Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perkembangan di dunia teknik sipil menuntut bangsa Indonesia untuk
dapat menghadapi segala kemajuan dan tantangan pada bidang teknologi
dan konstruksi. Hal itu dapat terpenuhi apabila sumber daya yang dimiliki
oleh bangsa Indonesia memiliki kualitas pendidikan di dunia teknik sipil
yang memadai. Karena pendidikan merupakan sarana utama bagi kita
untuk semakin siap dalam menghadapi perkembangan ini.
Bangsa Indonesia telah menyediakan berbagai sarana dan fasilitas
guna memenuhi sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam hal ini
Teknik Sipil Universitas Hasyim Asy’ari sebagai salah satu lembaga
pendidikan dalam merealisasikan hal tersebut memberikan tugas sebuah
perencanaan gedung bertingkat dengan maksud agar dapat menghasilkan
sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu bersaing dalam dunia
kerja. Sehingga akan mendukung untuk kemajuan bangsa Indonesia
khususnya dibidang teknologi dan konstruksi.

1.2. Maksud dan Tujuan


Program Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasyim
Asy’ari Tebuireng Jombang sebagai lembaga pendidikan bertujuan untuk
menghasilkan ahli teknik yang berkualitas, bertanggung jawab, kreatif
dalam menghadapi masa depan serta dapat mensukseskan pembangunan
nasional di Indonesia. Adapun maksud dan tujuan tugas perencanaan
gedung ini adalah sebagai berikut :
1. Mahasiswa diharapkan dapat merencanakan suatu konstruksi
bangunan bertingkat.
2. Mahasiswa diharapkan dapat memahami langkah-langkah dalam
merencanakan konstruksi bangunan bertingkat.
3. Mahasiswa diharapkan dapat menganalisa kelayakan perencanaan
konstruksi bangunan bertingkat.

1
1.3. Kriteria Perencanaan
a. Spesifikasi Bangunan
- Fungsi Bangunan : Ruko / Rumah Toko
- Luas Bangunan : 240 m2
- Jumlah Lantai : 2 lantai
- Tinggi / Lantai :4 m
- Konstruksi Atap : Plat Beton
- Pondasi : Foot Plat

b. Spesifikasi Bahan
- Beton : f’c = 25 MPa
E = 4700 (f’c)^0,5 MPa
- Rebar : fy = 400 Mpa untuk D ≥ 10 mm
fy = 240 Mpa untuk D < 8 mm

1.4. Peraturan Perencanaan yang Berlaku


a. Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung, SNI 1727-1989-F
b. Peraturan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung, SNI 2847-2013

2
BAB II
DASAR TEORI

2.1. Dasar Perencanaan


Dalam merencanakan struktur suatu bangunan bertingkat, digunakan
struktur yang mampu mendukung berat sendiri, gaya angin, beban hidup
maupun beban khusus yang bekerja pada struktur bangunan tersebut.
Beban - beban yang bekerja pada struktur dihitung menurut Peraturan
Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (1727-1989-F), beban - beban
tersebut adalah :
a. Beban Mati (D)
Beban mati adalah berat dari semua bagian suatu gedung yang
bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian -
penyelesaian, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan
bagian tak terpisahkan dari gedung itu. Untuk merencanakan gedung
ini, beban mati yang terdiri dari berat sendiri bahan bangunan dan
komponen gedung adalah :
1. Bahan Bangunan :
- Baja ..................................................................... 7.850 kg/ m2
- Beton bertulang ................................................. 2.400 kg/m2
- Beton biasa ....................................................... 2.200 kg/m2
- Pasangan batu belah .......................................... 2.200 kg/m2
- Pasir basah ........................................................ 1800 kg/m2
- Pasir kering .............................................1600 kg/m 2

2. Komponen Gedung :
- Dinding pasangan bata merah setengah bata ......... 250 kg/m2
- Adukan Semen……………………………....….……21kg/m2
- Penutup lantai dari keramik dan beton……...............24 kg/m2
- Kaca Tebal 3 – 4 mm………………….......….....…..10 kg/m2

3
b. Beban Hidup (L)
Beban hidup adalah beban yang terjadi akibat adanya
penghunian atau penggunaan suatu gedung, termasuk beban pada
lantai yang berasal dari barang yang dapat berpindah – pindah. Beban
hidup yang berkerja padasuatu bangunan disesuaikan dengan rencana
fungsi bangunan tersebut, diantaranya yaitu :
- Beban atap.....................................................................100 kg/m2
- Beban tangga & bordes..................................................300
kg/m2
- Beban lantai...................................................................200 kg/m2
- Balkon – balkon.............................................................300 kg/m2
Berhubung peluang untuk terjadi beban hidup penuh yang
membebani semua bagian dan unsur sruktur pemikul secaraserempak
selama unsur gedung tersebut adalah sangat kecil, maka perencanaan
balok induk dan portal dari sistem pemikul beban dari suatu struktur
gedung, beban hidupnya dikalikan dengan suatu koefisien reduksi
yang nilainyatergantung pada penggunaan gedung / bangunan yang
ditinjau. Berikut adalah nilai koefisien reduksinya :
Koefisien Beban Hidup
Penggunaan Gedung / Bangunan (untuk perencanaan
balok induk dan portal)
Perumahan / Penghunian
0,75
Rumah tinggal, asrama, hotel, rumah sakit
Perdagangan
0,80
Toko, toserba, pasar
Gang dan Tangga
Perumahan / penguhinan 0,75
Pendidikan, kantor 0,75
Pertemuan umum, perdagangan, industri, 0,90
tempat kendaraan
Tabel 2.1. Koefisien Reduksi Beban Hidup SNI 03-1729-2002

