Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

SHOLAT JUMAT, SHOLAT JAMAAH DAN MASBUK


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah Fikih
Dosen Pengampu Muhammad Ardy Zaini, M.Pd.I

Disusun Oleh Kelompok 6:


1. FEBY AIYUNI : T20198046
2. DWI FEBIYANA : T20198072

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
TADRIS BIOLOGI
APRIL 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Sholat Jumat,
Sholat Jamaah Dan Masbuk” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan
dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Fikih yang diampu
oleh Bapak Muhammad Ardy Zaini, M.Pd.I. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang landasan hukum, ketentuan dan tata cara
ketiganya dan keutamaan sholat berjamaah bagi pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Muhammad Ardy Zaini,
M.Pd.I. selaku dosen mata kuliah Fikih yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami
tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya dan membantu sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan
kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini terimakasih.

Jember, 13 April 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................3
1.3 Tujuan.............................................................................................................3
BAB II...........................................................................................................................4
PEMBAHASAN............................................................................................................4
2.1 Landasan Hukum Sholat Jumat, Sholat Jamaah dan Masbuk.........................4
2.1.1 Sholat Jumat............................................................................................4
2.1.2 Sholat Jamaah..........................................................................................5
2.1.3 Masbuk....................................................................................................8
2.2 Ketentuan dan Tata Cara Sholat Jumat, Sholat Jamaah dan Masbuk.............9
2.3 Keutamaan Sholat Jamaah............................................................................15
PENUTUP...................................................................................................................16
3.1 Kesimpulan...................................................................................................16
3.2 Saran.............................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Shalat adalah upaya membangun hubungan baik antara manusia dengan


Tuhannya. Dengan shalat kelezatan munajat kepada Allah akan terasa, pengabdian
kepada-Nya dapat diekspresikan, begitu juga penyerahan kepada segala urusaan
kepada-Nya. Shalat juga mengantar seseorang kepada keamanan, kedamaian, dan
keselamatan dari-Nya. Shalat adalah perilaku ihsan hamba terhadap Tuhannya. Ihsan
shalat adalah menyempurnakan dengan membulatkan budi dan hati sehingga pikiran,
penghayatan dan anggota badan menjadi satu, tertuju kepada Allah. Shalat yang
dikerjakan lima waktu sehari semalam, dalam waktu yang telah ditentukan
merupakan fardhu ain. Shalat fardu dengan ketetapan waktu pelaksanaannya dalam
Al-Qur’an dan Al-sunnah mempunyai nilai disiplin yang tinggi bagi seorang muslim
yang mengamalkannya. Aktivitas ini tidak boleh dikerjakan dengan ketentuan diluar
syara’. Dalam shalat seorang muslim berikrar kepada Allah bahwa sesungguhnya
shalat, ibadah, hidup, dan matinya hanya bagi Tuhan sekalian alam.1

Shalat dalam agama Islam menempati kedudukan yang tidak dapat ditandingi
oleh ibadah lainnya. Shalat merupakan tiang agama. Shalat adalah ibadah pertama
yang di wajibkan oleh Allah ta’ala yang perintahnya disampaikan Allah. Shalat
merupakan inti pokok ajaran agama dengan kata lain, bila shalat tidak didirikan maka
hilanglah agama secara keseluruhannya.2

Telah di ketahui bahwa sumber hukum Islam, baik Alqur’an maupun hadits
berbahasa Arab. Oleh karena itu istilah-istilah hukum dalam agama Islam, juga

1
Khairunn Rajab, Psikologi Ibadah Memakmurkan Kerajaan Ilahi di Hati Manusia,( Jakarta: Sinar
Grafika Offset, 2011), cet.1, hlm. 91-95
2
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunah, (Jakarta: Pena Pundi Aksara,2006), cet.1, hlm. 125-126

1
berasal atau menggunakan bahasa arab. “Shalat” adalah salah satu diantaranya.
Dalam bahasa Arab kata “shalat” digunakan dalam berbagai arti. Diantaranya
digunakan untuk arti “do’a” seperti firman Allah yang terdapatdalam Alqur’an Surat
(9) At-Taubat, ayat 103, diguunakan untuk arti “rahmat” dan untuk arti “mohon
ampunan” seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an surat (33) Al-Azhab, ayat 43 dan
56.3 Dalam melaksanakan shalat alangkah lebih baiknya dengan shalat berjamaah.
Karena Rasulullah mengatakan bahwa shalat sendirian bernilai 1, sedangkan shalat
berjamaah bernilai 27 kali lipat.

