Anda di halaman 1dari 22

Laporan Pendahuluan pada Gangguan Sistem Respirasi (Ispa)

Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah KMB I

Dosen pembimbing

Ns. Briefman Tampubolon

Disusun oleh:

Nama : Anwar Fauzi Nugraha


Nim : E.0105.18.005

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR CIMAHI

TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Defenisi

ISPA adalah penyakit infeksi yang sangat umum dijumpai pada anak-anak dengan gejala
batuk, pilek, panas atau ketiga gejala tersebut muncul secara bersamaan

ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) yang beradaptasi dari bahas inggris acute
respiratory infection (ARI) mempunai pengertian sebagai berikut

1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam tubuh manusia dan
berkembang biak sehingga menimblkan gejala penyakit
2. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ secara
anatomis mencakup pernfasan bagian atas.
3. Infeksi akut adalah infeksi yang berlansung sampai 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk
menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang digolongkan ISPA.
Proses ini bisa berlangsung dari 14 hari; Infeksi saluran nafas adalah penuruanan
kemampuan pertahanan alami jalan nafas dalam menghadapi organism asing

2. Etiologi

1. Virus Utama :
a. ISPA atas : Rino virus ,Corona Virus,Adeno virus,Entero Virus
b. ISPA bawah : RSV,Parainfluensa,1,2,3 corona virus,adeno virus
2. Bakteri Utama: Streptococus, pneumonia, haemophilus influenza, Staphylococcus aureus.
Pada neonatus dan bayi muda : Chlamidia trachomatis, pada anak usia sekolah :
Mycoplasma pneumonia.

Faktor-faktor resiko yang berperan dalam kejadian ISPA pada anak adalah sebagai berikut :

1. Faktor host (diri)


a. Usia
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia dibawah 3
tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
anak pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA daripada usia yang lebih
lanjut (Koch et al, 2003).

b. Jenis kelamin
Meskipun secara keseluruhan di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia
masalah ini tidak terlalu diperhatikan, namun banyak penelitian yang menunjukkan
adanya perbedaan prevelensi penyakit ISPA terhadap jenis kelamin tertentu. Angka
kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana angka kesakitan
ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di negara Denmark (Koch et al,
2003)
c. Status gizi
Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah lama dikenal,
kedua keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang satu merupakan
predisposisi yang lainnya (Tupasi, 1985). Pada KKP, ketahanan tubuh menurun dan
virulensi pathogen lebih kuat sehingga menyebabkan keseimbangan yang terganggu
dan akan terjadi infeksi, sedangkan salah satu determinan utama dalam
mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status gizi anak.
d. Status imunisasi
Tupasi (1985) mendapatkan bahwa ketidakpatuhan imunisasi berhubungan dengan
peningkatan penderita ISPA walaupun tidak bermakna. Hal ini sesuai dengan
penelitian lain yang mendapatkan bahwa imunisasi yang lengkap dapat memberikan
peranan yang cukup berarti dalam mencegah kejadian ISPA (Koch et al, 2003)
e. Pemberian suplemen vitamin A
Pemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa pertumbuhannya, daya
tahan tubuh dan kesehatan terutama pada penglihatan, reproduksi, sekresi mukus dan
untuk mempertahankan sel epitel yang mengalami diferensiasi.
f. Pemberian air susu ibu (ASI)
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada bulan-bulan pertama
kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan sumber nutrisi bagi bayi tetapi juga
sebagai sumber zat antimikroorganisme yang kuat, karena adanya beberapa faktor
yang bekerja secara sinergis membentuk sistem biologis. ASI dapat memberikan
imunisasi pasif melalui penyampaian antibodi dan sel-sel imunokompeten ke
permukaan saluran pernafasan atas.

