Anda di halaman 1dari 13

LK 1: Lembar Kerja Belajar Mandiri

Judul Modul Modul 5 BILANGAN

Judul Kegiatan 1. KB 1. Keterbagian, Faktor Bilangan, Bilangan Prima,Kelipatan


Belajar (KB) Bilangan
2. KB 2. Kongruensi Modulo dan Residu
3. KB 3. Notasi Sigma, Barisan dan deret
4. KB 4. Induksi Matematika
No Butir Respon/Jawaban
Refleksi

1 Daftar peta KB 1 Keterbagian, Faktor Bilangan, Bilangan Prima,Kelipatan


konsep Bilangan
(istilah dan
definisi) di 1. Keterbagian
modul ini
-Definisi 1.1 :Bilangan bulat membagi habis bilangan bulat (ditulis
| ) apabila terdapat bilangan bulat k sehingga = . Jika tidak
membagi habis maka dituliskan ∤ .

- Teorema Keterbagian

a. Teorema 1.1 : Jika | dan | maka | .

b. Teorema 1.2 : Jika | dan |( + ) maka |

c. Teorema 1.3 : Jika | , maka | untuk semua ∈ Ζ

d. Teorema 1.4 : Jika | dan | , maka | +

2. Faktor Pesekutuan Terbesar

- Definisi 1.2 : Suatu bilangan bulat disebut faktor persekutuan


dari dan apabila | dan | .

- Definisi 1.3 : Bilangan bulat positif d disebut FPB dari dan jika
dan hanya jika:

(i). | dan |

(ii). jika | dan | maka ≤ .

Teorema 1.5 : Jika ( , ) = maka ( : , : ) = 1

-Definisi 1.4 : Bilangan bulat dan disebut relatif prima (saling


prima) jika ( , ) = 1

Teorema 1.6 : Algoritma Pembagian Bilangan Bulat

Untuk setiap bilangan bulat positif dan terdapat dengan tunggal


bilangan bulat

dan sedemikian sehingga = + dengan 0 ≤ <

Teorema 1.7 : Jika = + , maka ( , ) = ( , )

Teorema 1.8 : Misalkan dan bilangan-bilangan bulat positif.


Menggunakan algoritma pembagian diperoleh persamaan-persamaan
berikut:

= + , dengan 0 ≤ <

= 1 + 1, dengan 0 ≤ 1 <

= 1 2 + 2, dengan 0 ≤ 2 < 1

−2 = −1 + , dengan 0 ≤ < −1

−1 = + 1. Diperoleh

( , ) = Teorema 1. 9 :

Untuk setiap bilangan bulat tak nol dan terdapat bilangan


bulat dan
sedemikian sehingga ( , ) = +

Akibat teorema 1.9 :

Jika dan relatif prima maka ada bilangan bulat dan sehingga
+ =1.

Teorema 1.10 :
Jika | dan ( , ) = 1, maka |

Teorema 1. 11 :
Jika | dan | dengan ( , ) = maka |

3. Bilangan Prima

Teorema 1.12 : Jika sisa pembagian oleh relatif prima dengan


maka relatif prima dengan

Definisi 1.5 : Bilangan bulat > 1 disebut bilangan prima jika


mempunyai faktor positif hanya 1 dan . Bilangan bulat positif yang
lebih besar dari 1 dan bukan bilangan prima disebut bilangan komposit
(bilangan tersusun).
Teorema 1.13 : Setiap bilangan positif yang lebih besar dari 1 dapat
dibagi oleh suatu bilanganprima.
Teorema 1.14 : Setiap bilangan bulat > 1 merupakan bilangan prima
atau dapat dinyatakan sebagai perkalian bilangan-bilangan prima
tertentu.
Teorema 1.15 : Jika suatu bilangan komposit maka memiliki
faktor dengan 1 < ≤ √

4. Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK)


Definisi 1. 6 : Bilangan-bilangan bulat 1, 2,…, dengan
≠0 untuk = 1, 2, … , mempunyai kelipatan persekutuan jika
| untuk setiap
Definisi 1. 7 : Jika 1, 2 , … , bilangan-bilangan bulat dengan ≠ 0
untuk = 1, 2, … , ,maka kelipatan persekutuan terkecil (KPK) dari
bilangan-bilangan tersebut adalah bilangan bulat positif terkecil di
antara kelipatan-kelipatan persekutuan dari 1, 2, … ,
Teorema 1.16 : Jika suatu kelipatan persekutuan dari 1, 2,
… , maka [ 1, 2, … , ]| .
Teorema 1.17 : Jika > 0 maka [ , ] = × [ , ].

