Anda di halaman 1dari 54

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori Penelitian

1. Pengertian Stunting

Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan

gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang

tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting dapat terjadi mulai janin masih

dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun (Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, 2016).

Stunting atau pendek merupakan suatu bentuk kegagalan pertumbuhan

(growth faltering) yang terjadi pada anak akibat dari kekurangan gizi kronis

atau jangka panjang sehingga anak lebih pendek dari anak seusianya.

Kekurangan gizi pada anak tidak terjadi secara langsung atau waktu yang

cepat. Kekurangan gizi bisa terjadi dimulai dari masa kehamilan seorang ibu

sampai dengan anak dilahirkan, dan akan mulai terlihat ketika anak tersebut

berusia 2 tahun. Stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek)

didasarkan pada indeks tinggi badan atau panjang badan menurut umur

(TB/U atau PB/U) yang didapatkan hasilnya rendah. Anak yang dikatakan

stunting adalah dalam pengukuran status gizi yang berdasarkan pada umur

dan kemudian dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan oleh WHO

yaitu Z-score maka anak dikategorikan sebagai Severely Stunted (sangat


pendek) (Djauhari,T 2017).

Stunting menjadi masalah gagal tumbuh yang dialami oleh bayi di bawah

lima tahun yang mengalami kurang gizi semenjak di dalam kandungan hingga

awal bayi lahir, stunting sendiri akan mulai nampak ketika bayi berusia dua

tahun (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, 2017). Sesuai

dengan yang dikemukakan oleh Schmidt bahwa stunting ini merupakan

masalah kurang gizi dengan periode yang cukup lama sehingga muncul

gangguan pertumbuhan tinggi badan pada anak yang lebih rendah atau

pendek (kerdil) dari standar usianya (Schmidt, 2014).

2. Penilaian Status Gizi

Status gizi pada seorang balita (1 – 5 tahun) membutuhkan nutrisi yang

lebih banyak karena pada masa inilah dianggap sebagai masa keemasan.

Dalam masa ini seorang anak akan mengalami perkembangan fisik, mental,

dan akan menemukan berbagai hal yang baru, sehingga terpenuhinya nutrisi

pada masa ini sangatlah berperan penting (Hasdianah, Siyoto, & Peristyowati,

2014).

Penilaian status gizi pada dasarnya bisa dilakukan dengan empat macam

penilaian yakni ada antropomentri, klinis, biokimia dan biofisik (Supriasa,

2012).

a) Pengukuran Antropomentri

Antropomentri berasal dari kata antrophos yakni tubuh dan metros

yakni ukuran. Antropometri merupakan salah satu cara penilaian status


gizi yang berhubungan dengan ukuran tubuh yang disesuaikan dengan

umur dan tingkat gizi seseorang. Pada umumnya antropometri mengukur

dimensi dan komposisi tubuh seseorang (Supriasa, 2012).

b) Indeks Antropomentri

1) Berat Badan Menurut Umur (BB/U)

Indeks status gizi BB/U merupakan indeks masalah gizi yang

digambarkan secara umum. BB/U yang rendah umumnya disebabkan

karena pendek (masalah gizi kronis) ataupun sedang menderita diare

serta penyakit infeksi lainnya (masalah gizi akut) yang tidak dijadikan

indikasi masalah gizi kronis dan akut (Trihono, 2015).

2) Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)

Indeks status gizi berdasarkan TB/U ini dapat menunjukan masalah gizi

yang bersifat kronis. Hal ini disebabkan karena keadaan yang

berlangsung cukup lama seperti kemiskinan, perilaku hidup yang

terbilang. tidak sehat, dan kurangnya asupan gizi yang didapatkan anak

baik sejak di dalam kandungan yang mengakibatkan seorang anak

menjadi pendek (Trihono, 2015).

3) Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Indeks BB/TB memberikan indikasi terhadap masalah gizi akut

yang terjadi pada peristiwa yang tidak lama seperti adanya wabah

penyakit dan kekurangan makanan yang akan mengakibatkan

seseorang nampak kurus (Trihono, 2015).

c) Cara Pengukuran Antopomentri


Pengukuran berat badan, panjang/tinggi badan dimaksudkan untuk

bisa mendapatkan data status gizi sebuah penduduk (Riskesadas, 2007).

Pengukuran Panjang Badan (PB) dapat digunakan bagi anak usia 0 – 24

bulan dengan pengukuran terlentang, jika pengukuran pada usia anak 0

– 24 bulan dilakukan secara berdiri maka pengukuran dikoreksi dengan

menambahkan 0,7 cm. Sedangkan untuk pengukuran Tinggi Badan (TB)

dapat digunakan bagi anak dengan usia diatas 24 bulan, jika pada usia

diatas 24 bulan pengukuran dilakukan dengan cara terlentang maka

dikoreksi dengan mengurangkan 0,7 cm (Kemenkes RI, 2010).

1) Pengukuran Tinggi Badan

Pengukuran tinggi badan ini dilakukan pada responden yang sudah

bisa berdiri. Pengukuran tinggi badan (microtoise) yang mempunyai

kapasistas ukur hingga 2 meter dengan ketelitian 0,1 cm (Riskesdas,

2007).

2) Persiapan Pengukuran Tinggi Badan

a) Menggantungkan bandul benang untuk memasang microtoise di

dinding sehingga dapat tegak lurus.

b) Letakan alat pengukur di lantai yang datar tidak jauh dari

keberadaan bandul dan menempel pada dinding. Pastikan dinding

rata dan tidak ada lekukan maupun tonjolan.

c) Tarik papan penggeser tegak lurus ke atas sehingga dapat sejajar

dengan benang berbandul yang tergantung. Tarik hingga angaka

pada jendela baca menunjukan angka 0 (nol). Rekatkan dan lakban


pada bagian atas microtoise.

d) Menghindari adanya perbuahan posisi pita berikan perkeat atau

lakban pada posisi 10 cm dari bagian atas microtoise.

3) Prosedur Pengukuran Tinggi Badan

a) Meminta responden untuk melepas alas kaki (sepatu/sandal), topi

(penutup kepala).

b) Memastikan bahwa alat geser berada diposisi atas.

c) Meminta responden untuk berdiri tegak di bawah alat geser.

d) Posisikan kepala dan bahu bagian belakang, lengan, pantat dan

tumit menempel pada dinding dimana microtoise terpasang.

e) Pastikan pandangan lurus kedepan dan posisi tangan tergantung

bebas.

f) Menggerakan alat geser hingga menyentuh bagian atas kepala

responden, pastikan pada bagian tengah kepala. Dengan catatan

bahwa bagian belakang alat geser tetap menempel dinding.

g) Baca hasil tinggi badan pada bagian jendela baca ke arah angka

yang lebih besar (ke bawah). Pembaca tepat berada di depan

jendela baca pada garis merah, sejajar dengan mata petugas.

h) Pencatatan dilakukan dengan ketelitian hingga satu angka

dibelakang koma (0,1 cm) seperti contoh 157, 3 dan 163,9.