4
2.2. Sistem Kerja Beban
Bekerjanya beban untuk bangunan bertingkat berlaku sitem gravitasi
yaitu elemen struktur yang berada id atas akan membebani elemen struktur
yang berada di bawahnya atau dengan kata lain elemen struktur yang
mempunyai kekuatan lebih besar akan menahan atau memikul elemen
struktur yang mempunyai kekuatan lebih kecil
Dengan demikian sistem bekerjanya beban untuk elemen struktur
gedung maupun rumah bertingkat secara umum dapat dinyatakan sebagai
berikut :
“beban pelat lantai didistribusikan terhadap balok anak dan balok portal,
beban balok portal didistribusikan ke kolom dan beban kolom kemudian
diteruskan ke tanah dasar melalui pondasi”.
2.3. Kombinasi Beban
Dalam pedoman beton SNI 03-2847-2002, suatu struktur harus
direncanakan untuk memiliki cadangan kekuatan untuk memiliki beban
yang lebih tinggi dari beban normal. Dan berikut ini kombinasi beban yang
biasa digunakan untuk menghitung suatu struktur gedung / bangunan
bertingkat :
No Kombinasi Beban Faktor Pembebanan
1 D 1,4 D
2 D, L 1,2 D + 1,6 L
3 D, L, A, R 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R)
4 D, L, W, A, R 1,2 D + 1,6 L ±1,6 W + 0,5 (A atau R)
5 D, L. W 1,2 D + 1,6 L ± 0,8 W
6 D, W 0,9 D ± 1,6 W
7 D, L, E 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E
8 D, E 0,9 D ± 1,0 E
9 D, F 1,4 (D + F)
10 D, T, L, A, R 1,2 (D + T) + 1,6 L + 0,5 (A atau R)
Tabel 2.3. Kombinasi Faktor Pembebanan SNI 03-1729-2002

Keterangan :
D : Beban mati
L : Beban hidup
W : Beban Angin
A : Beban Atap

5
R : Beban air hujan
E : Beban gempa
T : Pengaruh kombinasi suhu, rangkak, susut dan perbedaan penurunan
F : Beban akibat berat dan tekanan fluida

2.4. Faktor Reduksi Kekuatan


Faktor reduksi kekuatan berpengaruh pada setiap komponen strutur
yaitu pada balok, kolom mapun pelat lantai. Dan berikut ini adalah nilai
faktor reduksi ditinjau pada kondisi gaya yang berkerja :
No Kondisi Gaya Faktor Reduksi (Ø)
1 Lentur tanpa beban aksial 0,80
2 Aksial tarik dengan lentur 0,80
3 Aksial tekan dengan lentur
a. Komponen dengan tulangan spiral 0,70
b. Komponen struktur lain 0,65
4 Geser dan torsi 0,75
5 Tumpuan beton 0,65
6 Komponen struktur yang memikil gaya
tarik
0,90
a. Terhadap kuat tarik leleh
0,75
b. Terhadap kuat tarik fraktur
Tabel 2.4. Faktor Reduksi Kekuatan Komponen SNI 03-1729-2002

Terdapat beberapa persyaratan utama pada pedoman beton SNI 03-


2847-2002 yang diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Jarak bersih antara tulangan sejajar dalam lapis yang sama tidak boleh
kurang dari “db” atau 25 mm, dimana “db” adalah diameter tulangan.
b. Jika tulangan sejajar tersebut diletakkan dalam dua lapis atau lebih,
maka tulangan pada lapisan atas harus diletakkan tepat diatas tulangan
dibawahnya dengan jarak bersih tidak boleh kurang dari 25 mm.
Syarat tebal selimut beton minimum untuk beton yang dicor setempat
adalah sebagai berikut :
a. Untuk pelat dan dinding...............................................................20 mm
b. Untuk balok dan kolom.................................................................40
mm

6
c. Beton yang berhubungan langsung dengan tanah atau cuaca ......40
mm
2.5. Perencanaan Struktur Beton
a. Perencanaan Pelat Lantai
Dalam perencanaan struktur pelat lantai bangunan ini

Ly
menggunakan metode perhitungan 2 arah. Dengan ketentuan <2
Lx
(Pelat dua arah). Beban pelat lantai jenis ini disalurkan ke empat sisi
pelat atau ke empat balok yang menopang pada pelat tersebut. Berikut

ini adalah gambaran dari pelat dua arah :

Gambar 2.5. Tulangan Pelat Dua Arah


Ada 2 tabel yang digunakan sebagai acuan dalam menghitung momen
akibat dari beban merata.
Ly
- Tabel 1 adalah nilai perbandingan dengan kondisi pelat
Lx
berada pada tumpuan bebas dan menerus atau terjepit elastis.
Ly
- Tabel 2 adalah nilai perbandingan dengan kondisi pelat
Lx
berada pada tumpuan bebas dan terjepit penuh.
(lihat pada lampiran).

