Anda di halaman 1dari 63

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN


MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
MODEL GABUNGAN CERAMAH DAN KERJA KELOMPOK
PADA SISWA KELAS ….
…..
…..

KARYA TULIS ILMIAH

OLEH
…….
NIP: ….

PEMERINTAHAN ….
DINAS PENDIDIKAN
….
….
2005
LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul : Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Pendidikan


Agama Islam Dengan Menerapkan Model Pengajaran
Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja
Kelompok Pada Siswa Kelas ….
2. Identitas Peneliti :
Nama : …
NIP : …
Gol/Ruang : …
Jabatan : …
Unit Kerja : …
3. Lokasi Penelitian : …
4. Lama Penelitian : ..
5. Biaya Penelitian : …

Petugas Pustaka Peneliti

…….. ….
NIP : …. NIP: ….

Mengetahui
Kepala …
….

…..
NIP: ….
Karya Tulis Ilmiah hasil penelitian tindakan kelas yang berjudul “Upaya

Meningkatkan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Dengan Menerapkan

Model Pengajaran Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok

Pada Siswa Kelas … ini telah disetujui dan disahkan untuk diajukan sebagai

bahan penilaian kenaikan pangkat.

Ketua PGRI

Kabupaten …

……

NPA. ….
Karya Tulis Ilmiah hasil penelitian tindakan kelas yang berjudul “Upaya

Meningkatkan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Dengan Menerapkan

Model Pengajaran Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok

Pada Siswa Kelas … ini telah disetujui dan disahkan untuk diajukan sebagai

bahan penilaian kenaikan pangkat.

Kepala Dinas Pendidikan

Kabupaten …

……

NPA. ….
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, hanya

dengan limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas

penyusunan karya ilmiah dengan judul “Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar

Pendidikan Agama Islam Dengan Menerapakan Model Pembelajaran Kontekstual

Model Gabungan Ceramah Dan Kelompok Pada Siswa Kelas

………………………………………………….Tahun 2004/2005”, penulisan

karya ilmiah ini kami susun untuk dipakai dalam bacaan di perpustakaan sekolah

dan dapat dipakai sebagai perbandingan dalam pembuatan karya ilmiah bagi

teman sejawat juga anak didik pada latihan diskusi ilmiah dalam rangka

pembinaan karya ilmiah remaja.

Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis banyak mendapat bantuan dari

berbagai pihak. Untuk itu terima kasih ucapkan dengan tulus dan sedalam-

dalamnya kepada:

1. Yth. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten ………………………

2. Yth. Ketua PD II PGRI Kabupaten ……………………………

3. Yth. Rekan-rekan Guru ……………………………………………….

4. Semua pihak yang telah banyak membantu sehingga penulisan ini selesai.

Penulis menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini jauh dari sempurna

untuk itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak

selalu penulis harapkan.

Penulis
ABSTRAK ABSTRAK

………………….. 2004. Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Pendidikan


Agama Islam Dengan Menerapakan Model Pembelajaran Kontekstual
Model Gabungan Ceramah Dan Kelompok Pada Siswa Kelas ……Tahun
…………

Kata kunci: belajar PAI, metode ceramah, kerja kelompok

Setiap akan mengajar, guru perlu membuat persiapan mengajar dalam


rangka melaksanakan sebagian dari rencana bulanan dan rencana tahunan. Dalam
perisiapan itu sudah terkandung tentang, tujuan mengajar, pokok yang akan
diajarkan, metode mengajar, bahan pelajaran, alat peraga dan teknik evaluasi yang
digunakan. Karena itu setiap guru harus memahami benar tentang tujuan
mengajar, secara khusus memilih dan menentukan metode mengajar sesuai
dengan tujuan yang hendak dicapai, cara memilih, menentukan dan menggunakan
alat peraga, cara membuat tes dan menggunakannya, dan pengetahuan tentang
alat-alat evaluasi.
Permasalahan yang ingin dikaji dalam dalam penelitian tindakan ini
adalah: (a) Apakah gabungan metode ceramah dengan metode kerja kelompok
berpengaruh terhadap hasil belajar Pendidikan Agama Islam (PAI) ? (b)
Bagaimanakah pengaruh gabungan metode ceramah dengan metode kerja
kelompok terhadap motivasi belajar siswa?
Tujuan penelitian yang hendak diperoleh adalah: (a) Untuk mengungkap
pengaruh gabungan metode ceramah dengan metode kerja kelompok terhadap
hasil belajar Pendidikan Agama Islam . (b) Untuk mengungkap gabungan metode
ceramah dengan metode kerja kelompok terhadap motivasi belajar Pendidikan
Agama Islam .
Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research)

sebanyak tiga putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan,

kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian ini adalah siswa

kelas ……….. Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar observasi

kegiatan belajar mengajar.

Dari hasil analisis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami

peningkatan dari siklus I sampai siklus III yaitu, siklus I (64,29%), siklus II

(78,57%), siklus III (90,47%).


Simpulan dari penelitian ini adalah gabungan metode ceramah dengan

kelompok kerja dapat berpengaruh positif terhadap prestasi dan motivasi belajar

Siswa ………………………………………., serta model pembelajaran ini dapat

digunakan sebagai salah satu alternative pembelajaran ilmu pengetahuan sosial.


DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul .................................................................................................

Lembar Pengesahan .........................................................................................

Kata Pengantar .................................................................................................

Abstrak .............................................................................................................

Daftar Isi ..........................................................................................................

Daftar Lampiran ...............................................................................................

BAB I PENDAHULUAN .........................................................................

A. Latar Belakang Masalah ..........................................................

B. Rumusan Masalah ....................................................................

C. Tujuan Penelitian .....................................................................

D. Manfaat Penelitian ...................................................................

E. Definisi Operasional Variabel .................................................

F. Batasan Masalah ......................................................................

BAB II KAJIAN PUSTAKA .....................................................................

A. Definisi Pembelajaran...............................................................

B. Metode Ceramah.......................................................................

C. Kerja Kelompok........................................................................

D. Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam....................................


E. Materi Pendidikan Agama Islam………………...…………...

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................

A. Tempat, Waktu, dan Subyek Penelitian ...................................

B. Rancangan Penelitian ...............................................................

C. Alat Pengumpul Data ...............................................................

D. Analisis Data ............................................................................

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................

A. Hubungan Pembelajaran Model Kontekstual Model Gabungan

Ceramah dan Kerja Kelompok Dengan

Ketuntasan Belajar ...................................................................

B. Pembahasan .............................................................................

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ...........................................................

A. Simpulan ..................................................................................

B. Saran ........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran 1 Nilai Formatif Pada Siklus I .........................................................

Lampiran 1 Nilai Formatif Pada Siklus II .......................................................

Lampiran 1 Nilai Formatif Pada Siklus III ......................................................


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kualitas pendidikan, sebagai salah satu pilar pengembangan

sumberdaya manusia yang bermakna, sangat penting bagi pembangunan

nasional. Bahkan dapat dikatakan masa depan bangsa bergantung pada

keberadaan pendidikan yang berkualitas yang berlangsung di masa kini.

Pendidikan yang berkualitas hanya akan muncul dari sekolah yang

berkualitas. Oleh sebab itu, upaya peningkatan kualitas sekolah merupakan

titik sentral upaya menciptakan pendidikan yang berkualitas demi terciptanya

tenaga kerja yang berkualitas pula. Dengan kata lain upaya peningkatan

kualitas sekolah adalah merupakan tindakan yang tidak pernah terhenti,

kapanpun, dimanapun dan dalam kondisi apapun.

Dalam upaya peningkatan kualitas sekolah, tenaga kependidikan yang

meliputi, tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas,

peneliti, teknis sumber belajar, sangat diharapkan berperan sebagaimana

mestinya dan sebagai tenaga kependidikan yang berkualitas. Tenaga

pendidik/guru yang berkualitas adalah tenaga pendidik/guru yang sanggup,

dan terampil dalam melaksanakan tugasnya.

Tugas utama guru adalah bertanggung jawab membantu anak didik

dalam hal belajar. Dalam proses belajar mengajar, gurulah yang

menyampaikan pelajaran, memecahkan masalah-masalah yang terjadi dalam


kelas, membuat evaluasi belajar siswa, baik sebelum, sedang maupun sesudah

pelajaran berlangsung (Combs, 1984: 11-13). Untuk memainkan peranan dan

melaksanakan tugas-tugas itu, seorang guru diharapkan memiliki kemampuan

profesional yang tinggi. Dalam hubungan ini maka untuk mengenal siswa-

siswanya dengan baik, guru perlu memiliki kemampuan untuk melakukan

diagnosis serta mengenal dengan baik cara-cara yang paling efektif untuk

membantu siswa tumbuh sesuai dengan potensinya masing-masing.