4) Klasifikasi Status Gizi

Dalam menilai status gizi pada anak-anak dari tinggi badan hingga
berat badanakan dikonversikan dalam bentuk nilai standar (Z-Score)

dapat menggunakan standar baku yang ditetapkan oleh WHO. Z-Score

dapat diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

𝑍 – 𝑆𝑐𝑜𝑟𝑒 𝑁𝐼𝑆 − 𝑁𝑀𝐵𝑅

𝑁𝑆𝐵𝑅

Keterangan:

NIS : Nilai Individu Subyek

NMBR : Nilai Median Baku Rujukan

NSBR : Nilai Simpang Baku Rujukan

Indikator TB/U memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya

kronik sebagai akibat dari keadaan berlangsung lama, misalnya

kemiskinan, perilaku hidup sehat dan pola asuh/pemberian makanan

yang kurang baik dari sejak anak dilahirkan yang mengakibatkan anak

menjadi pendek (Riskesdas, 2010). Kategori dan ambang batas

penilaian status gizi berdasarkan indikator tinggi badan menurut umur

(TB/U) atau panjang badan menurut umur (PB/U) disajikan pada tabel

berikut:

Tabel 2.1. Klasifikasi Status Gizi

Indeks Status Gizi Z-Score


BB/U Gizi Buruk Zscore <-3,0 SD
Gizi Kurang Zscore - 3,0 SD s/d Zscore <

-2,0 SD
Gizi Baik Zscore -2,0 SD s/d 2,0 SD
Gizi Lebih Zscore > 2,0 SD
TB/U Sangat pendek Zscore <-3,0 SD
Pendek Zscore - 3,0 SD s/d < -2,0 SD
Normal Zscore -2,0 SD s/d 2 SD

Tinggi Zscore >2 SD


BB/TB Sangat Kurus Zscore <-3,0 SD
Kurus Zscore - 3,0 SD s/d < -2,0 SD
Normal Zscore -2,0 SD s/d 2,0 SD
Gemuk Zscore >2,0 SD
Sumber : Kepmenkes No. 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang

standar antropomentri penilaian status gizi anak

Table 2.1 Tinggi Badan Anak Usia 1-5 Tahun

Usia Anak Perempuan Anak Laki-laki


1-2 tahum 74 cm – 86 cm 75,7 cm – 87,8 cm
2-3 tahun 85,7 cm – 95,1 cm 87,8 cm – 96,1 cm
3-4 tahun 95,1 cm – 102,7 cm 96,1 cm – 103,3 cm
4-5 tahun 102,7 cm – 109,4 cm 103,3 cm – 110 cm
Sumber : Peraturan Kementrian Kesehatan Tahun 2020.

3. Epidemiologi Stunting

Prevalensi stunting di Indonesia masuk kedua tertinggi di Asia

Tenggara yaitu 36,4%. Laos pada posisi pertama prevalensi stunting

yaitu 43,8% kemudian Myanmar 35,1%, Kamboja 32,4%, Filipina

30,3%, Brunei Darussalam 19,7%, Vietnam 19,4%, Malaysia 17,2% dan

Thailand 16,3% (United Nations Childrens Fund, 2017). Berdasarkan

dengan data angka kejadian stunting di Indonesia yang telah di dapatkan

dari tahun 2016 sebanyak 27,5% di tahun 2017 29,6% pada tahun 2018

30,8% dan ditahun 2019 angka tersebut turun menjadi 27,67%. Meskipun
demikian, angka menurunnya prevalensi stunting di Indonesia masih

belum mencapai angka yang telah ditetapkan oleh WHO yaitu dibawah

20%. Dengan demikian prevalensi stunting di Indonesia masih berada 5

besar di Asia dan masuk 10 besar di dunia dengan prevalensi stunting

tertinggi.

4. Etiologi Stunting

Masalah balita pendek menggambarkan masalah gizi kronis, hal ini

dipengaruhi oleh kondisi ibu atau calon ibu, masa janin dan masa bayi

atau balita, termasuk penyakit yang dialami selama masa balita. Dalam

kandungan janin akan tumbuh dan berkembang melalui pertambahan

berat dan panjang badan serta perkembangan otak dan organ-organ

lainnya. Kekurangan gizi yang terjadi dan kandungan dan awal

kehidupan menyebabkan janin melakukan reaksi penyesuaian. Secara

parallel penyesuaian tersebut meliputi perlambatan pertumbuhan dengan

pengurangan jmlah sel-sel tubuh termasuk juga sel otak serta organ tubuh

lainnya. Hasil reaksi penyesuaian akibat kekurangan gizi di ekspresikan

pada usia dewasa dalam bentuk tubuh yang pendek. Karena apabila

seseorang kekurangan gizi dalam waktu yang cukup lama terjadi sejak

janin dalam kandungan atau pada (1000 Hari Pertama Kelahiran) maka

akan berpengaruh pada perkembangan tubuh dan otak anak. penyebab

stunting adalah makanan komplementer yang tidak adekuat, yang dibagi

menjadi tiga, yaitu kualitas makanan yang rendah, cara pemberian yang

tidak adekuat, dan keamanan makanan dan minuman. Kualitas makanan


yang rendah dapat berupa kualitas mikronutrien yang rendah, keragaman

jenis dan penghentian penyusuan yang terlalu cepat. Faktor keempat

adalah infeksi klinis dan sub klinis seperti infeksi pada usus : diare,

infeksi cacing, infeksi pernafasan, malaria, nafsu makan yang kurang

akibat infeksi, dan inflamasi (WHO, 2013).

5. Pencegahan dan penanggulangan stunting

Periode yang paling kritis dalam penanggulangan stunting dimulai

sejak janin dalam kandungan sampai anak berusia 2 tahun yang disebut

dengan periode emas (seribu hari pertama kehidupan). Oleh karena itu,

perbaikan gizi diprioritaskan pada usia seribu hari pertama kehidupan

yaitu 270 hari selama kehamilannya dan 730 hari pada kehidupan

pertama bayi yang dilahirkannya. Pencegahan dan penanggulangan

stunting yang paling efektif dilakukan pada seribu hari pertama

kehidupan (Depkes, 2016) meliputi:

a. Pada ibu hamil

1) Memperbaiki gizi dan kesehatan ibu hamil merupakan cara

terbaik dalam mengatasi stunting. Ibu hamil perlu mendapat

makanan yang baik. Apabila ibu hamil dalam keadaan sangat

kurus atau telah mengalami Kurang Energi Kronis (KEK), maka

perlu diberikan makanan tambahan kepada ibu hamil tersebut.

2) Setiap ibu hamil perlu mendapat tablet tambah darah, minimal 90

tablet selama kehamilan.


3) Kesehatan ibu harus tetap dijaga agar ibu tidak mengalami sakit.

b. Pada saat bayi lahir

1) Persalinan ditolong oleh bidan atau dokter terlatih dan begitu

bayi lahir melakukan IMD (Inisiasi Menyusu Dini)

2) Bayi sampai dengan usia 6 bulan diberi ASI saja (ASI

Eksklusif)

c. Bayi berusia 6 bulan sampai dengan 2 tahun

1) Mulai usia 6 bulan, selain ASI bayi diberi Makanan Pendamping

ASI (MP-ASI). Pemberian ASI terus dilakukan sampai bayi

berumur 2 tahun.

2) Bayi dan anak memperoleh kapsul vitamin A, taburia, imunisasi

dasar lengkap.

3) Memantau pertumbuhan balita di posyandu merupakan upaya

yang sangat strategis untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan

pertumbuhan.

4) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) harus diupayakan oleh

setiap rumah tangga termasuk meningkatkan akses terhadap air

bersih dan fasilitas sanitasi, serta menjaga kebersihan lingkungan.

PHBS menurunkan kejadian sakit terutama penyakit infeksi yang

dapat membuat energi untuk pertumbuhan teralihkan kepada

perlawanan tubuh menghadapi infeksi, gizi sulit diserap oleh

tubuh dan terhambatnya pertumbuhan.


6. Dampak Stunting

Balita yang mengalami stunting akan mengalami kecerdasan dan

pertumbuhan yang kurang baik dan menjadikan anak lebih rentan

terhadap penyakit dimasa depan dan dapat beresiko menurunnya tingkat

produktifitas. Sehingga secara luas stunting dapat menghambat

pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan dan ketimpangan

sosial. Dampak Stunting umumnya terjadi karena diakibatkan oleh

kurangnya asupan nutrisi pada 1.000 hari pertama anak. Hitungan 1.000

hari di sini dimulai sejak janin sampai anak berusia 2 tahun. Jika pada

rentang waktu ini, gizi tidak dicukupi dengan baik, dampak yang

ditimbulkan memiliki efek jangka pendek dan efek jangka panjang

menurut KEMENKES, 2018:

a. Dampak stunting jangka pendek

1) Peningkatan kejadian kesakitan dan kematian

2) Perkembangan kognitif, motoric, dan verbal pada anak tidak

optimal.

3) Peningkatan biaya kesehatan

b. Dampak stunting jangka panjang

1) Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa

2) Faktor resiko penyakit degeneratif obesitas, penurunan toleransi

glukosa, penyakit jantung koroner, hipertensi, dan osteoporosis.


