Anda di halaman 1dari 7

BEBERAPA UNSUR MINERAL ESENSIAL MIKRO

DALAM SISTEM BIOLOGI DAN METODE


ANALISISNYA
Zainal Arifin

Balai Besar Penelitian Veteriner, Jalan R.E. Martadinata No. 30, Bogor 16114

ABSTRAK
Mineral esensial adalah mineral yang dibutuhkan oleh makhluk hidup untuk proses fisiologis, dan dibagi ke dalam
dua kelompok yaitu mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro dibutuhkan tubuh dalam jumlah besar, yang
terdiri atas kalsium, klorin, magnesium, kalium, fosforus, natrium, dan sulfur. Mineral mikro diperlukan tubuh
dalam jumlah kecil, seperti kobalt, tembaga, iodin, besi, mangan, selenium, dan seng. Keperluan optimum akan
berbagai mineral tersebut belum banyak diketahui dengan pasti, sedangkan mineral mikro dapat ditemukan pada
berbagai bagian tubuh walaupun dalam jumlah sedikit. Kekurangan (defisiensi) mineral, baik pada manusia maupun
hewan, dapat menyebabkan penyakit. Sebaliknya pemberian mineral esensial yang berlebihan dapat menimbulkan
gejala keracunan. Analisis kandungan mineral dalam jaringan biologik dengan metode spektrofotometri serapan
atom dapat mendiagnosis kasus defisiensi atau keracunan mineral.
Kata kunci: Mineral esensial, defisiensi, toksisitas

ABSTRACT
Some microminerals which are essential for biological system and its analysis methods

Essential minerals are important for physiological process in biological life, and divided into two groups that are
macrominerals and microminerals. Macrominerals are required by a body in gross, consisted of calcium, chlor,
magnesium, potassium, phosphorus, sodium, and sulfur. Microminerals are needed in few like cobalt, copper,
iodine, iron, manganese, selenium, and zinc. Optimum needs of those various minerals have not been exactly
known yet, while microminerals can be found in almost all over the body although only in a small amount. Lacking
(deficiency) of both minerals in human being or in animal can cause disease. On the contrary, high doses of the
essential minerals can also cause toxicity. Mineral analysis by atomic absorption spectrophotometry in the
biological tissues can diagnose the deficiency or toxicity of the minerals.
Keywords: Essential minerals, deficiency, toxicity

U nsur mineral merupakan salah satu


komponen yang sangat diperlukan
oleh makhluk hidup di samping karbo-
Berbagai unsur anorganik (mineral)
terdapat dalam bahan biologi, tetapi tidak
atau belum semua mineral tersebut terbukti
adalah logam yang perannya dalam tubuh
makhluk hidup belum diketahui dan
kandungannya dalam jaringan sangat
hidrat, lemak, protein, dan vitamin, juga esensial, sehingga ada mineral esensial kecil. Bila kandungannya tinggi dapat
dikenal sebagai zat anorganik atau kadar dan nonesensial. Mineral esensial yaitu merusak organ tubuh makhluk hidup yang
abu. Sebagai contoh, bila bahan biologis mineral yang sangat diperlukan dalam bersangkutan. Di samping mengakibatkan
dibakar, semua senyawa organik akan proses fisiologis makhluk hidup untuk keracunan, logam juga dapat menye-
rusak; sebagian besar karbon berubah membantu kerja enzim atau pembentukan babkan penyakit defisiensi (McDonald et
menjadi gas karbon dioksida (CO 2), organ. Unsur-unsur mineral esensial dalam al. 1988; Spears 1999; Inoue et al. 2002).
hidrogen menjadi uap air, dan nitrogen tubuh terdiri atas dua golongan, yaitu Tulisan ini menguraikan pentingnya
menjadi uap nitrogen (N2). Sebagian besar mineral makro dan mineral mikro. Mineral mineral mikro esensial dalam kehidupan
mineral akan tertinggal dalam bentuk abu makro diperlukan untuk membentuk hewan. Sifat-sifat mineral seperti sifat
dalam bentuk senyawa anorganik se- komponen organ di dalam tubuh. Mineral kimia, biokimia maupun proses biologis
derhana, serta akan terjadi penggabungan mikro yaitu mineral yang diperlukan dalam dalam jaringan makhluk hidup, perlu
antarindividu atau dengan oksigen se- jumlah sangat sedikit dan umumnya diketahui dalam upaya mendiagnosis
hingga terbentuk garam anorganik (Davis terdapat dalam jaringan dengan konsen- penyakit defisiensi mineral pada hewan.
dan Mertz 1987). trasi sangat kecil. Mineral nonesensial

Jurnal Litbang Pertanian, 27(3), 2008 99


PENGGOLONGAN
MINERAL DALAM TUBUH Tabel 1. Nutrisi mineral esensial dan jumlahnya dalam tubuh hewan.