Selain  shalat jamaah shalat jum’at menjadi kewajiban setiap muslim. yang juga
sebagai forum silaturahim bagi umat muslim dan juga menunjukkan syiar islam
dikalanngan wilayah masing-masing, Pada hari jum’at, Allah memperlihahkan
dengan jelas kepada hamba-hamba-Nya berbagaaai amal yang utama, nikmat-nikmat
yang melimpah, dan berkah-berkah yang tak terhitung jumlahnya.

Oleh karena itulah Allah mensyariatkan kaum muslimin untuk berkumpul di


hari raya sepekan sekali untuk berdzikir kepada Allah, mensyukuri-Nya, dan
menunaikan shalat jum’at. Allah memberikan perhatian yang lebih besar kepada
shalat jumat dari pada shalat-shalat yang lain. Pada kesempatan itu seluruh kaum
muslimin berkumpul di masjid agung untuk mendengarkan khutbah seorang khatib
yang akan memberi nasehat kepada mereka, dan mengajak mereka untuk ingat serta
taat kepada Allah, dan mengikuti sunah Nabi-Nya Sallallahu Alaihi wa Sallam.

Makmum masbuk adalah salah satu istilah dalam pelaksanaan sholat berjamaah.
Makmum masbuk adalah makmum yang terlambat datang saat sholat berjamaah.
Sederhananya, makmum tersebut bergabung sholat berjemaah, namun imam sudah
memulai sholat. Untuk makmuk masbuk ada cara berbeda yang harus dilakukan.
Penting bagi umat Muslim untuk memahami tata cara menjadi makmum masbuk agar
3
Pr Pembinaan Prasarana dan Sarjana Perguruan Tinggi Agama/IAIN di Jakarta Direktorat Pembinaan
Perguruan Tinggi Agama Islam 1983, Ilmu Fiqih, hlm. 79

2
ke depannya tidak terjadi kesalahan yang membuat sholatnya menjadi tidak sah. Di
antara kesalahan yang sering adalah makmum masbuk langsung menyusul gerakan
imam tanpa melakukan takbiratul ihram terlebih dahulu. Kesalahan ini terbilang fatal
karena gerakan sholat harus dimulai dari takbiratul ihram yang merupakan bagian
dari rukun sholat.

Lantas bagaimana tata cara menjadi makmum masbuk yang benar?, dan
bagaimana tata cara sholat jamaah serta sholat jumat beserta hukum-hukumnya maka
akan dibahas satu persatu dalam makalah berikut.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa landasan hukum sholat jumat, sholat jamaah dan masbuk?


2. Bagaimana ketentuan dan tata cara sholat jumat, sholat jamaah dan
masbuk?
3. Apa saja keutamaan shalat berjamaah?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui landasan hukum sholat jumat, sholat jamaah dan masbuk.


2. Memahami landasan hukum sholat jumat, sholat jamaah dan masbuk.
3. Mengetahui keutamaan shalat berjamaah.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Landasan Hukum Sholat Jumat, Sholat Jamaah dan Masbuk

2.1.1 Sholat Jumat

Shalat Jum’at merupakan salah satu bentuk dari amal shaleh yang
merupakan kewajiban untuk dilaksanakan bagi setiap muslim apabila tidak ada
udzur dan memenuhi syarat untuk terselenggaranya jamaah shalat Jum’at
(Ghazali 2008:11).

Salah satu kegiatan yang berkesinambungan yang di selenggarakan di


masjid–masjid dalam rangka pembinaan umat Islam adalah shalat Jum’at yang di
pimpin oleh imam dan khatib, hari Jum’at bagi umat Islam merupakan hari yang
mulia (Sayyidul ayyam). Dalam salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah R.a. Rasulullah S.a.w dengan tegas menjelaskan bahwa hari yang paling
baik ialah hari Jum’at. Shalat Jum’at itu fardu ain bagi setiap orang muslim yang
tidak udzur atau berhalangan maupun sakit (Syahruddin, 1988:4).

Dasar kewajiban melaksanakan shalat Jum’at adalah sesuai dengan


firman Allah SWT dalam surat Al-Jumu’ah: 9-10:

4
Artinya: Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan
shalat Jum´at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan
tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka
bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntun (Al-Jumu`ah : 9-10). (Depag RI, 2005: 342).

