Tatalaksana Anestesi Dan Reanimasi Pada Intoksikasi Opioid: Oleh: Putu Angga Dharmayuda Dr. I Gede Budiarta, Span - KMN
Tatalaksana Anestesi Dan Reanimasi Pada Intoksikasi Opioid: Oleh: Putu Angga Dharmayuda Dr. I Gede Budiarta, Span - KMN
INTOKSIKASI OPIOID
Oleh:
Putu Angga Dharmayuda
dr. I Gede Budiarta,SpAn.KMN
i
iii
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Overdosis obat merupakan hal penting untuk dipahami saat ini karena telah
menjadi masalah kesehatan masyarakat. Peningkatan ketersediaan opioid memiliki
peran dalam peningkatan jumlah overdosis dan kematian akibat opiod, tercatat pada
tahun 1999 sampai 2010 terjadi peningkatan dari 4000 menjadi lebih dari 16.000
ketersediaan. Di dekade terakhir ini, peningkatan overdosis obat mulai menjadi
masalah global karena cukup berperan menyebabkan kematian. Kematian akibat
overdosis obat memiliki angka yang cukup tinggi di dunia, opioid merupakan salah
satu obat yang memiliki angka kematian yang cukup tinggi akibat overdosis. Pada
tahun 2010, disebutkan terdapat 99.000 sampai 253.000 kematian yang berkaitan
dengan overdosis opioid. Pada tahun 1999 sampai 2010 terjadi peningkatan
penjualan opioid sebesar empat kali lipat dan ditahun yang sama sampai 2009
terjadi juga peningkatan sebesar enam kali lipat terhadap penyalahgunaan opioid
yang berujung pada overdosis.. Setiap tahunnya, diperkirakan terjadi 70.000 sampai
100.000 angka kematian akibat overdosis opioid. Sebagian besar kasus overdosis
opioid dikaitkan dengan konsumsi yang illegal dan penyalahgunaan yang telah
diresepkan oleh praktisi kesehatan.1-3
Di Amerika, terjadi peningkatan hampir tiga kali lipat pada tahun 1999
sampai 2014 kematian akibat overdosis obat. Di tahun 2014, angka kematian akibat
opioid sebesar 28.647 (63,1%) dari 47.055 kejadian overdosis akibat obat.
Sedangkan pada 2015, terdapat 52.404 kematian akibat overdosis obat dimana
opioid memiliki jumlah kematian sebesar 33.091 (63.1%).1-3 Di Alaska pada tahun
2012, kematian akibat opiod lebih dari dua kali lipat kejadian di Amerika yaitu 10,5
berbanding 5,1 per 100.000 orang. Dan selama tahun 2009 sampai 2015, tercatat
774 kasus kematian akibat overdosis obat dan 512 (66%) diakibatkan oleh opiad.
4
5
namun memiliki denyut nadi yang cukup. Dapat disimpulkan bahwa tingginya
toksisitas dan penyalahgunaan opioid yang tinggi sangat menimbulkan morbiditas
dan mortalitas bagi pasien dan menjadi beban bagi negara dalam pengobatan dan
rehabilitasi. Keadaan ini sangat menarik untuk dibahas lebih lanjut guna memahami
toksisitas dan penyalahgunaan opioid agar lebih waspada dan mampu memberi
penanganan yang adekuat terhadap toksistas dari opioid guna meningkatkan
survival dan kualitas hidup dari pasien.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 OPIOID
2.2 FAMAKOKINETIK5
Absorpsi
Distribusi
Distribusi dari opioid dari berbagai organ dan jaringan sangat bervariasi
dipengaruhi oleh fisiologi dan berbagai faktor kimia. Walaupun opioid terikat
dengan protein plasma dengan affinitas yang bervariasi. Namun opioid secara cepat
meninggalkan kompartemen darah dan kemudian terkonsentrasi secara tinggi di
otak, paru, ginjal, dan limpa.
