Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

ETIKA BISNIS DAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY


(CSR)
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Etika Bisnis
Dosen Pengampuh : Yudho Rahmafrizal S., M.Pd.

Disusun oleh :
Kelompok 6
Dinda Oktavia P (185020053)
Dwi Astuti Septiami (185020055)
Nuraini Dhimas Afifah (185020057)
Lanang Tsani Fauzan (185020089)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PASUNDAN
2018
`
No. Nama Materi Nilai

Dinda Oktavia P
185020053

Dwi Astuti Septiami


185020055

Nuraini Dhimas Afifah


185020057

Lanang Tsani Fauzan


185020089
LEMBAR PENGESAHAN

MAKALAH ETIKA BISNIS


MEMAHAMI FRAUD PADA MANAJEMEN PERUSAHAAN
TAHUN AJARAN 2018/2019

TELAH DIKETAHUI DAN DISAHKAN OLEH:

Bandung, 29 September 2018

Dosen Pengampu Dosen Wali

Yudho Rahmafrizal S., M.Pd. Setyo Budiutomo S.Pd., M.M., Ak., CA.
NIPY. 15110846 NIPY. 15110650
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbila’lamin, puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Allah SWT, atas karunia, hidayah, dan rahmat-nya, sehingga kami dapat

menyelesaikan tugas dari mata kuliah Etika Binis dengan judul “etika bisnis dan

corporate social responsibility (CSR)”.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan

dari berbagai pihak khususnya Bapak Yudho Rahmafrizal S., M.Pd.. Makalah ini

ditujukan untuk memahami lebih detail tentang funsi dan peranan CSR dalam

perusahaan dan pemerintah.

Dalam makalah ini dijelaskan tentang Etika Bisnis dan Corporate Social

Responsibility (CSR). Makalah ini juga ditujukan untuk memenuhi tugas

kelompok. Kami mohon maaf apabila masih banyak kekurangan dalam

pembuatan makalah ini. Semoga makalah yang kami buat dapat bermanfaat dan

menambah ilmu pengetahuan kami semua. Untuk tercapainya kesempurnaan

makalah ini, kami mohon kritik dan saran dari semua pihak.

Bandung, September 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................1

1.1.................................................................................................................... L
atar Belakang.............................................................................................1
1.2.................................................................................................................... R
umusan Masalah........................................................................................2
1.3.................................................................................................................... T
ujuan Penelitian.........................................................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN......................................................................................3

2.1. Kajian Teoritis..................................................................................3


2.2. Corporate Social Responsibility (CSR).............................................4
2.2.1. Perusahaan dan prinsip CSR...............................................................4
2.2.2. Manfaat CSR bagi perusahaan...........................................................5
2.2.3. Indaktor keberhasilan CSR dan model penerapan di Indonesia.........5
2.2.4. CSR dan pembangunan ekonomi berkelanjutan.................................6
2.2.5. Corporate Social Responsibility (CSR) dan Internasional
Standardization Organization (ISO)...................................................11
2.2.6. Mutu dan Konsep SNI (Standar Nasional Indonesia)........................13
2.2.7. Etika bisnis CSR pada perusahaan pertambangan..............................15

BAB 3 PENUTUP................................................................................................18

3.1....................................................................................................................
Masalah....................................................................................................18
3.2.................................................................................................................... S
olusi...........................................................................................................18
3.3.................................................................................................................... K
esimpulan..................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................20

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bagi dunia Internasional maupun Nasional, bisnis merupakan
aktivitas yang tidak dapat d i p i s a h k a n d a l a m k e g i a t a n s e h a r i -
h a r i . T i d a k j e n u h p a r a p e b i s n i s m e m a j u k a n d a n memperluas
usahanya dalam rangka mencari keuntungan semaksimal mungkin. Mulai
dari Negara maju hingga negara berkembang melakukan bisnis sebagai
mata pencaharian mereka. Begitu pula dengan Indonesia yang tidak mau
kalah bersaing dengan negara-negara maju lainnya.
Di Indonesia, perkembangan bisnis maju pesat seiring dengan
perkembangan teknologi dan informasi. Mulai dari bisnis secara tradisional
maupun bisnis secara online. Bahkan pangsapasar bisnis online lebih luas
dan tentunya dapat memperoleh keuntungan yang maksimal walaupun tidak
sedikit pula orang yang meragukan kualitas produk yang ditawarkan secara
online. Namun, diantara bisnis-bisnis yang menghasilkan
keuntungan, ternyata masih banyak para pebisnis yang
mengacuhkan etika bisnis yang baik, seperti misalnya tidak
memperhatikan kepuasan konsumen terhadap produk yang dijual.
Sejatinya, etika bisnis harus tertanam dalam jiwa para pebisnis, karena
dengan etika bisnis yang baik tidak hanya keuntungan saja yang
didapatkan namun kepuasan dan keloyalitasan konsumenpun akan
didapatkan pula. Untuk itu, para pebisnis harus mengetahui hal-hal
apa saja yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan oleh seorang
pebisnis.
Dalam makalah ini, akan dijelaskan lebih lanjut mengenai etika bisnis
dan tanggung jawab sosial perusahaan yang seharusnya dilakukan oleh para
pebisnis atau pengusaha.