Mineral makro g/kg Mineral mikro mg/kg


Berdasarkan kegunaannya dalam aktivitas
kehidupan, mineral (logam) dibagi menjadi Kalsium (Ca) 15 Besi (Fe) 20−80
dua golongan, yaitu mineral logam esen- Fosforus (P) 10 Seng (Zn) 10−50
Kalium (K) 2 Tembaga (Cu) 1−5
sial dan nonesensial. Logam esensial Natrium (Na) 1,60 Molibdenum (Mo) 1−4
diperlukan dalam proses fisiologis hewan, Klorin (Cl) 1,10 Selenium (Se) 1−2
sehingga logam golongan ini merupakan Sulfur (S) 1,50 Iodin (I) 0,30−0,60
unsur nutrisi penting yang jika kekurang- Magnesium (Mg) 0,40 Mangan (Mn) 0,20−0,60
an dapat menyebabkan kelainan proses Kobalt (Co) 0,02−0,10
fisiologis atau disebut penyakit defisiensi Sumber: McDonald et al. (1988).
mineral. Mineral ini biasanya terikat
dengan protein, termasuk enzim untuk
proses metabolisme tubuh, yaitu kalsium
(Ca), fosforus (P), kalium (K), natrium (Na),
klorin (Cl), sulfur (S), magnesium (Mg), abnormal, dan gangguan gastrointestinal 1987; Mills 1987; Darmono 1995). Semua
besi (Fe), tembaga (Cu), seng (Zn), mangan (Davis dan Mertz 1987; Baker et al. 1991; bangsa hewan membutuhkan vitamin
(Mn), kobalt (Co), iodin (I), dan selenium Clark et al. 1993). sehingga secara tidak langsung memer-
(Se). Logam nonesensial adalah golongan Besi (Fe) merupakan mineral makro lukan kobalt. Ternak babi dan unggas
logam yang tidak berguna, atau belum dalam kerak bumi, tetapi dalam sistem tidak mempunyai mikroflora dalam saluran
diketahui kegunaannya dalam tubuh biologi tubuh merupakan mineral mikro. pencernaan untuk mengubah kobalt dalam
hewan, sehingga hadirnya unsur tersebut Pada hewan, manusia, dan tanaman, Fe ransum sehingga harus mendapat vitamin
lebih dari normal dapat menyebabkan termasuk logam esensial, bersifat kurang B12 yang cukup dalam ransum (Lee et al.
keracunan. Logam tersebut bahkan sangat stabil, dan secara perlahan berubah 1999).
berbahaya bagi makhluk hidup, seperti menjadi ferro (Fe II) atau ferri (Fe III). Iodin (I) diperlukan tubuh untuk
timbal (Pb), merkuri (Hg), arsenik (As), Kandungan Fe dalam tubuh hewan ber- membentuk tiroksin, suatu hormon dalam
kadmium (Cd), dan aluminium (Al) variasi, bergantung pada status kesehat- kelenjar tiroid. Tiroksin merupakan hor-
(Gartenberg et al. 1990; Darmono 1995; an, nutrisi, umur, jenis kelamin, dan spesies mon utama yang dikeluarkan oleh kelenjar
Spears 1999). (Dhur et al. 1989; Graham 1991; Beard et tiroid. Setiap molekul tiroksin mengan-
Berdasarkan banyaknya, mineral di- al. 1996). Besi dalam tubuh berasal dari dung empat atom iodin (Darmono 1995).
bagi menjadi dua kelompok, yaitu mineral tiga sumber, yaitu hasil perusakan sel-sel Sebagian besar iodin diserap melalui usus
makro dan mineral mikro. Mineral makro darah merah (hemolisis), dari penyimpan- halus, dan sebagian kecil langsung masuk
diperlukan atau terdapat dalam jumlah an di dalam tubuh, dan hasil penyerapan ke dalam saluran darah melalui dinding
relatif besar, meliputi Ca, P, K, Na, Cl, S, pada saluran pencernaan (Darmono 1995; lambung. Sebagian iodin masuk ke dalam
dan Mg. Mineral mikro ialah mineral yang King 2006). Dari ketiga sumber tersebut, kelenjar tiroid, yang kadarnya 25 kali lebih
diperlukan dalam jumlah sangat sedikit Fe hasil hemolisis merupakan sumber tinggi dibanding yang ada dalam darah
dan umumnya terdapat dalam jaringan utama. Bentuk-bentuk senyawa yang ada (Mills 1987). Namun bila jumlah yang
dengan konsentrasi sangat kecil, yaitu Fe, ialah senyawa heme (hemoglobin, mio- sedikit ini tidak terdapat dalam bahan
Mo, Cu, Zn, Mn, Co, I, dan Se (McDonald globin, enzim heme) dan poliporfirin pakan maka ternak akan kekurangan iodin.
et al. 1988; Spears 1999; Tabel 1). (tranfirin, ferritin, dan hemosiderin). Se- Lebih dari setengah iodin dalam tubuh ter-
bagian besar Fe disimpan dalam hati, limpa, dapat pada kelenjar perisai (tiroid). Meski-
dan sumsum tulang (Brock dan Mainou- pun sebagian besar iodin tubuh terdapat
BEBERAPA MINERAL Fowler 1986; Desousa 1989; Brown et al. dalam kelenjar tiroid, iodin juga ditemukan
MIKRO ESENSIAL DALAM 2004). dalam kelenjar ludah, lambung, usus halus,
TUBUH Kobalt (Co) merupakan unsur mineral kulit, rambut, kelenjar susu, plasenta, dan
esensial untuk pertumbuhan hewan, dan ovarium (Puls 1994; Stangl et al. 2000).
Tembaga (Cu) merupakan mineral mikro merupakan bagian dari molekul vitamin Seng (Zn) ditemukan hampir dalam
karena keberadaannya dalam tubuh B12. Konversi Co dari dalam tanah menjadi seluruh jaringan hewan. Seng lebih
sangat sedikit namun diperlukan dalam vitamin B12 pada makanan hingga dicerna banyak terakumulasi dalam tulang
proses fisiologis. Di alam, Cu ditemukan hewan nonruminansia kadang-kadang dibanding dalam hati yang merupakan
dalam bentuk senyawa sulfida (CuS). disebut sebagai siklus kobalt. Ternak rumi- organ utama penyimpan mineral mikro.
Walaupun dibutuhkan tubuh dalam jumlah nansia (sapi, domba, dan kambing) me- Jumlah terbanyak terdapat dalam jaringan
sedikit, bila kelebihan dapat mengganggu makan hijauan pakan, di mana tanaman epidermal (kulit, rambut, dan bulu), dan
kesehatan atau mengakibatkan keracunan. menyerap kobalt dari dalam tanah dan sedikit dalam tulang, otot, darah, dan enzim
Namun bila terjadi kekurangan Cu dalam bakteri-bakteri yang ada di dalam lambung (Richards 1989; Puls 1994; Brown et al.
darah dapat menyebabkan anemia yang (rumen) menggunakan kobalt dalam pe- 2004). Seng merupakan komponen penting
merupakan gejala umum, pertumbuhan nyusunan vitamin B12. Hewan menyerap dalam enzim, seperti karbonik-anhidrase
terhambat, kerusakan tulang, depigmenta- vitamin B12 dan mendistribusikannya ke dalam sel darah merah serta karboksi
si rambut dan bulu, pertumbuhan bulu seluruh jaringan tubuh (Davis dan Mertz peptidase dan dehidrogenase dalam hati.

