Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Transportasi merupakan bagian integral dari masyarakat. Ia menunjukkan


hubungan yang sangat erat dengan gaya hidup, jangkauan dan lokasi dari kegiatan
yang produktif, dan selingan serta barang-barang dan pelayanan yang tersedia
untuk di konsumsi (Morlok,1988). Sedangkan menurut Koestoer (1996),
transportasi darat merupakan jantung jaringan kebutuhan penduduk untuk
menghubungkan tempat tinggal dengan aktivitas sosial ekonomi penduduk.
Sejak beroperasinya jalan tol Jagorawi (Jakarta-Bogor-Ciawi) pada tahun
1978 yang merupakan jalan tol pertama di Indonesia serta adanya stasiun kereta
Bogor, akses dari kota Bogor menuju Jakarta semakin mudah. Koestoer (1996)
berpendapat bahwa pembangunan sarana dan prasarana transportasi akan
mengundang atau menjadi daya tarik bagi tumbuhnya permukiman. Jadi,
transportasi merupakan salah satu faktor kunci pelayanan/ jasa dalam kebutuhan
penduduk kota, terutama bagi mereka yang bekerja. Kemudahan akses dari Kota
Bogor ke Jakarta dan sebaliknya membuat banyak penduduk dari kalangan
menengah atas yang bekerja di Jakarta memilih untuk bermukim di Kota Bogor
atas dasar kenyamanan, belum lagi adanya migrasi dari wilayah di luar
Jabodetabek serta pertumbuhan penduduk secara alami yang menyebabkan jumlah
penduduk di Kota Bogor semakin meningkat. Hal ini membuat Kota Bogor juga
perlu membenahi fasilitas transportasi dalam kota, sesuai dengan pendapat
Koestoer (1996) bahwa kebutuhan transportasi suatu kota banyak ditentukan oleh
besar kecilnya jumlah penghuni kota tersebut. Semakin besar jumlah penduduk
suatu kota, akan cenderung semakin banyak fasilitas prasarana dan sarana
angkutan umum yang diperlukan.
Meningkatnya jumlah penduduk Kota Bogor terlihat dari jumlah penduduk
Kota Bogor yang pada tahun 2001 berjumlah 760.329 jiwa, meningkat menjadi
855.085 jiwa pada tahun 2005. Ini artinya, dalam kurun waktu empat tahun
penduduk Kota Bogor mengalami pertumbuhan sebesar 12,46 persen (%). Jumlah

1
Universitas Indonesia
Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
penduduk yang makin besar ini tentunya membutuhkan sarana dan prasarana
transportasi yang semakin banyak pula, akibatnya, jumlah kendaraan di kota
Bogor terus meningkat. Pada tahun 2005 saja pihak Polres Bogor mengeluarkan
23.285 lembar STNK baru untuk berbagai jenis kendaraan (BPS Kota
Bogor,2005).
Jaringan jalan di Kota Bogor mempunyai pola radial konsentrik dengan
karakteristik pada kawasan pusat kota terdapat jaringan jalan melingkari Kebun
Raya Bogor (ring). Jaringan jalan yang berasal dari kawasan lainnya terhubung
secara konsentrik ke jaringan jalan melingkar ini (DLLAJ,2006). Jaringan jalan
dengan pola radial konsentris memiliki konsekuensi berupa terakumulasinya
seluruh pergerakan ke kawasan pusat kota, sebab kawasan ini merupakan satu-
satunya akses untuk mencapai daerah lain. Pergerakan ini tidak hanya berupa
pergerakan internal kota saja, tetapi termasuk juga pergerakan internal-eksternal
dan eksternal-internal yang melintas kota Bogor. Adanya akumulasi pergerakan
ini (baik internal maupun eksternal) akan menyebabkan beban lalu lintas yang
tinggi di kawasan pusat kota.
Dengan wilayah perkantoran dan pusat kegiatan yang mengelilingi jalan-
jalan yang melingkari kebun raya Bogor, menyebabkan arus kendaraan di jalan-
jalan ini menjadi sangat tinggi. Terlebih banyaknya jumlah angkutan umum,
sehingga kota Bogor sering dijuluki sebagai "Kota Sejuta Angkot", serta
menjamurnya pedagang kaki lima dan pasar tumpah yang bahkan menempati
badan jalan juga turut andil dalam menyebabkan kemacetan di pusat Kota Bogor.
Disamping itu, di kota Bogor masih cukup banyak digunakan kendaraan tidak
bermotor yang sesungguhnya jika digunakan di pusat kota justru akan menganggu
kelancaran lalu lintas. Aktivitas semacam itu menurut Manual Kapasitas Jalan
Indonesia merupakan hambatan samping suatu jalan. Jika di dalam Kota Bogor
terjadi kemacetan, hal ini tentunya sangat bertolak belakang dengan kemudahan
aksesibiltas yang pada awalnya ditawarkan oleh Kota Bogor. Terlebih pada jalan-
jalan yang menuju pusat kota (sekitar kebun raya Bogor), jika salah satu jalan saja
mengalami kemacetan, hal ini akan menghambat arus kendaraan di jalan-jalan
lainnya.