Proses pembelajaran yang dilakukan guru memang dibedakan

keluasan cakupannya, tetapi dalam konteks kegiatan belajar mengajar

mempunyai tugas yang sama. Maka tugas mengajar bukan hanya sekedar

menuangkan bahan pelajaran, tetapi teaching is primarily and always the

stimulation of learner (Wetherington, 1986: 131-136), dan mengajar tidak

hanya dapat dinilai dengan hasil penguasaan mata pelajaran, tetapi yang

terpenting adalah perkembangan pribadi anak, sekalipun mempelajari

pelajaran yang baik, akan memberikan pengalaman membangkitkan

bermacam-macam sifat, sikap dan kesanggupan yang konstruktif.

Dengan tercapainya tujuan dan kualitas pembelajaran, maka dikatakan

bahwa guru telah berhasil dalam mengajar. Keberhasilan kegiatan belajar

mengajar tentu saja diketahui setelah diadakan evalusi dengan berbagai faktor

yang sesuai dengan rumusan beberapa tujuan pembelajaran. Sejauh mana

tingkat keberhasilan belajar mengajar, dapat dilihat dari daya serap anak didik

dan persentase keberhasilan anak didik dalam mencapai tujuan pembelajaran

khusus. Jika hanya tujuh puluh lima persen atau lebih dari jumlah anak didik
yang mengikuti proses belajar mengajar mencapai taraf keberhasilan kurang

(di bawah taraf minimal), maka proses belajar mengajar berikutnya hendaknya

ditinjau kembali.

Setiap akan mengajar, guru perlu membuat persiapan mengajar dalam

rangka melaksanakan sebagian dari rencana bulanan dan rencana tahunan.

Dalam perisiapan itu sudah terkandung tentang, tujuan mengajar, pokok yang

akan diajarkan, metode mengajar, bahan pelajaran, alat peraga dan teknik

evaluasi yang digunakan. Karena itu setiap guru harus memahami benar

tentang tujuan mengajar, secara khusus memilih dan menentukan metode

mengajar sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, cara memilih,

menentukan dan menggunakan alat peraga, cara membuat tes dan

menggunakannya, dan pengetahuan tentang alat-alat evaluasi.

Sementara itu teknologi pembelajaran adalah salah satu dari aspek

tersebut yang cenderung diabaikan oleh beberapa pelaku pendidikan, terutama

bagi mereka yang menganggap bahwa sumber daya manusia pendidikan,

sarana dan prasarana pendidikanlah yang terpenting. Padahal kalau dikaji

lebih lanjut, setiap pembelajaran pada semua tingkat pendidikan baik formal

maupun non formal apalagi tingkat Sekolah Dasar, haruslah berpusat pada

kebutuhan perkembangan anak sebagai calon individu yang unik, sebagai

makhluk sosial, dan sebagai calon manusia seutuhnya.

Hal tersebut dapat dicapai apabila dalam aktivitas belajar mengajar,

guru senantiasa memanfaatkan teknologi pembelajaran yang mengacu pada


gabungan metode ceramah dengan metode kerja kelompok dalam

penyampaian materi dan mudah diserap peserta didik atau siswa berbeda.

Khususnya dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam , agar siswa

dapat memahami materi yang disampaikan guru dengan baik, maka proses

gabungan metode ceramah dengan metode kerja kelompok, guru akan

memulai membuka pelajaran dengan menyampaikan kata kunci, tujuan yang

ingin dicapai, baru memaparkan isi dan diakhiri dengan memberikan soal-soal

kepada siswa.

Dari latar belakang masalah tersebut, maka penulis mengambil judul

“Pengaruh Gabungan Metode Ceramah Dengan Metode Kerja Kelompok

Terhadap Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam Pada Siswa

………………….”.

B. Perumusan Masalah

Merujuk pada uraian latar belakang di atas, dapat dikaji ada beberapa

permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah gabungan metode ceramah dengan metode kerja kelompok

berpengaruh terhadap hasil belajar Pendidikan Agama Islam siswa

Kelas……………………………?

2. Bagaimanakah pengaruh gabungan metode ceramah dengan metode kerja

kelompok terhadap motivasi belajar siswa Kelas

…………………………………………..

C. Tujuan Penelitian
Berdasar atas perumusan masalaah di atas, maka tujuan dilaksanakan

penelitian ini adalah:

1. Ingin mengetahui pengaruh gabungan metode ceramah dengan metode

kerja kelompok terhadap hasil belajar Pendidikan Agama Islam siswa

Kelas …………………………………..

2. Ingin mengetahui efektifitas gabungan metode ceramah dengan metode

kerja kelompok dalam meningkatkan motivasi belajar Pendidikan Agama

Islam siswa Kelas ……………………………………………

D. Manfaat Penelitian

1. Hasil dan temuan penelitian ini dapat memberikan informasi tentang

gabungan metode ceramah dengan metode kerja kelompok dalam

pembelajaran Pendidikan Agama Islam .

2. Guru-guru Pendidikan Agama Islam perlu memanfaatkan teknik

gabungan metode ceramah dengan metode kerja kelompok untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran, baik dalam hal kualitas proses

maupun kualitas hasil.

3. Memberikan tanggung jawab dan rasa keadilan bagi guru dalam hal proses

pembelajaran dengan tetap berpegang pada suatu pengertian bahwa siswa

memerlukan perhatian guru.

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Metode ceramah adalah:

Metode ceramah adalah cara penyampain bahan pelajaran dengan

komunikasi lisan.
2. Metode kerja kelompok adalah:

Suatu cara mengajar, dimana siswa di dalam kelas dipandang sebagai

suatu kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 5 (lima) atau 7 (tujuh) siswa,

mereka bekerja bersama dalam memecahkan masalah, atau melaksanakan

tugas tertentu, dan berusaha mencapai tujuan pengajaran yang ditentukan

pula oleh guru

3. Motivasi belajar adalah:

Dorongan dan kemauan belajar yang dinyatakan dalam nilai atau skor

yang setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar.

4. Prestasi belajar adalah:

Hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau dalam bentuk skor,

setelah siswa mengikuti pelajaran.

F. Batasan Masalah

Karena keterbatasan waktu, maka diperlukan pembatasan masalah

yang meliputi:

1. Penelitian ini hanya dikenakan pada siswa Kelas

…………………………………..

2. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September semester ganjil tahun

ajaran 2004/2005.

3. Materi yang disampaikan adalah pokok bahasan …………………


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Prestasi Belajar

1. Pengertian Belajar

Pengertian belajar sudah banyak dikemukakan dalam kepustakaan.

Yang dimaksud belajar yaitu perbuatan murid dalam bidang material,

formal serta fungsional pada umumnya dan bidang intelektual pada

khususnya. Jadi belajar merupakan hal yang pokok. Belajar merupakan

suatu perbuatan pada sikap dan tingkah laku yang lebih baik, tetapi

kemungkinan mengarah pada tingkah laku yang lebih buruk.

Untuk dapat disebut belajarm maka perubahan harus merupakan akhir

dari pada periode yang cukup panjang. Berapa lama waktu itu berlangsung

sulit ditentukan dengan pasti, tetapi perubahan itu hendaklah merupakan

akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung berhasi-hari ,

berminggu-minggu, berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Belajar merupakan

suatu proses yanbg tidak dapat dilihat dengan nyata prose situ terjadi dalam

diri seseorang yang sedang mengalami belajar. Jadi yang dimaksud dengan

belajar bukan tingkah laku yang nampak, tetapi prosesnya terjadi secara

internal di dalam diri indivdu dalam penguasaan memperoleh hubungan-

hubungan baru.
2. Pengertian Prestasi Belajar

Sebelum dijelaskan pengertian mengenai prestasi belajar, terlebih

dahulu akan dikemukakan tentang pengertian prestasi. Prestasi adalah hasil

ynag telah dicapai. Dengan demikian bahwa prestasi merupakan hasul yang

telah dicapai oleh seseorang setelah melakukan sesuatu pekerjaan/aktivitas

tertentu.