1
2

1.2. Rumusan Masalah


a. Apa yang dimaksud corporate social responsibility (CSR)?
b. Bagaimana peranan CSR bagi perusahaan dan pembangunan
ekonomi?
c. Bagaimana bentuk pelaksanaan tanggung jawab sosial Perusahaan
atau CSR di Indonesia
1.3. Tujuan Penulisan
a. Untuk memahami corporate social responsibility (CSR)
b. Untuk memahami pentingnya CSR untuk perusahaan dan
pembangunan ekonomi
c. Untuk mengetahui pelaksanaan tanggung jawab sosial Perusahaan
atau CSR di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Kajian Teoritis


CSR sebagai sebuah konsep yang semakin populer belakangan ini,
belum memiliki definisi yang tuggal, yang dapat diterapakan dalam sebuah
perusahaan, namun ada beberpa definisi yang dapat di jadikan acuan dalam
pengungkapan CSR.
1. The Word Business Council for Sustainable Development (WBCSD)
mendefinisikan CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan, sebagai:
“Continuing commitment by business to behave athically and
contribute to economic development while improving the quality of life of
the workforce and their families as well as of the local community and
society at large.” Dalam bahasa bebas kurang lebih maksudnya adalah,
komitmen dunia usaha untuk terus menerus bertindak secara etis,
beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi,
bersamaan dengan pengingkatan kualitas hidup dari karyawan dan
keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan
masyarakat secara lebih luas (Wibisono 2007:7).
2. Menurut (Wibisono 2007:8) CSR dapat didefinisikan sebagai:
Tanggung jawab perusahaan kepada para pemamangku kepentingan
untuk berlaku etis, meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan
dampak positif yang mencangkup aspek ekonomi sosial dan lingkungan
(triple bottom line). Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan
berkelanjutan.
3. Kotler dan Lee (2005) dalam (Solihin 2009) memberika rumusan:
“corporate social responsibility is a commitment to improve
community well being through discretionary business practices and
contribution of corporate resources”Dalam definisi tersebut, Kotler dan
Lee memberikan penekanan pada kata discretionary yang berarti

3
kegiatan CSR semata-mata merupakan komitmen perusahaan secara
sukarela

4
5

untuk turut meningkatkan kesejahteraan komunitas dan bukan


meruapakan aktifitas bisnis yang diwajibkan oleh hukum dan perundang-
undangan seperti kewajiban untuk membayar pajak atau
kepatuhan perusahaan terhadap undang-undang ketenagakerjaan. Kata
discretionary juga memberikan nuansa bahwa perushaan yang
melakukan aktivitas CSR haruslah perusahaan yang telah menaati
hukum dalam pelaksaaan bisnisnya. (solihin 2009:5).
2.2. Coporate Social Responsibility (CSR)
Corporate social responsibility (CSR) adalah komitmen perubahan
atau Dunia bisnis untuk berkontribusi dalam mengembangkan ekonomi
yang berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung jawab sosial
perusahaan.
Artinya pihak perusahaan harus melihat jika CSR bukan program
pemaksaan tapi bentuk rasa kekhawatiran terhadap sesama umat manusia,
yaitu membantu melepaskan pihak-pihak dari berbagai kesulitan yang
mendera mereka. Dan efeknya pada perusahaan itu sendiri.

2.2.1. Perusahaan Dan Prinsip CSR


Devinisi formal dari tanggung jawab sosial (social responsibility)
adalah kewajiban manajemen untuk membuat pilihan dan mengambil
tindakan yang berperan dalam mewujudkan kesejahteraan dan masyarakat.
Kewajiban terabut dapat berupa perhatian perusahaan pada masyarakat
sekeliling maupun tanggung jawab pada pemerintah dalam bentuk
membayar pajak secara jujur dan tepat waktu.
Dengan perkembangan yang begitu pesat itu telah mempunyai 2
metode Dalam memperlakukan CSR yaitu,
a. Metode cause branding adalah pendekatan Top Down dalam hal ini
perusahaan menentukan masalah sosial dan lingkungan seperti apa yang
perlu di benahi
b. Metode venture phylanthropy yang merupakan pendekatan botton up,
disini perusahaan membantu berbagai pihak non-profit dalam masyarakat
sesuai apa yang di kehendaki masyarakat.
6

