Anda di halaman 1dari 22

MK : Keperawatan Anak

DOSEN : Ni Made Ridla N Parwata, S.kep.Ns.M.Biomed

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN


DIFTERI

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 4 :

Ainun H. Pariasi (PO0220219005)


Aryansyah (PO0220219008)

POLTEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU


PRODI DIII KEPERAWATAN POSO
TAHUN AJARAN2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat,
karunia dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan Tugas “Askpep Difteri” dimana kami
menyelesaikan makalah ini merupakan salah satu bentuk pertanggung jawaban kami untuk
memenuhi tugas perkuliahan mata kuliah Keperawatan Anak.

Kami selaku penulis menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena
itu, saran dan kritik sangat dibutuhkan untuk penyempurna makalah dimasa yang akan
datang. Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat untuk kita
semua

Poso, 19 Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................................1
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................1
BAB I.................................................................................................................................................2
PENDAHULUAN...............................................................................................................................2
Latar Belakang..............................................................................................................................2
BAB III...............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.................................................................................................................................3
Definis............................................................................................................................................3
Etiologi...........................................................................................................................................4
Tanda dan Gejala Klinis................................................................................................................4
Patofisilogi penyakit......................................................................................................................5
Pemeriksaan diagnostik................................................................................................................6
Penatalaksanaan...........................................................................................................................7
Konsep Asuhan Keperawatan Anak.............................................................................................8
BAB III.............................................................................................................................................25
PENUTUP.......................................................................................................................................25
Kesimpulan..................................................................................................................................25
Daftar Pustaka.................................................................................................................................26
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Difteri adalah salah satu penyakit yang sangat menular, dapat dicegah
dengan imunisasi, dan disebabkan oleh bakteri gram positif
Corynebacterium diptheriae strain toksin. Penyakit ini ditandai dengan
adanya peradangan pada tempat infeksi, terutama pada selaput mukosa
faring, laring, tonsil, hidung dan juga pada kulit.
Manusia adalah satu-satunya reservoir Corynebacterium diptheriae.
Penularan terjadi secara droplet (percikan ludah) dari batuk, bersin, muntah,
melalui alat makan, atau kontak langsung dari lesi di kulit. Tanda dan gejala
berupa infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) bagian atas, adanya nyeri
tenggorok, nyeri menelan, demam tidak tinggi (kurang dari 38,5º C), dan
ditemui adanya pseudomembrane putih/keabu-abuan/kehitaman di tonsil,
faring, atau laring yang tak mudah lepas, serta berdarah apabila diangkat.
Sebanyak 94 % kasus Difteri mengenai tonsil dan faring.
Pada keadaan lebih berat dapat ditandai dengan kesulitan menelan,
sesak nafas, stridor dan pembengkakan leher yang tampak seperti leher
sapi (bullneck). Kematian biasanya terjadi karena obstruksi/sumbatan jalan
nafas, kerusakan otot jantung, serta kelainan susunan saraf pusat dan ginjal.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada anak dengan kasus Difteri

C. Tujuan
Tujuan umum Menerapkan asuhan keperawatan pada anak dengan kasus
Difteri
BAB III

PEMBAHASAN

A. Definis
Difteri adalah suatu penyakit infeksi akut yang sangat menular yang
terjadi secara kocak pada mukosa saluran pernapasan atau kulit, yang di
sebabkan oleh basil gram positif Cornynebacterium dipthheria, di tandai oleh
terbentuknya eksudat yang berbentuk membran pada tempat infeksi dan di
ikuti oleh gejala-gejala umum yang ditimbulkan oleh eksotoksin yang di
produksi oleh basil ini (Sudoyo Aru,dkk 2009)
Orang-orang yang beresiko terkena penyakit ini :
1. Tidak mendapat imunisasi atau imunisasinya tidak lengkap
2. Immunocopromised, seperti : Sosial ekonomi yang rendah pemakai obat
imunosupresif, penderita HIV, diabetes melitus, pecandu alcohol dan
narkotika
3. Tinggal pada tempat-tempat padat, Seperti : rumah tahanan, tempat
penampungan
4. Sedang melakukan perjalanan (travel) ke daerah-daerah yang sebelum nya
merupakan daerah edemik difteri(1).