3) Kapasitas belajar dan kemampuan kurang optimal pada masa

sekolah.

4) Menurunnya kesehatan reproduksi serta Produktifitas dan

kapasitas kerja tidak optimal

7. Faktor-faktor yang Menyebabkan Stunting

Banyak faktor yang menyebabkan keadaan gizi kurang (stunting) yang

terjadi pada anak. Faktor penyebab dari kejadian stunting yaitu penyebab

langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung dari kejadian stunting

yaitu dipengaruhi oleh asupan makanan dan penyakit infeksi sedangkan

penyabab tidak langsung adalah pola asuh, ketersediaan pangan rumah

tangga, higiene sanitasi dan masih banyak lagi faktor penyebab lainnya

(TNP2K, 2016).

a) Faktor penyebab langsung

1) Asupan gizi

Asupan gizi yang adekuat sangat diperlukan untuk pertumbuhan

dan perkembangan tubuh balita. Energi merupakan hasil pembakaran

dari zat-zat gizi yaitu karbohidrat, lemak, dan protein dengan

demikan agar energi balita tetap tercukupi maka diperlukan asupan

makanan yang seimbang sehingga dapat mencukupi kebutuhannya.

Kekurangan energi terjadi bila konsumsi energi melalui makanan


kurang dari energi yang dikeluarkan, sehingga tubuh akan

mengalami ketidakseimbangan energi. Hal ini akan mengakibatkan

berat badan kurang dari berat badan seharusnya (ideal). Bila terjadi

pada bayi dan anak-anak akan menghambat pertumbuhan

(Almatsier, 2009).

2) Penyakit infeksi

Penyakit infeksi merupakan salah satu faktor yang menjadi

penyebab langsung stunting. Timbulnya penyakit infeksi pada balita

dapat memperburuk keadaan jika asupan makanan yang masuk

dalam tubuh tidak mencukupi. Anak balita yang mengalami

kekurangan gizi akan mengalami penurunan daya tahan tubuh

sehingga menyebabkan anak rentan terhadap penyakit infeksi

(Depkes, 2005). Jika pemenuhan zat gizi pada balita sudah sesuai

dengan kebutuhan namun penyakit infeksi tidak tertangani dengan

baik maka hal tersebut tidak dapat memperbaiki kesehatan dan status

gizi anak balita. Oleh sebab itu penanganan terhadap penyakit infeksi

sedini mungkin dapat membantu perbaikan gizi dan diimbangin

asupan gizi yang seimbang sesuai dengan kebutuhan anak balita.

b) Faktor penyebab tidak langsung

1) Ketersediaan Pangan

Akses pangan pada rumah tangga menurut (BAPPENAS, 2011)

adalah suatu kondisi penguasaan sumberdaya (sosial, teknologi,

finansial/keuangan, alam serta manusia) yang cukup untuk


memperoleh dan ditukurkan untuk memenuhi kecukupan pangan

dalam rumah tangga. Masalah ketersediaan pangan tidak hanya pada

daya beli masyarakat yang kurang tetapi juga sarana pendistribusian

dan ketersediaan pangan itu sendiri.Aksesbilitas pangan atau

keterjangkauan pangan yang rendah dapat berakibat pada kurangnya

pemenuhan konsumsi pangan yang beragam, bergizi, serta seimbang

di tingkat keluarga yang dapat berdampak pada masalah kurang gizi

di masyarakat yang semakin besar. Kurangnya ketersediaan pangan

dalam rumah tangga dapat berakibat pada kurangnya pemenuhan

asupan gizi dalam keluarga.Rata-rata asupan gizi anak balita di

Indonesia masih dibawah Angka Kecukupan Gizi (AKG) sehingga

mengakibatkan balita mempunyai rata-rata tinggi badan lebih pandek

dibandingkan dengan standar rujukan WHO 2005. Oleh sebab itu

dalam penanganan masalah gizi di Indonesia tidak hanya melibatkan

sektor kesehatan saja tetapi juga melibatkan lintas sektor yang lain.

2) Pola Asuh

Pola asuh merupakan interaksi anak dengan orang tua dalam

mendidik, membimbing dan mendisiplinkan serta melindungi anak

mencapai kedewasaan sesuai norma-norma yang ada dalam

masyarakat (Edwards, 2006 dalam Kurniawati, 2014). Pola asuh

orang tua sangat mempengaruhi ragam dan jenis makanan yang

disiapkan untuk dimakan anak .Pola asuh orang tua yang positif

membuat waktu makan anak terasa menyenangkan dan memperbaiki


asupan zat gizi melalui ragam makanan yang bergizi.

3) Higiene Sanitasi Lingkungan

Sanitasi lingkungan yang kurang baik dapat menyebabkan

timbulnya berbagai jenis penyakit seperti diare, kecacingan, dan

infeksi pada saluran pencernaan. Apabila anak menderita infeksi

pada saluran pencernaa, maka penyerapan zat-zat gizi dalam

tubuh terganggu sehingga dapat mengakibatkan terjadinya

kekurangan gizi. Seseorang yang kekurangan gizi akan lebih

mudah terserang penyakit dan pertumbuhan yang terganggu

(Supariasa, I.D.N., 2014).

Menurut WHO (2013) dalam Yusdarif (2017) faktor

penyebab stunting adalah makanan komplementer yang tidak

adekuat, yang dibagi menjadi tiga, yaitu kualitas makanan yang

rendah, cara pemberian yang tidak adekuat, dan keamanan

makanan dan minuman. Kualitas makanan yang rendah dapat

berupa kualitas mikronutrien yang rendah, keragaman jenis

makanan yang dikonsumsi dan sumber makanan hewani yang

rendah, makanan yang tidak mengandung nutrisi, dan makanan

komplementer yang mengandung energi rendah.Cara pemberian

yang tidak adekuat berupa frekuensi pemberian makanan yang

rendah, pemberian makanan yang tidak adekuat ketika sakit dan

setelah sakit, konsistensi makanan yang terlalu halus, pemberian

makan yang rendah dalam kuantitas.Keamanan makanan dan


minuman dapat berupa makanan dan minuman yang

terkontaminasi, kebersihan yang rendah.

8. Pencegahan Stunting

Pencegahan stunting yaitu:

a. Pencegahan Primordial merupakan usaha pencegahan predisposisi

terhadap stunting, sebelum terlihatnya factor yang menjadi resiko

stunting. Misalnya seperti adanya peraturan pemerintah dalam

pelaksanaan program multisektor yang terintegrasi dan

berkesinambungan seperti intervensi gizi yang dilakukan pada ibu

hamil, ibu menyusui dan anak usia 0-23 bulan.

b. Pencegahan primer adalah pencegahan yang dilakukan sebelum

seorang balita mengalami stunting. Dilakukan pencegahan melalui

pendekatan, seperti penyuluhan atau edukasi mengenai factor yang

mempengaruhi kejadian stunting. Adapun hal-hal yang dapat

dilakukan yaitu:

1) Pada ibu hamil

a) Memperbaiki gizi dan kesehatan pada ibu hamil merupakan cara

terbaik dalam mengatasi stunting. Ibu hamil perlu mendapatkan

makanan yang bergizi. Apabila ibu hamil dalam keadaan tubuh

yang kurus atau mengalami

b) Kekurangan Energi Kronis (KEK) maka perlu diberikan

makanan tambahan kepada ibu hamil tersebut.


c) Setiap ibu hamil perlu mendapatkan tablet tambah darah,

minimal 90 tablet selama kehamilan.

d) Kesehatan ibu harus tetap dijaga agar tidak mengalami sakit.

2) Pada saat bayi lahir

a) Persalinan ditolong oleh bidan atau dokter terlatih dan begitu

bayi lahir melakukan IMD (Inisiasi Menyusu Dini).

b) Bayi sampai dengan usia 6 bulan diberikan Asi esklusif saja.

c) Mulai usia 6 bulan, selain ASI bayi diberikan makanan

pendamping ASI. Pemberian ASI terus dilakukan sampai bayi

berusia 2 tahun.