100 Jurnal Litbang Pertanian, 27(3), 2008


Sebagai kofaktor, seng dapat meningkat- yang ditemukan dalam eritrosit (sel darah pigmentasi bulu merah yang diketahui
kan aktivitas enzim. Seng dalam protein merah) yang berperan dalam metabolisme mengandung ferrum, tetapi juga berfungsi
nabati kurang tersedia dan lebih sulit oksigen (Darmono 1995; 2001). Selain ikut dalam susunan enzim dalam proses
digunakan tubuh daripada seng dalam berperan dalam sintesis hemoglobin, pigmentasi (Desousa 1989; Beard et al.
protein hewani. Hal tersebut mungkin tembaga merupakan bagian dari enzim- 1996; Lee et al. 1999).
disebabkan adanya asam fitrat yang enzim dalam sel jaringan. Tembaga ber- Kobalt dalam pakan domba dan sapi
mampu mengikat ion-ion logam (Mills peran dalam aktivitas enzim pernapasan, dapat ditemukan dalam vitamin B12. Sapi
1987; Puls 1994; Sharma et al. 2003). sebagai kofaktor bagi enzim tirosinase dan dan biri-biri tidak membutuhkan vitamin
sitokrom oksidase. Tirosinase meng- B12 dari pakan, karena rumen flora dapat
kristalisasi reaksi oksidasi tirosin menjadi mensintesis vitamin tersebut (Darmono
PERAN MINERAL MIKRO pigmen melanin (pigmen gelap pada kulit 1995). Apabila vitamin B12 diberikan dalam
ESENSIAL DALAM TUBUH dan rambut). Sitokrom oksidase, suatu pakan, sebagian besar vitamin akan rusak
enzim dari gugus heme dan atom-atom dan tidak berguna bagi ternak. Apabila
Secara garis besar, mineral esensial dapat tembaga, dapat mereduksi oksigen (Davis kobalt tersebut disuntikkan atau diberikan
dikelompokkan menurut fungsi metabolik- dan Mertz 1987; Mills 1987; Sharma et al. melalui pakan maka kebutuhan kobalt
nya atau fungsinya dalam proses meta- 2003). untuk vitamin B12 tercukupi (Kennedy et
bolisme zat makanan. Dalam tubuh, mineral Zat besi dalam tubuh berperan al. 1991; Stangl et al. 2000).
ada yang bergabung dengan zat organik, penting dalam berbagai reaksi biokimia, Iodin merupakan komponen esensial
ada pula yang berbentuk ion-ion bebas. antara lain dalam memproduksi sel darah tiroksin dan kelenjar tiroid. Tiroksin ber-
Tiap unsur esensial mempunyai fungsi merah. Sel ini sangat diperlukan untuk peran dalam meningkatkan laju oksidasi
yang berbeda-beda (Tabel 2), bergantung mengangkut oksigen ke seluruh jaringan dalam sel sehingga meningkatkan Basal
pada bentuk atau senyawa kimia serta tubuh. Zat besi berperan sebagai pembawa Metabolic Rate (BMR). Tiroksin juga
tempatnya dalam cairan dan jaringan oksigen, bukan saja oksigen pernapasan berperan menghambat proses fosforilasi
tubuh (Puls 1994). menuju jaringan, tetapi juga dalam ja- oksidatif sehingga pembentukan Adeno-
Tembaga merupakan unsur esensial ringan atau dalam sel (Brock dan Mainou- sin Trifosfat (ATP) berkurang dan lebih
yang bila kekurangan dapat menghambat Fowler 1986; King 2006). Zat besi bukan banyak dihasilkan panas. Tiroksin juga
pertumbuhan dan pembentukan hemo- hanya diperlukan dalam pembentukan mempengaruhi sintesis protein (Mills
globin. Tembaga sangat dibutuhkan dalam darah, tetapi juga sebagai bagian dari 1987; Darmono 1995). Iodin secara per-
proses metabolisme, pembentukan hemo- beberapa enzim hemoprotein (Dhur et al. lahan-lahan diserap dari dinding saluran
globin, dan proses fisiologis dalam tubuh 1989). Enzim ini memegang peran penting pencernaan ke dalam darah. Penyerapan
hewan (Richards 1989; Ahmed et al. 2002). dalam proses oksidasi-reduksi dalam sel. tersebut terutama terjadi dalam usus halus,
Tembaga ditemukan dalam protein plasma, Sitokrom merupakan senyawa heme meskipun dapat berlangsung pula dalam
seperti seruloplasmin yang berperan protein yang bertindak sebagai agens lambung. Dalam usus, iodin bebas atau
dalam pembebasan besi dari sel ke plasma. dalam perpindahan elektron pada reaksi iodat mengalami reduksi menjadi iodida
Tembaga juga merupakan komponen dari oksidasi-reduksi di dalam sel. Zat besi sebelum diserap tubuh. Dalam peredaran
protein darah, antara lain eritrokuprin, mungkin diperlukan tidak hanya untuk darah, iodida menyebar ke dalam cairan
ekstraseluler seperti halnya klorida. Iodida
yang masuk ke dalam kelenjar tiroid
dengan cepat dioksidasi dan diubah men-
Tabel 2. Peran mineral mikro esensial dalam tubuh. jadi iodin organik melalui penggabungan
dengan tiroksin. Proses tersebut terjadi
Mineral Fungsi Sumber pula secara terbatas dalam ovum (Graham
1991; Puls 1994; Lee et al. 1999).
Besi (Fe) Membentuk hemoglobin dan Telur, tanah, makanan hijauan
mioglobin, bagian dari susunan dan butiran, injeksi besi, Seng merupakan komponen penting
enzim babi, FeSO4 pada struktur dan fungsi membran sel,
Tembaga (Cu) Eritropoiesis, susunan Bahan makanan dan CuSO4
sebagai antioksidan, dan melindungi
Co enzim, fungsi jantung yang (0,25−0,50%) CuSO4 ditambahkan tubuh dari serangan lipid peroksidase.
baik, pigmentasi bulu, reproduksi pada garam Seng berperan dalam sintesis dan trans-
Iodin (I) Membentuk hormon trioksin, Garam beriodin (kalium iodida kripsi protein, yaitu dalam regulasi gen.
sebagai komponen esensial pada garam, minyak ikan) Pada suhu tinggi, hewan banyak me-
tiroksin dan kelenjar tiroksin ngeluarkan keringat dan seng dapat hilang
Kobalt (Co) Bagian dari vitamin B12 Pelet kobalt (untuk ruminansia), bersama keringat sehingga perlu penam-
0,50 ppm garam kobalt bahan (Richards 1989; Ahmed et al. 2002).
ditambahkan pada ransum Ikatan enzim seng yang merupakan katalis
(injeksi vitamin B12 untuk reaksi hidrolitik melibatkan enzim pada
menghilangkan defisiensi kobalt)
bagian aktif yang bertindak ”super
Seng (Zn) Carbonic anhydrase ZnO atau ZnCO 3 ditambahkan efisien”. Enzim karbonik anhidrase meng-
pada ransum pakan hijauan
katalisis CO2 dalam darah, enzim karboksi
Sumber: McDonald et al. (1988). peptidase mengkatalisis protein dalam
prankreas, enzim alkalin fosfatase meng-