B. Etiologi
Disebabkan oleh Cornynebacterium dipthheria, bakteri gram positif yang
bersifat polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk spora, aerobic, dan
dapat memproduksi eksotoksin ( Sudoyo Aru dkk 2009)
Klasifikasi penyakit difteri secara klinis adalah menurut lokasinya :
1. Difteri Nasal Anterior
2. Difteri Nasal Posterior
3. Difteri Fausial ( Farinks)
4. Difteri Laryngeal
5. Difteri Konjungtiva
6. Difteri kulit
7. Difteri vulva/Vagina
Menurut tigkat keparahannya:
1) Infeksi ringan, apabila apabila pseudomembrane hanya terdapat pada
mukosa hidung dengan gejala hanya pilek dan nyeri sewaktu menelan
2) Infeksi sedang, apa bila pseudomembrane telah menyerang sampai gading
dan laring sehingga keaadan pasien terlihat lesu dan agak sesak
3) Infeksi berat, apabila terjadi Sumbatan nafas yang berat dan adanya gejala-
gejala yang di timbulkan oleh eksotoksin seperti miokarditis, paralisis dan
nefritis(1).

C. Tanda dan Gejala Klinis


Difteri terjadi tergantung kepada :
1) Lokasi infeksi
2) Imunitas penderita nya
3) Ada/tidaknya toksin difteri yang beredar dalam sirkulasi darah
Secara hati-hati periksa hidung dan tenggorokan anak, terlihat warna
keabuan pada selaput nya yang Sulit di lepaskan. Kehati-hatian di perlukan
untuk pemeriksaan tenggorokan karena dapat
mencetuskan obstruksi total saluran napas. Pada anak dengan difteri faring
terlihat jela bengkak pada leher ( bull neck). Secara klinis bermanifestasi pada
anak berusia 1-9 tahun tetapi dapat terjadi pada orang dewasa yang tidak di
Imunisasi. Terjadi tergantung pada lokasi infeksi, imunitas penderita, ada
tidaknya toksin difteri yang beredar dalam sirkulasi darah.
Hari sesudah infeksi primer pada kulit
1) Demam yang tidak tinggi sekitar 38°C
2) Kerongkongan sakit dan suara parau
3) Perasaan tidak enak,muak muntah dan lesu
4) Sakit kepala
5) Rinorea; berlendir kadang-kadang bercampur darah(2).
D. Patofisilogi penyakit
Kuman masuk melalui mukosa/kulit,
melekat serta berbiak pada permukaan mukosa saluran nafas bagian atas dan mulai
memproduksi toksin yang merembes ke sekeliling serta selanjutnya menyebar ke
seluruh tubuh melalui pembuluh limfe dan darah. Setelah melalui masa inkubasi
selama 2-4 hari kuman difteri membentuk racun atau toksin yang mengakibatkan
timbulnya panas dan sakit tenggorokan. Kemudian berlanjut dengan terbentuknya
selaput putih di tenggorokan akan menimbulkan gagal nafas, kerusakan jantung dan
saraf. Difteri ini akan berlanjut pada kerusakan kelenjar limfe, selaput putih mata,
vagina. Komplikasi lain adalah kerusakan otot jantung dan ginjal (Sudoyo, 2009)(3).

Imunisasi tidak lengkap


Faktor pencetus Faktor lingkungan Bakteri Masuk melalu
difterinae mukosa dan
Daerah epidemik bakteri kulit

Memproduksi Berkembang biak pada


toksin permukaan mukosa bagian atas

Toksin Seluruh tubuh Syaraf

jantung Nekrosistoksik dengan


Menghambat degenerasi lemahpada
pembentukan protein Sel mati respon
inflasi lokal selaput meilin
dalam sel
Nekrositoksis dan
degenerasi hialin
Paralisis dipalatumeole
Pseudomembrane
Toksin otot mata, ekstremitas
(eksudat fimbrin sel
Miokarditis payah jantung inferior
radang eritrosit, nekrosis
sel-sel epitel

Obstruksi saluran
Penyumbatan Penurunan curah Gangguan menelan
napas
Jalan napas jantung

Pola napas tidak efektif


E. Pemeriksaan diagnostik
1) Bakteriologi. Preparat asupan kuman difteri dari bahan asupan mukosa
hidung dan tenggorok (nasofaring swab)
2) Darah rutin: Hb, leukosit, hitung jenis, eritrosit, albumin
3) Urin lengkap: Aspek protein dan sedimen
4) Enzim CPK : segera saat masuk rumah sakit
5) Ureum dan kreatin (bila di curigai ada komplikasi ginjal)
6) EKG secara berkala untuk mendeteksi toksin baksil menyerang sel otot
jantung dilakukan hari 1 perawatan lalu minimal 1X seminggu kecuali bila
ada indikasi biasa di lakukan 2-3X seminggu
7) Pemeriksaan radiografi toraks untuk mengecek adanya hiperinflas.
8) Tesc Schick(2).