Bayi dan anak boleh memperoleh kapsul vitamin A, taburia dan

imunusasi dasar lengkap Memantau pertumbuhan balita secara rutin di

posyandu merupakan upaya yang sangat tepat untuk mendeteksi dini

terjadinya gangguan pertumbuhan (Mitra, 2015).


B. Tinjauan Variabel Penelitia

1. Pengetahuan Ibu

a. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tau, dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi

melalui pencaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh

melalui mata dan telinga. (Notoatmodjo, 2012). Pengetahuan adalah

merupakan hasil mengingat suatu hal, termasuk mengingat kembali

kejadian yang pernah dialami baik secara langsung aja maupun tidak

langsung dan ini terjadi setelah orang melakukan kontak atau pengamatan

terhadap suatu obyek tertentu (Mubarok, dkk, 2007).

1) Sumber Pengetahuan Sumber pertama yaitu kepercayaan berdasarkan

tradisi, adat dan agama Berupa nilai-nilai warisan nenek moyang.

Sumber ini biasanya berbentuk norma-norma dan kaidah-kaidah baku

yang berlaku di dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam norma dan

kaidah itu terkandung pengetahuan yang kebenarannya boleh jadi

tidak dapat dibuktikan secara rasional dan empiris, tetapi sulit dikritik

untuk diubah begitu saja. Jadi, harus diikuti dengan tanpa keraguan,

dengan percaya secara bulat. Pengetahuan yang bersumber dari

kepercayaan cenderung bersifat tetap (mapan) tetapi subjektif


(Suhartono, 2008).

2) Sumber kedua yaitu pengetahuan yang berdasarkan pada otoritas

kesaksian orang lain, juga masih diwarnai oleh kepercayaan. Pihak-

pihak pemegang otoritas kebenaran pengetahuan yang dapat dipercayai

adalah orangtua, guru, ulama, orang yang dituakan, dan sebagainya.

Apa pun yang mereka katakan benar atau salah, baik atau buruk, dan

indah atau jelek, pada umumnya diikuti dan dijalankan dengan patuh

tanpa kritik. Karena, kebanyakan orang telah mempercayai mereka

sebagai orangorang yang cukup berpengalaman dan berpengetahuan

lebih luas dan benar. Boleh jadi sumber pengetahuan ini mengandung

kebenaran, tetapi persoalannya terletak pada sejauh mana orang-orang

itu bisa dipercaya. Lebih dari itu, sejauh mana kesaksian

pengetahuannya itu merupakan hasil pemikiran dan pengalaman yang

telah teruji kebenarannya. Jika kesaksiannya adalah kebohongan, hal ini

akan membahayakan kehidupan manusia dan masyarakat itu sendiri

(Suhartono, 2008).

3) Sumber ketiga yaitu pengalaman indriawi. Bagi manusia, pengalaman

indriawi adalah alat vital penyelenggaraan kebutuhan hidup sehari-hari.

Dengan mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit, orang bisa menyaksikan

secara langsung dan bisa pula melakukan kegiatan hidup (Suhartono,

2008).
4) Sumber keempat Yaitu akal pikiran. Berbeda dengan panca indera, akal

pikiran memiliki sifat lebih rohani. Karena itu, lingkup kemampuannya

melebihi panca indera, yang menembus batas-batas fisis sampai pada

hal-hal yang bersifat metafisis. Kalau panca indera hanya mampu

menangkap hal-hal yang fisis menurut sisi tertentu, yang satu persatu,

dan yang berubah-ubah, maka akal pikiran mampu menangkap hal-hal

yang metafisis, spiritual, abstrak, universal, yang seragam dan yang

bersifat tetap, tetapi tidak berubah-ubah. Oleh sebab itu, akal pikiran

senantiasa bersikap meragukan kebenaran pengetahuan indriawi sebagai

pengetahuan semu dan menyesatkan. Singkatnya, akal pikiran

cenderung memberikan pengetahuan yang lebih umum, objektif dan

pasti, serta yang bersifat tetap, tidak berubah-ubah (Suhartono, 2008).

5) Sumber kelima yaitu intuisi. Sumber ini berupa gerak hati yang paling

dalam. Jadi, sangat bersifat spiritual, melampaui ambang batas

ketinggian akal pikiran dan kedalaman pengalaman. Pengetahuan yang

bersumber dari intuisi merupakan pengalaman batin yang bersifat

langsung (Suhartono, 2008).

b. Tingkatan Pengetahuan

Ada 6 (enam) tingkatan pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif

menurut Notoatmodjo (2012), yaitu:


1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari keseluruhan

bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab

itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata

kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari

antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan

dan sebagainya (Notoatmodjo, 2012).

2) Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah

paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya

terhadap objek yang dipelajari (Notoatmodjo, 2012).

3) Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan


hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks

atau situasi yang lain (Notoatmodjo, 2012).

4) Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu

struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja,

seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,

memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2012).

5) Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk

menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada Misalnya,

dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat

menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-

rumusan yang telah ada (Notoatmodjo, 2012).

6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan


justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

Penilaianpenilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan

sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada

(Notoatmodjo, 2012).

c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan Menurut Notoatmodjo

(2010), ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang

yaitu:

1) Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian

dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur

hidup.

2) Media masa / sumber informasi

Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti

televisi, radio, surat kabar, majalah, internet, dan lain-lain mempunyai

pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang.

3) Sosial Budaya Dan Ekonomi

Kebiasan dan tradisi yang dilakukan oleh orang-orang tanpa

melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk.

4) Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu,


baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial.

5) Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk

memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali

pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang

dihadapi masa lalu.

d. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek

penelitian atau responden. Pengukuran pengetahuan gizi dapat dilakukan

dengan menggunakan instrumen berbentuk pertanyaan pilihan atau

berganda (multiple choices test), instrumen ini merupakan bentuk tes

obyektif yang paling sering digunakan dimana responden hanya memilih

jawaban yang menurutnya benar (Khomsan, 2000).

Pertanyaan pilihan ganda (multiple choice test) dengan beberapa

alternative jawaban dan responden harus memilih satu diantaranya.

Adapun cara menyusun pertanyaan pilihan ganda yaitu (Nasir dkk,

2011):

1) Pertanyaan hendaklah menanyakan hal yang penting diketahui.

2) Tulislah pertanyaan yang berisi pertanyaan pasti.


3) Utamakan pertanyaan yang mengandung pernyataan umum yang

bertahan lama.

4) Buatlah pertanyaan yang berisi hanya satu gagasan saja.

5) Buatlah pertanyaan yang menanyakan inti pertanyaan dengan jelas.

Gunakan kalimat sederhana dan tidak berlebih-lebihan.

6) Sebaiknya pertanyaan tidak didasari oleh pernyataan negatif.

7) Gunakan bahasa yang jelas, kata yang sederhana dan pernyataan

langsung.

8) Pertanyaan harus memberikan alternatif bagi isi pernyataan yang

penting.

9) Berikan alternatif jawaban yang jelas berbeda.

10) Alternatif yang ditawarkan hendaknya mempunyai struktur dan arti

yang sejajar atau dalam satu kategori.

11) Menghindari penggunaan alternatif yang semata-mata meniadakan

atau bertentangan dengan alternatif yang lain.

12) Bilamana mungkin, susunlah alternatif jawaban dalam urutan besar

kecilnya atau urutan logisnya.

13) Penggunaan alternatif “bukan salah satu diatas” atau “semua yang

diatas” hanya baik apabila kebenaran bersifat mutlak dan bukan

semata-mata masalah lebih dan kurang baik atau masalah kebenaran


alternatif.

14) Jangan menjebak responden dengan menanyakan hal yang tidak ada

jawabannya.

15) Hindari penggunaan kata-kata yang dapat dijadikan petunjuk oleh

responden untuk menjawab.

Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat

kita sesuaikan dengan tingkatan pengetahuan (Notoatmodjo, 2012).