7
Dengan perencanaan :

a. Pembebanan :
- Beban mati
- Beban hidup : 200kg/m2
b. Asusmsi perletakan : terjepit elastis
c. Analisa struktur & penampang berdasarkan pada SNI 03-2847-
2002
d. Syarat pemasangan tulangan lentur :
- Jarak minimum tulangan sengkang adalah 25 mm.
- Jarak maksimum tulangan sengkarang adalah 240 mm atau
2h.
Berikut ini adalah tahapan dalam perhitungan penulangan lentur :

Mu
a. M n= ; ∅=0,80

fy
b. m=
0,85 × f ' c
Mn
c. Rn=
b × d2

1 2× m× Rn
d. p=
m ( √
1− 1−
fy )
0,85 × f ' c 600
e. pb=
fy ((
× β
600+ fy ))
f. pmax =0,75 × pb pmin < p < p max →tulangan tunggal
p< pmin → dipakai pmin =0,0025
g. As= p didapat × b ×d
Keterangan :

Mn : nilai momen nominal penampang (Nmm)

8
Mu : nilai momen terfaktor penampang (Nmm)

Ø : faktor reduksi

m : nilai momen (Nmm)

f’c : kuat tekan beton (Mpa)

fy : kuat leleh baja (Mpa)

b : lebar penampang (mm)

d : jarak dari serat terluar ke titik tulangan tarik (mm)

p : rasio tulangan tarik non – prategang

pb : rasio tulangan kondisi regangan yang seimbang

β : nilai koefisien yang tergantung dari besarnya nilai f’c

2.2.1 Perencanaan Balok


Dalam perencanaan balok yang perlu diperhatikan pertama
adalah pendimensian balok itu sendiri, dimana dimensi balok akan
menentukan besarnya gaya – gaya dalam yang terjadi pada struktur.
Dan berikut ini adalah syarat umum yang dipakai dalam
pendimensian balok :
1 1
- h = L− L
10 15
1 2
- b = h− h
2 3
1
- d = h− ×∅ tul −∅ sengk
2

h d

Gambar 2.2 Penampang Balok

9
Keterangan :

h : tinggi balok (mm)

b : lebar balok (mm)

d : tinggi efektif balok (mm)

L : panjang bentang balok (mm)

Øtul : diameter tulangan utama (mm)

Øsengk : diameter sengkang (mm)

Dengan perencanaan :

a. Pembebanan :
- Beban mati
- Beban hidup : 200kg/m2
b. Asusmsi perletakan : jepit – jepit
c. Analisa struktur berdasarkan pada program SAP 2000.
d. Analisa penampang berdasarkan pada SNI 03-2847-2002.
Berikut ini adalah tahapan dalam perhitungan penulangan lentur :

Mu
a. M n= ; ∅=0,80

fy
b. m=
0,85 × f ' c
Mn
c. Rn=
b × d2

1 2× m× Rn
d. p=
m ( √
1− 1−
fy )
0,85 × f ' c 600
e. pb=
fy ((
× β
600+ fy ))
1,4
f. pmax =0,75 × pb pmin = p < p < p maks p< pmin → dipakai pmin
fy min

Berikut ini adalah tahapan dalam perhitungan penulangan geser :


a. ∅=0,60

10
1 '
b. V c = × √ f c × b ×d∅ V c =0,6 ×V c
6
c. Vu<∅ Vc <3 × ∅ Vc →tidak perlutulangan geser
d. Vs perlu=Vu−Vc → pili h tulanganterpasang
Av × fy × d
e. Vs ada=
s
Keterangan :

Mn : nilai momen nominal penampang (Nmm)

Mu : nilai momen terfaktor penampang (Nmm)

Ø : faktor reduksi

m : nilai momen (Nmm)

f’c : kuat tekan beton (Mpa)

fy : kuat leleh baja (Mpa)

b : lebar penampang (mm)

d : jarak dari serat terluar ke titik tulangan tarik (mm)

p : rasio tulangan tarik non – prategang

pb : rasio tulangan kondisi regangan yang seimbang

β : nilai koefisien yang tergantung dari besarnya nilai f’c

Vu : nilai gaya lintang terfaktor (N)

Vc : kuat geser nominal yang disumbangkan beton (N)

Vs : kuat geser nominal yang disumbangkan tulangan geser


(N)

2.2.2 Perencanaan Kolom


Kolom direncanakan untuk memikul beban aksial terfaktor
yang bekerja pada semua lantai atau atap dan momen maksimum
yang berasal dari beban terfaktor pada satu bentang terdekat dari
lantai atau atap yang ditinjau.

11
Momen yang bekerja harus didistribusikan pada kolom di atas dan
di bawah lantai tersebut berdasarkan kekakuan relatif kolom
dengan memperhatikan kondisi kekangan pada ujung kolom.