F. Penatalaksanaan
Tindakan umum
1) Perawatan tirah baring selama 2 Minggu dalam ruang isolasi
2) Memperhatikan intake cairan dan makanan. Bentuk makanan di sesuaikan
dengan toleransi, untuk hal ini dapat di berikan makanan lunak, saring/cair,
bila perlu sonde lambung jika ada kesukaran menelan (terutama pada
Paralisis palatum Mille dan otot-otot faring).
3) Pastikan kemudahan defakasi jika perlu berikan obat-obat pembantu
defakasi (klims,laksanaia,stool softener) untuk mencegah megengedan
berlebihan.
4) Bila anak gelisah beri sedatif berupa diazepam/luminal 5. Pemberian
antitusif untuk mengurangi batuk(difteri laring) 6. Bila ada tanda-tanda
obstruksi jalan nafas segera berikan Oksigen atau trakeostomi

Tindakan Spesifik
1) Serum Anti Difteri (SAD)
Dosis diberikan berdasarkan atas luasnya membran dan beratnya penyakit
disisi 40.000 IU untuk difteri sedang, yakni luas membran menutupi
sebagian/seluruh tonsil secara unilateral/bilateral. Dosis 80.000 IU untuk
difteri berat yakni luas membran menutupi sehingga melewati tonsil, meluas
ke uvula, palataum molle dan dinding faring Dosis 120.000 IU untuk difteri
sangat berat, yakni ada bull sirkulasi dan kasus lanjut. SAD diberikan dalam
dosis tunggal melalui IV dengan cara melarutkan nya dalam 200cc NaCl
0,9%. Pemberian selesai dalam waktu 2 jam(sekitar 34 tetes/menit)
2) Antibiotik
Penicillin prokain diberikan 100.000 IU/kg BB selama 10 hari, maksimal 3
gram/hari Eritromisin (bila alergi PP) 50 mg/kg BB Secara oral 3-4 kali/hari
selama 10 hari
3) Kortikosteroid
Diindikasikan pada difteri berat dan sangat berat (membran luas, komplikasi
bull neck). Dapat di berikan prednison 2 mg/kg BB/hari Selama 3 Minggu
atau deksametason 0,5-1 mg/kg BB/hari secara IV (terutama untuk
toksemia)(2).

G. Konsep Asuhan Keperawatan Anak


A. Pengkajian

1. Biodata
a. Umur
Biasanya terjadi pada anak-anak umur 2-10 tahun dan jarang ditemukan
pada bayi berumur dibawah 6 bulan dari pada orang dewasa diatas 15
tahun
b. Suku bangsa
Dapat terjadi diseluruh dunia terutama di negara-negara miskin
c. Tempat tinggal : Biasanya terjadi pada penduduk di tempat-tempat
pemukiman yang rapat-rapat, higien dan sanitasi jelek dan fasilitas
kesehatan yang kurang
2. Keluhan Utama
Klien mengalami anoreksia
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengalami demam yang tidak terlalu tinggi, lesu, pucat, sakit kepala,
anoreksia
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengalami peradangan kronis pada tonsil, sinus, faring, laring, dansaluran
nafas atas dan mengalami pilek dengan sekret bercampur darah
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya keluarga yang mengalami difteri
6. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolisme
Jumlah asupan nutrisi kurang disebabkan oleh anoreksia
b. Pola aktivitas Klien mengalami gangguan aktivitas karena malaise dan
demam
c. Pola istirahat dan tidur
Klien mengalami sesak nafas sehingga mengganggu istirahat dan tidur
d. Pola eliminasi
Klien mengalami penurunan jumlah urin dan feses karena jumlah asupan
nutrisi kurang disebabkan oleh anoreksia
7. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda Vital
Nadi : meningkat
Tekanan darah : menurun
Respirasi rate : meningkat
Suhu : ≤ 38°C
b. Inspeksi : Lidah kotor, anoreksia, ditemukan pseudomembran
c. Auskultasi : Napas cepat dan dangkal
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan terhadap apus tenggorokan dan uji schick di laboratorium.
b. Untuk melihat kelainan jantung, bisa dilakukan pemeriksaan EKG.
9. Penatalaksanaan
Penderita diisolasi sampai biakan negatif 3 kali berturut-turut setelah
masa akut terlampaui. Kontak penderita diisolasi sampai tindakan-tindakan
berikut terlaksana :
a. Biakan hidung dan tenggorok
b. Sebaiknya dilakukan tes schick (tes kerentanan terhadap diphtheria)
c. Diikuti gejala klinis setiap hari sampai masa tunas terlewati.
B. Klasifikasi Data
Analisa data dilakukan sejak peneliti di lapangan, sewaktu pengumpulan
data sampai dengan semua data terkumpul. Analisa data dilakukan dengan
cara mengemukakan fakta, selanjutnya membandingkan dengan teori yang
ada dan selanjutnya dituangkan dalam opini pembahasan. Teknik analisis yang
digunakan dengan cara menarasikan jawaban – jawaban dari penelitian yang
diperoleh dari hasil interprestasi wawancara mendalam yang dilakukan untuk
menjawab rumusan masalah penelitian. Teknik analisi digunakan dengan cara
observasi oleh peneliti dan studi dokumentasi yang menghasilakan data untuk
selanjutnya diinterprestasikan oleh peneliti dibandingkan teori yang ada
sebagai bahan untuk memberikan rekomendasi dalam intervensi tersebut.