Universitas Indonesia
Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis ingin mengetahui
bagaimana tingkat kemacetan pada jalan-jalan kolektor yang menuju pusat kota di
jalan-jalan yang mengelilingi kebun raya Bogor, seberapa besar faktor hambatan
samping mempengaruhi kemacetan tersebut, dan apakah banyaknya angkutan
kota (angkot) yang membuat kota Bogor dijuluki ‘kota Sejuta Angkot’ benar-
benar menyebabkan kemacetan terutama di pusat kota Bogor.

1.2 Masalah

Masalah yang akan diteliti adalah :


1. Bagaimana tingkat kemacetan di jalan-jalan penelitian antara kondisi normal
dengan kondisi sebenarnya dan bagaimana pengaruh hambatan samping
terhadap kemacetan tersebut?
2. Apakah angkutan kota mempengaruhi kemacetan pada jalan penelitian?

1.3 Definisi Operasional dan Batasan

1. Daerah penelitian adalah Kota Bogor.


2. Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu segmen jalan
sepanjang 200 meter dari persimpangan jalan-jalan kolektor yang menuju ke
kebun raya Bogor. Karena hanya mengambil satu segmen jalan saja, maka
penelitian ini hanya membandingkan antar jalan penelitian tanpa melihat
variasi antar segmen dalam satu jalan penelitian.
3. Kemacetan adalah kondisi di mana terjadi antrian kendaraan, sehingga
perjalanan menjadi terhambat dan bahkan berhenti pada waktu tertentu.
4. Hambatan samping adalah dampak terhadap perilaku lalu-lintas akibat
kegiatan sisi jalan seperti pejalan kaki, penghentian angkot dan kendaraan
lainnya, kendaraan masuk dan keluar sisi jalan dan kendaraan lambat
(Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997).
5. Angkutan Kota dalam penelitian ini adalah kendaraan ringan yang
dipergunakan secara massal oleh masyarakat umum dengan dipungut
bayaran dan melayani perpindahan penduduk dalam kota Bogor.

Universitas Indonesia
Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
6. Pusat kota dalam penelitian ini merupakan CBD (Central Business District).
CBD menurut Burgess dalam Putra (2007) adalah pusat kegiatan dan budaya
hidup masyarakat kota dengan sarana dan prasarana yang relatif lengkap
serta didukung oleh kemudahan akses menuju lokasi, biasanya merupakan
tempat dengan harga tanah tertinggi, dan sedikit jumlah penduduk yang
tinggal di area tersebut. Ciri penggunaan tanahnya adalah untuk gedung
perkantoran pemerintah dan atau swasta, serta pusat perbelanjaan.
Berdasarkan Penataan Ruang Usulan RTRW 2006 oleh Pemda Kota Bogor
dalam DLLAJ Kota Bogor (2006), pusat Kota Bogor terdapat pada jalan-
jalan yang melingkari kebun raya Bogor.
7. Jarak dalam penelitian ini adalah jarak secara fisik (jarak mutlak) yang
diukur berdasarkan jarak sebenarnya antara dua titik dengan satuan meter.
8. Waktu penelitian adalah hari senin pada jam-jam puncak/sibuk (peak hour)
pagi dan sore hari yaitu pada pukul 06.30-08.30 WIB dan pukul 15.30-17.30
WIB.
9. Kapasitas adalah arus lalu lintas (stabil) maksimum yang dapat
dipertahankan pada kondisi tertentu sesuai dengan faktor geometri, distribusi
arah dan komposisi arus lalu lintas, serta faktor lingkungan (Manual
Kapasitas Jalan Indonesia,1997).
10. Volume kendaraan adalah jumlah kendaraan yang melalui suatu titik pada
suatu jalur gerak per satuan waktu, dan karena itu biasanya diukur dalam
satuan kendaraan per satuan waktu ( Morlok, 1988).
11. Kendaraan bermotor adalah suatu alat yang dapat bergerak di jalan, yang
digerakkan oleh peralatan teknik yang berada pada kendaraan itu (UU No 19
Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 1)