Adapun beberapa tingkatan kedalaman pengetahuan, yaitu :

a) Pengetahuan baik, apabila responden berpengetahuan 76%-100%

b) Pengetahuan cukup, apabila responden berpengetahuan 60%-75%

c) Pengetahuan kurang, apabila responden berpengetahuan < 60%

2. Riwayat Pemberian Asi

a. Pengertian Air susu ibu (ASI)

Air susu ibu (ASI) adalah sumber nutrisi yang ideal dan makanan

peling aman bagi bayi selama 4-6 bulan pertama kehidupan. ASI

merupakan bentuk tradisional dan ideal memenuhi gizi anak. ASI dapat

menyediakan tiga perempat bagian protein yang dibutuhkan bayi umur 6-

12 bulan dan masih merupakan sumber yang cukup berarti bagi beberapa

bulan berikutnya (Merryana & Bambang,2012).

ASI eksklusif adalah Pemberian ASI saja sampai umur 6 bulan


(eksklusif) membuat perkembangan motorik dan kognitif bayi lebih cepat.

Selain itu ASI juga meningkatkan jalinan kasih sayang karena sering

berada dalam dekapan ibu (Kepmenkes R1, 2013). Pertumbuhan anak

dipengaruhi oleh faktor makanan (gizi) dan genetik. Sampai usia empat

bulan, seorang anak bisa tumbuh dan berkembang hanya dengan

mengandalkan ASI dari ibunya (Khomsan, 2012).

Risiko menjadi stunting 3,7 kali lebih tinggi pada anak yang tidak

diberi ASI Eksklusif (ASI < 6 bulan) dibandingkan dengan anak yang

diberi ASI Eksklusif (≥ 6 bulan) (Hien dan Kam, 2008). Penelitian yang

dilakukan oleh Teshome (2009) menunjukkan bahwa anak yang tidak

mendapatkan kolostrum lebih berisiko tinggi terhadap stunting. Hal ini

mungkin disebabkan karena kolostrum memberikan efek perlindungan

pada bayi baru lahir dan bayi yang tidak menerima kolostrum mungkin

memiliki insiden, durasi dan keparahan penyakit yang lebih tinggi seperti

diare yang berkontribusi terhadap kekurangan gizi. Penelitian lain juga

menyebutkan pemberian kolostrum pada bayi berhubungan dengan

kejadian stunting (Kumar, et al., 2006).

Pemberian ASI memiliki berbagai manfaat terhadap kesehatan,

terutama dalam hal perkembangan anak. Komposisi ASI

banyak mengandung asam lemak tak jenuh dengan rantai

karbon Panjang (LCPUFA, long-chain polyunsaturated fatty acid) yang

tidak hanya sebagai sumber energi tapi juga penting untuk perkembangan
otak karena molekul yang dominan ditemukan dalam selubung myelin.

ASI juga memiliki manfaat lain, yaitu meningkatkan imunitas anak

terhadap penyakit, berdasarkan penilitian pemberian ASI dapat

menurunkan frekuensi diare, konstipasi kronis, penyakit gastrointestinal,

infeksi traktus respiratorius, serta infeksi telinga. Secara tidak langsung,

ASI juga memberikan efek terhadap perkembangan psikomotor anak,

karena anak yang sakit akan sulit untuk mengeksplorasi dan belajar dari

sekitarnya. Manfaat lain pemberian ASI adalah pembentukan ikatan yang

lebih kuat dalam interaksi ibu dan anak, sehingga berefek positif bagi

perkembangan dan perilaku anak (Henningham & McGregor, 2008).

b. Manfaat ASI

Pertumbuhan dan perkembangn bayi terus berlangsung sampai

dewasa. Proses tumbuh kembang ini dipengaruhi oleh makanan yang

diberikan pada anak. Makanan yang paling sesuai untuk bayi adalah air

susu ibu (ASI), karena ASI memang diperuntukkan bagi bayi sebagai

makanan pokok bayi. (Marimbi, 2010). hewani didapat dari hewan.Protein

merupakan factor utama dalam jaringan tubuh.Protein membangun,

memelihara, dan memulihkan jaringan di tubuh, seperti otot dan

organ.Saat anak tumbuh dan berkembang, protein adalah gizi yang sangat

diperlakukan untuk memberikan pertumbuhan yang optimal.Asupan

protein harus terdiri dari 10% - 20% dari asupan energy


harian.Rekomendasi ini untuk memastikan bahwa energy hanya untuk

pertumbuhan dan perkembangan jaringan tubuh (Sharlin &Edelstein,

2011, Fitri 2012).

Pemberian ASI eksklusif terlalu lama ( >6 bulan) dapat menyebabkan

bayi kehilangan kesempatan untuk melatih kemampuan menerima

makanan lain sehingga susah menerima bentuk makanan selain cair. Hal

tersebut dapat menyebabkan growth faltering karena bayi mengalami

defisiensi zat gizi. Sebuah penelitian di Senegal menyatakan bahwa ASI

eksklusif yang diberikan selama lebih dari 2 tahun berhubungan dengan

rata-rata z-score TB/U yang rendah. Pada penelitian tersebut, ditemukan

prevalensi stunting yang lebih tinggi pada balita yang diberikan ASI

eksklusif selama lebih dari 2 tahun (Anugraheni, 2012).

1) Manfaat ASI bagi ibu

a) Aspek kesehatan ibu.

Isapan bayi akan merangsang terbentuknya oksitosin oleh

kelenjar hipofisis. Oksitisin akan membantu involusi uterus dan

mencegah terjadinya perdarahan post partum. Penundaan haid

dan berkurangnya perdarahan post partum mengurangi

prevalensi anemia. Selain itu, mengurangi angka kejadian

karsinoma mammae.

b) Aspek keluarga berencana.

Merupakan KB alami, sehingga dapat menjarangkan


kehamilan.Meurut penelitian, rerata jarak kehamilan pada ibu

menyusui adalah 24 bulan, sedangkan yang tidak 11 bulan.


c) Aspek psikologis.

Ibu akan merasa bangga dan diperlukan oleh bayinya karena dapat

menyusui

2) Manfaat ASI bagi bayi

a) Nutrient (zat gizi) yang sesuia untuk bayi.

Mengandung lemak, karbohidrat, protein, garam, mineral serta vitamin.

b) Mengandung zat protektif.

Terdapat zat protektif berupa laktobasilus bifidus, laktoferin, lisozim,

komplemen C3 dan C4, faktor antistreptokokus, antibody, imunitas seluler

dan tidak menimbulkan alergi.

c) Mempunyai efek psikologis yang menguntungkan.

Sewaktu menyusui kulit bayi akan menempel pada kulit ibu, sehingga akan

memberikan manfaat untuk tumbuh kembang bayi kelak. Interaksi tersebut

akan menimbulkan rasa aman dan kasih sayang.

d) Menyebabkan pertumbuhan yang baik.

Bayi yang mendapat ASI akan mengalami kenaikan berat badan yang baik

setelah lahir, pertumbuhan setelah peeriode perinatal baik dan mengurangi

obesitas.

e) Mengurangi kejadian karies dentis.

Insiden karies dentis pada bayi yang mendapat susu formula lebih tinggi

disbanding yang mendapat ASI, Karena menyusui dengan botol dan dot
pada waktu tidur akan menyebabkan gigi lebih lama kontak dengan sisa

susu formula dan menyebabkan gigi menjadi asam sehingga merusak gigi.

f) Mengurangi kejadian maloklusi.

Penyebab maloklusi rahang adalah kebiasaan lidah mendorong ke depan

akibat menyusu dengan botol dan dot.


3) Manfaat ASI bagi keluarga.

a) Aspek ekonomi.

ASI tidak perlu dibeli dan karena ASI bayi jarang sakit sehingga dapat

mengurangi biaya berobat.

b) Aspek psikologis.

Kelahiran jarang sehingga kebahagiaan keluarga bertambah dan

mendekatkan hubungan bayi dengan keluarga.

c) Aspek kemudahan.

Menyusui sangat praktis sehingga dapat diberikan dimana saja dan

kapan saja serta tidak merepotkan orang lain.

c. Komposisi ASI dibedaka menjadi 3 yaitu :

1) Kolostrum.