2. Faktor lingkungan
a. Rumah
Rumah merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk tempat
berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang diperlukan,
perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani, rohani dan keadaan sosialnya
yang baik untuk keluarga dan individu. Anak-anak yang tinggal di apartemen
memiliki faktor resiko lebih tinggi menderita ISPA daripada anak-anak yang tinggal
di rumah culster di Denmark (Koch et al, 2003).
b. Kepadatan hunian (crowded)
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan
masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Koch et al
(2003) membuktikan bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara
bermakna prevalensi ISPA berat.
c. Status sosioekonomi
Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi yang rendah
mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat. Tetapi status
keseluruhan tidak ada hubungan antara status ekonomi dengan insiden ISPA, akan
tetapi didapatkan korelasi yang bermakna antara kejadian ISPA berat dengan
rendahnya status sosioekonomi
d. Kebiasaan merokok
Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai kemungkinan
terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari keluarga yang tidak
merokok. Selain itu dari penelitian lain didapat bahwa episode ISPA meningkat 2 kali
lipat akibat orang tua merokok (Koch et al, 2003)
e. Polusi udara
Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernafasan lain
adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara
biologis, fisik maupun kimia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh pusat
penelitian kesehatan Universitas Indonesia untuk mengetahui efek pencemaran udara
terhadap gangguan saluran pernafasan pada siswa sekolah dasar (SD) dengan
membandingkan antara mereka yang tinggal di wilayah pencemaran udara tinggi
dengan siswa yang tinggal di wilayah pencemaran udara rendah di Jakarta. Dari hasil
penelitian tidak ditemukan adanya perbedaan kejadian baru atau insiden penyakit atau
gangguan saluran pernafasan pada siswa SD di kedua wilayah pencemaran udara. Hal
ini menunjukkan bahwa tingkat pencemaran menjadi tidak berbeda dengan wilayah
dengan tingkat pencemaran tinggi sehingga tidak ada lagi tempat yang aman untuk
semua orang untuk tidak menderita gangguan saluran pemafasan. Hal ini
menunjukkan bahwa polusi udara sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit
ISPA. Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam
rumah seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA
anak

3. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala yang muncul ialah :

1. Demam, Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu
tubuh bisa mencapai 39,5OC-40,5OC.
2. Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens,
biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri
kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan
brudzinski.
3. Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi
susah minum dan bahkan tidak mau minum.
4. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi tersebut
mengalami sakit.
5. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran pernafasan
akibat infeksi virus.
6. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya
lymphadenitis mesenteric.
7. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih mudah
tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
8. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan, mungkin
tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran pernafasan.
9. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya suara
pernafasan.

4 . Patofisiologi

ISPA
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh.
Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada
permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu
tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak
lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan.

Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering.
Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas
kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi
pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan
tersebut menimbulkan gejala batuk. Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling
menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat
infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme
perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan
bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus
pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak
tersebut (Kending dan Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi
mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas
dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya
fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa
dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan
gizi akut pada bayi dan anak.

Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain
dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke
saluran nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang
saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran
pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga
menyebabkan pneumonia bakteri.

Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis
saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar
terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun
saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas
system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada
saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori
IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas.

Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat tahap,
yaitu:

1) Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum menunjukkan reaksi
apa-apa.
2) Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi
lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang sudah rendah.
3) Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala demam
dan batuk.
4) Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna, sembuh
dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat pneumonia.

5. Komplikasi

Adapun komplikasinya adalah

1. Meningitis
2. Otitis Media Akut
3. Mastoiditis
4. Kematian

6. Penatalaksanaan

Pengobatan meliputi pengobatan penunjang dan antibiotika. Penyebab ISPA atas yang
terbanyak adalah infeksi virus maka pemberian antibiotika pada infeksi ini tidaklah rasional
kecuali pada sinusitis, tonsilitis eksudatif, faringitis eksudatif dan radang telinga tengah.

Pengobatan penderita penyakit ISPA dimaksud untuk mencegah berlanjutnya ISPA


ringan menjadi ISPA sedang dan ISPA sedang menjadi ISPA berat serta mengurangi angka
kematian ISPA berat. Adapun jenis pengobatannya :

a. Pneumonia berat: dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigendan


sebagainya.
b. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak
mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol
keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin,
amoksisilin atau penisilin prokain.
c. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan dirumah,
untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak
mengandung zat yang merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin.
Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala
batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah
(eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang
tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama
10 hari.

Pengobatan penyakit ISPA juga dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu, salah
satunya dengan merawat penderita di rumah sakit. Apabila perawatan untuk semua anak
dengan penarikan dinding dada tidak memungkinkan, dapat dipertimbangkan untuk diberikan
terapi antibiotik dirumah dengan pengawasan yang ketat pada anak yang tidak mengalami
penarikan dinding dada hebat, sianosis, atau tanda penyakit yang sangat berat.