1.4 Asumsi

1. Hari senin dianggap merupakan hari kerja terpadat di Kota Bogor.


2. Pukul 06.30-08.30 WIB dan 15.30-17.30 WIB adalah waktu penduduk
memulai dan mengakhiri kegiatan bekerja dan belajar pada hari kerja. Hal

Universitas Indonesia
Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
ini didasarkan pada anggapan bahwa penduduk Kota Bogor berangkat dan
pulang dari bekerja dan sekolah pada jam-jam tersebut.
3. Dua ratus meter adalah panjang segmen jalan yang mewakili untuk melihat
kemacetan pada persimpangan jalan-jalan yang menuju jalan-jalan yang
mengelilingi kebun raya Bogor.
4. Kendaraan pribadi yang melewati daerah penelitian berasal dari pemukiman
teratur yang terdapat pada kecamatan yang dihubungkan oleh jalan
penelitian menuju pusat kota.

1.5 Metodologi Penelitian

1.5.1 Pengumpulan Data

A. Bahan dan Alat


a. Counter
b. Lembar penghitungan volume kendaraan dan hambatan samping.
c. Stopwatch atau alat pengukur waktu lainnya

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :


o Tingkat kemacetan
o Hambatan samping, yang terdiri dari pejalan kaki, kendaraan parkir,
angkot ngetem dan pedagang kaki lima yang menggunakan badan jalan,
kendaraan yang keluar masuk lahan samping dan persimpangan serta
kendaraan lambat (becak,sepeda dsb) yang berjalan di badan jalan.

B. Data Primer
Data primer diperoleh melalui survey lapang yang dilakukan pada masing-
masing jalan yang menjadi unit analisis. Berikut ini adalah teknis survey
yang dilakukan:
1. Menghitung volume kendaraan.

Universitas Indonesia
Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
a. Setiap surveyor ditempatkan pada titik-titik di tiap ujung jalur
berdasarkan arah yang akan diteliti. Para surveyor akan menghitung
jumlah kendaraan yang melewati titik-titik tersebut.

Gambar 1.1. Titik-titik Penghitungan Jumlah Kendaraan

b. Penghitungan dilakukan setiap hari senin sebanyak empat kali dalam


satu bulan. Penghitungan dilakukan tiap interval satu jam. Jenis
kendaraan dibagi menjadi empat jenis, yaitu:
• Jenis A : Kendaraan ringan berplat kuning (meliputi angkutan
umum ; angkutan kota, dan taksi)
• Jenis B: Kendaraan ringan berplat hitam dan merah (kendaraan
pribadi)
• Jenis C : Sepeda motor
• Jenis D : Kendaraan berat (meliputi bus dan truk)

2. Menghitung hambatan samping jalur:


a. Survey dilakukan pada masing-masing jalur per arah sepanjang 200
meter yang merupakan unit analisis dalam penelitian ini.
b. Pada setiap arah jalur penelitian ditempatkan satu orang surveyor
yang masing-masing menghitung tipe kejadian per 200 meter. Setiap
surveyor menghitung tipe kejadian sebagai berikut:
• Tipe I : Jumlah pejalan kaki yang berjalan atau menyeberang
pada segmen jalur jalan. (bobot=0,5)
• Tipe II : Jumlah kendaraan umum/penumpang biasa berhenti
(ngetem untuk angkot) atau parkir di segmen jalur jalan serta

Universitas Indonesia
Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
jumlah pedagang kaki lima yang berjualan di badan jalan
(bobot=1,0)
• Tipe III : Jumlah kendaraan bermotor yang masuk dan keluar
dari lahan samping jalur dan persimpangan (bobot=0,7)
• Tipe IV : Kendaraan yang bergerak lambat, yaitu arus total
(kendaraan/jam) dari sepeda, becak, pedati dsb (bobot=0,4)
C. Data Sekunder
1. Peta administrasi Kota Bogor, tahun 2000 dari Bakosurtanal.
2. Peta jaringan jalan Kota Bogor, tahun 2000 dari Bakosurtanal.
3. Peta penggunaan tanah Kota Bogor, tahun 2005 dari Dinas Tata
Kota Bogor.
4. Peta persil bangunan Kota Bogor, tahun 2005 dari Dinas Tata Kota
Bogor.
5. Megapolitan Map & Street Guide 2007-2008, Dr Riadika Mastra