Jurnal Litbang Pertanian, 27(3), 2008 101


hindrolisis fosfat dalam beberapa jaringan, ternak serta mencegah pertumbuhan mengalami defisiensi kobalt sehingga
dan enzim amino peptidase menghidrolisis aspergilosis pada pakan yang basah (Yost nafsu makan berkurang, bobot badan
peptida dalam ginjal. Seng juga berperan et al. 2002). menurun, pika, anemia, dan akhirnya mati
dalam menstabilkan struktur protein, se- Unsur besi merupakan komponen (Graham 1991; Puls 1994; Stangl et al.
perti insulin, alkohol dehidrogenase hati, utama dari hemoglobin (Hb), sehingga 2000).
alkalin fosfat, dan superoksida dismutase kekurangan besi dalam pakan akan Para peneliti menduga kobalt memiliki
(Fraker et al. 1986; Brown et al. 2002). mempengaruhi pembentukan Hb. Sel darah peran penting dalam pertumbuhan bakteri
merah muda (korpuskula) mengandung Hb dalam rumen. Vitamin B12 mengandung 4%
yang diproduksi dalam sumsum tulang kobalt sebagai bagian esensial dari vitamin
PENYAKIT DEFISIENSI untuk mengganti sel darah merah yang tersebut. Penyebab utama defisiensi kobalt
MINERAL MIKRO rusak. Dari sel darah merah yang rusak ini pada ternak ruminansia adalah kekurangan
besi dibebaskan dan digunakan lagi dalam vitamin B12 karena sintesis vitamin ter-
ESENSIAL
pembentukan sel darah merah muda (Cook sebut dalam rumen menurun (Hetzel dan
et al. 1992; Puls 1994; Inoue et al. 2002; Dunn 1989; Kennedy et al. 1991). Ke-
Penyakit defisiensi mineral banyak di-
Brown et al. 2004). Anemia karena defi- kurangan kobalt hanya terjadi pada hewan
jumpai pada ternak. Unsur mineral mikro
siensi besi banyak ditemukan pada anak ruminansia. Gejalanya ialah hewan malas,
yang dibutuhkan ternak sering tidak ter-
babi yang dikandangkan dan tidak pernah nafsu makan berkurang, bobot badan
cukupi dalam pakan. Kandungan unsur
kontak dengan tanah. Gejala yang muncul menurun, lemah, anemia yang bersifat
tersebut dalam tubuh sangat sedikit, ter-
adalah nafsu makan berkurang dan normositik dan normokronis dan kemudian
utama pada hewan yang hidup liar dan
pertumbuhan terhambat (Beard et al. mati (Graham 1991; Hussein et al. 1994;
hewan yang digembalakan atau dikan-
1996). Kekurangan zat besi dapat disebab- Stangl et al. 1999). Pemberian pakan yang
dangkan namun dengan pengelolaan yang
kan oleh gangguan penyerapan besi dalam mengandung kobalt dapat mencegah
kurang baik.
saluran pencernaan. Bila cadangan besi kekurangan kobalt pada ternak (Puls 1994;
Gartenberg et al. (1990) melaporkan
tidak mencukupi dan berlangsung terus- Ahmed et al. 2002).
bila tanah tempat hijauan pakan tumbuh
menerus maka pembentukan sel darah Defisiensi iodin sering terjadi pada
miskin unsur mineral maka ternak yang
merah berkurang dan selanjutnya menu- anak sapi, anak domba, dan anak babi dari
mengkonsumsi hijauan tersebut akan
runkan aktivitas tubuh (Cook et al. 1992). induk yang ransumnya kekurangan iodin.
menunjukkan gejala defisiensi mineral.
Penyuntikan garam besi dapat mencegah Hal ini sering terjadi pada daerah yang
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada
kekurangan besi pada ternak (Ahmed et tanahnya miskin iodin. Pada anak babi,
daerah yang kering dengan curah hujan
al. 2002). gejala yang timbul adalah bulu rontok,
rendah, kandungan mineral dalam tanah
Pada hewan ruminansia yang me- badan lemah, kulit menebal, dan leher mem-
dan tanaman umumnya sangat rendah
makan rumput yang kurang mengandung bengkak (McDonald et al. 1988; Tabel 3).
(Prabowo et al. 1984; Chandra 1985).
unsur kobalt, gejala akan timbul beberapa Pada anak kuda gejalanya adalah tidak
Defisiensi mineral pada ternak dapat me-
bulan kemudian, karena hewan memiliki dapat berdiri dan menyusu, serta pada
nimbulkan gejala klinis yang spesifik
cadangan vitamin B12 dalam hati dan ginjal burung, ikan dan mamalia lain tiroidnya
untuk setiap mineral, tetapi kadang-
sebagai sumber kobalt. Namun bila ke- membesar (Hetzel dan Dunn 1989; Graham
kadang gejala tersebut hampir mirip,
adaan ini terus berlanjut, ternak akan 1991). Pada hewan yang kekurangan
sehingga untuk menentukan diagnosis
penyakit defisiensi mineral perlu dilakukan
analisis kandungan mineral dalam darah
(Stuttle 1989; Graham 1991).
Penyakit akibat kekurangan unsur
tembaga ditemukan pada beberapa tempat Tabel 3. Defisiensi logam mikro esensial dalam tubuh.
di dunia. Selain menyebabkan anemia,
Mineral Defisiensi Gejala
kekurangan tembaga juga mengakibatkan
gangguan pada tulang, kemandulan, Besi (Fe) Anemia Diarrhea, kelelahan, nafsu makan hilang
depigmentasi pada rambut dan bulu, Tembaga (Cu) Malnutrisi, anemia, Nafsu makan terganggu, pertumbuhan
gangguan saluran pencernaan, serta lesi neutropenia terhambat, diarrheaosteomalesi, rambut dan
pada syaraf otak dan tulang belakang bulu memucat, jalan ataxis
(Graham 1991; Engle et al. 2001; Sharma Iodin (I) Produksi tiroksin pada Pembesaran leher pada anak sapi dan domba,
et al. 2003; Chung et al. 2004). glandula tiroid menurun, gondok, anak babi tanpa bulu dan anak domba
Penyakit defisiensi tembaga juga pembengkakan pada leher tanpa wol, anak sapi daya hidup tidak ada
disebut enzootik ataksia, yang ditemukan Kobalt (Co) Defisiensi vitamin B12 Kehilangan nafsu makan, kelemahan,
pada anak domba di Australia. Falling kekurusan, bulu kasar, anemia,
disease juga ditemukan di Australia, suatu kerusakan reproduksi
penyakit akibat defisiensi tembaga yang Seng (Zn) Penyakit genetik, stres Pertumbuhan terganggu, parakeratosis pada
menahun karena ternak mengkonsumsi traumatik, depresi babi, peradangan pada hidung dan mulut pada
imunitas anorexia anak sapi, ayam bulu kasar, daya tetes rendah
hijauan pakan yang kadar tembaganya
rendah (Clark et al. 1993; Chung et al. Sumber: McDonald et al. (1988).
2004). Penambahan garam tembaga sulfat
pada ransum dapat mencukupi kebutuhan