Metabolisme
Eskresi
2.3 FARMAKODINAMIK5
Mekanisme Kerja
8
1. Tipe Reseptor
Tiga golongan utama reseptor opioid (µ,δ,κ) berada pada sistem saraf dan
jaringan yang berbeda. Setiap reseptor utama tersebut mampu meggandakan
diri tetapi hanya mampu menjadi salah satu subtipe saja. Ketiganya
merupakan bagian dari reseptor G protein-coupled dan merupakan
serangkaian asam amino homologi. Penduplikasian dari masing-masing
reseptor tersebut memiiki efek farmakologi yang berbeda oleh karena opioid
memiiki potensi sebagai agonis, semi-agonis, atau antagonis.5
2. Aksi Sel
1. CNS
2. Perifer
g. Gatal -> dosis terapi opioid dapat menimbulkan kemerahan dan rasa
hangat pada kulit yang diikuti dengan berkeringat dan sensasi gatal.
Efek tersebut diakibatkan pelepasan histamin pada CNS dan perifer.
Pemberian secara parenteral lebih sering menimbulkan pruritus dan
terkadang juga timbul urtikaria.
Immediate releae.6
Extended-release.6
12
Subkutis/Intra Muskuler.6
Intra Vena.6
Epidural.6
Anak-anak.6
- Intra Vena : 50 – 100 mcg per kg berat badan -> injeksi secara perlahan
( maksimal 10 mg perdosis)
tubuh mampu menghasilhkan opioid endogen secara mandiri, tapi karena toleransi
meningkat menyebabkan tubuh bergantung pada sumber eksternal. Perubahan
tersebut bisa menimbulkan withdrawal atau abstinence syndrome. Physical
dependence saat ini disebut dengan dependence. Toleransi dan depdence
sesungguhnya sesuatu yang bisa dikatakan normal setelah pengkonsumsian opioid
untuk jangka waktu yang lama.
Pupil size
0 pupils pinned or normal size for room light
1 pupils possibly larger than normal for room light
2 pupils moderately dilated
5 pupils so dilated that only the rim of the iris is visible
Anxiety or Irritability
0 none
1 patient reports increasing irritability or anxiousness
2 patient obviously irritable anxious
4 patient so irritable or anxious that participation in the
assessment is difficult
Gooseflesh skin
0 skin is smooth
3 piloerrection of skin can be felt or hairs standing up on
arms
5 prominent piloerrection
Total scores
16
Score withdrawal:
5-12 = ringan;
13-24 = sedang;
25-36 = sedang berat;
> 36 = berat
• Awal
o Agitasi
o Anxietas
o Insomnia
o Pilek
o Berkeringat
o Mengantuk
• Terlambat
o Kram perut
o Gooseflesh skin
o Pupil dilatasi
o Mual muntah
2.10 OVERDOSIS
17
• Deprsi pernafasan
• letargia
• mual muntah
• dizziness
• kejang (seizures)
• diare
• disforia
• lakrimasi
2.11 PENANGANAN
• Berikan antidote
• Injeksi
• Autoinjeksi
o 0,4 mg/0,4 ml
• Nasal
• Anak
• Dewasa
o 0,4 – 2 mg
• Berkeringat
• Halusinasi
• Kehilangan kesadaran
• Kejang
• Edema paru
21
o Naltrexone -> opioid antagonis yang lebih baru, half-life lebih lama dari
naloxone yaitu 4-8jam atau 8-12 jam
• Menggunakan arang aktif (activated charcoal) -> Dilakukan dalam waktu 1 jam
pertama sebagai GI dekontaminasi jika pasien diketahui intoksikasi dengan
cara mengkonsumsi opioid secara oral
3.1 KESIMPULAN
3.2 SARAN
2. Peresepan dan peredaran dari opioid hendaknya menjadi suatu barang yang
sangat ketat dengan pemantauan penuh terhadap setiap penggunaannya
guna meminimalkan penyalah gunaan dari opioid.
23
24
DAFTAR PUSTAKA
10. Bovill, JG. 2001. Update on Opioid and Analgesic Pharmacology. IARS.
14. Busti, J., Hinson, J., Regan, L. 2015. Mechanism for Naloxone-Related
Pulmonary Edema in Opiate and Opioid Overdose Reversal. EBM.