Jadi prestasi adalah hasil yang telah dicapai oleh karena itu semua

individu dengan adanya belajar hasilnya dapat dicapai. Setiap individu

belajar menginginkan hasil yang baik mungkin. Oleh karena itu setiap

individu harus belajar dengan sebaik-baiknya supaya prestasinya berhasil

degna baik. Sedan pengertian prestasi juga ada yang mengatakan prestasi

adalah kemampuan. Kemampuan di sini berarti yang dimampui individu

dalam mengerjakan sesuatu.

3. Pedoman Cara Belajar

Untuk memperoleh prestasi/hasl belajar yang baik dilakukan dengan

baik dan pedoman cara yang tepat. Setiap orang mempunyai cara atau

pedoman sendiri-sendiri dalam belajar. Pedoman/cara yang satu cocok

digunakan oleh seorang siswa, tetapi mungkin kurang sesuai untuk

anak/siswa yang lain. Hal ini disebabkan karena mempunyai perbedaan

individu dalam hal kemampuan, kecepatan dan kepekaan dalam menerima

materi pelajaran.
Oleh Karen itu tidaklah ada suatu petunjuk yang pasti yang harus

dikerjakan oleh seorang siswa dalam melakukan kegiatan belajar. Tetapi

factor yang paling menentukan keberhasilan belajar adalah para siswa itu

sendiri. Untuk dapat mencapai hasil belajar yang sebaik-baiknya harus

mempunyai kebiasaan belajar yang baik.

B. Motivasi Belajar

1. Pengertian Motivasi

Istilah motivasi menunjuk kepada semua gejala yang terkandung

dalam stimulus tindakan kea rah tujuan tertentu di mana sebelumnya tidak

ada gerakan menuju kea rah tujuan tersebut. Motivasi dapat berupa

dorongan-dorongan dasar atau internal dan insentif di di luar diri individu

atau hadiah. Sebagai suatu masalah di dalam kelas, motivasi adalah proses

membangkitkan, mempertahankan dan mengontrol minat-minat.

Suatu prinsip yang mendasari tingkah laku ialah bahwa individu selalu

mengambil jalan pendek menuju suatu tujuan. Orang dewasa mungkin

berpandangan bawah di dalam kelas para siswa harus mengabdikan

dirinya kepada penguasaan kurikulum. Akan tetapi para siswa tidak selalu

melihat tugas-tugas sekolah sebagai jalan terbaik yang menujui kearah

kebebasan , produktivitas , kedewasaan atau apa saja yang dipandang

mereka sebagai perkembangan yang disukai. Dalam hubungan ini tugas

guru adalah menolong mereka untuk memilihj topic, kegiatan atau tujuan

yang bermanfaat baimk untuk jangka panjang maupun jangka pendek.


C. Motivasi Belajar Remaja

1. Harapan untuk sukses dalam memecahkan masalah tingkah laku

Untuk memecahkan masalah tingkah laku

a. Kesulitan tugas yang dipelajari dan banyaknya pengalaman yang telah

dimiliki individu untuk mengerjakan tugas yang sama. (Sulit

mempelajari sejumlah pengalaman dalam waktu yang sama)

b. Penggunaan situasi yang tepat untuk memecahkan masalah yang

khusus.Ada dua kemungkinan memecahkan masalah itu, yaitu gagal

dalam arti tidak tercapai tujuan atau sukses dalam arti berhasil apa yang

diharapkan. Untuk membuktikan kelompok mana yang berhasil “baik”

ada empat kelompok percobaan yaitu:

a. Kelompok yang diberi dorongan

b. Kelompok yang diberi rintangan (tak diberi dorongan)

c. Kombinasi kelompok a dan b

d. Kelompok pengontrol yang tidak diberi penguatan verbal.

2. Tinjauan masa Depan yang Optimistis dan Prestasi Akademis

Tujuan memberikan arah bagi perilaku sekaligus memberi motivasi

untuk bekerja pada saat itu. Individu yang berprestas akademi tinggi

tampaknya ditandai oleh sikap-sikap yang lebih optimis dan pemusatan

perhatiannya lebih tinggi terhadap tujuan-tujuan masa mendatang.

Menurut teori Eston yang sejalan teori Lewi, bila dalam diskusi para

pengelola selalu membicarakan masa akan yang akan dating, berarti mereka
mempunyai harapan positif dan optimis. Sebaliknya , mereka yang kurang

perhatian, tanpa konsentrasi, berarti harapanny6a pendek dan prestasinya

rendah.

3. Motivasi siswa dalam Hubungan degnan Aktivitas Dorongan Sosial

Menurut teori Boyle M.Bortner ( dalam Halamik, Oemar, 2000:179),

guru tidak selalu dapat menciptakan motivasi, sedangkan motivasi adalah

dasar untuk setiap usaha dan berpengaruh terhadap pihak lain. Contohnya

pembuat iklan, penerbit, mandor, dan hakim, selalu memikirkan motivasi.

Begitu pula guru harus disukai oleh ynag lain. Motivasi itu sangat penting

dan menentukan kegiatan dalam belajar. Bila remaja tidak punya motivasi

maka guru tidak menjamin penepatan siswa di kelas tertentu, baik kegiatan

belajarnya maupun keberhasilannya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi ialah umur, kondisi fusuk

dan kekuatan intelegensi yang juga harus dipertimbangkan dalam hal ini.

Motivasi sangat penging karena suatu kelompok yang tidak punya motvasi

(belajarnya kurang atau tidak berhasil). Dengan demikan, motivasi harus

dikembangkan berdasarkan pertimbangan perbedaan individual. Secara

umum semua manusia membutuhkan motivasi untuk giat bekerja kecuali

(mungkin0 orang yang sudah tua dan orang yang sedang sakit.

4. Dorongan Aktivitas

Hampir setiap orang menyukai situasi yang menyediakan pekerjaan.

hal ini dapat kita lihat misalnya anak kecil biasanya suka berlari, meloncat,

berteriak, bermain membangun remaja biasanya belajar berorganisasi,


berpartisipasi, menari, mengembangkan hobi dan membuat rencana. Ini

berarti bahwa guru harus melihat dan memperhatikan siswa mana yang aktif

dan kreatif sehigga perlu diberi kesempatan untuk aktif. Guru membantu

siswa yang mendapat kesulitan atau suatu masalah. Ia memberikan petunjuk

dan demonstrasi, melaksanakan karyawisata, survey, wawancara dengan

warga masyarakat dan sebagainya.

5. Dorongan untuk merasa aman

Remaja mempunyai motif yang kuat untuk mengembangkan minat

dan memperoleh pekerjaan, berdiri sendiri, mengubah status social, dan

mengembangkan emosi yang normal.

Motivasi dapat digunakan sebaai alat dalam prosedur belajar-mengajar

dengan demikian , guru harus membantu mereka dalam memenui kebutuhan

akan keamanannya antara lain dengan cara sebagai berikut:

a. Memberikan kesempata yang cukup untuk berpartisipasi aktif, memberi

semangat, memberi ide dan menyediakan situasi belajar yang baik.

b. Melaksanakan kegiatan dramatisasi melalui perencanaan bersama guru

dan para siswa.

c. Mengadakan survaim wawancara dan mendorong keberanian mereka

dalam forum pertemuan dengan orang dewasa.

d. Memecahkan masalah bersama siswa. Guru jangan memecahkan masalah

secara samara-samar karena tidak akan berhasil baik.

6. Dorongan untuk Masteri (The Mastery)


Remaja memiliki keinginan untuk berdiri sendiri. Untuk memuaskan

dorongan ini guru harus memberi semangat kepada mereka, antara lain

dengan cara :

a. Membantu setiap siswa sampai dia sukses.

b. Membebaskan siswa dar keterbelakangan

c. Mengembangkan kemampuan mereka secara optimal.

d. Memberikan bimbingan dan latihan

7. Dorongan untuk Dihargai (the Drive for Recognition)

Setiap orang ingin dihargai oleh orang lain. Misalnya

a. Anak kecil ingin dikenal oleh anggota keluarga lainnya.

b. Pada masa sekolah anak mempunyai kondisi yang kuat untuk dikenal

oleh teman-temannya.

Beberapa orang siswa merasa tidak beruntung karena mereka tidak

mendapat pengakuan social sebagaimana mestinya. Mungkin siswa yang

bersangkutan kurang kemampuannya. Guru akan berusaha meningkatkan

hasil belajarnya, bukan membeda-bedakan dari yang lainnya. Guru perlu

memberikan pujian untuk menghargai kemajuan seseorang. Ia hendaknya

berusaha menyalurkan minat siswa melalui pengalaman dalam pekerjaan

dan dalam hobinya.