ASI yang dihasilkan hari pertama sampai hari ketiga setelah bayi

lahir. Manfaat kolostrum menurut BMSG. Practical hints on

breastfeeding.

a) Kolostrum berkhasiat khusus untuk bayi dan komposisinya

mirip dengan nutrisi yang diterima bayi selama di dalam rahim.

b) Kolostrum bermanfaat untuk mengenyangkan bayi pada hari -

hari pertamanya.

c) Seperti imuniasi, kolostrum member antibodi kepada bayi

(perlindungan terhadap penyakit yang sudah pernah diderita ibu

sebelumnya).
d) Kolostrum mengandung sedikit efek pencahar untuk

menyiapkan dan membersihkan system pencernaan bayi dari

mekonium.

e) Kolostrum juga mengurangi konsentrasi bilirubin (yang

menyebabkan bayi kuning) sehingga bayi lebih terhindar dari

jaundice.

f) Kolostrum juga membantu pembentukan bakteri yang bagus

untuk pencernaan.

2) ASI transisi.

ASI yang dihasilkan mulai hari keempat sampai hari kesepuluh.

3) ASI Mature.

ASI yang dihasilkan mulai hari sepuluh sampai dengan seterusnya.


Tabel 2.3 Komposisi Kolostrum, ASI dan susu sapi untuk setiap 100 ml

Zat-zat Gizi Kolostrum ASI Susu Sapi


Energi (K Cal) 58 70 65

Protein (g) 2,3 0,9 3,4

- Kasein/whey 140 1 : 1,5 1 : 1,2

- Kasein(mg) 218 187 -

- Laktamil bumil (mg) 330 161 -

- Laktoferin(mg) 364 167 -

- Ig A (mg) 5,3 142 -

Laktosa (g) 2,9 7,3 4,8

Lemak (g) 151 4,2 3,9

Vitamin

- Vit A (mg) 1,9 75 41

- Vit B1 (mg) 30 14 43

- Vit B2 (mg) 75 40 145

- Asam 183 160 82

Nikotinmik(mg) 0,06 12-15 64

- Vit B6 (mg) 0,05 246 340

- Asam pantotenik 0,05 0,6 2,8

- Biotin 5,9 0,1 ,13

- Asam folat - 0,1 0,6


- Vit B12 1,5 5 1,1

- Vit C 0,04 0,02

- Vit D (mg) 39 0,02 0,07

- Vit Z 85 5 6

- Vit K (mg) 40 1,5 130

Mineral 70

- Kalsium (mg) 4 35 108

- Klorin(mg) 14 40

- Tembaga (mg) 74 40 14

- Zat besi(ferrum) (mg) 48 100 70

- Magnesium (mg) 22 4 12

- Fosfor (mg) 15 120

- Potassium (mg) 57 145

- Sodium (mg) 15 58

- Sulfur (mg) 14 30
Perbandingan komposisi kolostrum, ASI dan susu sapi dapat dilihat

pada tabel 2.3 Dimana susu sapi mengandung sekitar tiga kali lebih banyak

protein dari pada ASI. Sebagian besar dari protein tersebut adalah kasein,

dan sisanya berupa protein whey yang larut. Kandungan kasein yang

tinggiakan membentuk gumpalan yang relatifkeras dalam lambung bayi.

Bila bayi diberi susu sapi, Sedangkan ASI walaupun mengandung lebih

sedikit total protein, namun bagian protein “whey”nya lebih banyak,

sehingga akan membetuk gumpalan yang lunak dan lebih mudah dicerna
serta diserapoleh usus bayi. Sekitar setengah dari energi yang terkandung

dalam ASI berasal dari lemak, yang lebih mudah dicerna dan diserap oleh

bayi dibandingkan dengan lemak susu sapi, sebab ASI mengandung lebih

banyak enzim pemecah lemak (lipase).

Kandungan total lemak sangat bervarias idari satuibu ke ibu lainnya,

dari satu fase lakatasi air susu yang pertama kali keluar hanya mengandung

sekitar 1 – 2% lemak dan terlihat encer. Air susu yang encer ini akan

membantu memuaskan rasa haus bayi waktu mulai menyusui. Air susu

berikutnya disebut“Hand milk”, mengandung sedikitnya tiga sampa iempat

kali lebih banyak lemak.Ini akan memberikan sebagian besar energi yang

dibutuhkan oleh bayi, sehingga penting diperhatikan agar bayi, banyak

memperoleh air susu ini Laktosa (gula susu) merupakansatu-satunya

karbohidrat yang terdapat dalam air susu murni. Jumlahnya dalam ASI tak

terlalu bervariasi dan terdapat lebih banyak dibandingkan dengan susu sapi.

d. Kebutuhan ASI

Pemberian ASI eksklusif memberikan berbagai manfaat untuk ibu dan

bayi dimana ASI merupakan makanan alamiah yang baik untuk bayi,

praktis, ekonomis, mudah dicerna, memiliki komposisi zat gizi yang ideal

sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan pencernaan bayi dan ASI

mendukung pertumbuhan bayi terutama tinggi badan karena kalsium ASI

lebih efisien diserap dibanding susu pengganti ASI . berikut adalah

kebutuhan ASI bayi sesuai tahapan :


1) Bayi usia 1 hari : 7 ml (1 sendok teh) ASI dalam sekali minum

2) Bayi usia 2 hari : 14 ml (2 sendok teh) ASI dalam sekali minum

3) Bayi usia 3 hari : 25-38 ml (3-4 sendok makan) ASI dalam sekali minum

4) Bayi usia 1 minggu : 45-60 ml ASI dalam sekali minum

5) Bayi usia 1 bulan : 80-150 ml ASI dalam sekali minum

6) Bayi usia 6 bulan : 720 ml ASI per hari

7) Bayi usia 1 tahun : 550 ml ASI per hari

3. Penyakit Infeksi Pada Saluran Pencernaan

Penyakit infeksi merupakan salah satu punyebab langsung

stunting.adanya penyakit infeksi yang memperburuk keadaan bila terjadi

kekurangan asupan gizi. Anak balita dengan kekurangan gizi akan lebih

mudah terkena penyakit infeksi. Penyakit infeksi yang sering di alami

balita salah satunya yaitu penyakit infeksi pada saluran pencernaan seperti

diare, muntaber, disentri, dan demam thypoid.

Penyakit infeksi dapat menyebabkan zat gizi yang masuk kedalam

tubuh digunakan untuk proses perbaikan jaringan atau sel yang mengalami

kerusakan. Penyakit infeksi dapat menurunkan intake makanan,

mengganggu absorpsi zat gizi, menyebabkan hilangnya zat gizi secara

langsung, pada kondisi ini terdapat interaksi bolak-balik antara status gizi

dengan penyakit infeksi. Dapat menyebabkan malnutrisi yang

mempengaruhi tumbuh kembang anak. Apabila hal ini tidak segera diatasi

dan terjadi dalam waktu yang lama, maka dapat mengganggu pengolahan
asupan makan sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya stunting

pada anak.

a. Salmonella

Salmonella adalah genus bakteri negatif dan terdiri dari famili

Enterobacteriacea. Salmonella merupakan penyebab utama dari

penyakit yang disebarkan melalui makanan (foodborne disease).

Salmonella thypi menyebabkaan penyakit demam tifus akibat invasi

bakteri dalam pembuluh darah yang disebabkan oleh keracunan

makanan intoksikasi. Gejala demam tifus meliputi demam, mual-mual,

dan muntah. Salmonella thypi memiliki keunikan hanya menyerang

manusia. Kontaminasi salmonella dapat dicegah dengan mencuci

tangan dan menjaga kebersihan makanan yang dikonsumsi.

b. Disentri

Disentri adalah peradangan usus yang bisa menyebabkan diare

disertai darah atau lender. Saat diare, frekuensi buang air besar akan

meningkat, dengan konsistensi feses yang lembek atau cair. Disentri

terbagi dua jenis, yaitu :

1) Disentri basiler yang disebabkan oleh infeksi bakteri shigella.

