunyai kerja yang singkat dan
bersifat lebih kuat daripada tiroksin (T4). T3 disekresikan atas
pengaruh thyroid stimulating hormone (TSH) yang dihasilkan oleh
kelenjar hipofise dan thyroid–releasing hormone(TRH) yang
dihasilkan oleh hipotalamus. T3 didalam aliran darah terikat
dengan thyroxine binding globulin(TBG) sebanyak 38 – 80%,
prealbumin 9 – 27% dan albumin 11 – 35%. Sisanya sebanyak 0.2
– 0.8% ada dalam bentuk bebas yang disebut free T3. Free T3
meningkat lebih tinggi daripada free T4 pada penyakit graves dan
adenoma toxic. Free T3 dipakai untuk monitoring pasien yang
menggunakan obat anti-tiroid, karena pada pengobatan tersebut,
produksi T3 berkurang dan T4 dikonversi menjadi T3.

Selain itu, kadar free T3 T3 diprediksi untuk menentukan beratnya


kelainan tiroid.
Thyroxine (T4) di dalam aliran darah ada dalam bentuk free T4
dan yang terikat dengan protein. Protein pengikat T4 adalah TBG
sebanyak 75%, albumin 10% dan prealbumin 15% dari T4 total.
Sebagian kecil yaitu 0.03% dari T4 ada dalam bentuk bebas yang
disebut free T4. Free T4 ini merupakan suatu uji laboratorium yang
paling baik untuk mengetahui adanya disfungsi dari kelenjar tiroid.
Thyroid stimulating hormone (TSH) adalah hormon yang
dihasilkan oleh hipofisa anterior. TSH berfungsi merangsang
produksi hormon tiroid seperti T4 dan T3 melalui reseptornya yang
ada di permukaan sel tiroid. Sintesis dari TSH ini dipengaruhi
oleh thyrotropin releasing hormone (TRH) yang dihasilkan oleh
hypothalamus bila didapatkan kadar hormon tiroid yang rendah di
dalam darah. Bila kadar T3 dan T4 meningkat, produksi TSH akan
ditekan sehingga akan terjadi penurunan kadar T3 dan T4.
Sebagaimana diketahui, hormon tiroid terikat pada protein yang
disebut thyroxin binding protein.

Banyaknya thyroxin binding protein yang tidak mengikat hormon


tiroid merupakan ukuran dari T-Uptake. Sebagaimana diketahui T4
didalam aliran darah terikat pada beberapa protein seperti yang
telah disebutkan diatas. Selain itu T4 dapat meningkat pada
kehamilan, pengobatan dengan estrogen, hepatitis kronik aktif,
sirosis bilier atau kelainan bawaan pada tempat pengikatan T4.
Pada keadaan ini, peningkatan T4 seolah-olah menunjukkan
gangguan fungsi tiroid yang berlebihan, yang sebenarnya
peningkatan itu bersifat palsu. Oleh karena itu, untuk mengetahui
fungsi tiroid yang baik dapat diperiksa dengan FTI. Pemeriksaan
kadar T3, T4, FTI, Free T3, Free T4, dan TSH dilakukan dengan
metoda ELISA. Anti-thyroglobulin antibody adalah autoantibodi
terhadap tiroglobulin dihasilkan oleh kelenjar tiroid. Pada penyakit
autoimmune tiroid akan dihasilkan antibodi tiroid yang akan
berikatan dengan tiroglobulin yang menimbulkan reaksi radang
daripada kelenjar tiroid. Pada tirotoxikosis, titer anti-thyroid
antibody dapat mencapai 1/1600 dan pada thyroiditis
Hashimoto lebih dari 1/5000. Pada keadaan tertentu seperti kanker
tiroid dan penyakit rheumatoid, titer anti-thyroglobulin
antibody dapat meningkat.
8. Pemeriksaan Penunjang Kelenjar Tyroid
1) Pemeriksaan Laboraturium
Langkah pertama penderita kanker tiroid yang dianjurkan adalah
menentukan status fungsi tiroid dengan pemeriksaan
penunjang yaitu Tes darah untuk mengukur TSH, T4, T3 dan T4
sudah tersedia dan banyak digunakan. Tes untuk
mengevaluasi fungsi tiroid adalah sebagai berikut:
a. T e s   T S H (Thyroid Stimulating Hormone).
Cara terbaik untuk mengetahui fungsi tiroid adalah
untuk mengukur tingkat TSH "hipotiroidisme sekunder.
Dalam sampel darah, tingkat TSH yang tinggi
menunjukkan bahan kelenjar tiroid rusak karena
masalah yang langsung mempengaruhi tiroid
"hipotiroidisme primer. Sebaliknya, jika tingkat TSH
rendah, biasanya menunjukkan bahan orang tersebut
memiliki tiroid yang terlalu aktif sehingga produksi
hormon tiroid berlebih "hipertiroidisme. Namun, dalam
beberapa keadaan, hasil TSH yang rendah
memungkinkan adanya kelainan pada kelenjar hipofisis
yang gagal memproduksi
b. T e s   T 4 ada bentuk tes T4
yaitu:
T4 terikat dengan protein yang menegah T4
yang memasuki jaringan yang memerlukan hormon
tiroid. (koraksi T4 bebas adalah tingkat T4 bebas
yang penting untuk menentukan bagaimana tiroid
berfungsi, dan tes untuk mengukur ini disebut T4 bebas
+T4 dan bebas indeks T4"+T4 atau +T. Tes gabungan
TSH dengan +T4 atau +T akan lebih akurat untuk
menentukan bagaimana kelenjar tiroid berfungsi.
Tes T3 merupakan tes terakhir bila klien sudah diduga
mempunyai Tiroid yang sangat abnormal. Sering
digunakan untuk mendiagnosis hipertiroidisme.

D. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI TENTANG KELENJAR


THYROIDITIS
a. Pengkajian
1. Data Biografi
a. Identitas klien: nama, umur, jenis kelamin, alamat,
pekerjaan, pendidikan, penting untuk mengetahui adanya
faktor resiko terhadap timbulnya serangan.
b. Identitas penanggung jawab: nama, umur jenis, jenis
kelamin, alamat, hubungan dengan klien.

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Untuk mengutarakan masalah dan keluhan secara lengkap
dianjurkan menggunakan analisa simptoma PQRST.

1) P : Provokatif atau variatif


Apakah yang menyebabkan gejala?Apa saja yang
dapat mengurangi atau yang dapat memperberatnya?
2) Q: Quality atau kualitas
Bagaimana gejala dirasakan?
3) R : Regional atau area radiasi
Dimana gejala terasa?Apakah menyebar?
4) S : Skala nyeri
Seberapakah nyeri yang dirasakan dengan skala1-5?
5) T : Time atau waktu
Kapan gejala mulai timbul?
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat dan pemeriksaan kesehatan berfokus pada
kekambuhan gejala yang berkaitan dengan percepatan
metabolisme. Hal ini mencakup keluhan keluarga dan
pasien tentang kepekaan dan peningkatan reaksi emosional.
Penting juga untuk menentukan dampak dari perubahan
yang telah dialami dalam interaksi pasien dengan kelaurga,
teman, dan rekan kerja. Riwayatnya meliputi stresor lain
dan kemampuan pasien untuk menghadapi stres.

Status nutrisi dan adanya gejala dikaji.Kekambuhan gejala


berkaitan dengan output sistem saraf  berlebihan dan
perubahan penglihatan dan penampilan mata.Oleh karena
kemungkinan adanya perubahan emosi yang berkaitan
dengan hipertiroid, status emosi dan psikologi pasien
dievaluasi.Keluarga pasien mungkin memberikan informasi
tentang perubahan terakhir dalam status emosi pasien.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang
memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi
keluhan sekarang.