Gambar 2.3 Penampang Kolom

Didalam merencanakan suatu kolom terdapat 3 macam


keruntuhan kolom, diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Keruntuhan seimbang, apabila Pn = Pnb
b. Keruntuhan tarik, apabila Pn < Pnb
c. Keruntuhan tekan, apabila Pn > Pnb
Berikut ini adalah tahapan dalam perhitungan kolom :

a. ∅=0,65

12
b. Tentukan nilai f’c dan fy
c. Tentukan nilai b, h dan d
d. Hitung nilai Pnb
600
Pnb=0,85 × f ' c × ab ×b ab=β d
600+ fy
e. Hitung nilai Pu
Pu=∅ × Pnb
f. Hitung nilai eksentrisitas minimal
e min =0,1 ×h
g. Hitung nilai Mu
Mu=∅ × ( Pnb ×e min )
h. Hitung nilai eksentrisitas terfaktor
Mu
e=
Pu
i. Hitung nilai Pnperlu
Pu
Pn perlu=

Syarat :
a. Bila Pn < Pnb terjadi keruntuhan tarik, maka :
h d
As=
Pn× e− +
2 2 ( )
fy × ( d−d ' )

b. Bila Pn > Pnb terjadi keruntuhan tekan, maka :

1 k1 e
As =
'
fy ( k2
'
)
k 1 × Pn− × ( b ×h × f c ) k 1=
d−d '
+0,5

3 × he
k 2= +1,18
d2
Keterangan :
As : luas penampang baja / besi e : eksentrisitas
b : lebar penampang kolom Pn : kapasitas
minimal kolom

13
d : tinggi efektif kolom k : faktor jenis
struktur
d’ : jarak tulangan ke sisi luar beton He : tebal kolom
h : tinggi kolom f’c : kuat tekan
beton

2.2.3 Perencanaan Struktur Pondasi


Dalam perencanaan struktur ini, pondasi yang digunakan
adalah pondasi dengan jenis telapak (foot plat) yang termasuk
dalam pondasi dangkal karena merupakan bangunan 2 lantai dan
digunakan pada kondisi tanah dengan daya dukung izin 1,5 – 2,5
kg/cm2.
Agar pondasi tidak mengalami penurunan yang singnifikan
maka diperlukan daya dukung tanah yang memadai, dimana
kemampuan tanah untuk menahan beban yang berada diatasnya.

Berikut ini adalah tahapan dalam perhitungan pondasi :

a. Hitung daya dukung tanah


Pu
σ tanah= σ < σ izin tanah → aman
A tana h
b. Hitung berat pondasi
Vt =Vu+ berat pondasi
c. Hitung tegangan kontak pondasi (qu)

14
BAB III
PERHITUNGAN STRUKTUR ATAS

3.1. Perencanaan Pelat Lantai


a. Beban-beban yang bekerja pada pelat lantai
 Beban mati (DL)
Berat pelat sendiri = 0,12 x 2400 x 1 = 288 kg/m2
Berat keramik (1 cm) = 0,01 x 1700 x 1 = 17 kg/m2
Berat speci (2 cm) = 0,02 x 2100 x 1 = 42 kg/m2
Berat plafond + instalasi listrik = 0,04 x 275 + 14 = 25 kg/m2
Berat pasir (2 cm) = 0,02 x 1800 x 1 = 36 kg/m2
Total Berat Mati (DL) = 408 kg/m2
 Beban hidup (LL)
Berdasarkan PPIUG 1983 beban hidup untuk ruko = 250 kg/m2
 Beban Ultimate (U)
U = 1,2DL + 1,6LL
U = 1,2 x 408 + 1,6 x 250
U = 889,6 kg/m2

b. Perhitungan momen pelat lantai

15
 Tipe pelat A,B

Ly 3,15
= =1,05
Lx 3,00
Mlx = 0,001 . qu . Lx2 . x = 0,001 x 985,6 x (3)2 x 48 = 4,25
kN.m
Mly = 0,001 . qu . Lx2 . x = 0,001 x 985,6 x (3)2 x 48 = 4,25
kN.m
Mtx = -0,001 . qu . Lx2 . x = -0,001 x 985,6 x (3)2 x 48 = -4,25
kN.m
Mty = -0,001 . qu . Lx2 . x = -0,001 x 985,6 x (3)2 x 48 = -4,25
kN.m

 Tipe pelat C,D,E,F,G,H,I

Ly 3 ,00
= =1
Lx 3,00
Mlx = 0,001 . qu . Lx2 . x = 0,001 x 985,6 x (3)2 x 13 = 1,15
kN.m
Mly = 0,001 . qu . Lx2 . x = 0,001 x 985,6 x (3)2 x 38 = 3,37
kN.m
Mtx = -0,001 . qu . Lx2 . x = -0,001 x 985,6 x (3)2 x 13 = -1,15
kN.m

16
Mty = -0,001 . qu . Lx2 . x = -0,001 x 985,6 x (3)2 x 38 = -3,37
kN.m
 Tipe pelat J,K

Ly 3,55
= =1,18
Lx 3,00
Mlx = 0,001 . qu . Lx2 . x = 0,001 x 985,6 x (3)2 x 48 = 4,25
kN.m
Mly = 0,001 . qu . Lx2 . x = 0,001 x 985,6 x (3)2 x 39 = 3,45
kN.m
Mtx = -0,001 . qu . Lx2 . x = -0,001 x 985,6 x (3)2 x 55 = -4,25
kN.m
Mty = -0,001 . qu . Lx2 . x = -0,001 x 889,6 x (3)2 x 38 = -3,45
kN.m

 Tipe pelat L,M

Ly 3
= =1,2
Lx 2,5
Mlx = 0,001 . qu . Lx2 . x = 0,001 x 985,6 x (3)2 x 61= 5,41
kN.m
Mly = 0,001 . qu . Lx2 . x = 0,001 x 985,6 x (3)2 x 51 = 4,52
kN.m

17
Mtx = -0,001 . qu . Lx2 . x = -0,001 x 985,6 x (3)2 x 61 = -5,41
kN.m
Mty = -0,001 . qu . Lx2 . x = -0,001 x 985,6 x (3)2 x 51 = -34,52
kN.m

Rekapitulasi perhitungan momen pelat lantai tersaji dalam tabel berikut.


