Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

MATERNITAS PADA NY. D DENGAN P3-3 POST PARTUM


DI RUANG KAMAR BERSALIN (VK)
RSU ANWAR MEDIKA
KAB. SIDOARJO

Dosen Pembimbing :
Dr. Indah Lestari S.Kep. Ns. M.Kes.

Disusun oleh :
Lilis Faiza Amaliati (202003078)

STIKES BINA SEHAT PPNI KABUPATEN MOJOKERTO


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN PELAJARAN 2021
I. Konsep Dasar Keperawatan
A. Definisi
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin
turun ke dalam jalan lahir. (Prawirohardjo, 2001).
Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban di dorong keluar
melalui jalan lahir. (Prawirohardjo, 2001).
Pesalinan dan kelahiran normal (partus spontan) adalah proses lahirnya
bayi pada letak belakang kepala yang dapat hidup dengan tenaga ibu sendiri
dan uri, tanpa alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya
berlangsung kurang dari 24 jam melalui jalan lahir.
Masa nifas ( puerperium ) adalah masa pulih kembali, mulai dari
persalinan selesai sampai alat – alat kandungan kembali seperti pra-hamil.
Lama masa nifas ini yaitu 6 – 8 minggu.(Rustam Mochtar,1998).
Masa nifas adalah periode sekitar 6 minggu sesudah melahirkan anak,
ketika alat – alat reproduksi tengah kembali kepada kondisi normal.
( Barbara F. weller 2005).
Post partum adalah proses lahirnya bayi dengan tenaga ibu sendiri, tanpa
bantuan alat – alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya
berlangsung kurang dari 24 jam (Abdul Bari Saifuddin, 2002).
Pesalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang
terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan
presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa
komplikasi baik pada ibu maupun pada janin. (Prawirohardjo, 2001).

B. Etiologi
Penyebab persalinan belum pasti diketahui,namun beberapa teori
menghubungkan dengan faktor hormonal,struktur rahim,sirkulasi
rahim,pengaruh tekanan pada saraf dan nutrisi (Hafifah, 2011)
a) Teori penurunan hormone
1-2 minggu sebelum partus mulai, terjadi penurunan hormone
progesterone dan estrogen. Fungsi progesterone sebagai penenang otot –
otot polos rahim dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh darah
sehingga timbul his bila progesterone turun.
b) Teori placenta menjadi tua
Turunnya kadar hormone estrogen dan progesterone menyebabkan
kekejangan pembuluh darah yang menimbulkan kontraksi rahim.
c) Teori distensi rahim
Rahim yang menjadi besar dan merenggang menyebabkan iskemik otot-
otot rahim sehingga mengganggu sirkulasi utero-plasenta.
d) Teori iritasi mekanik
Di belakang servik terlihat ganglion servikale(fleksus franterrhauss). Bila
ganglion ini digeser dan di tekan misalnya oleh kepala janin akan timbul
kontraksi uterus.
e) Induksi partus
Dapat pula ditimbulkan dengan jalan gagang laminaria yang dimasukan
dalam kanalis servikalis dengan tujuan merangsang pleksus
frankenhauser, amniotomi pemecahan ketuban), oksitosin drip yaitu
pemberian oksitosin menurut tetesan perinfus.