8. Dorongan untuk Merasa Memiliki (The for Belonging)

Keinginan untuk hidup berkelompok juta terdapat di kalangan remaja.

Hal ini perlu dikembangkan sejak kecil sejak anak masuk sekolah mereka
menyukai setiap orang. Hal ini dapat dijadikan modal guru dalam

memotivasi. Teknik penyajiannya ialah melalui aktivitas kelompok, panitia

kerja, percobaan, pembentukan klub-klub, khusus, misalnya klub

percakapan bahasa inggris.

D. Prinsip Motivasi

Prinsip ini di susun atas dasar penelitian yang seksama dalam rangka

mendorong motivasi belajar siswa di sekolah berdasarkan pandangan

demokrasi. Ada 17 prinsp motivasi yang dapat dilaksanakan:

1. Pujian lebih efektif dari pada hukuman . hukuman bersifat menghentikan

suatu perbuatan, sedangkan pujian bersifat menghargai apa yang telah

dilakukan. Oleh karena itu pujial lebih besar nilainya bagi motifasi belajar.

2. Semua siswa mempunyai kebutuhan psikologis (yang bersifat dasar) yang

harus mendapat pemusatan. Kebutuhan-kebutuhan itu menyatakan diri

dalam berbagai bentuk yang berbeda. Para siswa yang dapat memenuhi

kebutuhannya secara efektif melalui kegiatan belajar hanya memerlukan

sedikit bantuan dalam motivasi dan disiplin.

3. Motivasi yang berasal dari dalam individu lebih efektif dari pada motivasi

yang dipaksakan dari luar. Kepuasan yang didapat oleh individu itu sesuai

dengan ukuran yang ada di dalam dirinya sendiri.

4. Jawaban ( perbuatan) yang serasi (sesuai dengan keinginan) memerlukan

usaha penguatan (reinformancement) apabila suatu perbuatan belajar

mencapai tujuan maka perbuatan itu perlu segera diulang kembali beberapa
menit kemudian sehingga hasilnya lebih mantap. Penguatan ini perlu

dilakukan dalam setiap tingkat pengalaman belajar.

5 Motivasi mudah menjalar luar terhadap orang lain. Guru yang berminat

tinggi dan antusias akan mempengaruhi para siswa sehingga mereka juga

berminat tinggi dan antusias. Siswa yang antusias akan mendorong motivasi

para siswa lainnya.

6. Pemaham yang jelas tentang tujuan belajar akan merangsang motivasi

apabila seseorang telah menyadari tujuan yang hendak dicapainya,

perbuatannya kearah itu akan lebih besar daya dorongnya.

7. Tugas-tugas yang bersumber dari diri sendir akan menimbulkan minat yang

lebih besar untuk mengerjakannya ketimbang bila tugas-tugas itu

dipaksanakan oleh guru. Apabila siswa diberi kesempatan untuk

menemukan masalah sendiri dan memecahkannya sendiri ia akan

mengembangkan motivasi dan disiplin yang lebih baik.

8. Pujian-pujian yang datannya dari luar (external rewards) kadang-kadang

diperlukan dan cukup efektif untuk merangsang minat yang sebenarnya.

Berkat dorongan orang lain misalnya untuk memperoleh angka yang lebih

tinggi, siswa akan berusaha lebih giat karena minatnya menjadi lebih besar.

9. Teknik dan prosedur mengajar yang bermacam-macam itu efektif untuk

mendorong minat siswa. Cara mengajar yang bersifat ini akan

menimbulkan situasi belajar yang menantang dan menyenangkan.

10.Minat khusus yang dimiliki oleh siswa berdaya guna untuk mempelajari

hal-hal lainnya. Minat khusus yang telah dimiliki oleh siswa, misalnya
minat bermain bola basket, akan mudah ditransferkan kepada minat dalam

bidang studi atau dihubungkan dengan masalah tertentu dalam bidang studi.

11.Kegiatan-kegiatan yang dapat merangsang minat para siswa yang tergolong

kurang tidak ada artinya bagi para siswa ynag tergolong pandai. Hal ini

disebabkan oleh perbedaanb tingkat abilitas pada siswa tersebut. Oleh

karena itu guru yang hendak membangkitkan minat para siswanya

hendaknya menyesuaikan usahanya dengan kondisi yang ada pada mereka.

12.Tekanan dari kelompok siswa umumnya lebih efektif dalam memotivasi

dibandingkan dengan tekanan atau paksaan dari orang dewasa.

13. Motivasi erat hubungannya dengan kreativitas siswa. Dengan teknik

mengajar tertentu, motivasi dapat diarahkan kepada kegiatan-kegiatan

kreatif. Motivasi yang telah dimiliki oleh siswa apabila diberi semacam

hambatan misalnya adanya ujian yang mendadak, peraturan sekolah,

kreativitasnya akan meningkat sehingga dia lolos dari hambatan itu.

14. Kecemasan akan menimbulkanm kesulitan belajar. Kecemasan ini akan

mengganggu perbuatan belajar sebab akan mengakibatkan pindahnya

perhatiannya kepada hal laan sehingga kegiatan belajarnya menjadi tidak

efektif.

15. Kecemasan dan frustasi dapat membantu siswa berbuat lebih baik. Emosi

yang lemah dapat menimbulkan perbuatan yang lebih energetic, kelakuan

yang lebih bergairah.

16. Tugas yang terlalu sukar dapat mengakibatkan frustasi sehingga dapat

menuju kepada demoralisasi. Karena terlalu sulitnya tugas itu, para siswa
cenderung melakukan hal-hal yang tidak wajar sebaga manifestasi dari

frustasi yang terkandun di dalam dirinya.

17. Tiap siswa mempunyai tingkat frustasi dan toleransi yang berlain-lainan.

Ada siswa yang kegagalannya justru menimbulkan insentif, tetapi ada anak

yang selalu berhasil malahan menjadi cemas terhadap kemungkinan

timbulnya kegagalan. Hal ini tergantung pada stabilitas emosi masing-

masing.

E. Teknik Memotifasi Berdasarkan Teori Kebutuhan

1. Pemberian Penghargaan atau Ganjaran

Teknik ini dianggap berhasil bila menumbuh kembangkan minat anak

untuk mempelajari atau mengajarkan sesuatu. Tujuan pemberian

penghargaan adalah membangkitkan atau mengembangkan minat. Jadi

penghargaan ni menjadi tujuan. Tujuan pemberian penghargaan Karena

telah melakukan kegiatan belajar dengan baik, ia akan terus melakukan

kegiatan belajarnya sendiri di luar kelas.

2. Pemberian Angka atau Grade

Apabila pemberian angka atau grade didasarkan atas perbandingan

interpersonal dalam prestasi akademis, hal ini akan menimbulkan dua hal :

anak yang mendapat angka baik dan anak yang mendapat angka jelek. Pada

anak yang mendapat angka jelek mungkin akan berkembang rasa rendah diri

dan tidak ada semangat ter hadap pekerjaan-pekerjaan sekolah.


Dalam hubungan ini, William Glasser dalam Schools without Failure

(1969) (dalam Hamalik Umat, 2000:184) menyatakan “ karena grade a tau

angka itu lebih banyak menekankan kegagalan daripada keberhasilan dan

karena kegagalan itu merupakan dasar bagi timbulnya masalah-masalah,

maka saya menyarankan system pelaporan kemajuan siswa yang

keseluruhannya menghilangkan kegagalan. Saya menyarankan jangan ada

siswa yang tergolomng gagal atau hal-hal yang menyebabkan a merasa

gagal dengan adanya system angka”.

3. Keberhasilan dan tingkat Aspirasi

Istilah “tingkat aspirasi” menunjuk kepada tingkat pekerjaan yang

diharapkan pada masa depan berdasarkan keberhasilan atau kegagalan

dalam tugas-tugas yang mendahuluinya. Konsep ini berkaitan erat dengan

konsep seseorang tentang dirinya dan kekuatan-kekuatannya.