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Data riwayat keluarga dikumpulkan dengan mengajukan
pertanyaan apakah ada anggota pasien yang pernah
menderita seperti yang dialami oleh pasien, atau penyakit
kronis maupun penyakit keturunan
3. Dasar Data Pengkajian
a. Aktifitas / istirahat
Gejala: insomnia, sensitivitas T, otot lemah, gangguan
koordinasi, kelelahan otot
Tanda: atrofi otot.

b. Sirkulasi
Gejala: palpitasi, nyeri dada (angina)
Tanda: disritma (vibrilasi atrium), irama gallop, mur-mur,
peningkatan tekanan darah dengan tekanan nada yang
berat.Takikardi saat istirahat, sirkulasi kolaps, syok (krisis
tiroksikosisi).

c. Eliminasi
Gejala : urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam
feces, diare.

d. Integritas ego
Gejala: mengalami stres yang berat (emosional, fisik).
Tanda: emosi labil (euforia sedang sampai delirium),
depresi.

e. Makanan dan cairan


Gejala: kehilangan berat badan mendadak, napsu makan
meningkat, makan banyak, makannya sering kehausan,
mual, muntah
Tanda: pembesaran tiroid, goiter, edema non pitting
terutama daerah pretibial.

f. Neurosensory
Tanda: bicara cepat dan parau, gangguan status mental,
perilaku (bingung, disorientasi, gelisah, peka rangsang),
tremor halus pada tangan, tanpa tujuan beberapa bagian
tersentak-sentak, hiperaktif refleks tendon dalam (RTP).

g. Nyeri/kenyamanan
Gejala: nyeri orbital, fotofobia.

h. Pernapasan
Tanda: frekuensi pernapasan meningkat, takipnea, dispea,
edema paru (pada krisis tirotoksikosis).

i. Keamanan
Gejala: tidak toleransi terhadap panas, keringat yang
berlebihan, alergi terhadap iodium (mungkin digunakan
saat pemeriksaan)
Tanda: suhu meningkat di atas 37,4ºC, diaforesis kulit
halus, hangat dan kemerahan
Eksotalus: retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair,
pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yag
menjadi sagat parah.

j. Seksualitas
Tanda: penurunan libido, hipomenorea, amenorea dan
impoten

4. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan fungsi tiroid dapat dilakukan pada tingkat
hipotalamus, hipofise, tiroid, serum atau jaringan
perifer.Pemeriksaan yang paling sering dilakukan adalah
pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum dan T3 resin uptake.
Pemeriksaan T3 resin uptake dilakukan untuk menilai
perubahan konsentrasi protein serum yang dapat merubah ikatan
T3 dan T4, T4 merupakan hormon yang lebih poten Perubahan
tiroxine-binding globulin (TBG) dan prealbumin dapat merubah
konsentrasi T4 bebas, dan sedikit merubah T3.

Peningkatan kadar  T4 biasanya sesuai dengan keadaan klinis


hipertiroid berat, sedangkan pemeriksaan T3 lebih sensitif
dalam menentukan hipertiroid ringan. Radioimmunoassay TSH
dan tes stimulasi dapat membantu membedakan hipertiroid
primer dan sekunder.Pemeriksaan nodul tiroid mungkin
memerlukan biopsi jarum dan eksplorasi bedah.

A. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan termoregulasi ( hipertermi ) berhubungan dengan
proses infeksi
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan
peradangan tiroid
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan intake inadekuat
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot
5. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit berhubungan
dengan kurang terpajan informasi.
6. Gangguan konsep diri (body image) berhubungan dengan
perubahan bentuk mata (exoptalmus)

B. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan termoregulasi ( hipertermi ) berhubungan
dengan proses infeksi
Tujuan:
klien mempertahankan suhu dalam batas normal
dengan   kriteria hasil: kulit tidak teraba panas, bibir
lembab, kulit elastis

Intervensi:
a. Bina hubungan therapeutik dengan klien
Rasinonal: meningkatkan kerjasama
b. Kaji penyebab peningkatan termoregulasi
Rasinonal: mengidentifikasi masalah untuk rencana
tindak lanjut
c. Observasi TTV
Rasinonal: mengidentifikasi masalah untuk rencana
tindak lanjut
d. Beri minum air hangat yang cukup / teh hangat
Rasinonal: Meningkatkan evaporasi
e. Berikan pakaian yang tipis
Rasinonal: Menyerap keringat
f. Lakukan kompres hangat
Rasinonal: meningkatkan vasodilatasi
g. Kolaborasi dengan dokter untuk terapi antipiretik,
antibiotik,
Rasinonal: antipiretik untuk menurunkan panas,
antibiotik untuk membunuh mikroorganisme.