102 Jurnal Litbang Pertanian, 27(3), 2008


iodin, produksi tiroksin pada kelenjar tiroid (memacu pembentukan sel kanker) mau- melaporkan bahwa anak kuda yang di-
menurun, yang dicirikan oleh pembesaran pun tetratogenik (bentuk organ salah) gembalakan pada padang rumput yang
kelenjar tiroidea yang disebut goiter (Darmono 2001). Daya racun logam di- dekat daerah industri menunjukkan gejala
endemis. Karena kelenjar tiroidea terdapat pengaruhi oleh beberapa faktor, antara pembentukan tulang abnormal yaitu
pada leher maka pada hewan yang men- lain kadar logam yang termakan, lamanya pembesaran tulang.
derita defisiensi iodin akan terjadi pem- ternak mengkonsumsi logam, umur,
bengkakan pada leher. Penyakit ini dapat spesies, jenis kelamin, kebiasaan makan,
mengganggu daya reproduksi akibat kondisi tubuh, dan kemampuan jaringan METODE ANALISIS
fungsi tiroid menurun. Bila induk melahir- tubuh dalam mengkonsumsi logam MINERAL
kan anak maka anak yang dilahirkan tidak tersebut (Tokarnia et al. 2000).
berbulu, lemah, dan mati muda (Graham Logam yang dapat meracuni ternak Beberapa metode analisis logam telah
1991; Sandstead et al. 1998). Pemberian meliputi logam esensial seperti Cu dan Zn ditemukan, meliputi metode kualitatif
pakan tambahan yang mengandung kobalt serta logam nonesensial seperti Hg, Pb, (untuk mengetahui ada tidaknya logam
dapat menghindarkan ternak dari ke- Cd, dan As. Keracunan logam pada hewan dalam sampel) dan kuantitatif (untuk me-
kurangan kobalt (Puls 1994). dapat terjadi melalui injeksi, air minum ngetahui kandungan logam dalam sampel).
Defisiensi seng sering ditemukan maupun melalui pakan. Keracunan logam Metode sensitif dan spesifik merupakan
pada anak ayam, dengan gejala per- mempengaruhi produksi, yaitu penurunan dasar dalam mengukur kadar logam pada
tumbuhan terganggu, tulang kaki me- bobot badan, hambatan pertumbuhan, konsentrasi yang sangat rendah. Dengan
mendek dan menebal, sendi kaki membesar, peka terhadap penyakit infeksi, dan ke- sensitivitas analisis yang tinggi akan
penyerapan makanan menurun, nafsu matian. Di samping itu, residu logam dapat diketahui jenis logam dan pengaruhnya
makan hilang, dan dalam keadaan parah menurunkan kualitas produk ternak (Puls terhadap sistem biologis hewan (Ewing
menyebabkan kematian (Fraker et al. 1986; 1994; Darmono 1995; 2001). 1990; Darmono 1995).
Moulder dan Steward 1989; Darmono Walaupun tembaga merupakan
1995). Pada babi, akibat defisiensi seng logam esensial, logam tersebut berpeluang
yang penting adalah dermitis yang disebut besar menimbulkan keracunan pada ternak Alat Analisis
parakeratosis. Penyakit tersebut ditandai ruminansia terutama domba karena ternak
dengan luka-luka pada kulit, pertumbuhan tersebut paling peka terhadap keracunan Alat yang digunakan untuk mengetahui
terganggu, kelemahan, muntah-muntah, tembaga. Keracunan tembaga terjadi bila kandungan logam dalam sampel ber-
dan kegatalan. Defisiensi seng pada anak logam tersebut langsung kontak dengan gantung pada jenis logam yang diperiksa
sapi ditandai dengan peradangan pada dinding usus sehingga menimbulkan dan tingkat sensitivitas pengukuran yang
hidung dan mulut, pembengkakan per- radang (gastroenteristis), tinja berbentuk diperlukan. Umumnya logam diukur
sendian, dan parakeratosis (Mills 1987; cair dan berwarna biru-kehijauan, ternak dengan sistem atomisasi dan kalorimetri.
Darmono dan Bahri 1989). Di beberapa menjadi stres dan akhirnya mati (Parada Spektrofotometri Serapan Atom
daerah di Jawa, terutama pesisir pantai et al. 1987; Baker et al. 1991; Darmono (SSA) merupakan salah satu teknik anali-
utara Jawa Tengah dan Jawa Timur, kan- 2001; Yost et al. 2002). Menurut Bostwick sis untuk mengukur jumlah unsur ber-
dungan Zn dalam tanah rendah, sehingga (1982), keracunan kronis atau fatal terjadi dasarkan jumlah energi cahaya yang
ternak yang digembalakan di daerah bila domba mengkonsumsi 1,50 g Cu/ekor/ diserap oleh unsur tersebut dari sumber
tersebut akan mengalami defisiensi seng hari selama 30 hari. Keracunan kronis cahaya yang dipancarkan. Prinsip kerja
(Prabowo et al. 1984). Defisiensi seng bersumber dari pakan yang terkontaminasi alat ini berdasarkan penguapan larutan
dapat mengganggu penghancuran mikro- Cu atau kelebihan Cu yang disimpan dalam sampel, kemudian logam yang terkandung
ba (ingestion) dan fagositosis, juga meng- hati. Keracunan kronis politogenus dapat di dalamnya diubah menjadi atom bebas.
hambat penyembuhan luka. Hal ini di- terjadi pada hewan yang merumput di Atom tersebut mengabsorpsi radiasi dari
buktikan dengan meningkatnya kejadian padang penggembalaan yang hijauannya sumber cahaya yang dipancarkan dari
infestasi parasit cacing nematoda (Fraker mengandung Cu normal (10−20 mg Cu/kg lampu katoda (hollow cathode lamp) yang
et al. 1986; Sandstead et al. 1998 ). Jika berat kering), tetapi kandungan sulfatnya mengandung unsur yang akan dianalisis.
cepat diobati dengan pemberian seng, berlebih dan atau kandungan molibdenum Banyaknya penyerapan radiasi kemudian
ternak akan kembali normal dalam waktu (Mo) kurang (Tokarnia et al. 2000; diukur pada panjang gelombang tertentu
2−3 hari (Darmono 1995). Darmono 2001). menurut jenis logam.
Keracunan seng sering dijumpai
pada hewan yang hidup di daerah tercemar
KERACUNAN MINERAL atau dekat dengan limbah pabrik. Pada anak Bahan yang Dianalisis
MIKRO ESENSIAL kuda dan babi, keracunan seng menyebab-
kan lamenes, antriftines, dan osteomala- Jenis bahan yang dianalisis bermacam-
Keracunan logam sering dijumpai pada sea, sedangkan pada kelinci menunjukkan macam, meliputi bahan nabati (tanaman,
ternak akibat pencemaran lingkungan oleh gejala nefrosis dan pada anak domba me- bahan pakan dan pangan), bahan hewani
logam berat, seperti penggunaan pesti- nyebabkan fibrosis pankreas. Kuda yang (daging, hati, ginjal, darah, rambut), serta
sida, pemupukan, dan pembuangan hidup di daerah pertambangan menunjuk- bahan air dan sedimen (air minum, air laut,
limbah pabrik. Keracunan logam terutama kan gejala osteomalasea, kalkulis renalis, dan endapan laut). Pada dasarnya, metode
menyebabkan kerusakan jaringan. Bebe- dan proteinuria (Sandstead et al. 1998; analisis logam pada bahan tersebut hampir
rapa logam mempunyai sifat karsinogenik Brown et al. 2002). Eamens et al. (1984) sama, tetapi caranya agak berbeda karena