Shalat Jum’at merupakan kewajiban bagi setiap muslim laki-laki yang


telah dewasa, yang waktunya tepat pada waktu dzuhur. Shalat Jum’at
pelaksanaannya harus dengan berjamaah bersama sejumlah kaum muslimin
disuatu tempat. Pada hakikatnya shalat Jum’at ini merupakan pengganti shalat
dzuhur, sehingga seseorang yang telah melakukan shalat Jum’at Ia tidak perlu lagi
melakukan shalat dzuhur (Sudarsono: 1994: 57).

Hal ini berdasarkan firman Allah S. An-Nisa: 103.

5
Artinya: Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah
Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila
kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa).
Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-
orang yang beriman (QS An-Nisa: 103).
2.1.2 Sholat Jamaah

Kata jamaah diambil dari kata al-ijtima yang berarti kumpul.4 Jamaah
berarti sejumlah orang yang dikumpulkan oleh satu tujuan.5 Shalat jamaah adalah
shalat yang dikerjakan secara bersama-sama, sedikitnya dua orang, yaitu yang
satu sebagai imam dan yang satu lagi sebagai makmum.6 Berarti dalam shalat
berjamaah ada sebuah ketergantungan shalat makmum kepada shalat imam
berdasarkan syarat-syarat tertentu. Menurut Kamus Istilah Fiqih shalat jamaah
adalah shalat yang dikerjakan secara bersama-sama, salah seorang diantaranya
sebagai imam dan yang lainnya sebagai makmum.7 Shalat berjamaah adalah
beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri
dengan salam, dengan maksud untuk beribadah kepada Allah, menurut
syaratsyarat yang sudah ditentukan dan pelaksanaannya dilakukan secara
bersama-sama, salah seorang di antaranya sebagai imam dan yang lainnya
sebagai makmum.

Shalat disyariatkan pelaksanaannya secara jamaah. Dengan berjamaah


shalat makmum akan terhubung dengan shalat imamnya.8 Legalitas shalat jamaah
ditetapkan dalam al-Quran dan al-Hadits. Allah SWT berfirman:

4
Mahir Manshur Abdurraziq, Mukjizat Shalat Berjama‟ah, terj. Abdul Majid Alimin, (Yogyakarta:
Mitra Pustaka, 2007), hlm. 66.
5
Said bin Ali bin Wahf Al-Qahthani, Lebih Berkah Dengan Sholat Berjamaah, terj. Muhammad bin
Ibrahim, (Solo: Qaula, 2008), hlm. 19.
6
Ibnu Rif‟ah Ash-shilawy, Panduan Lengkap Ibadah Shalat, (Yogyakarta: Citra Risalah, 2009), hlm.
122.
7
M. Abdul Mujieb, dkk., Kamus Istilah Fiqih, (Jakarta: PT Pustaka Firdaus, 2002), hlm. 318.
8
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah, hlm. 237.

6
Artinya: “Dan apabila engkau (Muhammad) berada ditengah-tengah
mereka (sahabatmu) lalu engkau hendak melaksanakan shalat bersama-sama
mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan
menyandang senjata mereka.” (Q.S. an-Nisa 4: 102).9

Ayat di atas menjelaskan bahwa apabila berada dalam jamaah yang sama-
sama beriman dan ingin mendirikan shalat bersama mereka, maka bagilah mereka
menjadi dua golongan, kemudian hendaklah segolongan dari mereka shalat
bersamamu dan segolongan yang lain berdiri menghadapi musuh sambil menjaga
orang-orang yang sedang shalat. 10 Hal ini menunjukkan betapa shalat fardhu
adalah ibadah yang sangat besar dan penting, sehingga dalam keadaan apapun
pelaksanaannya dianjurkan secara berjamaah.

9
Kementrian Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), jil. II, hlm. 252.
10
Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi Juz V, terj. Bahrun Abu Bakar, (Semarang: PT Karya
Toha Putra, 1993), hlm. 232.