2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan


peradangan tiroid
Tujuan:
klien akan menunjukkan kebutuhan rasa nyaman
terpenuhi  dengan kriteria hasil: nyeri hilang, wajah klien
rileks, skala nyeri 0
Intervensi:                                                                               
                                
a. Kaji tingkat nyeri, lokasi, waktu dan penyebab
Rasinonal: Indikator tindak lanjut
b. Observasi TTV
Rasinonal: Peningkatan TTV sebagai kompensasi
nyeri
c. Anjurkan teknik relaksasi ( menarik napas dalam)
Rasinonal: mengurangi ketegangan otot sehingga
menghambat stimulasi  nyeri
d. Berikan kompres dingin pada leher
Rasinonal: mengurangi impuls saraf
e. Ciptakan lingkungan yang tenang, aktivitas perlahan,
dan tindakan nyaman (contoh : sprei yang kering/tak
telipat, gosokan punggung).
Rasinonal: menurunkan rangsang eksternal yang dapat
menimbulkan rasa tidak nyaman
f. Kolaborasi pemberian obat analgetik,antibiotik dan
incici abses bila perlu.
Rasinonal: dapat mengurangi nyeri dan membunuh
mikroorganisme

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan


dengan intake inadekuat
Tujuan:
Klien akan mengkonsumsi kebutuhan nutrisi harian sesuai
dengan tingkat aktivitas dan metabolik, dengan kriteria
hasil :
1. Tidak ada nyeri dan kesulitan menelan
2. Napsu makan baik
3. Dapat menghabiskan porsi yang diberikan
4. BB  normal

Intervensi:
a. Jelaskan pentingnya diet: lunak, hindari makanan yang
asam, lemak dan membuat jadwal makan yang tepat.
Rasinonal: meningkatkan pengetahuan klien sehingga
dapat bekerja sama
b. Sajikan  makanan yang mudah dicerna, pantang lemak,
hangat, tertutup dan beri makan sedikit tapi sering.
Rasinonal: meningkatkan selera makan dan
mengurangi rasa mual.
c. Berikan Diet TKTP
Rasinonal: memenuhi kebutuhan kalori
d. Kolaborasi untuk pemberian obat antihipertiroisme
Rasinonal: mengurangi metabolisme tubuh

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik


Tujuan:
klien akan menunjukan toleransi terhadap  aktivitas dengan
kriteria hasil: keadaan umum baik, dapat melakukan
aktivitas secara mandiri
Intervensi:
a. Kaji kemampuan klien untuk beraktivitas dan bantuan
yang diberikan oleh keluarga .
Rasinonal: mengidentifikasi masalah untuk rencana
tindak lanjut
b. Anjurkan keluarga untuk membantu dalam perawatan
diri (higiene personal) dan WC besar dan WC kecil.
Rasinonal: memenuhi  kebutuhan perawatan diri dan
eliminasi.
c. Mendampingi klien saat melakukan aktivitas
Rasinonal: memantau kemampuan klien untuk
beraktivitas
d. Motivasi klien untuk melakukan aktivitas secara
bertahap sesuai kondisinya
Rasinonal: aktivitas yang cukup dapat meningkatkan
sirkulasi dan mendukung proses pemulihan
e. Evaluasi keluhan setelah klien melakukan aktivitas
Rasinonal: mengidentifikasi tanda – tanda kelelahan

5. Gangguan konsep diri (body image) berhubungan dengan


perubahan bentuk bola mata (exoptalmus)
Tujuan:  
klien dapat menerima diri apa adanya dengan kriteria hasil:
Tidak merasa malu dengan keadaan matanya (bola mata
menonjol keluar lebih dari  normal)