Urutan dalam analisis adalah:

1. Pengumpulan data.
Data dikumpulkan dari hasil WOD (wawancara, observasi,
dokumen). hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudian
disalin dalam bentuk transkip. Data yang dikumpulkan terkait
dengan data pengkajian, diagnosis, perencanaan,
tindakan/implementasi, dan evaluasi.
2. Mereduksi data
Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan
lapangan dijadikan satu dalam bentuk transkip. Data yang terkumpul
kemudian dibuat koding yang dibuat oleh peneliti yang mempunyai
arti tertentu sesuai dengan optik penelitian yang diterapkan. Data
obyektif dianalisis berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostik
kemudian dibandingkan nilai normal.Penyajian data dapat dilakukan
dengan tabel, gamabar, bagan maupun teks naratif. Kerahasiaan
dari responden dijamin dengan jalan mengaburkan identitas
responden.
3. Kesimpulan
Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan
dibandingkan dengan hasil – hasil penelitian terdahulu dan secara
teoritis dengan perilaku kesehatan. Penarikan kesimpulan dilakukan
denagn metode induksi.
C. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas

2. Gangguan menelan berhubungan dengan abnormalitas laring


3. Penurunan Curah Jantung Berhubungan dengan Perubahan
Kontraktilitas

Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi


1. Pola Napas Tidak Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas
Efektif selama 3x 24 jam, masalah Observasi:

Berhubungan pola napas tidak efektif dapat 1. Monitor pola napas(frekuensi,


teratasi dengan kriteria hasil :
dengan kedalaman,usaha napas)
1. Frekuensi napas
Hambatan Upaya 2. Monitor bunyi napas tambahan
membaik
Napas 3. Monitor sputum (jumlah,warna
2. Kedalaman napas
dan aroma)
membaik
Terapeutik:
3. Dispnea menurun
4. Posisikan semi-fowler
5. Berikan minum hangat
6. Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
7. Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
8. Lakukan Hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal

9. Berikan oksigen jika perlu

Edukasi:
10. Anjurkan Asupan cairan
2000ml/hari

Kolaborasi
11. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran
,mukolitik, jika perlu

Pemantauan Respirasi
Observasi:
1. Monitor frekuens,i irama,
kedalaman dan upaya napas
2. Monitor pola napas
3. Monitor kemampuan batuk
efektif
4. Monitor adanya produksi sputum
5. Monitor adanya sumbatan jalan
napas
6. Auskultasi bunyi napas
7. Monitor saturasi oksigen
8. Monitor nilai AGD

Terapeutik:
9. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
10. Dokumentasikan hasil
pemeriksaan

2. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Dukungan Perawatan Diri: Makan/Minum