7
Adapun dasar hukum shalat berjamaah dalam sunnah Rasulullah SAW
adalah berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar RA,
sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:

Artinya: “Telah menceritakan kepada kita Abdullah bin Yusuf, ia


berkata: telah mengabarkan kepada kita Malik dari Nafi‟ dari Abdullah bin
Umar sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: Shalat berjamaah itu lebih utama
daripada shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat.” (HR. Bukhari).11

Hadits di atas menjelaskan betapa pentingnya shalat berjamaah, karena


Allah akan memberikan kebaikan atau pahala sebanyak dua puluh tujuh derajat.
Jadi sudah sepantasnya seluruh umat Islam mengamalkan hal tersebut.
Berdasarkan ayat Al-Quran dan sunnah Rasulullah SAW bahwa sholat berjamaah
di masjid itu disyariatkan dan lebih utama dilaksanakan daripada sholat sendiri di
rumah. Hukum shalat berjamaah menurut sebagian ulama yaitu fardu ain (wajib
ain), sebagian berpendapat bahwa shalat berjamaah itu fardu kifayah, dan sebagian
lagi berpendapat sunat muakkad (sunah istimewa). Pendapat terakhir inilah yang
paling layak, kecuali bagi shalat jumat.12

11
Ibnu Jauzi, Shahih Bukhori, (Kairo: Darul Hadits, 2008), hlm. 302.
12
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994), hlm. 107.

8
Jadi shalat berjamaah hukumnya adalah sunat muakkad karena sesuai
dengan pendapat yang seadil-adilnya dan lebih dekat kepada yang benar. Bagi
laki-laki shalat lima waktu berjamaah di masjid lebih baik dari pada shalat
berjamaah di rumah, kecuali shalat sunah maka di rumah lebih baik. Sedangkan
bagi perempuan shalat di rumah lebih baik karena hal itu lebih aman bagi mereka

2.1.3 Masbuk
Secara etimologi Masbuk adalah isim maf’ul dari kata “   ‫”سبق‬  yang
bermakna “ terdahului/tertinggal”. Adapun secara terminologi Masbuq adalah
orang yang tertinggal sebagian raka’at atau semuanya dari imam dalam sholat
berjama’ah atau orang yang mendapati imam setelah raka’at pertama atau lebih
dalam sholat berjama’ah. (Kamus al-Muhith, Qawaid al-Fiqh dan Hasyiyah Ibnu
‘Abidin, 1/400)
Ada dua pendapat  mengenai kapan seorang makmum itu disebut masbuq:
2.1.3.1 Pendapat Pertama:
Yaitu pendapat Jumhur Ulama yang menyatakan bahwa seorang
makmum disebut masbuk itu apabila ia tertinggal ruku’ bersama imam.
Jika seorang makmum mendapati imam sedang ruku’, kemudian ia ruku
bersama imam, maka ia mendapatkan satu raka’at dan tidak disebut
masbuq. Dan gugurlah kewajiban membaca surat al-Fatihah.

Dalil-dalil Pendapat Pertama:

1. Artinya: “Siapa yang mendapatkan ruku’, maka ia mendapatkan satu


raka’at”. (HR. Abu Dawud, FIqh Islam-Sulaiman Rasyid : 116)
2. Dari Abu Hurairah, ia mengatakan bahwa Rasulullah SAW telah
bersabda : “ Apabila kamu datang untuk shalat, padahal kami sedang
sujud, maka bersujudlah, dan jangan kamu hitung sesuatu (satu
raka’at) dan siapa yang mendapatkan ruku’, bererti ia mendapat satu
rak’at dalam sholat (nya)”. ( H.R Abu Dawud 1 : 207, Aunul Ma’bud

9
– Syarah Sunan Abu Dawud  3:145). Jumhur Ulama berkata:  “Yang
dimaksud dengan raka’at disni adalah ruku’, maka yang mendapati
imam sedang ruku’ kemudian ia ruku’ maka ia mendapatkan satu
raka’at. (Al-Mu’in Al-Mubin 1 : 93, Aunul Ma’bud 3 : 145)
3. “Sesungguhnya Abu Bakrah telah datang untuk solat bersama Nabi
SAW (sedangkan) Nabi SAW dalam keadaan ruku’, kemudian ia
ruku’ sebelum sampai menuju shaf. Hal itu disampaikan kepada Nabi
SAW, maka Nabi SAW bersabda  (kepadanya) : “ Semoga Allah
menambahkan kesungguhanmu, tetapi jangan kamu ulangi lagi ”.(H.R
Bukhari 2:381)

Dari dalil-dalil diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa menurut jumhur


ulama seorang dikatakan masbuk itu apabila ia tidak sempat ruku’ bersama
imam.