Menurur Smith apa yang dicita-citakan seseorang untuk dikerjakan

pada masa datang tergantung pada pengamatannya tentang apa—apa yang

mungkin baginya. Menurut Borow, tingkat aspirai banyak tergantung pada

inteligensi, status social ekonomi, hubungan dan harapan orang tua. Akan

tetapi faktor yang paling kuat adalah perbandingan besar-kecilnya

(proporsi) pengalaman tentang keberhasilan dan kegagalan (Hamalik,

Oemar, 2000:185)
Dalam hubungan ini guru dapat menggunakan prinsip bahwa tujuan-

tujuna harus dapat dicapai dan para siswa merasa bahwa mereka akan

mampu mencapainya.

4. Pemberian Pujian

Teknik lain untuk memberikan motivasi adalah pujian. Namun harus

diingat bahwa efek pujian itu tergantung pada siapa yang memberi pujian

dan siapa yang menerima pujian itu. Para siswa yang sangat membutuhkan

keselamatan dan harga diri, mengalami kecemasan dan merasa tergantung

para orang lain akan responsive terhadap pujian. Pujian dapat ditunjukkan

baik secara verbal maupun secara non verbal. Dalam bentuk nonverbal

misalnya anggukan kepala, senyuman atau tepukan bahu .

5. Kompetisi dan Kooperasi

Persaingan merupakan insentif pada kondisi-kondisi tertentu, tetapi

dapat merusak pada kondisi yang lain. Dalam kompetisi harus terdapat

kesepakatan uyan sama untuk menang. Kompetisi harus mengandung suatu

tingkat kesamaan dalam sifat-sifat para peserta.

Ada tiga jenis persaingan yang efektif:

a. Kompetisi interpersonal antara teman-teman sebaya sering menimbulkan

semangat persaingan.

b. Kompetisi kelompok di mana setiap anggota dapat memberikan

sumbangan dan terlibat di dalam keberhasilan kelompok merupakan

motivasi yang sangat kuat.


c. Kompetisi dengan diri sendiri, yaitu dengan catatan tentang prestasi

terdahulu, dapat merupakan motivasi yang efektif.

Adapun kebutuhan akan realisasi diri, diterima oleh kelompok dan

kebutuhan akan rasa aman dan keselamatan dapat lebih banyak dipenuhi

dengan cara kerja sama. Menurut lowry dan Rankin (1969) kerja sama

adalah fungsi utama dan merupakan bentuk yang paling dasar dari

hubungan-hubungan antar kelompok (dalam Hamalik, Umar, 2000: 186)

6. Pemberian Harapan

Harapan selalu mengacu ke depan Artinya, jika seseorang berhasil

melaksanakan tugasnya atau berhasil dalam kegiatan belajarnya dia dapat

memperole dan mencapai harapan-harapan yang telah diberikan kepadanya

sebelumnya. Itu sebabnya pemberian harapan kepada siswa dapat

menggugah minat dan motivasi belajar asalkan siswa yakin bahwa

harapannya bakal terpenuhi kelak. Harapan itu dapat merupakan hadiah,

kedudukan, nama baik, atau sejenisnya. Sebaliknya cara ini tidak

menghasilkan apa-apa jika tidak memenuhi harapan yang diberikan kepada

para siswa.
F. Kerja Kelompok

Teknik ini sebagai salah satu strategi belajar mengajar. Ialah suatu cara

mengajar, dimana siswa di dalam kelas dipandang sebagai suatu kelompok.

Setiap kelompok terdiri dari 5 (lima) atau 7 (tujuh) siswa, mereka bekerja

bersama dalam memecahkan masalah, atau melaksanakan tugas tertentu, dan

berusaha mencapai tujuan pengajaran yang ditentukan pula oleh guru.

Robert L. Cilstrap dan William R Marti, memberikan pengertian kerja

kelompok sebagai kegiatan sekelompok siswa yang biasanya berjumlah kecil,

yang diorganisir untuk kepentingan belajar. Keberhasilan kerja kelompok

untuk mengajar mempunyai tujuan agar siswa mampu bekerja sama dengan

teman yang lain dalam mencapai tujuan bersama.

Adapun pengelompokkan itu biasanya didasarkan pada:

1. Adanya alat pelajaran yang tidak mencukupi jumlahnya.

Agar penggunaannya dapat lebih efisien dan efektif, maka siswa perlu

dijadikan kelomok-kelompok kecil. Karena bila seluruh siswa sekaligus

menggunakan alat-alat itu tidak mungkin. Dengan pembagian kelompok

mereka dapat memanfaatkan alat-alat yang terbatas itu sebaik mungkin,

tanpa saling menunggu gilirannya.

2. Kemampuan belajar siswa

Di dalam satu kelas kemampuan belajar siswa tidak sama. Siswa yang

pandai di dalam bahasa Inggris, belum tentu sama pandainya dalam

pelajaran sejarah. Dengan adanya perbedaan kemampuan belajar itu, maka


perlu dibentuk kelompok menurut kemampuan belajar masing-masing,

agar setiap siswa dapat belajar sesuai kemampunnya.

3. Minat Khusus

Setiap individu memiliki minat khusus yang perlu dikembangkan: hal

mana yang satu pasti bereda dengan yang lain. Tetapi tidak menutup

kemungkinan ada anak yang minat khususnya sama, sehingga

memungkinkan dibentuknya kelompok, agar mereka dapat dibina dan

mengembangkan bersama minat khusus tersebut.

4. Memperbesar partisipasi siswa.

Di sekolah pada tiap kelas biasanya jumlah siswa terlalu besar, dan kita

tahu bahwa jumlah jam pelajaran adalah sangat terbatas, sehingga dalam

jam pelajaran yang sedang berlangsung sukar sekali untuk guru akan

mengikutsertakan setiap murid dalam kegiatan itu. Bila itu terjadi siswa

yang ditunjuk guru akan aktif, yang tidak disuruh akan tetap pasif saja.

Karena itulah bila berkelompok, dan diberikan tugas yang sama pada

masing-masing kelompok, maka banyak kemungkinan setiap siswa ikut

serta melaksanakan dan memecahkannya.

5. Pembagian tugas atau pekerjaan.

Di dalam kelas bila guru menghadapi suatu masalah yang meliputi

berbagai persoalan, maka perlu tugas membahas masing-masing persoalan

pada kelompok, sesuai dengan jumlah persoalan yang akan dibahas.

Dengan demikian masing-masing kelompok harus membahas tugas yang

diberikan. Itu.
6. Kerja sama yang efektif.

Dalam kelompok siswa harus bisa bekerja sama, mampu menyesuaikan

diri, menyeimbangkan pikiran/pendapat atau tenaga untuk kepentingan

bersama, sehingga mencapai suatu tujuan bersama pula.

Apakah keuntungan penggunaan teknik kerja kelompok itu?

Keuntungannya ialah:

- Dapat memberikan kesempatan pada para siswa untuk lebih intensif

mengadakan penyelidikan mengenai sesuatu kasus atau masalah.

- Dapat memberikan kesempatan pada para siswa untuk lebih intensif

mengadakan penyelidikan mengenai sesuatu kasus atau masalah.

- Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan

keterampilan berdiskusi.

- Dapat memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan siswa sebagai

individu serta kebutuhannya belajar.

- Para siswa lebih aktif tergabung dalam pelajaran mereka, dan mereka

lebih aktif berpartisipasi dalam diskusi.

- Dapat memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengembangkan

rasa menghargai dan menghormati pribadi temannya, menghargai

pendapat orang lain, hal mana mereka telah saling membantu

kelompok dalam usahanya mencapai tujuan bersama.

Tetapi ini tidak ditunjang oleh penelitian yang khusus.


- Kerja kelompok sering-sering hanya melibatkan kepada siswa yang

mampu sebab mereka cakap memimpin dan mengarahkan mereka

yang kurang.

- Strategi ini kadang-kadang menuntut pengaturan tempat duduk yang

berbeda-beda dan gaya mengajar yang berbeda pula.

- Keberhasilan strategi kelompok ini tergantung kepada kemampuan

siswa memimpin kekompok atau untuk bekerja sendiri.

Bentuk-bentuk kerja kelompok yang bisa dilaksanakan ialah:

a. Keja kelompok berjangka pendek.

Bentuk ini dapat disebutu pula “rapat kilat” karena hanya mengambil

waktu ± 15 menit, yang mempunyai tujuan untuk memecahkan

persoalan khusus yang terdapat pada sesuatu masalah. Umpamanya:

Ketika instruktur menjelaskan sesuatu pelajaran terdapat suatu masalah

yang perlu didiskusikan. Guru dapat menunjuk beberapa siswa, atau

membagi kelas menjadi beberapa kelompok untuk membahas masalah

itu dalam waktu yang singkat.

b. Kerja Kelompok berjangka panjang.