2.2.2. Manfaat Coporate Social Responsibility (CSR) Bagi perusahaan manfaat


CSR bagi Perusahaan antara lain:
1. Mempertahankan dan mendongkrak reputasi serta citra mereka
perusahaan
2. Mendapatkan resensi untuk beroprasi secara sosial
3. Meredukasi risiko bisnis perusahaan
4. Melebarkan akses sumberdaya bagi operasional usaha
5. Membuka peluang pasar yang lebih luas
6. Meredukasi biaya, misalnya terkait dampak pembuangan limbah
7. Memperbaiki hubungan dengan stakeholders
8. Memperbaiki hubungan dengan regulator
9. Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan
10. Peluang mendapatkan penghargaan
Manfaat lain yang dirasakan oleh perusahaan dengan menerapkan CSR
berdampak jangka panjang. Salah satunya jika perusahaan ternyata
mrnemukan potensi lain di daerah tersebut maka masyarakat dan pemerintah
disana akan dengan cepat mendukung keberadaan perusahaan tersebut.
Seperti perusahaan migas yang beroprasi di suatu daerah, dimana selama ini
perusahaan ikut melaksanakan kebijakan CSR dan mengembangkan konsep
community development (DP)
2.2.3. Indikator Keberhasilan Corporate Social Responsibility (CSR) dan Model
Penerapan di Indonesia
Untuk melihat dan mengukur keberhasilan penerapan CSR pada suatu
perusahaan ada beberapa indikator yang dapat kita jadikan acuan. Menurut
Dody Prayogo ada 5 indikator keberhasilan CSR yang dapat dilihat, yaitu:
a. Secara umum, keberhasilan CSR dapat dilihat dari capaian nilai etika
yang dikandungnya yaitu turut menegakkan social justice,
sustainability dan equity.
b. Secara sosial, keberhasilan CSR dapat dinilai dari tinggi rendahnya
legitimasi sosial korporasi di hadapan stakeholder sosialnya.
c. Secara bisnis, keberhasialan CSR dapat dinilai dari meningkatnya nilai
saham akibat peningkatan corporate social image.
7

d. Secara teknis, keberhasilan CSR dapat dilihat dari capaian program


hasil evaluasi teknis lapangan.

Indikator di atas dilihat secara umum, dalam realitanya kita dapat


melihat indikator tersebut lebih banyak lagi dan disesuaikan dengan bentuk
bisnis yang dijalankan oleh koporasi tersebut. Seperti bisnis pertambangan,
tekstil, telekomunikasi, pertamabangan entertainment, dan lain sebagainya.
Menurut Saidi dan Abidin (2004:64-65) sediktinya ada empat
model atau pola CSR yang umumnya diterapkan di Indonesia.
a. Keterlibatan langsung.
b. Melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan.
c. Bermitra dengan pihak lain.
d. Mendukung atau bergabung dalam konsorsium.
2.2.4. Corporate Social Responsibility (CSR) dan Pembangunan Ekonomi
Berkelanjutan

Secara konsep kita bisa menemukan hubungan yang erat antara CSR
dan konsep pembangunan ekonomi berkelanjutan. Pembanguan ekonomi
berkelanjuatan merupakan suatu keinginan membangun tatanan ekonomi
masyarakat yang bersifat makmur dan sejahtera, aman serta sentosa. Dengan
mengedepankan konsep pembangunan ekonomi yang terencana dan
konsisten.

Pengertian terencana di sini ditunjukan untuk menempatkan


pembangunan tetap berada pada fokus yang diinginkan sehingga target
diperolehnya kondidi masyarakat yang makmur dan sejahtera, aman serta
sentosa akan tercapai. Karena suatu pekerjaan tanpa rencana hanya akan
membuat pekerjaan tersebut berlangsung tanpa arah dan kendali. Dan kita
harus mengakui jika konsep pembangunan Repelita ( Rencana
Pembangunan Lima Tahun) seperti yang pernah di konsep pada masa Orde
Baru memiliki sistem pekerjaan yang benar-benar terfokus dalam target-
target yang harus terlaksana.

Dan CSR jika dikaji memiliki hubungan yang erat dalam mendorong
terciptanya pembangunan ekonomi yang sustainable. Menurut Dyah
8

Pitaloka bahwa “Terdapat tiga pilar penting untuk merangsang pertumbuhan


CSR yang mampu mendorong pembangunan ekonomi berkelanjutan.

a Pertama, mencari bentuk CSR yang efektif untuk mencapai tujuan ysng
diharapkan dengan memperhatikan unsur lokalitas.
b Kedua, mengkalkulasi kapasitas sumber daya manusia dan institusi
untuk merangsang pelaksanaan CSR.
c Ketiga, peraturan serta kode etik dalam dunia usaha.

Selaman ini memang pembangunan dalam usaha memberikan


kesejahteraan kepada masyarakat menjadi beban pemerintah. Namun konsep
ini tepat jika negara menganut sistem sosialis, namun Indonesia tidak
menganut secara utuh sistem sosialis. Sehingga sektor swasta memiliki
peran penting dalam usaha mempercepat penciptaan kesejahteraan tersebut.