Teorema 1.18 : Jika dan bilangan-bilangan bulat positif, maka


[,]×(,)=

KB 2 Kongruensi Modulo dan Residu

Kongruensi Modulo

Definisi 2.1 :

- Jika suatu bilangan bulat positif membagi − maka


dikatakan kongruen terhadap modulo dan ditulis ≡
( ).

- Jika tidak membagi − maka dikatakan tidak kongruen


terhadap modulo dan ditulis ≢ ( ).

- Jika > 0 dan |( − ) maka ada suatu bilangan bulat sehingga


− = . Dengan demikian ≡ ( ) dapat dinyatakan sebagai
− = , ataubeda diantara dan merupakan kelipatan . Atau =
+ , yaitu sama dengan ditambah kelipatan m.

Teorema 2.2:

Untuk bilangan bulat sebarang dan , ≡ ( ) jika dan


hanya jika dan memiliki sisa yang sama jika dibagi . Untuk
bilangan bulat positif dan , , dan bilangan bulat, berlaku:

Sifat Refleksif : ≡ ( )

Sifat Simetris : ≡ ( ) jika dan hanya jika ≡ ( )

Sifat Transitif : Jika ≡ ( ) dan ≡ ( ) maka ≡


()
Teorema 2.3

Jika , , , dan adalah bilangan-bilangan bulat dan > 0


sedemikian hingga

≡ ( ), maka:

(1) + ≡ + ( )

(2) – ≡ – ( )

(3) ≡ ( )

Teorema 2.4

Jika ≡ ( ) dan ≡ ( ) maka :

(1) + ≡ + ( )

(2) − ≡ − ( )

(3) ≡ ( )

Teorema 2.5

Jika ≡ ( ) dan ≡ ( ) maka + ≡ +


()

Teorema 2.6

Jika ≡ ( ) maka ≡ ( ).

Teorema 2.7

Jika ≡ ( ) maka ≡ ( ) untuk bilangan bulat


positif.

Teorema 2.8

Misalkan suatu polinom dengan koefisien bilangan bulat, yaitu

( ) = 0 + 1 −1 + 2 −2 + ⋯ + −1 +

Dengan 0, 1, … , masing-masing bilangan bulat. Jika ≡


( ) maka ( ) ≡ ( )( ).

Teorema 2.9

Jika suatu solusi ( ) ≡ 0( ) dan ≡ ( ) maka


juga solusi ( ) itu.
Teorema 2.10

Jika | dan ≡ ( ) maka ≡ ( )

Teorema 2.11

Misalkan ( , ) =

= ( ) jika dan hanya jika ≡ y ( m o d m / d )

Teorema 2.12

Misalkan ( , ) = 1

≡ ( ) jika dan hanya jika ≡ ( )

Teorema 2.13

Jika ≡ ( ) dengan ∤ dan bilangan basit, maka ≡


()

Teorema 2.14

Diketahui bilangan-bilangan bulat , , , , dan > 0

(1) ≡ ( ) jika dan hanya jika ≡ ( m/(a,m))

(2) ≡ ( 1) dan ≡ ( 2) jika dan hanya jika


≡ ( [ 1, 2])

Sistem Residu

Definisi 2.2 : Suatu himpunan { , , … , } disebut suatu sistem


residu lengkap modulo . Jika dan hanya jika untuk setiap y dengan 0
≤ < , ada satu dan hanya satu dengan 1 ≤ < , sedemikian
hingga ≡ ( ) atau ≡ ( ).

Definisi 2.3 : Suatu himpunan bilangan bulat { 1, 2, … , } disebut


suatu sistem residu tereduksi modulo jika dan hanya jika:

(a) ( , ) = 1, 1 ≤ <

(b) ≡ ( ) untuk setiap ≠

(c) Jika ( , ) = 1, maka ≡ ( ) untuk suatu = 1, 2, … ,

Definisi 2.4 :

Ditentukan adalah suatu bilangan bulat positif.


Banyaknya residu di dalam suatu sistem residu tereduksi modulo
disebut fungsi -Euler dari , dan dinyatakan dengan ( ).

Teorema 2.15 : Ditentukan ( , ) = 1

Jika { 1, 2, … , } adalah suatu sistem residu modulo yang lengkap


atau tereduksi, maka { 1, 2, … , } juga merupakan suatu sistem
residu modulo yang lengkap atau tereduksi.