Pembicaraan di sini memakan waktu yang panjang, misalnya

memakan waktu 2 hari, satu minggu atau mungkin tiga bulan,

tergantung pada luas dan banyaknya tugas yang harus diselesaikan

siswa. Apabila siswa telah menyelesaikan tugasnya di dalam suatu

kelompok, ia boleh memilih membantu kelompok lain sesuai dengan

minat mereka.
Kerja kelompok berjangka panjang dapat dilaksanakan dengan tujuan:

b.1. Membahas masalah yang benar-benar ada di dalam masyarakat,

umpamanya: masalah koperasi, lingkungan sehat, pembuangan

sampah dan lain sebagainya. Masalah itu dibahas agar siswa

mengetahui, memahami dan dapat memberikan sumbangan

pemikiran untuk memecahkan masalah-masalah yang ada di

dalam masyarakat tersebut.

b.2. Memotivasi siswa ke arah kegiatan-kegiatan yang berhubungan

dengan masyarakat. Misalnya: penerangan tentang makanan

sehat, penggunaan metode mengajar yang lebih efisien,

menggalakkan KB dan sebagainya. Jadi dengan kerja kelompok

di sini siswa dapat menerapkan teori yang dipelajari di sekolah

ke dalam praktek hidup sehari-hari, di samping dapat

menyumbangkan pemikirannya/ide-ide serta tenagannya bagi

masyarakat sekitarnya.

b.3. Dengan melaksanakan kerja kelompok kerja kelompok memberi

pengalaman kepada siswa untuk mengenal

kepemimpinan/leadership, seperti membuat rencana sebelum

melakukan sesuatu pekerjaan, membagi pekerjaan, memecahkan

masalah/menyelesaikan tugas dengan bekerja bersama.

b.4. Dengan bekerja sama itu siswa dapat mengumpulkan bahan-

bahan informasi atau data lebih banyak tentang berbagai jenis

aspek suatu masalah di dalam waktu relatif singkat.


c. Kerja Kelompok Campuran

Di sini siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok yang disesuaikan

dengan kemampuan belajar siswa. Dalam kerja kelompok ini siswa

diberi kesempatan untuk bekerja sessuai dengan kemampuan masing-

masing sehingga kelompok yang pintar dapat selesai terlebih dahulu

tidak usah menunggu kelompok yang lain. Kelompok siswa yang agak

lamban, diizinkan menyelesaikan tugasnya dalam waktu yang sesuai

dengan kemampuannya.agar kerja kelompok campuran itu mencapai

sasaran, guru perlu memperhatikan hal-hal ialah harus menyediakan

tugas atau kegiatan belajar yang sesuai dengan kemampuan belajar

setiap kelompok, kemudian setiap tugas harus disusun sedemikian rupa

sehingga setiap kelompok dapat mengerjakan sendiri tanpa bantuan

orang lain atau guru. Akhirnya guru harus memberi petunjuk yang

jelas, sehingga siswa tahu apa yang harus dilakukan, dan apa yang

diharapkan dari mereka masing-masing.

Supaya kerja kelompok dapat lebih berhasil, maka harus melalui

langkah-langkah sebagai berikut:

- Menjelaskan tugas kepada siswa.

- Menjelaskan apa tujuan kerja kelompok itu.

- Membagi kelas menjadi beberapa kelompok.

- Setiap kelompok menunjuk seorang pencatat yang akan membuat

laporan tentang kemajuan dan hasil kerja kelompok tersebut.


- Guru berkeliling selama kerja kelompok itu berlangsung, bila perlu

memberi saran/pertanyaan.

- Guru membantu menyimpulkan kemajuan dan menerima hasil

kerja kelompok.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena

penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas.

Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan

bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang

diinginkan dapat dicapai.

Menurut Sukidin dkk (2002:54) ada 4 macam bentuk penelitian tindakan,

yaitu: (1) penelitian tindakan guru sebagai peneliti, (2) penelitian tindakan

kolaboratif, (3) penelitian tindakan simultan terintegratif, dan (4) penelitian

tindakan sosial eksperimental.

Keempat bentuk penelitian tindakan di atas, ada persamaan dan

perbedaannya. Menurut Oja dan Smulyan sebagaimana dikutip oleh Kasbolah,

(2000) (dalam Sukidin, dkk. 2002:55), ciri-ciri dari setiap penelitian tergantung

pada: (1) tujuan utamanya atau pada tekanannya, (2) tingkat Kontekstual Model

Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok antara pelaku peneliti dan peneliti dari

luar, (3) proses yang digunakan dalam melakukan penelitian, dan (4) hubungan

antara proyek dengan sekolah.

Dalam penelitian ini menggunakan bentuk guru sebagai peneliti, dimana

guru sangat berperan sekali dalam proses penelitian tindakan kelas. Dalam bentuk

ini, tujuan utama penelitian tindakan kelas ialah untuk meningkatkan praktik-

praktik pembelajaran di kelas. Dalam kegiatan ini, guru terlibat langsung secara
penuh dalam proses perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Kehadiran

pihak lain dalam penelitian ini peranannya tidak dominan dan sangat kecil.

Penelitian ini mengacu pada perbaikan pembelajaran yang

berkesinambungan. Kemmis dan Taggart (1988:14) menyatakan bahwa model

penelitian tindakan adalah berbentuk spiral. Tahapan penelitian tindakan pada

suatu siklus meliputi perencanaan atau pelaksanaan observasi dan refleksi. Siklus

ini berlanjut dan akan dihentikan jika sesuai dengan kebutuhan dan dirasa sudah

cukup.

A. Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian

1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan

penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini

bertempat di …. Tahun pelajaran …

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat

penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret

semester genap ….

3. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah siswa-siswi kelas … tahun pelajaran …

pada pokok bahasan kisah nabi Ibrahim a.s, dan nabi Ismail a.s.
B. Rancangan Penelitian

Menurut pengertiannya penelitian tindakan adalah penelitian tentang

hal-hal yang terjadi di masyarakat atau sekelompok sasaran, dan hasilnya

langsung dapat dikenakan pada masyarakat yang bersangkutan (Arikunto,

Suharsimi 2002:82). Ciri atau karakteristik utama dalam penelitian tindakan

adalah adanya partisipasi dan Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan

Kerja Kelompok antara peneliti dengan anggota kelompok sasaran. Penelitian

tindakan adalah satu strategi pemecahan masalah yang memanfaatkan

tindakan nyata dalam bentuk proses pengembangan inovatif yang dicoba

sambil jalan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah. Dalam prosesnya

pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan tersebut dapat saling mendukung

satu sama lain.

Sedangkan tujuan penelitian tindakan harus memenuhi beberapa

prinsip sebagai berikut:

1. Permasalahan atau topik yang dipilih harus memenuhi kriteria, yaitu

benar-benar nyata dan penting, menarik perhatian dan mampu ditangani

serta dalam jangkauan kewenangan peneliti untuk melakukan perubahan.

2. Kegiatan penelitian, baik intervensi maupun pengamatan yang dilakukan

tidak boleh sampai mengganggu atau menghambat kegiatan utama.

3. Jenis intervensi yang dicobakan harus efektif dan efisien, artinya terpilih

dengan tepat sasaran dan tidak memboroskan waktu, dana dan tenaga.
4. Metodologi yang digunakan harus jelas, rinci, dan terbuka, setiap langkah

dari tindakan dirumuskan dengan tegas sehingga orang yang berminat

terhadap penelitian dapat mengecek setiap hipotesis dan pembuktiannya.

5. Kegiatan penelitian diharapkan dapat merupakan proses kegiatan yang

berkelanjutan (on-going), mengingat bahwa pengembangan dan perbaikan

terhadap kualitas tindakan memang tidak dapat berhenti tetapi menjadi

tantangan sepanjang waktu. (Arikunto, Suharsimi, 2002:82-83).

Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan,

maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan

Taggart (dalam Arikunto, Suharsimi, 2002:83), yaitu berbentuk spiral dari

siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning

(rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection

(refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah

direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus I

dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan.

Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada

gambar berikut.
Putar
an 1

Refleksi Rencana
Rencana
awal/rancangan
awal/rancangan Putar
an 2
Tindakan/
Observasi
Rencanayang
yang
Refleksi Rencana
direvisi
direvisi Putar
an 3
Tindakan/
Observasi

Rencanayang
yang
Refleksi Rencana
direvisi
direvisi

Tindakan/
Observasi

Gambar 3.1 Alur PTK

Penjelasan alur di atas adalah:

1. Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti

menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan,

termasuk di dalamnya instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran.

2. Kegiatan dan pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti

sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati


hasil atau dampak dari diterapkannya pengajaran kontekstual model

pengajaran berbasis masalah.

3. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau

dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan

yang diisi oleh pengamat.

4. Rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat

membuat rancangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus

berikutnya.

Observasi dibagi dalam tiga siklus, yaitu siklus 1, 2, dan

seterusnya, dimana masing siklus dikenai perlakuan yang sama (alur

kegiatan yang sama) dan membahas satu sub pokok bahasan yang diakhiri

dengan tes formatif di akhir masing putaran. Siklus ini berkelanjutan dan

akan dihentikan jika sesuai dengan kebutuhan dan dirasa sudah cukup.

C. Alat Pengumpul Data

Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah tes buatan guru yang

fungsinya adalah: (1) untuk menentukan seberapa baik siswa telah menguasai

bahan pelajaran yang diberikan dalam waktu tertentu, (2) untuk menentukan

apakah suatu tujuan telah tercapai, dan (3) untuk memperoleh suatu nilai

(Arikunto, Suharsimi, 2002:149). Sedangkan tujuan dari tes adalah untuk

mengetahui ketuntasan belajar siswa secara individual maupun secara klasikal.

Di samping itu untuk mengetahui letak kesalahan-kesalahan yang dilakukan

siswa sehingga dapat dilihat dimana kelemahannya, khususnya pada bagian


mana TPK yang belum tercapai. Untuk memperkuat data yang dikumpulkan

maka juga digunakan metode observasi (pengamatan) yang dilakukan oleh

teman sejawat untuk mengetahui dan merekam aktivitas guru dan siswa dalam

proses belajar mengajar.

D. Analisis Data

Dalam rangka menyusun dan mengolah data yang terkumpul sehingga

dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan,

maka digunakan analisis data kuantitatif dan pada metode observasi digunakan

data kualitatif. Cara penghitungan untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa

dalam proses belajar mengajar sebagai berikut.

1. Merekapitulasi hasil tes

2. Menghitung jumlah skor yang tercapai dan prosentasenya untuk masing-

masing siswa dengan menggunakan rumus ketuntasan belajar seperti yang

terdapat dalam buku petunjuk teknis penilaian yaitu siswa dikatakan tuntas

secara individual jika mendapatkan nilai minimal 65, sedangkan secara

klasikal dikatakan tuntas belajar jika jumlah siswa yang tuntas secara

individu mencapai 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari sama

dengan 65%.

3. Menganalisa hasil observasi yang dilakukan oleh guru sendiri selama

kegiatan belajar mengajar berlangsung.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hubungan Pembelajaran Model Kontekstual Model Gabungan Ceramah

dan Kerja Kelompok dengan Ketuntasan Belajar

Suatu pokok bahasan atau sub pokok bahasan dianggap tuntas secara

klasikal jika siswa yang mendapat nilai 65 lebih dari atau sama dengan 85%,

sedangkan seorang siswa dinyatakan tuntas belajar pada pokok bahasan atau

sub pokok bahasan tertentu jika mendapat nilai minimal 65.

1. Siklus I

a. Tahap Perencanaan

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran

yang terdiri dari rencana pelajaran 1, soal tes formatif 1 dan alat-alat

pengajaran yang mendukung. Selain itu juga dipersiapkan lembar

observasi pengelolaan model pembelajaran Kontektual Model

Gabungan Ceramah dan Kerja, dan lembar observasi aktivitas guru dan

siswa.

b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I

dilaksanakan pada tanggal 4 Maret 2005 di Kelas VI jumlah siswa 22

siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai pengajar. Adapun

proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah


dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan

pelaksanaan belajar mengajar.

Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif I

dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam

proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil

penelitian pada siklus I adalah sebagai berikut.

Tabel 4.1. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus I

No Uraian Hasil Siklus I


1 Nilai rata-rata tes formatif 70,00
2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 15
3 Persentase ketuntasan belajar 68,18

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan

pembelajaran model Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja

Kelompok diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 70,00

dan ketuntasan belajar mencapai 68,18% atau ada 15 siswa dari 22

siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada

siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa

yang memperoleh nilai  65 hanya sebesar 68,18% lebih kecil dari

persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini

disebabkan karena siswa masih merasa baru dan belum mengerti apa

yang dimaksudkan dan digunakan guru dengan menerapkan

pembelajaran model Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja

Kelompok.
c. Refleksi

Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar diperoleh

informasi dari hasil pengamatan sebagai berikut:

1) Guru kurang maksimal dalam memotivasi siswa dan dalam

menyampaikan tujuan pembelajaran

2) Guru kurang maksimal dalam pengelolaan waktu

3) Siswa kurang aktif selama pembelajaran berlangsung

d. Refisi

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus I ini masih

terdapat kekurangan, sehingga perlu adanya revisi untuk dilakukan

pada siklus berikutnya.

1) Guru perlu lebih terampil dalam memotivasi siswa dan lebih jelas

dalam menyampaikan tujuan pembelajaran. Dimana siswa diajak

untuk terlibat langsung dalam setiap kegiatan yang akan dilakukan.

2) Guru perlu mendistribusikan waktu secara baik dengan

menambahkan informasi-informasi yang dirasa perlu dan memberi

catatan.

3) Guru harus lebih terampil dan bersemangat dalam memotivasi

siswa sehingga siswa bisa lebih antusias.

2. Siklus II

a. Tahap perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran

yang terdiri dari rencana pelajaran 2, soal tes formatif 2 dan alat-alat

pengajaran yang mendukung.

b. Tahap kegiatan dan pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II

dilaksanakan pada tanggal 11 Maret 2005 di Kelas VI dengan jumlah

siswa 22 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai pengajar.

Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran

dengan memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalahan atau

kekurangan pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus II. Pengamatan

(observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar

mengajar.

Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif II

dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam

proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang

digunakan adalah tes formatif II. Adapun data hasil penelitian pada

siklus II adalah sebagai berikut.

Tabel 4.2. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus II

No Uraian Hasil Siklus II


1 Nilai rata-rata tes formatif 77,73
2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 17
3 Persentase ketuntasan belajar 79,01
Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa

adalah 77,73 dan ketuntasan belajar mencapai 79,01% atau ada 17

siswa dari 22 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa

pada siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami

peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil

belajar siswa ini karena setelah guru menginformasikan bahwa setiap

akhir pelajaran akan selalu diadakan tes sehingga pada pertemuan

berikutnya siswa lebih termotivasi untuk belajar. Selain itu siswa juga

sudah mulai mengerti apa yang dimaksudkan dan diinginkan guru

dengan menerapkan pembelajaran model Kontekstual Model

Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok.

c. Refleksi

Dalam pelaksanaan kegiatan belajar diperoleh informasi dari

hasil pengamatan sebagai berikut.

1) Memotivasi siswa

2) Membimbing siswa merumuskan kesimpulan/menemukan konsep

3) Pengelolaan waktu

d. Revisi Rancangan

Pelaksanaan kegiatan belajar pada siklus II ini masih terdapat

kekurangan-kekurangan. Maka perlu adanya revisi untuk dilaksanakan

pada siklus II antara lain:


1) Guru dalam memotivasi siswa hendaknya dapat membuat siswa

lebih termotivasi selama proses belajar mengajar berlangsung.

2) Guru harus lebih dekat dengan siswa sehingga tidak ada perasaan

takut dalam diri siswa baik untuk mengemukakan pendapat atau

bertanya.

3) Guru harus lebih sabar dalam membimbing siswa merumuskan

kesimpulan/menemukan konsep.

4) Guru harus mendistribusikan waktu secara baik sehingga kegiatan

pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

5) Guru sebaiknya menambah lebih banyak contoh soal dan memberi

soal-soal latihan pada siswa untuk dikerjakan pada setiap kegiatan

belajar mengajar.

3. Siklus III

a. Tahap perencanaan

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran

yang terdiri dari rencana pelajaran 3, soal tes formatif 3 dan alat-alat

pengajaran yang mendukung.

b. Tahap kegiatan dan pengamatan

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus III

dilaksanakan pada tanggal 18 ….. 2005 di Kelas … dengan jumlah

siswa 22 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai pengajar.

Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran

dengan memperhatikan revisi pada siklus II, sehingga kesalahan atau


kekurangan pada siklus II tidak terulang lagi pada siklus III.

Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan

belajar mengajar.

Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif III

dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam

proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang

digunakan adalah tes formatif III. Adapun data hasil penelitian pada

siklus III adalah sebagai berikut.

Tabel 4.3. Hasil Formatif Siswa Pada Siklus III

No Uraian Hasil Siklus III


1 Nilai rata-rata tes formatif 82,73
2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 19
3 Persentase ketuntasan belajar 86,36

Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai rata-rata tes formatif

sebesar 82,73 dan dari 22 siswa telah tuntas sebanyak 19 siswa dan 3

siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal

ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 86,36% (termasuk

kategori tuntas). Hasil pada siklus III ini mengalami peningkatan lebih

baik dari siklus II. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus III ini

dipengaruhi oleh adanya peningkatan kemampuan guru dalam

menerapkan pembelajaran model Kontekstual Model Gabungan

Ceramah dan Kerja Kelompok sehingga siswa menjadi lebih terbiasa


dengan pembelajaran seperti ini sehingga siswa lebih mudah dalam

memahami materi yang telah diberikan.

c. Refleksi

Pada tahap ini akan dikaji apa yang telah terlaksana dengan

baik maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar

dengan penerapan pembelajaran model Kontekstual Model Gabungan

Ceramah dan Kerja Kelompok. Dari data-data yang telah diperoleh

dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan semua

pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang

belum sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-

masing aspek cukup besar.

2) Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif

selama proses belajar berlangsung.

3) Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya sudah mengalami

perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik.

4) Hasil belajar siswa pada siklus III mencapai ketuntasan.

d. Revisi Pelaksanaan

Pada siklus III guru telah menerapkan pembelajaran model

Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok dengan

baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar siswa

pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka

tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan


untuk tindakan selanjutnya adalah memaksimalkan dan

mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pada

pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan model

pengajaran Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja

Kelompok dapat meningkatkan proses belajar mengajar sehingga

tujuan pembelajaran dapat tercapai.


B. Pembahasan

1. Ketuntasan Hasil Belajar Siswa

Melalui hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran

model Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok

memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal

ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap

materi yang disampaikan guru (ketuntasan belajar meningkat dari siklus I,

II, dan III) yaitu masing-masing 68,18%, 79,01%, dan 86,36%. Pada siklus

III ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai.

2. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran

Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses

belajar mengajar dengan menerapkan model pengajaran Kontekstual

Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok dalam setiap siklus

mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap prestasi

belajar siswa yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata

siswa pad setiap siklus yang terus mengalami peningkatan.

3. Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran

Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses

pembelajaran PAI pada pokok bahasan kisah nabi Ibrahim a.s, dan nabi

Ismail a.s dengan model pengajaran Kontekstual Model Gabungan

Ceramah dan Kerja Kelompok yang paling dominan adalah,

mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar


siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas

siswa dapat dikategorikan aktif.

Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah

melaksanakan langkah-langkah kegiatan belajar mengajar dengan

menerapkan pengajaran konstekstual model pengajaran berbasis masalah

dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul di antaranya

aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam menemukan konsep,

menjelaskan materi yang sulit, memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab

dimana prosentase untuk aktivitas di atas cukup besar.


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan selama tiga siklus,

hasil seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Model pengajaran Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja

Kelompok dapat meningkatkan kualitas pembelajaran PAI.

2. Pembelajaran model Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja

Kelompok memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar

siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam

setiap siklus, yaitu siklus I (68,18%), siklus II (79,01%), siklus III

(86,36%).

3. Model pengajaran Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja

Kelompok dapat menjadikan siswa merasa dirinya mendapat perhatian

dan kesempatan untuk menyampaikan pendapat, gagasan, ide dan

pertanyaan.

4. Siswa dapat bekerja secara mandiri maupun kelompok, serta mampu

mempertanggungjawabkan segala tugas individu maupun kelompok.

5. Penerapan pembelajaran model Kontekstual Model Gabungan Ceramah

dan Kerja Kelompok mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat

meningkatkan motivasi belajar siswa.


B. Saran

Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar

proses belajar mengajar PAI lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang

optimal bagi siswa, maka disampaikan saran sebagai berikut:

1. Untuk melaksanakan model pengajaran Kontekstual Model Gabungan

Ceramah dan Kerja Kelompok memerlukan persiapan yang cukup

matang, sehingga guru harus mampu menentukan atau memilih topik yang

benar-benar bisa diterapkan dengan pembelajaran model Kontekstual

Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok dalam proses belajar

mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal.

2. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih

sering melatih siswa dengan berbagai metode pengajaran, walau dalam

taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan

pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa

berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.

3. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya

dilakukan di … tahun pelajaran …

4. Untuk penelitian yang serupa hendaknya dilakukan perbaikan-perbaikan

agar diperoleh hasil yang lebih baik.


DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar
Baru Algesindon.

Arikunto, Suharsimi. 1993. Manajemen Mengajar Secara Manusiawi. Jakarta:


Rineksa Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi


Aksara.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.


Jakarta: Rineksa Cipta.

Azhar, Lalu Muhammad. 1993. Proses Belajar Mengajar Pendidikan. Jakarta:


Usaha Nasional.

Daroeso, Bambang. 1989. Dasar dan Konsep Pendidikan Moral Pancasila.


Semarang: Aneka Ilmu.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineksa


Cipta.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineksa Cipta.

Hadi, Sutrisno. 1982. Metodologi Research, Jilid 1. Yogyakarta: YP. Fak.


Psikologi UGM.

Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algesindo.

Hasibuan K.K. dan Moerdjiono. 1998. Proses Belajar Mengajar. Bandung:


Remaja Rosdakarya.

Margono. 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta. Rineksa Cipta.

Masriyah. 1999. Analisis Butir Tes. Surabaya: Universitas Press.

Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya.

Nur, Moh. 2001. Pemotivasian Siswa untuk Belajar. Surabaya: University Press.
Univesitas Negeri Surabaya.
Rustiyah, N.K. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.

Sardiman, A.M. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina
Aksara.

Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar dan Model Pembelajaran. Jakarta: PAU-
PPAI, Universitas Terbuka.

Sukidin, dkk. 2002. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Surabaya: Insan


Cendekia.

Surakhmad, Winarno. 1990. Metode Pengajaran Nasional. Bandung: Jemmars.

Suryosubroto, B. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT. Rineksa


Cipta.

Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Baru. Bandung:


Remaja Rosdakarya.

Usman, Moh. Uzer. 2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja


Rosdakarya.
Lampiran 1

Nilai Tes Formatif Pada Siklus I

Keterangan Keterangan
No. Urut Skor No. Urut Skor
T TT T TT
1 100  12 80 
2 60  13 50 
3 80  14 70 
4 60  15 70 
5 70  16 80 
6 80  17 70 
7 70  18 50 
8 50  19 60 
9 70  20 100 
10 40  21 70 
11 90  22 70 
Jumlah 770 7 4 Jumlah 770 8 3

Keterangan:
T : Tuntas
TT : Tidak tuntas
Jumlah Siswa yang tuntas : 15
Jumlah Siswa yang tidak tuntas : 7
Skor Maksimal Ideal : 2200
Skor Tercapai : 1540
Rata-rata Skor Tercapai : 70,00
Prosentase Ketuntasan : 68,18
Lampiran 3

Nilai Tes Formatif Pada Siklus III

Keterangan Keterangan
No. Urut Skor No. Urut Skor
T TT T TT
1 100  12 90 
2 70  13 70 
3 90  14 90 
4 80  15 90 
5 80  16 90 
6 90  17 80 
7 90  18 60 
8 60  19 80 
9 90  20 100 
10 60  21 80 
11 100  22 80 
Jumlah 910 9 2 Jumlah 910 10 1

Keterangan:
T : Tuntas
TT : Tidak tuntas
Jumlah Siswa yang tuntas : 19
Jumlah Siswa yang tidak tuntas : 3
Skor Maksimal Ideal : 2200
Skor Tercapai : 1820
Rata-rata Skor Tercapai : 82,73
Prosentase Ketuntasan : 86,36

Anda mungkin juga menyukai