Menelan selama 3x 24 jam, masalah Observasi

Berhubungan pola napas tidak efektif dapat 1.Monitor kemampuan menelan


teratasi dengan kriteria hasil :
dengan 2. Monitor status dehidrasi pasien, jika
1. Refleks menelan
Abnormalitas perlu
meningkat
Laring Terapeutik:
2. Kemampuan
3. Ciptakan lingkungan yang
mengosongkan
menyenangkan selama makan
mulut meningkat
4. Atur posisi yang nyaman untuk
3. Batuk menurun
makan dan minum
5. Lakukan oral Hygine sebelum
makan, jika perlu

Kolaborasi:
6. Kolaborasi pemberian obat (mis.
Analgesik,antiematik) sesuai
indikasi

Pencegahan Aspirasi
Observasi:
1. Monitor tingkat kesadaran,
batuk, muntah, dan kemampuan
menelan
2. Monitor status pernapasan
3. Monitor bunyi napas, setelah
makan/minum
4. Periksa residu faster sebelum
memberi asupan oral
5. periksa kepatenan selang
nasogastrik, sebelum memberi
asupan oral
Terapeutik
6. Lakukan penghisapan Jalan
Napas, jika produksi sekret
meningkatkan
7. Sediakan suction di ruangan
8. Hindari memberi makan melalui
selang hastreostinal, jika residu
banyak
berikan obat dalam bentuk cair

Penurunan Curah Setelah dilakukan tindakan Perawatan Jantung


Jantung selama 3x 24 jam, masalah Observasi:

Berhubungan pola napas tidak efektif dapat 1. Identifikasi tanda/gejala primer


teratasi dengan kriteria hasil :
dengan penurunan curah jantung
1. Kekuatan nadi
Perubahan (meliputi dipsnea, kelelahan,
perifer meningkat
Kontraktilitas edema, ortopnea, paroxysmal
2. Ejection fractian EF
nocturnal dyspnea,
meningkat
peningkatan CPV)
2. Identifikasi tanda/ gejala
sekunder penurunan curah
jantung (meliputi peningkatan
berat badan, hepatomegali
distensi Vena jugularis,
palpitasi, ronkhi basah, oliguria,
batuk , kulit pucat)
3. Monitor tekanan darah
( termasuk tekanan darah
ortostatik, jika perlu)
4. Monitor intake dan output
cairan
5. Monitor berat badan setiap hari
pada waktu yang sama
6. Monitor saturasi oksigen
7. Monitor keluhan nyeri dada
(mis. Intensitas, lokasi, radias,
durasi, peristiwa mengurangi
nyeri
8. Monitor EKG 12 sadapan
9. Monitor Aritmia( kelainan irama
dan frekuensi)
10. Memonitor nilai laboratorium
jantung (mis. Elektronik, enzim
jantung, BNP,NTpro-BNP)
11. Periksa tekanan darah dan
frekuensi nadi sebelum dan
sesudah aktivitas
12. Periksa tekanan darah dan
frekuensi nadi sebelum
pemeriksaan obat ( mis. Beta
blocker, ACE, inhibitor,
calculum channel blocker,
digoksin

Terapeutik:
13. Posisikan pasien semi Fowler
atau Fowler dengan kaki
kebawah atau pos
14. Berikan diet jantung yang
sesuai (mis. Batasi asupan
kafein, natrium, kolesterol dan
makanan tinggi lemak
15. Gunakan stocking elastis atau
pneumatik intermiten, sesuai
indikasi
16. Fasilitas pasien dan keluarga
untuk modifikasi gaya hidup
sehat
17. Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi stres, jika perlu
18. Berikan dikungkungan
emosional dan spiritual
19. Berikan Oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen >94%

Edukasi
20. Anjurkan beraktivitas fisik
sesuai toleransi
21. Anjurkan beraktivitas fisik
secara bertahap
22. Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur berat badan harian
23. Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur intake dan autput
cairan harian
Kolaborasi:
24. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
25. Rujuk ke program rehabilitasi
jantung

Perawatan Jantung Akut


Observasi:
1. Identifikasi karakteristik nyeri
dada ( meliputi faktor pemic dan
pereda kualitas, lokasi, radiasi,
skala, durasi dan frekuensi)
2. Monitor EKG 12 sadapan untuk
perubahan ST dan T
3. Monitor Aritmia ( kelainan irama
dan frekuensi)
4. Monitor elektronik yang dapat
meningkatkan risiko
Aritmia(Mis.Kalium, magnesium
serum)
5. Monitor enzim jantung (mis.CK,
CK-MB, Troponin 1)
6. Monitor saturasi oksigen
7. Identifikasi stratifikasi pada
sindrom koroner akut (mis,
skor,TIMI, Killip,Crusade.