Teorema 2.16 : Jika , ∈ Ζ dan > 0 sehingga ( , ) = 1, maka


()
≡1( )

Teorema 2.17: Jika adalah suatu bilangan prima dan tidak


−1
membagi , maka ≡ 1( )

Teorema 2.18: Jika ( , ) = 1, maka hubungan ≡ ( )


( )−1
mempunyaiselesaian = . +

Teorema 2.19: Jika adalah suatu bilangan prima, maka ( – 1)!


≡−1( )

Teorema 2.20: Jika adalah suatu bilangan bulat positif sehingga


( – 1)! ≡– 1( ), maka adalah suatu bilangan prima.
KB 3 Notasi Sigma, Barisan dan deret
1. Notasi Sigma
Notasi Sigma merupakan bentuk singkat penulisan penjumlahan
yang panjang.
Secara Umum, Notasi sigma didefinisikan sebagai berikut:
n

ak  a  a  a  ...  a
k 1
1 2 3 n

Sifat-SifatNotasi Sigma sebagai berikut:


n

a. 1  n
k 1

b b

b.  c f (k) = c  f (k )
k a k a

b b b

c.   f k   gk  =  f (k ) +  g(k)
k a k a k a

m1 n n

d.  f (k)   f (k)   f (k)


k 1 k m k 1

n n p

e.  f (k)   f (k  p)
k m k m p
2. Barisan dan Deret
a. Barisan dan Deret Aritmatika
1) Barisan Aritmatika
Barisan aritmatika adalah barisan bilangan yang
mempunyai beda atau selisih yang tetap antara dua suku
barisan yang berurutan.
2) Rumus Suku Ke-n Barisan Aritmatika
Pada barisan aritmetika dengan bentuk umum 1, 2, 3,…
dengan 1 adalah suku pertama, 2 adalah suku ke-2, 3
adalah suku ke-3 dan seterusnya. Selisih antara dua suku
berurutan disebut juga beda dan diberi notasi , sehingga
= 2− 1 = 3− 2 = 4− 3 = ⋯ = − n-1. Misalkan suku pertama
1 dinamakan dan beda antara 2 suku berurutan adalah ,

maka: 1= , maka bentuk umum rumus suku ke-n adalah:


Un = a +(n – 1) b
Dengan Un = Suku ke-n
a = Suku Pertama dan b = beda/ Selisih

3) Deret Aritmatika
Bentuk Umum Rumus jumlah n suku pertama deret
aritmatika adalah:

S n 1 n (a  un )
2
Atau
S n 1 n 2a  n
Jika ditulis
2 dalam bentuk Notasi Sigma, jumlah n suku
1 b  
pertama deret aritmatika dinyatakan sebagai :

n n

Sn  Uk a  (n 1)b


k k
Dengan1 menggunakan
1 Sn dan Sn-1 terlihat dengan jelas
bahwa :
Un = Sn – Sn-1
b. Barisan dan Deret Geometri
1) Barisan Geometri
Suatu barisan U1, U2, U3, U4, … Un-1 , Un disebut barisan
geometri jika:
un
 konstan = r
un1
2) Rumus Suku ke-n Barisan Geometri
Jika suku pertama 1= dan perbandingan dua suku yang
berurutan disebut rasio , maka rumus umum suku ke-n
barisan geometri adalah:
Un = arn – 1

3) Deret Geometri
Rumus umum jumlah suku deret geometri dapat ditentukan
sebagai berikut:
S n = u1 + u 2 + u3 + u 4 + … + u n
...........
= a + ar + ar2 + ar3 + … + arn-1 (1)
Masing-masing ruas pada persamaan (1) dikalikan dengan
sehingga didapat
.........
rSn = ar + ar2 + ar3 + ar4 + … + arn (2)
Kurangkan persamaan (1) dengan persamaan (2), diperoleh:
Sn – rSn = a – arn
 (1 r)  a(1 r n
Sn ) a(r n 1)
 a1  r n   
Sn  , dengan r 1
1  r Atau S n r
1

4) Deret Geometri Tak Hingga


Untuk menentukan nila Sn deret geometri tak hingga sangat
dipengaruhi oleh nilai lim r . Jika:
n
n

a) – 1 < r < 1 , lim r


n akan menjadi nol sehingga deret tak
n

hingga itu mempunyai jumlah:


S  a
 1  r
Deret geometri tak hingga yang mempunyai jumlah
disebeut konvergen atau mempunyai limit jumlah.
b) R < - 1 atau r > 1 lim r = +  sehingga deret tak
n
n

hingga itu tidak mempunyai limit jumlah. Deret yang


seperti ini disebut divergen.