C. Patofisiologi
Dalam masa post partum atau masa nifas, alat-alat genetalia interna
maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan
sebelum hamil. Perubahan-perubahan alat genetal ini dalam keseluruhannya
disebut “involusi”. Disamping involusi terjadi perubahan-perubahan penting
lain yakni memokonsentrasi dan timbulnya laktasi yang terakhir ini karena
pengaruh hormon laktogen dari kelenjar hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar
mamae.
Otot-otot uterus berkontraksi segera post psrtum, pembuluh-pembuluh
darah yang ada antara nyaman otot-otot uretus akan terjepit. Proses ini akan
menghentikan pendarahan setelah plasenta lahir. Perubahan-perubahan yang
terdapat pada serviks ialah segera post partum bentuk serviks agak
menganga seperti corong, bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri terbentuk
semacam cincin. Peruabahan-perubahan yang terdapat pada endometrium
ialah timbulnya trombosis, degenerasi dan nekrosis ditempat implantasi
plasenta pada hari pertama endometrium yang kira-kira setebal 2-5 mm itu
mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput
janin regenerasi endometrium terjadi dari sisa-sisa sel desidua basalis yang
memakai waktu 2 sampai 3 minggu. Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis
serta fasia yang merenggang sewaktu kehamilan dan pertu setelah janin lahir
berangsur-angsur kembali seperti sedia kala.
Ada beberapa kelainan atau hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya
plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo
pelvic, rupture uteri, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distorsia
serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu
adanya suatu tindakan pembedahan, yaitu Sectio Caesarea.
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan
kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan
aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah
defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan ansietas pada pasien. Selain itu,
dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding
abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan,
pembuluh darah, dan saraf-saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan
merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan
menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir,
daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post operasi yang bila
tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah resiko infeksi.
Pathway
D. Perubahan Fisiologi Post Partum
1. Involusi uterus
Adalah proses kembalinya alat kandungan uterus dan jalan lahir setelah
bayi dilahirkan sehingga mencapai keadaan seperti sebelum hamil.
Setelah plasenta lahir, uterus merupakan alat yang keras, karena
kontraksi ini menyebabkan rasa nyeri/mules-mules yang disebut after
pain post partum terjadi pada hari ke – 2-3 hari.
2. Kontraksi uterus
Intensistas kontraksi uterus meningkat setelah melahirkan berguna untuk
mengurangi volume cairan intra uteri. Setelah 1 – 2 jam post partum,
kontraksi menurun stabil berurutan, kontraksi uterus menjepit pembuluh
darah pada uteri sehingga perdarahan setelah plasenta lahir dapat
berhenti.
3. After pain
Terjadi karena pengaruh kontraksi uterus, normal sampai hari ke -3.
After pain meningkat karena adanya sisa plasenta pada cavum uteri, dan
gumpalan darah (stoll cell) dalam cavum uteri .
4. Endometrium
Pelepasan plasenta dan selaput janin dari dinding rahim terjadi pada
stratum spunglosum, bagian atas setelah 2 – 3 hari tampak bahwa lapisan
atas dari stratum sponglosum yang tinggal menjadi nekrosis keluar dari
lochia. Epitelisasi endometrium siap dalam 10 hari, dan setelah 8
minggu endometrium tumbuh kembali. Epitelisasi tempat plasenta + 3
minggu tidak menimbulkan jaringan parut, tetapi endometrium baru,
tumbuh di bawah permukaan dari pinggir luka.
5. Ovarium
Selama hamil tidak terjadi pematangan sel telur. Masa nifa terjadi
pematangan sel telur, ovulasi tidak dibuahi terjadi mentruasi, ibu