2) Disentri amoeba yang disebabkan oleh infeksi bakteri Entamoeba

histolytica.

c. Muntaber (muntah dan berak)

Muntaber (muntah dan berak) adalah peradangan yang terjadi pada

dinding saluran perncernaan, khususnya lambung dan usus. Muntaber


biasanya di tandai dengan gejala mual, muntah dan diare yang terjadi

secara tiba-tiba. Muntaber disebabkan oleh bakteri vibrio cholerae

d. Diare adalah

Diare suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan

konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan

frekuensinya lebih dari tiga kali dalam satu hari. Diare disebabkan oleh

bakteri E-coli. Bakteri penyebab diare masuk melalui makanan dan

minuman kemudian bereaksi di dalam tubuh menimbulkan infeksi di

dalam sistem pencernaan.

4. Asupan Zat Gizi

Asupan gizi yang adekuat sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan

perkembangan tubuh balita. Energi merupakan hasil pembakaran dari zat-

zat gizi yaitu karbohidrat, lemak, dan protein dengan demikan agar energi

balita tetap tercukupi maka diperlukan asupan makanan yang seimbang

sehingga dapat mencukupi kebutuhannya. Kekurangan energi terjadi bila

konsumsi energi melalui makanan kurang dari energi yang dikeluarkan,

sehingga tubuh akan mengalami ketidakseimbangan energi. Hal ini akan

mengakibatkan berat badan kurang dari berat badan seharusnya (ideal).

Bila terjadi pada bayi dan anak-anak akan menghambat pertumbuhan

(Almatsier, 2009).

Pengertian Manusia membutuhkan energy untuk mempertahankan

hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik.Energy


diperoleh dari karbohidrat, lemak, dan protein yang ada di dalam bahan

makanan.Kandungan karbohidrat, lemak, dan protein suatu bahan

makanan menentukan nilai energinya (Almatsier, 2009). Protein

merupakan zat gizi yang sangat penting karena yang paling erat

hubungannya dengan pertumbuhan. Protein mengandung unsur C,H,O dan

unsur khusus yang tidak terdapat pada karbohidrat maupun lemak yaitu

nitrogen. Protein nabati dapat diperoleh dari tumbuh-tumbuhan, sedangkan

Pengukuran asupan makanan individu dibagi menjadi 2 kelompok

metode, kelompok yang pertama dikenal sebagai metode kuantitatif, yang

terdiri dari 24- hour recall dan records yang di disain untuk menghitung

kuantitas konsumsi makanan individu lebih dari 1 hari. Kelompok yang

kedua terdiri dari metode Food Frequency Quistionnaire. Keduanya

memperoleh informasi retrospektif tentang pola penggunaan makanan

selama jangka waktu yang lama. Metode 32 tersebut dapat digunakan

untuk menilai kebiasaan asupan makanan atau kelas tertentu dari makanan.

Dengan adanya modifikasi, metode terse but dapat memberikan data

tentang asupan zat gizi yang bisa diasup (Gibson, 2005).

Menurut Adriani (2016), masa balita merupakan masa kehidupan yang

sangat penting yang mana berlangsung proses tumbuh kembang sangat

pesat yaitu pertumbuhan fisik dan perkembangan psikomotorik, mental,

dan sosial. Stimulasi psikososial harus dimulai sejak dini dan tepat waktu

untuk tercapainya perkembangan psikososial yang optimal. Dalam

mendukung pertumbuhan fisik balita perlu petunjuk praktis makanan


dengan gizi seimbang salah satunya dengan makan aneka ragam makanan

yang memenuhi kecukupan gizi. Kebutuhan gizi pada balita diantaranya

energi, protein, lemak, karbohidrat, air, vitamin, dan mineral.


a. Energi

Kebutuhan energi sehari pada tahun pertama 100-200 kkal/kg BB.

Untuk tiap tiga tahun pertambahan umur, kebutuhan energi turun 10

kkal/kg BB. Penggunaan energi dalam tubuh adalah 50% atau 55 kkal/kg

BB/hari untuk metabolisme basal, 5-10% untuk Specific Dynamic Action,

12% untuk pertumbuhan, 25% atau 15-25 kkal/kg BB/hari untuk aktivitas

fisik dan 10% terbuang melalui feses.

Zat-zat gizi yang mengandung energi terdiri dari protein, lemak, dan

karbohidrat. Dianjurkan agar jumlah energi yang diperlukan didapat dari

50-60% karbohidrat, 25-35% lemak, dan 10-15% protein. Berdasarkan

Angka Kecukupan Gizi (AKG) tahun 2019 kecukupan energi untuk

kelompok umur balita sebagai berikut:

Tabel 2.6 Kecukupan Energi Balita

Golongan Umur Berat badan (kg) Energi (kkal)


0-5 bulan 6 550
6-11 bulan 9 800
1-3 tahun 13 1350
4-6 tahun 19 1400
b. Protein

Protein merupakan sumber asam amino esensial yang diperlukan

sebagai zat pembangun, yaitu pertumbuhan dan pembentukan protein

dalam serum, hemoglobin, enzim, hormone serta antibodi; menggantu sel-

sel tubuh yang rusak; memelihara keseimbangan asam basa cairan tubuh;

dan sumber energi.

Disarankan untuk memberikan 2,5-3 g/kg BB bagi bayi dan 1,5-2

g/kg BB bagi anak sekolah sampai adolesensia. Jumlah protein yang

diberikan dianggap adekuat jika mengandung semua asam amino esensial

dalam jumlah cukup, mudah dicerna dan diserap oleh tubuh, maka protein

yang diberikan harus sebagian berupa protein yang berkualitas tinggi

seperti protein hewani. Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) tahun

2019 kecukupan protein untuk kelompok umur balita sebagai berikut:

Tabel 2.7 Kecukupan Protein Balita

Golongan Umur Berat badan (kg) Protein (g)


0-5 bulan 6 9
6-11 bulan 9 15
1-3 tahun 13 20
4-6 tahun 19 25

c. Lemak

Kebutuhan lemak tidak dinyatakan dalam angka mutlak, dianjurkan

15-20% energi total berasal dari lemak. Di Indonesia energi yang berasal

dari lemak pada umumnya sekitar 10-20%. Masukan lemak setelah umur

6 bulan sebanyak 30-35% dari jumlah energi seluruhnya masih dianggap


normal, akan tetapi seharusnya tidak lebih rendah lebih rendah.

Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) tahun 2019 kecukupan

lemak untuk kelompok umur balita sebagai berikut:

Tabel 2.8. Kecukupan Lemak Balita

Golongan Umur Berat badan (kg) Lemak (g)


0-5 bulan 6 31
6-11 bulan 9 35
1-3 tahun 13 45
4-6 tahun 19 50
d. Karbohidrat

Dianjurkan 60-70% energi total basal berasal dari karbohidrat. Pada

ASI dan sebagian besar susu formula bayi, 40-50% kandungan kalori

berasal dari karbohidrat terutama laktosa. Sebaiknya karbohidrat yang

dimakan terdiri dari polisakarida seperti yang terdapat dalam beras,

gandum, kentang, dan sayuran. Gula yang terdapat dalam minuman manis,

selai, kue, gula-gula dan cokelat harus dibatasi dan tidak melebihi 10%

dari jumlah energi. Monosakarida dan disakarida lainnya terdapat dalam

buah- buahan dan susu serta produk susu.

Buah, susu dan produk susu merupakan sumber vitamin dan trace

element untuk anak yang sedang tumbuh. Makanan yang terlalu manis

dapat menyebabkan kerusakan gigi anak-anak. Karbohidrat diperlukan

anak-anak yang sedang tumbuh sebagai sumber energi. Berdasarkan

Angka Kecukupan Gizi (AKG) tahun 2019 kecukupan karbohidrat untuk

kelompok umur balita sebagai berikut:

Tabel 2.9 Kecukupan Karbohidrat Balita

Golongan Umur Berat badan (kg) Karbohidrat (g)


0-5 bulan 6 59
6-11 bulan 9 105
1-3 tahun 13 215
4-6 tahun 19 220

e. Vitamin dan Mineral

Vitamin dan mineral esensial merupakan zat gizi yang penting

bagi pertumbuhan dan kesehatan. Vitamin digolongkan sebagai vitamin


larut dalam lemak (ADEK) dan vitamin larut dalam air yaitu vitamin B

kompleks (B1, B2, Niacin, B6, asam pantotenik, biotin, asam folat, dan

B12) dan vitamin C. Vitamin untuk balita digunakan untuk:

1) Vitamin A berfungsi bagi pertumbuhan sel-sel epitel dan sebagai

pengatur kepekaan rangsang sinar pada saraf dan mata.