3. Barisan Sebagai Fungsi


Untuk menentukan suku-suku suatu barisan kita melihat keteraturan
pola dari sukusuku sebelumnya. Salah satu cara untuk menentukan
rumus umum suku ke-n suatu barisan adalah dengan memperhatikan
selisih antara dua suku yang berurutan. Bila pada satu tingkat
pengerjaan belum diperoleh selisih tetap, maka pengerjaan dilakukan
pada tingkat berikutnya sampai diperoleh selisih tetap. Suatu barisan
disebut berderajat satu (linear) bila selisih tetap diperoleh dalam
satu tingkat pengerjaan, disebut berderajat dua bila selisih tetap
diperoleh dalam dua tingkat pengerjaan dan seterusnya.
Bentuk umum dari barisan-barisan itu merupakan fungsi dalam n
sebagai berikut:
Selisih tetap 1 tingkat = +
Selisih tetap 2 tingkat = 2 + +
Selisih tetap 3 tingkat = 3 + +
2 +

4. Barisan Fibonacci
Barisan Fibonacci adalah barisan rekursif (pemanggilan ulang /
pengulangan) yang ditemukan oleh seorang matematikawan
berkebangsaan Italia yang bernama Leonardo da Pisa. Barisan ini
berbentuk sebagai berikut:
0,1,1,2,3,5,8,13,21,34,55,89,144,233,377,610,987,1597,2584,4181,
6765,10946,…
0 = 0,
1 = 1,
2 = 1,
3 = 1+ 2 = 2,
4 = 2 + 3 = 3,
5 = 3 + 4 = 8,….
Jika diperhatikan, bahwa suku ke-n merupakan penjumlahan dua
suku sebelumnya untuk n > 2. Jadi barisan ini didefinisikan secara
rekursif sebagai berikut.
 0, jika n  0
F  1, jika n  1

n
F  F , untuk lainnya
 n1 n2

5. Golden Ratio
Golden ratio atau rasio emas (  = 1,618205 …) merupakan suatu
nilai rasio (ratio number ) konvergen yang diperoleh apabila suku-
suku di atas dua belas pada barisan fibonacci dibagi dengan satu
suku sebelumnya. Dalam barisan Fibonacci, F12 bernilai 89, F13
bernilai 144, F14 bernilai 233, dan F15 bernilai 377. Apabila
dilakukan perhitungan dengan cara membagi suatu suku dalam deret
Fibonacci dengan suku sebelumnya, maka akan diperoleh suatu
bilangan yang menuju ke arah Golden Ratio atau Rasio Emas (φ =
1.618). Pehitungannya sebagai berikut:
F13 144
  1,6179775
F12 89
F14 233
  1,6180556
F13 144
F15 377
  1,6180258
F14 233

dst
Adapun contoh golden ratio ada pada tubuh manusia yang dapat
dilihat pada tangan manusia, diyakini bahwa perbandingan panjang
antara ujung tangan ke siku dengan siku kepangkal tangan
menghasilkan ratio. Begitu juga dengan rasio pembagian atas panjang
pangkal telapak tangan ke siku dengan ujung telapak tangan ke
pangkal telapak tangan, perbandingan antara panjang tangan manusia
dengan panjang dari siku ke pangkal tangan turut menghasilkan
golden ratio.

KB 4 Induksi Matematika
Induksi Matematika berawal pada akhir abad ke-19 yang dipelopori oleh
dua orang matematikawan yaitu R. Dedekind dan G. Peano. Dedikind
mengembangkan sekumpulan aksioma yang menggambarkan bilangan
bulat positif. Peano memperbaiki aksioma tersebut dan memberikannya
interpretasi logis. Keseluruhan aksioma tersebut dinamakan Postulat
Peano. Postulat ini ditemukan sekitar tahun 1890 sebagai rumusan
formula konsep bilangan asli.
Postulat Peano
 1 adalah anggota Ν.
 Setiap anggota ∈Ν mempunyai pengikut ( )∈Ν.
 Dua bilangan di Ν yang berbeda mempunyai pengikut yang berbeda.
 1 bukan pengikut bilangan ∈Ν yang manapun.
 Jika subhimpunan ⊆Ν memuat 1 dan pengikut dari setiap bilangan di
, maka =Ν.
Induksi Matematika merupakan teknik pembuktian yang baku dalam
matematika dan merupakan salah satu metoda/alat yang digunakan untuk
membuktikan suatu pernyataan matematika, khususnya pernyataan-
pernytaan yang berkaitan dengan bilangan asli atau bilangan bulat positif.
Melalui Induksi Matematika ini kita dapat mengurangi langkah-langkah
pembuktian bahwa semua bilangan bulat termasuk ke dalam suatu
himpunan kebenaran dengan hanya sejumlah langkah terbatas.
1. Prinsip Induksi Matematika
Misalkan { } adalah suatu barisan proposisi (pernyataan) yang
memenuhi kedua persyaratan ini:
a. adalah benar (biasanya adalah 1).
b. Kebenaran mengimplikasikan kebenaran +1 ≥ .
Maka, adalah benar untuk setiap bilangan bulat ≥ .
Kita tidak membuktikan prinsip ini, seringkali prinsip ini diterima
sebagai sebuah aksioma. Bagaimanapun juga, jika domino pertama
jatuh dan jika masing-masing domino menjatuhkan domino
berikutnya, maka seluruh barisan domino akan jatuh. Yang akan
diterangkan di sini adalah tentang bagaimana kita menggunakan
induksi matematis.

2. Pembuktian barisan Fibonacci menggunakan Induksi Matematika


Beberapa sifat dalam suku-suku barisan Fibonacci yang bisa
dibuktikan dengan induksi matematika adalah:
a. 1 + 2 + 3 + 4 + ⋯ + = ( +2) – 1
b. 1 + 3 + 5 + 7 + ⋯ + 2 −1 = 2
c. 2 + 4 + 6 + 8 + ⋯ + 2 = (2 +1) −1
2 2 2 2 2
d. 1 + 2 + 3 + 4 + ⋯ + = . ( +1)
Peta Konsep
Modul 5
BILANGAN

KB 1. Keterbagian, KB 2. Kongruensi KB 3. Notasi Sigma, KB 4. Induksi


Faktor Bilangan, Modula Barisan dan Deret Matematika
Bilangan Prima, 1. Kekongruenan 1. Notasi Sigma 1. Prinsip Induksi
Kelipatan Bilangan 2. Sistem Residu 2. Barisan dan Deret Matematika
1. Keterbagian 3. Barisan 2. Pembuktian
2. Faktor sebagaiFungsi Barisan
Persekutuan 4. Barisan Fibonacci Fibonacci
Terbesar 5. Golden Ratio Menggunakan
3. Bilangan Prima Induksi
4. Kelipatan Matematika
Persekutuan
Terkecil
2 Daftar materi KB 1 Keterbagian, Faktor Bilangan, Bilangan Prima, Kelipatan
yang sulit Bilangan
dipahami di 1. FPB : Teorema 1.5, Teorema 1.6 Algoritma Bilangan Bulat
modul ini ,Teorema 1.7, Teorema 1.8 dan teorema 1.9
2. Bilangan Prima : Teorema 1.12, Definisi 1.5, Teorema 1.14,
Teorema 1.15.
3. KPK : Teorema 1.16, Teorema 1.17, Teorema 1.18.
KB 2 Kongruensi Modulo dan Residu
1. Teorema 2.9,2.10, dan 2.11
2. Definisi 2.4 dan Teorema 2.15

KB 3 Notasi Sigma, Barisan dan deret


3. Barisan Sebagain Fungsi
4. Barisan Fibonacci
5. Golden Ratio
KB 4 Induksi Matematika
Pembuktian barisan Fibonacci menggunakan Induksi
Matematika
3 Daftar materi KB 1 Keterbagian, Faktor Bilangan, Bilangan Prima, Kelipatan
yang sering Bilangan
mengalami
6. Penggunaan definisi dan teorema dalam penyelesaian soal
miskonsepsi
keterbagian, FPB dan KPK

7. Pembuktian teorema berdasarkan definisi yang ada

KB 2 Kongruensi Modulo dan Residu

Penerapan definsi dan teorema dalam pemecahan soal

KB 3 Notasi Sigma, Barisan dan deret


8. Barisan Sebagain Fungsi
9. Barisan Fibonacci
10. Golden Ratio
KB 4 Induksi Matematika
11. Pembuktian barisan Fibonacci menggunakan Induksi
Matematika

12. Urutanprosedur dan tahap-tahap algoritma yang tepat yang


dilibatkan dalam pemecahan soal-soal yang panjang.

Anda mungkin juga menyukai