2.1.3.2 Pendapat Kedua

Pendapat ini mengatakan bahwa makmum disebut masbuk apabila


ia tertinggal bacaan surat Al-Fatihah. Ini adalah pendapat segolongan dari
ulama. Diantaranya adalah ucapan Abu Hurairah, diriwayatkan
oleh Imam Bukhori tentang bacaan al-Afatihah di belakang imam dari
setiap pendapat yang mewajibkan bacaan al-Afatihah di belakang imam.
Demikian pula pendapat Ibnu Khuzaimah, Dhob’i dan selain keduanya
dari Muhaddits Syafi’iyyah kemudian diperkuat oleh Syaikh Taqiyyuddin
As-Subki dari Ulama Mutakhkhirin dan ditarjih oleh al-Muqbili, ia
berkata: “Aku telah mengkaji permasalahan ini dan aku menghimpunnya
pada pengkajianku secara fiqih dan hadits maka aku tidak mendapatkan
darinya selain yang telah aku sebutkan yaitu tidak terhitung raka’at
dengan mendapatkan ruku’. (‘Aunul Ma’bud 3:146)

10
2.2 Ketentuan dan Tata Cara Sholat Jumat, Sholat Jamaah dan Masbuk
2.2.1 Sholat Jumat
1. Ketentuan sholat jum’at meliputi syarat wajib dan syarat sah:
 Syarat wajib
a. Islam
b. Laki-laki
c. Merdeka (Bukan hamba sahay)
d. Baligh (Cukup umur)
e. Aqil (Berakal)
f. Sehat (Tidak sait)
g. Muqim (Penduduk tetap) bukan musafir

Shalat jum’at adalah hak yang wajib bagi setiap muslim kecuali empat
golongan: budak belian, wanita, anak-anak dan orang sakit (HR. Abu Dawud)13

 Syarat sah shalat jum’at


Adapun syarat-syarat sahnya shalat jum’at menurut madzab syafi’i
antara lain:
a) Dua rakaat shalat jum’at dan dua khutbahnya harus masih
masuk waktu shalat dzuhur.
b) Dilaksanakan disuatu perkampungan atau perkotaan
(maksudnya apabila yang shalat jum’at itu semuanya
musafir maka shalat jum’atnya tidak sah).
c) Minimal mendapati satu rakaat (dengan berjamaah) dari
dua rakaat shalat jum’at, maka jika seseorang makmum
shalat jum’at tidak mendapati satu rakaat shalat jum’at
bersama imam, maka ia tetap niat shalat jum’at tetapi
prakteknya shalat dzuhur empat rakaat.

Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fikih Ibadah, (Jakarta:
13

Amzah, 2009), Hal. 309.

11
d) Jumlah makmum yang shalat jum’at minimal 40 orang dari
penduduk setempat atau penduduk asli (mustauthin) yang
telah wajib jum’at.
e) Shalat jum’atnya tidak berbarengan atau didahului oleh
shalat jum’at dimasjid lain yang masih satu perkampungan,
artinya tidak boleh ada dua jum’at atau lebih dalam satu
kampung atau satu tempat yang sama.
f) Harus didahului dua khutbah.14
2. Tata cara shalat jum’at
Adapun tata cara pelaksanaan shalat jum’at, yaitu:
a. (Pada beberapa masjid) mengumandangkan adzan dzuhur
sebagai adzan pertama.
b. Khatib naik ke atas mimbar setelah tergelincirnya matahari
(waktu dzuhur) kemudian memberi salam dan duduk.
c. Muadzin mengumandangkan adzan sebagaimana halnya adzan
dzuhur. Pada beberapa masjid adalah adzan kedua.
d. Khutbah pertama: khatib berdiri untuk melaksanakan khutbah
yang dimulai dengan hamdalah dan pujian kepada Allah SWT
dan membaca shalawat kepada Rasulullah SAW kemudian
memberikan nasihat kepada para jamaah, mengingatkan mereka
dengan suara lantang, menyampaikan perintah dan larangan
Allah dan Rasul Nya, mendorong mereka untuk berbuat
kebajikan serta menakut-nakuti mereka dari berbuat keburukan
dan mengingatkan mereka dengan janji-janji kebaikan serta
ancaman-ancaman Allah SWT.
e. Khatib duduk sebentar diantara dua khutbah
f. Khutbah kedua : kahatibmemulai khutbahnya yang kedua dengan
hamdalah dan pujian kepada Nya kemudia melanjutkan