Tipe
Ly/lx Mlx Mly Mtx Mty
pela
(m) (kN.m) (kN.m) (kN.m) (kN.m)
t
3,15
A =1,05 4,25 4,25 -4,25 -4,25
3,00
3,15
B =1,05 4,25 4,25 -4,25 -4,25
3,00
3,00
C =1 1,15 3,37 -31,15 -3,37
3,00
3,00
D =1 1,15 3,37 -31,15 -3,37
3,00
3,00
E =1 1,15 3,37 -31,15 -3,37
3,00
3,00
F =1 1,15 3,37 -31,15 -3,37
3,00
3,00
G =1 1,15 3,37 -31,15 -3,37
3,00
3,00
H =1 1,15 3,37 -31,15 -3,37
3,00
3,00
I =1 1,15 3,37 -31,15 -3,37
3,00
3,55
J =1 ,18 4,25 3,45 -4,25 -3,45
3,00
3,55
K =1,18 4,25 3,45 -4,25 -3,45
3,00
3,00
L =1,2 5,41 4,52 -5,41 -4,52
2,50
3,00
M =1,2 5,41 4,52 -5,41 -4,52
2,50

Dari perhitungan momen diambil momen terbesar untuk pelat utama yaitu:
Mlx = 5,41 kN.m Mtx = -5,41 kN.m
Mly = 4,52 kN.m Mty = -4,52 kN.m

18
c. Perhitungan tulangan lentur pelat lantai
Data : Tebal pelat (h) = 12 cm = 120 mm
Diameter tulangan (∅) = 10 mm
Tebal selimut (d’) = 20 mm
b = 1000 mm
fy = 240 Mpa
f’c = 25 Mpa
Tinggi Efektif (d) = h – d’ = 120 - 20 = 100 mm
dx = h – d’ – ½ ∅ = 120 – 20 – 5 = 95 mm
dy = h - d’- ∅- ½ ∅=120–20–10-5=85 mm

 Tulangan lapangan/tumpuan arah x

Mlx = Mtx = 5,36 kN.m

Momen nominal:
∅=0,80 , karena lentur
Mu 5,36.10 6
Mn= = =6700000 Nmm
∅ 0,80

Rasio tulangan minimum:


1,4 1,4
ρmin = = =0,00583
fy 240

Rasio tulangan maksimum:


β 1=0,85 , karena fc’ = 25 Mpa ≤ 30 Mpa
ρmax =0,75 . ρb

0,85. fc' 600


[
ρmax =0,75 . β 1 .
fy (.
600+ fy )]

19
0,85.25 600
[
ρmax =0,75 . 0,85 .
240 (. )]
600+240
=0,0403

20
Rasio tulangan perlu:
Mn 6700000
Rn= = =0,742 Mpa
b . d 2 1000 . 952
0,85 . f c ' 2. Rn
ρ=
fy ( √
. 1− 1−
0,85. f c' )
0,85 . 25 2 .0,742
ρ=
240 ( √
. 1− 1−
0,85 .25 )
ρ=0,0032≤ ρmin =0,00583 , maka dipakai ρmin =0,00583

Luas tulangan perlu:


As= ρmin . b . d

As=0,00583. 1000 .95=554 mm 2

Dicoba tulangan ∅=10


1 1
. π . ∅2 . b . π .102 .1000
Jarak tulangan 4 4
¿ = =141 mm
As 554
Maka dipakai tulangan ∅ 10−140
Cek jarak antar tulangan 140 mm<3h = 360 mm dan<450 mm..ok

 Tulangan lapangan/tumpuan arah y

Mly = Mty = 4,08 kN.m

Momen nominal:
∅=0,80 , karena lentur
Mu 4,08 .10 6
Mn= = =5100000 Nmm
∅ 0,80

21
Rasio tulangan minimum:
1,4 1,4
ρmin = = =0,00583
fy 240

Rasio tulangan maksimum:


β 1=0,85 , karena fc’ = 25 Mpa ≤ 30 Mpa
ρmax =0,75 . ρb

0,85. fc' 600


[
ρmax =0,75 . β 1 .
fy (.
600+ fy )]
0,85.25 600
[
ρmax =0,75 . 0,85 .
240
. (
600+240
=0,0403 )]
Rasio tulangan perlu:
Mn 5100000
Rn= = =0,565 Mpa
b . d 2 1000 . 952
0,85 . f c ' 2. Rn
ρ=
fy ( √
. 1− 1−
0,85. f c' )
0,85 . 25 2. 0,565
ρ=
240 ( √
. 1− 1−
0,85 .25 )
ρ=0,0024 ≤ ρmin =0,00583, maka dipakai ρmin =0,00583

Luas tulangan perlu:


As= ρmin . b . d

As=0,00583. 1000 .85=496 mm2


Dicoba tulangan ∅=10
1 1
. π . ∅2 . b . π .102 .1000
Jarak tulangan 4 4
¿ = =158 mm
As 496
Maka dipakai tulangan ∅ 10−150
Cek jarak antar tulangan 150 mm<3h = 360 mm dan<450 mm..ok

 Tulangan susut dan tulangan bagi


SNI 1991 tidak mengatur untuk tulangan polos maka dipakai
persyaratan dari PBI ’71.