1.5.2 Pengolahan Data

Data-data yang telah dikumpulkan kemudian diolah sebagai berikut :


a. Menghitung volume kendaraan pada setiap jalur berdasarkan rumus dari
Morlok (1988):

V= N
T
Dengan:
V = Volume kendaraan (kendaraan/jam)
N = Jumlah kendaraan (kendaraan)
T = Interval waktu pengamatan (jam)
Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997) membagi penggolongan tipe
kendaraan untuk jalan dalam kota sebagai berikut:
o Kendaraan ringan/Light Vehicle (LV)
Kendaraan beroda empat, dengan dua gander berjarak 2,0-3,0 m (termasuk
mobil penumpang, angkot, minibus, pick up, dan truk kecil)

Universitas Indonesia
Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
o Kendaraan berat/Heavy Vehicle (HV)
Kendaraan bermotor dengan jarak as lebih dari 3,5 m, biasanya beroda
lebih dari empat (termasuk bis, truk 2 as, truk 3 as, dan truk kombinasi
sesuai klasifikasi Bina Marga)
o Sepeda motor/Motor Cycle (MC)
Kendaraan bermotor beroda dua atau tiga.
o Kendaraan tak bermotor/Unmotorised (UM)

Jenis-jenis kendaraan tersebut, kecuali kendaraan tidak bermotor diubah


ke dalam smp (satuan mobil penumpang) dengan mengalikannya pada nilai emp
(ekivalensi mobil penumpang) yang telah ditetapkan agar arus berbagai jenis
kendaraan tersebut sama dengan kendaraan ringan (LV).
Berikut adalah nilai emp untuk jalan perkotaan:

Tabel 1.1. Ekivalensi mobil penumpang (emp) untuk Jalan Perkotaan Tak
Terbagi
Tipe jalan: Arus lalu lintas emp
Jalan tak terbagi total dua arah MC
(kend/jam) Lebar jalur lalu lintas Wc (m)
HV ≤6 >6
Dua lajur tak terbagi 0 1,3 0,5 0,40
(2/2 UD) ≥ 1800 1,2 0,35 0,25
Empat lajur tak terbagi 0 1,3 0,40
(4/2 UD) ≥ 3700 1,2 0,25
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

Tabel 1.2. Ekivalensi mobil penumpang (emp) untuk Jalan Perkotaan


Terbagi/Satu Arah
Tipe jalan : Arus lalu lintas per emp
Jalan satu arah dan jalan terbagi lajur (kend/jam) HV MC
Dua lajur satu arah (2/1) 0 1,3 0,40
Empat lajur terbagi (4/2 D) ≥ 1050 1,2 0,25
Tiga lajur satu arah (3/1) 0 1,3 0,40
Enam lajur terbagi (6/2 D) ≥1100 1,2 0,25
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia,1997

Universitas Indonesia
Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
b. Volume kendaraan per jam yang sudah diubah ke dalam satuan smp tersebut
kemudian di rata-ratakan sesuai dengan waktu survey sehingga akan diperoleh
volume kendaraan pagi dan sore dari minggu pertama hingga ke empat dalam
satu bulan.
c. Mengklasifikasikan volume kendaraan ke dalam lima kelas yaitu sangat
tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah dengan interval (i) tiap kelas
ditentukan dengan persamaan sebagai berikut (Hadi,2000):

i = Jarak pengukuran
Jumlah interval

d. Mengklasifikasikan hambatan samping yang diperoleh dari survey lapang


menjadi lima kelas yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat
tinggi sesuai dengan klasifikasi dari Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997.
e. Menghitung kapasitas jalan dalam kondisi normal dan kondisi sebenarnya
dengan hambatan samping berdasarkan persamaan dari Manual Kapasitas
Jalan Indonesia (MKJI, 1997) berikut:

C = CO x FCW x FCSP x x FCSF x FCCS

Dengan:
C = Kapasitas (smp/jam)
CO = Kapasitas dasar (smp/jam)

FCW = Faktor penyesuaian lebar jalur


FCSP = Faktor penyesuaian pemisah arah (hanya untuk jalan tak terbagi)

FCSF = Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan


FCCS = Faktor penyesuaian ukuran kota

Nilai-nilai tiap faktor yang mempengaruhi kapasitas jalan tersebut telah


ditetapkan oleh Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997) berdasarkan tipe
jalan, lebar jalur, pembagian arah jalan, ukuran kota, serta hambatan samping.
Pada kondisi normal FCSF dianggap sama dengan 1, sedangkan pada kondisi