14
Abbas Arfan, Fiqih Ibadah Praktis, (Malang: Uin-Maliki Press, 2011), Hal.113.

12
khutbahnya dengan pelaksanaan yang sama dengan khutbah
pertama sampai selesai.
g. Khatib kemudia turun dari mimbar selanjutnya muadzin
melaksanakan iqamat untuk melaksanakan shalat kemudian
memimpin shalat berjamaah dua rakaat dengan mengeraskan
bacaan.
2.2.2 Sholat Jamaah
1. Ketentuan shalat berjamaah

Ketentuan shalat berjamaah harus memenuhi syarat dan rukun shalat


berjamaah. Syarat-syarat berjama’ah dapat dikategorikan menjadi dua
yaitu syarat yang berhubungan dengan imam dan syarat-syarat yang
berhubungan dengan makmum:
a. Syarat-syarat yang berhubungan dengan imam. Seorang imam
harus memenuhi syarat-syarat yaitu islam, akil/berakal, baligh,
laki-laki dan qari’ (bacaannya memenuhi syarat membaca)
imam haruslah orang yang mampu membaca Al-Qur’an dengan
baik.
b. Syarat yang berhubungan dengan makmum. Syarat menjadi
makmum yaitu makmum hendaklah berniat mengikuti imam,
tidak boleh mendahului imam, mengetahui gerakan perpindahan
imam, dengan melihat, mendengar atau mengikuti dari jama’ah
lain, mengikuti imam, dalam artian bahwa gerakan makmum
dalam shalat harus setelah gerakan imam. makmum mengetahui
status dan keadaan imam dan tempat berdiri makmum tidak
boleh lebih depan daripada imam.

Sekurang-kurangnya shalat berjama’ah dilakukan oleh dua orang,


seorang imam dan seorang makmum. Dalam pelaksanaannya perlu
diperhatikan berbagai ketentuan antara lain yaitu perempuan tidak boleh

13
menjadi Imam bagi laki-laki, tetapi dibenarkan mengimami perempuan
lainnya dan Sebaiknya yang menjadi imam bagi suatu jama’ah ialah
orang yang paling faqih di antara mereka.

2. Tata cara shalat berjamaah


Cara melakukan shalat berjamaah adalah dengan sepenuhnya
mengikuti apa yang dilakukan imam yang menuntun shalat berjama’ah itu,
shalat berjamaah umumnya miliki urutan yang sama seperti shalat sendiri
(munfarid). Bedanya hanya terletak pada tataki cara makmum dalam
mengikuti gerakan dan bacaan imam selebihnya urutan shalat berjamaah
sama dengan shalat munfarid.
Imam memperhatikan dan membimbing kerapihan dan lurus rapatnya
saf/barisan makmum sebelum shalat dimulai. Pengaturan saf/barisan
makmum hendaknya lurus dan rapat dengan urutan saf sebagai berikut;15
saf laki-laki dewasa dibarisan paling depan, saf anak laki-laki dibelakang
laki-laki dewasa, saf anak perempuan dibelakang anak laki-laki dan saf
wanita dewasa dibarisan paling belakang.
Sesudah saf teratur dan rapi, imam memulai shalat dengan niat dan
takbiratul ikhram dan makmum mengikuti segala gerakan shalat
imam,tanpa mendahului segala gerakan dan bacaan imam.16
2.2.3 Masbuk
1. Ketentuan makmum masbuk
Makmum masbuk memiliki ketentuan sendiri, di antaranya sebagai
berikut:
a. Tidak wajib menyelesaikan bacaan surat al-fatihah jika imam
sudah rukuk. Karena jika dia menyelesaikan bacaannya, hingga
imam bangun dari rukuk, maka dia tertinggal rakaat tersebut.

15
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, fikih Ibadah, (Jakarta: Amzah,
2009), Hal. 257.
16
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 2, (Bandung: PT Alma’arif, 1979), Hal. 135.