Terapeutik:
8. Pertahankan tirah baring minimal
12 jam
9. Pasangan akses intravena
10. Puaskan hingga bebas nyeri
11. Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi ansietas dan stres
12. Sediakan lingkungan yang
kondusif untuk beristirahat dan
pemilihan
13. Siapakan menjalani intervensi
koroner perkiraan, jika perlu
14. Berikan dukungan emosional
dan spiritual

Edukasi:
15. Anjurkan segera melaporkan
nyeri dada
16. Anjurkan menghindari manuver
vaksava (mis, mengedan saat
BAB atau batuk)
17. Jelaskan tindakan yang di jalani
pasien
18. Ajarkan teknik menurunkan
kecemasan dan ketakutan

Kolaborasi:
19. Pemberian antiplatelet, jika perlu
20. Kolaborasi pemberian antiangina
(mis, nistrogliserin, Beta blocker,
calcium channel blocker)
21. Kolaborasi pemberian morfin
Jika perlu
22. Kolaborasi pemberian inotropik,
jika perlu
23. Kolaborasi pemberian obat untuk
mencegah manuver vaksava
(mis.pelunak tinja, antiematik)
24. Kolaborasi pencegahan trombus
dengan anti koagulan, jika perlu
25. Kolaborasi pemeriksaan X-ray
dada, jika perlu
D. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi sesuai dengan intervensi keperawatan yang telah di susun.

E. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah proses sistematis untuk menilai kualitas, nilai,
kelayakan suatu asuhan keperawatan. Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses
keperawatan tetapi bukan merupakan akhir dari proses karena informasi yang
diperoleh saat evaluasi digunakan untuk memulai silkus baru. Dalam proses
keperawatan eveluasi merupakan aktivitas yang direncanakan, terus-menerus,
dilakukan petugas kesehatan menentukan kemajuan pasien terhadap outcome yang
dicapai, keefektifan rencana keperawatan. Evaluasi dimulai dan pengkajian dasar dan
dilanjutkan selama setiap kontak antara perawat dan pasien. Frekuensi evaluasi
tergantung pada frekuensi kontak perawat dengan keadaan yang dialami pasien atau
kondisi yang dieveluasi. Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai masalah
keperawatan telah teratasi, atau tidak teratasi atau dengan mengacu pada kriteria
evaluasi.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Difteri merupakan salah satu penyakit toksik yang berbahaya dan menular
(Contagious Disease). Penyakit ini diakibatkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium
Diphtheriae, yakni kuman yang menginfeksi saluran pernafasan, terutama bagian tonsil,
nasofaring (bagian antara hidung dan faring/tenggorokan) dan laring. Difteri dapat
menular melaui beberapa hal seperti kontak hubungan dekat, melalui udara yang
tercemar oleh penderita yang akan sembuh, serta melalui batuk dan bersin dari si
penderita. Kebanyakan penderita difteri adalah anak-anak yang berusia di bawah 15
tahun dengan usia rentan yakni 2-10 tahun, dan dalam beberapa kejadian kasus difteri
berakibat fatal hingga menimbulkan kematian. Selain menjaga kebersihan lingkungan
pemberian vaksin defteri saat imunisasi merupakan salah satu upaya dari menghindari
serangan virus ini
Daftar Pustaka
1. Nurafif A, Kusuma H. APLIKASI KEPERAWATAN BERDASARKAN DIAGNOSA MEDIS &
NANDA NIC-NOC. Jilid 1. Yudha, Budi, Oskar, editors. Jogyakarta: mediaaction; 2015.
199 p.

2. Nurafif A, Kusuma H. APLIKASI KEPERAWATAN BERDASARKAN DIAGNOSA MEDIS &


NANDA NIC-NOC. Jilid 1. Yudha, Budi, Oskar, editors. Jogyakarta: mediaaction; 2015.
200–201 p.

3. Saputra MAS. Difteri Dalam Lingkup Asuhan Keperawatan. J Kesehat [Internet].


2018;Januari(2017):1–17. Available from: https://scholar.google.co.id/scholar?
oi=bibs&cluster=14494759226079888090&btnI=1&hl=en

Anda mungkin juga menyukai