menyusui mentruasinya terlambat karena pengaruh hormon prolaktin.
6. Lochia
Adalah cairan yang dikeluarkan dari uterus melalui vagina dalam masa
nifas, sifat lochia alkalis sehingga memudahkan kuman penyakit
berkembang biak. Jumlah lebih banyak dari pengeluaran darah dan
lendir waktu menstruasi, berbau anyir, tetapi tidak busuk.
Lochia dibagi dalam beberapa jenis :
a.  Lochia rubra
Pada hari 1 – 2 berwarna merah, berisi lapisan decidua, sisa-sisa
chorion, liguor amni, rambut lanugo, verniks caseosa sel darah
merah.
b.   Lochia sanguinolenta
Dikeluarkan hari ke 3 – 7 warna merah kecoklatan bercampur lendir,
banyak serum selaput lendir, leukosit, dan kuman penyakit yang
mati.
c.   Lochia serosa
Dikeluarkan hari ke 7 – 10, setelah satu minggu berwarna agak
kuning cair dan tidak berdarah lagi.
d.  Lochia alba
Setelah 2 minggu, berwarna putih jernih, berisi selaput lendir,
mengandung leukosit, sel epitel, mukosa serviks dan kuman penyakit
yang telah mati.
7. Serviks dan vagina
Beberapa hari setelah persalinan, osteum externum dapat dilalui oleh 2
jari dan pinggirnya tidak rata (retak-retak). Pada akhir minggu pertama
hanya dapat dilalui oleh 1 jari saja. Vagina saat persalinan sangat
diregang lambat laun mencapai ukuran normal dan tonus otot kembali
seperti biasa, pada minggu ke-3 post partum, rugae mulai nampak
kembali.
8. Perubahan pada dinding abdomen
Hari pertama post partum dinding perut melipat dan longgar karena
diregang begitu lama. Setelah 2 – 3 minggu dinding perut akan kembali
kuat, terdapat striae melipat, dastosis recti abdominalis (pelebaran otot
rectus/perut) akibat janin yang terlalu besar atau bayi kembar.
9. Perubahan Sistem kardiovaskuler
Volume darah tergantung pada jumlah kehilangan darah selama partus
dan eksresi cairan extra vasculer. Curah jantung/cardiac output kembali
normal setelah partus.
10. Perubahan sistem urinaria
Fungsi ginjal normal, dinding kandung kemih memperlihatkan oedema
dan hiperemi karena desakan pada waktu janin dilahirkan. Kadang-
kadang oedema trigonum, menimbulkan obstruksi dari uretra sehingga
terjadi retensio urin. Pengaruh laserasi/episiotomi yang menyebabkan
refleks miksi menurun.
11. Perubahan sistem Gastro Intestina;
Terjadi gangguan rangsangan BAB atau konstipasi 2 – 3 hari post
partum. Penyebabnya karena penurunan tonus pencernaan, enema,
kekakuan perineum karena episiotomi, laserasi, haemorroid dan takut
jahitan lepas
12. Perubahan pada mammae
Hari pertama bila mammae ditekan sudah mengeluarkan colustrum. Hari
ketiga produksi ASI sudah mulai dan jaringan mammae menjadi tegang,
membengkak, lebut, hangat dipermukaan kulit (vasokongesti vaskuler)
13. Laktasi
Pada waktu dua hari pertama nifas keadaan buah dada sama dengan
kehamilan. Buah dada belum mengandung susu melainkan colustrum
yang dapat dikeluarkan dengan memijat areola mammae. Colustrum
yaitu cairan kuning dengan berat jenis 1.030 – 1,035 reaksi alkalis dan
mengandung protein dan garam, juga euglobin yang mengandung
antibodi. Bayi yang terbaik dan harus dianjurkan kalau tidak ada kontra
indikasi.
14. Temperatur
Temperatur pada post partum dapat mencapai 38 0C dan normal kembali
dalam 24 jam. Kenaikan suhu ini disebabkan karena hilangnya cairan
melalui vagina ataupun keringat, dan infeksi yang disebabkan
terkontaminasinya vagina.
15. Nadi
Umumnya denyut nadi pada masa nifas turun di bawah normal.
Penurunan ini akibat dari bertambahnya jumlah darah kembali pada
sirkulasi seiring lepasnya placenta. Bertambahnya volume darah
menaikkan tekanan darah sebagai mekanisme kompensasi dari jantung
dan akan normal pada akhir minggu pertama.
16. Tekanan Darah
Keadaan tensi dengan sistole 140 dan diastole 90 mmHg baik saat
kehamilan ataupun post partum merupakan tanda-tanda suatu keadaan
yang harus diperhatikan secara serius.
17. Hormon
Hormon kehamilan mulai berkurang dalam urine hampir tidak ada dalam
24 hari, setelah 1 minggu hormon kehamilan juga menurun sedangkan
prolaktin meningkat untuk proses laktasi