Ini sebagaimana ditegaskan oleh Chairil N. Siregar “Kini dunia usaha


tidak lagi hanya memeperhatikan catatan keuangan perusahaan semata
(singel bottom line), melainkan sudah meliputi keuangan, sosial, dan aspek
lingkungan bisa disebut (Triple bottom line) sinerghi tiga elemen ini
merupakan kunci darin konsep pembangunan berkelanjutan”

Sebuah dunia usaha tidak mampu memberikan kesejahteraan kepada


masyarakat dianggap sebagai bentuk ketidakberhasilan usaha, namun
sebaliknya jika ia mampu memberi konstribusi kepada masyarakat diamana
perushaan tersebut berada dianggapan ia telah berhasil. Pendapat ini
dipertegas oleh Howard Robert Bowen sebagai penggagas konsep CSR.

Secara historis, jauh sebelum konsep CSR diperdebatkan, Howard R.


Bowen (1953) telah lama menegaskan bahwa keberhasilan dunia bisnis
ditentukan oleh bagaimana konstribusinya terhadap kesejahteraan
masyarakat umum (general welfare), bukan semata untuk warga bisnis itu
sendiri, tanggung jawab bisnis lebih luas dari sekedar terhadap pemilik atau
investor (May, et al, 2007). Memang secara konsep jika pemilik
mengiginkan agar pihak manajemen perusahaan bekerja untuk meberikan
kepuasan yang maksimal kepada para pemegang saham.
9

Namu kondisi realita saat ini posisi perusahaan dan masyarakat telah
terbagun kontrak sosial (social contract). Kontrak sosial merupakan
kesepakatan yang bersifat “implist”, masyarakat memebrikan legitimasi
sosial (the right to exist) atas kehadiran korporasi, dan sebaiknya manfaat
ekonomi yang dihasilkan bisnis harus terdistribusi pula kepada masyarakat
(in return for certain benefits).

Kita memahami bahwa kasus keributan yang terjadi di lingkungan


perushaan saat ini disebabkan karena masyarakat sekeliling tidak merasa
kontribusi perusahaan kepada mereka. Sehingga ini menimbulkan sikap
protes dari masyarakat. Bahkan berlanjut dalam bentuk demonstrasi dan
tidakan anarkis lainnya. Kasus kerusuhan di Papua yaitu antara masyarakat
dengan perusahan Freeport hingga menimbulkan korban tewas adalah tidak
lain karena perusahaan bersikap acuh terhadap protes warga, dan kasus
serupa seperti ini juga terjadi diberbagai tempat lain di Indonesia.

Stockholders adalah mereka yang memilliki sejumlah dana yang


dititipkan pada perusahaan untuk dikelola dan diberikan keuntungan, seperti
dalam bentuk saham (stock). Ssementara stakeholders ada banyak jenis,
seperti supplier (pemasok), mitra bisnis, kreditur, pemerintah, karyawan
perusahaan, konsumen, dan masyarakat. Dalam perspektif ini masyarakat
juga terbagi dua yaitu Masyarakat lokal dan Masyarakat non lokal.

Masyarakat lokal adalah mereka yang dianggap berada ditempat dimana


perushaan itu beroperasi. Dan dody Prayogo menegaskan, “Hal penting
yang harus diperhatikan adalah komunitas lokal dimasukkan sebagai salah
satu primary stakeholder, sementara dalam literatur manajemen (tradisional)
masih dikelompokkan ke dalam secondary stakeholder.

Di sisi lain kita perlu memahami jika masyarakat non lokal merupakan
mereka tinggal dekat dengan tempat diamana perusahaan itu berada.
Sehingga dalam konteks ini jelas jika masyarakat lokal dapat kita sebut
sebagai primary stakeholder. Dan persoalan akan menjadi bertambah rumit
pada masyarakat lokal di tempat tersebut berada dalam kemiskinan. Dimana
kemiskinan terjadi sebagai bentuk ketidakadilan dari pembangunan yang
10

dilakukan atau lebih jauh sebagai dampak dari ketidak merataan


pembaungunan.

Adapun penafsran tentang arti pembangunan, menurut Schumpeter


dalam bukunya Theory of Economic Development yang dikutip pleh M.L.
Jhingan mengatakan “Pembangunan adalah perubahan yang spontan dan
terputus-terputus pada saluran-saluran arus sirkuler tersebut, gangguan
terhadap keseimbangan yang selalu mengubah dan mengganti keadaan
keseimbangan yang ada sebelumnya”. Adapun yang dimaksud sirkuler oleh
Schumpeter di sini adalah suatu produksi barang dan jasa yang dilakukan
secara berulang-ulang dengan tujuan untuk terus dapat memenuhi
kebutuhan hidup manusia.

Dan kemiskinan itu sendiri bisa disebabkan oleh berbagai sebab,


sehingga akhirnya muncul teori kemiskinan untuk menjelaskannya. Secara
konseptual, ada beberapa teori yang dapat menjelaskan sebab-sebab
terjadinya kemiskinan: perspektif budaya kemiskinan, yakni perspektif
fungsionalis, perspektif konflik, dan perspektif interaksionis. (Zastrow,200a;
Zastrow, 200b; suharto, 2006b). Bagi sebgaian orang kemiskinan malah
dilihat sebagai sesuatu yang menguntungkan, dan pendapat ini umumnya
berlaku bagi berbagai golongan kaya yang tidak peduli usaha-usaha
pengentasan kemiskinan. Serta lebih jauh mereka beranggapan jika
kemiskinan memiliki banyak fungsi.