Pengobatan selanjutnya yaitu memberikan oksigen, jika frekuensi pernapasan lebih dari
70, terdapat penarikan dinding dada hebat, atau gelisah. Penggunaan terapi antibiotik juga
merupakan salah satu pengobatan dimana di berikannya bencil penisilin secara intramoskular
setiap 6 jam paling sedikit selama 3 hari.(ampisilin secara intramoskular, walaupun mahal
dapat digantikan bencilpenisilin). Pengobatan antibiotik sebaiknya diteruskan selama 3 hari
setelah keadaan membaik.

7. Pemeriksaan Penunjang

Pengkajian terutama pada jalan nafas:

Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha serta irama dari
pernafasan.

1. Pola, cepat (tachynea) atau normal.


2. Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita amati
melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.
3. Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya bersin.
4. Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernafasan.
5. Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan peningkatan
suhu tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga didapati adanya cyanosis,
nyeri pada rongga dada dan peningkatan produksi dari sputum

Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah :


1. Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+)
sesuai dengan jenis kuman,
2. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan
adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia, dan
3. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan

8. Pengkajian : pemeriksaan fisik system

a. Pengkajian fokus
1.Biodata
Umur, alamat, pekerjaan
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama : demam, batuk, pilek, anoreksia, badan lemah/tidak bergairah
2) Riwayat kesehatan Sekarang
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
c. Pengkajian Fisik
1) Sistem pernafasan
Inspeksi :
 Membran mukosa hidung faring tampak kemerahan
 Tonsil tampak kemerahan dan edema
 Tidak ada jaringan parut pada leher
 Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan
cuping hidung, tachypnea dan hiperventilasi
Palpasi:
 Adanya demam
 Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri
 Tekan pada nodus limfe servikal
 Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
Perkusi:
 Suara paru normal (resonance)
Auskultasi:
 Suara nafas vesikuler/tidk terdengar ronchi pada kedua sisi paru
2) Sistem kardiovaskuler
Hipertermi
3) Sistem penginderaan
Mata : pupil isokhor
Telinga : biasanya keluar cairan dari telinga
Hidung : terjadi gangguan penciuman
4) Sistem perkemihan
Tidak ada kelainan
5) Sistem pencernaan
Nafsu makan menurun, porsi makan tidak habis minum sedikit nyeri telan pada
tenggorokan
6) Sistem integumen
Warna kulit kemerahan
10. Pemeriksaan Diagnostik
a) pemeriksaan darah rutin
b) analisa gas darah (AGD)
c) foto rontgen toraks
d) kultur virus dilakukan untuk menemukan RSV

9. Analisis Data
No Data Etiologi Masalah
1. Gejala dan tanda mayor infeksi virus Bersihan jalan nafas
DS : - tidak efektif
DO :
-Batuk tidak efektif virus mengiritasi jalan
-Tidak mampu batuk napas
-Sputum berlebih
-Mengi, dan atau rhoki
kering
-Mekonium dijalan hiper sekresi lendir +
nafas inflamasi

Gejala dan tanda minor


DS: fungsi silia menurun
- Ortopnea
- Dispnea produksi sekret meningkat
- Sulit bicara
DO: mukus kental
- Gelisah
- Sianosis
batuk tidak efektif
- Bunyi nafas menurun
- Frekuansi nafas
bersihan jalan nafas tidak
berubah
efektif
- Pola nafas berubah