22
0,025 .b . h
Assusut =
100
0,025 .1000 . 120
Assusut = =30 mm2
100
Atau
Assusut =20 % . As pokok

Assusut =20 % .554=110,8 mm2


Dicoba tulangan ∅=8 mm .
1 1
. π . ∅2 . b . π .8 2 .1000
Jarak tulangan 4 4
¿ = =453 mm
As 110,80
Maka dipakai tulangan ∅ 8−300
Cek jarak antar tulangan 300 mm<5h = 600 mm dan<450 mm..ok

 Kesimpulan tulangan lentur pelat lantai


Momen Tulangan Tulangan
Tulangan Arah As
(kN.m) Teoritis Terpasang
x -5,36 554 ∅ 10−141 ∅ 10−140
Tumpuan
y -4,08 496 ∅ 10−158 ∅ 10−150
x +5,36 554 ∅ 10−141 ∅ 10−140
Lapangan
y +4,08 496 ∅ 10−158 ∅ 10−150
Susut/Pembagi ∅ 8−453 ∅ 8−300

 Sketsa pemasangan tulangan

23
3.2. Perencanaan Pelat Atap
d. Beban-beban yang bekerja pada pelat atap
 Beban mati (DL)
Berat pelat sendiri = 0,10 x 2400 x 1 = 240 kg/m2
Berat plafond + instalasi listrik = 0,04 x 275 + 14 = 25 kg/m2
Total Berat Mati (DL) = 265 kg/m2
 Beban hidup (LL)
Berdasarkan PPIUG 1983 beban hidup untuk ruko = 100 kg/m2
 Beban Ultimate (U)
U = 1,2DL + 1,6LL
U = 1,2 x 265 + 1,6 x 100
U = 478 kg/m2

e. Perhitungan momen pelat atap

24
 Tipe pelat A

Ly 4,00
= =1,3
Lx 3,00
Mlx = 0,001 . qu . Lx2 . x = 0,001 x 478 x (3)2 x 67 = 2,88 kN.m
Mly = 0,001 . qu . Lx2 . x = 0,001 x 478 x (3)2 x 51 = 2,19 kN.m
Mtx = -0,001 . qu . Lx2 . x = -0,001 x 478 x (3)2 x 67 = -2,88
kN.m
Mty = -0,001 . qu . Lx2 . x = -0,001 x 478 x (3)2 x 51 = -2,19
kN.m

 Tipe pelat B

Ly 4,00
= =1,3
Lx 3,00
Mlx = 0,001 . qu . Lx2 . x = 0,001 x 478 x (3)2 x 67 = 2,88 kN.m
Mly = 0,001 . qu . Lx2 . x = 0,001 x 478 x (3)2 x 51 = 2,19 kN.m
Mtx = -0,001 . qu . Lx2 . x = -0,001 x 478 x (3)2 x 67 = -2,88
kN.m
Mty = -0,001 . qu . Lx2 . x = -0,001 x 478 x (3)2 x 51 = -2,19
kN.m

 Tipe pelat C

25
Ly 4,00
= =1,3
Lx 3,00
Mlx = 0,001 . qu . Lx2 . x = 0,001 x 478 x (3)2 x 55 = 2,36 kN.m
Mly = 0,001 . qu . Lx2 . x = 0,001 x 478 x (3)2 x 38 = 1,63 kN.m
Mtx = -0,001 . qu . Lx2 . x = -0,001 x 478 x (3)2 x 55 = -2,36
kN.m
Mty = -0,001 . qu . Lx2 . x = -0,001 x 478 x (3)2 x 38 = -1,63
kN.m
 Tipe pelat D

Ly 4,00
= =1,3
Lx 3,00
Mlx = 0,001 . qu . Lx2 . x = 0,001 x 478 x (3)2 x 55 = 2,36 kN.m
Mly = 0,001 . qu . Lx2 . x = 0,001 x 478 x (3)2 x 38 = 1,63 kN.m
Mtx = -0,001 . qu . Lx2 . x = -0,001 x 478 x (3)2 x 55 = -2,36
kN.m
Mty = -0,001 . qu . Lx2 . x = -0,001 x 478 x (3)2 x 38 = -1,63
kN.m

 Tipe pelat E

26
Ly 4,00
= =1,3
Lx 3,00
Mlx = 0,001 . qu . Lx2 . x = 0,001 x 478 x (3)2 x 55 = 2,36 kN.m
Mly = 0,001 . qu . Lx2 . x = 0,001 x 478 x (3)2 x 38 = 1,63 kN.m
Mtx = -0,001 . qu . Lx2 . x = -0,001 x 478 x (3)2 x 55 = -2,36
kN.m
Mty = -0,001 . qu . Lx2 . x = -0,001 x 478 x (3)2 x 38 = -1,63
kN.m

 Tipe pelat F

Ly 4,00
= =1,3
Lx 3,00
Mlx = 0,001 . qu . Lx2 . x = 0,001 x 478 x (3)2 x 55 = 2,36 kN.m
Mly = 0,001 . qu . Lx2 . x = 0,001 x 478 x (3)2 x 38 = 1,63 kN.m
Mtx = -0,001 . qu . Lx2 . x = -0,001 x 478 x (3)2 x 55 = -2,36
kN.m
Mty = -0,001 . qu . Lx2 . x = -0,001 x 478 x (3)2 x 38 = -1,63
kN.m
 Tipe pelat G