E. Masalah Dalam Post Partum


1. Masalah Traktus Urinarius
Pada 24 jam pertama pasca persalinan, pasien umumnya menderita
keluhan miksi akibat defresi pada refleks aktivitas detrusor yang
disebabkan oleh tekanan dasar vesika urinaria saat persalinan, keluhan
ini bertambah berat oleh karena adanya fase dieresis pasca persalinan,
bila perlu retensio urine dapat diatasi dengan melakukan kateterisasi.
Rortveit, dkk (2003) menyatakan bahwa resiko inkontinensia urine
pada pasien dengan persalinan pervaginam sekitar 70% lebih tinggi
dibandingkan section Caesar. 10% pasien pasca persalinan menderita
inkkontinensia (biasanya stress inkontinensia) yang kadang–kadang
menetap sampai beberapa minggu pasca persalinan.Untuk mempercepat
penyembuhan keadaan ini dapat dilakukan latihan otot dasar panggul
(Serri, 2009).
2. Nyeri punggung
Nyeri punggung sering dirasakan pada trimester ketiga kehamilan dan
menetap setelah persalinan pada anak masa nifas. Kejadian ini terjadi
pada 25% wanita dalam masa post partum namun keluhan ini dirasakan
oleh 50% dari mereka sejak sebelum kehamilan. Keluhan ini menjadi
semakin hebat bila mereka harus merawat anaknya sendiri (Serri,
2009).
3. Anemia
Resiko anemia ini dapat terjadi bila ibu mengalami poendarahan yang
banyak,apalagi bila sudah sejak masa kehamilan ada riwayat
kekurangan darah. Di masa nifas, anemia bisa menyebabkan rahim
susah berkontraksi. Ini karena darah tidak cukup memberikan oksigen
kedalam rahim. Ibu yang mengidap anemia dengan kondisi
membahayakan, apalagi mengalami perdarahan post partum, maka
segera haris diberi transfusi darah. Jika kondisinya tidak berbahaya
maka cukup ditolong dengan pemberian obat–obatan penambah darah
yang mengandung zat besi (Serri,2009).
4. Masalah Psikologi: depresi masa nifas
Depresi yang terjadi pada masa nifas biasanya dapat dilihat di minggu–
minggu pertama setelah melahirkan, dimana kadar hormone masih
tinggi. Gejalanya adalah gelisah, sedih, dan ingin menangis tanpa sebab
yang jelas. Tingkatannya pun bermacam–macam, mulai dari neurologis,
atau gelisah saja yang disertai kelainan tingkah laku. Situasi depresi ini
akan sembuh bila ibu bisa beradaptasi dengan situaasi yang nyatanya.
Depresi masa nifas seharusnya dikenali oleh suami dan juga keluarga.
Gejalanya sama dengan depresi prahaid. Hal ini dikarenanakan
pengaruh perubahan hormonal, adanya proses involusi, dan ibu kurang
tidur serta lelah karena mengurus bayi, dan sebagainya.
Depresi juga bisa timbul jika ibu dan keluarganya mengalami konflik
rumah tangga, anak yang lahir tak diharapkan, keadaan sosial
ekonominya lemah, atau trauma karena mengalami cacat. Keberadaan
bayi tidak jarang justru menimbulkan “stress” bagi beberapa ibu yang
baru melahirkan. Ibu merasa bertanggung jawab untuk merawat bayi,
melanjutkan mengurus suami, setiap malam merasa terganggu dan
sering merasakan adanya ketidak mampuan dalam mengatasi semua
beban tersebut (Serri, 2009).

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Darah Lengkap
Memberikan informasi tentang jumlah dari sel-sel darah merah
(RBC), sel-sel darah putih (WBC), nilai hematokrit (Ht) dan
haemoglobin (Hb).
2. Pemeriksaan Pap Smear
Mencari kemungkinan kelainan sitologi sel serviks atau sel
endometrium.
3. Pemeriksaan Urine: Urine lengkap (UL)
Pemeriksaan ini mencari kemungkinan terdapatnya bakteri dalam
urine seperti streptokokus.