2. Tanda mayor spasme otot polos sekresi Pola nafas tidak


DS: kelenjar bronkus efektif
Dispnea
DO: penyempitan/obtruksi
- Penggunaaan proksimal dan bronkus pd
otot bantu tahap ekspirasi dan
pernapasan inspirasi
- Fase ekspirasi
memanjang mucus berlebih
- Pola nafas batuk
abnormal wheezing
sesak nafas
Tanda minor tekanan partial oksigen
DS: dialveoli menurun
Ortopnea
DO: penyepitan jalan nafas
- Pernapasan
pursed-lip
- Pernapasan peningkatan kerja otot
cuping hidung pernafasan
- Diameter
thoraks anterior pola nafas tidak efektif
posterior
meningkat
- Ventilasi
semenit
menurun
- Kapasitas vital
menurun
- Tekanan
ekspirasi
menurun
- Tekanan
inspirasi
menurun
- Ekskursi dada
berubah
3 Gejala dan tanda mayor Virus /bakteri /patogen Hipertermia
DS : - dalam debu meruak
DO: Suhu tubuh diatas lapisan epitel dan lapisan
nilai normal mukosa saluran
pernafasan
Gejala dan tanda minor
DS: -
Reaksi peradangan
DO:
-Kulit merah
-Kejang Hipotelamus berespon
-Takikardi dengan menaikan set point
-Takipnea
-Kulit terasa hangat
Tumbuh demam
4 Tanda mayor Tidak mampu melakukan Gangguan pola tidur
DS: ekspirasi dan inspirasi
- Mengeluh sulit
tidur Terjadi penumpukan
- Mengeluh sering secret
terjaga
- Mengeluh tidak Sepsis suction
puas tidur
- Mengeluh pola Sesak
tidur berubah
- Mengeluh Gangguan pola tidur
istirahat tidak
cukup
DO: -

Tanda minor
DS: mengeluh
kemampuan beraktivitas N
menurun
DO:-
5 Tanda mayor Proses inflamasi Ketidakseimbangan
DS:- hyperemia,pembengkakan nutrisi kurang dari
DO: , kebutuhan tubuh
- Berat badan gangguan fungsi
menurun
minimal 10% kemampuan tonus otot
dibawah rentang menurun
ideal
gangguan menelan
Tanda minor
DS: nafsu makan menurun
- Cepat kenyang
setelah makan ketidakseimbangan nutrisi
- Kram/nyeri kurang dari kebutuhan
abdomen tubuh
- Tidak nafsu
makan
DO:
- Bising usus
hiperaktif
- Otot mengunyah
lemah
- Otot menelan
lemah
- Membran
mukosa pucat
- sariawan

10 Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d Hipersekresi jalan nafas
2) Pola nafas tidak efektif b.d proses inflamasi pada saluran pernapasan
3) Hipertermia b.d proses penyakit
4) Gangguan pola tidur b.d sesak dan batuk
5) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari keburuhan tubuh b.d nafsu makan
menurun

11 Rencana Asuhan Keperawatan


No Tujuan Intervensi Rasional
DX
1 Setelah dilakukan Observasi Observasi
1. Identifikasi 1. untuk mengetahui
tindakan keperawatan
kemampuan kemampuan batuk klien
selama ...x24jam
batuk
diharapkan masalah 2. Monitor 2. untuk mengetahui
adanya banyaknya sputum
teratasi
retensi
1. menunjukan jalan nafas
sputum
yang paten 3. Monitor 3. untuk mengetahui tanda dan
tanda dan gejala infeksi
2. mampu
gejala infeksi
mengidentifikasikan dan
Terapeutik
mencegah fakktor yang 1. Atur posisi Terapeutik
semi fowler 1. untuk
dapat menghambat jalan
atau fowler mempermudah/mengatur
nafas
Edukasi nafas klien
1. anjurkan Edukasi
nafas dalam 1. untuk mengatur nafas
melalui pasien
hidung dan
keluarkan
dari mulut
Kolaborasi
1. pemberian Kolaborasi
mukolitik 1. untuk membantu
atau ekpektorasi dengan
ekspektoran mengurangi vikositas
sputum
2 Setelah dilakukan tindakan Observasi Observasi
1. Monitor TTV klien 1. Acuhan mengetahui kadar umum
keperawatan selama
...x24jam diharapkan pasien

masalah teratasi
2. Monitor
1) Mendemonstariskan
kemampuan batuk 2. Membantu menge-luarkan sputum
batuk efektif dan su- efektif

ara napas yang ber-


Terapeutik Terapeutik
sih, tidak ada siano-
1. Berikan 1. Membantu memini-malkan
sis dan dispnea manajemen kolaps jalan nafas
nyeri: ajarkan
(mampu mengeluar-
tarik nafas
kan sputum, berna-
dalam
fas dengan mudah,
2. Berikan 2. Mengurangi mual
tidak ada pur-sed
minum hangat
lips)
3. Auskultasi
2) Menunjukkan jalan bunyi napas 3. Ronkhi dan mengi menyertai
obstruksi jalan nafas/kegagalan
napas yang paten
pernafasan
(klien tidak merasa

tercekik, irama na-


Edukatif
fas, frekuensi per-
1. Anjurkan teknik Edukatif
nafasan dalam batas
batuk efektif 1. Mengeluarkan sputum
normal, tidak ada

suara nafas ab-


Kolaborasi Kolaborasi
normal)
1. Kolaborasikan 1. Memaksimalkan
3) Tanda-tanda vital dengan dokter bernafas dan me-
untuk nurunkan kerja nafas,
dalam batas normal
pemberian memberikan kelem-
analgesik baban pada membran
mukosa dan mem-
bantu pengenceran
sekret.
3 Setelah dilakukan tindakan Observasi Observasi

keperawatan selama 1. monitor suhu 1. untuk mengetahui suhu


tubuh tubuh klien
...x24jam diharapkan
2. identifikasi 2. untuk mempermudah
masalah teratasi
penyebab pengambilan tindakan
1. suhu tubuh dalam hipertermia selanjutnya
rentang normal Terapeutik Terapeutik
2. nadi dan respirasi 1. sediakan 1. agar metabolik dalam tubuh
dalam rentang normal lingkungan menurun
3. tidak ada perubahan yang dingin
warna kulit dan tidak 2. longgarkan 2. agar tidak ada penguapan
ada pusing atau lepaskan suhu tubuh
pakaian
Edukasi
1. anjurkan tirah Edukasi
baring 1. agar tidak terjadi edema
Kolaborasi
1. kolaborasi Kolaborasi
pemberian 1. agar tidak terjadi dehidrasi
cairan dan
elektrolit IV
4 Setelah dilakukan tindakan Observasi Observasi

keperawatan selama 1. identifikasi 1. untuk mengetahui pola


aktivitas dan aktivitas tidur
...x24jam diharapkan
tidur 2. untuk mengetahui tindakan
masalah teratasi
2. identifikasi yang akan diambil
1. jumlah jam faktor selanjutnya
tidur dalam pengganggu
batas tidur
normal Terapeutik Terapeutik
2. pola tidur 1. modifikasi 1. agar pasien merasa nyaman
dan lingkungan saat tidur
kualitas 2. batasi waktu 2. untuk menjaga jam tidur
dalam batas tidur jika
normal perlu
3. perasaan Edukasi Edukasi
segar 1. jelaskan 1. agar pasien tidur dengan
sesudah pentingnya cukup
tidur tidur cukup
selama sakit
2. anjurkan
menempati 2. agar pola tidur kembali
kebiasaan normal
waktu tidur
5 Setelah dilakukan tindakan Observasi Observasi

keperawatan selama 1. Identifikasi 1. Makanan kesukaan yang


makanan tersaji dalam keadaan
...x24jam diharapkan
disukai hangat akan meningkatkan
masalah teratasi
keinginan untuk makan.
1. Memperlihatkan
asupan makanan dan 2. Identifikasi 2. Membantu mengkaji
cairan yang adekuat status nutrisi keadaan pasien.
2. Pasien mampu 3. Monitor berat 3. Untuk memantau perubahan
menghabiskan diit satu badan atau penuruan berat badan
porsi
Tidak ada mual Terapeutik

muntah Terapeutik 1. Memberikan informasi dan


1. Fasilitasi mengurangi komplikasi
menentukan
pedoman diet
(mis. Piramida 2. Nutrisi serat tinggi untuk
makanan) melancarkan eliminasi
2. Berikan fekal.
makanan tinggi
serat untuk
mencegah 3. Membantu pasien dalam
konstipasi proses penyembuhan.
3. Berikan
makanan tinggi
kalori dan
tinggi protein
Edukasi Edukasi
1. Ajarkan diet 1. Kepatuhan terhadap diet
yang dapat mencegah komplikasi
diprogramka terjadinya
n hipoglikema/hiperglikema

DAFTAR PUSTAKA

PPNI.2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia(SDKI) Edisi I Cetakan III(Revisi).Jakarta

PPNI.2018.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia(SIKI) Edisi Cetakan II.Jakarta

Anda mungkin juga menyukai