Ly 4,00
= =1,3
Lx 3,00
Mlx = 0,001 . qu . Lx2 . x = 0,001 x 478 x (3)2 x 55 = 2,36 kN.m
Mly = 0,001 . qu . Lx2 . x = 0,001 x 478 x (3)2 x 38 = 1,63 kN.m
Mtx = -0,001 . qu . Lx2 . x = -0,001 x 478 x (3)2 x 55 = -2,36
kN.m

27
Mty = -0,001 . qu . Lx2 . x = -0,001 x 478 x (3)2 x 38 = -1,63
kN.m

 Tipe pelat H

Ly 4,00
= =1,3
Lx 3,00
Mlx = 0,001 . qu . Lx2 . x = 0,001 x 478 x (3)2 x 55 = 2,36 kN.m
Mly = 0,001 . qu . Lx2 . x = 0,001 x 478 x (3)2 x 38 = 1,63 kN.m
Mtx = -0,001 . qu . Lx2 . x = -0,001 x 478 x (3)2 x 55 = -2,36
kN.m
Mty = -0,001 . qu . Lx2 . x = -0,001 x 478 x (3)2 x 38 = -1,63
kN.m

 Tipe pelat I

Ly 4,00
= =1,3
Lx 3,00
Mlx = 0,001 . qu . Lx2 . x = 0,001 x 478 x (3)2 x 67 = 2,88 kN.m
Mly = 0,001 . qu . Lx2 . x = 0,001 x 478 x (3)2 x 51 = 2,19 kN.m
Mtx = -0,001 . qu . Lx2 . x = -0,001 x 478 x (3)2 x 67 = -2,88
kN.m
Mty = -0,001 . qu . Lx2 . x = -0,001 x 478 x (3)2 x 51 = -2,19
kN.m
 Tipe pelat J

28
Ly 4,00
= =1,3
Lx 3,00
Mlx = 0,001 . qu . Lx2 . x = 0,001 x 478 x (3)2 x 67 = 2,88 kN.m
Mly = 0,001 . qu . Lx2 . x = 0,001 x 478 x (3)2 x 51 = 2,19 kN.m
Mtx = -0,001 . qu . Lx2 . x = -0,001 x 478 x (3)2 x 67 = -2,88
kN.m
Mty = -0,001 . qu . Lx2 . x = -0,001 x 478 x (3)2 x 51 = -2,19
kN.m

Rekapitulasi perhitungan momen pelat atap tersaji dalam tabel berikut.


Tipe Ly/lx Mlx Mly Mtx Mty
pelat (m) (kN.m) (kN.m) (kN.m) (kN.m)
4,00
A =1,3 2,88 2,19 -2,88 -2,19
3,00
4,00
B =1,3 2,88 2,19 -2,88 -2,19
3,00
4,00
C =1,3 2,36 1,63 -2,36 -1,63
3,00
4,00
D =1,3 2,36 1,63 -2,36 -1,63
3,00
4,00
E =1,3 2,36 1,63 -2,36 -1,63
3,00
4,00
F =1,3 2,36 1,63 -2,36 -1,63
3,00
4,00
G =1,3 2,36 1,63 -2,36 -1,63
3,00
4,00
H =1,3 2,36 1,63 -2,36 -1,63
3,00
4,00
I =1,3 2,88 2,19 -2,88 -2,19
3,00
4,00
J =1,3 2,88 2,19 -2,88 -2,19
3,00

Dari perhitungan momen diambil momen terbesar untuk pelat atap yaitu:

29
Mlx = 2,88 kN.m Mtx = -2,88 kN.m
Mly = 2,19 kN.m Mty = -2,19 kN.m
f. Perhitungan tulangan lentur pelat atap
Data : Tebal pelat (h) = 10 cm = 100 mm
Diameter tulangan (∅) = 8 mm
Tebal selimut (d’) = 20 mm
b = 1000 mm
fy = 240 Mpa
f’c = 25 Mpa
Tinggi Efektif (d) = h – d’ = 100 - 20 = 80 mm
dx = h – d’ – ½ ∅ = 100 – 20 – 4 = 76 mm
dy = h - d’- ∅- ½ ∅=100–20–8-4= 68 mm

 Tulangan lapangan/tumpuan arah x

Mlx = Mtx = 2,88 kN.m

Momen nominal:
∅=0,80 , karena lentur
Mu 2,88.10 6
Mn= = =3600000 Nmm
∅ 0,80

Rasio tulangan minimum:


1,4 1,4
ρmin = = =0,00583
fy 240

Rasio tulangan maksimum:


β 1=0,85 , karena fc’ = 25 Mpa ≤ 30 Mpa
ρmax =0,75 . ρb

0,85. fc' 600


[
ρmax =0,75 . β 1 .
fy (.
600+ fy )]

30
0,85.25 600
[
ρmax =0,75 . 0,85 .
240 (. )]
600+240
=0,0403

31
Rasio tulangan perlu:
Mn 3600000
Rn= = =0,63 Mpa
b . d 2 1000 . 762
0,85 . f c ' 2. Rn
ρ=
fy ( √
. 1− 1−
0,85. f c' )
0,85 . 25 2. 0,63
ρ=
240 ( √
. 1− 1−
0,85 .25 )
ρ=0,0027 ≤ ρ min=0,00583, maka dipakai ρmin =0,00583