Terdapat sedikitnya dua belas fungsi kemiskinan bagi kelompok kaya,


yakni:

1. Kaum miskin bersedia melakukan pekerjaan yang tidak


menyenangkan, diaman tidak ada seorangpun yang mau
melakukannya.
2. Kaum miskin membantu kelompok kaya. Misalnya, melakukan
pekerjaan rumah tangga dengan upah kecil.
3. Kaum miskin membantu menciptakan lapangan pekerjaan. Mislanya
pekerjaan bagi pekerja sosial dan pegawai organisasi non pemertintah
yang memberikan penyuluhan dan pelayanan bagi kelompok miskin.
11

4. Kaum miskin membeli makanan berkualitas buruk yang tidak layak


jual.
5. Kaum miskin melakukan hal-hal menyimpang yang membuat
mayoritas masyarakat mengerutkan kening, sehingga memperkuat
norma-norma yang dominan di masyarakat.
6. Kau miskin memberikan kesempatan bagi kelompok mampu lainnya
untuk mempraktikkan “tugas agama” dalam membantu kelompok yang
kurang beruntung.
7. Kelompok miskin memungkinkan mobilitas bagi kelompok lain,
karena kelompok miskin telah dikeluarkan dari kompetisi untuk
memperoleh pendidikan dan pekerjaan yang baik.
8. Kaum miskin memberi kontribusi bagi kegiatan kebudayaan.
Misalnya, dengan menyediakan tenaga kerja murah untuk
merekonstuksi monumen dan benda seni lainnya.
9. Kaum miskin menciptakan kesenian. Contohnya, musik jazz dan blues
yang kini diadopsi.
10. Kaum miskin berperan sebagai simbol perlawanan bagi kelompok
politik serta berfungsin sebagai calon pemilih bagi kelompok
politiklain.
11. Kaum miskin dapat menyerap biaya perubahan (misalnya sebagai
korban dari tingginya tingkat pengtanguran sebagai hasil peningkatan
teknoligi).
12. Kaum miskin secara psikilogis membantu kelompook lain dalam
masyarakat untuk membat mereka merasa lebih baik dengan kondisi
mereka.

Jika kembali kepaad konsep pokok CSR, maka berdasarkan pendapat


dari Doddy Prayogo mengatakan, “Jika diperas substansi pokoknya, CSR
terdiri atas dua hal yakni “komitmen” dan “tindakan” (action) korporasi.
Dengan kata lain jika korporasi tidak memiliki komitmen yang kuat untuk
mengentaskan kemiskinan maka kita tidak perlu berharap akan ada
tindakan. Dan menurut banyak pendapat banyak pihak sebuah perusahaan
untuk mewujudkan komitmen CSR harus didesak atau ditekan agar ia mau
12

melaksanakannya. Sdalah satu pihak yang bisa menekan ini NGO(Non


Government Organization) serta beberapa lembaga swadayan masyarakat
lainnya. Beberapa bukti keberhasilan NGO dalam mendukung pengentasan
kemiskinan telah menujukkan buktinya selama ini. Namun persoalan yang
sering timbul jika NGO bekerja bersifat temporer, dan mereka juga
memiliki funding (donator) sementara donatur tersebut juga dalam
mengambil keputusan sangat tergantung berdasrkan situasi dan kondisi yang
terjadi.

2.2.5. Corporate Social Responsibility (CSR) dan Internasional Standardization


Organization (ISO)

Perusahaan dituntut untuk harus memiliki sertifikasi yang sesuai


dengan yang diinginkan, seperti memiliki standar ISO dan sejenisnya.
Seperti kepemilikian sertifikat ISO 9001 untuk sistem manajemen
berkualitas (Quality Management System) dan ISO 14001 untuk sistem
manajemen lingkungan (Environment Management System).

Solusi yang harus dilakuka oleh para manajer perusahaan khususnya


bagian produksi adalah menyiapkan diri memiliki ISO sesuai dengan yang
dibutuhkan,dengan tujua agar pada saat penciptaan produk atau pada
kegiatan yag menyangkut dengan tender proyek dilakukan syarat-syarat
tersebut telah terpenuhi.

Menjadi pertanyaan serius bagi kita mengapa sedikit produk dari


Negara Indonesia yang menembus pasar Eropa dan Amerika khususnya.
Seperti misalnya produk food and beverage (makanan dan minuman). Dari
hasil diskusi dan pendapat para ahli bahwa ini terjadi karena produk food
and beverage dari Negara Indonesia belum memiliki standard ISO sesuai
dengan yang dinginkan oleh masyarakat Amerika dan Eropa. Namun yang
harus diingat jika sekali saja kita bisa menembus pasar mereka maka
selanjutnya pesanan akan terus datang, dan lebih jauh ekspor serta devisa
akan ikut mengalami peningkatan.
13

No Uraian
.
1 Sertifikat ISO dikeluarkan oleh Inernasional Standardization
Organization yang berkedudukan di Jenewa.
2 Tujuan dikeluarkannya ISO adalah untuk membuat suatu aturan dan
ukuran yang lebih memiliki penilaian sesuai dengan standarnya
pada saat suatu produk dijual di pasar bebas. Sehingga dengan
begitu tidak sembarang barang dapat dijual di pasar bebas, dengan
begitu haya produk dengan tingkat kualitas yang bermutu yag boleh
di pasarkan di pasar bebas.
3 Pada tahun 1987 International Organization for Standardization
(ISO) mengeluarkan lima standard sistem manajemen mutu, edisi
pertama yag dikenal denga ISO 9000 (series). Kelima standard itu
adalah:
1. ISO 9000 – Quality management and quality assurance
standards-quidelines for selection and use.
2. ISO 9001 – Quality system-Model for quality assurance in
design/development, production, installation ad servicing.
3. ISO 9002 – Quality system-Model for assurance in production
and installation.
4. ISO 9003 – Quality system-Model for quality assurance in
final inspection and test.
5. ISO 9004- Guidelines-Quality management and quality system
elements.

Penerapan ISO dikenal dengan ISO 14000 tentang sistem manajemen


lingkungan (environment management system). Mengenai ISO 14000 Jay
Heizer dan Barry Render mengatakan, “ ISO 14000 is an envionmental
management standard that contains five core elements:
14

(1) Environmental management,


(2) Auditing,
(3) Performance evaluation,
(4) Labeling, and
(5) Life-cycle assessment”

Karena pada era sekarang ini organisasi bisnis yang memiliki ISO
14000 adalah dianggap memiliki kepedulian yang tinggi pada lingkungan,
apalagi jika kita melihat bayaknya perusahaan yag telah ikut serta mencari
lingkungan dan telah turut mempengaruhi rusaknya ekosistem kehidupan.
Dalam bidang teknologi dikenal dengan ISO/IEC 27002 adalah standar
keamanan informasi yang di publikasikan oleh Internatiional Organization
for Standardization (ISO) dan the International Electrotechnical
Commission (IEC) sehingga disebut ISO/IECSDM.

ISO/IEC 270002 menyediakan praktik prima yang direkomendasikan


dalam rangka manajemen keamanan informasi. Isinya terdiri dari 12 seksi
berikut: kebijakan keamanan, penilaian dan pengelolaan risiko, organisasi
dan keamanan informasi, manajemen aset, keamanan SDM, keamanan
lingkungan dan fisik, manajemen operasi dan komunikasi, kontrol akses,
pemeliharaan, pengembangan dan akuisisi sistem informasi, manajemen
insiden keamanan sistem informasi, manajemen keberlangsungan kerja, dan
kesesuaian antara aturan, standar da hukum.

2.2.6. Mutu dan Konsep SNI (Standar Nasional Indonesia)


Mengenai aturan mutu di Indonesia dikenal dengan istilah SNI
(Standar Nasional Indonesia), atau yang lebih dikenal dengan ISO 9000
yang kemudian di beri nama SIN 9000. Adapun yang dimaksud dengan
mutu adalah kondisi yang menunjukkan bahwa produk yang dihasilkan
mampu memberi kepuasan yang maksimal kepada para penggunanya.
Pemikiran ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Zay Heizer dan Barry
15

Render yaitu “Quality is the ability of a product or service to meet customer


needs.”

Menurut Buchary Alma, “Untuk pencapaian mutu dalam SNI 9000


ini, ada tiga unsur pokok yang akan melibatkan seluruh bagian dalam
manajemen, yaitu:

1. Kepemimpinan Manajemen dalam hal Mutu Perusahaan.


Komitmen pimpinan perusahaan dalam kebijakan mutu yang konsisten,
tertulis dalam kalimat tidak lebih dari 13 kata, disahkan,
didokumentasikan,dimengerti, dan dipahami oleh seluruh karyawan
perusahaan, dituangkan dalam slogan-slogan, ditempatkan/ditempel di
ruang rapat, kantin, di ruang kerja, dan sebagainya. Kemudian
disediakan dana untuk pelaksanaan dan pengawasan secara rutin.
2. Dukungan terhadap Proses Produksi
Perusahaan harus dapat memeberikan jaminan kepada pelanggan
terhadap mutu produk, waktu dan jumlah yang akan diserahkan serta
pelayanan purna jual. Hal ini harus dijaga secermat mungkin. Lebih
jauh Buchari Alma mengatakan, proses yang menunjang terhadap
produk ini ialah:
a Faktor pembelian baha baku dan bahan penolong.
b Pengawasan/pemeriksaan peralatan produksi.
c Pengawasan terhadap penyimpanan, pembungkusan, pengepakan.
d Pengendalian proses.
3. Dokumentasi, Audit mutu, Tindakan Koreksi dan Pencegahan.
Tujuan dan keuntungan memiliki sertifikat ISO Buchari Alma
mengatakan sebagai berikut:
a. Terdapat jaminan mutu antara produsen dan konsumen. Ada
keseragaman dalam produk sejenis yang diperdagangka di pasar
internasional.
b. Adanya komitmen dan tanggung jawab darri pimpinan dan
karyawan perusahaan untuk menjaga mutu produknya dan selalu
konsisten dalam pelaksanaannya.
16