14
Begitu pula jika makmum masbuq tiba ketika imam rukuk, maka
dia hanya wajib takbiratul ihram kemudian langsung rukuk.
b. Jika posisi makmum masbuq saling berseberangan, yaitu posisi
dimana makmum masbuq turun akan rukuk, sedangkan imam
naik akan i’tidal, maka makmum masbuq tidak mendapatkan
rakaat tersebut.
c. Walaupun makmum masbuq bisa langsung mengikuti gerakan
imam yang mana pun, namun lebih utama jika menunggu hingga
imam menyelesaikan rakaat tersebut (tentunya jika bukan rakaat
terakhir).
d. Jika makmum masbuq hanya menemui imam ketika tasyahud
akhir, maka dia tidak mendapatkan rakaat sama sekali, selain
mendapatkan keutamaan berjamaah.
e. Selama imam belum selesai mengucapkan salam maka masih
boleh untuk menjadi makmum.
2. Tata cara makmum masbuk
a. Jika makmum terlambat datang ke masjid dan imam sudah dalam
posisi rukuk, sujud atau julus (duduk tasyahud) maka ia harus
melakukan takbiratul ihram (dengan bediri) untuk mulai shalat
lalu mengucapkan takbir (Allahu Akabar) lagi untuk kemudian
mengikuti posisi imam. Jika imam masih membaca membaca
surat Al-Fatihah atau suarat pendek, maka hanya takbiratul ihram
saja.
b. Setelah imam selesai melakukan salam dan mengakhiri shalat, ia
tidak boleh melakukan salam, tetapi langsung berdiri untuk
menambah rakaat yang telah terlewat.
c. Bila ia baru bisa mengikuti 2 rakaat terkahir sholat dzuhur, ashar
dan isya’ maka ia harus menambah 2 rakaat (tanpa duduk
tasyahud) setelah iamam melakukan salam. Bila ia baru bisa
mengikuti satu rakaat terakhir shalat dzuhur, zshar dan isya’

15
maka ketika imam melakukan salam ia harus berdiri dan shalat
satu rakaat (dengan membaca Al-Fatihah dan membaca surat
pendek), duduk tasyahud, berdiri lagi untuk rakaat kedua (dengan
Al- Fatihah dan membaca surat pendek) lalu diteruskan berdiri
lagi untuk rakaat ketiga (hanya Al- Fatihah).
d. Jika ia baru bisa mengikuti rakaat ke-2 dan ke-3 shalat maghrib
maka ia harus berdiri dan menambah satu rakaat setelah imam
melakukan salam.
e. Jika ia baru bisa mengikuti satu rakaat terakhir shalat maghrib ia
harus berdiri setelah imam melakukan salam, shalat satu rakaat
lalu duduk untuk membaca tasyahud kemudia berdiri lagi untuk
melakukan rakaat ke 3 setelah itu duduk untuk tasyahud akhir dan
melakukan salam.
f. Bila makmum bergabung shalat jamah ketika posisi rukuk maka
ia dianggap telah mengikuti rakaat tersebut, jika ia bergabung
ketika imam sudah berdiri dari rukuk atau ketika sujud, ia
dianggap telah terlambat mengikuti rakaat tersebut dan harus
melakukannya lagi.

2.3 Keutamaan Sholat Jamaah

Keutamaan dalam shalat berjamaah antara lain:

a. Pahalanya dua puluh tujuh kali lipat dari pada shalat sendirian. Rasulullah
SAW bersabda:

16
“Telah menceritakan kepada kita Abdullah bin Yusuf, ia berkata: telah
mengabarkan kepada kita Malik dari Nafi‟ dari Abdullah bin Umar
sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: Shalat berjamaah itu lebih utama
daripada shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat.” (HR. Bukhari).17

b. Mendapat perlindungan dan naungan dari Allah pada hari kiamat kelak.
c. Mendapat pahala seperti haji dan umrah bagi yang mengerjakan shalat
subuh berjamaah kemudian ia duduk berdzikir kepada Allah sampai
matahari terbit.
d. Membebaskan diri seseorang dari siksa neraka dan kemunafikan. 18Seorang
yang ikhlas melaksanakan shalat berjamaah maka Allah akan
menyelamatkannya dari neraka dan di dunia dijauhkan dari mengerjakan
perbuatan orang munafik dan ia diberi taufik untuk mengerjakan perbuatan
orang-orang yang ikhlas.