Intervensi
a. Ciptakan hubungan saling percaya dengan mendorong
klien untuk membicarakan perasaan tentang dirinya.
Rasinonal: meningkatkan kerjasama mengidentifikasi
masalah
b. Berikan pemahaman tentang keadaan sakit dan
penanganannya
Rasinonal: meningkatkan pengetahuan klien sehingga
dapat bekerja sama
c. Anjurkan pasien untuk menggunakan kaca mata
berwarna gelap
Rasinonal: dapat mengurangi perasaan malu
d. Meningkatkan interaksi sosial dengan cara
menganjurkan pasien untuk menerima pertolongan
dari orang lain
Rasinonal: meningkatkan relasi sosial
e. Mendorong pasien untuk melakukan aktivitas sosial
dan menerima keadaan dirinya.
Rasinonal: meningkatkan rasa percaya diri

6. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan


kurang terpajan informasi 
Tujuan:
klien akan memahami penyakit tiroiditis, dengan kriteria
hasil: dapat menjawab kembali apa yang ditanyakan
tentang penyakit tiroiditis, mentaati pengobatan sesuai
therapi

Intervensi:
a. Kaji tingkat pendidikan dan persepsi klien dan
keluarga tentang penyakit tyroiditis
Rasinonal: meningkatkan pengetahuan klien sehingga
dan bekerja sam 
b. Jelaskan tentang pengertian, penyebab, perjalanan
penyakit, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan
diagnosa, penatalaksanaan penyakit tyroiditis.
Rasinonal: meningkatkan pengetahuan sehingga
dapat  bekerjasama
c. Jelaskan tindakan pencegahan .
Rasinonal: meningkatkan pengetahuan agar dapat
merubah pola hidup yang sehat dan dapat minum obat
secara teratur sesuai resep dokter.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sistem endokrin adalah sistem kelenjar dan struktur lain yang mengeluarkan sekret
internal ( hormon) yang dilepaskan secara langsung ke dalam sistem sirkulasi,
mempengaruhi metabolisme dan proses tubuh lainnya.
Sistem endokrin, dalam kaitannya dengan sistem saraf, mengontrol dan memadukan
fungsi tubuh. Kedua sistem ini bersama-sama bekerja untuk mempertahankan
homeostasis tubuh. Fungsi mereka satu sama lain saling berhubungan, namun dapat
dibedakan dengan karakteristik tertentu.Sistem endokrin memiliki fungsi untuk
mempertahankan hemoestatis, membantu mensekresikan hormon-hormon yang bekerja
dalam sistem persyarafan, pengaturan pertumbuhan dan perkembangan dan kontrol
perkembangan seksual dan reproduksi.
Ada berbagai jenis gangguan sistem endokrin seperti Dwarfisme, Gigantisme
(acromegaly) , Penyakit Cushing (Sindrom Cushing), Goiter (gondok),
Diabetes Insipidus, Tumor tiroid, dan lain-lain.

3.2 Saran
Perawat harus mampu memahami tindakan yang tepat pada pasien dengan gangguan
sistem endokrin seperti pemeriksaan diagnostik dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Sangat diharapkan agar terhindar dari alergi dengan menghindari penyebab alergi
misalnya debu, dan makanan yang menyebabkan alergi.
Daftar Pustaka

Ganong, William. Kelenjar Thyroid, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi kedua puluh. 聽
Jakarta, McGraw-Hill & EGC. 2003

Slonane.Ethel, 2004, Anatomi Fisiologi Untuk Pemula, alih bahasa James Veldran, Jakarta: EGC

Gibson.John, 2003, Fisiologi dan Anatomi Modern Untuk Perawat Edisi 2, alih bahasa dr.Bertha
Sugiarto, Jakarta: EGC

Diah KD.Sansri, 2013, Anatomi Fisiologi Sistem Endokrin.pptx , Bandung: Poltekkes Bandung

Ellyzar M. Adil, 2009, SISTEM ENDOKRIN.pptx BIOLOGI FMIPA UI,  Jakarta: FMIPA UI

Syaifuddin (2009)., Anatomi Tubuh Manusia, untuk mahasiswa Keperawatan, edisi 2. Jakarta:
Salemba Medika

Syaifuddin (2010)., Fisiologi Tubuh Manusia, untuk mahasiswa Keperawatan, edisi 2. Jakarta:
Salemba Medika

Syaifuddin (2010)., Anatomi Tubuh Manusia (Atlas Berwarna Tiga Bahasa)., edisi 2. Jakarta:
Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai