Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA IBU HAMIL DENGAN HIV/AIDS

Disusun Oleh:

1. Sandra F. Adray (20161079)


2. Leonaris N. Bohang (20161083)
3. Treyse T. Talumepa (20161076)
4. Eric E Bee (20161066)

UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE MANADO


FAKULTAS KEPERAWATAN
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehamilan merupakan peristiwa yang terjadi pada wanita namun kehamilan


dapat mempengaruhi kondisi kesehatan ibu dan janin terutama pada kehamilan
trimester pertama, wanita hamil trimester pertama pada umumnya mengalami mual,
muntah, nafsu makan berkurang dan kelebihan. Menurunya kondisi wanita hamil
cenderung memperberat kondisi klinis wanita dengan penyakit infeksi antara lain
infeksi HIV/AIDS.

HIV berarti virus yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia ini
adalah tertrovirus, yang berarti virus yang menggunakan sel tubuhnya sendiri untuk
memproduksi kembali dirinya.

HIV dapat menular melalui kontak darah, namun disini kami akan mencoba
membahas bagaimana HIV AIDS yang dialami ibu hamil dan bagaimana melakukan
sebuah proses keperawatan pada ibu hamil dengan HIV/AIDS.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
HIV (human immunodeficiency virus) adalah virus pada manusia yang
menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang
relative lama dapat menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS sendiri adalah
suatu syndrome penyakit yang muncul secara kompleks dalam waktu relative
lama karena penurunan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi
HIV.
HIV dalah jasad renik yang menyebabkan terjadinya AIDS HIV
melumpuhkan sistem kekebalan tubuh, terutama sel-sel darah putih yang
membantu dalam menghalau penyakit.
B. Etiologi
Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut human
immunodeficiency virus (HIV), HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983
sebagai retnovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di afrika ditemukan
lagi retnovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus
kurang pathogen dibandingkan sengan HIV-1. Maka untuk memudahkan
keduanya disebut HIV.
Transmisi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1. Periode jendela
Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi tidak ada gejala
2. Fase infeksi HIV primer akut
Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness
3. Infeksi asimtomatik
Lamanya 1-15 tahun atau lebih dengan gejala tidak ada
4. Supresi imun simtomatik
Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, BB menurun,
diare, neuropati, lemah, ruam kulit, limadenotopati, perlambatan kognitif,
lesi mulut.
5. AIDS
Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertana kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportinis berat dan tumor pada berbagai
sistem tubuh dan manifestasi neurologist.
C. Manifestasi Klinik HIV/AIDS
HIV memasuki tubuh jika serum HIV menjadi positif dalam 10 minggu suatu
penaparan yang menunjukan gejala awal yang tidak spesifik yaitu
1. Respon tipe influenza
2. Deman
3. Malaise
4. Myalgia
5. Mual
6. Diare
7. Nyeri tenggorokan
8. Ruam dapat menetap 2-3 minggu
9. Berat badan menurun
10. Fatique
11. Anoreksia
12. Mungkin menderita kandidiasis oral

Pada masa perinatal :

1. Keletihan
2. Anoreksia
3. Diare kronik dalam 1 bulan
Ibu hamio dengan HIV positif kebanyakan disebabkan oleh penyaki
oportunistik yang menyertai terutama pneumonitis carinif peneumonia
D. Patofisiologi
HIV masuk kedalam darah dan mendekati sel T- Helper dengan meletakan
dirinya pada protein CD4. Sekali ia berada didalam jumlah virus dalam tubuh
penderita turunan disebut RNA (ribonucleic acid) berubah menjadi viral DNA
(deoxyribonucleic acid ) dengan suatu enzim yang disebut reverse
transciptase. Viral DNA tersebut menjadi bagia dari DNA manusia, yang
mana daripada menghasilkan lebih banyak sel jenisnya, benda tersebut mulai
menghasilkan virus-virus. Enzim lainya , protatease, mengatur viral kimia
untuk membentuk virus-virus yang baru. Virus-virus baru tersebut keluar dari
sel tubuh dan bergerak bebas dalam aliran darah dan berhasil menulari lebih
banyak sel. Ini adalah sebuah proses yang sedikit demi sedikit dimana
akhirnya merusak sistem kekebalan tubuh dan meninggalkan tubuh menjadi
mudah diserang oleh infeksi dan penyaki-penyaki yang lain. Dibutuhkan
waktu untuk menularkan virus tersebut dari orang ke orang.
Respons tubuh secara alamiah terhadap suatu infeksi adalah untuk
melawan sel-sel yang terinfeksi dan menggantikan sel-sel yang telah hilang.
Respons tersebut mendorong virus untuk menghasilkan kembali dirinya.
Jumlah normal dari sel-sel CD4+T pada seseorang yang sehat adalah 800-
1200 sel/ml kubik darah. Ketika seorang mengidap HIV yang sel-sel CD4+T
nya terhitung dibawah 200, dia menjadi semakin mudah diserang oleh infeksi-
infeksi yang timbul ketika sistem kekebalan tubuh tertekan. Pada seorang
dengan sistem kekebalan yang sehat, infeksi tersebut tidak biasanya
mengancam hidup mereka tetapi bagi seorang pengidap HIV hal tersebut
dapat menjadi fatal.
E. Cara penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak

Penularan HIV dari ibu ke anak terjadi karena wanita yang menderita
HIV/AIDS sebagian besar masih berusia subur, sehingga terdapat resiko penularan
infeksi yang terjadi pada saat kehamilan. Selain itu juga karena terinfeksi dari suami
atau pasangan yang sudah terinfeksi HIV/AIDS karena sering berganti-ganti
pasangan dan gaya hidup.

Penularan ini dapat terjadi dalam 3 periode ;

1. Periode kehamilan
Selama kehamilan, kemungkinan bayi tertular HIV sangat kecil. Hal ini
disebabkan karena terdapatnya plasenta yang tidak dapat ditembus oleh
virus itu sendiri. Oksigen, makanan, antibody dan obat-obatan memang dapat
menembus plasenta, tetapi tidak oleh HIV. Plasenta justru melindungi janin
dari infeksi HIV.
Perlindungan menjadi tidak efektif apabilah ibu :
a. Mengalami infeksi viral, bacterial, dan parasite (terutama malaria) pada
plasenta selama kehamilan.
b. Terinfeksi HIV selama kehamilan. Membuat meningkatnya muatan virus
pada saat itu.
c. Mempunyai daya tahan tubuh yang menurun
d. Mengalami malnutrisi selama kehamilan yang secra tidak langsung
berkontribusi untuk terjadinya penularan dari ibu ke anak.
2. Periode persalinan
Pada periode ini, resiko terjadinya penularan HIV lebih besar jika
dibandingkan periode kehamilan. Penularan terjadi melalui transfuse
fetomaternal atau kontak antara kulit atau membrane mukosa bayi dengan
darah atau sekresi maternal saat melahirkan. Semakin lama proses
persalinna, maka semakin besar pula resiko penularan terjadi. Oleh karena
itu, lamanya persalinan dapat dipersingkat dengan section caesaria.
3. Periode post partum
Cara penularan yang dimaksuf disini yaitu penularan melalui ASI.
Berdasarkan data penelitian De COCK (2000) diketahui bahwa ibu yang
menyusui bayinya menpunyai resiko menularkan HIV sebesar 10-15%
dibandingkan ibu yang tidak menyusui bayinya.
F. Periode penularan HIV/AIDS pada ibu hamil
Penyebab penularan AIDS pada ibu dan bayi adalah cairan serviks, vagina,
cairan amnion, jaringan palsenta dan air susu yang berasal dari ibu yang
darahnya terdapat virus HIV. Cara penularannya secara :
1. Transmisi vertical
Melalui inutera, lewat plasenta dimana antigen HIV dapat dideteksi dalam
cairan amnion dan jaringan vetus yang terlihat dari terminasi kehamilan
yang berusia 15 minggu.
2. Transmisi Horisontal
Transmisinya melalu air susu ibu
G. Penatalaksanaan HIV/AIDS pada kehamilan
Penatalaksaan pada masa prenatal. Sebelum konsepsi sebaiknya wanita yang
terinfeksi melakukan konseling terlebih dahulu, dengan dokter spesialis terkait
tentang bagaiman melanjutkan kehamilan dan meminimalkan kemungkinan resiko
yang terjadi juga harus dilakukan mulai dari periode prenatal selama kehamilan
dengan HIV/AIDS.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Anamneses
1. Identitas pasien
 Nama
 Umur
 Jenis kelamin
 Pendidikan
 Pekerjaan
 Status perkawinan
 Agama
 Suku
 Alamat
 Tanggal masuk rumah sakit
 Tanggal pengkajian

Identitas penaggung jawab

 Nama
 Tempat tanggal lahir
 Umur
 Jenis kelamin
 Agama
 Pendidikan
 Pekerjaan
 Suku bangsa
 Status
 Hubungan dengan klien
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan yang sering terjadi pada pasien hamil dengan HIV/AIDS adalah
selain keluhan sehubungan kehamilanya ibu juga mengeluh berbagai
masalah sesuai dengan stadium ;
1) Stadium klinis 1
 Asitomatis
 Limpa denopati persistent generalisata
 Penampilam atau aktivitas fisik skala 1 : asimtomatis,
aktivitas normal
2) Stadium klinis 2
 Penurunan berat badan 10% dari berat badan sebelumnya
 Manifestasi mukokuteneus minor (dermatitis seborhhonic,
prurigo, infeksi jamur pada kuku, ulerasi mukosa oral
berulang
 Herpes zoster, dalam 5 tahun terakhir
 Infeksi berulang pada saluran pernafasan atas misalnya
sinusitis bacterial
3) Stadium klinis 3
 Penurunan berat badan ›10%
 Diare kronis dengan penyebab tidak jelas ›1 bulan
 Demam dengan sebab yang tidak jela ›1 bulan
 Kandiasis oral
 Oral hiary leukoplakia
 TB pulmoner dalam 1 tahun terakhir
 Infeksi bacterial misalnya pneumonia. Piomisitis
4) Stadium klinis 4
 HIV wasting syndrome , sesuai yang ditetapkan CDC
 PCP ( pneumocystis carinii peneumonia )
 Cryptococcosis ekstrapulmoner
 Infeksi virus sitomegali
 Infeksi herper simpleks ›1 bulan
 Berbagai infeksi jamur berat
 Kandiasis esophagus, trachea atau bronchus
b. Riwayat obsetri
1. Riwayat menstruasi
Flour albus : banyak, gatal, berbau, warna hijau, pada ibu dengan HIV
mudah terkena infeksi jamur yang bila mengenai organ genetal bisa
menyebabkan keputihan
2. Riwayat obstreric lalu
Kehamilan yang lalu terinfeksi HIV, ibu dapat bersalin dengan SC
3. Riwayat kehamilan sekarang
Keluhan pada trimester 1, 2 atau 3 pada ibu hamil dengan HIV seperti
keluhan ibu hamil normal terkadang dijumpai keluhan berdasarkan
stadium HIV/AIDS
Trimester 1 : chloasma gravidarum, mual dan muntah akan hilang
pada kehamilan 12-14 minggu, sering klencing, pusing, ngidam
Trimester II : body image dan nafsu makan bertambah
Triemester III : sering kencing, obstipasi, sesak nafas bila tidur
terlentang, sakit punggung, edema, varises.
c. Riwayat perkawinan
Hamil dengan hiv biasanya ibu atau suami, menikah lebih dari satu kali
atau mempunyai banyak pasangan.
d. Riwayat kesehatan ibu
Pada ibu dengan HIV biasanya penyakit yang diderita beragam antara lain
: demam. Farigitis, limfadenopati, artalgia, myalgia, latergi, malaise, nyeri
kepala, mual, muntah, diare, anoreksia, penurunan berat badan, dapat
juga menimbulkan kelainan saraf seperti meningitis.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit HIV dapat diturunkan oleh orang tua ataupun ditularka oleh
suami penderita
3. Pola fungsional kesehatan
a. Aktivitas /istirahat
1) Gejala : mudah lelah, intoleran activity, progresi malaise perubahan pola
tidur
2) Tanda : kelemahan otot, ,menurunya massa otot, respon fisiologi
aktivitas (perubahan TD, frekuensi jantung dan penafasan)
b. Sirkulasi
1) Gejala : penyembuhan yang lambat (anemia), pendarahan lama pada
cedera
2) Tanda : perubahan TD postural, menurunya volume nadi perifer,
pucat/sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.
c. Intergritas dan Ego
1) Gejala : stress berhubungan dengan kehilangan, mengkuatirkan
penanpilan, mengingkari diagnose, putus asa dan sebagainya.
2) Tanda : mengingkari, cemas, depresi,takut, menarik diri, marah
d. Eliminasi
1) Gejala : diare intermitten terus menerus, sering dengan atau tanpa kram
abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi
2) Tanda : feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat
dan sering, nyeri abdominal, lesi atau abces rectal, perianal, perubahan
jumlah, warna dan karakteristik urine.
e. Makanan/cairan
1) Gejala : anoreksia, mual, muntah, disfagia
2) Tanda : turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan gusi
yang buruk, edema.
f. Hygiene
1) Tanda : penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri
g. Neurosensoro
1) Gejala : pusing, sakit kepala, perubahan satus mental, kerusakan status
indra, kelemahan otot, tremor, perubahan penglihatan
2) Tanda : perubahan status mental, paranoid, ansietas, rekles tidak normal,
tremor, kejang, hemiparesis, kejang
h. Nyeri/kenyamanan
1) Gejala : nyeri umum/local rasa terbakar, sakit kepala, nyeri dada
2) Tanda : bengkak sendi, nyeri kelenjer, nyeri tekan, penurunan rean
gerak, pincang
i. Pernafasan
1) Gejala : napas pendek, batuk, sesak pada dada
2) Tanda : takipenia, distress pernapasan, perubahan bunyi napas, adanya
sputum
j. Keamanan
1) Gejala : riwayat jatuh, tranfusi darah, penyakit difeisensi imun, demam
berulang, berkeringat malam
2) Tanda : timbulnya nodul, luka perianal/abces
k. Seksualitas
1) Gejala : riwayat berprilaku seks dengan resiko tinggi
2) Tanda : kehamilan, herpes genetalia
l. Interaksi social
1) Gejala : isolasi, kesepian
2) Tanda : perubahan interaksi
B. Pemeriksaan Fisik
1. Breating
Kaji pernafasan ibu hamil, apabilah ibu lelah terinfeksi sistem pernafasa maka akan
mengalami gangguan pernafasan, misalnya RR meningkat.

2. Blood
Pemeriksaan darah meliputi pemeriksaan virus HIV/AIDS. Penurunan sel T limfosit
: jumlah sel T4 helper. Jumlah T8 dengan perbandingan 2 :1 dengan sel T4,
peningkatan nilai kuantitatif P24 ( protein pembungkus HIV), Peningkatan kadar
igM, igG, reaksi ratai polymerase untuk medekteksi DNA virus dalam jumlah sedikit
pada infeksi sel perifer
3. Brain
Tingkat kesadaran bumil dengan HIV/AIDS terkadang mengalami penurunan
karena proses penyakit. Hal itu dapat disebabkan oleh gangguan imunitas pada ibu
hamil.
4. Bowel
Keadaan sistem pencernaan pada ibu hamil akan mengalami gangguan,
kebanyakan gangguan tersebut adalah diare yang lama. Hal itu disebabkan oleh
penurunan sistem imun yang berada ditubuh sehingga bakteri yang ada di saluran
pencernaan akan mengalami gangguan. Hal itu dapat menyebabkan infeksi saluran
pencernaan,
5. Bladder
Kaji tingkat urune pasien apakah ada kondisi patologis seperti perubahan warna
urine, jumlah dan bau. Hali itu dapat mengidentifikasikan bahwa ada ganggua
pada sistem perkemian, biasanya saat imunitas menurun resiko infeksi pada uterta
klien.
6. Bone
Kaji respon klien apakah mengalami kesulitan bergerak, reflek pergerakan pada
ibu hamil kebutuhan akan kalsium meningkat. Periksa apabilah ada resiko
osteoporosis. Hal itu dapat memperburuk dengan ibu hamil HIV/AIDS.
C. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan HIV
D. Diagnosa Keperawatan
1. Deficit nutrisi
2. Hipovelemia
3. Resiko infeksi
4. Intoleransi aktivitas
5. Gangguan intergritas kulit/jaringan
6. Hipertermia
7. Isolasi social
8. Ketidakmampuan koping keluarga
9. Penurunan koping keluarga

C. Intervensi dan luaran keperawatan

No. Dx Keperawatan Tujuan/luaran Intervensi

1. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan 1. Manajemen nutrisi


intervensi selama …
Definisi : (waktunya, contoh Definisi :
Asupan tidak 1x24 jam atau 8 jam), Mengidentifikasi dan mengelola
cukup untuk maka status nutrisi asupan nutrisi yang seimbang
memenuhi membaik, denagn
kebutuhan kriteria hasil : Tindakan
metabolisme. - Porsi makanan Observasi
yang di - Identifikasi status nutrisi
habiskan - Identifikasi alergi dan
meningkat intoleransi makanan
- Nyeri abdomen - Identifikasi makanan yang
menurun disukai
- Diare menurun - Identifikasi kebuuhan kalori
- Berat badan dan jenis nutrient
membaik - Identifikasi perlunya
- Nafsu makan penggunaan selang
membaik nasogastric
- Monitor pemeriksaan
laboratorium

Terapeutik
- Lakukan oral hygiene sebelum
makan, jika perlu
- Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis. Piramida
makanan)
- Sajikan makana secara
menarik dan suhu yang sesuai
- Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
- Berikan suplemen makanan,
jika perlu
- Hentikan pemberian makanan
melalui selang nasogastric jika
asupan oral bisa di toleransi

Edukasi
- Ajarka posisi duduk, jika
mampu
- Ajarkan diet yang di
programkan

Kolaborasi
- Kolborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang di
butuhkan, jika perlu

2. Promosi berat badan

Definisi
Memfasilitasi peningkatan berat badan

Tindakan
Observasi
- Identifikasi kemungkinan
penyebab BB kurang
- Monitor adanya mual dan
muntah
- Monitor jumlah kalori yang di
konsumsi sehari-hari
- Monitor berat badan
- Monitor albumin, limfosit, dan
elektrolit serum
Terapeutik
- Berikan perawatan mulut
sebelum pemberian makan,
jika perlu
- Hidangkan makana secara
menarik
- Berikan suplemen, jika perlu
- Berikan pujian pada
pasien/keluarga untuk
peningkatan yang di capai

Edukasi
- Jelaskan jenis makana yang
bergizi tinggi namun tetap
terjangkau
- Jelaskan peningkatan asupan
kalori yang di butuhkan.
2. Hipovolemia Setelah di lakukan 1. Manajemen hipovolemia
intervensi selama 8
Definisi : jam, maka status Definisi
Penurunan volume cairan membaik, Mengidentifikasi dan mengelola
cairan dengan kriteria hasil : penuruna volume cairan intravaskuler
intravaskuler, - Membran
interstisiel, mukosa Tindakan
dan/atau membaik Observasi
intraselular - Berat badan - Periksa tanda dan gejala
membaik hipovolemia ( mis. Frek nadi
- Intake cairan meningkat , nadi teraba lemah,
membaik tekanan darah menurun,
- Suhu tubuh meningkat, haus, lemah)
meningkat
Terapeutik
- Hitung kebutuhan cairan
- Berikan posisi modified
trendelenburg
- Berikan asupan cairan oral

Edukasi
- Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
- Anjurkan menghindri
perubahan posisi mendadak

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan
IV isotonis (mis. NaCl, RL)
- Kolaborasi pemberian cairan
IV hipotonis (mis. Glukosa
2,5%, NaCL 0,4%)
- Kolaborasi pemberian cairan
koloid (mis. Albumin,
plasmanate)
- Kolaborasi pemberian produk
darah

2. Manajemen syok hipovolemik

Definisi
Mengidentifikasi dan mengelola
ketidakmampuan tubuh menyediakan
oksigen dan nutrient untuk mencukupi
kebutuhan jaringan akibat kehilangan
cairan/darah berlebih

Tindakan
Observasi
- Monitor status kardiopulmonal
(frek dan kekuatan nadi, frek
napas, TD, MAP)
- Monitor status oksigenasi
(oksimetri nadi, AGD)
- Monitor status cairan
( maksukan dan haluaran,
turgor kulit, CRT)
- Periksa tingkat kesadaran dan
respon pupil
- Periksa seluruh permukaan
tubuh terhadapa adanya
DOTS (deformity/deformitas,
open wound/luka terbuka,
tenderness/nyeri tekan,
swelling/bengkak)

Terapeutik
- Pertahankan jalan napas paten
- Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen >94%
- Persiapkan intubasi dan
ventilasi mekanis, jika perlu
- Lakukan penekanan langsung
pada perdarahan eksternal
- Berikan posisi syok (modified
trendelenberg)
- Pasang jalur IV berukuran
besar
- Pasang katetr urine untuk
menilai produksi urine
- Pasanag selang nasogastric
untuk dekompresi lambung
- Ambil sampel darah untuk
pemeriksaan darh lengkap dan
elektrolit

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian infus
cairan kristaloid 1-2 L pada
dewasa
- Kolaborasi pemberian infus
kristaloid 20ml/kgBB pada
anak
- Kolaborasi pemberian transfusi
darah, jika perlu

3. Intoleransi aktivitas Setelah di lakukan 1. Majamen energi


intervensi selama 8
Definisi : jam, maka toleransi Definisi
Ketidakcukupan aktivitas meningkat, Mengidentifikasi dan mengelolah
energy untuk dengan kriteria hasil : penggunaan energy untuk mengatasi
melakukan aktivias - Kemudahan atau mencegah kelelahan dan
sehari-hari. melkaukan mengoptimalkan proses pemulihan
aktivitas sehari-
Tindakan
hari meningkat Observasi
- Keluhan lelah - Identifikasi gangguan fungsi
menurun tubuh yang mengakibatkan
- Frekuensi kelelahan
napas membaik - Monitor kelelahan fisik dan
emosional
- Monitor pola dan jam tidur
- Monitor lokasi dan
ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas

Terapeutik
- Sediakan lingkungan nyaman
dan rendah stimulus ( mis.
Cahaya, suara, kunjungan )
- Lakukan latihan rentang gerak
pasif dan/atau aktif
- Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
- Fasilitasi duduk disisi tempat
tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan

Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
- Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
- Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan

Kolaborasi
- kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan

2. Terapi aktivitas

Definisi
Menggunakan aktivitas fisik, kognitif,
social, dan spriritual tertentu untuk
memulihkan frekuensi, atau durasi
aktivitas individu atau kelompok

Tindakan
Observasi
- Indetifikasi deficit tingkat
aktivitas
- Identifikasi kemampuan
berpasrtisipasi dalam aktivatas
tertentu
- Identifikasi sumber daya untuk
aktivitas yang di inginkan
- Identifikasi strategi
meningkatkan partisipasi
dalam aktivitas
- Identifikasi makna aktivitas
rutin (mis. Bekerja) dan waktu
luang
- Monitor respon emosional,
fisik, social, dan spiritual
terhadap aktivitas

Terapeutik
- Fasilitas focus pada
kemampuan, bukan deficit
yang di alami
- Sepakati komitmen untuk
meningkatakan frekuensi dan
rentang aktivitas
- Fasilitasi memilih aktivitas dan
tetapkan tujuan aktivitas yang
konsisten sesuai kemampuan
fisik, psikologis dan social
- Koodinasikan pemilihan
aktivitas sesuai usia
- Fasilitasi makna aktivitas yang
di pilih
- Fasilitasi transportasi untuk
menghadiri aktivitas jika sesuai
- Fasilitasi pasien dan keluarga
dalam menyesuaikan
lingkungan untuk
mengakomodasikan aktivitas
yang di pilih
- Fsilitasi aktivitas fisik rutin
(mis. Ambulasi, mobilisasi, dan
perawatan diri), sesuai
kebutuhan
- Fasilitasi aktivitas pengganti
saat mengalamai keterbatasan
waktu, energy, atau gerak
- Fasilitasi aktivitas motoric
kasar untuk pasien hiperaktiv
- Fasilitasi tingkat aktivitas fisik
untuk memelihara berat badan,
jika sesuai
- Fasilitasi aktivatas motoric
untuk merelaksasi otot
- Fasiltasi aktivitas dengan
komponen memori implisit dan
emosioal (mis. Kegiatan
keagamaan kusus) untuk
pasien demensia, jika sesuai
- Libatkan dalam permainan
kelompok yang tidak
kompetetif, terstruksur dan
aktif
- Tingkatkan keterlibatan dalam
aktivitas rekreasi dan
diversifikasi untuk menurunkan
kecemasan (mis. Vikal grup,
bola voli, tenis meja, joging,
berenang, uas sederhana,
permainan sederhana, tugas
rutin, tugas rumah tangga,
perawatan diri, dan teka teki,
dan kartu)
- Libatkan keluarga dalam
aktivitas, jika perlu
- Fasilitasi mengembangkan
motivasi dan penguatan diri
- Fasilitasi pasien dan keluarga
memantau kemajuan sendiri
untuk mencapai tujuan
- Jadwalkan aktivitas dalam
rutinitas sehari-hari
- Berikan penguartan positif atas
partisipasi dalam aktivitas

Edukasi
- Jelaskan metode aktivitas fisik
sehari-hari, jika perlu
- Ajarkan cara melakukan
aktivitas fisik, social, spiritual
dan kognitif dalam menjaga
fungsi dan kesehatan
- Anjurkan terlibat aktivitas
kelompok atau terapi, jika perlu
- Anjurkan keluarga untuk
memberi penguatan positif
atas partisipasi dalam aktivitas
kolaborasi
- Kolaborasi dengan terapis
okupasi dalam merencanakan
dan memonitor program
aktivitas, jika sesuai
- Rujuk pada pusat atau
program aktivitas komunitas,
jika perlu

4. Resiko infeksi Setelah dilakukan 1. manajemen imunisasi/vaksinasi


intervensi selama 8
Definisi : jam, maka tingkat Definisi :
Berisiko infeksi menurun, Mengidentifikasi dan mengelola
mengalami dengan kriteria hasil : pemberian kekebatalan tubuh secara
peningkatan - Demam aktif dan pasif.
terserang menurun
organisme - Nyeri menurun Tindakan
patogenik. - Periode Observasi
malaise - Identifikasi riwayat kesehatan
menurun dan riwayat alergi
- Kadar sel darah - Identifikasi kotraindikasi
putih membaik pemeberian imunisasi (mis.
Reaksi anafilaksis terhadap
vaksin sebelumnya dan atau
sakit parah dengan atau tanpa
demam)
- Identifikasi status imunisasi
setiap kunjungan ke pelayanan
kesehatan

Terapeutik
- Berikan suntikan pada bayi di
bagian paha anterolateral
- Dokumentasikan informasi
vaksinasi
- Jadwalakan imunisasi pada
interval waktu yang tepat

Edukasi
- Jelaskan tujuan, manfaat,
reaksi yang terjadi, jadwal, dan
efek samping

2. Pencegahan infeksi

Definisi
Mengidentifikasi dan menurunkan
risiko terserang organisme patogenik

Tindakan
Observasi
- Monitor tanda dan gejala
infeksi local dan sitemik

Terapeutik
- Batasi jumlah pengunjung
- Berikan perawatan kulit pada
area edema
- Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien
- Pertahankan teknik aseptic
pada pasien berisiko tinggi

Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
- Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
- Ajarkan etika batuk
- Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka operasi
- Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan
asupan cairan

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu

5. Hipertermia Setelah di lakukan 1. Manajemen hipertermia


intervensi selama 8
Definisi : jam, maka Definisi :
Suhu tubuh termoregulasi Mengidentifikasi dan mengelola
meningkat di atas membaik, denangan pemningkatan suhu tubuh akibat
rentang normal kriteria hasil : disfungsi termoregulasi
tubuh - Suhu tubuh
membaik Tindakan
Observasi
- Identifikasi penyebab
hipertermia
(mis. Dehidrasi, terpapar
lingkungan panas,
penggunaan incubator)
- Monitor suhu tubuh
- Monitor kadar elektrolit
- Monitor haluaran urine
- Monitor komplikasi hipertermia

Terapeutik
- Sediakan lingkungan yang
dingin
- Longgarkan atau lepaskan
pakaian
- Basahi dan kipasi permukaan
tubuh
- Berikan cairan oral
- Ganti linen setia[ hari tau lebih
sering jika mengalami
hyperhidrosis (keringat
berlebihan)
- Lakukan pendinginan eksternal
(mis. Selimut hipertermia atau
kompres dingin pada dahi,
leher, dada, abdomen, axila)
- Hindari pemberian antipiretik
atau aspirin
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan tirah baring

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit intravena, jika
perlu

2. Regulasi temperature

Definisi :
Mempertahankan suhu tubuh dalam
rentang normal

Tindakan
Observasi
- Monitor suhu bayi sampai
stabil (35,5 – 37,5 C)
- Monitor suhu tubuh anak tiap 2
jam, jika perlu
- Monitor tekana darah, frek
pernapasan dan nadi
- Monitor warna dan suhu kulit
- Monitor dan catat tanda dan
gejala hipotermia atau
hipertermia

Terapeutik
- Pasaang alat pementauan
suhu kuntinue, jika perlu
- Tingkatkan asupan cairan dan
nutrisi yang adekuat
- Bedong bayi segera setelah
lahir untuk mencegah
kehilangan panas
- Masukan bayi BBLR ke dalam
plastic segera setelah
- Gunakan topi bayi untuk
mencegah kehilangan panas
pada bayi baru lahir
- Tempatkan bayi baru lahir di
bawah radiant warmer
- Pertahankan kelembaban
incubator 50% atau lebih untuk
mengurangi kehilangan panas
karena proses evaporasi
- Hangatkan terlebih dahulu
bahan-bahan yang akan
kontak dengan baik (mis.
Selimut, kain bendongan,
stetoskop)
- Hindari meletakkan bayi di
dekat jendela terbuka atau di
area aliran pendingin ruangan
atau kipas angin
- Sesuaikan suhu lingkungan
dengan kebutuhan pasien

Edukasi
- Jelaskan cara pencegahan
heat exhaustion dan heat
stroke
- Jelaskan cara pencegahan
hipotermi karena terpapar
udara dingin
- Demonstrasikan teknik
perawatan metode kanguru
(PMK) untuk bayi BBLR

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
antipiretik, jika perlu
6. Isolasi social Setelah di lakukan 1. Promosi social
intervensi selama 8
Definisi : jam, maka keterlibatan Tindakan
Ketidakmampuan social meningkat, Observasi
untuk membina dengankriteria hasil : - Identifikasi kemampuan
hubungan yang - Minat interaksi melakukan interaksi dengan
erat, hangat, meningkat orang lain
terbuk, dan - Minat terhadap - Identifikasi hambatan
interdependen aktivitas melakukan interaksi dengan
dengan orang lain meningkat orang lain
- Verbalisasi
isolasi menurun Terapeutik
- Perilaku - Motivasi meningkatkan
menarik diri keterlibatan dalam suatu
menurun hubungan
- Verbalisasi - Motivasi kesabaran dalam
perasaan mengembangkan suatu
berbeda hubungan
dengan orang - Motivasi berpartisipasi dalam
lain menurun aktivitas baru dan kegiatan
- Afek kelompok
murung/sedih - Motivasi berinteraksi di luar
menurun lingkungan (mis. Jalan-jalan ke
toko buku)
- Dikusikan kekuatan dan
keterbatasan dalam
berkomunikasi dengan orang
lain
- Diskusikan perencanaan
kegiatan di masa depan
- Berikan umpan balik positif
dalam perawatan diri
- Berikan umpan balik positif
pada setiap peningkatan
kemapuan

Edukasi
- Anjurkan berinteraksi dengan
orang lain secara bertahap
- Anjurkan ikut serta kegiatan
social dan kemasyarakatan
- Anjurkan berbagi pengalaman
dengan ornag lain
- Anjurkan meningkatkan
kejujuran diri dan menghormati
hak orang lain
- Anjurkan penggunaan alat
bantu (mis. Kacamata dan alat
bantu dengar)
- Anjurkan membuat
perencanaan kelompok kecil
untuk kegiatan khusus
- Latih bermain peran untuk
meiningkatkan ketrampilan
komunikasi
- Latih mengekspresikan marah
dengan tepat

2. Terapi aktivitas

Tindakan
Observasi
- Identifikasi deficit tingkat
aktivitas
- Identifikasi kemampuan
berpartisipasi dalam aktivitas
tertentu
- Identifikasi sumber daya untuk
aktivitas yang di inginkan
- Identifikasi strategi
meningkatkan partisipasi
dalam aktivitas
- Identifikasi makna aktivitas
rutin (mis. Bekerja) dan waktu
luang
- Monitor respons emosional,
fisik, social dan spiritual
terhadap aktivitas

Terapeutik
- Fasilitasi focus pada
kemampuan, bukan deficit
yang di alami
- Sepakati komitmen untuk
meningkatkan frekuensi dan
rentang aktivitas
- Fasilitasi memilih aktivitas dan
tetapkan tujuan aktivitas yang
konsisten sesuai kemampuan
fisik, psikologis dan social
- Koordinasikan pemilihan
aktivitas sesuai usia
- Fasilitasi makna aktivitas yang
di pilih
- Fasilitasi transportasi untuk
menghadiri aktivitas, jika
sesuai
- Fasilitasi pasien dan keluarga
dalam menyesuikan
lingkungan untuk
mengakomodasi aktivitas yang
di pilih
- Fasilitasi aktivitas fisik (mis.
Ambulasi, mobilisasi, dan
perawatan diri), sesuai
kebutuhan
- Fasilitasi aktivitas pengganti
saat mengalami keterbatasan
waktu, energy atau gerak
- Fasilitasi aktivitas motoric
kasar untuk pasien hiperaktif
- Tingkatkan aktivitas fisik untuk
memelihara berat badan, jika
sesuai
- Fasilitasi aktivitas motoric
untuk merelaksasi otot
- Fasilitasi aktivitas dengan
komponen memori implisit dan
emosional (mis. Kegiatan
keagamaan khusus) untuk
pasien demensia, jika sesuai
- Libatkan dalam permainan
kelompok yang tidak
kompetitif, terstruktur dan aktif
- Tingkatkan keterlibatan dalam
aktivitas rekreasi dan
disersifikasi untuk menurunkan
kecemasan (mis. Vocal grup,
bola voli, tenis meja., jogging,
berenang, tugas sederhana,
permainan sederhana tugas
rutin, tugas rumah tangga,
perawatan diri, dan teka teki
dan kartu)
- Libatkan keluarga dalam
aktivitas, jika perlu
- Fasilitasi pengembangan
motivasi dan penguatan diri
- Fsilitasi pasien dan keluarga
memantau kemajuannya
sendiri untuk mencapai tujuan
- Jadwalkan aktivitas dalam
rutinitas sehari-hari
- Berikan penguatan positif atas
partisipasi dalam aktivitas

Edukasi
- Jelaskan metode aktivitas fisik
sehari-hari, jika perlu
- Ajarkan cara melakukan
aktivitas yang di pilih
- Anjurkan melakukan aktivitas
fisik, social, spiritual, dan
kognitif dalam menjaga fungsi
dan kesehatan
- Anjurkan terlibat dalam
aktivitas kelompok atau terapi,
jika sesuai
- Anjurkan keluarga untuk
memberi penguatan positif
atas partisipasi dalam aktivitas

Kolaborasi
- Kolaborasi dengan terapis
okupasi dalam merencanakan
dan memonitor program
aktivitas, jika perlu
- Rujuk pada pusat atau
program aktivitas komunitas,
jika perlu
REFERENSI

https://id.csribd.com/askep-hiv-aids-pada-ibu-hamil/17 april 2018

Anda mungkin juga menyukai