Jurnal Litbang Pertanian, 27(3), 2008 103


komposisi kimia bahan tersebut berbeda; Sampel dapat dalam bentuk kering atau Mendiagnosis Penyakit
misalnya bahan nabati banyak mengan- basah, tetapi dalam perhitungan harus Defisiensi
dung selulosa, sedangkan bahan hewani diberi keterangan berat kering atau berat
banyak mengandung unsur organik. Oleh basah (Ewing 1990; Darmono 1995). Diagnosis defisiensi logam biasanya
karena itu, ekstraksi atau digesti memer- dilakukan dengan menganalisis serum
lukan cara yang khusus untuk setiap Digesti 1. Sampel dimasukkan dalam atau darah, yang mempunyai kriteria
bahan maupun jenis logam (Ewing 1990; cangkir porselen bersih kemudian kandungan tertentu pada masing-masing
Darmono 1995). dikeringkan, ditambah 8 ml HNO3 pekat hewan. Berdasarkan hasil penelitian,
kemudian dipanaskan di atas hotplate penyakit defisiensi dan keracunan mineral
pada suhu 75oC selama 3 jam atau lebih merupakan salah satu penghambat per-
Bahan nabati, pakan, dan dan dibiarkan mengering. Sampel lalu tumbuhan ternak. Oleh karena itu, upaya
pangan dilarutkan dalam HNO3 10%, disaring penanggulangan penyakit tersebut adalah
melalui kertas Whatman 42, dimasukkan dengan memberikan mineral tambahan
Termasuk dalam bahan ini ialah daun, ke dalam gelas ukur sampai volume 50 ml, pada pakan dengan jumlah sesuai yang
rerumputan, sisa pakan, makanan, dan se- kemudian dianalisis dengan menggunakan diperlukan ternak. Namun, kandungan
bagainya. Digesti atau ekstraksi dari bahan SSA. mineral dalam tubuh ternak (serum) dan
tersebut dapat dilakukan dengan sistem pakan tambahan yang akan diberikan perlu
kering atau basah. Digesti 2. Sampel dengan berat 2−5 g dievaluasi terlebih dahulu agar pemberian
dimasukkan ke dalam gelas erlenmeyer, mineral tersebut sesuai dengan yang
Digesti kering (pengabuan). Cawan kemudian ditambahkan 10 ml HNO3 pekat dibutuhkan ternak.
porselen yang bersih direndam dalam dan ditutup dengan gelas erlogi (1 malam),
HNO3 10% dan dibilas dengan akuades lalu dipanaskan di atas hotplate pada suhu
lalu dikeringkan dan ditimbang. Selan- 115oC selama 6−8 jam sampai larutan
KESIMPULAN DAN SARAN
jutnya sampel dimasukkan ke dalamnya berwarna bening. Larutan hasil destruksi
dan ditimbang, lalu dikeringkan dalam dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml dan
Mineral mikro esensial mempunyai peran
oven 60oC selama 3 hari. Sampel ditimbang ditambah HNO3 10% sampai tanda batas.
sangat penting dalam kelangsungan hidup
lagi dan dihitung berat keringnya. Berat Larutan siap untuk dilakukan pengukuran
hewan. Kekurangan atau kelebihan mineral
sampel diusahakan sekitar 3−5 g. Setelah dengan SSA (Ewing 1990; Darmono 1995).
mikro esensial dapat menyebabkan pe-
dingin, sampel dimasukkan ke dalam nyakit. Penyakit defisiensi mineral serta
furnase pada suhu 100oC dan perlahan- keracunan pada ternak, baik ruminansia
lahan dinaikkan sampai 550oC minimal Bahan darah maupun nonruminansia, merupakan salah
selama 8 jam. Sampel lalu didinginkan dan satu kendala dalam perkembangan ternak.
dilarutkan dalam asam khlorida pekat 10 Ada tiga bentuk sampel darah untuk Oleh karena itu, status mineral mikro perlu
ml, lalu dipanaskan sampai volume tinggal analisis logam, yaitu plasma, serum, dan diperhatikan, dan kadarnya dalam tubuh
5 ml. Sampel lalu dilarutkan dalam HCl 10%, darah keseluruhan. Sampel dalam bentuk hewan (serum) maupun pakan yang akan
kemudian dimasukkan ke dalam gelas ukur plasma dan serum tidak perlu digesti dan diberikan dianalisis dengan menggunakan
melalui kertas saring Whatman 42 dengan dapat langsung diencerkan. Untuk analisis SSA. Pemberian mineral mikro esensial
menggunakan corong plastik sampai Ca dan Mg, semua sampel dilarutkan dalam pakan harus sesuai dengan kebu-
volume menjadi 50 ml, kemudian dianalisis dalam LaCl3 dan HCl dengan prosedur tuhan hewan atau ternak untuk mencegah
dengan menggunakan teknik SSA. sebagai berikut: 0,10 ml sampel dilarutkan terjadinya penyakit defisiensi atau kera-
dalam 5 ml dari 1% LaCl3 dalam 0,10 M cunan.
Digesti basah. Sampel dengan berat 2−5 g HCl, kemudian dibaca dalam SSA. Untuk
dimasukkan ke dalam gelas erlenmeyer, analisis Cu dan Zn, prosedurnya sebagai
kemudian ditambahkan campuran HNO3 berikut: 2 ml sampel dilarutkan dalam 4 ml
pekat: HClO4 = 4 : 1 sebanyak 10 ml dan akuabides kemudian dianalisis menggu-
ditutup dengan gelas erlogi (1 malam), lalu nakan SSA dengan larutan standar Cu dan DAFTAR PUSTAKA
dipanaskan di atas hotplate pada suhu Zn yang dilarutkan dalam gliserol 10%
Ahmed, M.M.M., I.M.T. Fadlalla, and M.E.S.
115oC selama 6−8 jam sampai larutan (Osheim 1983; Darmono 1995). Barri. 2002. Tropical Animal. Health and
berwarna bening. Larutan hasil destruksi Prod. 34(1): 75−80.
lalu dimasukkan dalam labu ukur 10 ml dan
Baker, D.H., J. Odle, M.A. Frank, and T.M.
ditambah HNO3 10% sampai tanda batas. Interpretasi Hasil Wieland. 1991. Bioavailability of copper in
Larutan tersebut siap untuk pengukuran cupri oxide and in a copper-lysine complex.
dengan SSA (Ewing 1990; Darmono 1995). Dalam menginterpretasikan hasil analisis Poult. Sci. 70: 177−178.
kandungan logam dalam sampel, perlu Beard, J.L., H. Dawson, and D.J. Pinero. 1996.
diketahui kandungan normal logam Iron metabolism: a comprehensive review.
Bahan organ hewan dan tersebut. Jika kandungan logam esensial Nutr. Rev. 54(10): 295−317.
manusia pada sampel sangat rendah, diduga terjadi Bostwick, J.L 1982. Copper toxicosis in sheep.
penyakit defisiensi. Sebaliknya, bila J. Am. Vet. Med. Ass. 180(4): 386−387.
Yang termasuk dalam bahan ini antara lain kandungan logam nonesensial melebihi Brock, J.H. and T. Mainou-Fowler. 1986. Iron
adalah jaringan hati, ginjal, dan daging. normal diduga terjadi keracunan. and immunity. Pro. Nutr. Soc. 45: 303.