Universitas Indonesia
Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
sebenarnya dengan hambatan samping, nilainya sesuai dengan nilai hambatan
samping yang diperoleh pada survey lapang.
f. Menghitung tingkat kemacetan dengan metode tingkat pelayanan jalan (Level
of Service/ LOS) dengan pendekatan rasio V/C (volume/capacity) per jam.
Klasifikasi tingkat kepadatan jalan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1.3. Klasifikasi Level of Service (LOS) berdasarkan Rasio V/C


LOS Rasio Keterangan
V/C
A 0,00-0,60 Arus bebas; volume rendah dan kecepatan tinggi; pengemudi
dapat memilih kecepatan yang dikehendaki
B 0,61-0,70 Arus stabil; kecepatan sedikit terbatas oleh lalu lintas
C 0,71-0,80 Arus stabil; kecepatan dikontrol oleh lalu lintas. Adanya lebih
banyak kendaraan menghalangi keleluasaan dalam berkendara,
namun tidak menyebabkan terjadinya antrian kendaraan.
D 0,81-0,90 Mendekati arus yang tidak stabil; kecepatan rendah. Adanya
gangguan pada jalan, kecuali gangguan yang sangat kecil, akan
menyebabkan terjadinya kemacetan.
E 0,91-1,00 Arus yang tidak stabil; kecepatan yang rendah dan berbeda-
beda. Volume kendaraan sudah mendekati kapasitas jalan.
Gangguan sedikit saja pada jalan dapat menyebabkan
kemacetan.
F >1.00 Arus yang terhambat; kecepatan rendah.Terjadi kemacetan.
Volume kendaraan sudah melebihi kapasitas jalan.
Sumber : Morlok ,1988

Berdasarkan tabel tersebut, maka tingkat kemacetan dibagi menjadi :


• LOS A, B, dan C : Arus lalu lintas stabil/tidak terjadi kemacetan.
• LOS D : Tingkat kemacetan rendah
• LOS E : Tingkat kemacetan sedang
• LOS F : Tingkat kemacetan tinggi
g. Nilai volume kendaraan, hambatan samping, dan Level of Service (LOS) yang
sudah diperoleh kemudian dirata-ratakan sehingga diperoleh nilai volume
kendaraan, hambatan samping dan LOS pagi serta sore dalam satu bulan.

Universitas Indonesia
Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
h. Membuat peta penggunaan kendaraan pada masing-masing jalan. Sebelumnya
tingkat jumlah kendaraan ini di kalikan dengan nilai emp masing-masing
sehingga satuannya menjadi smp dan dapat dilihat masing-masing
pengaruhnya terhadap jalan.
i. Membuat peta tipe hambatan samping. Sebelumnya tingkat jumlah kendaraan
ini dikalikan dengan faktor bobotnya sehingga dapat dilihat pengaruh tiap tipe
hambatan pada masing-masing jalan penelitian
j. Membuat peta tingkat kemacetan pagi dan sore hari dalam kondisi normal dan
dengan hambatan samping pada setiap jalan penelitian.
k. Melihat kesesuaian antara Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bogor
dengan hasil dari penelitian yang telah dilakukan.

1.5.3 Analisis

Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, yaitu:


a. Menjelaskan volume kendaraan pada masing-masing jalan berkaitan dengan
pemilihan berbagai moda transportasi oleh pengguna jalan
b. Menjelaskan hambatan samping pada masing-masing jalan serta jenis-jenis
yang paling berpengaruh pada hambatan samping tersebut.
c. Menjelaskan perbedaan tingkat kemacetan dalam kondisi normal (tanpa
hambatan samping) dengan kondisi sebenarnya (dengan hambatan samping)
sehingga terlihat seberapa besar pengaruh hambatan samping terhadap
kemacetan di pusat kota Bogor.

Universitas Indonesia
Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Gambar 1.2. Alur Pikir Penelitian

ALUR PIKIR PENELITIAN

Kota Bogor

Pusat Kota
(Jalan-jalan yang mengelilingi Kebun Raya Bogor)

Jalan-jalan kolektor menuju kebun raya Bogor Penggunaan tanah

Mobil plat hitam dan merah Volume Kendaraan Kapasitas Jalan - Tipe jalan
(V) (C) - Lebar jalur
Sepeda Motor efektif
- Pembagian
- arah jalan
Kendaraan Berat
Level of Service (LoS) - Ukuran kota
Mobil plat kuning Kondisi Normal

Hambatan samping Perbedaan Tingkat


Kemacetan pada
Kondisi Normal dengan
Level of Service (LoS) : Kondisi Sebenarnya
Kondisi Sebenarnya

Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008


PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Anda mungkin juga menyukai