Luas tulangan perlu:


As= ρmin . b . d

As=0,00583. 1000 .76=443 mm2

Dicoba tulangan ∅=10


1 1
. π . ∅2 . b . π .102 .1000
Jarak tulangan 4 4
¿ = =177 mm
As 443
Maka dipakai tulangan ∅ 10−170
Cek jarak antar tulangan 170 mm<3h = 360 mm dan<450 mm..ok

 Tulangan lapangan/tumpuan arah y

Mly = Mty = 2,19 kN.m

Momen nominal:
∅=0,80 , karena lentur
Mu 2,19 . 106
Mn= = =2737500 Nmm
∅ 0,80

32
Rasio tulangan minimum:
1,4 1,4
ρmin = = =0,00583
fy 240

Rasio tulangan maksimum:


β 1=0,85 , karena fc’ = 25 Mpa ≤ 30 Mpa
ρmax =0,75 . ρb

0,85. fc' 600


[
ρmax =0,75 . β 1 .
fy (.
600+ fy )]
0,85.25 600
[
ρmax =0,75 . 0,85 .
240
. (
600+240
=0,0403 )]
Rasio tulangan perlu:
Mn 2737500
Rn= = =0,59 Mpa
b . d 2 1000 . 682
0,85 . f c ' 2. Rn
ρ=
fy ( √
. 1− 1−
0,85. f c' )
0,85 . 25 2. 0,59
ρ=
240 ( √
. 1− 1−
0,85 .25 )
ρ=0,0025≤ ρmin =0,00583 , maka dipakai ρmin =0,00583

Luas tulangan perlu:


As= ρmin . b . d

As=0,00583. 1000 .68=396 mm 2

Dicoba tulangan ∅=10


1 1
. π . ∅2 . b . π .102 .1000
Jarak tulangan 4 4
¿ = =207 mm
As 379
Maka dipakai tulangan ∅ 10−200
Cek jarak antar tulangan 200 mm<3h = 360 mm dan<450 mm..ok

33
 Tulangan susut dan suhu
SNI 1991 tidak mengatur untuk tulangan polos maka dipakai
persyaratan dari PBI ’71.
0,025 .b . h
Assusut =
100
0,025 .1000 . 100
Assusut = =25 mm2
100
Atau
Assusut =20 % . As pokok

Assusut =20 % .437=87,4 mm 2


Dicoba tulangan ∅=8 mm
1 1
. π . ∅2 . b . π .8 2 .1000
Jarak tulangan 4 4
¿ = =574 mm
As 87,4
Maka dipakai tulangan ∅ 8−300
Cek jarak antar tulangan 300 mm<5h = 600 mm dan<450 mm..ok

 Kesimpulan tulangan lentur pelat atap


Momen Tulangan Tulangan
Tulangan Arah As
(kN.m) Teoritis Terpasang
x -2,88 443 ∅ 10−177 ∅ 10−170
Tumpuan
y -2,19 396 ∅ 10−207 ∅ 10−200
x +2,88 443 ∅ 10−177 ∅ 10−170
Lapangan
y +2,19 396 ∅ 10−207 ∅ 10−200
Susut/Pembagi ∅ 8−574 ∅ 8−300

34
2.3. Perencanaan Dimensi Balok
Rencana Dimensi Balok B1
1 1
h= . L= .400=35 cm
12 12
1 1
b= . h= .35=17,5 cm 20 cm
2 2
direncanakan dimensi balok B1 = 20/35 cm

Rencana Dimensi Balok B2


1 1
h= . L= .300=25 cm 30 cm
12 12
1 1
b= . h= .30=15 cm 20 cm
2 2
direncanakan dimensi balok B2 = 20/30 cm

Menghitung Pembebanan pada Balok


Pada perhitungan pembebanan balok ini di ambil bentang ruang yang
terbesar. Seperti pada gambar dibawah ini.

Menghitung beban trapesium


1
RA= .1,5 . 1,5=1,125
2
1
Q= . 1,5 .1,5=1,125
2

M maks=RA . 1,5−Q ( 13 .1,5)


¿ 1,125 .1,5−1,125 ( 13 . 1,5)
¿ 1,687−0,568

35
¿ 1,125

1
M maks= . h . l 2
8

36
1
¿ . h .l 2
8

2.4. Input & Output Data (Manual/Etabs/SAP2000)


2.5. Penulangan Balok
2.5.1 Rencana Dimensi Balok

2.6. Penulangan Kolom

37
2.7. Analisa Kelayakan Tangga
Data yang direncanakan sebagai berikut:
Fc : 25 Mpa
Fy : 240 Mpa
Tinggi tangga (h) : 400 cm
Tinggi optrade (o) : 20 cm
Antrade : 30 cm

Jumlah optrade : ( ho )−1=( 400


20 )
−1=19 buah

Optrade 20
Kemiringan tangga : Arc tan =Arc tan =33,69 °
Antrade 30

Lebar tangga yang direncanakan untuk 2 orang, maka diambil lebar tangga
120 cm dengan panjang bordes 250 cm.

Gambar Optrade dan anak tangga

0,5 x optrade x antrade


t t '=
√ optrade2+ antrade2
0,5 x 0,2 x 0,3
t t '=
√0,22 +0,3 2
0,03
t t '=
0,36
t t ' =0,083

38
39
40
41

Anda mungkin juga menyukai