G. Penatalaksanaan Medis
1. Tes Diagnostik
a. Jumlah darah lengkap, hemoglobin/hematokrit (Hb/Ht)
b. Urinalisis: Kadar Urin
2. Terapi
a. Memberikan tablet zat besi untuk mengatasi anemia
b. Memberikan antibiotik bila ada indikasi
II.  Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian Fokus Keperawatan
1. Data umum klien meliputi: nama klien, usia, agama, status perkawinan,
pekerjaan, pendidikan terakhir, nama suami, umur suami, agama,
pekerjaan suami, pendidikan terakhir suami, dan alamat
2. Riwayat kesehatan meliputi: keluhan utama, keluhan saat pengkajian,
riwayat penyakit sekarang, riwayat menstruasi (menarchea, siklus,
jumlah, lamanya, keteraturan, dan apakah mengalami dismenorhea),
riwayat perkawinan, riwayat kehamilan dan persalinan yang lalu,
riwayat kehamilan sekarang (ANC).
3. Riwayat persalinan sekarang meliputi:
a) Jenis persalinan apakah spontan atau operasi SC
b) Tanggal/jam persalinan
c) Jenis kelamin bayi
d) Jumlah perdarahan
e) Penyulit dalam persalinan baik dari ibu maupun bayi
f) Keadaan air ketuban meliputi warna dan jumlah
4. Riwayat genekologi kesehatan masa lalu apakah ibu pernah mengalami
operasi atau tidak.
5. Riwayat KB baik jenis maupun lama penggunaan
Riwayat kesehatan keluarga apakah ada penyakit menurun atau menular
dari keluarga.
6. Riwayat Psikososial
Adaptasi psikologis post partum menurut teori rubin dibagi dalam 3
periode yaitu sebagai berikut:
a) Periode Taking In
1) Berlangsung 1-2 hari setelah melahirkan
2) Ibu pasif terhadap lingkungan. Oleh karena itu, perlu menjaga
komunikasi yang baik.
3) Ibu menjadi sangat tergantung pada orang lain, mengharapkan
segala sesuatru kebutuhan dapat dipenuhi orang lain.
4) Perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan perubahan
tubuhnya
5) Ibu mungkin akan bercerita tentang pengalamannya ketika
melahirkan secara berulang-ulang
6) Diperlukan lingkungan yang kondusif agar ibu dapat tidur
dengan tenang untuk memulihkan keadaan tubuhnya seperti
sediakala. 
7) Nafsu makan bertambah sehingga dibutuhkan peningkatan
nutrisi, dan kurangnya nafsu makan menandakan
ketidaknormalan proses pemulihan.
b) Periode Taking Hold
1) Berlangsung 3-10 hari setelah melahirkan
2) Pada fase ini ibu merasa khawatir akan ketidakmampuannya
dalam merawat bayi
3) Ibu menjadi sangat sensitive, sehingga mudah tersinggung. Oleh
karena itu, ibu membutuhkan sekali dukungan dari orang-orang
terdekat
4) Saat ini merupakan saat yang baik bagi ibu untuk menerima
berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya. Dengan
begitu ibu dapat menumbuhkan rasa percaya dirinya
5) Pada periode ini ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi
tubuhnya, misalkan buang air kecil atau buang air besar, mulai
belajar untuk mengubah posisi seperti duduk atau jalan, serta
belajar tentang perawatan bagi diri dan bayinya
c) Periode Letting Go
1) Berlangsung 10 hari setelah melahirkan. 
2) Secara umum fase ini terjadi ketika ibu kembali ke rumah
3) Ibu menerima tanggung jawab sebagai ibu dan mulai
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya
4) Keinginan untuk merawat bayi meningkat
5) Ada kalanya ibu mengalami perasaan sedih yang berkaitan
dengan bayinya, keadaan ini disebut baby blues
7. Pemeriksaan fisik
a) Status Obstetri
b) TTV: nadi, suhu, tekanan darah, dan pernapasan
c) Pemeriksaan mata: konjungtiva, sclera pucat atau tidak.
d) Pemeriksaan mulut: mukosa bibir kering atau tidak.
e) Pemeriksaan thorax: retraksi otot dada, bunyi nafas, bunyi jantung.
f) Pemeriksaan abdomen: luka jaritan operasi, keadaan luka, bising usus.
g) Pemeriksaan ekstremitas: pergerakan, edema, sianosis, terpasang infus
IVFD atau tidak, akral dingin.
h) Pemeriksaan genetalia: pengeluaran lochea, kebersihan.
i) Obat-obatan yang dikonsumsi
j) Pemeriksaan penunjang seperti darah lengakap: WBC, HCT, HGB.