104 Jurnal Litbang Pertanian, 27(3), 2008


Brown, J.X., P.D. Buckest, and M.W. Resnick. Ewing, G.W. 1990. Analytical Instrumentation Parada, R.S., S. Gonzales, and E. Berquest. 1987.
2004. Identification of small molecule Handbook, 1st Edition, Marcel Dekker Inc., Industrial pollution with copper and other
inhibitors that distinguish between non- New York. heavy metals in a beef cattle ranch. Vet.
transferrin bound iron uptake and tranferrin- Hum. Toxicol. 29(2): 122−126.
Fraker, P.J., M.E. Gershwin, R.A. Good, and P.
mediated iron transport. Chem. Biol. 11:
Ananda. 1986. Interrelationships between Prabowo, A., J.E. Van Eys, I.W. Mathius, M.
407−416.
zinc and immune function. Fed. Proc. 45: Rangkuti, and W.I. Johnson. 1984. Studies
Brown, K.H., J.M. Peerson, J. Rivera, and L.H. 1.474. on the mineral nutrition on sheep in West
Allen. 2002. Effect of supplemental zinc Java. Balai Penelitian Ternak, Bogor. p. 25.
Gartenberg, P.K., L.R. Mcdowell, D. Rodriguez,
on the growth and serum zinc concentrations
N. Wilkiinson, J.H. Conrat, and F.G. Martin. Puls, R. 1994. Mineral Levels and Animal Health:
of prepubertal children: a meta-analysis of
1990. Evalution of trace mineral status of Diagnostic Data. Second edition. Sherpa
randomized controlled trials. Am. J. Clin.
ruminants in northeast Mexico. Livestock International Clearbrook, BC.
Nutr. 75: 1.062−1.071.
Res. Rural Dev. 3(2): 1−6.
Richards, M.P. 1989. Recent developments in
Chandra, R.K. 1985. Effect of macro- and
Graham, T.W. 1991. Trace element deficiencies trace element metabolism and function: Role
micro- nutrient deficiencies and excesses on
in cattle. Vet. Clin. N. Am.: Food Anim. of metallothionein in copper and zinc meta-
immune response. Food Tech. 39: 91.
Pract. 7: 153−215. bolism. J. Nutr. 119: 1, 62.
Chung, J., D.J. Haile, and M.W. Resnick. 2004.
Hetzel, B.S. and J.T. Dunn. 1989. The iodine Sandstead, H.H., J.G. Penland, N.W. Alcock, H.H.
Ferroportin-1 is not upregulated in copper-
deficiency disodere: The nature and preven- Dayal, X.C. Chen, and J.S. Li. 1998. Effects
deficient mice. J. Nutr. 134: 517−521.
tion. Anim. Rev. of Natr. 9: 21−28. of repletion with zinc and other micro-
Clark, T.W., Z. Xin, R.W. Hemken, and R.J. nutrients on neuropsychologic performance
Hussein, H.S., G.C. Fahey, Jr. B.W. Wolf, and L.
Harmon. 1993. A comparing copper sulphate and growth of Chinese children. Am. J. Clin.
L. Berger. 1994. Effects of cobalt on in vitro
and copper oxide as copper sources for the Nutr. 68(2 ): S470−S475.
fiber digestion of forages and by products
mature ruminant J. Dairy Sci. 76 (Suppl. 1):
containing fiber. J. Dairy Sci. 77: 3.432− Sharma, M.C., S. Raju, C. Joshi, H. Kaur, and
318 (Abstr.).
3.440. V.P. Varshney. 2003. Studies on serum micro-
Cook, J.D., R.D. Baynes, and B.S. Skikne. 1992. mineral, hormone and vitamin profile and
Inoue, Y., T. Osawa, A. Matsui, Y. Asai, Y.
Iron deficiency and the measurement of iron its effect on production and therapeutic
Murakami, T. Matsui, and H. Yano. 2002.
status. Nutr. Res. Rev. 5: 189−202. management of buffaloes in Haryana State
Changes of serum mineral concentration in
of India. Asian Aust. J. Anim. Sci. 16(4):
Darmono and S. Bahri. 1989. Defisiensi Cu dan horses during exercise. Asian Aust. J. Anim.
519−528.
Zn pada sapi di daerah Transmigrasi Kali- Sci. 15(4): 531−536.