17
Ibnu Jauzi, Shahih Bukhori, hlm. 302.
18
Said bin Ali bin Wahf Al-Qahthani, Lebih Berkah Dengan..., hlm. 73.

17
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Shalat Jum’at merupakan salah satu bentuk dari amal shaleh yang merupakan
kewajiban untuk dilaksanakan bagi setiap muslim apabila tidak ada udzur dan
memenuhi syarat untuk terselenggaranya jamaah shalat Jum’at. Dasar kewajiban
melaksanakan shalat Jum’at adalah sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-
Jumu’ah: 9-10.

Menurut Kamus Istilah Fiqih shalat jamaah adalah shalat yang dikerjakan
secara bersama-sama, salah seorang diantaranya sebagai imam dan yang lainnya
sebagai makmum. Legalitas shalat jamaah ditetapkan dalam al-Quran surah An-Nisa
4: 102.

Masbuq adalah orang yang tertinggal sebagian raka’at atau semuanya dari
imam dalam sholat berjama’ah atau orang yang mendapati imam setelah rakaat
pertama atau lebih dalam sholat berjamaah. Dan ditarik kesimpulan bahwa landasan
hukum menurut jumhur ulama seorang dikatakan masbuk itu apabila ia tidak sempat
ruku’ bersama imam.

Keutamaan dalam shalat berjamaah antara lain:

1. Pahalanya dua puluh tujuh kali lipat dari pada shalat sendirian.
2. Mendapat perlindungan dan naungan dari Allah pada hari kiamat kelak.
3. Mendapat pahala seperti haji dan umrah bagi yang mengerjakan shalat
subuh berjamaah kemudian ia duduk berdzikir kepada Allah sampai
matahari terbit.
4. Membebaskan diri seseorang dari siksa neraka dan kemunafikan. Seorang
yang ikhlas melaksanakan shalat berjamaah maka Allah akan

18
menyelamatkannya dari neraka dan di dunia dijauhkan dari mengerjakan
perbuatan orang munafik dan ia diberi taufik untuk mengerjakan
perbuatan orang-orang yang ikhlas.

3.2 Saran
Kami sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan
dan sangat jauh dari kesempurnaan. Tentunya, penulis akan terus memperbaiki
makalah dengan mengacu pada sumber yang dapat dipertanggungjawabkan nantinya.

Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan
makalah diatas.

19
20
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Arfan. 2011. Fiqih Ibadah Peraktis. Mlang:Uin-Maliki Press.


Abdurraziq, Mahir Manshur. 2007. Mukjizat Shalat Berjamaah, terj. Abdul Majid
Alimin. Yogyakarta: Mitra Pustaka.
Al-Maragi, Ahmad Mustaf. 1993. Tafsir Al-Maragi Juz V, terj. Bahrun Abu Bakar.
Semarang: PT Karya Toha Putra.
Al-Qahthani, Said bin Ali bin Wahf. 2008. Lebih Berkah Dengan Sholat Berjamaah,
terj. Muhammad bin Ibrahim. Solo: Qaula.
Ash-shilawy, Ibnu Rif‟ah. 2009. Panduan Lengkap Ibadah Shalat. Yogyakarta: Citra
Risalah.
Jauzi, Ibnu. 2008. Shahih Bukhori. Kairo: Darul Hadits.
Kementrian Agama RI. 2010. Al-Quran dan Tafsirnya Jilid II. Jakarta: Lentera Abadi.
Muhammad Azzam Abdul Aziz dan Sayyed Hawwas Abdul Wahhab. 2009. Fiqih
Ibadah. Jakarta: Amzah.
Mujieb, M. Abdul dkk. 2002. Kamus Istilah Fiqih. Jakarta: PT Pustaka Firdaus.
Pembinaan Prasarana dan Sarjana Perguruan Tinggi Agama/IAIN. 1983. Ilmu Fiqih.
Jakarta: Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam.
Rajab, Khairunn. 2011. Psikologi Ibadah Memakmurkan Kerajaan Ilahi di Hati
Manusia. Jakarta: Sinar Grafika Offset.
Sayyid Sabiq. 2006. Fiqih Sunah. Jakarta: Pena Pundi Aksara.
Sayyid Sabiq. 1979. Fiqih Sunnah 2. Bandung: Al Ma’rifah.
Mujieb, M. Abdul dkk. 2002. Kamus Istilah Fiqih. Jakarta: PT Pustaka Firdaus.
Rasjid, Sulaiman. 1994. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

21
22

Anda mungkin juga menyukai