2) Vitamin B1 berfungsi untuk metabolism karbohidrat, keseimbangan

air dalam tubuh dan membantu penyerapan zat lemak dalam usus.

3) Vitamin B2 berfungsi dalam pemindahan rangsang sinar ke saraf mata

dan enzim, dan berfungsi dalam proses oksidasi dalam sel-sel.

4) Vitamin B6 berfungsi dalam pembuatansel-sel darah merah dan dalam

proses pertumbuhan serta pekerjaan urat saraf.

5) Vitamin C berfungsi sebagai aktifator macam-macam fermen

perombak protein dan lemak, dalam oksidasi dan dehidrasi dalam sel,

penting dalam pembentukan trombosit.

6) Vitamin D berfungsi mengatur kadar kapur dan fosfor, dan Bersama

kelenjar anak gondok memperbesar penyerapan kapur dan fosfor dari

usus dan mempengaruhi kerja kelenjar endokrin.

7) Vitamin E berfungsi mencegah pendarahan bagi wanita hamil serta

mencegah keguguran dan diperlukan pada saat sel sedah membelah.

8) Vitamin K berfungsi dalam pembentukan protombin yang berarti

penting dalam proses pembekuan darah

Pada usia anak 1-5 tahun sering mengalami kekurangan vitamin A,

B, dan C sehingga anak perlu mendapatkan 1-1 ½ mangkok atau 100-150


g sayur sehari. Pilihlah buah-buahan berwarna kekuning-kuningan atau

jingga dan buah-buahan yang asam seperti papaya, pisang, manga, nanas,

dan jeruk. Berikan 1-2 potong papaya sehari (100-200 g) atau 1-2 buah

jeruk atau buah lain. Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) tahun

2019 kecukupan vitamin untuk kelompok umur balita sebagai berikut:


49

Tabel 2.10 Kecukupan Vitamin Balita

Golonga Vit. Vit. Vit. Vit. Vit. Vit. Vit.

n A D E K B1 B2 B3

Umur (RE) (mcg (mcg (mcg (mcg) (mg) (mg)

) ) )
0-5 bulan 375 10 4 5 0,2 0,3 2
6-11 bulan 400 10 5 10 0,3 0,3 4
1-3 tahun 400 15 6 15 0,5 0,5 6
4-6 tahun 450 15 8 25 0,9 0,9 10

Golong Vit. Vit. Fola Vit. Bioti Koli Vit.

an B5 B6 t B12 n n C

Umur (mg) (mg) (mcg (mcg) (mcg (mg (mg

) ) ) )
0-5 1, 0, 80 0,4 5 12 40

bulan 7 1 5
6-11 1, 0, 80 1,5 6 15 50

bulan 8 3 0
1-3 2, 0, 160 1,5 8 20 40

tahun 0 5 0
4-6 3, 0, 200 2,5 12 25 45

tahun 0 6 0

Adapun kebutuhan gizi mineral mikro yang lebih dibutuhkan saat usia

balita adalah:

a) Zat besi (Fe)

Zat besi memiliki peranan dalam berbagai reaksi oksidasi reduksi. Zat besi

berperan sebagai gugus fungsional dari berbagai enzim dalam siklus krebs dan
50

pembawa electron dalam sitokrom, sebagai transportasi oksigen dalam darah,

dan sebagainya.

b) Yodium

Yodium berfungsi mengatur pertumbuhan dan perkembangan,

berperan dalam perubahan karoten menjadi bentuk aktif vitamin A,

sintesis protein, dan absorpsi karbohidrat dari saluran cerna, berperan

dalam sintesis kolesterol darah.

c) Zink

Zink beperan dalam proses metabolisme, diantaranya:

1) Berperan dalam proses metabolism asam nukleat dan sintesis protein

2) Berperan dalam pertumbuhan sel dan replikasi sel

3) Mematangkan fungsi organ reproduksi, penglihatan, kekebalan

tubuh, pengecapan, dan selera makan

Menurut seorang ahli gizi bernama Marzuki Iskandar, STP., MTP.,

kunci asupan zat gizi yang baik adalah makanan yang sehat dan

bervariasi sehingga anak dianjurkan untuk mengonsumsi makanan

dengan komposisi yang terdiri atas 55-67% karbohidrat, 20-30% lemak,

dan 13-15% protein untuk memenuhi kebutuhan perkembangan

kecerdasan dan pertumbuhan fisik yang optimal.


C. Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian Judul Subjek Instrumen Metode Temuan

atau Tahun Penelitian

Idham Topik Pengetahuan Ibu memiliki kuesioner purposive Hasil penelitian

Yoga, Ibu Tentang balita tinggal melalui sampling menunjuukan bahwa dari 136 responden

Rukhaida. Stunting Pada di daerah google form yang terlibat sebagian besar berusia 36-

2020 Balita Di Posyandu 45 tahun yaitu 53,7%,

Posyandu Desa Desa tingkat pendidikan menengah

Segarajaya Segarajaya (SMA/MK) yaitu 64%, ibu bersatus

Kabupaten tidak bekerja sebanyak 66,9%,

Bekasi. pengetahuan yang cukup mengenai

stunting sebanyak 57 responden atau

41,9%.Direkomendasikan

Erika Fitria Asi Eksklusif Ibu memiliki kuesioner. metode Berdasarkan hasil penelitian
Lestari, Berhubungan balita tinggal case-control menunjukkan bahwa adanya hubungan

Luluk Dengan yang berada pemberian ASI Ekslusif dengan

Khusnul Kejadian di Desa kejadian stunting dibuktikan dengan

Dwihestie. Stunting Pada Sumberarum hasil uji chi Square, dengan pvalue <a

2020 Balita dan yaitu 0,000 dan nilai koefisien korelasi

Sumbersari. sebesar 0,429.


Ayuningty Asupan Zat Balita 24-59 Kuesioner cross Balita 24-59 bulan yang mengalami

Demsa Gizi Makro bulan di sectional t stunting sebanyak 17 orang (29,3%) dan

Simbolon, dan Mikro wilayah kerja yang normal sebanyak 41 orang

Ahmad Rizal. terhadap Puskesmas (70,7%). Hasil penelitian ini

2018 Kejadian Sumber Urip menunjukkan ada hubungan yang

Stunting pada Kabupaten signifikan antara asupan energi, zat gizi

Balita Rejang makro dan zink dengan kejadian

Lebong stunting pada balita.


Abdul Penyakit Balita usia kuesioner case-control jenis MP-ASI (OR = 9,15, 95%CI:)
Hairuddin Infeksi Dan 12-36 bulan unmatched yang paling berpengaruh terhadap

Angkat. 2018 Praktek kejadian stunting diikuti waktu

Pemberian Mp- pemberian MP-ASI (OR=7,62,

Asi Terhadap 95%CI:0,78-74,6) dan riwayat penyakit

Kejadian diare (OR=4,47, 95%CI: 1,15-17,35)

Stunting Pada sedangkan riwayat penyakit ISPA

Anak Usia 12- bukan merupakan faktor penyebab

36 Bulan Di kejadian stunting

Kecamatan

Simpang Kiri

Kota

Subulussalam
C. Kerangka Teori

Konsekuensi Jangka Panjang : Konsekuensi Jangka Panjang :


pendek, kemampuan kurang pendek, kemampuan kurang
optimal masa sekolah, optimal masa sekolah,
produktivitas kerja (SDM), resiko produktivitas kerja (SDM), resiko
mengalami PTM mengalami PTM

Status Gizi

Asupan gizi : Penyakit Infeksi


ASI, MPASI

Ketersedian
pangan Malabsorbsi

Malnutrisi

Gagal tumbuh
kembang

Gambar 2.11 Kerangka Teori

Modifikasi UNICEF (1998)

Anda mungkin juga menyukai