mantan Selatan. Penyakit Hewan 21(38): Spears, J.W. 1999. Reevalution of the metabolic
Kennedy, D.G., F.P.M. O’harte, W.J. Blanchower,
128−131. essensiality of minerals. Asian Aust. J. Anim.
and D.A. Rice. 1991. Sequential changes in
Sci. 12(6): 1.002−1.008.
Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi propionate metabolism during the develop-
Makhluk Hidup. Penerbit Universitas Indo- ment of cobalt/vitamin B 12 deficiency in Stangl, G.L., F.J. Schwarz, and M. Kirchgessner.
nesia (UI Press). hlm. 55−56, 65−69. sheep. Biol. Trace Elem. Res. 28: 233−241. 1999. Moderate longterm cobalt-deficiency
affects liver, brain and erythrocyte lipids
Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pen- King, M.W. 2006. Clinical aspect of iron
and lipoproteins of cattle. Nutr. Res. 19:
cemaran. Hubungannya dengan Toksikologi metabolism. J. Med. Biochem. 15(9): 1−4.
415−427.
Senyawa Logam. Penerbit Universitas Indo-
Lee, J., D.G. Master, C.L. White, N.D. Grace,
nesia (UI Press). hlm. 109−111. Stangl, G.L., F.J. Schwarz, H. Muller, and M.
and G.J. Judson. 1999. Current issues in trace
Kirchgessner. 2000. Evaluation of the cobalt
Davis, G.K. and W. Mertz. 1987. Copper. p. 301− element nutrition of grazing livestock in
requirement of beef cattle based on vitamin
364. In W. Mertz (Ed.) Trace Elements in Australia and New Zealand. Aust. J. Agric.
B12 folate, homocysteine and methylmalonic
Human and Animal Nutrition. Academic Res. 50(8): 1.341−1.354.
acid. Br. J. Nutr. 84: 645−653.
Press, Inc. San Diego, CA.
McDonald, P., R.A. Edwards, and J.F.D. Green-
Stuttle, N.E. 1989. Problems in the diagnosis
Desousa, M. 1989. Immune cell functions in iron halgh. 1988. Animal Nutrition. John Willey
and anticipation of trace element deficien-
overload. Clin. Exp. Immunol. 75: 1. and Sons Inc., New York. p. 96−105.
cies in grazing livestock. Vet. Res. 119: 148−
Dhur, A., P. Galan, and S. Hercberg. 1989. Iron Mills, C.F. 1987. Biochemical and physiologic 152.
status, immune capacity, and resistance to indicators of mineral status in animals:
Tokarnia, C.H., J. Dobereiner, P.V. Peixoto, and
infections. Comp. Biochem. Phys. A-Comp. copper, cobalt, and zinc. J. Anim. Sci. 65:
S.S. Moraes. 2000. Outbreak of copper poi-
Phys. 94: 11. 1.702−1.711.
soning in cattle fed poultry litter. Vet. Hum.
Eamens, G.J., J.F. Macadam, and E.A. Laing. Moulder, K. and M.W. Steward. 1989. Experi- Toxicol. 42(2): 92−95.
1984. Skeletal abnormalities in young horses mental zinc-deficiency – Effects on cellular
Yost, G.P., J.D. Arthington, L.R. McDowll, F.G.
associated with zinc toxicity and hypo- responses and the affinity of humoral
Martini, N.S. Wilkinson, and C.K. Swenson.
cuprosis. Aust. Vet. J. 61(7): 205−207. antibody. Clin. Exp. Immunol. 77: 269.
2002. The effect of copper source and level
Engle, T.E., V. Fellner, and J.W. Spear. 2001. Osheim, D.L. 1983. Atomic absorption deter- on the rate and extent of copper repletion
Copper status, serum, cholesterol, and milk mination of serum cupper, collaborative in Holstein heifers. J. Dairy Sci. 85(12):
fatty acid profile in Holstein cows fed varying study. J. Assoc. Anal. Chem. 66(5): 1.140− 3.297−3.303.
concentrations of copper. J. Dairy Sci. 1.142.
84(10): 2.308−2.313.

Jurnal Litbang Pertanian, 27(3), 2008 105

Anda mungkin juga menyukai