c. Menjaga kelestarian alam serta sumber daya alam yang sifatnya


sudah sangat langka.
d. Meningkatkan citra perusahaan terhadap pelanggan dan pesaing
dari produk sejenis.
e. Timbul perhatian terhadap sumber daya manusia yag berkualitas
dalam perusahaan, dan mengadakan pelatihan-pelatihan dalaam
meningkatkan mutu produk serta segala aspek penunjangnya.

Pengaruh dari perjagaan mutu oleh sebuah perusahaan akan


mempengaruhi pula perusahaan lainnya, terutama perusahaan pemasok
bahan baku yang dijualnya.

2.2.7. Etika Bisnis Coperate Social Responsibility (CSR) pada Perusahaan


Pertambangan

Kasus PT Freeport Indonesia yang sahamnya dimiliki oleh


multinational corporation telah menimbulka konflik panjang dengan
masyarakat sekitar. Karena masyarakat merasa tidak mendapatkan
keuntunga dari PT Freeport tersebut, bahkan hingga saat ini konflik tersebut
masih terus terjadi. Realita ini semakin terlihat dengan masih bayaknya
masyarakat Papua yang sampai saat ini berada dalam keadaan miskin, dan
penyakit yag disebabkan oleh kelaparan, serta termasuk bahkan masih
memakai koteka. Sementara eksplorasi barang tambag yang dilakuka telah
membuat PT Freeport memperoleh banyak keuntungan. Walau dana CSR
memang disediakan akan tetapi jumlahnya dianggap sedikit dan belum
mencukupi sebagaimana layaknya untuk ukuran perusahaan multinasional
seperti itu.

Menurut catatan statistik tingkat konflik dan protes masyarakat atas


keberadaan perusahaan tambang tersebut terjadi semakin tinggi pada saat
pasca reformasi tahun 1998. Ini bisa dipahami dengan semakin terbukanya
ruag untuk mengemukakan pendapat dan pemikiran secara bebas. Beberapa
data yang tersebar memang menunjukkan perusahaan jenis pertambangan
dianggap sebagai perusahaan yang memperoleh pendapatan tertinggi
dibandingka jenis perushaan kategori lain yang beroperasi di indonesia.
17

Perusahaan pelanggaran etika bisnis yang dilakukan oleh perusahaan


tambang yang tidak mau menerapkan konsep CSR secara baik terasa
semakin komplek ketika pemerntahan belum memiliki kekuatan kuat dalam
mengatasi persoalan ini hingga ke akarnya, walaupun usaha untuk itu terus
dilakukan. Dan salah satu sebabnya disebabkan oleh lemahnya perangkat
hukum yang bisa mengapresiasi semua itu. Dampak lambtnya penyelesaian
kasus pelanggaran etika bisnis dan tidak totalnya penerapan CSR di
multinational coperation (perusahaan multinasional) terjadi salah satunya
perusahaan tersebut kebanyakan berasal dari negara maju yang memiliki
pengaruh politik besar di negara berkembang khususnya indonesia.

Multinational corporation adalah perusahaan yang kantor pusatnya


berada di negara induknya dan kantor cabang (brand office) berada di
berbagai negara di dunia ini. Keberadaan mereka di negara lain termasuk
pabrik dan kantor pemasaran. Contohnya Freeport, Exxon mobil,
Chervon,dan lain-lain.

Kekuatan politik negara maju pada negara berkembang dapat dilihat


pada ketergantungan negara berkembang dalam menjalankan roda
pembagunan ekonomi, dan selama ini negara maju seperti Amerika Serikat
membantu meminjamkan uang (utang) dan juga tenaga ahli kepada negara
berkembang untuk mengelola hasil alamnya, bahkan termasuk komoditi dari
beberapa negara maju yang dipasok secara sistematis.

Harus diakui jika sumber daya manusia (SDM) negara berkembang


masih rendah, dan negara berkembang sering mengandalkan utang dalam
melaksanakan pembangunan terutama kebijakan berutang sangat terlihat
dimasa awal pembangunan atau pasca kemerdekaan. Dan utang tersebut
sampai hari ini masih terus harus kita lunaskan.

Didik J. Rachbini salah seorang pakar ekonomi Indonesia


mengatakan. “.....utag luar negeri Indonesia sudah menjadi beban kronis dari
APBN sehingga anggaran negara tersebut tidak memiliki ruang yang
memadai untuk maneuver. Anggaran pengeluaran habis terkikis oleh
pengeluaran untuk membayar utang luar negeri. Dengan demikian, APBN
18

Indonesia sudah menjadi instrumen yang sulit bergerak, kartu mati, dan
bahka mengganggu ekonomi nasional secara keseluruhan.”