B.  Diagnosa keperawatan
1. Ketidaknyamanan pasca partum (D.0075) berhubungan dengan
peregangan perineum; luka episiotomi; involusi uteri; hemoroid;
pembengkakan payudara.
2. Nyeri akut (D.0077) berhubungan dengan bekas luka post op sc atau
robekan jalan lahir.
3. Risiko infeksi (D.0142) berhubungan dengan peningkatan kerentanan
tubuh terhadap bakteri pembedahan.
4. Risiko hipovolemia (D.0023) berubungan dengan pengeluaran yang
berlebihan; perdarahan; diuresis; keringat berlebihan.
5. Defisit perawatan diri (D.0109) berhubungan dengan efek-efek anestesi,
penurunan kekuatan dan ketahanan, ketidaknyamana fisik.
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
No.
(SDKI) (SIKI) (SLKI)
1. Ketidaknyamanan pasca L.07061 Status 1.07225 Perawatan Pasca Persalinan
partum (D.0075) Kenyamanan Pascapartum Observasi
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda-tanda vital
peregangan perineum; keperawatan maka status 2. Monitor keadaan lokia
luka episiotomi; involusi kenyamanan pasca partum 3. Periksa perineum atau robekan
uteri; hemoroid; meningkat dengan 4. Identifikasi adanya masalah adaptasi psikologis ibu
pembengkakan payudara. Kriteria Hasil: postpartum
1. Ketuban tidak nyaman Terapeutik
menurun 5. Kosongkan kandung kemih sebelum pemeriksaan
2. Meringis menurun 6. Masase fundus sampai kontraksi kuat
3. Kontraksi uterus 7. Berikan kenyamanan pada ibu
menurun 8. Diskusikan kebutuhan aktivitas dan istirahat selama masa
4. Payudara bengkak postpartum
menurun Edukasi
9. Jelaskan pemeriksaan pada ibu dan bayi secara rutin
10. Ajarkan perawatan perineum yang tepat
Kolaborasi
Rujuk ke konselor laktasi, jika perlu
2. Nyeri akut (D.0077) L.08066 Tingkat Nyeri 1.08238 Manajemen Nyeri
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Observasi
bekas luka post op sc keperawatan maka tingkat 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
atau robekan jalan lahir. nyeri menurun dengan kualitas, intensitas nyeri
Kriteria Hasil: 2. Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri menurun 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
2. Meringis menurun 4. Identifikasi faktor memperberat dan memperingan nyeri
3. Gelisah menurun Terapeutik
4. Kesulitan tidur menurun 5. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
6. Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri
Edukasi
7. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
8. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
9. Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik
3. Risiko infeksi (D.0142) L.14137 Tingkat Infeksi 1.14539 Pencegahan Infeksi
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Observasi
peningkatan kerentanan keperawatan maka tingkat 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
tubuh terhadap bakteri infeksi menurun dengan Terapeutik
pembedahan. Kriteria Hasil: 2. Batasi jumlah pengunjung
1. Demam menurun 3. Berikan perawatan kulit pada area edema
2. Kemerahan menurun 4. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
3. Nyeri menurun dan lingkungan pasien
4. Bengkak menurun 5. Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
5. Kadar sel darah putih Edukasi
membaik 6. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
7. Ajarkan mencuci tangan dengan benar
8. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
9. Anjurkan meningkatkan nutrisi
10. Anjurkan meningkatkan cairan
4. Risiko hipovolemia L. 03028 Status cairan 1.03116 Manajemen Hipovolemia
(D.0023) berubungan Setelah dilakukan tindakan Observasi
dengan pengeluaran yang keperawatan maka status 1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia
berlebihan; perdarahan; cairan membaik dengan 2. Monitor intake dan output cairan
diuresis; keringat Kriteria Hasil: Terapeutik
berlebihan. 1. Turgor kulit meningkat 3. Hitung kebutuhan cairan
2. Output urine meningkat 4. Berikan posisi modified trendelenburg
3. Membran mukosa 5. Berikan asupan cairan oral
membaik Edukasi
6. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
7. Anjurkan menghindari posisi mendadak
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis
9. Kolaborasi pemberian produk darah
5. Defisit perawatan diri L. 11103 Perawatan Diri 1.11348 Dukungan Perawatan Diri
(D.0109) berhubungan Setelah dilakukan tindakan Observasi
dengan efek-efek keperawatan maka 1. Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri
anestesi, penurunan perawatan diri meningkat 2. Monitor tingkat kemandirian
kekuatan dan ketahanan, dengan 3. Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri
ketidaknyamana fisik. Kriteria Hasil : Terapeutik
1. Kemampuan mandi 4. Sediakan lingkungan yang terapeutik
meningkat 5. Siapkan keperluan pribadi
2. Kemampuan 6. Dampingi dalam melakukan perawatan diri sampai mandiri
mengenakan pakaian Edukasi
meningkat 7. Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten
3. Kemampuan makan sesuai kemampuan
meningkat
4. Kemampuan ke toilet
meningkat
5. Minat melakukan
perawatan diri
meningkat
DAFTAR PUSTAKA

Alden K, R. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Dialih bahasakan oleh


Maria A. Jakarta: EGC.

Dewi V.N, 2011. Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Jakarta: Salemba Medika.

Herdman, T. Hether. 2012. Dignosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-


2014. Jakarta: EGC

Hutahean, Serri. 2009. Asuhan Keperawatan dalam Maternitas dan Ginekologi.


Jakarta: TIM

Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2000).


Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta: Peneribit Buku
Kedokteran.

Mitayani, 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika.

Nuraruf, Huda Amin, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan nanda Nic-Noc Eisi Revisi Jilid 1. Yogyakarta:
MediAction.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan


III. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan


II. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan II.


Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai