Anda di halaman 1dari 4

Tumor plasenta

Jenis-jenis tumor plasenta adalah

Koriokarsinoma

Mola hidatidosa

Koriokarsinoma

Koriokarsinoma adalah penyakit ganas yang dikarakterisasi oleh hiperplasia trofoblas


abnormal dan anaplasia, ketiadaan vili korion, pendarahan, dan nekrosis, dengan invasi langsung
ke miometrium dan invasi vaskular yang menghasilkan penyebaran ke paru-paru, otak, hati,
pelvis dan vagina, ginjal, usus, dan limpa. Secara makroskopis, jaringan koriokarsinoma terlihat
lunak, berwarna ungu, dan sangat hemoragik. Koriokarsinoma dilaporkan terjadi berkaitan
dengan berbagai kejadian kehamilan. Kurang lebih 25% kasus terjadi setelah aborsi atau
kehamilan di tuba, 25% berkaitan dengan kehamilan term atau preterm, dan 40-80% berasal dari
mola hidatidosa, walaupun hanya 2-3% mola hidatidosa menjadi koriokarsinoma. Melalui teknik
genetika molekuler, termasuk restriction frangment-length polymorphism assays, diperoleh fakta
bahwa koriokarsinoma setelah mola hidatidosa komplit adalah androgenetik, sedangkan yang
berkembang dari kehamilan normal adalah biparental.

Koriokarsinoma merupakan salah satu penyakit trofoblas gestasional ( PTG )


Coriocarsinoma ini dimana sejumlah 15-28% wanita dengan molahidatidosa mengalami
degenerasi keganasan menjadi PTG. Salah satu penyebab perdarahan saat kehamilan adalah mola
hidatidosa.

Molahidatidosa merupakan penyakit wanita pada masa reproduksi (usia 15-45 tahun) dan
pada multipara. Mola hidatidosa adalah bentuk jinak dari penyakit trofoblasgestasional dan
dapat mengalami transformasi menjadi bentuk ganasnya yaitu koriokarsinoma.
Koriokarsinoma tidak selalu berasal dari mola hidatidosa namun tidak jarang berasal dari
kehamilan normal, prematur, abortus maupun kehamilan ektopik yang jaringan trofoblasnya
mengalami konversi menjadi tumor trofoblasganas. Koriokarsinoma ini sering terjadi pada usia
14-49 tahun dengan rata-rata 31,2tahun. Resiko terjadinya PTG yang non metastase 75%
didahului oleh mola hidatidosa dan sisanya oleh abortus, kehamilan ektopik atau
kehamilan aterm. Resiko terjadinya PTG yang metastase 50% didahului oleh mola hidatidosa,
25%oleh abortus, 22% oleh kehamilan aterm dan 3% oleh kehamilan ektopik.

Insiden
Angka kejadian tertinggi koriokarsinoma di dunia ditemukan terbanyak pada daerah
Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Kejadian rata-rata terendah secara signifikan yaitu di daerah
Amerika Utara, Eropa dan Australia.
Di Amerika angka kejadian koriokarsinoma berkisar 1 dari 20-40 ribu
kehamilan, dimana diperkirakan angka kejadiannya 1 dari 40 kehamilan mola
hidatidosa, 1 dari 5.000 kehamilan ektopik, 1 dari 15.000 kasus abortus, dan 1 dari150.000 kehamilan
normal. Sedangkan di Indonesia sendiri disebutkan bahwa angka kejadian penyakit
trofoblas secara umum bervariasi, di antara 1/120 hingga1/200 kehamilan.

Factor resiko

 Wanita berusia lebih dari 40 tahun


 Kadar HCG sangat tinggi, lebih dari 100.000 IU/ml
 Ukuran kista Theca Lutein lebih dari 6 cm

Komplikasi

Mola Hidatidosa

Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal yang dikarakterisasi oleh proliferasi


trofoblas dengan tingkat yang bervariasi dan pembengkakan vesikula dari vili plasenta yang
berkaitan dengan ketiadaan atau abnormalitas fetus.

Mola hidatidosa komplit mengalami pembesaran vili tanpa adanya fetus atau embrio,
trofoblas hiperplasia dengan tingkat atipia yang bervariasi, dan tidak ada kapiler-kapiler vili.
Hampir 90% dari mola komplit adalah 46, XX, berasal dari duplikasi kromosom sperma haploid
setelah memfertilisasi telur dengan kromosom maternal tidak ada atau inaktif. Sepuluh persen
mola komplit adalah 46, XY atau 46, XX, sebagai hasil dari fertilisasi telur kosong oleh dua
buah sperma (dispermi). Beberapa studi memperlihatkan pasien dengan penyakit berulang adalah
molar biparental yang dapat bersifat familial atau sporadic. Kondisi ini berkaitan dengan mutasi
missense pada gen NLRP7 pada kromosom 19q13.3- 13.4. Neoplasia trofoblastik (mola invasif
atau koriokarsinoma) terjadi setelah mola komplit pada 15-20% kasus.

Mola hidatidosa parsial memperlihatkan adanya jaringan fetus atau embrionik, vili korion
dengan edema fokal yang bervariasi dalam bentuk dan ukuran, inklusi trofoblas stroma, sirkulasi
pada vili, hiperplasia trofoblas fokal dengan atipia sedang, ploriferasi terbatas pada
sinsitiotrofoblas. Sebagian besar mola parsial mempunyai kariotipe triploid (biasanya 69, XXY),
kadang-kadang tetraploid (92, XXXY) sebagai hasil fertilisasi ovum normal oleh dua sperma.
Kurang dari 5% mola parsial akan berkembang menjadi TTG dan jarang terjadi metastase.
Penanganan kehamilan molar dengan kuretase atau histerektomi tergantung pada keinginan
untuk mempertahankan fertilitas.

Mola Invasif Mola invasif adalah tumor jinak yang berasal dari invasi mola hidatidosa ke
miometrium dengan perluasan langsung melalui jaringan atau saluran vena. Invasi vili korion
hidropik ke miometrium disertai proliferasi sitotrofoblas dan sinsitiotrofobas. Kurang lebih 10-
17% mola hidatidosa akan menjadi mola invasif, dan sekitar 15% akan bermetastase ke paru-
paru atau vagina. Mola invasif lebih sering didiagnosis secara klinis daripada patologis, yaitu
berdasarkan peningkatan hCG persisten setelah evakuasi mola dan sering ditangani dengan
kemoterapi tanpa diagnosis histopatologi. Gambaran histopatologi mola invasif sama dengan
mola hidatidosa komplit, namun terdapat invasi ke myometrium.

Insiden

revalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, Amerika latin dibandingkan dengan
negara – negara barat. Menurut Drake th 2006, insiden terjadi kehamilan mola yaitu 1-2
kehamilan per 1000 kelahiran di Amerika Serikat dan Eropa Insidensi mola hidatidosa
dilaporkan Moore dkk (2005) pada bagian barat Amerika Serikat, terjadi 1 kejadian kehamilan
mola dari 1000-1500 kehamilan. Mola hidatidosa ditemukan kurang lebih 1 dari 600 kasus
abortus medisinalis. Di Asia insidensi mola 15 kali lebih tinggi daripada di Amerika Serikat,
dengan Jepang yang melaporkan bahwa terjadi 2 kejadian kehamilan mola dari 1000
kehamilan. Sedangkan di Korea Selatan insiden kehamilan mola yaitu 40 kehamilan per 1000
kelahiran Secara etnis wanita Filipina, Asia Tenggara dan Meksiko, lebih sering menderita mola
daripada wanita kulit putih Amerika. Di negara-negara Timur Jauh beberapa sumber
memperkirakan insidensi mola lebih tinggi lagi yakni 1:120 kehamilan.

Faktor risiko terjadinya mola yaitu wanita pada remaja awal atau usia perimenopausal amat
sangat beresiko. Wanita yang berusia lebih dari 35 tahun memiliki resiko 2 kali lipat. Wanita
usia lebih dari 40 tahun memiliki resiko 7 kali dibanding wanita yang lebih muda hal ini
dikaitkan dengan kualitas sel telur yang kurang baik pada wanita usia ini.. Paritas tidak
mempengaruhi faktor risiko ini. Risiko lainnya yaitu riwayat keguguran 2 kali atau lebih, riwayat
kehamilan mola sebelumnya juga dapat meningkatkan kejadian mola hingga lebih dari 10 kali
lipat. Secara epidemiologi mola komplit dapat meningkat bila wanita kekurangan carotene dan
defisiensi vitamin A. Sedangkan mola parsialis lebih sering tejadi pada wanita dengan tingkat
pendidikan tinggi, menstruasi yang tidak teratur dan wanita perokok.

Faktor resiko
usia <20 atau >35 tahun (OR= 2,608; 95% CI= 1,301-5,231), Paritas 0 (OR= 1,006; 95%
CI= 0,506-2,002), paritas >=3 (OR= 6,000; 95% CI= 1,606-22,421), riwayat mola hidatidosa
(OR= 2,152; 95% CI= 1,803-2,567). Analisis multivariat menunjukkan faktor yang paling
berisiko terhadap kejadian mola hidatidosa adalah paritas >=3 (OR= 5,554; 95% CI= 1,199-
25,725).

komplikasi

pendarahan yang hebat sampai syok, kalau


tidak segera ditolong dapat berakibat fatal, perdarahan berulang yang dapa
t   m e n y e b a b k a n anemia, infeksi sekunder, perforasi karena keganasan dan
karena tindakan, dan kemungkinan menjadi ganas 18-20% akan menjadi mola destruens
atau koriokarsinoma

Tatalaksana

 pemberian transfuse darah untuk memperbaiki syok  atau anemia dan


menghilangkan atau mengurangi penyulit seperti preeclampsia atau
tirotoksikosis
 pengeluaran jaringan mola
 vakum kuretase
 histerektomi
 kemoterapi profilaksis

Anda mungkin juga menyukai