Secara lebih detail Didik J. Rachbini mengatakan, “Setiap penduduk


kini memiliki utang luar negeri tidak kurang dari 750 sampai 800 dollar AS.
Itu juga berarti bahwa setiap keluarga menanggung beban utang sekitar
4000 dollar AS. Sementara itu, pendapatan rata-rata hanya sekitar 600 dollar
AS perkapita atau sekitar 3000 dollar AS perkrluarga”. Artinya tingkat
utang yang dimiliki tidak mampu dilunaskan oleh jumlah pendapatan
penduduk selama satu tahun produktivitas.

Sejarah ini telah membuktikan bahwa kegagalan dalam pengelolaan


portofolio utang dapat menjadi pemicu terjadinya krisis ekonomi yang
mendalam (Edwards 1998, Alesina et al.1990). Oleh karena itu, manajemen
utag luar negeri pemerintah menjadi hal yang sangat krusial agar masalah-
masalah yang terjadi dapat meminimalisir dan pada gilirannya akan
mengoptimalkan peran utag luar negeri sebagai salah satu sumber
pembiayaan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi,

Utang dapat kita ibaratka sebagai obat yag berfungsi untuk


menyembuhkan penyakit. Dan penyakit bagi bayak negara adalah bagaiman
melaksanakan pembangunan. Namun jika hutan dijadikan sebagai andalan
dalam melaksanakan pembagunan secara dominan, maka ini memungkinkan
negara tersebut akan terjebak pada kewajiban harus membayar utang yang
begitu tinggi. Utang yang terlalu tinggi dalam dunia bisnis disebut dengan
extreme leverage.
BAB III
PENUTUP
3.1. Masalah

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)


Banyak pengusaha yang pada saat ini telah melakukan AMDAL ini dalam
melaksanakan kegiatan bisnisnya. Wujud nyata dari amdal ini tercermin dalam
pelaksanaan pengolahan limbah industry sedemikian rupa sehingga limbah
tersebut menjadi tidak mengganggu lingkungan. Proses produksi yang dilakukan
oleh suatu bisnis tidak jarang akan menimbulkan pencemaran lingkungan atau
polusi, baik polusi tanah, air dan udara. Dalam hal ini masih banyak pula
pengusaha yang belum menyadari akan tanggung jawabnya terhadap pengolahan
limbah industry ini. Hal ini pada umumnya disebabkan karena kurangnya
kesadaran pengusaha terhadap pencemaran lingkungannya.

3.2. Solusi
Meningkatkan kesadaran terhadap pencemaran lingkungan yang dilakukan
banyak pengusaha pada kegiatan bisnisnya.
3.3. Kesimpulan
CSR merupakan kewajiban mutlak perusahaan sebagai suatu bentuk
tanggung jawab sosial perusahaan berupa kepedulian dan perhatian pada
komunitas sekitarnya. Pandangan perusahaan terhadap kewajiban tersebut
berbeda-beda. Mulai dari anggapan sekedar basa-basi atau suatu keterpaksaan,
hanya untuk pemenuhan kewajiban, hingga pelaksanaan berdasarkan asas
kesukarelaan. Bentuk-bentuk CSR yang dapat dilakukan oleh perusahaan dapat
diwujudkan dalam berbagai bidang kehidupan yang penerapannya harus
disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat penerima CSR.
CSR memberikan manfaat yang sangat besar dalam menyejarterakan
masyarakat dan melestarikan lingkungan sekitarnya, serta bentuk investasi bagi
perusahaan pelakunya. Investasi bagi perusahaan dapat berupa jaminan
keberlanjutan operasi perusahaan dan pembentukan citra positif perusahaan.
Manfaat ini dapat diperoleh apabila perusahaan menerapkan CSR atas dasar
kesukarelaan, sehingga akan timbul hubungan timbal balik antara pihak

19
20

perusahaan dengan masyarakat sekitar. Masyarakat akan secara sukarela membela


keberlanjutan perusahaan tersebut dan memberikan persepsi yang baik pada
perusahaan. Dengan begitu citra positif perusahaan akan terbentuk dengan
sendirinya.
DAFTAR PUSTAKA
Fahmi Irham. 2015, Etika Binis Teori, Kasus, dan Solusi, Bandung : Alfabeta

Solihin, Ismail. 2009, Corporate Social Responsibility from Charity to


Sustainability, Jakarta : Salemba Empat.

Yusuf Wibisono, 2007, Membedah Konsep & Aplikasi CSR (Corporate Social
Responsibility), PT Gramedia, Jakarta.

Budiarsana Raka. (2015), “Etika Bisnis dan Corporate Social Respomsibility”,


http://rakabudiarsana.blogspot.com/2015/03/etika-bisnis-dan-corporate-
social.html?m=1 diakses pada 2 Oktober 2018 pukul 17.06.

21

Anda mungkin juga menyukai